You are on page 1of 15

MAKALAH

SUMBER-SUMBER HUKUM

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Hukum


Dosen Pengampu : Bp Aristoni S.H.I, M.H.

Disusun oleh :

Kelompok 2

1. Novia Nailinnajah (2320110023)


2. Tasya Maudina Rizky (2320110026)
3. Ahmad Bilal (2320110008)
4. Ridwan (2320110025)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan begitu banyak berkat dan juga
rahmat-Nya, sehingga kami berempat dapat menyelesaikan makalah yang membahas tentang
“Sumber-Sumber Hukum” guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pengantar Ilmu
Hukum dari Bapak Aristoni, S.H.I, M.H. Sholawat beserta salam selalu terhaturkan semoga
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan kerabat beliau.

Kami sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini tidak akan terlepas dari
kekurangan dan juga ketidaksempurnaan, dalam materi terutama juga dalam penulisan. Namun,
kami telah berusaha semaksimal mungkin dengan segala kemampuan kami sehingga dapat
selesai dengan baik dan oleh karena itu, kami selaku penulis dengan segala rendah hati dan
tangan terbuka menerima kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini.

Kami selaku penulis makalah berharap, semoga makalah ini bisa dipahami dan bisa
memberikan manfaat bagi para pembaca. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Kudus, 25 September 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………….……………………………………………………i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….………..ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….………..iii
BAB I…………………………...…………………………………………………………….1
PENDAHULUAN……………………………………………………………………………1
1.1 Latar Belakang……………………..……………………………………………………..1
1.2 Rumusan Masalah……………………….………………………………………………..1
1.3 Tujuan………………...…………………………………………………………………..1
BAB II………….…………………………………………………………………………….2
PEMBAHASAN…………………………………………………...…………………………2
2.1 Pengertian Sumber-Sumber Hukum………………………………………..…………….2
2.2 Bentuk-Bentuk Sumber Hukum……………………………………….…………………3
2.3 Konflik antara Sumber Hukum……………………………………….…………………..9
BAB III………………………………...………………………………………………..…..11
PENUTUP……………………..…………………………………………………………....11
3.1 Kesimpulan………………………….………………………………………………..…11
3.2 Saran………………………….……………………………………………………..…..11
DAFTAR PUSTAKA…………………….…………………………………………………12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan Negara hukum, dengan hukum tersebut Indonesia dapat mengatur
masyarakatnya agar dapat berbuat sesuatu yang mengarah pada hal-hal yang positif. Hukum di
Indonesia mengatur berbagai aspek yaitu dari aspek sosial, politik, ekonomi, budaya, maupun
agama. Namun sangat disayangkan hukum yang ada ditengah-tengah masyarakat Indonesia
banyak yang abai dan tidak dihiraukan. Karena itu agar kita dapat lebih faham mengenai tentang
hukum, tentu saja kita harus memahami berbagai aspek ilmu hukum yang mana salah satunya
ialah sumber-sumber hukum. Untuk mengetahui sumber hukum kami realisasikan dalam
bentuk makalah mengenai sumber-sumber hukum. Dari situ muncul suatu pertanyaan, kenapa
kita harus mengetahui tentang sumber hukum? Jawabannya ialah merupakan hal yang
melandasi pembuatan makalah ini yaitu agar mengetaui landasan-landasan hukum yang selama
ini berlaku bukan sekedar hanya menjalankan hukum saja tapi juga mengetahui asal muasal
hukum yang kita jadikan pedoman dalam menjalankan kehidupan sehari-hari sehingga kita
mengetahui kenapa hukum tersebut bisa menjadi sebuah aturan yang mengikat dalam
kehidupan.
Sumber-sumber hukum yang selama ini menjadi tolak ukur dalam kehidupan kita ketika
setiap bertindak dan bertingkah laku sehingga yang dapat diharapkan kita bisa memahami arti
hukum dan penerapan hukum tersebut yang semestinya dan seharusnya dimasa kini dan masa
mendatang.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian sumber-sumber hukum?


