You are on page 1of 28

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH

PSIKOLOGI PENDIDIKAN ANAK LUAR BIASA

ANAK DENGAN GANGGUAN ADHD

Disusun Untuk Memenuhi Tugas UAS Psikologi Pendidikan Anak Luar Biasa

Dosen Pengampu

DELLAWATY SUPRABA, S.Psi., M.Si..

Disusun oleh:

Krisantius Happy 21090000111

Meuthia Shabira C. Z. 21090000128

Putri Agnes Amelia 21090000132

Miftakhul Rizki Ryaneta 21090000146

Afuuzal Ulyaa 21090000267

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MERDEKA MALANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas UAS untuk mata kuliah Psikologi Pendidikan Anak
Luar Biasa, dengan judul “ANAK DENGAN GANGGUAN ADHD”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga makalah
ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena
itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan psikologi.

Malang, 7 Juli 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Laporan Praktikum ini dibuat sebagai hasil praktikum pada anak dengan
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) yang biasa dikenal dengan Anak
Luar Biasa.
ADHD mengganggu kehidupan sehari-hari anak baik di sekolah maupun
di lingkungan sosial. Anak-anak dengan ADHD sering mengalami kesulitan
menyelesaikan tugas sekolah, menjaga hubungan yang sehat, dan
mengendalikan perilaku impulsif. Di kelas, anak-anak ini sering mengalami
kesulitan dalam memperhatikan, mengikuti instruksi, dan mengerjakan tugas
dengan baik.
ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Hal
ini biasanya digunakan untuk menggambarkan anak- anak yang memiliki tiga
jenis masalah utama yaitu: perilaku terlalu aktif (hiperaktif), perilaku impulsif, dan
kesulitan memperhatikan/ konsentrasi. Anak dengan ADHD seringkali
menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam
bidang pendidikan. Subyek laporan praktikum ini bernama juga seorang anak
dengan ADHD dan gangguan terdiagnosis lainnya termasuk epilepsi, gangguan
bicara, gangguan pemusatan perhatian, gangguan tidur dan disleksia. Adanya
berbagai penyakit tersebut berdampak negatif terhadap perkembangan
psikologis, kemampuan akademik, dan interaksi sosial subjek.
Penting untuk memahami sepenuhnya dampak ADHD dan gangguan
diagnosis lainnya pada anak-anak, terutama di lingkungan pendidikan. Dengan
pemahaman yang lebih baik tentang tantangan yang dihadapi anak-anak ini,
strategi dan intervensi yang tepat dapat diidentifikasi untuk membantu mereka
mencapai potensi penuh mereka. Oleh karena itu, tujuan dari studi praktis ini
adalah untuk menganalisis dampak ADHD dan gangguan diagnostik lainnya
pada anak menggunakan pendekatan observasi dan wawancara kepada orang
tua dan guru anak. Dengan bantuan penelitian ini diharapkan dapat lebih
memahami kondisi dan solusi yang tepat untuk membantu perkembangannya.

B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mendapatkan pemahaman yang
lebih mendalam tentang karakteristik dan tantangan anak-anak dengan ADHD.
Tujuan dari latihan ini juga untuk mengenalkan berbagai pendekatan dan strategi
intervensi yang dapat secara efektif membantu anak-anak dengan ADHD.
Dengan mengikuti praktikum ini, diharapkan pembaca dapat mengenali
gejala ADHD pada anak, memahami faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan anak dengan ADHD dan mengembangkan keterampilan untuk
memulai intervensi yang tepat untuk merancang dan menerapkan untuk
membantu anak-anak tersebut. memaksimalkan potensi mereka.

C. Manfaat Praktikum
Praktikum ini memiliki manfaat penting bagi pembaca. Laporan
praktikum ini akan membantu meningkatkan pemahaman mengenai ADHD dan
memberikan wawasan tentang strategi dan intervensi yang dapat digunakan
untuk menangani kasus ADHD. Hasil laporan praktikum ini juga
akan memberikan pengalaman praktis dengan anak-anak yang membutuhkan
dukungan khusus.
Pada saat yang sama, anak-anak ADHD mendapat manfaat dari para
profesional yang lebih memahami kebutuhan mereka. Praktikum ini juga
membantu meningkatkan layanan kepada anak-anak ini di sekolah, di keluarga
dan di masyarakat luas. Oleh karena itu, diharapkan hasil laporan praktikum ini
akan memberikan kontribusi yang signifikan untuk memahami dan merawat
anak-anak dengan ADHD dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian ADHD
Anak luar biasa didefinisikan sebagai anak-anak yang berbeda dengan anak-
anak yang biasa dalam hal ciri-ciri mental, kemampuan sensorik, kemampuan
komunikasi, tingkah laku sosial, ataupun ciri-ciri fisik. Mereka memerlukan layanan
khusus ketika belajar sehingga program layanan pendidikannya harus bisa
menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan kekhususan mereka.Menurut pendapat Eric
Taylor, kata “hiperaktivitas” (hiperaktivity) digunakan untuk menyatakan suatu pola
perilaku pada seseorang yang menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak menaruh
perhatian dan impulsif (semau gue). Gronlund, dkk menyatakan bahwa hiperaktivitas
biasanya ditandai dengan adanya kecendrungan untuk melakukan aktivitas motorik
secara berlebihan dan tidak memiliki tujuan sehingga menimbulkan kesulitan dalam
menyelesaikan tugas terstruktur dan beradaptasi dengan tuntunan situasi tertentu.

Anak hiperaktif biasanya menunjukan prilaku gelisah, sering menggerakan kaki


atau tangan dan sering menggeliat dibangku, sering meninggalkan bangku ketika
pelajaran berlangsung, ketika duduk sering mengetuk-ketukan jari dibangku atau
memainkan alat tulis, sering berlari dan memanjat pada situasi yang tidak tepat, sering
“siap-siap pergi”, merasa tidak nyaman jika harus diam dalam jangka waktu yang lama,
mengalami kesulitan melakukan kegiatan dengan tenang, dan sering berbicara
berlebihan.

