Professional Documents
Culture Documents
Disusun Untuk Memenuhi Tugas UAS Psikologi Pendidikan Anak Luar Biasa
Dosen Pengampu
Disusun oleh:
FAKULTAS PSIKOLOGI
2023
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas UAS untuk mata kuliah Psikologi Pendidikan Anak
Luar Biasa, dengan judul “ANAK DENGAN GANGGUAN ADHD”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga makalah
ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena
itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan psikologi.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laporan Praktikum ini dibuat sebagai hasil praktikum pada anak dengan
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) yang biasa dikenal dengan Anak
Luar Biasa.
ADHD mengganggu kehidupan sehari-hari anak baik di sekolah maupun
di lingkungan sosial. Anak-anak dengan ADHD sering mengalami kesulitan
menyelesaikan tugas sekolah, menjaga hubungan yang sehat, dan
mengendalikan perilaku impulsif. Di kelas, anak-anak ini sering mengalami
kesulitan dalam memperhatikan, mengikuti instruksi, dan mengerjakan tugas
dengan baik.
ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Hal
ini biasanya digunakan untuk menggambarkan anak- anak yang memiliki tiga
jenis masalah utama yaitu: perilaku terlalu aktif (hiperaktif), perilaku impulsif, dan
kesulitan memperhatikan/ konsentrasi. Anak dengan ADHD seringkali
menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam
bidang pendidikan. Subyek laporan praktikum ini bernama juga seorang anak
dengan ADHD dan gangguan terdiagnosis lainnya termasuk epilepsi, gangguan
bicara, gangguan pemusatan perhatian, gangguan tidur dan disleksia. Adanya
berbagai penyakit tersebut berdampak negatif terhadap perkembangan
psikologis, kemampuan akademik, dan interaksi sosial subjek.
Penting untuk memahami sepenuhnya dampak ADHD dan gangguan
diagnosis lainnya pada anak-anak, terutama di lingkungan pendidikan. Dengan
pemahaman yang lebih baik tentang tantangan yang dihadapi anak-anak ini,
strategi dan intervensi yang tepat dapat diidentifikasi untuk membantu mereka
mencapai potensi penuh mereka. Oleh karena itu, tujuan dari studi praktis ini
adalah untuk menganalisis dampak ADHD dan gangguan diagnostik lainnya
pada anak menggunakan pendekatan observasi dan wawancara kepada orang
tua dan guru anak. Dengan bantuan penelitian ini diharapkan dapat lebih
memahami kondisi dan solusi yang tepat untuk membantu perkembangannya.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mendapatkan pemahaman yang
lebih mendalam tentang karakteristik dan tantangan anak-anak dengan ADHD.
Tujuan dari latihan ini juga untuk mengenalkan berbagai pendekatan dan strategi
intervensi yang dapat secara efektif membantu anak-anak dengan ADHD.
Dengan mengikuti praktikum ini, diharapkan pembaca dapat mengenali
gejala ADHD pada anak, memahami faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan anak dengan ADHD dan mengembangkan keterampilan untuk
memulai intervensi yang tepat untuk merancang dan menerapkan untuk
membantu anak-anak tersebut. memaksimalkan potensi mereka.
C. Manfaat Praktikum
Praktikum ini memiliki manfaat penting bagi pembaca. Laporan
praktikum ini akan membantu meningkatkan pemahaman mengenai ADHD dan
memberikan wawasan tentang strategi dan intervensi yang dapat digunakan
untuk menangani kasus ADHD. Hasil laporan praktikum ini juga
akan memberikan pengalaman praktis dengan anak-anak yang membutuhkan
dukungan khusus.