2. Apa saja bentuk-bentuk sumber hukum?
3. Bagaimana konflik antara sumber hukum?

1.3 TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengertian sumber-sumber hukum.


2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk sumber hukum.
3. Untuk mengetahui tentang konflik antara sumber hukum.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sumber Hukum

Sumber Hukum adalah sebagai segala sesuatu yang dapat menimbulkan beragam
aturan-aturan yang mengikat dan memaksa, sehingga apabila aturan-aturan tersebut dilanggar
akan menimbulkan sanksi yang tegas serta nyata kepada yang melanggar. Dari istilah “segala
sesuatu” memiliki arti yaitu faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sebab adanya hukum,
faktor-faktor yang merupakan sumber kekuatan berdirinya hukum secara formal, dari mana
hukum itu bisa ditemukan, dari mana asal muasal hukum serta hal-hal lain sebagainya.
Menurut Sudikno Mertokusumo, sumber hukum adalah tempat yang dimana kita dapat
menemukan atau menggali hukumnya. Secara umum juga dapat disebutkan bahwa sumber
hukum dipakai dalam 2 arti. Arti yang pertama ialah untuk menjawab persoalan “mengapa
hukum itu mengikat?” pertanyaan ini bisa juga dirumuskan, “apa sumber (kekuatan) hukum
hingga mengikat atau dipatuhi oleh manusia?”. Pengertian sumber dalam arti ini dinamakan
sumber hukum dalam arti materiil.
Kata ‘sumber’ dipakai juga dalam arti lain yakni menjawab pertanyaan “di manakah
kita dapat atau temukan aturan-aturan hukum yang mengatur kehidupan?” sumber dalam arti
kata tersebut dinamakan sumber hukum dalam arti formal”. Secara sederhana, sumber hukum
ialah segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan hukum serta tempat dikemukakannya
aturan-aturan hukum.

Istilah sumber hukum sering juga digunakan dalam beberapa artian seperti berikut:

a. Sebagai asas hukum, yaitu sesuatu yang merupakan permulaan hukum, misalnya kehendak
Tuhan, akal manusia, jiwa bangsa dan lain sebagainya.
b. Menunjukkan sumber hukum terdahulu yang memberikan bahan-bahan kepada hukum yang
sekarang berlaku.
c. Sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan berlaku secara formal kepada
peraturan hukum, misalnya penguasa dan masyarakat.
d. Sebagai sumber dari mana hukum itu dapat diketahui, misalnya dokumen-dokumen,undang-
undang, batu tertulis dan sebagainya.
e. Sebagai sumber terbentuknya hukum atau sumber yang menimbulkan hukum.

___________________________________________________________________________

R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014)


Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1991)

2
2.2 Bentuk-bentuk Sumber Hukum

Sumber hukum dapat digolongkan menjadi 2 yaitu yang pertama ialah sumber hukum
materiil dan sumber hukum formil. Yang dimana menjadi dasar pembentukkan hukum dalam
bentuk peraturan hukum yang berlaku terdapat pada pembagian sumber hukum yang ada pada
sumber hukum formil. Tetapi, dasar hukum yang ada sebagai jiwa atau roh yang mempengaruhi
dalam sumber hukum itu ialah sumber hukum yang terdapat pada sumber hukum materiil.
Sehingga ketentuan yang terdapat pada sumber hukum formil itu yang menjadi pijakan dalam
bentuk materialisasi. Hukum formil ialah bersumber dari hukum material yang ada pada ruang
lingkup kehidupan Masyarakat.

Berikut penjelasan dari bentuk-bentuk sumber hukum:

