You are on page 1of 16

DIGITALISASI HADIS (Studi Hadis Di Era Modern)

Adam Khoirul Anam

Institut Agama Islam Negeri Metro

adamkhoirulll23@gmail.com

Ridho Aziz Alfarezi

Institut Agama Islam Negeri Metro

ridhoaziz23@gmail.com

RIZKI AULIA PRATIWI

Institut Agama Islam Negeri Metro

riskiaulia1404@gmail.com

Abstract

As the second source of Islamic teachings after the Koran, hadith studies continue

to be carried out. Especially in facing increasingly rapid developments with the

development of technology as a means of information and communication in the

era of globalization. So the hadith was developed to balance it and adapt to the

conditions of the current digital era. Access to hadith research that was previously

taken manually is now via software/applications on the Internet. Such as

Maktabah Syamilah, Lidwa Pusaka, Jawami' al-Kalim and others. With this

progress, people, especially the millennial generation, can make the best use of
the software offered in digital form of hadith books. So that the essence of this

hadith is not lost or lost in today's modern society.

Keywords: Hadith and Digital

Abstrak

Sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Quran, kajian hadis terus

dilakukan. Apalagi dalam menghadapi perkembangan yang semakin pesat dengan

berkembangnya teknologi sebagai sarana informasi dan komunikasi di era

globalisasi. Maka hadis pun dikembangkan untuk menyeimbangkannya dan

beradaptasi dengan kondisi era digital saat ini. Akses terhadap penelitian hadits

yang dahulu diambil secara manual kini melalui software/aplikasi di Internet.

Seperti Maktabah Syamilah, Lidwa Pusaka, Jawami' al-Kalim dan lain-lain.

Dengan adanya kemajuan ini, masyarakat khususnya generasi milenial bisa

memanfaatkan software yang ditawarkan dalam bentuk digital kitab hadis

digunakan sebaik mungkin. Agar intisari hadis tersebut tidak hilang atau hilang

dalam masyarakat modern saat ini.

Kata Kunci: Hadis dan Digital

A. PENDAHULUAN

Tidak dapat dipungkiri bahwa hadis merupakan sumber ajaran Islam yang

kedua sesudahnAl Quran. Al-Qur'an tidak dapat dipisahkan dari hadits karena

penjelasan ayatnya mujmal (universal) dan 'amm (umum). Hadis digunakan untuk

membantu menafsirkan Al Quran. Jadi hadis tidak bisa terpisah dari Al-Qur'an.
Baru-baru ini, para ulama mengatakan bahwa studi hadis sedang berkembang di

India. Mereka tidak menyebutkan perkembangan penafsiran di sana. Di Indonesia

ada banyak kelompok yang membandingkan bahwa kajian hadis

perkembangannya lebih lama daripada bidang lain, seperti tafsir, fiqh dan tasawuf.

Keterlambatan mempelajari Hadits di Indonesia berlangsung dalam kurun waktu

yang lama, dari awal masuk Islam masuk ke Indonesia hingga sekitar akhir abad

20.

Kemudian, fenomena kajian Hadis belakangan menunjukkan adanya

perkembangan di Indonesia dan bahkan keadaan terkini, Hadis mengalami kemajuan

yang pesat, baik dari aspek kuantitas, maupun kualitas. Hal ini tampak dari semakin

banyaknya program studi Ilmu Hadis (IH) di berbagai UIN/IAIN di Indonesia,

kurikulum dan silabusnya, serta berkembangnya judul-judul skripsi, tesis, disertasi,

dan buku-buku yang diterbitkan, tidak lagi bersifat konvensional, tetapi sudah

menemukan terobosan-terobosan baru dengan materi yang segar, filosofis dan

sosiologis, khususnya setelah tahun 2000-an. Karena itu fenomena baru tentang

pengkajian Hadis di Indonesia menarik untuk diteliti, dianalisa, dan diproyeksikan ke

