You are on page 1of 17

MAKALAH

SEJARAH LAHIRNYA NU

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aswaja An Nahdliyah

Dosen pengampu :Dr. Supangat, M.Pd.

DISUSUN OLEH :
1. Umi Syarofah 2286232055
2. Riska Terina Tria Ferlin 2286232060
3. Elly Rahmawati 2286232089

FAKULTAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PROGRAM STUDI GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
UNIVERSITAS NURUL HUDA
TAHUN AJARAN 2023
BAB I
PENDAHULUAN

NU adalah organisasi keagamaan sekaligus organisasi


kemasyarakatan terbesar dalam lintasan sejarah bangsa Indonesia,
mempunyai makna penting dan ikut menentukan perjalanan sejarah bangsa
Indonesia, NU lahir dan berkembang dengan corak dan kulturnya sendiri.
Sebagai organisasi berwatak keagamaan Ahlussunnah Wal Jama'ah, maka
NU menampilkan sikap akomodatif terhadap berbagai madzhab keagamaan
yang ada di sekitarnya. NU tidak pernah berfikir menyatukan apalagi
menghilangkan mazdhab-mazdhab keagamaan yang ada. Dan sebagai
organisasi kemasyarakatan, NU menampilkan sikap toleransi terhadap nilai-
nilai lokal. NU berakulturasi dan berinteraksi positif dengan tradisi dan
budaya masyarakat lokal. Dengan demikian NU memiliki wawasan
multikultural, dalam arti kebijakan sosialnya bukan melindungi tradisi atau
budaya setempat, tetapi mengakui manifestasi tradisi dan budaya setempat
yang memiliki hak hidup di Republik Indonesia tercinta ini.
Sebagai warga negara Indonesia, terkhusus sebagai warga Nahdlatul
„Ulama alangkah baiknya kita mengetahui lebih dalam mengenai apa itu
Nahdlatul „Ulama. Banyak hal yang bisa kita temukan dan kita kaji dalam
perkembangan organisasi ini sehingga kita dapat memetik segala hikmah
kebaikan yang bisa dijadikan motivasi dan semangat untuk kehidupan kita.
Dalam Makalah ini, penulis akan mencoba menguraikan sedikit tentang apa
itu Nahdlatul „Ulama, bagaimana sejarah terbentuknya dan apa saja
ajaran/pokok pikiran yang mendasar di Nahdlatul „Ulama ini.

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Sejarah Lahir nya Nadlatul ‘Ulama


Jam‟iyah Nahdlatul Ulama berdiri pada tanggal 16 Rajab 1344 H.,
bertepatan dengan 31 Januari 1926 M. di Surabaya.Pendirinya adalah KH.
Wahab Hasbullah, KH. Hasyim Asy‟ari, KH. Bisri Jombang, KH. Ridwan
Semarang dll.
Latar belakang berdirinya Nahdlatul Ulama, tidak bisa dilepaskan dari
keadaan Umat Islam Indonesia saat itu, hal ini dapat dilihat dari dua
sisi.Pertama, Umat Islam Indonesia pada saat itu sedang berada dalam
cengkraman kaum penjaja Belanda, sehingga ketentraman umat Islam dalam
menjalankan ibadah banyak terganggu, sebab hak-hak mereka dirampas
oleh kaum penjajah. Kedua, munculnya gerakan pembaruan Islam yang
berfaham wahabi, dengan menentang tradisi umat Islam yang sudah sejak
lama ada di Indonesia, sebagai warisan dari para wali. Mereka beranggapan
bahwa keislaman masayarakat Nusantara waktu itu belum sempurna, karen
penuh dengan praktek-praktek tahayul, bid‟ah dan khurafat. Tuduhan syirik
pun tak jarang dialamatkan pada umat islam Indonesia yang berpegang pada
tradisi. Bukan hanya itu, mereka juga telah membentuk kekuatan melalui
pendirian organisasi-organisasi yang berfaham Wahabi.
Selain kedua faktor yang terjadi di Indonesia tadi, ada juga faktor
internasional, yaitu; kebijakan Raja Abdul Aziz bin Suud (Saudi Arabia)
yang mematenkan satu faham keagamaan saja, yaitu wahabi, dengan
melakukan pelarangan bermadzab, larangan berziarah ke makam Syuhada‟
dan makam Rosulullah (Bahkan mereka bermaksud menghancurkan kubah
hijau makan Rosulullah SAW di Madinah), berdoa, bertawasul dilarang
keras, tidak boleh memb• c sholawat Dalailul Khoirot sebab kesemuanya
dipandang sirik dan bid‟ah. Parahnya lagi, Raja ini bermaksud mengadakan
Muktamar Khilafah untuk mengukuhkan dirinya, menggantikan daulah
Usmaniyah, sebagai pusat kekuasaan Islam.Umat Islam dari seluruh dunia
diundang, termasuk juga Indonesia.