Pada saat yang sama, anak-anak ADHD mendapat manfaat dari para
profesional yang lebih memahami kebutuhan mereka. Praktikum ini juga
membantu meningkatkan layanan kepada anak-anak ini di sekolah, di keluarga
dan di masyarakat luas. Oleh karena itu, diharapkan hasil laporan praktikum ini
akan memberikan kontribusi yang signifikan untuk memahami dan merawat
anak-anak dengan ADHD dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian ADHD
Anak luar biasa didefinisikan sebagai anak-anak yang berbeda dengan anak-
anak yang biasa dalam hal ciri-ciri mental, kemampuan sensorik, kemampuan
komunikasi, tingkah laku sosial, ataupun ciri-ciri fisik. Mereka memerlukan layanan
khusus ketika belajar sehingga program layanan pendidikannya harus bisa
menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan kekhususan mereka.Menurut pendapat Eric
Taylor, kata “hiperaktivitas” (hiperaktivity) digunakan untuk menyatakan suatu pola
perilaku pada seseorang yang menunjukkan sikap tidak mau diam, tidak menaruh
perhatian dan impulsif (semau gue). Gronlund, dkk menyatakan bahwa hiperaktivitas
biasanya ditandai dengan adanya kecendrungan untuk melakukan aktivitas motorik
secara berlebihan dan tidak memiliki tujuan sehingga menimbulkan kesulitan dalam
menyelesaikan tugas terstruktur dan beradaptasi dengan tuntunan situasi tertentu.
Perilaku hiperaktif sering terjadi karena individu tidak dapat mengontrol sikap dan
tindakannya. Karakteristik perilaku hiperaktif yaitu seperti sering meninggalkan tempat
duduk didalam kelas atau dalam situasi lainnya, sikap lain yang muncul adalahia sering
lari dan naik keatas meja kursi, mengalami kesulitan dalam bermain/kegiatan waktu
senggang, berbicara berlebihan, tidak sabar menunggu giliran dan sering mengganggu
orang lain, misalnya memotong pembicaraan atau permainan, karakteristik ini
umumnya dialami oleh anak hiperaktif. Akibatnya mereka mengalami kesulitan didalam
mengontrol diri dan mengganggu orang lain, serta berpengaruh kepada keberhasilan
akademiknya.
B. Ciri-ciri ADHD
Ciri-ciri anak hiperaktif pada anak dapat dilihat dengan mengamati gerakan-
gerakan tubuhnya seperti tangan dan kaki sering tidak bisa diam atau dengan duduk
resah, sering meninggalkan kursi di kelas atau dalam situasi lainnya sering lari kesana
kemari, melompat-lompat, atau bangun dari duduk ketika diharapkan untuk tetap dalam
situasi tenang duduk manis, sering tidak bisa duduk diam jika sedang bermain atau
menggunakan waktu luangnya dan bergerak terus atau sering bertindak seakan-akan
anak tersebut digerakan atau didorong oleh sebuah mesin. Anak hiperaktif juga
menunjukan ciri dengan bahasa verbal yaitu seringnya ia berbicara terlalu banyak, terus
menerus atau kegelisahan dan berbelit-belit.
Kemudian ada beberapa ciri anak hiperaktif yang dikemukakan oleh shvoong,
diantaranya adalah:
1. Tidak Fokus Pada Anda hiperaktif kebanyakan dari kegiatan yang sedang dia
lakukan tidak bisa bertahan lama. Saat dia bermain bola, kemudian ada anak
lain yang melintas di depan sambil membawa balon, dia akan membuang
bolanya dan ikut bermain balon bersama anak lain. Begitu ada anak lain yang
berbeda, dia bisa mengalihkan perhatiannya untuk mengikuti anak tersebut.
Anak hiperaktif tidak bias bertahan diam lebih dari 5 menit. Anak ini juga suka
berteriakteriak tidak jelas, dan berbicara semaunya. Juga memiliki sikap yang
tidak mudah dipahami.
2. Sifat Menentang
Anak hiperaktif lebih sulit dinasehati dari pada anak non-hiperaktif. Misal, ia
sedang bermain naik turun tangga dan kita memintanya untuk berhenti, ia akan
diam saja atau marah dengan tetap melanjutkan bermain.
1. Faktor neurologik, Insiden hiperaktif yang lebih tinggi didapatkan pada bayi yang lahir
dengan masalah-masalah prenatal seperti lamanya proses persalinan, distres fetal,
persalinan dengan cara ekstraksi forcep, toksi miagravidarum dibandingkan dengan
kehamilan dan persalinan normal. Di samping itu faktor-faktor seperti bayi yang lahir
dengan berat badan yang rendah, ibu yang terlalu muda, ibu yang merokok dan minum
alkohol juga meninggikan insiden hiperaktif.
2. Faktor toksik, Beberapa zat makanan seperti salisilat dan bahanbahan pengawet
memiliki potensi untuk membentuk perilaku hiperaktif pada anak. Di samping itu, kadar
timah dalam serum darah anak yang meningkat, ibu yang merokok dan mengkonsumsi
alkohol, terkena sinar X pada saat hamil juga dapat melahirkan calon anak hiperaktif.
