Professional Documents
Culture Documents
SOP 144 RINITIS Alergi
SOP 144 RINITIS Alergi
Halaman :
UPT
dr. EMY DAMAYANTI
Puskesmas NIP. 198504302015032003
Jangkar
1.Pengertian Rhinitis alergika adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi
alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi oleh
alergen yang sama serta dilepaskan suatu mediator kimia ketika terjadi
paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut.
Keluhan
Pasien datang dengan keluhan keluarnya ingus encer dari hidung (rinorea),
bersin, hidung tersumbat dan rasa gatal pada hidung (trias alergi)
Faktor Risiko
a. Adanya riwayat atopi.
b. Lingkungan dengan kelembaban yang tinggi merupakan
faktor risiko untuk untuk tumbuhnya jamur, sehingga dapat
timbul gejala alergis.
c. Terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai
tempat tidur, suhu yang tinggi.
Pemeriksaan Penunjang
Bila diperlukan dan dapat dilakukan di layanan primer.
a. Hitung eosinofil dalam darah tepi dan sekret hidung
b. Pemeriksaan Ig E total serum
c. Pemeriksaan feses untuk mendeteksi kecacingan
Penegakan Diagnosis
Diagnosis Banding
a. Rhinitis vasomotor
b. Rhinitis akut
Komplikasi
a. Polip hidung
b. Sinusitis paranasal
c. Otitis media
Penatalaksanaan Komprehensif
Penatalaksanaan
a. Menghindari alergen spesifik
b. Pemeliharaan dan peningkatan kebugaran jasmani telah
diketahui berkhasiat dalam menurunkan gejala alergis
c. Terapi topikal dapat dengan dekongestan hidung topikal
melalui semprot hidung. Obat yang biasa digunakan
adalah oxymetazolin atau xylometazolin, namun hanya bila
hidung sangat tersumbat dan dipakai beberapa hari (< 2
minggu) untuk menghindari rhinitis medikamentosa.
Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala sumbatan hidung
akibat respons fase lambat tidak dapat diatasi dengan obat
lain. Obat yang sering dipakai adalah kortikosteroid
topikal: beklometason, budesonid,flunisolid, flutikason,
mometason furoat dan triamsinolon
d. Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida
yang bermanfaat untuk mengatasi rinorea karena aktivitas
inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel efektor.
e. Terapi oral sistemik
1. Antihistamin
• Anti histamin generasi 1: difenhidramin, klorfeniramin,
siproheptadin.
• Anti histamin generasi 2: loratadin, cetirizine
2. Preparat simpatomimetik golongan agonis alfa dapat
dipakai sebagai dekongestan hidung oral dengan atau
tanpa kombinasi antihistamin. Dekongestan oral:
pseudoefedrin, fenilpropanolamin, fenilefrin.
f. Terapi lainnya dapat berupa operasi terutama bila terdapat
kelainan anatomi, selain itu dapat juga dengan
imunoterapi.
6. Diagram
melakukan vital sign menegakan diagnose
Alir Melakukan dan pemeriksaan fisik berdasarkan hasil pemeriksaan
anamnesis pada
pasien
8. Rekaman Historis