3
Delegasi Indonesia diwakili oleh tokoh Syarikat Islam, Muhammadiyah
dan dari kalangan Pesantren.Namun dari kalangan Pesantren, ditolak, sebab
tidak mewakili organisasi. Padahal kalangan Pesantren sangat
berkepentingan dalam muktamar itu, mereka akan mengusulkan kepada raja
Suud, agar memberikan kebebasan dalam bermadzhab. Olah karena itu, KH.
Wahab Hasbullah, mengumpulkan tokoh-tokoh Pesantren se-Jawa dan
Madura, yang menghasilkan keputusan untuk membentuk komite Hijaz
sebagai utusan resmi dari kalangan Pesantren.1
KH.Hasyim Asyari menyarankan agar Komite Hijaz ini tidak hanya
untuk sekedar urusan Muktamar saja, tetapi dikembangkan menjadi
organisasi permanen untuk memperjuangkan dan melestarikan ajaran Islam
Ahlus-sunnah wal-jama‟ah. Akhirnya usulan tersebut dispakati oleh para
ulama yang hadir dalam pertemuan tersebut dengan suara bulat, dan
dibentuklah Jam‟iyah Nahdlatul Ulama, pada tanggal 16 Rajab 1344 H. atau
31 Januari 1926 M.
Dengan demikian, Organisasi NU ini, berdiri untuk mempertahankan
ajaran Islam Ahlus-sunnah wal-jama‟ah yang mengakui dan mengikuti
madzhab, juga sebagai bentuk perlawanan terhadap kaum kolonial Belanda
dalam perjuangan kemerdekaan.
Selain itu, berdirinya NU merupakan ujung dari perjalanan dan
perkembangan gagasan yang muncul di kalangan para kyai. Seab, sebelum
lahir Nahdlatul Ulama, terlebih dahulu muncul organisasi para pedagang
yang bernama Nahdlatut Tujjar (tahun 1918), kelompok diskusi Tashwirul
Afkar (1922) dan gerakan pendidikan Nahdlatul Wathan.

2. Sejarah Berdirinya NU
Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami
bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi,

1
IPNU IPPNU BUMI AYU, “Materi MAKESTA ke NU an”, diakses
dari http://ipnuippnubumiayu.blogspot.sg/2015/08/materi-makesta-ke-nu-
an.html, pada tanggal 22 Mei 2023 pukul 20.22

4
telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan
martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang
muncul 1928 tersebut dikenal dengan “Kebangkitan Nasional”. Semangat
kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana setelah rakyat pribumi
sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain.
Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan
pembebasan.
Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme,
merespon kebangkitan nasional tersebut dengan Membentuk organisasi
pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916.
Kemudian pada tahun 1918 Didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga
dengan “Nahdlatul Fikri” (kebangkitan pemikiran), Sebagai wahana
pendidikan sosial politik kaum dan Keagamaan kaum santri. Didirikan
Kemudian dan situ Nalidlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat
ini dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan
adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai
kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat
pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Suatu waktu Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni
mazhab Wahabi di Mekkah, serta hendak menghancurkan semua
peninggalan sejarah Islam maupun pra Islam, yang selama ini banyak
diziarahi karena dianggap bid'ah. Gagasan kaum Wahabi tersebut mendapat
sambutan hangat dan kaum modernis di Indonesia, baik kalangan
Muhammadiyah maupun PSII di bawah pimpinan HOS Tjokroaminoto.
Sebaliknya, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman,
menolak pembatasan bermazhab dan penghancuran warisan peradaban
tersebut.2