3. Faktor genetic, didapatkan korelasi yang tinggi dari hiperaktif yang terjadi pada
keluarga dengan anak hiperaktif. Kurang lebih sekitar 25-35% dari orang tua dan
saudara yang masa kecilnya hiperaktif akan menurun pada anak. Hal ini juga terlihat
pada anak kembar.
4. Faktor kultural dan psikososial; 1) Pemanjaan; 2) Kurang disiplin dan pengawasan; 3)
Orientasi kesenangan; 4) Hukuman
D. Perkembangan ADHD
Perkembangan anak hiperaktif atau ADHD menurut MIF. Baihaqi dan M.
Sugiarmin (2006:7) dapat dibedakan ke dalam tiga tipe.
Untuk mengetahui ADHD atau Hiperaktif tipe ini, dapat didiagnosis/dideteksi oleh
adanya paling sedikit 6 diantara 9 kriteria untuk perhatian, ditambah paling sedikit 6
diantara 9 kriteria untuk hiperaktivitas impulsifitas. Munculnya 6 gejala tersebut berkali-
kali sampai dengan tingkat yang signifikan disertai adanya beberapa bukti, antara lain
sebagai berikut.
kemampuan akademik
d) Gangguan ini tidak dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh kondisi
Untuk mengetahui ADHD tipe ini, dapat didiagnosis oleh adanya paling sedikit 6
diantara 9 gejala untuk ‘perhatian’ dan mengakui bahwa individu-individu tertentu
mengalami sikap kurang memperhatikan yang mendalam tanpa
hiperaktivitas/impulsifitas.
3. Tipe ADHD hiperaktif impulsif
Tipe ketiga ini menuntut paling sedikit 6 diantara 9 gejala yang terdaftar pada bagian
hiperaktif impulsifitas. Tipe ADHD kurang memperhatikan ini mengacu pada anak-anak
yang mengalami kesulitan lebih besar dengan memori (ingatan) mereka dan kecepatan
motor perseptual (persepsi gerak), cenderung untuk melamun, dan kerap kali
menyendiri secara sosial.
E. Kerangka Berpikir
Anak hiperaktif memiliki kelebihan energi, sering berteriak-teriak, tidak mau antri,
merebut mainan lari kesana-kemari, karena itu tidak bijaksana apabila mengharuskan
anak hiperaktif diberi kesempatan menyalurkan energinya. Misalnya mengelolah
perilaku dengan permainanpermainan. Misalnya dalam pembelajaran olahraga anak
diajarkan dalam menangkap bola, bermain bola, lari-lari, bermain puzzle, senam,
supaya bisa menyalurkan hiperaktifnya.
Dalam proses anak hiperaktif bisa dengan bantuan media dalam pembelajaran
visual melalui gambar, anak hiperaktif bisa fokus memperhatikan media apa yang
dibawa oleh ibu gurunya di depan kelas, sehingga peroses pembelajaran anak
hiperaktif tidak semudah pada umumnya, dimana peran guru dituntut untuk selalu
menambah pengetahuan dan mencari metode pengajaran yang sesuai, apabila guru
dapat mengajarkan metode yang tepat maka pembelajaran akan berubah menjadi
pembelajaran yang menyenangkan dan pada akhirnya prestasi anak hiperaktif dapat
meningkat.
BAB III
DESKRIPSI MASALAH
A. Pengumpulan Data
1. Wawancara
5. Dokumentasi
2. Observasi
Kegiatan observasi membantu penulis untuk memperoleh data secara
keseluruhan dalam situasi sosial tertentu, sehingga penulis memperoleh
pandangan yang menyeluruh terhadap subyek. Observasi yang dilakukan
selama proses kegiatan subyek saat berada di rumah dan di sekolah.
C. Identifikasi Kasus
1. Data Subjek
Nama Inisial : M. I. L. A
Agama : Islam
2. Keadaan Keluarga :
M. I. L. A tinggal bersama dengan kedua orang tua kandungnya, selain dengan
orang tua kandungnya, subyek juga tinggal bersama dengan adiknya yang
berinisial RH yang berusia 5 tahun. Ibu kandung subyek menerapkan pola asuh
basic parenting, seperti menerapkan kedisiplinan dan pemberian hukuman-
hadiah. Ayah dari subyek kurang aktif terlibat dalam pengasuhan karena ayah
subyek berada di rumah pada saat pukul 14.00 - 22.00 selebihnya digunakan
untuk beristirahat.
