You are on page 1of 11

Konsep Teori Diabetes Insipidus

Definisi
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini diakibatkan
oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme neurohypophyseal-renal reflex
sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus
yang pernah ditemui merupakan kasus yang idiopatik yang dapat bermanifestasi pada
berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin (Khaidir Muhaj, 2009).
Diabetes Insipidus adalah suatu kelainan dimana terdapat kekurangan hormon
antidiuretik yang menyebabkan rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran
sejumlah besar air kemih yang sangat encer / poliuri (Brunner & Suddarth, 2007).
Diabetes inspidius merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan poliuria dan
polidipsia yang disebabkan oleh defisiensi ADH. Biasanya terjadi akibat trauma atau tumor
yang mengenai hipofisisposterior dan merupakan idiopatik (hamcock, 1999).
Etiologi
Diabetes insipidus sentral disebabkan kondisi-kondisi yang mengganggu pembuatan,
penyimpanan, dan pelepasan ADH. Angka kejadian sama antara laki-laki dan perempuan,
dapat terjadi pada seluruh rentang usia, dengan onset terutama pada usia 10-20 tahun.
Penyebab diabetes insipidus sentral dibagi menjadi dua kategori:
1. Didapat
a. Kerusakan regio hipotalamoneurohipofiseal karena trauma kepala, operasi, atau
tumor. Kerusakan bagian proksimal (30-40% kasus pasca-operasi trauma kepala)
menghancurkan lebih banyak neuron dibandingkan kerusakan bagian distal (50-60%
kasus).
b. Idiopatik. Sebanyak 50% kasus diabetes insipidus sentral dilaporkan sebagai kasus
idiopatik; sering disebabkan lesi intrakranial yang lambat pertumbuhannya.4
Beberapa otopsi kasus juga menunjukkan atrofi neurohipofisis, nukleus supraoptik,
atau paraventrikuler. Laporan lain mencatat antibodi bersirkulasi yang melawan
neuron hipotalamus penghasil ADH, sehingga ada dugaan peranan autoimun.8
Kasus idiopatik memerlukan pengkajian lebih cermat.
c. Kelainan vaskular. Contoh: aneurisma dan sindrom Sheehan.
d. Racun kimia, antara lain racun ular.
2. Diturunkan
Bersifat genetik. Beberapa jenis resesif autosomal dan x-linked.
Diabetes insipidus nefrogenik disebabkan adanya gangguan struktur atau fungsi
ginjal, baik permanen maupun sementara, akibat penyakit ginjal (penyebab tersering),
obatobatan, atau kondisi lain yang menurunkan sensitivitas ginjal terhadap ADH.
Secara patofisiologi, kerusakan ginjal dapat berupa:
a. Gangguan pembentukan dan/ atau pemeliharaan gradien osmotik kortikomedular
yang mengatur tekanan osmosis air dari duktus kolektikus menuju interstisial.
b. Gangguan penyesuaian osmosis antara isi tubulus dan medula di interstisial karena
aliran cepat di tubulus akibat kerusakan komponen proksimal dan/atau distal sistem
ADH-CAMP.

Penyebab diabetes insipidus nefrogenik (Tabel 2) dibagi menjadi dua kategori:


a. Didapat
1. Penyakit ginjal. Penyakit ginjal yang menyebabkan gagal ginjal kronis akan
mengganggu kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasi urin.
2. Obat, terutama lithium.14 Sekitar 55% pengguna lithium jangka panjang
mengalami gangguan mengkonsentrasi urin. Obat lain seperti gentamisin dan
furosemid.
3. Gangguan elektrolit. Pada hipokalemia terjadi gangguan dalam hal
menciptakan dan mempertahankan gradien osmotik di medula. Selain itu,
terjadi resistensi terhadap efek hidro-osmotik ADH di duktus kolektikus. Pada
hiperkalsemia terjadi kalsifikasi dan fibrosis yang menyebabkan gangguan
anatomis ginjal, sehingga mengganggu mekanisme konsentrasi urin.
4. Kondisi lain. Kehamilan, mieloma multipel, sickle cell anemia, kekurangan
protein, amiloidosis, dan sindroma Sjorgen dapat menyebabkan diabetes
insipidus nefrogenik.
b. Diturunkan
1. Mutasi gen yang mengkode reseptor ADH tipe-2 (reseptor V2 atau AVPR2)
pada kromosom Xq28 adalah bentuk paling sering.
2. Mutasi gen aquaporin-2 (AQP2) pada kromosom 12q13 (1% kasus)
menyebabkan peningkatan kanal air yang diekspresikan di duktus kolektikus
ginjal.