Perilaku hiperaktif sering terjadi karena individu tidak dapat mengontrol sikap dan
tindakannya. Karakteristik perilaku hiperaktif yaitu seperti sering meninggalkan tempat
duduk didalam kelas atau dalam situasi lainnya, sikap lain yang muncul adalahia sering
lari dan naik keatas meja kursi, mengalami kesulitan dalam bermain/kegiatan waktu
senggang, berbicara berlebihan, tidak sabar menunggu giliran dan sering mengganggu
orang lain, misalnya memotong pembicaraan atau permainan, karakteristik ini
umumnya dialami oleh anak hiperaktif. Akibatnya mereka mengalami kesulitan didalam
mengontrol diri dan mengganggu orang lain, serta berpengaruh kepada keberhasilan
akademiknya.
B. Ciri-ciri ADHD
Ciri-ciri anak hiperaktif pada anak dapat dilihat dengan mengamati gerakan-
gerakan tubuhnya seperti tangan dan kaki sering tidak bisa diam atau dengan duduk
resah, sering meninggalkan kursi di kelas atau dalam situasi lainnya sering lari kesana
kemari, melompat-lompat, atau bangun dari duduk ketika diharapkan untuk tetap dalam
situasi tenang duduk manis, sering tidak bisa duduk diam jika sedang bermain atau
menggunakan waktu luangnya dan bergerak terus atau sering bertindak seakan-akan
anak tersebut digerakan atau didorong oleh sebuah mesin. Anak hiperaktif juga
menunjukan ciri dengan bahasa verbal yaitu seringnya ia berbicara terlalu banyak, terus
menerus atau kegelisahan dan berbelit-belit.

American Psichatric Assosiation mengkategorikan ciri-ciri anak hiperaktif adalah


sering gelisah dengan tangan dan kaki atau menggeliat-geliat dikursi, sering
meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau di situasi yang lain mengharuskan
duduk tenang, sering berlarian kesana kemari atau memanjat yang berlebihan dalam
situasi yang menganggap hal-hal tersebut tidak pantas, sering mengalami kesulitan
dalam bermain atau ikut serta dalam aktivitas yang menyenangkan dengan tenang,
sering terburu-buru dan bergerak terus-menerus seolah-olah didorong oleh mesin,
sering terlalu banyak bicara.

Kemudian ada beberapa ciri anak hiperaktif yang dikemukakan oleh shvoong,
diantaranya adalah:

1. Tidak Fokus Pada Anda hiperaktif kebanyakan dari kegiatan yang sedang dia
lakukan tidak bisa bertahan lama. Saat dia bermain bola, kemudian ada anak
lain yang melintas di depan sambil membawa balon, dia akan membuang
bolanya dan ikut bermain balon bersama anak lain. Begitu ada anak lain yang
berbeda, dia bisa mengalihkan perhatiannya untuk mengikuti anak tersebut.
Anak hiperaktif tidak bias bertahan diam lebih dari 5 menit. Anak ini juga suka
berteriakteriak tidak jelas, dan berbicara semaunya. Juga memiliki sikap yang
tidak mudah dipahami.
2. Sifat Menentang
Anak hiperaktif lebih sulit dinasehati dari pada anak non-hiperaktif. Misal, ia
sedang bermain naik turun tangga dan kita memintanya untuk berhenti, ia akan
diam saja atau marah dengan tetap melanjutkan bermain.

3. Destruktif Sebagai perusak ulung, anak hiperaktif harus dijauhkan dari


ruangan yang banyak benda-benda berharga atau barang pecah belah dan
sejenisnya. Sikap yang suka melempar, menghancurkan barang inilah yang
disebut destruktif.
4. Tidak Mengenal Lelah Tidak akan tampak kelelahan saat ia bermain maupun
setelah ia bermain. Setiap hari berlari, berjalan dan melakukan kegiatan tanpa
tujuan jelas, bergerak terus adanya.
5. Tanpa Tujuan Jelas Anak aktif membuka buku untuk dibaca, anak hiperaktif
membuka buku untuk disobek, dilipat-lipat, atau dibolak balik saja tanpa
membaca.
6. Bukan Penyabar yang Baik Dan Usil Sering saat bermain, ia dengan tidak
sabar mengambil mainan dengan paksa. Tidak suka jika menunggu giliran
bermain. Suka mendorong, mencubit, atau memukul tanpa alasan.

C. Faktor Penyebab Anak ADHD


Faktor penyebab hiperaktif pada anak menurut Isnanto, antara lain sebagai
berikut:

1. Faktor neurologik, Insiden hiperaktif yang lebih tinggi didapatkan pada bayi yang lahir
dengan masalah-masalah prenatal seperti lamanya proses persalinan, distres fetal,
persalinan dengan cara ekstraksi forcep, toksi miagravidarum dibandingkan dengan
kehamilan dan persalinan normal. Di samping itu faktor-faktor seperti bayi yang lahir
dengan berat badan yang rendah, ibu yang terlalu muda, ibu yang merokok dan minum
alkohol juga meninggikan insiden hiperaktif.
2. Faktor toksik, Beberapa zat makanan seperti salisilat dan bahanbahan pengawet
memiliki potensi untuk membentuk perilaku hiperaktif pada anak. Di samping itu, kadar
timah dalam serum darah anak yang meningkat, ibu yang merokok dan mengkonsumsi
alkohol, terkena sinar X pada saat hamil juga dapat melahirkan calon anak hiperaktif.
3. Faktor genetic, didapatkan korelasi yang tinggi dari hiperaktif yang terjadi pada
keluarga dengan anak hiperaktif. Kurang lebih sekitar 25-35% dari orang tua dan
saudara yang masa kecilnya hiperaktif akan menurun pada anak. Hal ini juga terlihat
pada anak kembar.
4. Faktor kultural dan psikososial; 1) Pemanjaan; 2) Kurang disiplin dan pengawasan; 3)
Orientasi kesenangan; 4) Hukuman

D. Perkembangan ADHD
Perkembangan anak hiperaktif atau ADHD menurut MIF. Baihaqi dan M.
Sugiarmin (2006:7) dapat dibedakan ke dalam tiga tipe.

1. Tipe ADHD Gabungan

Untuk mengetahui ADHD atau Hiperaktif tipe ini, dapat didiagnosis/dideteksi oleh
adanya paling sedikit 6 diantara 9 kriteria untuk perhatian, ditambah paling sedikit 6
diantara 9 kriteria untuk hiperaktivitas impulsifitas. Munculnya 6 gejala tersebut berkali-
kali sampai dengan tingkat yang signifikan disertai adanya beberapa bukti, antara lain
sebagai berikut.

a) Gejala-gejala tersebut tampak sebelum anak mencapai usia 7 tahun.

b) Gejala-gejala diwujudkan pada dua seting yang berbeda

c) Gejala yang muncul menyebabkan hambatan yang signifikan dalam

kemampuan akademik

d) Gangguan ini tidak dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh kondisi

psikologi atau psikiater lainnya.