3. Keadaan Lingkungan :
Subyek dibesarkan di kampung yang berada di tengah kota dan melakukan
kegiatan belajar pendidikan formal di SLB Putra Jaya yang berada di kawasan
perumahan yang tenang dan jauh dari kata bising.
4. Kondisi Kesehatan Fisik Subjek:
Subyek memiliki kondisi fisik yang sehat tanpa kekurangan ataupun cacat.
Subyek tampak normal seperti anak pada usianya.
E. Diagnosis Permasalahan
1. Kesulitan/Permasalahan Subjek
2. Latar Kehidupan
Subyek memiliki latar belakang pre natal berupa gangguan kehamilan yang
dialami sang ibu. Ibu mengalami hyperemesis gravidarum (mual dan muntah
terus-menerus selama kehamilan, pada kondisi ibu, dialami selama 9 bulan
kehamilan). Pada usia 2 tahun, Subyek mendapatkan pemeriksaan
pertamanya di klinik tumbuh kembang dengan diagnosis hiperaktivitas.
Selain itu, berdasaran informasi orang tua, Ananda sempat mengalami
keterlambatan dalam kemampuan verbalnya. Pada usia 2 tahun, subyek
mengungkapkan perasaannya (berkomunikasi) dengan cara berlari.
Sementara pada usia 4 tahun, subyek baru bisa mengucapkan kata "mbah"
untuk menyebut ayah dan ibu. Hal ini yang kemudian membuat
perkembangan psikologis subyek menjadi tidak optimal. Sehingga perlu
diperdalam untuk kemudian dapat diberikan fasilitas agar dapat mendukung
perkembangan psikologisnya.
Subyek dibesarkan oleh orang tua biologisnya. Selain tinggal bersama orang
tua, subyek juga tinggal bersama satu adik kandungnya, yaitu RH berusia 5
tahun. Ibu subyek menerapkan pola asuh basic parenting, seperti
penanaman kedisiplinan dan pemberian hukuman-hadiah. Hadiah yang
diberikan ibu berupa pujian dan materi yang diinginkan subyek. Namun, sang
ibu mengaku tidak dapat memberikan hukuman karena kondisi subyek yang
saat itu selalu meledak-ledak ketika ibu menerapkan hukuman. Ibu
menyampaikan bahwa ia pernah sekali menghukum subyek dengan
membatasi ruang geraknya (mengunci di ruangan), namun yang terjadi
adalah perilaku subyek yang semakin meledak-ledak dengan berteriak,
menggendor pintu, menendang barang dan malah tidak dapat dikondisikan
oleh sang ibu. Sejak itu, Ibu tidak pernah lagi memberikan hukuman
semacam itu kepada subyek. Ayah jarang terlibat dalam pengasuhan.
Kaplah H.I. & Sadock B.J. (2007) ada beberapa kondisi yang diduga sebagai
faktor resiko penyebeb ADHD yaitu, terpaparnya alkohol, timbal, atau kokain
saat kehamilan, adanya trauma neurologis saat persalinan, kelahiran
premature, berat badan bayi yang lahir rendah, adanya infeksi otak, trauma
kepala, kejang, sindrome Tourette, dan riwayat retradasi mental. Dan kondisi
atau situasi pemicu yang paling memungkinkan yang menjadi penyebab
subyek memiliki ADHD yaitu riwayat pre-natal yang berupa gangguan
kehamilan yang dialami oleh sang ibu yang mengalami hyperemesis
gravidarum (mual dan muntah terus-menerus selama kehamilan, pada
kondisi ibu, dialami selama 9 bulan kehamilan). Hal tersebut dapat
menjadikan janin mengalami kurangnya asupan gizi. Dan juga kejang dapat
menjadi salah satu faktor penyebab subyek mengalami ADHD karena mulai
dari usia 10 bulan hingga usia 4 tahun, subyek telah mengalami enam kali
kejang. Kondisi ini lebih sering muncul saat subyek mulai mampu melakukan
gerakan motoriknya.
Subjek juga memiliki riwayat keturunan autisme dari keluarga ayahnya. Ada
beberapa saudara subjek yang juga mengalami autisme, tuna grahita dan
ADHD.