2.4.3 Klasifikasi
Menurut Kusmana (2016) diabetes insipidus diklasifikasikan berdasarkan sistem yang
terganggu, antara lain:

1. Diabetes insipidus sentral. Pada dewasa penyebab yang sering antara lain karena
kerusakan kelenjar hipofisis atau hipotalamus akibat pembedahan, tumor, inflamasi,
cedera kepala, atau penyakit (seperti meningitis). Sedangkan pada anak-anak,
penyebabnya karena kelainan genetik. Kerusakan ini mengganggu pembuatan,
penyimpanan, dan pelepasan ADH.
2. Diabetes insipidus nefrogenik. Kelainan akibat cacat tubulus ginjal, menyebabkan ginjal
tidak berespons baik terhadap ADH. Beberapa obat juga menyebabkan kelainan ini.
3. Diabetes insipidus gestasional. Kelainan akibat degradasi ADH oleh vasopressinase yang
dihasilkan berlebihan oleh plasenta. Keadaan ini berhubungan dengan meningkatnya
risiko komplikasi pada kehamilan, seperti pre-eklampsia.
4. Diabetes insipidus dipsogenik (polidipsi primer). Kelainan akibat asupan cairan
berlebihan yang merusak pusat haus di hipotalamus. Asupan air berlebihan jangka
panjang dapat merusak ginjal dan menekan ADH, sehingga urin tidak dapat
dikonsentrasikan.

2.4.4 Manifestasi Klinis


Diabetes inspisidus mempunyai beberapa gejala klinis yaitu :
1. Polyuria : haluaran urin harian dalam jumlah yang sangat banyak dengan urin yang
sangat encer, berat jenis urin 1.001 sampai 1.005. biasanya mempunyai awitan yang
mendadak, tetapi secara tersamar pada orang dewasa.
2. Polydipsia : rasanya sangat kehausan, 4 sampai 40 liter cairan setiap hari terutama
sangat membutuhkan air yang dingin.
3. Tidur terganggu karena polyuria dan nocturia
4. Penggantian air yang tidak cukup dapat menyebabkan :
a. Hiperosmolalitas dan gangguan SSP (cepat marah, disorientasi, koma, dan
hipertermia)
b. Hypovolemia, hiotensi, takikardi, mukosa kering dan turgor kulit buruk.
2. Dehidrasi
Bila tidak mendapat cairan yang adekuat akan terjadi dehidrasi. Komplikasi dari
dehidrasi, bisa mengalami demam tinggi yang disertai dengan muntah dan kejang-
kejang. Jika tidak segera didiagnosa dan diobati, bisa terjadi kerusakan otak.
2.4.5 Patofisiologi
Vasopresin arginin merupakan suatu hormone antidieretik yang dibuat di nucleus
supraoptik, paraventikular dan filiformis, bersama dengan peningkatnya yaitu neurofisin II.
Vasopresin kemudian diangkut dari badan-badan sel neuron tempat pembuatnya, melalui
akson menuju ke ujung-ujung saraf yang berada di kelenjar hipofisis posterior, yang
merupakan tempat penyimpanannya. Secara fisiologis, vasopressin dan neuropressin yang
tidak aktif akan desekresikan bila ada rangsangan tertentu. Sekresi vasopressin di atur oleh
rangsang yang meningkat pada reseptor volume dan osmotic. Suatu peningkatan osmolaritas
cairan ekstraseluler atau penurunan volume intraseluler akan merangsang sekresi vasopressin.
Vassopresin kemudian meningkatkan permeabilitas epitel ductus pengumpul ginjal terhadap
air melalui suatu mekanisme yang melibatkan pengaktifan adenolisin dan peningkatan AMP
siklik. Akibatnya, konsentrasi kemih meningkat dan osmolaritas serum menurun.
Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan pengumpulan air pada duktus
pengumpul ginjal karena berkurang permeabilitasnya, yang akan menyebabkan poliuria atau
banyak kencing. Selain itu, peningkatan osmolaritas plasma akan merangsang pusat haus, dan
sebaliknya penurunan osmolaritas plasma akan menekan pusat haus. Ambang rangsang
osmotic pusat haus lebih tinggi dibandingkan dengan ambang rangsang sekresi vasopressin.
Sehingga apabila osmolaritas plasma meningkat, maka tubuh akan mengatasinya dengan
mensekresi vasopressin yang apabila masih meningkat akan merangsang pusat haus, yang
akan berimplikasi orang tersebut banyak minum.
Diabetes inspidius hipofisis terjadi akibat kurangnya ADH. Penyebabnya bisa tumor
hipofisis,trauma kapitis, ensefalitis, meningitis, hipofisektomi, atau pembedahan pada otak
(bedah otak ). Diabetes inspidius nefrogenik merupakan salah satu diabetes inspidius yang
diakibatkan oleh kegagalan tubula renal untuk member respon terhadapa ADH. Diabetes
inspidius bisa transien ( sementara ) atau permanen. Diabetes insipidus transien berkaitan
dengan kehamilan yang disebabkanoleh terlalu banyak vasopresinase yang dikeluarkan
plasenta.Vasopresinase ini dapat menetralisasi efek ADH. (Beradero,etc 2005).
Kurangnnya ADH atau ginjal tidak mampu merespon ADH mengakibatkan tubula renal
tidak bisa mereabsorpsi air yang diperlukan. Hilangnya banyak air melalui urin ( poliuria )
merangsang rasa haus( polidipsia ).apabila masalah ini menjadi kronis,bisa timbul perubahan
pada ginjal,pelvis ginjal,dan vesika urinaria akibat volume urin yang banyak. (Beradero, etc
2005).
2.4.6 WOC