masa depan.1

Berdasarkan sejarah perkembangan ilmu hadis dari abad ke 10 H sampai

abad ke 14 H. Persoalan ijtihad pada materi di atas terhenti dan tidak ada upaya

untuk mengembangkannya Pada permulaan abad ke-14 H, para ulama hadis mulai

bangkit membahas ilmu-ilmu hadis dan mengaitkannya dengan perkembangan

pengetahuan modern sebagai akibat persentuhan antara dunia Islam dengan dunia

Barat. Perlunya kajian ulang terhadap proses pembakuan hadis, tanpa perlu
1
Ramli Abdul Wahid & Dedi Masri, “Perkembangan Terkini Studi Hadis Di Indonesia,” MIQOT
XLII, no. 2 (Juli 2018): 264.
menghilangkan otensitas spritualitas oleh perubahan kehidupan masyarakat modern

dalam era teknologi dan informasi yang begitu cepat. Ulama Timur Tengah yang

tergolong tanggap akan masalah ini, antara lain al-Qasimī, Maḥmūd al-Ṭahān, Abū

Ṣuhbah, Subḥi al-Ṣalīh, Muḥammad ‘Ajjaj al-Khatīb, M.M. Azamī, Musṭafā al-Ṣibā’ī,

Nūr al-Dīn ‘Itr, dan Naṣiruddīn al-Albanī.2

Dewasa ini, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin

maju telah menggerakkan hati umat Islam untuk mendigitalisasi kitab suci dan

bukubuku Islam. Seperti AlQuran sekarang ini sudah tersedia dalam versi digital yang

dilengkapi dengan terjemahan, sound, dan tafsir dari ulama terkenal. Namun,

digitalisasi hadis agak ketinggalan dari digitalisasi Al-Quran. Hal tersebut, antara lain

mengingat hadis memiliki karaktersitik tersendiri dan jumlahnya juga lebih banyak

dari AlQuran.3

Hal ini sebagaimana ditulis oleh Muhammad Afatih Suryadilaga bahwa kajian

dalam studi hadis yang terus mengalami perkembangan seiring dengan adanya

peradaban manusia yang telah berkembang dari masa ke masa yang saat ini sudah

berada di tatanan era globalisasi. Dimana merabahnya informasi ke semua lintas

budaya dan wilayah yang ditandai dengan adanya mesin sebagai pengganti tenaga

manusia dan informasi. Sehingga kesadaran atas dunia baru juga merambah ke dalam

studi agama (Islamic studies). Al-Dirasah al-Islamiyyah menjadi sesuatu yang

menarik di era global dimana kajian agama sudah berkembang dengan baik sesuai

2
Hasep Saputra, “Genealogi Perkembangan Studi Hadis Di Indonesia,” Al Quds 1, no. 1 (2017):
44–47.
3
Hamdan Husein Batubara, “Pemanfaatan Ensiklopedi Hadis Kitab 9 Imam Sebagai Media Dan
Sumber Belajar Hadis,” Muallimuna 2, no. 2 (April 2017): 65.
dengan sifat dari ilmu pengetahuan yang pasti akan selalu mengalami perkembangan.

Hal ini juga berlaku pada kajian studi hadis.4

B. PEMBAHASAN

1. Sejarah literasi hadis

Dalam sejarahnya hadis memang terlambat untuk dibukukan. Para ahli sejarah

mencatat, hadis baru seabad lebih kemudian dibukukan. Selama itulah hadis

bertebaran di masyarakat Islam dan umumnya dilestarikan hanya dalam bentuk

hafalan saja. Setidaknya dalam proses historiografinya, hadis mengalami beberapa

periode, dari periode keterpeliharaan dalam hafalan hingga periode dibukukannya

hadis tersebut (pentadwinan).

a) Fase lahirnya hadis dan terbentuknya masyarakat Islam. Ditandai

dengan turunnya hadis Nabi Muhammad SAW melalui demonstrasi lisan, tulisan

dan praktek. Mengenai pelestarian hadis Nabi Muhammad SAW, pada saat itu

pelestariannya dilakukan dengan cara hafalan dan terkadang jika memungkinkan

ada sahabat yang menuliskan hadis-hadis yang didapatnya. Era ini juga dikenal

sebagai era terbentuknya masyarakat Islam. Karena pada masa inilah Nabi

Muhammad SAW mempersatukan masyarakat dengan mewariskan mutiara yang

sangat berharga berupa Al-Qur'an dan hadis. Masa ini berlangsung selama 23

tahun, pada masa pemerintahan Nabi Muhammad SAW. dikirimkan oleh Allah

swt. sebagai Rasulullah untuk menyebarkan ajaran Islam.

