You are on page 1of 12

MAKALAH

PERBANDINGAN PEMBAGIAN “HARTA WARIS”


ANAK DILUAR NIKAH DAN ANAK SAH DITINJAU DARI
KUHPERDATA, UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perbandingan Hukum Perdata

Dosen Pengampu:
Atang Hidayat S.H., M.H

Disusun Oleh:
Vianka Meisya Azzahra 41151010200002
Rahmalia Zayinul Farhan 41151010200049
Muhammad Rizki Ihsan N 41151010200058

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


UNIVERSITAS LANGLANGBUANA BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu terucap kepada Allah SWT yang sampai saat ini telah
memberikan nikmat sehat, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini
tanpa terkendala masalah yang berarti. Sebagai mahasiswa, kami menyadari masih
banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, kami secara
pribadi memohon maaf atas kesalahan yang mungkin ada pada isi makalah. Kami
harap isi makalah yang berjudul “Perbandingan Pembagian Harta Waris Anak
Diluar Nikah dan Anak Sah Ditinjau Dari KUHPerdatadata, Undang-Undang
No.1 Tahun 1974” ini dapat bermanfaat bagi ayat pembaca. Mohon untuk
memaklumi jika terdapat penjelasan yang sulit untuk dimengerti. Untuk itu kami
mengharapkan kritik maupun saran, sehingga kami bisa memperbaikinya
dikemudian hari. Terima kasih atas perhatian dan waktunya untuk segan
membaca makalah yang kami buat.

Bandung, 4 Maret 2023

ii
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang Penulisan....................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian.................................................................................................2
D. Manfaat Penulisan................................................................................................2
E. Metode Penelitian.................................................................................................3
BAB 2 PEMBAHASAN...................................................................................................4
Ketentuan Waris menurut Hukum Perdata dengan Kompilasi Hukum Islam.......4
1. Menurut Hukum Perdata...................................................................................4
2. Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)...........................................................5
BAB 3 PENUTUP.............................................................................................................8
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................9

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan


Pada dasarnya semua makhluk yang bernyawa akan mati tanpa kita
ketahui kapan dan dimana nyawa kita akan hilang dan meninggalkan
semua yang ada di bumi ini termasuk harta waris yang akan diberikan
kepada ahli waris. Warisan adalah segala sesuatu peninggalan yang
diturunkan oleh pewaris yang sudah meninggal kepada orang yang
menjadi ahli waris sang pewaris tersebut. Wujudnya bisa berupa harta
bergerak (mobil, deposito, logam mulia, dll) atau tidak bergerak (rumah,
tanah, bagunan, dll), dan termasuk pula hutang atau kewajiban sang
pewaris .Waris diatur didalam hukum waris, hukum waris adalah hukum
yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan
seseorang yang sudah meninggal dunia serta akibatnya bagi para ahli
warisnya. Hukum mengatur pembagian waris serta siapa saja yang patut
untuk mendapatkan waris.
Di indonesia sendiri terdapat tiga cara pembagian waris yaitu berdasarkan
adat, hukum islam, dan hukum perdata. Dalam Pasal 830 KUHPerdata
harta waris baru terbuka (dapat diwariskan kepada pihak lain) apabila
terjadinya kematian. Jadi, harta kekayaan peninggalan baru terbuka jika
sipewaris meninggal dunia saat ahli waris masih hidup saat harta warisan
terbuka. Terdapat ketentuan khusus dalam Pasal 2 KUHPerdata, yaitu
anak yang ada dalam kandungan seseorang perempuan dianggap sebagai
telah dilahirkan apabila kepentingan si anak menghendaki, tetapi ketika si
anak meninggal ketika dilahirkan maka dianggap ia tidak pernah ada.
Seorang anak yang lahir ketika ayahnya sudah meninggal, berhak
mendapatkan warisan. Hal ini diatur dalam pasal 836, “dengan mengingat
akan ketentuan dalam Pasal 2 KUHPerdata, supaya dapat bertindak
sebagai waris, seseorang harus telah ada pada saat warisan jatuh meluang”.
Dalam KUHPerdata ada dua cara untuk mendapatkan suatu
warisan yang tertuang dalam Pasal 832 dan Pasal 899, yaitu :
1. Secara ab intestato (ahli waris menurut KUHPerdata) dalam Pasal
832 KUHPerdata. Dalam KUHPerdata, yang berhak menerima
bagian warisan yaitu keluarga sedarah baik sah maupun diluar
kawin, dan istri atau suami yang masih hidup. Ketika semua tidak
ada maka yang berhak menjadi ahli waris adalah Negara.
2. Secara testamentair (ahli waris karna ditunjuk dalam surat wasiat =
testamen) dalam pasal 899. Pemilik kekayaan membuat wasiat