2. Tipe ADHD kurang memperhatikan

Untuk mengetahui ADHD tipe ini, dapat didiagnosis oleh adanya paling sedikit 6
diantara 9 gejala untuk ‘perhatian’ dan mengakui bahwa individu-individu tertentu
mengalami sikap kurang memperhatikan yang mendalam tanpa
hiperaktivitas/impulsifitas.
3. Tipe ADHD hiperaktif impulsif

Tipe ketiga ini menuntut paling sedikit 6 diantara 9 gejala yang terdaftar pada bagian
hiperaktif impulsifitas. Tipe ADHD kurang memperhatikan ini mengacu pada anak-anak
yang mengalami kesulitan lebih besar dengan memori (ingatan) mereka dan kecepatan
motor perseptual (persepsi gerak), cenderung untuk melamun, dan kerap kali
menyendiri secara sosial.

E. Kerangka Berpikir
Anak hiperaktif memiliki kelebihan energi, sering berteriak-teriak, tidak mau antri,
merebut mainan lari kesana-kemari, karena itu tidak bijaksana apabila mengharuskan
anak hiperaktif diberi kesempatan menyalurkan energinya. Misalnya mengelolah
perilaku dengan permainanpermainan. Misalnya dalam pembelajaran olahraga anak
diajarkan dalam menangkap bola, bermain bola, lari-lari, bermain puzzle, senam,
supaya bisa menyalurkan hiperaktifnya.

Dalam proses anak hiperaktif bisa dengan bantuan media dalam pembelajaran
visual melalui gambar, anak hiperaktif bisa fokus memperhatikan media apa yang
dibawa oleh ibu gurunya di depan kelas, sehingga peroses pembelajaran anak
hiperaktif tidak semudah pada umumnya, dimana peran guru dituntut untuk selalu
menambah pengetahuan dan mencari metode pengajaran yang sesuai, apabila guru
dapat mengajarkan metode yang tepat maka pembelajaran akan berubah menjadi
pembelajaran yang menyenangkan dan pada akhirnya prestasi anak hiperaktif dapat
meningkat.
BAB III

DESKRIPSI MASALAH

A. Pengumpulan Data

1. Wawancara

Menurut Esterberg dalam Sugiyono (2015:72) wawancara merupakan


pertemuan yang dilakukan oleh dua orang untuk bertukar informasi maupun
suatu ide dengan cara tanya jawab, sehingga dapat dikerucutkan menjadi
sebuah kesimpulan atau makna dalam topik tertentu.

Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah


wawancara semi terstruktur di mana akan dilakukan kepada pihak yang
bersangkutan dengan subyek dengan inisial M. I. L. A yang memiliki interaksi
yang sering dilakukan dengan subyek. Tujuan penggunaan wawancara semi
terstruktur adalah untuk menemukan permasalahan secara terbuka, pihak
yang diwawancarai dapat diminta untuk mengemukakan pendapat dan
idenya (Esterberg dalam Sugiyono, 2015:73).

Dalam wawancara terdapat tahapan-tahapan yang akan dilakukan oleh


penulis untuk melakukan pengumpulan data yaitu:

1. Membuat pedoman pertanyaan wawancara, sehingga pertanyaan yang


diberikan sesuai dengan tujuan wawancara tersebut

2. Menemukan narasumber wawancara

3. Menentukan lokasi dan waktu wawancara

4. Melakukan proses wawancara

5. Dokumentasi

6. Memastikan hasil wawancara telah sesuai dengan informasi yang


dibutuhkan oleh peneliti

7. Merekap hasil wawancara

2. Observasi
Kegiatan observasi membantu penulis untuk memperoleh data secara
keseluruhan dalam situasi sosial tertentu, sehingga penulis memperoleh
pandangan yang menyeluruh terhadap subyek. Observasi yang dilakukan
selama proses kegiatan subyek saat berada di rumah dan di sekolah.

B. Waktu dan Tempat

Kegiatan wawancara dan observasi dilakukan di rumah dan di sekolah subyek.


Kegiatan wawancara dan observasi dilakukan di rumah subyek yang berada di
Jl. LA Suprapto, 40, Malang dengan melibatkan subyek dan orang tua subyek
sebagai narasumber utama yang dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 2023.

Saat proses wawancara pada orangtua subjek diberikan Skala Penilaian


Perilaku Anak Hiperaktif Indonesia (SPPAHI).

Pelaksaan observasi selanjutnya yaitu di sekolah subyek yang bersekolah di


SLB Putra Jaya yang berada di Jl. Nusa Indah, 11A, Malang dengan melibatkan
subyek dan wali kelas subyek sebagai narasumber kedua yang dilaksanakan
pada tanggal 6 Juli 2023.

C. Identifikasi Kasus
1. Data Subjek
Nama Inisial : M. I. L. A

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat. Tanggal lahir : Malang, 18 April 2012

Alamat : Jl. LA Suprapto, 40, Malang

Agama : Islam

Status dalam keluarga : Anak pertama dari dua bersaudara

2. Keadaan Keluarga :
M. I. L. A tinggal bersama dengan kedua orang tua kandungnya, selain dengan
orang tua kandungnya, subyek juga tinggal bersama dengan adiknya yang
berinisial RH yang berusia 5 tahun. Ibu kandung subyek menerapkan pola asuh
basic parenting, seperti menerapkan kedisiplinan dan pemberian hukuman-
hadiah. Ayah dari subyek kurang aktif terlibat dalam pengasuhan karena ayah
subyek berada di rumah pada saat pukul 14.00 - 22.00 selebihnya digunakan
untuk beristirahat.
3. Keadaan Lingkungan :
Subyek dibesarkan di kampung yang berada di tengah kota dan melakukan
kegiatan belajar pendidikan formal di SLB Putra Jaya yang berada di kawasan
perumahan yang tenang dan jauh dari kata bising.
4. Kondisi Kesehatan Fisik Subjek:

Subyek memiliki kondisi fisik yang sehat tanpa kekurangan ataupun cacat.
Subyek tampak normal seperti anak pada usianya.