b) Fase tentang pematerian dan penyelidikan riwayat. Baru

dilaksanakan pada masa pemerintahan Khulafa’ al-Rasyidin (11-40 H). Masa ini

4
Muhammad Alfatih Suryadilaga, “Kajian Hadis Di Era Global,” Esensia 15, no. 2 (September
2014): 200.
ditandai dengan upaya para sahabat dalam menerima dan menyampaikan hadis-

hadis. Hanya cerita tertentu saja yang bisa diterima. Oleh karena itu, tampaknya

sangat sedikit hadis yang tercatat saat ini karena kehati-hatian para sahabat dalam

menerima dan meriwayatkan hadis.Hadits-hadits baru tersebar luas dan menjadi

penting sejak wafatnya Usman bin Affan dan masa-masa setelahnya. Persoalan di

bidang politik lambat laun menjadi persoalan agama dengan munculnya justifikasi

ajaran Islam melalui hadis.

c) Fase pemencaran di berbagai daerah. Para perintis adalah para

sahabat kecil dan tabiin besar sejak akhir masa Khulafa’ al-Rasyidin hingga awal

masa pemerintahan Munawiyah pada abad pertama Hijriyah. Saat ini, hadis telah

menyebar ke berbagai wilayah kedaulatan Islam, tidak hanya di wilayah Hijaz

tetapi juga ke Yaman dan bahkan Afrika. Penyebaran hadis ini juga dibarengi

dengan munculnya madrasah di berbagai daerah sebagai pusat pendidikan agama.

Tahap ini merupakan fase sahabat kecil hingga tabiin.

d) Fase pendataan hadis berlangsung awal abad ke-2 M hingga akhir

abad tersebut. Abad kedua Hijriah merupakan kesempatan baik bagi

perkembangan hadis, dimana hadis yang dahulu dilestarikan melalui tradisi

hafalan diwujudkan melalui sarana pendataan. Kitab yang disusun oleh para

ulama pada masa itu dan masih ada hingga saat ini adalah Muwatta' karya Imam

Malik bin Anas. Meski merupakan upaya awal, namun apa yang dilakukan Malik

bin Anas merupakan sesuatu yang baru dan dapat dikaji oleh para ulama di

kemudian hari.
e) Fase penyortiran, pemeliharaan, dan perlengkapan berlangsung

selama satu abad penuh, dari awal hingga akhir abad ke-3 Hijriah. Hadits-hadits

yang tercatat tidak seperti masa-masa sebelumnya, kini ada upaya menyaring

unsur-unsur yang bukan hadits Nabi Muhammad SAW. Hanya beberapa hadis

yang dimasukkan dalam kitab hadis. Buku-buku hadis yang diterbitkan selama ini

antara lain Musnad Ahmad, Qutub al-Sittah, Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim.

f) Fase eliminasi, penyusunan, penambahan dan pengumpulan hadis,

dari awal abad ke-4 sampai jatuhnya kota Bagdad pada tahun 656 H. Sejak masa

ini, ulama yang berperan dalam kegiatan hadis dikenal dengan sebutan ulama

muta'akhkhirin. . Kegiatan yang dilakukan hanya sebatas mengutip kitab-kitab

hadits yang dikaitkan dengan ulama abad ke-2 dan ke-3 H. Oleh karena itu, gaya

tadwin pada masa itu dan sesudahnya sangat beragam, seperti datangnya

pemeringkatan hadis, spesialisasi hadis, tafsir, dan lain-lain. . Begitu pula Isma'il

bin Ahmad yang mengumpulkan kitab Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim

menjadi satu kitab.

g) Fase pensyarahan, pengumpulan, pentakhrijan dan pembahasan

hadis. Jangka waktu yang relatif lama yaitu dari tahun 656 H hingga sekarang.