Aoslavia, C. (2021). Perbandingan Hukum Waris Dan Hukum Perdata. Mizan: Jurnal Ilmu
Hukum, 10(1), 54-63.

iv
untuk para ahli warisnya yang ditunjuk dalam surat
wasiat/testamen.
Berdasarkan Hukum Waris Perdata Barat (BW) terdapat 3 sifat hukum
waris perdata barat, yaitu menganut :
1. Sistem pribadi
Ahli waris adalah perseorangan, bukan kelompok ahli waris.
2. Sistem bilateral
Mewaris dari pihak ibu maupun bapak.
3. Sistem perderajatan
Ahli waris yang derajatnya lebih dekat dengan si pewaris menutup
ahli waris yang lebih jauh jaraknya.
Berdasarkan uraian di atas, maka untuk itu akan membahas dengan judul
“Perbandingan Pembagian Harta Waris Anak Diluar Nikah dan Anak Sah
Ditinjau Dari KUHPerdatadata, Undang-Undang No.1 Tahun 1974”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, maka terdapat beberapa
permasalahan yang menjadi point utama di dalam makalah ini, yaitu
adalah bagaimanakah perbandingan hukum perdata di dalam pembagian
harta waris bagi anak diluar perkawinan serta bagi anak sah di dalam
perkawinan, serta bagaimanakah ketentuan-ketentuannya apabila
permasalahan tersebut ditinjau dari KUHPerdata serta Undang-Undang
No.1 Tahun 1974?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari diteliti serta disusunnya makalah ini, yaitu ialah untuk
mengetahui serta memahami apa saja serta bagaimana perbandingan
hukum perdata, khususnya mengenai pembagian waris bagi anak di luar
perkawinan dan pembagian waris bagi anak sah di dalam perkawinan.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penelitian serta penulisan dari makalah ini, yaitu agar dapat
memberikan kemanfaatan baik manfaat secara teoritis maupun manfaat
secara praktis.
1. Manfaat Secara Teoritis
Secara teoritis, penelitian dan penulisan makalah ini diharapkan
akan menambah informasi serta wawasan dan dapat memberikan
sejumlah sumbangan pemikiran terhadap perbandingan hukum
perdata, khususnya mengenai pembagian waris bagi anak diluar
perkawinan serta anak sah di dalam perkawinan.
2. Manfaat Secara Praktis
Secara praktis, penelitian dan penulisan makalah ini ialah
merupakan untuk memenuhi tugas mata kuliah perbandingan
hukum perdata di program studi ilmu hukum, serta untuk

v
menambah ilmu pengetahuan penulis, khususnya di bidang
masalah yang diteliti.

E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian
masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan1.Pendekatan masalah
yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis
normatif yaitu jenis penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan
dan mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen, dan peraturan
perundang-undangan yang ada kaitannya atau hubungannya dengan
pembahasan yang sedang dibahas.
2. Pengumpulan Data
a. Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan
(library research) terhadap bahan hukum yang berupa bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder, yaitu :
 Bahan hukum primer yaitu antara lain melalui Kitab Undang-
Undang Perdata dan Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan .
 Bahan hukum sekunder yaitu bahanbahan hukum yang
mempelajari penjelasan terhadap bahan hukum primer, terdiri
dari literatur-literatur, buku-buku ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan permasalahan.
 Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan
informasi, penjelasan, terhadap bahan hukum primer dan
sekunder yaitu kamus hukum, majalah, internet, dan informasi
lainnya yang mendukung penelitian berbagai sumber.
Pengkajian tersebut dilakukan dengan cara membaca, menyadur,
mencatat, dan mengutip literaturliteratur, perundang-undangan,
dokumen, dan pendapat para sarjana dan ahli hukum yang
berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam Makalah
ini.