4. Akar Permasalahan
Adanya aktivitas listrik yang abnormal pada otak subjek juga menjadi
pemicu keterbatasan yang dialami oleh subjek. Saat kecil, subjek pernah
ditest EEG oleh dokter.
Faktor Hereditas atau keturunan yang diturunkan oleh ayah subjek juga
menjadi akar pada ADHD juga autisme pada subjek.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Hasil
Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan kepada Guru juga
orangtua subjek, didapatkan hasil bahwa subjek mengalami gangguan ADHD,
Tuna grahita ringan dan Autisme ringan. Hal ini menurut diagnosa dari dokter
anak dan psikolog pada saat subjek berusia 2 tahun.
Faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya ADHD, disebutkan oleh
Baihaqi, dkk., (2006) dalam Nathania (2018), antara lain:
1. Faktor genetika
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari apakah ADHD
merupakan kondisi yang diturunkan melalui genetika. Dikatakan bahwa ada
keterkaitan antara ADHD dan salah satu jenis gen reseptor dopamine, yaitu
DRD4 (seven-repeat form). Aktivitas dopaminergik yang menurun, sangat
berpengaruh dalam memunculkan simtom-simtom perilaku ADHD.
Ditemukan pula bahwa jika orang tua mengalami ADHD, anak-anaknya
memiliki resiko ADHD sebesar 60%. Demikian pula studi pada anak kembar,
menyajikan bahwa apabila salah satu anak mengalami ADHD, maka 70-80%
saudara kembarnya pun mengalami ADHD.
Sedangkan menurut Rinarki (2018) dalam Maghfiroh & Rif’ati, (2019)
menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan autisme
pada anak, hal ini tidak dapat dipastikan dikarenakan dalam tahap penelitian
oleh para ilmuan. Salah satu faktor penyebab anak menderita autisme adalah
faktor genetik atau hereditas. Anggota keluarga penyandang autis terindikasi
menderita autis dengan peluang 50 sampai 200 kali lebih tinggi daripada
populasi secara keseluruhan. Keluarga yang memiliki kembar monozigotik lebih
berpeluang menderita autis ketika pasangannya autis, daripada kembang
dizigotik. Akan tetapi penelitian belum menemukan gen tertentu yang berkaitan
dengan autism.
Subjek menderita gangguan ADHD dan autisme tersebut karena adanya
faktor genetik yang diturunkan dari ayah subjek. Menurut Ibu subjek, adik subjek
juga memiliki gejala yang sama seperti yang dialami oleh subjek. Namun belum
dilakukan diagnosa lebih lanjut karena keterbatasan biaya. Subjek memiliki
beberapa saudara sepupu yang sudah didiagnosis Autisme Sedang, Tuna
Grahita sedang dan ADHD.
Saat berusia 10 bulan subjek mengalami kejang demam kompleks atau
epilepsi yang kambuh secara berkala sampai usia 9 tahun. Subjek meminum
obat Asam Valporat sebagai obat pereda kejang pada epilepsi yang diderita.
Selain kejang, subjek juga mengalami gangguan tidur. Subjek tidur biasanya
sekitar tengah malam sehingga saat pagi waktunya sekolah subjek masih
mengantuk. Subjek juga mengalami gangguan makan. Subjek hanya mau
makan bubur sampai usia 5 tahun. Jika diberikan nasi, subjek akan muntah-
muntah. Subjek juga enggan makan sayur. Saat mendapatkan tugas yang
menurut subjek berat, ia akan memukuli kepalanya berkali-kali.
Subjek juga mengalami keterlambatan dalam kemampuan verbalnya.
Pada usia 2 tahun, subjek mengungkapkan perasaannya (berkomunikasi)
dengan cara berlari. Sementara pada usia 4 tahun, subjek baru bisa
mengucapkan kata “mbah” untuk menyebut ayah dan ibu. Hal ini kemudian
membuat perkembangan psikologis subjek menjadi tidak optimal. Hal tersebut
sesuai dengan yang diungkapkan oleh Mangunsong (2011) dalam Rif’ati (2019)
mengatakan bahwa terdapat beberapa bagian gangguan yang berdampak
pada perkembangan anak autis diantaranya sebagai berikut :
1) Gangguan kognisi. Gangguan kognisi yang terjadi pada danak autis
seperti, kesulitan dalam koding informasi, mengandalakan terjemahan
secara literal mengingat sesuatu berdasarkan lokasi ruanagn
daripada pemahaman konsepnya, memiliki “echo box-like memory
store”, serta lemah dalam tugas yang memahami secara verbal dan
bahasa yang ekspresif.