Sentral Nefrogenik Gestasional Dipsogenik

Kerusakan Terjadi Plasenta Asupan cairan


pada kerusakan pada menghasilkan yang sangat
tubulus ginjal vasopressinase berlebihan
hipotalamus
atau pituitari

ADH Kerusakan
Respon
Pembuatan, pada pusat haus
terhadap ADH terdegraresi
penyimpanan, dan ginjal
menurun kodasi
pelepasan ADH
menurun

Diabetes
Insipidus

Kurangnya
Informasi

Tubulus renal Osmolalitas urine


tidak bisa mengkat dan
Defisiensi
mereabsorpsi air
pengetahuan

Hilangnya banyak
osmolalitas plasma air melalui urine
menurun

Gangguan
Poliuria eliminasi
Merangsang rasa haus urine

Gangguan
pola tidur
Dehidrasi
Pergantian air yang tidak
cukup

Risiko ketidak
Hipovolemi seimbangan
Kurangnya elektrolit
volume cairan

Penurunan curah
jantung
2.4.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik pada diabetes insipidus yaitu: (Supriyanto, 2009)
1. Laboratorium: darah, urinalisis fisis dan kimia.
Jumlah urin biasanya didapatkan lebih dari 4 – 10 liter dan berat jenis bervariasi
dari 1,001 – 1,005 (normal=1,003-1,03) dengan urin yang encer. Pada keadaan
normal, osmolalitas plasma kurang dari 290 mOsml/l dan osmolalitas urine 300-450
mOsml/l. urin pucat atau jernih. Kadar natrium urine rendah. Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan kadar natrium yang tinggi dalam darah. Fungsi ginjal
lainnya tampak normal. Test deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes
insipidus dengan defisiensi ADH parsial dan juga untuk membedakan diabetes
insipidus dengan polydipsia primer pada anak. Pemeriksaan harus dilekukan pagi hari.
Hitung BB anak dan periksa kadar osmolalitas plasma maupum urin tiap 2 jam. Pada
individu normal, osmolalitas akan naik(<300) namun output urin akan berkurang
dengan berat jenis yang naik (800-1200).
2. Radioimunnoassay untuk vasopressin
Kadar plasma yang selalu kurang dari 0,5 pg/mL menunjukkan diabetes
insipidus neurogenic berat. Kadar AVP yang subnormal pada hiperosmolalitas yang
menyertai menunujukkan diabetes insipidus neurogenic parsial.Pemeriksaan ini
berguna dalam membedakan diabetes insipidus parsial dengan polydipsia primer.
3. Rontgen Cranium
Rontgen cranium dapat menunjukkan adanya bukti tumor intrakranium seperti
kalsifikasi, pembesaran sella tursika, erosi prosesus klinoid, atau makin melebarnya
sutura.
4. MRI
MRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes insipidus.Gambaran
dengan T1 dapat membedakan kelenjar pituitary anterior dan posterior dengan isyarat
hiperintense atau yang disebut titik terang/ isyarat terang.Titik terang muncul pada
MRI kebanyakan penderita normal namun tidak tampak pada penderita dengan lesi