2
Ahm Ozy, “Makalah Sejarah berdirinya NU”, diakses dari http://ber-
awal- dari-pesantren.blogspot.com/2015/12/makalah-sejarah-berdirinya-
nu.html, pada tanggal 22 Mei 2023 pukul 20.22

5
Dengan sikapnya yang berbeda itu kalangan pesantren dikeluarkan
dari anggota Kongres Al-Islam di Yogyakarta pada tahun 1925. Akibatnya
kalangan pesantren juga tidak dilibatkan dalam delegasi sebagai Mu‟tamar
„Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan
mengesahkan keputusan tersebut. Sumber lain menyebutkan bahwa KH.
Hasyim Asy‟ari, KH Wahab Hasbullah dan sesepuh NU lainnya berjalan
keluar membuat delegasi sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang
diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah.
Didorong oleh umatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan
bermazhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka
kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamakan
Komite Hejaz, yang diketuai oleh KH Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite
Hejaz, dan tantangan dan segala penjuru umat Islam di dunia, maka Raja
Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya, hingga saat ini di Mekkah
bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan mazhab mereka masing-masing.
Peran itulah internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil
memperjuangkan kebebasan bermazhab dan berhasil menyelamatkan
peninggalan sejarah dan peradaban yang sangat berharga.
Komite Berangkan dan berbagai organisasi yang bersifat embrional
dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang
lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan
zaman. Maka setelah berkoordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul
kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama
(Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi
ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy‟ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi ini, maka KH. Hasyim
Asy‟ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga
merumuskan kitab I’tiqad Ahlussunnah wal Jamaah. Kedua kitab tersebut,
kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU, yang dijadikan dasar dan

6
rujukan sebagai warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang
sosial, keagamaan dan po1itik.
NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah
pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis)
dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu sumber hukum Islam
bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan
kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam
itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu
Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi/Tauhid/ketuhanan. Kemudian
dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan
mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki, dan imam
Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di
bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-
Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf
dengan syariat.
Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984, merupakan momentum
penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta
merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun
sosial. Serta merumuskankembali hubungan NU dengan negara. Gerakan
tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika
sosial dalam NU.

3. Perjalanan NU Dari Masa Ke Masa


Mulai berdirinya NU dalam perjuangannya dititik beratkan pada
penguatan paham Ahlus Sunah wal Jama‟ah terhadap serangan penganut
ajaran Wahabi. Diantara program kerjanya adalah menyeleksi kitab-kitab
yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan ajaran Ahlus Sunah wal Jama‟-
ah, disamping melakukan penguatan persatuan diantara para Kyai dan
Pengasuh Pesantren.
Pada tahun 1937 M, KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Dahlan
Ahyad ( NU ), KH. Mas Mansur ( Muhammadiyah ) dan Wondoamiseno (