Periode ini merupakan kelanjutan dari periode sebelumnya dan bertambahnya

jumlah khazanah berkat peran para ulama hadis. Jika ditinjau dari sejarah

perkembangan 'ulum al-hadits, maka periode ini merupakan masa keemasan dan

kematangan 'ulum al-hadits. Oleh karena itu tidak mengherankan jika

pengembangan hadis tahap selanjutnya dilengkapi dengan berbagai karya hadis

yang masih mengacu pada hasil karya ulama terdahulu, mutaqaddimin. Karya-
karya ulama pada periode ini antara lain tafsir Sahih al-Bukhari seperti Fath al-

Bari karya al-'Asqalani, 'Umdah al-Qari karya Muhammad ibn Ahmad al-'Aini

dan Irsyad al-Sari karya al-Qastalani. Hal serupa terdapat pada kitab lain seperti

Sahih Muslim, Sunan al-Tirmizi, Sunan al-Nasa'i dan Sunan Ibnu Majah.5

Periodesasi di atas terkesan lebih terperinci dan menyebut berbagai

generasi yang terlibat dalam setiap tahap perkembangan hadis. Oleh karena itu,

terdapat tujuh tahapan. Namun, pada perkembangannya ada juga ulama yang

hanya membagi ke dalam tiga periode saja seperti yang dilakukan oleh

Muhammad Ajjajal-Khatib. Ketiga periode tersebut masing-masing , qabl al-

tadwin (sebelum pembukuan), inda al-tadwin (masa pembukuan) dan ba’da al-

tadwin (setelah pembukuan).6 Pembahasan yang dilakukan nampak bahwa hanya

berpatokan pada prestasi besar umat Islam dalam menjaga hadis. Tradisi hafalan

ke tradisi tulis oleh ‘Ajjaj al-Khatib dianggap sebagai sesuatu yang penting. Oleh

karna itu, masa-masa sebelum dan sesudah pembukuan sudah cukup

dikategorikan secara general dengan menafikan peristiwa-peristiwa yang terjadi

setiap periodenya.7

Dan dalam menyusun kitab hadis, para ulama tidak hanya mendasarkan

pada aspekaspek ontology, tetapi juga meliputi aspek epitemologi yang berupa

kritik sanad dan matan serta aspek aksiologi yang berupa tujuan penyusunannya

baik secara praktis maupun teoritis. Penyusunan kitab-kitab hadis berdasarkan

aspek-aspek tersebut disebut ilmu riwayah dan ilmu dirayah. Ilmu riwayah

5
M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi syarah hadis dari klasik hingga kontemporer
(Yogyakarta: Kalimedia, 2017), 5–9.
6
M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Syarah Hadis dari Klasik hingga Kontemporer, x.
Lihat juga di M. Alfatih Suryadilaga, Aplikasi Penelitian Hadis dari Teks ke Konteks,5-9.
7
M. Alfatih Suryadilaga, Aplikasi Penelitian Hadis, 9.
menekankan pada ketepatan menghimpun segala yang dinisbahkan kepada Nabi