D. Hasil Observasi dan Wawancara

Hasi dari observasi dan wawancara mengenai mengenai subyek


terhadap orang tua dan gurunya di sekolah didapatkan hasil bahwa subyek
merupakan penyandang attention deficit hyperactivity disorder atau ADHD
dengan gangguan diagnosis lainnya yaitu: tuna grahita ringan, autisme ringan,
epilepsi, gangguan bicara, gangguan konsentrasi, gangguan tidur, dan disleksia.
Subyek mulai mengalami demam tinggi disertai kejang pada usia 10 bulan dan
setiap satu bulan sekali demam tinggi disertai kejang itu kambuh hingga usia 4
tahun. Subyek mengkonsumsi obat epilepsi hingga usia 9 tahun, nama obat
yang dikonsumsi yaitu Asam Valproat dengan resep dokter spesialis anak yang
berada di rumah sakit Saiful Anwar Malang yautu dr. Danu dan dr. Masdar yang
merupakan dokter spesialis anak. Subyek mengalami kesulitan makan hingga
usia 5 tahun, Ananda hanya mau mengkonsumsi bubur dan enggan
mengkonsumsi nasi dan subyek kesulitan dalam mengkonsumsi sayur-sayuran.
Tes yang pernah dilakukan oleh Ananda yaitu tes EEG dan tes psikologis yang
dilakukan di LPT Universitas Merdeka Malang.
Subyek memiliki latar belakang pre natal berupa gangguan kehamilan
yang dialami sang ibu. Ibu mengalami hyperemesis gravidarum (mual dan
muntah terus-menerus selama kehamilan, pada kondisi ibu, dialami selama 9
bulan kehamilan). Pada usia 2 tahun, Subyek mendapatkan pemeriksaan
pertamanya di klinik tumbuh kembang dengan diagnosis hiperaktivitas, tuna
grahita ringan dan autisme ringan. Selain itu, berdasaran informasi orang tua,
subyek sempat mengalami keterlambatan dalam kemampuan verbalnya. Pada
usia 2 tahun, subyek mengungkapkan perasaannya (berkomunikasi) dengan
cara berlari. Sementara pada usia 4 tahun, subyek baru bisa mengucapkan kata
"mbah" untuk menyebut ayah dan ibu. Hal ini yang kemudian membuat
perkembangan psikologis subyek menjadi tidak optimal. Sehingga perlu
diperdalam untuk kemudian dapat diberikan fasilitas agar dapat mendukung
perkembangan psikologisnya.

Subyek dibesarkan oleh orang tua biologisnya. Selain tinggal bersama


orang tua, subyek juga tinggal bersama satu adik kandungnya, yaitu RH berusia
5 tahun. Ibu subyek menerapkan pola asuh basic parenting, seperti penanaman
kedisiplinan dan pemberian hukuman-hadiah. Hadiah yang diberikan ibu berupa
pujian dan materi yang diinginkan subyek. Namun, sang ibu mengaku tidak
dapat memberikan hukuman karena kondisi subyek yang saat itu selalu
meledak-ledak ketika ibu menerapkan hukuman. Ibu menyampaikan bahwa ia
pernah sekali menghukum subyek dengan membatasi ruang geraknya
(mengunci di ruangan), namun yang terjadi adalah perilaku subyek yang
semakin meledak-ledak dengan berteriak, menggendor pintu, menendang
barang dan malah tidak dapat dikondisikan oleh sang ibu. Sejak itu, Ibu tidak
pernah lagi memberikan hukuman semacam itu kepada subyek. Ayah jarang
terlibat dalam pengasuhan. Hal ini dikarenakan kesibukan ayah dalam bekerja.
Ayah menekuni pekerjaan yang mengambil sebagian besar waktunya. Sehingga
ia tidak memiliki waktu lebih untuk melibatkan diri dalam pengasuhan. Waktu
ayah di rumah (pukul 14.00-22.00) lebih banyak digunakan untuk istirahat.

Subyek dilaporkan oleh orang tuanya mengalami kejang demam


kompleks. Dimulai dari usia 10 bulan hingga usia 4 tahun, subyek telah
mengalami enam kali kejang. Kondisi ini lebih sering muncul saat subyek mulai
mampu melakukan gerakan motoriknya. Namun demikian, motorik halus subyek
belum berkembang secara optimal pada saat usia 5 tahun. Pada aktivitas
sosialnya, subyek telah menunjukkan ketertarikan untuk berteman dengan anak
lainnya. Ia telah mampu bermain bersama, baik dengan teman di sekolah
maupun tetangga yang seumuran dengannya, subyek memberikan perhatian
kepada gurunya. Dapat dikatakan bahwa adaptasi sosial subyek telah
berkembang meskipun belum optimal.

Perilaku subyek terhadap kegiatan akademiknya yaitu malas untuk pergi


ke sekolah dan ketika subyek melihat seragam sekolah sudah disiapkan, emosi
subyek menjadi tidak stabil hingga pada suatu momen, subyek pernah
melempar sepatu ke atas genteng rumah dan menangis. Subjek juga sering kali
memukul dirinya sendiri pada bagian kepala jika mengalami kesulitan
mengerjakan tugas dari sekolah. Subyek mulai masuk SLB Putra Jaya saat
duduk di bangku taman kanak-kanak (TK). Subyek ketika kecapekan sering
mengalami kejang ketika duduk di bangku TK dan kondisinya membaik saat naik
ke kelas 3 SD. Saat ini subyek berusia 11 tahun dan pada tahun ini subyek naik
ke kelas 4 SD. Subyek sangat suka berpetualangan sehingga harus diawasi
pergerakannya. Pada saat berada di kelas, subyek mengalami cukup banyak
peningkatan dalam akademiknya namun subyek tetap perlu perhatian khusus
yang harus diberikan oleh gurunya, dan kendala yang dialami subyek yaitu
sering lupa terhadap pelajaran yang sudah dipelajarinya sehingga guru dan
orang tua selalu mengingatkan subyek terkait pelajaran yang sudah
dipelajarinya. Dalam bersosialisasi, Ananda cukup ramah dan mudah bergaul
namun subyek akan segera menjauh ketika temannya mengupil atau melakukan
hal menjijikkan lainnya. Ananda hingga saat ini sudah dapat melakukan
penjumlahan hingga 20, pengurangan sampai 10, dan perkalian. Dalam hal
membaca, subyek memiliki catatan khusus yaitu sering terbalik-balik ketika
membedakan huruf, seperti kata “bobi” dibaca “dodi” dan subyek dapat
membaca hingga 2 suku kata. Ananda memiliki minat terhadap alam, khususnya
tumbuhan dan hewan. Rencana kedepannya yang akan dilakukan oleh pihak
sekolah yaitu rutinitas membaca dapat diingatkan dan ditambah waktunya, dan
untuk kegiatan akademiknya akan diarahkan ke aktivitas keterampilan yang
subyek sukai yaitu menanam dan memelihara binatang dan untuk akademiknya
yaitu kegiatan membaca untuk membantu subyek yang sering lupa dan terbolak-
balik membaca huruf. Subyek mendapatkan terapi khusus dengan mengikuti
kegiatan di luar sekolah yang diselenggarakan oleh Dinas Sosial. Kondisi kelas
dalam kegiatan belajar dan mengajar yaitu guru mengajar dan membimbing
murid secara satu-persatu dikarenakan kebutuhan setiap anak di kelas berbeda-
beda dan tidak dapat disamakan karena pada kelas subyek, tidak hanya satu
saja jenis ketunaan yang dialami oleh muridnya.