BAB 2

vi
PEMBAHASAN

Ketentuan Waris menurut Hukum Perdata dengan Kompilasi Hukum


Islam
1. Menurut Hukum Perdata
Mengenai ketentuan hukum waris terhadap anak luar nikah
menurut KUH Perdata, dimana bagi orang‐
orang yang tunduk kepada.KUHPerdata, umumnya warga negara
Indonesia yang berbangsa Eropa dan Tinghoa di dalam
pasal 272 KUHPerdata menjelaskan bahwa:
Kecuali anak‐anak yang dibenihkan dalam zinah atau sumbang, tiap ‐tiap
anak yang diperbuahkan diluar perkawinan, dengan kemudian
kawinnya bapak dan ibunya, akan menjadi sah, apabila kedua orangtua
itu sebelum kawin telah mengakuinya menurut ketentuan undang ‐undang
atau apabila pengakuan itu dilakukan dalam akta perkawinan sendiri.
Selanjutnya didalam Pasal 280 KUHPerdata menjelaskan bahwa: dengan
pengakuan yang dilakukan terhadap seorang anak luar nikah, tiumbullah
hubungan perdata antara si anak dan bapak atau ibunya.
Kemudian Pasal 862 KUHPerdata menjelaskan pula: Jika si meninggal
meninggalkan anak‐anak luar nikah yang telah diakui dengan sah, maka
warisan harus dibagi dengan cara yang ditentukan di dalam Kitab
Undang‐Undang Hukum Perdata.
Ketentuan yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUH Perdata) mengenai Porsi pembagian anak luar nikah dalam hal
penerimaan harta warisan ibunya, dimana sebagai ahli waris, anak luar
nikah yang telah diakui oleh orang tuanya berhak menerima bagian harta
peninggalan orangtuanya. Besar bagian warisan anak luar nikah adalah
tergantung bersama siapa anak luar nikah itu mewaris. Perincian porsi hak
anak luar nikah atas harta warisan orangtuanya adalah berdasarkan Pasal
863 KUH Perdata yaitu:


Siregar, S. R., Safitri, N. I., & Arfah, N. A. (2022). HAK PEWARISAN PADA ANAK ANGKAT DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM, HUKUM PERDATA1(1), 80-89.

vii
a. Bagian anak luar nikah yang tekah diakui adalahsepertiga dari bagiannya
seandainya ia adalah anak sah, bila dia mewaris bersama ahli waris
golongan I. Misalnya A. Meninggal, meninggalkan isterinya B dan dua
anak kandung C dan D serta seorang anak luar nikah yang diakuinya
sebelum perkawinan dengan B yaitu E. Pembagian wrisannya adalah:
E. mendapat seandainya ia anak sah karena E anak tidak sah ia mendapat
1/3. maka bagian E = 1/3 x 4 = 1/12. E. mendapat bagian 1/2 dari seluruh
harta waris. Sisanya seperdua lagi dibagi antara B, C dan D masing-
masing B, C, dan D mendapat 1/3 x 2 = 1/6.
b. Bagian anak luar nikah yang diakui adalah seperdua jika mewaris bersama
ahli waris golongan III. Misalnya A meninggal, meninggalkan kakek dan
nenek dari pihak bapak (B dan C), nenek dari pihak ibu (D) dan seorang
anak luar nikah (E). Maka pembagian warisannya adalah: E mendapat½
dari seluruh harta bagian warisan. Sisanya ½ (seperdua) lagi di bagi B, C
dan D, B mendapat 2x2x ½=1/8, C mendapat 1/8 dan D mendapat 1/8.
c. Bagian anak luar nikah yang telah diakui adalah (tiga perempat) jika
mewaris bersama ahli waris golongan IV. Misalnya A meninggal,
meninggalkan keponakan dalam derajat kedua orang (B dan C) dan
seorang anak luar nikah (E). Maka bagian E adalah dari warisan
seluruhnya. Sisanya 4 dibagi antara B dan C mendapat 2x 4-1/8 dan C
mendapat 1/8.