1. Sumber Hukum Materiil


Ialah faktor-faktor yang turut serta menentukan isi hukum. Demi keberhasilan dan
memahami sumber-sumber hukum harus ditinjau dari beberapa sudut cabang ilmu hukum
maupun disiplin ilmu lainnya, misalnya: sosiologi hukum, sejarah, agama, psikologi dan lain-
lain.
Faktor yang juga turut serta menentukan isi hukum. Faktor Idiil ialah patokan yang tetap
mengenai keadilan yang harus ditaati oleh para pembentuk undang-undang atau para
pembentuk hukum yang lain dalam melakukan tugasnya. Faktor kemasyarakatan adalah hal
yang benar-benar hidup didalam masyarakat dan tunduk pada aturan-aturan yang berlaku juga
sebagai petunjuk hidup masyarakat yang berhubungan dan yang termasuk dalam kategori faktor
kemasyarakatan, yakni:
a. Struktur ekonomi dan kebutuhan masyarakat.
b. Kebiasaan atau adat istiadat yang telah melekat pada masyarakat dan berkembang
menjadi aturan tingkah laku yang tetap.
c. Hukum yang berlaku, yaitu hukum yang tumbuh berkembang dalam masyarakat dan
mengalami perubahan menurut kebutuhan masyarakat yang bersangkutan.
d. Tata hukum negara-negara lain.
e. Keyakinan tentang agama dan kesusilaan.
f. Aneka gejala dalam masyarakat, baik yang sudah menjadi peristiwa maupun yang
belum menjadi sebuah peristiwa.

2. Sumber Hukum Formil


Ialah sumber dengan bentuk tertentu yang merupakan dasar berlakunya hukum secara
formil. Sumber hukum formil merupakan dasar kekuatan mengikat peraturan-peraturan agar
ditaati oleh masyarakat maupun oleh para penegak hukum. Dengan arti lain, sumber hukum
formil tersebut merupakan causa efficient dari hukum.
Ada juga yang termasuk didalam sumber hukum formil yakni: Undang-Undang,
Kebiasaan, Yurisprudensi, Traktat (perjanjian antar negara), Perjanjian dan Doktrin.

___________________________________________________________________________

C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1989).
3
Berikut penjelasan dari macam sumber hukum formil, yakni:

a. Undang-undang

Undang-undang merupakan peraturan negara yang dibentuk oleh alat perlengkapan


negara yang berwenang dan bersifat mengikat pada masyarakat.
Undang-undang dibedakan menjadi dua:

1. Undang-undang dalam arti meteriil, yaitu setiap peraturan perundang-undangan


yang isinya mengikat langsung para masyarakat secara umum.
2. Undang-undang dalam arti formal, yaitu setiap peraturan perundang-undangan
yang dibentuk oleh alat perlengkapan negara yang berwenang melalui tata cara
dan prosedur yang berlaku.
Undang-undang dalam arti formal pada hakikatnya adalah merupakan keputusan alat
perlengkapan negara yang karena cara dibentuknya disebut undang undang. Di Indonesia,
undang-undang dalam arti formal dibentuk oleh Presiden dengan persetujuan DPR (Pasal 5
ayat (1) UUD 1945).
Perbedaan dari kedua macam undang-undang tersebut yakni dari sudut
peninjauannya. Undang-undang dalam arti materiil ditinjau dari sudut isinya yang mengikat
umum, sedangkan undang-undang dalam arti formal ditinjau dari segi pembuatan dan
bentuknya.

Undang-undang mempunyai kekuatan yang berlaku, apabila telah memenuhi persyaratan


tertentu, yakni:

1. Mempunyai kekuatan berlaku yuridis, apabila persyaratan formal terbentuknya undang-


undang telah terpenuhi.
2. Mempunyai kekuatan berlaku sosiologis, apabila undang-undang itu efektif berlaku di
dalam masyarakat. Dengan maksud bahwa undang-undang itu telah diterima dan ditaati oleh
masyarakat tanpa menghiraukan bagaimana terbentuknya undang-undang tersebut.
3. Mempunyai kekuatan berlaku filosofis, apabila undang-undang tersebut memang sudah
sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi.

Dan selanjutnya adalah beberapa asas yang berlaku terhadap eksistensi undang-undang,
yaitu:
1. Undang-undang tidak berlaku surut atau retro aktif.
2. Undang-undang yang berlaku kemudian membatalkan undang-undang terdahulu, selama
undang-undang tersebut mengatur objek yang sama (lex posterior derogat legi priori).