Subyek cukup tenang ketika diajak berkomunikasi dan tidak menunjukkan


perilaku agresif. Subyek kerap kali gagal dalam menyelesaikan sesuatu yang
telah dimulai dan gagal memberi perhatian kepada hal-hal kecil atau ceroboh
dalam menyelesaikan tugas sekolahnya dan sangat sering seolah-olah tidak
memperhatikan orang pada waktu diajak berbicara dan sangat sering lambat
dalam menyelesaikan tugas sekolah. Namun subyek memiliki kemampuan
sosial yang cukup baik. Subyek sangat sering lupa tentang sesuatu yang telah
dipelajari dan sangat sering menghindari, enggan atau mengalami kesulitan
melaksanakan tugas-tugas yang membutuhkan ketekunan yang
berkesinambungan. Subyek membutuhkan bimbingan penuh untuk dapat
melaksanakan tugasnya sehingga guru dan orang tua sering berkomunikasi
mengenai kegiatan akademik subyek. Jarang sekali subyek mengalami kesulitan
bermain atau melaksanakan kegiatan dengan tenang di waktu senggangnya.
Subyek jarang mudah terangsang dan impulsive dan tidak pernah
melonyarkan jawaban secara terburu-buru terhadap pertanyaan yang belum
selesai ditanyakan. Subyek sering meninggalkan tempat duduk (ke kamar
mandi) di kelas atau situasi lain dimana dihatapkan untuk tetap duduk diam.
Subyek sangat sering mengalami kesulitan dalam hal menunggu atau
mengantri, menetapkan fokusnya dan sering mengalami kesulitan ketika
mengerjakan tugas tanpa dibantu oleh orang lain dan tidak tepat pada
waktunya. Namun subyek tidak mudah tersinggung dan terganggu oleh orang
lain. Subyek terkadang tidak dapat mengikuti perintah secara berurutan dan
terkadang menghilangkan benda-benda yang diperlukan untuk menyesuaikan
tugas atau kegiatan lain. Subyek sangat sering terpecah fokusnya ketika diberi
petunjuk atau arahan yang disebabkan oleh rangsangan dari luar dan subyek
sangat sering berperilaku tidak pernah diam dan tidak mengenal lelah terlebih
saat di Mall, subyek sangat sering susah dikendalikan. Subyek tidak pernah
menyela atau memaksakan diri terhadap orang lain. Subyek sering usil dan
mengganggu anak di kelas, tidak mampu mengikuti petunjuk dari guru, sering
tidak bisa diam duduk sehingga sering menggerakkan bagian tubuhnya seperti
kaki atau tangan yang selalu bergerak, dan sering melamun pada saat
melaksanakan tugas namun subyek kadang-kadang bersikap hiperaktive.

E. Diagnosis Permasalahan

1. Kesulitan/Permasalahan Subjek

Subyek merupakan penyandang attention deficit hyperactivity disorder atau


ADHD dengan gangguan diagnosis lainnya yaitu: tuna grahita ringan,
autisme ringan, epilepsi, gangguan bicara, gangguan konsentrasi, gangguan
tidur,gangguan makan dan disleksia.

2. Latar Kehidupan

Subyek memiliki latar belakang pre natal berupa gangguan kehamilan yang
dialami sang ibu. Ibu mengalami hyperemesis gravidarum (mual dan muntah
terus-menerus selama kehamilan, pada kondisi ibu, dialami selama 9 bulan
kehamilan). Pada usia 2 tahun, Subyek mendapatkan pemeriksaan
pertamanya di klinik tumbuh kembang dengan diagnosis hiperaktivitas.
Selain itu, berdasaran informasi orang tua, Ananda sempat mengalami
keterlambatan dalam kemampuan verbalnya. Pada usia 2 tahun, subyek
mengungkapkan perasaannya (berkomunikasi) dengan cara berlari.
Sementara pada usia 4 tahun, subyek baru bisa mengucapkan kata "mbah"
untuk menyebut ayah dan ibu. Hal ini yang kemudian membuat
perkembangan psikologis subyek menjadi tidak optimal. Sehingga perlu
diperdalam untuk kemudian dapat diberikan fasilitas agar dapat mendukung
perkembangan psikologisnya.

Subyek dibesarkan oleh orang tua biologisnya. Selain tinggal bersama orang
tua, subyek juga tinggal bersama satu adik kandungnya, yaitu RH berusia 5
tahun. Ibu subyek menerapkan pola asuh basic parenting, seperti
penanaman kedisiplinan dan pemberian hukuman-hadiah. Hadiah yang
diberikan ibu berupa pujian dan materi yang diinginkan subyek. Namun, sang
ibu mengaku tidak dapat memberikan hukuman karena kondisi subyek yang
saat itu selalu meledak-ledak ketika ibu menerapkan hukuman. Ibu
menyampaikan bahwa ia pernah sekali menghukum subyek dengan
membatasi ruang geraknya (mengunci di ruangan), namun yang terjadi
adalah perilaku subyek yang semakin meledak-ledak dengan berteriak,
menggendor pintu, menendang barang dan malah tidak dapat dikondisikan
oleh sang ibu. Sejak itu, Ibu tidak pernah lagi memberikan hukuman
semacam itu kepada subyek. Ayah jarang terlibat dalam pengasuhan.