Di dalam Pasal 865 KUH Perdata dikatakan lebih lanjut bahwa jika si
meninggal, meninggalkan ahli waris yang sah, maka sekalian anak luar
nikah mendapat seluruh warisan.
Misalnya A minanggalkan sanak saudara hanya E (anal) nikah), maka
seluruh warisan A jatuh ke tangan E. pembagian harta warisan apabila
terdapat ahli waris 24/26 dan juga anak luar nikah adalah dengan membagi
harta dahulu.
Menurut Kitab Undang-Undang Huku 24/26 (KUH Perdata), ketentuan
yang diterima anak luar nikah yang diakur adalah apabila ia bersama-sama
golongan I mendapat 1/3, apabila bersama-sama golongan II dan III
mendapat ½ dan mewaris bersama-sama golongan IV maka mendapat %.
Jadi, besarnya bagian yang bakalan diterima seorang anak luar nikah yang
diakui ditentukan oleh bersama waris golongan keberapakah ia mewarisi
harta tersebut.

2. Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)


Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada Pasal 174 menjelaskan:
1) Kelompok‐kelompok ahli waris terdiri dari:
a. Menurut hubungan darah:

viii
- Golongan laki‐laki, terdiri dari : ayah, anak laki‐laki, saudara laki‐laki,
paman, dan kakek.
- Golongan perempuan, terdiri dari ibu, anak perempuan, dan nenek.
b. Menurut Hubungan Perkawinan.
2) Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya
anak, ayah, ibu, janda atau duda. Berdasarkan pasaltersebut diatas, dapat
disimpulkan.pula.bahwa,berdasarkan.hubungan.darah.dan.kekerabatan,
anak merupakan ahli waris yang terpenting, mereka lebih berhak
menerima harta warisan dibandingkan ahli waris yang lain karena sangat
dekatnya kekerabatan ia dengan sipewaris. Mengenai anak luar nikah,
sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa mereka
hanya berhak mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga
dari pihak ibunya. Jadi hal ini telah dinyatakan di dalam Pasal 100
dari Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berbunyi: “Anak yang lahir
di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya
dan keluarga ibunya”. Oleh karena itu, apabila yang meninggal adalah
ayah zinahnya, maka anak zina laki‐laki dan perempuan tidak memiliki
hak untuk mewarisi. Oleh karena itu, apabila yang meninggal adalah
ayah zinanya, maka anak zina laki‐laki dan perempuan tidak memiliki
hak untuk mewarisi. Akan tetapi, bila yang meninggal adalah ibunya,
maka ia berhak menjadi ahli waris. ketentuan-ketentuan mengenai
pewarisan anak luar nikah telah diatur di dalam pasal-pasal padaKompilasi
Hukum Islam (KHI), yang kesemuanya itu dilandaskan pada ketentuan-
ketentuan hukum Islam yang terdapat di dalam al- Qur'an dan Hadits
Rasulullah SAW. sedangkan di dalam KUH Perdata dasar-dasar peraturan
terhadap pewarisan anak luar nikah diatur di dalam beberapa pasal
istimewa di dalam KUH Perdata. Pasal-pasal tersebut mengatur mulai dari
pengakuan terhadap anak luar nikah hinggá soal pewarisan yang kemudian
dijelaskan dan dirincikan lagi dalam pasal-pasal yang ada.
3) Tentang Porsi pembagian warisan terhadap anak luar nikah, bila kita lihat
di dalam Kompilasi Hukum Islam, di dalam ketentuan yang telah
dijelaskan bahwa anak luar nikah itu hanya memiliki hubungan nasab
dengan ibunya. Untuk itu bagian yang ia terima harus melihat jumlah
kekayaan harta ibunya, termasuk anak-anak yang sah atau saudara
kandungnya.
Pengaturan tentang tata cara pembagian serta besarnya bagian yang berhak
diterima anak luar nikah adalah sama sebagaimana yang berlaku terhadap
anak-anak sah, sebagaimana yang dinyatakan oleh M. Ali Hasan:

Maylissabet, M. (2019). Hukum waris dalam kompilasi hukum Islam perspektif filsafat
hukum. TERAJU: Jurnal Syariah Dan Hukum, 1(01), 9-20.