7
Syarikat Islam / SI ), mereka berkumpul di Surabaya mendirikan federa si
organisasi Islam yang diberi nama Majelis Islam „Ala Indonesia (MIAI) dan
KH. A. Wahid Hasyim terpilih sebagai Ketua, dan pada giliran beri-kutnya
jabatan ketua digantikan oleh KH. M. Dahlan dari NU. Di dalam MIAI
dibentuk pula sebuah Komisi Pemberantas Penghinaan Islam, yang di ketuai
oleh KH. Zainul Arifin ( NU ), dan Komisi Luar Negeri yang di ketuai oleh
KH. Mahfudz Shidiq ( NU ).
Pada tahun 1942 M, Jepang datang menjajah Indonesia, semua or-
ganisasi sosial kemasyarakatan dan organisasi politik di Indonesia di be-
kukan, termasuk NU dan MIAI, bahkan Rais Akbar NU KH. Hasyim As-
„ari dan Ketua umum PBNU KH. Mahfudz Shidiq ditahan oleh Jepang.
Ketika ormas-ormas dibekukan oleh Dai Nipon, perjuangan para Kyai NU
difokuskan melalui jalur diplomasi, KH. A. Wahid Hasyim dan bebe-rapa
Kyai yang lain masuk sebagai anggota Chuo Sangi In ( parlemen buatan
Jepang ).
Pada bulan September 1943 M, Jepang mengijinkan NU dan Mu-
hammadiyah diaktifkan kembali atas permintaan KH. A.Wahid Hasyim
lewat parlemen, dan bisa beraktivitas kembali seperti di masa penjajahan
Belanda.
Pada 14 Oktober 1944 M, KH. A.Wahid Hasyim, meminta agar
Jepang melatih kemiliteran pemuda Islam secara khusus dan terpisah dan
bergabung menjadi prajurit pembantu tentara Jepang ( Heiho ), perminta-an
tersebut dikabulkan dengan dibentuknya Hizbullah. Mereka dilatih
kemiliteran oleh para komandan PETA dengan pengawasan prajurit dari
Jepang, ketika itu bertindak sebagai Panglima Tertinggi Hizbullah adalah
KH. Zainul Arifin dari NU. Sementara di bidang politik KH. A.Wahid
Hasyim selain duduk dalam parlemen juga duduk sebagai Pimpinan Ter-
tinggi Shumubu ( Departemen Agama ), menggantikan KH. Hasyim Asy‟
ari yang berhalangan untuk berkantor di Jakarta.
Pada tanggal 29 April 1945 M, dibentuklah Badan Penyelidik Usa
ha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI ), dan KH. A. Wahid
Hasyim,

8
KH. A.Wahab Hasbullah, KH. Masykur dan KH. Zainul Arifin duduk
sebagai anggota. Disamping itu KH. A.Wahid Hasyim bergabung sebagai
anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( PPKI ), ia juga tercatat
sebagai salah seorang Perumus Dasar Negara dan turut serta sebagai
penanda tangan Piagam Jakarta, bersama delapan orang lainnya. Kemudian
setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 KH. A.Wahid
Hasyim menduduki jabatan dari salah satu menteri Negara.
Tanggal 22 Oktober 1945 Belanda datang lagi dengan membon-ceng
tentara Sekutu sambil mengultimatom agar pejuang Indonesia me-nyerah,
disaat seperti ini NU tampil dengan mengeluarkan Resolusi Jihad nya yang
mampu membakar semangat perjuangan kaum muslimin, mere-ka tidak
gentar menghadapi kematian, karena perang tersebut dihukumi Perang Sabil
(perang agama).3
Tanggal 25 Mei 1947 diselenggarakan muktamar NU ke 17 di kota
Madiun, dimana dalam muktamar ini atas prakarsa KH. A.
Wahid Hasyim mendirikan “Biro Politik NU”, dan disetujui oleh
Muktamar. Biro ini bertugas mengadakan perundingan-perundingan dengan
kelom-pok intelektual yang mendominir Masyumi, guna menyelesaikan
berba-gai ketimpangan yang dirasakan amat merugikan NU.
Tanggal 21 Juli 1947 dan 18 Desember 1948, niat untuk menyele-
saikan ketimpangan dengan Masyumi ditangguhkan, berhubung suasana
Revolusi dan dua kali menghadapi agresi militer Belanda. Tiada maksud
lain dari NU kecuali agar konsentrasi umat Islam menghadapi agresi militer
Belanda tidak tergoyahkan. Dua bulan setelah muktamar Madiun agresi
militer Belanda yang pertama 21 Juli 1947 behasil merebut markas tertinggi
Hizbullah dan Sabilillah di Malang, berita buruk ini di sampai-kan oleh K.
Ghufron pimpinan Sabilillah Surabaya dan Panglima Besar Jendral
Sudirman dan Bung Tomo kepada KH. Hasyim Asy‟ari di Jom-bang,

3
MOH NAJIB, “Perjalanan NU dari masa ke masa part I”, diakses dari
http://my-dock.blogspot.sg/2013/03/perjalanan-nahdlatul-ulama-dari-masa-
ke.html, pada tanggal 22 Mei 2023 pukul 20.22