___________________________________________________________________________

R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014)

4
3. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai derajat yang
tinggi juga, sehingga apabila ada 2 macam undang-undang yang tidak sederajat mengatur
objek yang sama dan bertentangan maka hakim harus menerapkan undang-undang yang
tinggi dan juga menyatakan bahwa undang-undang yang lebih rendah tersebut tidak
mengikat (lex superior derogat legi inferior).

4. Undang-undang yang khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum,


maka jika ada 2 macam kententuan dari peraturan perundangan yang setingkat dan berlaku
pada waktu yang bersamaan juga saling bertentangan hakim harus menerapkan yang khusus
dan mengesampingkan yang umum (lex specialis derogat legi generali).

5. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat, dan undang-undang tak berlaku lagi apabila:

• Jangka waktu berlakunya undang-undang tersebut telah habis.


• Hal-hal atau objek yang diatur oleh undang-undang itu sudah tidak ada.
• Undang-undang itu dicabut oleh pembentuknya atau oleh instansi yang lebih tinggi.
• Telah dikeluarkan undang-undang baru yang isinya bertentangan dengan isi undang-
undang terdahulu.

Sehubungan dengan masalah perundangan yang berlaku di Indonesia, telah ditetapkan TAP
MPR RI No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-
undangan dan mencabut TAP MPRS No. XX/MPRS/1996.
Berikut Tata urutan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, yakni:
a. UUD 1945.
b. Ketetapan MPR RI.
c. Undang-Undang
d. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU).
e. Peraturan Pemerintah.
f. Peraturan Presiden.
g. Peraturan Daerah Provinsi.
h. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Pada Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa sesuai dengan Tata Urutan Peraturan Perundang-
undangan, maka setiap aturan hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
aturan yang lebih tinggi. Ketentuan itu diperkuat lagi dengan dibentuknya Undang-Undang
No. 10 Tahun 2004 sebagaimana telah dicabut dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

___________________________________________________________________________

R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014)

5
b. Kebiasaan

Kebiasaan merupakan perbuatan manusia mengenai hal-hal tertentu yang dilakukan


secara berulang-ulang dan terhadapnya dipertalikan adanya ide hukum, sehingga perbuatan
tersebut diterima serta dilakukan oleh suatu masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat
beranggapan bahwa memang harus berlaku demikian, jika tidak berlaku seperti itu merasa
berlawanan dengan kebiasaan dan merasa melakukan pelanggaran perilaku hukum.
Masyarakat yakin bahwa kebiasaan yang mereka lakukan itu mengandung ide hukum, jika
ada masyarakat yang tidak mentaatinya dia akan dianggap telah melakukan pelanggaran
hukum yang hidup ditengah masyarakat (dengan catatan adanya kelaziman).

Timbulnya hukum kebiasaan perlu persyaratan tertentu, yaitu:


1. Adanya perbuatan tertentu yang dilakukan berulang didalam masyarakat tertentu.
2. Adanya keyakinan/ide hukum dari masyarakat tersebut.
c. Yurisprudensi

Dalam Algemene Bapelingen Van Watgeving (A.B) atau Ketentuan umum tentang
Perundang-undang (KUTP) yang pada akhirnya merumuskan perkembangan Jurisprudensi
di Indonesia dirumuskan sebagai berikut:

1. Dalam pasal 20 A.B, hakim diwajibkan mengadili menurut undang-undang dan dilarang
mempertimbangkan “nilai rokhani atau keadilan undang—undang”. Maksudnya, apabila
didalam undang-undang telah ditetapkan suatu kaidah hukum, maka hakim diwajibkan
mempergunakan kaidah hukum tersebut. Ia tidak boleh menyimpang dari hukum yang
dinyatakan secara positif.

2. Pasal 21 A.B menyatakan: “Tidak ada seorang hakim diperkenankan memberika


keputusan yang bersifat peraturan umum, disposisi (penetapan/reglemen). Jikalau hakim
memberikan keputusan didalam suatu percideraan yang diajukan kepadanya”.