3. Kondisi atau Situasi Pemicu

Kaplah H.I. & Sadock B.J. (2007) ada beberapa kondisi yang diduga sebagai
faktor resiko penyebeb ADHD yaitu, terpaparnya alkohol, timbal, atau kokain
saat kehamilan, adanya trauma neurologis saat persalinan, kelahiran
premature, berat badan bayi yang lahir rendah, adanya infeksi otak, trauma
kepala, kejang, sindrome Tourette, dan riwayat retradasi mental. Dan kondisi
atau situasi pemicu yang paling memungkinkan yang menjadi penyebab
subyek memiliki ADHD yaitu riwayat pre-natal yang berupa gangguan
kehamilan yang dialami oleh sang ibu yang mengalami hyperemesis
gravidarum (mual dan muntah terus-menerus selama kehamilan, pada
kondisi ibu, dialami selama 9 bulan kehamilan). Hal tersebut dapat
menjadikan janin mengalami kurangnya asupan gizi. Dan juga kejang dapat
menjadi salah satu faktor penyebab subyek mengalami ADHD karena mulai
dari usia 10 bulan hingga usia 4 tahun, subyek telah mengalami enam kali
kejang. Kondisi ini lebih sering muncul saat subyek mulai mampu melakukan
gerakan motoriknya.

Subjek juga memiliki riwayat keturunan autisme dari keluarga ayahnya. Ada
beberapa saudara subjek yang juga mengalami autisme, tuna grahita dan
ADHD.

4. Akar Permasalahan

Subyek memiliki latar belakang pre-natal berupa gangguan kehamilan


yang dialami sang ibu. Ibu mengalami hyperemesis gravidarum (mual dan
muntah terus-menerus selama kehamilan, pada kondisi ibu, dialami selama
9 bulan kehamilan). Pada usia 2 tahun, Subyek mendapatkan pemeriksaan
pertamanya di klinik tumbuh kembang dengan diagnosis hiperaktivitas.
Subyek dilaporkan oleh orang tuanya mengalami kejang demam kompleks.
Dimulai dari usia 10 bulan hingga usia 4 tahun, subyek telah mengalami
enam kali kejang. Kondisi ini lebih sering muncul saat subyek mulai mampu
melakukan gerakan motoriknya. Namun demikian, motorik halus subyek
belum berkembang secara optimal pada saat usia 5 tahun.

Adanya aktivitas listrik yang abnormal pada otak subjek juga menjadi
pemicu keterbatasan yang dialami oleh subjek. Saat kecil, subjek pernah
ditest EEG oleh dokter.

Faktor Hereditas atau keturunan yang diturunkan oleh ayah subjek juga
menjadi akar pada ADHD juga autisme pada subjek.
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Hasil
Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan kepada Guru juga
orangtua subjek, didapatkan hasil bahwa subjek mengalami gangguan ADHD,
Tuna grahita ringan dan Autisme ringan. Hal ini menurut diagnosa dari dokter
anak dan psikolog pada saat subjek berusia 2 tahun.
Faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya ADHD, disebutkan oleh
Baihaqi, dkk., (2006) dalam Nathania (2018), antara lain:
1. Faktor genetika
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari apakah ADHD
merupakan kondisi yang diturunkan melalui genetika. Dikatakan bahwa ada
keterkaitan antara ADHD dan salah satu jenis gen reseptor dopamine, yaitu
DRD4 (seven-repeat form). Aktivitas dopaminergik yang menurun, sangat
berpengaruh dalam memunculkan simtom-simtom perilaku ADHD.
Ditemukan pula bahwa jika orang tua mengalami ADHD, anak-anaknya
memiliki resiko ADHD sebesar 60%. Demikian pula studi pada anak kembar,
menyajikan bahwa apabila salah satu anak mengalami ADHD, maka 70-80%
saudara kembarnya pun mengalami ADHD.
Sedangkan menurut Rinarki (2018) dalam Maghfiroh & Rif’ati, (2019)
menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan autisme
pada anak, hal ini tidak dapat dipastikan dikarenakan dalam tahap penelitian
oleh para ilmuan. Salah satu faktor penyebab anak menderita autisme adalah
faktor genetik atau hereditas. Anggota keluarga penyandang autis terindikasi
menderita autis dengan peluang 50 sampai 200 kali lebih tinggi daripada
populasi secara keseluruhan. Keluarga yang memiliki kembar monozigotik lebih
berpeluang menderita autis ketika pasangannya autis, daripada kembang
dizigotik. Akan tetapi penelitian belum menemukan gen tertentu yang berkaitan
dengan autism.
Subjek menderita gangguan ADHD dan autisme tersebut karena adanya
faktor genetik yang diturunkan dari ayah subjek. Menurut Ibu subjek, adik subjek
juga memiliki gejala yang sama seperti yang dialami oleh subjek. Namun belum
dilakukan diagnosa lebih lanjut karena keterbatasan biaya. Subjek memiliki
beberapa saudara sepupu yang sudah didiagnosis Autisme Sedang, Tuna
Grahita sedang dan ADHD.
Saat berusia 10 bulan subjek mengalami kejang demam kompleks atau
epilepsi yang kambuh secara berkala sampai usia 9 tahun. Subjek meminum
obat Asam Valporat sebagai obat pereda kejang pada epilepsi yang diderita.
Selain kejang, subjek juga mengalami gangguan tidur. Subjek tidur biasanya
sekitar tengah malam sehingga saat pagi waktunya sekolah subjek masih
mengantuk. Subjek juga mengalami gangguan makan. Subjek hanya mau
makan bubur sampai usia 5 tahun. Jika diberikan nasi, subjek akan muntah-
muntah. Subjek juga enggan makan sayur. Saat mendapatkan tugas yang
menurut subjek berat, ia akan memukuli kepalanya berkali-kali.
Subjek juga mengalami keterlambatan dalam kemampuan verbalnya.
Pada usia 2 tahun, subjek mengungkapkan perasaannya (berkomunikasi)
dengan cara berlari. Sementara pada usia 4 tahun, subjek baru bisa
mengucapkan kata “mbah” untuk menyebut ayah dan ibu. Hal ini kemudian
membuat perkembangan psikologis subjek menjadi tidak optimal. Hal tersebut
sesuai dengan yang diungkapkan oleh Mangunsong (2011) dalam Rif’ati (2019)
mengatakan bahwa terdapat beberapa bagian gangguan yang berdampak
pada perkembangan anak autis diantaranya sebagai berikut :
1) Gangguan kognisi. Gangguan kognisi yang terjadi pada danak autis
seperti, kesulitan dalam koding informasi, mengandalakan terjemahan
secara literal mengingat sesuatu berdasarkan lokasi ruanagn
daripada pemahaman konsepnya, memiliki “echo box-like memory
store”, serta lemah dalam tugas yang memahami secara verbal dan
bahasa yang ekspresif.
2) Gangguan tidur dan makan. Anak autis mengalami terbaliknya pola
tidur dan terbangun ditengah malam, sukar terhadap makanan
tertentu, menuntut hanya makan makanan yang terbatas, dan menolak
mencoba makanan baru.
3) Gangguan kejang. Kejang epilepsi pada sekitar 10-25% anak
autis. Ada korelasi tinggi antara serangan kejang dengan beratnya
retardasi mental, derajat disfungsi susunan syaraf pusat.