9
mendengar berita ini beliau memegangi kepalanya sambil berseru : “Masya
Alloh, Masya Alloh, Masya Alloh”, lalu beliau pingsan dan me-ngalami
pendarahan otak, malam itu juga tanggal 7 Ramadlan 1366 H / 25 Juli 1947
Rais Akbar NU berpulang ke Rahmatulloh.
Dengan meninggalnya KH. Hasyim Asy‟ari ini, bukan berarti per
juangan NU harus berhenti. Seperti kata peribahasa “Patah satu tumbuh
seribu, patah hilang tumbuh kembali”. Perhatian NU tetap tertuju kearah
pertempuran pisik melawan agresi Belanda, beberapa pasukan tempur
Hizbullah dan Sabilillah dikirim ke garis depan, dan sebagian lagi di ke-
rahkan untuk mengamati aksi-aksi komunis yang mulai mencurigakan.
Pada bulan September 1948 aksi-aksi komunis ( PKI ) telah sam-pai
pada puncaknya melakukan pemberontakan bersenjata yang dikenal dengan
“Madiun Affair”. NU memandang pemberontakan PKI sebagai an caman
serius bagi keselamatan Republik Indonesia. Untuk menghadapi
pemberontakan ini markas tertinggi Hizbullah pimpinan Zainul Arifin me
ngirim devisi Hizbullah Surabaya pimpinan Wahib Wahab dan memasu-ki
Madiun dari jurusan Nganjuk, sedang devisi Hizbullah Magelang pim-pinan
Saifuddin Zuhri memasuki Madiun dari jurusan Ngawi, sementara itu
pasukan Siliwangi mengadakan pengejaran dari Selatan Madiun.
Pada tanggal 31 Oktober 1948, pimpinan pemberontak PKI Madi-un
yang bernama Muso berhasil disergap dan mati di tembak oleh kesa- tuan
dari devisi Saifudin Zuhri pimpinan Hizbullah di Desa Niten Keca matan
Kauman Sumoroto Kabupaten Ponorogo.
Pada tanggal 29 Nopember 1948, Amir Syarifuddin pimpinan
pemberontak PKI Madiun dengan kawan-kawannya ditangkap hidup di
Desa Klompok Purwodadi Jawa Tengah. Kedua devisi Hizbullah Surabaya
pimpinan Wahib Wahab dan Hizbullah Magelang pimpinan Saifuddin Zuhri
dengan cara bahu membahu bersama TNI dan lain-lain kelasykaran
bersenjata dapat merebut kembali Madiun ke pangkuan Republik Indonesia.
Kemudian pada tanggal 1 Desember 1948 tokoh-tokoh pemberontak seperti
: Amir Syarifuddin, Djoko Suyono, Maruto Darusman, dan Suripno di bawa

10
ke Yogjakarta untuk di adili dengan pera dilan Setelah permusuhan dengan
Belanda dinyatakan selesai dengan berhasilnya “Konferensi Meja Bundar” (
KMB ) di Den Haag tanggal 23 Agustus 1949 s/d 29 Oktober 1949 disusul
dengan dibentuknya “Negara Republik Indonesia Serikat” ( RIS ) dan
kemudian disusul lagi terbentuk-nya “Negara Kesatuan Republik
Indonesia” ( NKRI ) dengan kembalinya ibukatoa negara dari Yogjakarta ke
Jakarta, NU mengalihkan perhatianya kepada penyelesaian organisatoris
dengan partai Masyumi.
Pada tanggal 30 April 1950 s/d 3 Mei 1950 diselenggarakan Muk-
tamar NU ke XVIII di Jakarta, dengan salah satu keputusannya adalah NU
keluar dari Masyumi, selain keputusan penting itu Muktamar juga
menetapkan KH. Abdul Wahab Hasbullah sebagai Rais Am ( istilahnya
bukan lagi Rais Akbar ) menggantikan KH. Hasyim Asy‟ari. Dan juga
menyetujui berdirinya organisasi Remaja Wanita NU yang diberi nama
“Fatayat NU”.Pada Muktamar NU ke 19 di Palembang tahun 1952
diputuskan bahwa NU menjadi partai Politik. Dalam pemilu pertama 1955
partai NU menduduki peringkat ketiga setelah PNI dan Masyumi.
Selama perkembangan tahun 1926 – 1955 NU telah melakukan
berbagai perubahan cukup berarti, baik untuk kepentingan intern NU
maupun bagi kepentingan bangsa pada umumnya. Untuk kepentingan in-
tern, NU telah mengadakan perbaikan di bidang pendidikan, sosial mau-pun
dakwah, bahkan mengembangkan sayap organisasinya di kalangan kaum
muda, remaja puteri maupun kaum ibu, berupa organisasi GP. An-sor,
Fatayat NU dan Muslimat NU, ini berarti eksistensi NU sebagai orga nisasi
sosial keagamaan semakin kokoh.
Sedangkan yang bersifat ekstern (keluar), NU telah mempelopori
terbentuknya MIAI, sekaligus mengakhiri pertikaian Khilafiyah hingga
kemudian bisa bahu membahu dengan GAPI, menuntut Indonesia berpar-
lemen kepada pemerintah Hindia Belanda. Di jaman Jepang, politik
Yahannu, NU cukup berhasil untuk mendirikan Masyumi, Shumuka,
Hizbullah dan Sabilillah bersama tokoh-tokoh Islam diluar NU. Dan semua