Saw, sedangkan ilmu dirayah lebih menekankan pada faktor diterima dan tidaknya

sesuatu yang dinisbahkan kepada Nabi tersebut.13 Kedua ilmu tersebut tidak

dapat dipisahkan satu sama lain dalam menentukan status hadis. Tetapi dengan

dibukukannya hadis Nabi SAW dan selanjutnya dijadikan rujukan oleh ulama

yang datang kemudian, maka pada periode selanjutnya ilmu hadis riwayah tidak

lagi banyak berkembang. Berbeda halnya dengan ilmu hadis dirayah yang

senantiasa berkembang dan melahirkan berbagai cabang ilmu hadis. Oleh karena

itu, pada umumnya yang dibicarakan oleh ulama hadis dalam kitab-kitab ulumul

hadis yang mereka susun adalah ilmu hadis dirayah.8

2. Hadis di Era Modern

Melihat perkembangan Hadits di era sebelumnya yang tidak begitu

signifikan, maka perkembangan hadits mulai di galakan kembali oleh para

ilmuwan hadits dengan sebuah kemasan menarik, hal inilah yang membuat para

ilmuan hadits ingin memasukan kajian hadits dalam era digital hal ini guna

mengembangkan studi hadits di era yang sudah memasuki globalisasi, dengan

mengembangkan keberadaan internet maka tampak hadits akan terlihat menarik,

hal ini sebagaimana melihat manfaat internet yang dapat mempermudah tata kerja

dan mempercepat suatu proses suatu pekerjaan, sehingga segala sesuatu dapat

ditemukan dengan cara praktis dan cepat.9

8
M. Zulkarnain Mubhar, “Quo Vadis Studi”, 115.
9
Luthfi Maulana, “Periodesasi Perkembangan Studi Hadits (Dari Tradisi Lisan/Tulisan
Hingga Berbasis Digital)”, Esensia, Vol 17, No. 1, April 2016, 120.
Seiring dengan kemajuan manusia yang ditopang oleh kemajuan teknologi

di masa global saat ini, informasi juga melahirkan sejumlah produk baru yang

dimuat di media dunia, seperti buku dalam format PDF. Atau dalam bentuk

software khusus yang dirintis oleh masyarakat dan pemerhati hadis. Seperti

software maktabah syamilah, maktabah alfiyah li al-sunnah alnabawiyyah.10

Selain mempermudah penggunaan dan akses terhadap hadis, digitalisasi

hadis juga menarik perhatian masyarakat, khususnya remaja milenial, untuk tetap

menjaga minat terhadap kajian hadis dan berbagai bidang keilmuan lainnya. Oleh

karena itu, posisi hadits sebagai sumber ajaran Islam terpenting kedua setelah Al-

Quran akan ditentukan oleh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan

penyelesaian masalah-masalah kemasyarakatan yang tidak dibahas dalam Al-

Quran. Disinilsh peran nyata generasi milenial dalam regenerasi sangat

diharapkan, dan mereka dihimbau untuk terlibat dan memanfaatkan digitalisasi

hadis sebaik-baiknya agar kajian hadis secara bertahap bisa kembali meraih

kesuksesan seperti semula.

Selain mempermudah penggunaan dan akses terhadap hadis, digitalisasi

hadis juga menarik perhatian masyarakat, khususnya remaja milenial, untuk tetap

menjaga minat terhadap kajian hadis dan berbagai bidang keilmuan lainnya.

Akibatnya, kedudukan hadis sebagai sumber doktrin Islam terpenting kedua

setelah Al-Qur'an hanya akan diwujudkan melalui penerapannya pada elemen

kehidupan sehari-hari dan untuk menemukan jawaban atas persoalan-persoalan

kemasyarakatan yang tidak tercakup dalam Al-Qur'an. Generasi Milenial kini

sangat dibutuhkan dan didesak untuk terlibat dan memanfaatkan digitalisasi hadis
10
Muhammad Alfatih Suryadilaga, “Kajian Hadis, 202.
secara maksimal, yang pada akhirnya akan membawa pada kebangkitan studi

Hadis ke masa kejayaannya.11

3. Pusat Kajian Hadits Dan Kajian Hadits Di Era Digital

Pusat Kajian Hadis yang beralamat di Komplek Masjid Baitul Mughni Jl.

Gatot Subroto Kav. 26 Kuningan Jakarta, dirancang untuk berfungsi sebagai

tempat kajian dan wahana komunikasi hadis. Persoalan ini dapat dicermati dari

sudut pandang beliau, yaitu bagaimana Rasulullah SAW mengabdi pada

kepentingan Islam melalui kajian hadis, bagaimana beliau berkembang menjadi

pusat informasi hadis, dan bagaimana beliau berkembang menjadi pusat penelitian

hadis. Tujuan PKH adalah untuk memajukan kajian Al-Qur'an dan Hadits,

memfasilitasi penelitian hadis, dan menggunakan media cetak dan elektronik,

serta pendidikan, untuk mendistribusikan informasi yang bersumber dari Al-

Qur'an dan Hadits guna mewujudkan visi tersebut.

Keberadaan PKH dalam kajian hadis secara global dan kemajuan agama

di Indonesia nampaknya menjadi angin segar baru. Hal ini masih didasarkan pada

hal tersebut. Kurangnya minat terhadap kajian hadis di perguruan tinggi Islam

menjadi pertanda kurangnya minat terhadap kajian hadis di Indonesia. Selain itu,

banyak sekali hadis-hadis palsu yang beredar di masyarakat sehingga

menimbulkan kesalah pahaman tentang Islam.