Wahyunadi, Z., & Azahari, R. H. (2015). Perubahan Sosial dan Kaitannya dengan Pembagian
Harta Warisan dalam Perspektif Hukum Islam. Jurnal Ilmiah Islam Futura, 14(2), 166-189

ix
bahwasanya Zaid bin Tsabit dan ahli-ahli hukum Madinah berpendapat
bahwa harta warisan anak zina itu sama seperti ketentuan anak bukan zina.
Berikut ini akan penulis kemukakan bagian-bagian anak luar nikah
manakalah ia menjadi waris dari ibunya:
1. Anak perempuan, menerima bagian:
- 1/3 bila ia hanya seorang
- 2/3 bila dua orang atau lebih
2. Anak laki-laki menjadi 'ashabah dari ibunya apabila meninggal.
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) ketentuan bagian warisan yang
berhak diperoleh dan diterima oleh anak luar nikah dari harta peninggalan
ibunya, apabila ia anak perempuan tunggal bagiannya ½ dan bila lebih dari
satu adalah 2/3. Bila ada. anak laki-laki, anak laki-laki menjadi 'asabah.
Jadi, besarnya bagian bagi seorang anak luar nikah tidaklah dibedakan
dengan besarnya bagian yang akan diterimanya seandainya ia adalah anak
sah dari orang tuanya. Namun, yang membedakannya adalah ia hanya
berhak mendapat bagian dari harta waris yang ditinggalkan oleh ibunya,
tidak dari ayahnya.


Wahyunadi, Z., & Azahari, R. H. (2015). Perubahan Sosial dan Kaitannya dengan Pembagian
Harta Warisan dalam Perspektif Hukum Islam. Jurnal Ilmiah Islam Futura, 14(2), 166-189

x
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Mengenai ketentuan hukum waris terhadap anak luar nikah menurut KUH
Perdata, dimana bagi orang‐orang yang tunduk kepada.KUHPerdata, umumnya
warga negara Indonesia yang berbangsa Eropa dan Tinghoa didalam pasal 272
KUHPerdata menjelaskan bahwa: Kecuali anak‐anak yang dibenihkan dalam
zinah atau sumbang, tiap‐tiap anak yang diperbuahkan diluar perkawinan, dengan
kemudian kawinnya bapak dan ibunya, akan menjadi sah, apabila kedua orangtua
itu sebelum kawin telah mengakuinya menurut ketentuan undang‐undang atau
apabila pengakuan itu dilakukan dalam akta perkawinan sendiri.
Mengenai anak luar nikah menurut Kompilasi Hukum Islam, bahwa mereka
hanya berhak mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga dari pihak
ibunya. Jadi hal ini telah dinyatakan di dalam Pasal 100 dari Kompilasi Hukum
Islam (KHI) yang berbunyi: "Anak yang lahir di luar perkawinan hanya
mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya".

xi
DAFTAR PUSTAKA

Aoslavia, C. (2021). Perbandingan Hukum Waris Dan Hukum Perdata.


Mizan: Jurnal Ilmu Hukum, 10(1), 54-63.
Maylissabet, M. (2019). Hukum waris dalam kompilasi hukum Islam
perspektif filsafat hukum. TERAJU: Jurnal Syariah Dan
Hukum, 1(01), 9-20.
Siregar, S. R., Safitri, N. I., & Arfah, N. A. (2022). HAK PEWARISAN
PADA ANAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM,
HUKUM PERDATA1(1), 80-89.
Wahyunadi, Z., & Azahari, R. H. (2015). Perubahan Sosial dan Kaitannya
dengan Pembagian Harta Warisan dalam Perspektif Hukum Islam. Jurnal
Ilmiah Islam Futura, 14(2), 166-189.

xii

You might also like