11
itu akan memaksa kita untuk mengakui keterlibatan NU dalam per juangan
merebut Kemerdekaan Indonesia baik secara politik dan fisik.
Pada April 1961, tokoh-tokoh NU memprihatinkan Penpres no. 7
tahun 1959 dan Penpres no. 13 tahun 1960 tentang penyederhanaan partai
dan syarat-syarat partai yang berhak hidup, pertanyaan mereka : Apakah NU
masih boleh hidup atau tidak ?.
Pada tanggal 15 April 1961, Presiden Soekarno menetapkan putu-
sannya untuk mengakui kedudukan 8 (delapan) Partai Politik yang berhak
hidup, satu diantaranya adalah NU. Setelah eksistensi NU diakui, dan
beberapa bulan sebelum itu terjadi permusuhan politik “Poros Jakarta
Peking” yang mengakibatkan politik condong ke kiri, NU segera menga-
dakan konsulidasi organisasi. NU sudah melihat tindakan politik PKI se-
makin berani dan keras, saat itu KH. Syaifuddin Zuhri mengemukakan :
“Perlawanan NU terhadap PKI dilakukan di semua medan juang, PKI
menggerakkan massanya, NU mengorganisasi pemuda Ansor menjadi
Banser yang lebih militan. PKI menyanyikan lagu Genjer-Genjer yang
penuh hasutan dan sindiran, NU mengobarkan bacaan Shalawat Badar..
....NU mengobarkan semaangat perlawanan terhadap PKI sebagai
kelanjutan peristiwa aksi PKI di Madiun 1948”.
Pada bulan Juli dan Agustus 1965, CGMI dan PR (Pemuda Rak-yat)
mengadakan latihan rahasia di Lubang Buaya, untuk apa latihan kemiliteran
itu dilakukan belum bisa diketahui secara pasti. Melihat kea-daan yang
menghawatirkan itu Ketua IV PBNU HM. Subhan ZE yang sejak lama
menggalang persatuan di kalangan HMI, PMII, Pemuda Ansor,
Muhammadiyah dan lain sebagainya, mengadakan kontak dengan kekuatan
pemuda lainnya, khususnya dari partai atau ormas Katholik dan Kristen
terutama PMKRI.

MOH NAJIB, “Perjalanan NU dari masa ke masa part II”, diakses dari
http://my-dock.blogspot.sg/2013/03/perjalanan-nahdlatul-ulama-dari-masa-
ke_9.html, pada tanggal 21 Maret 2017 pukul 20.22