Ahmad mendirikan PKH. Fathullah Lutfi. Dia adalah seorang sarjana dan

salah satu cucu Guru Mughni. Akhir tahun 1800an dan awal tahun 1900an di

11
Siti Syamsiyatul Ummah, ―Digitalisasi Hadis (Studi Hadis Di Era Digital),‖ Jurnal Ilmu Hadis
4, no. 1 (2019): 7.
wilayah Betawi. Gelar masternya berasal dari Jordan University, meskipun dlar Ia

lulus dari National University dengan gelar doktor. Selain mengajar di banyak

tempat Universitas seperti IIQ dan UIN Jakarta Ia juga mengajar di berbagai

universitas di Jakarta. Majelis Ta'lim yang berfungsi sebagai sumber kajian Pada

acara silaturahmi Pagi Hikmah Kitab Sahih Bukhari TVRI. Tindakan ini

menandakan bahwa Lufti Fathullah tidak hanya mengajarkan hadis secara formal

dan menempuh pendidikan tinggi. Selain itu, ia secara pribadi mengajarkan hadis

kepada masyarakat luas. Tentunya dengan pendekatan pembelajaran yang unik.

Jika studi di perguruan tinggi lebih bersifat teoritis, maka secara umum akan lebih

bersifat praktis dalam pendekatannya kepada masyarakat. Ahmad Lutfi Fathullah,

akademisi peneliti hadis, terlalu sering berinteraksi dengan masyarakat. Hal ini

mungkin karena kedudukannya sebagai seorang ulama, yang dituntut untuk

mensejahterakan kehidupan manusia agar sukses dunia dan akhirat. Dalam

wawancara dengan Hidayati Nur Fajriana, Ahmad Lutfi Fathullah mengatakan,

individu-individu tersebut merupakan saudara yang perlu diterima bersama di

surga. Oleh karena itu, siswa perlu mempunyai akses seluas-luasnya terhadap

ilmu pengetahuan.12

Menanggapi kebutuhan masyarakat akan ilmu agama yang semakin

meningkat, PKH telah menciptakan sejumlah karya, antara lain karya berbasis

aplikasi Android, Windows, dan ebook. Misalnya, PKH mengembangkan program

Sahih al-Bukhari, Terjemahan Interaktif, Takhrij, Perpustakaan Islam Digital, dan

Kumpulan Buku Kajian Islam Klasik dan Kontemporer untuk platform Windows.

12
Hidayati Nur Fajriana, Pemikiran Dan Aktivitas Dakwah Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA
(Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2013), 49.
Sementara itu, tersedia e-book yang berisi 40 ayat Alquran populer dan sering

dikutip yang disusun oleh para imam dan 40 hadis yang mudah diingat dari Sanad

dan Matan. Hadits Sehari Satu, 40 Hadits Tentang Ramadhan, Membuka Pintu

Rejeki Melalui Wirid Pagi dan Sore, Masuk Surga, dan Kajian Tematik Kitab

Riyadh al-Shalihin adalah beberapa contoh aplikasi berbasis Android.

Terlihat dari aplikasi atau e-book bawaannya, PKH tidak hanya

memberikan kemudahan bagi peneliti dan peninjau hadis. Namun, ia juga

menawarkan

Meski bukan akademisi hadis, namun fasilitas ini gratis digunakan

masyarakat umum dalam rangka mempelajari hadis. Selain itu, aplikasi yang

dibuat oleh PKH lebih bermanfaat bagi masyarakat dari segi substansi.

sedemikian rupa sehingga akses terhadap buku atau bahan cetakan tidak lagi

diperlukan untuk mempelajari hadis. Di sinilah PKH menunjukkan kepekaannya

terhadap kebutuhan masa kini.13

4. Aplikasi Satu Hari Satu Hadits

Salah satu dari beberapa aplikasi hadis berbasis Android yang dibuat

oleh PKH bernama "One Day One Hadits". Namun Lutfi Fathullah adalah penulis

ide di balik aplikasi ini. Bersama dengan program PKH lainnya, program ini dapat

diunduh secara gratis dari Google Play Store dan App Store. Program ini pertama

kali dirilis oleh PKH sebagai pengembang pada tanggal 13 Oktober 2015, dan

terakhir diperbarui pada tanggal 14 Januari 2019. Lebih dari 100.000 orang telah

mengunduh aplikasi "Satu Hari Satu Hadis”. Di Play Store.