jaras hipotalamik-neurohipofise.Penderita dengan diabetes insipidus autosom
dominan, titik terang biasanya muncul, mungkin disebabkan oleh akumulasi mutan
kompleks AVP-NP II. Menebalnya tangkai kelenjar pituitary dapat terlihat dengan
MRI penderita dengan diabetes insipidus dan histiositosis Langerhans(LCH)/ infiltrasi
limfosit. Pada beberapa abnormalitas MRI dapat dideteksi bahkan sebelum bukti
klinis LCH lain ada.
2.4.8 Penatalaksanaan
1. Manajemen kolaboratif
Obat pilihan untuk klien diabetes inspidius adalah vasopressin.Diabetes insipidus
transien akibat trauma kapitis atau bedah transfenoidal juga diberi obat vasopresin5-
10 IU intramuscular (IM) atau subkutan.Vasopressin mempunyai efek antidiuretik.
Pengobatan yang lazim dipakai untuk pasien dengan diabetes insipidusnefrogenik
adalah diet rendah natrium,rendah protein, dan obat diuretic (Thiaside ). Diet yang
rendah garam dengan obet diuretic diharapkan dapat mengurangi sedikit pengurangan
volume cairan.Sedikit pengurangan volume cairan dapat meningkatkan rebsorpsi
natrium klorida dan air pada tubulla renal sehingga sedikit air yang diekskresikan.
Diuretic dapat meningkatkan osmolalitas pada ruang interstistial medular sehingga
lebih banyak air yang diabsorpsi dalam tubulus koligentes. Terapi lain yang diberikan
untuk diabetes inspidius nefrogenik adalah pemberian obat anti –inflamasi nonsteroid.
Obat ini mencegah produksi prostaglandin oleh ginjaldan bisa menambah kemampuan
ginjal untuk mengonsentrasi urin.
Apabila pasien menunjukkan tanda hipernatremia disertai dengan tanda-tanda SSP
misalntua letargi,disorientasi, hipertermia, pasien dapat diberikan dekstrosa dalam air
atau minum air biasa kalau ia bisa minum. Penggantian air yang hilang dilakukan
dalam 48 jam dengan hati-hati karena bisa menyebabkan edema serebral dan
kematian. (Beradero, etc 2005).
2. Manajemen keperawatan
Fokus intervensi keperawatan adalah mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit, istirahat, dan penyuluhan mengenai (Beradero, etc 2005):
a. pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
1) Pantau asupan dan haluaran, berat badan setiap hari, berat jenis urin, tanda
vital ( ortostatik ), turgor kulit, status neurologis setiap 1-2 jamselama fase
akut, kemudian setiap 4-8 jam sampai pasien pulang.
2) Harus ada air yang selalu siap diminum oleh pasien.letakkan air dekat dengan
pasien.
b. Beri cukup waktu untuk istirahat. Pasien sering terganggu tidurnya karena poliuri
dan nokturia.
c. Penyuluhan pasien :
1) Uji diagnostic: tujuan, prosedur, dan pemantauan yang diperlukan.
2) Obat: manajemen mandiri, cara pemakaian, dosis, frekuensi, serta efek
samping. (Elis Setyawati, 2011)