3. Pasal 22 A.B berbunyi: “Seorang hakim yang menolak memutuskan perkara, berdalih
bahwa undang-undang tidak terang atau kurang lengkap dan lain-lain dapat dituntut karena
mengingkari hukum”. Artinya, pembuat undang-undang menyuruh dengan tegas kepada
hakim supaya hakim memberikan keputusan didalam setiap sengketa yang dimajukan
kepadanya termasuk juga apabila undang-undang kurang jelas (hakim wajib menafsirkan
undang-undang itu) atau apabila undang-undang itu kurang lengkap (hakim wajib
menambahkan pendapatnya/konstruksi hukum kepada undang-undang tersebut).

Dengan kata lain, dari sengketa yang satu ke sengketa yang lain, hakim dapat melanjutkan
tugas pembuat undang-undang.

___________________________________________________________________________

R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014)


6
Ada kemungkinan bahwa perumusan hukum oleh seorang hakim tertentu, dapat juga
dipergunakan oleh hakim-hakim yang lain. Hal itulah yang kemudian disebut sebagai
Yurisprudensi atau dengan kata lain Yurisprudensi merupakan “keputusan Pengadilan atau
keputusan hakim yang terdahulu, yang dianggap tepat sehingga diikuti oleh Pengadilan atau
hakim lain”.

Terdapat 2 macam Yurisprudensi, yaitu:


a. Yurisprudensi Tetap, ialah keputusan hakim terjadi karena rangkaian keputusan
serupa dan dijadikan dasar untuk memutuskan suatu perkara (standar arresten).
b. Yurisprudensi Tak Tetap, ialah keputusan hakim terdahulu yang bukan standar arresten.

Didalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ketentuan mengenai


kekuasaan kehakiman secara konstitusional telah diatur dalam Bab IX, Pasal 24, 24A, 24B,
24C, dan 25 UUD NKRI 1945.
Ketentuan tugas-tugas hakim telah diatur dalam perundang-undangan yang berkaitan
dengan dunia peradilan atau yang mengatur kekuasaan kehakiman. Tugas pengadilan
memang identik dengan tugas hakim, sehingga sering menimbulkan anggapan bahwa
pengadilan itu adalah hakim. Padahal, dalam melaksanakan tugas pokoknya yakni
menerima, memeriksa dan mengadili perkara yang dimajukan kepadanya, hakim harus
dibantu oleh aparatur pengadilan atau staff seperti yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan.

d. Traktat (Perjanjian Antar Negara)

Traktat sebagai sumber hukum formal harus memenuhi syarat formal tertentu.
Ditentukan dalam pasal 11 UUD 1945, yaitu “Presiden dalam persetujuan DPR menyatakan
perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain”.

Perjanjian antar negara mengandung materi-materi penting (lazimnya disebut


traktat/treaty), sebagai berikut:
a. Soal-soal politik atau yang dapat mempengaruhi haluan politik luar negeri, seperti
perjanjian persekutuan, perjanjian batas wilayah, perubahan wilayah, dan lain sebagainya.
b. Ikatan-ikatan yang dapat mempengaruhi haluan politik luar negeri, seperti perjanjian
kerjasama ekonomi dan pinjaman.
c. Soal-soal yang menurut UUD dan sistem perundangan kita yang harus diatur dengan
bentuk undang-undang, seperti tentang kewarganegaraan, kehakiman, dan lain sebagainya.

___________________________________________________________________________

R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014)


Dr. Agus Sudaryanto, S.H, M.H., Pengantar Ilmu Hukum (Pengertian dan Perkembangannya di
Indonesia), (Malang: Setara Press, 2015)
7
Adapun perjanjian antar negara/Traktat, yakni:
1. Traktat Bilateral, yaitu traktat yang hanya diikuti oleh 2 negara.
2. Traktat Multilateral, yaitu traktat yang pesertanya lebih dari 2 negara.
3. Traktat Kolektif, yaitu traktat yang masih memungkinkan masuknya negara lain
menjadi peserta asal negara itu menyetujui isi perjanjian yang ada.

e. Perjanjian

Perjanjian (Overeenkomst) merupakan “suatu peristiwa hukum dimana 2


orang/pihak atau lebih berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu.”
Jika kedua belah pihak dalam perjanjian telah sepakat berarti mereka membuat/
menentukan peraturan atau hak dan kewajiban. Dalam hal ini, para pihak sendiri yang
menciptakan hukum, sehingga mereka berkewajiban menaati nya, dan hanya merekalah
yang terikat pada ketentuan yang telah mereka sepakati.