Subjek memiliki gangguan konsentrasi. Subjek sering sulit


mempertahankan perhatian pada waktu melaksanakan tugas. Subjek
senang menggunting-gunting benda di sekitarnya, atau memberikan lem
pada layangan. Jika disekolah, subjek senang meraut pensil milik
temannya. Saat di kelas, subjek suka berlari-lari berlebihan dan tidak bisa
duduk diam (sering meninggalkan tempat duduk di kelas). Subjek sering
izin ke toilet pada gurunya. Saat diberi permainan atau tugas seperti
menyelesaikan lego, subjek sering gagal untuk menyelesaikannya. Subjek
lambat dalam menyelesaikan tugas di sekolah karena perhatiannya sering
teralihkan pada hal-hal lain di sekitarnya. Subjek menghindari, enggan
dan mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugas-tugas yang
membutuhkan ketekunan yang berkesinambungan. Subjek mengalami
kesulitan untuk antri atau menunggu giliran dalam situasi kelompok.
Namun subjek adalah pribadi yang tidak mudah tersinggung oleh orang
lain.

Saat orangtua subjek mengajak subjek ke tempat umum seperti pasar


atau Mall, subjek sulit dikendalikan dan berlarian. Hal ini sesuai dengan
karakteristik anak ADHD menurut DSM IV-TR.

Subjek didiagnosis mengalami ADHD dan autisme ringan juga tuna


grahita ringan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Amin,
(1995)mengenai karakteristik anak tunagrahita ringan sebagai berikut:

a. Banyak yang lancar berbicara tetapi kurang perbendaharaan kata.

b. Mengalami kesukaran berfikir abstrak.


c. Dapat mengikuti pelajaran akademik baik disekolah biasa maupun di
sekolah khusus

d. Pada umumnya umur 16 tahun baru dapat mencapai umur kecerdasan


yang sama dengan anak umur 12 tahun.

e. Karakteristik fisik anak tunagrahita ringan nampak seperti anak normal,


hanya sedikit mengalami kelambatan dalam kemampuan sensomotorik.

f. Karakteristik psikis anak tunagrahita ringan meliputi: kemampuan berfikir


rendah, perhatian dan ingatannya lemah, sehingga mengalami kesulitan
untuk mengerjakan tugas-tugas yang melibatkan fungsi mental dan
intelektualnya, kurang memiliki perbendaharaan kata, serta kurang
mampu berfikir abstrak.

g. Karakteristik sosial anak tunagrahita ringan yaitu mampu bergaul,


menyesuaikan dilingkungan yang tidak terbatas pada keluarga saja,
namun ada yang mampu mandiri dalam masyarakat, mampu melakukan
pekerjaan yang sederhana dan melakukannya secara penuh sebagai
orang dewasa.

Saat subjek mengikuti lomba memasukkan pensil ke dalam botol


untuk merayakan 17 Agustus di kampung tempat tinggalnya, subjek
memasukkan pensil tersebut ke botol milik orang lain. Subjek juga pernah
ditanya oleh guru subjek jika disuruh memilih untuk sekolah lalu bekerja
atau berperang, subjek menjawab subjek akan memilih ikut berperang lalu
mati ditembak dan dikubur. Subjek bisa melakukan kebutuhan pribadi
subjek sendiri seperti mandi dan memakai baju sendiri, namun terkadang
tidak rapi.

Subjek berusia 11 tahun dan sekarang bersekolah di SLB kelas 3


SD. Saat berusia 6 tahun, subjek pernah melakukan tes psikologis di LPT
Universitas Merdeka Malang. Pada tes psikologi tersebut didapatkan hasil
bahwa subjek memiliki IQ = 80 (Skala Binet), termasuk dalam kapasitas di
bawah rata-rata jika dibandingkan dengan anak-anak pada kelompok
usianya.

B. Rancangan Intervensi
Beberapa alternatif sebagai upaya untuk mengatasi dan memperbaiki
situasi permasalahan yang dihadapi oleh subjek :
1. Senam Otak (Brain game)
Senam otak (brain game ) ditemukan oleh Paul E. Dennison, Ph.D dan
istrrinya Gail E. Dennison sebagai bagian dari Educational-
Kineisology. Senam otak diciptakan untuk menolong para pelajar agar
dapat memanfaatkan seluruh potensi belajar alamiah yang terpendam
melalui gerakan tubuh dan sentuhan. Gerakan adalah salah satu kunci
dari proses perkembangan dan pembelajaran. Senam otak merupakan
rangkaian gerakan yang akan merangsang aspek-aspek tertentu dari
otak dan membantu kerjasama belahan otak kanan dan kiri. Hal ini
akan mengoptimalkan penggunaan seluruh bagian otak dalam proses
belajar atau aktivitas lainnya serta menyingkirkan hambatan-hambatan
dalam belajar.
2. Pemberian program olahraga berenang pada subjek. Hal ini dilakukan
untuk mengurangi perilaku hiperaktif subjek. Dengan memberikan
aktivitas fisik kepada subjek maka akan menyalurkan energi subjek
secara bermanfaat dan olahraga bisa menjadi salah satu intervensi
yang tepat bagi subjek, mengingat subjek juga sangat senang dengan
air.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) merupakan kondisi


neurobiologis yang ditandai dengan ciri-ciri hiperaktif, impulsif, dan
kesulitan dalam mempertahankan perhatian. Anak-anak dengan ADHD
memiliki perilaku yang berbeda dengan anak-anak biasa, seperti gelisah,
sulit diam, sering meninggalkan tempat duduk, berbicara berlebihan, dan
kurangnya kesabaran. ADHD dapat mempengaruhi perkembangan anak
secara sosial, emosional, dan akademik.