2.4.9 Konsep Asuhan Keperawatan


1. Anamnesis
a. Indentitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan,
dan penanggung biaya. Menurut kusuma (2016) angka kejadian diabetes
insipidus antara laki-laki dan perempuan sama, dapat terjadi pada seluruh rentang
usia dengan onset terutama pada usia 10-20 tahun.
b. Keluhan utama
Biasanya pasien merasa haus karena merupakan mekanisme kompensasi tubuh,
pengeluaran air kemih yang berlebihan, sering keram dan lemas jika minum tidak
banyak. Pada bayi, anak-anak dan lansia dengan mobilitas untuk minum terbatas,
timbul keluhan-keluhan lain. Pada bayi, sering rewel, gangguan pertumbuhan,
hipertermia, dan penurunan berat badan. Anak-ank sering mengompol, lemah,
lesu, dan gangguan pertumbuhan. Lemah dan kejang dapat terjadi pada lansia
(Kusuma, 2016).
c. Riwayat penyakit saat ini
Pasien mengalami poliuria, polidipsia, nocturia, kelelahan, konstipasi.
d. Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami Cidera otak, tumor, tuberculosis, aneurisma/
penghambatan arteri menuju otak, hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan
menghasilkan terlalu sedikit hormone antidiuretik, kelenjar hipofisa gagal
melepaskan hormon antidiuretic kedalam aliran darah, kerusakan
hipotalamus/kelenjar hipofisa akibat pembedahan dan beberapa bentuk
ensefalitis, meningitis. Diabetes insipidus gestasional berhubungan dengan
oligohidramnion, preeklamsi dan difungsinsi hepar. Kemudian kaji terapi apa saja
yang mungkin sudah didapat oleh klien.
e. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan
diabetes insipidus.
f. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan
mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan
prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.
2. Pemeriksaan Persistem
a. Pernafasan B1 (breath)
RR normal (20x/menit), tidak ada sesak nafas, tidak ada batuk pilek, tidak
memiliki riwayat asma dan suara nafas normal.
b. Kardiovaskular B2 (blood)
Tekanan darah rendah (N=120/70 mmHg) tetapi pada kasus hipovolemi dapat
terjadi hipotensi, takikardi (N=60-100 x/menit), suhu badan normal (36,5⁰C),
suara jantung vesikuler. Perfusi perifer buruk apabila hipovolemi tidak teratasi,
turgor kulit buruk, intake ≥2500 cc/hr, output = 3000 cc/hr, IWL = 500 cc/hr,
klien tampak gelisah. Tanda ditemukan jika penyebabnya keganasan atau gagal
ginjal kronis.
c. Persyarafan B3 (brain)
Kadang pasien merasa pusing, bentuk kepala simetris, GCS= 4 5 6, pupil normal,
orientasi tempat-waktu-orang baik, reflek bicara baik, pendengaran baik,
penglihatan baik. Kaji apakah ada massa pada kepala seperti tumor.
d. Perkemihan B4 (bladder)
Poliuria, urin sangat sangat encer ( 4- 30 liter ), tidak ada perubahan pola
eliminasi, pasien mengeluh haus. Inkontinensia urin akibat kerusakan bulu-buli
karena overdistensi berkepanjangan sering terjadi pada kasus nefrogenik sejak
lahir.
e. Pencernaan B5 (bowel)
Nafsu makan baik, tidak mual dan muntah, serta BAB 2 x/hr pagi dan sore.
Konstipasi mungkin terjadi karena cairan dikeluarkan berlebih pada urine.
f. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
Kulit bersih, turgor kulit buruk, muncul keringat dingin dan lembab,tidak ada
nyeri otot dan persendian, cepat lelah. Nyeri pinggang atau menjalar ke arah
genetalia. Temuan dapat berupa pelvis penuh.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Gambaran radiologi dapat berupa hidronefrosis pada pemeriksaan IVP atau CT
scan. MRI untuk memeriksa hipotalamus, kelenjar hipofisis, dan jaringan
sekitarnya mungkin perlu untuk menentukan penyebab. Pada T1-weighted
(T1MI), kelenjar hipofisis posterior sehat akan menunjukkan sinyal hiperintens,
sedangkan pada penderita diabetes insipidus sentral sinyal tidak ditemukan,
kecuali pada anak-anak dengan penyebab diturunkan yang jarang (Kusuma,
2016).
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pertama, dilakukan pengukuran volume urin selama 24 jam. Bila <3 liter, bukan
poliuria. Jika >3 liter, osmolalitas urin perlu diukur. Osmolalitas urin >300
mOsm/kg menunjukkan kondisi diuresis zat terlarut yang disebabkan diabetes
melitus atau gagal ginjal kronis.20 Evaluasi lanjutan dengan memeriksa kadar
gula darah, BUN (blood urea nitrogen), serum kreatinin, bikarbonat, dan serum
elektrolit. Jika osmolalitas urin <300 mOsm/kg, dilakukan water deprivation test
(Kusuma, 2016).
4. Diagnosa yang mungkun muncul:
a. Hipovolemia (D.0023)
b. Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit (D.0037)
c. Penurunan Curah Jantung (D.0008)
d. Gangguan Eliminasi Urine (D.0040)
e. Gangguan Pola Tidur (D.0055)
f. Defisit Pengetahuan (D.0111)

You might also like