13
Fahrudin, ―Kajian Hadis Era Android,‖ Diroyah 4, no. 1 (2019): 39.
Membaca hadis tidak sesulit Alquran. Pusat Kajian Hadits menyadari

hal ini dan telah membuat program dengan slogan “Satu Hari, Satu Hadis” yang

lugas, tidak rumit, dan menarik, ideal untuk semua kelompok sosial.

Alhamdulillah, pada awal tahun 1436, program ini efektif diluncurkan. Tim

Penyusun memilih hadis-hadis yang lugas, indah, dan semuanya bersumber dari

Sahih Bukhari, kitab yang diklaim Imam Syafi'i nomor dua setelah Al-Qur'an

dalam hal kesahihannya. Ia akan menerima notifikasi setiap hari dengan ringkasan

hadits untuk hari itu. Kita bisa dengan mudah mempelajari hadis karena setiap

bulannya mata pelajaran hadis selalu baru, dan jika kita bekerja keras, kita bisa

mempelajari 354 hadis dalam setahun. Selain itu, hadis-hadis ini hadir dengan

pesan yang menyampaikan pokok-pokok pesan dan memperjelas penafsiran hadis

jika diperlukan.

Aplikasi "One Day One Hadis" menyediakan elemen menu seperti

halnya program lainnya. Fitur menu aplikasi ini diwakili oleh tiga baris yang

terletak di pojok kiri atas halaman beranda. Di dalam Beranda, hadis pilihan,

susunan, pengenalan, kontribusi tentang PKH, dan pemberangkatan merupakan

tujuh tombol pada fitur menu ini.

Pertama, Sesuai tanggal di smartphone, tombol home ini pertama kali

menampilkan halaman bertema hadis hari ini. Terdapat juga tombol pencarian

hadits dengan ikon gambar kaca pembesar, diikuti kalender Masehi dan hijriah,

serta tombol share yang dapat digunakan untuk berbagi konten di situs media

sosial yang terhubung menggunakan smartphone. Kedua, Kedua, tombol hadis

pilihan yang sebelumnya sudah kita tandai dengan mengklik tombol yang ada di
pojok bawah sebelah kanan. Ketiga, Tombol pengaturan menawarkan sejumlah

fitur opsional tambahan, termasuk pilihan bahasa antarmuka (Inggris dan

Indonesia), opsi kalibrasi kalender, opsi bahasa untuk menu kalender

(Indonesia/Inggris dan Arab), serta pilihan latar belakang dan warna teks untuk

widget. Keempat, tombol pengantar memuat informasi tentang seputar aplikasi

Satu Hari Satu Hadis‘ ini. Kelima, ombol donasi jika diklik akan menuju ke link

donasi di situs resmi PKH. Keenam, tombol tentang memuat informasi tentang

pengembang aplikasi ini, yaitu alamat PKH dan narahubungnya. Dan ketujuh,

tombol keluar digunakan untuk menutup aplikasi.

Kemampuan pencarian program "Satu Hari Satu Hadits" adalah salah

satu fitur utamanya. Hal ini dikarenakan dapat memudahkan setiap pengguna

dalam mencari tema hadis. Fungsi pencarian pada aplikasi ini diwakili oleh

gambar kaca pembesar di pojok kanan atas halaman utama program.

Jika kata kunci yang dimasukkan tersedia atau ditemukan, maka

aplikasi akan menampilkan tema-tema yang memuat kata kunci tersebut, bukan

yang terdapat dalam terjemah hadisnya. Sebaliknya, jika kata kunci yang

dimasukkan tidak tersedia, maka akan muncul keterangan bahwa ia tidak

ditemukan.

5. Pola Penyajian Hadits Dalam Aplikasi “ Satu Hari Satu Hadits”

You might also like