12
Pada tanggal 1 Oktober 1965 hari Jum‟at dinihari meletuslah
Gerakan 30 September ( G 30 S / PKI ), di saat dimulainya latihan kemili
teran antara Pemuda Ansor dengan melibatkan TNI AD untuk mengimba
ngi latihan kemiliteran yang diadakan PKI. Sebelum Subuh tanggal 1 Ok-
tober 1965 Gestapu sudah meletus, gerombolan penculik ( PKI ) menem-
bak mati Letjend Ahmad Yani ( Menteri / Panglima TNI AD ), dan diba wa
ke Lubang Buaya, tempat pembunuhan yang sudah mereka sediakan untuk
MayJend. Haryono, MayJend. Suprapto, Mayjend S. Parman, Brig Jend. D.I
Panjaitan, BrigJend. Sutoyo Siswomihardjo, mereka ini diculik dan dibunuh
dengan kejam di Lubang Buaya. Ketika itu Jendral AH. Na-sution lolos dari
dari sergapan Gestapu PKI, namun putrinya yang masih berumur 5 tahun,
Ade Irma Nasution menjadi korban keganasan PKI.
Pada pagi setelah subuh Gestapu menguasai kantor pusat Teleko-
munikasi ( Telphon ) dan studio RRI ( Radio Republik Indonesia ) Letnan
Untung pimpinan Gestapu menyiarkan bahwa perbuatan atau tin-dakan itu
dilakukan untuk menggagalkan rencana perebutan kekuasaan yang akan
dilakukan oleh Dewan Jendral pada 5 Oktober mendatang. Dan siaran ini
diulang lagi oleh Letkol Untung pada jam 12.30 tanggal 1 Oktober 1965.
Pada Jam 14.30 tanggal 1 Oktober 1965, setelah dua jam siaran
Letkol Untung melalui RRI, NU bersama tokoh-tokoh GP Ansor tanpa ragu-
ragu lagi menyatakan sikapnya bahwa NU mengutuk tindakan Ges-tapu PKI
dan menentang pembentukan Dewan Revolusi seperti yang di umumkan
oleh Letkol Untung. Hari itu juga RRI dan pusat telekomuni-kasi berhasil
dikuasai oleh Panglima KOSTRAD MayJend. Soeharto dan RPKAD serta
berhasil menggiring pelaku Gestapu PKI ke Lubang Buaya, dan menyatakan
bahwa Gestapu PKI adalah perbuatan “kontra revolusi”.
Pada tanggal 5 Oktober 1965, empat hari setelah peristiwa Gesta-pu
PKI, dan belum ada satupun partai politik yang menyatakan sikapnya PBNU
bersama ormas pendukungnya tampil meyatakan sikap menentang dan
mengutuk usaha PKI itu, lewat siaran RRI, publikasi Surat Kabar dan

13
Majalah baik dalam maupun luar negeri. PBNU mengeluarkan resolusi
mengutuk Gestapu PKI yang isinya antara lain :

1. Mendesak Presiden Soekarno untuk segera membubarkan PKI dan seluruh


antek-anteknya.
2. Mendesak Presiden Soekarno untuk mencabut Surat Ijin Terbit (SIT)
seluruh media cetak baik yang langsung maupun tidak lang-sung telah
membantu Gestapu PKI.
3. Menyerukan kepada seluruh ummat Islam agar membantu sepe-nuhnya
kepada ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) dalam usahanya
mengembalikan ketertiban Nasional akibat Ges-tapu PKI.

Pada tanggal 5 Oktober 1965, HM. Subhan ZE, berhasil melahirkan


KAP Gestapu ( Komando Aksi Pengganyangan Gestapu ) yang dipimpin
langsung oleh beliau, dimana wadah ini himpunan dari HMI, PMII,Ansor
maupun Muhammadiyah dan kekuatan ormas partai Kristen dan Katolik.

Peranan NU dalam ikut menumpas pemberontakan PKI, bukan


hanya dibuktikan dengan pernyataan sikap tanggal 5 Oktober 1965 dan
terben-tuknya KAP GESTAPU yang dipimpin oleh HM. Subhan ZE, saja
melainkan lebih dari itu juga dibuktikan dalam pertempuran phisik di ber
bagai daerah. Ini membuktikan bahwa partai NU satu-satunya partai poli-tik
yang berani menanggung segala resiko berhadapan dengan PKI, demi
kepentingan bangsa, negara dan agama.