Ciri-ciri ADHD pada anak meliputi gerakan tubuh yang gelisah, sulit
untuk diam, sulit berkonsentrasi, serta perilaku impulsif dan berbicara
berlebihan. Faktor penyebab ADHD meliputi faktor neurologis, toksik,
genetik, dan faktor kultural dan psikososial. Kondisi ini dapat terjadi sejak
bayi dan dapat berkembang menjadi tiga tipe ADHD, yaitu tipe gabungan,
tipe kurang memperhatikan, dan tipe hiperaktif-impulsif.

Dalam mengelola anak dengan ADHD, penting bagi orang tua dan
guru untuk menghadapi tantangan yang muncul dengan pendekatan yang
tepat. Anak hiperaktif membutuhkan outlet untuk energi mereka, seperti
melalui permainan dan olahraga. Media pembelajaran yang
memanfaatkan visual, seperti gambar, juga dapat membantu anak
hiperaktif untuk lebih fokus dan terlibat dalam proses pembelajaran.

Dalam melibatkan anak hiperaktif dalam pembelajaran, peran guru


sangat penting. Guru perlu meningkatkan pengetahuan mereka tentang
ADHD dan mencari metode pengajaran yang sesuai untuk anak-anak
dengan ADHD. Dengan pendekatan yang tepat, pembelajaran dapat
menjadi lebih menyenangkan bagi anak hiperaktif, dan ini dapat
berdampak positif pada prestasi akademik mereka.
Kesimpulannya, ADHD adalah kondisi neurobiologis yang
memengaruhi perilaku dan perkembangan anak. Ciri-ciri ADHD meliputi
hiperaktivitas, impulsifitas, dan kurangnya perhatian. Faktor penyebab
ADHD meliputi faktor neurologis, toksik, genetik, dan faktor kultural dan
psikososial. Dalam mengelola ADHD, penting untuk memberikan outlet
bagi energi anak melalui permainan dan olahraga, serta menggunakan
metode pembelajaran yang sesuai. Dengan dukungan orang tua dan guru
yang baik, anak-anak dengan ADHD dapat mengatasi tantangan dan
mencapai potensi mereka.

B. Saran

Saran-Saran untuk Mengelola ADHD pada Anak Attention Deficit


Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah kondisi neurobiologis yang
mempengaruhi perkembangan anak dalam hal perhatian, impulsivitas,
dan hiperaktivitas. Mengelola ADHD pada anak memerlukan pendekatan
yang komprehensif dan melibatkan berbagai pihak, termasuk orang tua,
pendidik, tenaga medis, dan lingkungan sekolah. Berikut adalah beberapa
saran yang dapat membantu dalam mengelola ADHD pada anak:

1. Pendidikan dan Kesadaran: Penting untuk meningkatkan


pemahaman tentang ADHD di kalangan masyarakat, terutama di
kalangan orang tua, pendidik, dan tenaga medis. Kampanye pendidikan
dan kesadaran tentang ADHD dapat membantu menghilangkan stigma
dan kesalahpahaman yang terkait dengan kondisi ini. Semakin banyak
orang yang memahami ADHD, semakin baik mereka dapat mendukung
anak-anak dengan ADHD dalam lingkungan sekolah dan keluarga.

2. Pengenalan Dini dan Diagnosis: Pendekatan terbaik dalam


mengelola ADHD adalah dengan mendeteksinya sejak dini. Mengedukasi
guru dan tenaga medis tentang tanda-tanda dan gejala ADHD akan
membantu dalam proses diagnosis yang akurat. Program skrining yang
efektif juga dapat diperkenalkan di sekolah untuk mengidentifikasi anak-
anak yang mungkin mengalami ADHD dan mengarahkan mereka ke
perawatan yang tepat.

3. Pendekatan Terpadu: Anak-anak dengan ADHD membutuhkan


pendekatan terpadu yang melibatkan kolaborasi antara orang tua,
pendidik, ahli terkait, dan tenaga medis. Tim multidisiplin dapat bekerja
bersama untuk merancang rencana pengelolaan yang komprehensif untuk
memenuhi kebutuhan individu anak. Pendekatan ini dapat mencakup
penggunaan terapi perilaku, terapi obat, modifikasi lingkungan, dan
dukungan sosial yang tepat.

4. Penggunaan Teknologi: Teknologi dapat menjadi alat yang efektif


dalam mengelola ADHD. Aplikasi dan perangkat lunak khusus dirancang
untuk membantu anak-anak dengan ADHD dalam memperbaiki perhatian,
organisasi, dan regulasi emosi mereka. Dalam lingkungan pendidikan,
penggunaan teknologi dapat membantu dalam membuat pembelajaran
lebih menarik dan terlibat bagi anak-anak dengan ADHD.

5. Dukungan Emosional: Penting untuk menyediakan dukungan


emosional bagi anak-anak dengan ADHD. Membantu mereka memahami
kondisi mereka dan memberikan ruang bagi mereka untuk berbicara
tentang perasaan dan tantangan yang mereka hadapi dapat membantu
mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan mental mereka.
Program dukungan kelompok atau konseling individu dapat menjadi
sumber dukungan yang penting bagi anak-anak dengan ADHD.

Dalam mengelola ADHD pada anak, kolaborasi yang kuat antara orang
tua, pendidik, dan tenaga medis adalah kunci. Kerjasama yang baik dalam
memberikan pendidikan dan perawatan yang tepat akan membantu anak-
anak dengan ADHD mencapai potensi penuh mereka dan
mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk sukses dalam
kehidupan. Dengan penerapan saran-saran di atas, diharapkan
pengelolaan ADHD pada anak dapat meningkatkan kualitas hidup mereka
secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, M. (1995). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Bandung: Depdikbud.

Astrella, N. B. (2018). ADHD Pada Anak Dengan Retardasi Mental. Jurnal Psikologi :
Jurnal Ilmiah Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan, 5(1), 38–49.
Retrieved from https://jurnal.yudharta.ac.id/v2/index.php/ILMU-PSIKOLOGI/article/
view/1171

Baihaqi, M., Sugiarmin, M., & Anna, S. (2006). Memahami dan membantu anak ADHD.
Jakarta: Refika Aditama.

Kaplan H.I. & Sadock, B. J. (2007). Attention deficit disorder. Synopsis of Psychiatry.

Maghfiroh, V. S., & Rif’ati, M. I. (2019). Psikoedukasi Autisme (Autisme Spectrum


Disorder) (Universitas Airlangga). Universitas Airlangga. Retrieved from
https://www.researchgate.net/publication/335291771_PSIKOEDUKASI_AUTISME_
AUTISM_SPECTRUM_DISORDER

Sugiyono. (2015). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

You might also like