Perjanjian sah apabila memenuhi beberapa syarat tertentu (Pasal 1320 KUHPerdata),
yakni:

a. Orang yang mengadakan perjanjian harus cakap.


b. Ada kata sepakat atau persesuaian kehendak antar pihak.
c. Mengenai objek tertentu.
d. Dasar atau kuasa yang halal.
Unsur-unsur perjanjian meliputi beberapa hal, yaitu:

a. Unsur Essentialia, yaitu unsur yang merupakan syarat sahnya perjanjian.


b. Unsur Naturalia, yaitu unsur yang melekat pada perjanjian.
c. Unsur Accidentalia, yaitu unsur yang melekat pada perjanjian dimuat dalam
perjanjian (identitas, domisili, dan sebagainya).

___________________________________________________________________________

R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014)


Dr. Agus Sudaryanto, S.H, M.H., Pengantar Ilmu Hukum (Pengertian dan Perkembangannya di
Indonesia), (Malang: Setara Press, 2015)

8
f. Doktrin

Doktrin adalah pendapat para sarjana hukum terkemuka yang besar pengaruhnya
terhadap perkembangan hukum pada umumnya dan secara khusus terhadap hakim dalam
mengambil keputusannya.
Doktrin harus memenuhi syarat tertentu, yakni doktrin menjelma menjadi keputusan
hakim. Terkadang, hakim dalam memutuskan perkara perlu menguatkan keyakinan karena
terdapat ketidakjelasan atau kekosongan hukum (melakukan penemuan hukum). Dalam hal
ini, hakim dapat menyebut pendapat para sarjana sebagai dasar pertimbangannya, sehingga
hakim menemukan hukumnya dalam doktrin tersebut. Dengan demikian, dapat dipahami
bahwa doktrin merupakan sumber hukum formal.

2.3 Konflik antara Sumber Hukum

Tentunya tidak diharapkan akan terjadinya konflik atau pertentangan, tetapi apabila
konflik tersebut terjadi maka harus segera diselesaikan dengan asas-asas yang terdapat dalam
sistemnya sendiri.

Konflik dapat terjadi diantara sumber hukum, misalnya:


1. Konflik antara peraturan perundang-undangan yang satu dengan peraturan perundang-
undangan lainnya diselesaikan dengan asas-asas:

• Lex Specialis derogate lex generalis, yaitu apabila terjadi konflik antara undang-undang
yang sifatnya khusus dengan undang-undang yang bersifat umum, maka undang-undang
yang bersifat umum harus dikesampingkan.
• Lex Superiori derogate lex inferiori, yaitu apabila ada dua undang-undang yang tidak
sederajat tingkatannya mengatur objek yang sama dan saling bertentangan, maka undang-
undang yang lebih tinggi tingkatannya mengesampingkan undang-undang yang
tingkatannya lebih rendah.
• Lex Posteriori derogate lex priori, yaitu undang-undang atau peraturan yang berlaku
belakangan (baru) mengesampingkan undang-undang atau peraturan yang terdahulu (lama).

2. Konflik antara undang-undang dengan kebiasaan. Apabila terjadi konflik antara undang-
undang dengan kebiasaan, maka pada prinsipnya undang-undang yang harus
diberlakukan/dipergunakan, terutama undang-undang yang bersifat memaksa. Sebaliknya
terhadap undang-undang yang bersifat pelengkap (accessoir), maka undang-undang yang harus
dikesampingkan.

___________________________________________________________________________

Dr. Agus Sudaryanto, S.H, M.H., Pengantar Ilmu Hukum (Pengertian dan Perkembangannya di
Indonesia), (Malang: Setara Press, 2015)
Sumber-Sumber Hukum, https://www.situshukum.com/2020/07/sumber-sumber-hukum.html
diakses pada tanggal 22 September 2023
9
3. Konflik antara undang-undang dengan putusan pengadilan. Apabila terjadi konflik antara
undang-undang dengan putusan pengadilan dapat diselesaikan dengan asas “Res Judicata Pro
Veritate Habetur” yang artinya ”Putusan hakim (pengadilan) adalah benar.