Sikap keras NU terhadap PKI bukan hanya karena motif politik,


tatapi yang paling dominan adalah motivasi agama, sebab PKI sendiri me
mandang NU bukan hanya sebagai lawan politik, melainkan juga lawan dari
ideologi komunis yang harus dihabisi secara phisik.

Pada tanggal 3 Oktober 1965, di Demak Jawa Tengah ditemukan do-


kumen PKI yang isinya daftar para Ulama dan Kyai seluruh Demak yang
hendak diculik dan dibunuh oleh PKI. Di Banyuwangi PKI mengepung dan

14
membunuh beberapa tokoh NU dan Ansor, akibat dari kajadian ini terjadilah
pertempuran berdarah yang membawa korban 40 anggota Ansor, kemarahan
massa NU semakin memuncak, akhirnya pembasmian tokoh-tokoh PKI
terjadi dimana-mana.4

Pada bulan Desember 1965, atas perintah Pangdam VIII Brawijaya


agar kampanye penumpasan PKI dihentikan dan massa NU berdiri dibela
kang ABRI, maka berhentilah aktivitas massa NU sebagai barisan terdepan,
dan beralih di belakang ABRI dalam operasi penumpasan beri-kutnya.

15
BAB III
PENUTUP

Dari materi yang sudah disampaikan diatas maka dapat ditarik


kesimpulan bahwa Nahdlatul „Ulama sebagai jam‟iyah diniyah adalah
wadah para Ulama‟ dan pengikut-pengikutnya, dengan tujuan memelihara,
melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam yang
berhaluan Ahlus Sunnah wal Jama‟ah.
NU sebagai oraganisasi masyarakat terbesar di Indonesia telah
memainkan peranan yang penting dalam kemerdekaan dan perkembangan
bangsa dan agama. Sebagai oraganisasi yang bergerak dalam bidang sosial,
pendidikan, dan dakwah Islamiyah, NU telah memberikan banyak
perubahan dan kemajuan. Semangat NU zaman dahulu hingga sekarang
semestinya harus tetap tumbuh, sehingga dapat terus mewujudkan apa yang
telah di cita-citakan oleh sang pendiri KH. Hasyim Asy‟ari.

4
MOH NAJIB, “Perjalanan NU dari masa ke masa part III”, diakses dari
http://my-dock.blogspot.sg/2013/03/perjalanan-nahdlatul-ulama-dari-masa-
ke_6718.html, pada tanggal 22 Mei 2023 pukul 20.22

16
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hamid. Yaya. Pemikiran Modern Dalam Islam. Bandung : CV Pustaka \


Setia, 2010.
Ahmad Syaukani. Maman Abd. Djaliel. Perkembangan Pemikiran Modern di
Dunia Islam. Bandung : CV Pustaka Setia, 1997.
Ahmad Zahro. Tradisi Intelektual NU. Yogyakarta : LkiS Yogyakarta, 2004.
Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintasan Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangannya. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,
1995.
IPNU IPPNU BUMI AYU, “Materi MAKESTA ke NU an”,
http://ipnuippnubumiayu.blogspot.sg/2015/08/materi-makesta-ke-nu-an.html
(diakses 22 Mei 2023).

Ahm Ozy, “Makalah Sejarah berdirinya NU”, http://ber-awal-dari-


pesantren.blogspot.com/2015/12/makalah-sejarah-berdirinya-nu.html (diakses 22
Mei 2023).

MOH NAJIB, “Perjalanan NU dari masa ke masa part I”, diakses dari http://my-
dock.blogspot.sg/2013/03/perjalanan-nahdlatul-ulama-dari-masa-ke.html (diakses
22 Mei 2023).

MOH NAJIB, “Perjalanan NU dari masa ke masa part II”, diakses dari
http://my- dock.blogspot.sg/2013/03/perjalanan-nahdlatul-ulama-dari-masa-
ke_9.html (diakses 22 Mei 2023).

MOH NAJIB, “Perjalanan NU dari masa ke masa part III”, diakses dari
http://my-dock.blogspot.sg/2013/03/perjalanan-nahdlatul-ulama-dari-masa-
ke_6718.html (diakses 22 Mei 2023).

17

You might also like