2) Gangguan tidur dan makan. Anak autis mengalami terbaliknya pola
tidur dan terbangun ditengah malam, sukar terhadap makanan
tertentu, menuntut hanya makan makanan yang terbatas, dan menolak
mencoba makanan baru.
3) Gangguan kejang. Kejang epilepsi pada sekitar 10-25% anak
autis. Ada korelasi tinggi antara serangan kejang dengan beratnya
retardasi mental, derajat disfungsi susunan syaraf pusat.
B. Rancangan Intervensi
Beberapa alternatif sebagai upaya untuk mengatasi dan memperbaiki
situasi permasalahan yang dihadapi oleh subjek :
1. Senam Otak (Brain game)
Senam otak (brain game ) ditemukan oleh Paul E. Dennison, Ph.D dan
istrrinya Gail E. Dennison sebagai bagian dari Educational-
Kineisology. Senam otak diciptakan untuk menolong para pelajar agar
dapat memanfaatkan seluruh potensi belajar alamiah yang terpendam
melalui gerakan tubuh dan sentuhan. Gerakan adalah salah satu kunci
dari proses perkembangan dan pembelajaran. Senam otak merupakan
rangkaian gerakan yang akan merangsang aspek-aspek tertentu dari
otak dan membantu kerjasama belahan otak kanan dan kiri. Hal ini
akan mengoptimalkan penggunaan seluruh bagian otak dalam proses
belajar atau aktivitas lainnya serta menyingkirkan hambatan-hambatan
dalam belajar.
2. Pemberian program olahraga berenang pada subjek. Hal ini dilakukan
untuk mengurangi perilaku hiperaktif subjek. Dengan memberikan
aktivitas fisik kepada subjek maka akan menyalurkan energi subjek
secara bermanfaat dan olahraga bisa menjadi salah satu intervensi
yang tepat bagi subjek, mengingat subjek juga sangat senang dengan
air.
BAB V
A. Kesimpulan
Ciri-ciri ADHD pada anak meliputi gerakan tubuh yang gelisah, sulit
untuk diam, sulit berkonsentrasi, serta perilaku impulsif dan berbicara
berlebihan. Faktor penyebab ADHD meliputi faktor neurologis, toksik,
genetik, dan faktor kultural dan psikososial. Kondisi ini dapat terjadi sejak
bayi dan dapat berkembang menjadi tiga tipe ADHD, yaitu tipe gabungan,
tipe kurang memperhatikan, dan tipe hiperaktif-impulsif.
Dalam mengelola anak dengan ADHD, penting bagi orang tua dan
guru untuk menghadapi tantangan yang muncul dengan pendekatan yang
tepat. Anak hiperaktif membutuhkan outlet untuk energi mereka, seperti
melalui permainan dan olahraga. Media pembelajaran yang
memanfaatkan visual, seperti gambar, juga dapat membantu anak
hiperaktif untuk lebih fokus dan terlibat dalam proses pembelajaran.
B. Saran
Dalam mengelola ADHD pada anak, kolaborasi yang kuat antara orang
tua, pendidik, dan tenaga medis adalah kunci. Kerjasama yang baik dalam
memberikan pendidikan dan perawatan yang tepat akan membantu anak-
anak dengan ADHD mencapai potensi penuh mereka dan
mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk sukses dalam
kehidupan. Dengan penerapan saran-saran di atas, diharapkan
pengelolaan ADHD pada anak dapat meningkatkan kualitas hidup mereka
secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA
Astrella, N. B. (2018). ADHD Pada Anak Dengan Retardasi Mental. Jurnal Psikologi :
Jurnal Ilmiah Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan, 5(1), 38–49.
Retrieved from https://jurnal.yudharta.ac.id/v2/index.php/ILMU-PSIKOLOGI/article/
view/1171
Baihaqi, M., Sugiarmin, M., & Anna, S. (2006). Memahami dan membantu anak ADHD.
Jakarta: Refika Aditama.
Kaplan H.I. & Sadock, B. J. (2007). Attention deficit disorder. Synopsis of Psychiatry.