Dengan adanya asas “Res Judicata Pro Veritate Habetur” maka apabila ada konflik atau
pertentangan antara putusan hakim (pengadilan) dengan undang-undang, maka putusan hakim
atau jurisprudensi yang dianggap benar dan harus dilaksanakan.

Selain tersebut di muka, hakim dan hakim konstitusi mempunyai kewajiban untuk menggali
atau menemukan hukum (rechtsvinding) yang hidup di masyarakat (Pasal 28 ayat 1 UU No. 4
Tahun 2004 dan pasal 5 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009 (UUKK), dan pengujian terhadap
perundang-undangan yang berlaku apabila isinya bertentangan dengan rasa keadilan dan
kesadaran hukum masyarakat atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi.

___________________________________________________________________________

Sumber-Sumber Hukum, https://www.situshukum.com/2020/07/sumber-sumber-hukum.html


diakses pada tanggal 22 September 2023
10
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Sumber Hukum adalah sebagai segala sesuatu yang dapat menimbulkan beragam
aturan-aturan yang mengikat dan memaksa, sehingga apabila aturan-aturan tersebut dilanggar
akan menimbulkan sanksi yang tegas serta nyata kepada yang melanggar.

Sumber hukum dapat digolongkan menjadi 2 yaitu yang pertama ialah sumber hukum
materiil dan sumber hukum formal. Yang dimana menjadi dasar pembentukkan hukum dalam
bentuk peraturan hukum yang berlaku terdapat pada pembagian sumber hukum yang ada pada
sumber hukum formal. Tetapi, dasar hukum yang ada sebagai jiwa atau roh yang mempengaruhi
dalam sumber hukum itu ialah sumber hukum yang terdapat pada sumber hukum materiil.

Sumber hukum materiil yaitu ialah faktor-faktor yang turut serta menentukan isi hukum.
Demi keberhasilan dan memahami sumber-sumber hukum harus ditinjau dari beberapa sudut
cabang ilmu hukum maupun disiplin ilmu lainnya, misalnya: sosiologi hukum, sejarah, agama,
psikologi dan lain-lain.

Sedangkan sumber hukum formal yaitu sumber dengan bentuk tertentu yang merupakan
dasar berlakunya hukum secara formal. Macam-macamnya yaitu Undang-undang, Kebiasaan,
Yurisprudensi, Traktat, Perjanjian dan Doktrin.

Konflik antara sumber hukum, tentunya tidak diharapkan akan terjadinya konflik atau
pertentangan, tetapi apabila konflik tersebut terjadi maka harus segera diselesaikan dengan
asas-asas yang terdapat dalam sistemnya sendiri.

3.2 SARAN

Agar mahasiswa mampu mengetahui sumber-sumber hukum yang ada di Indonesia dan
mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai warga negara. Serta untuk
mempertahankan hukum yang ada di negara Indonesia.

Dan juga hukum memberi nilai penghormatan atas hak milik sehingga kaidah hukum
melarang pencurian maka sanksi yang mengambil melebihi hak pelaku pencurian adalah tidak
dibenarkan sehingga sanksi yang memiskinkan seorang koruptor juga adalah pelanggaran
hukum. Sanksi harus ditujukan untuk mengabdi pada hukum bukanlah sebaliknya, apabila
hukum menghendaki untuk manusia tidak membunuh maka sanksi sebagai penegak larangan
tersebut tidak boleh menghilangkan nyawa seseorang.

11
DAFTAR PUSTAKA

R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014)

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1991)

C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1989).

Dr. Agus Sudaryanto, S.H, M.H., Pengantar Ilmu Hukum (Pengertian dan Perkembangannya di
Indonesia), (Malang: Setara Press, 2015)

Sumber-Sumber Hukum, https://www.situshukum.com/2020/07/sumber-sumber-hukum.html


diakses pada tanggal 22 September 2023

12

You might also like