You are on page 1of 29

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS DIABETES

MELITUS DI RUANGAN CEMARA RSUD TORABELO

KABUPATEN SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH

DI SUSUN OLEH :

NAMA : GUNAWAN

NIM : 2021032027

CI LAHAN CI INSTITUSI

Etrika, S.Kep.,Ns Ns. Ahmil,S.Kep.,M.Kes

PROGRAM STUDI NERS PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU

2022

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS

(KONSEP TEORITIS)
A. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis
atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan
volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah
penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau
penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Prabowo, 2015).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai
lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron
(Nugroho, 2017)
International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa prevalensi
diabetes mellitus di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai
penyebab kematian urutan ke tujuh di dunia sedangkan tahun 2013 angka
kejadian diabetes di dunia adalah sebanyak 382 juta jiwa dimana proporsi
kejadian DM tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia. Prevalensi kasus Diabetes
melitus tipe 2 sebanyak 85-90% (Indriastuti, 2015).
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan
defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat.

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


B. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori klinis yaitu:
1. Diabetes melitus tipe 1. Tipe ini disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas
sehingga kekurangan insulin absolut. Umumnya penyakit berkembang kearah
ketoasidosis diabetik yang menyebabkan kematian. Pada diabetes melitus tipe
ini biasanya terjadi sebelum umur 30 tahun dan harus mendapatkan insulin
dari luar. Beberapa faktor resiko dalam diabetes melitus tipe ini adalah:
autoimun, infeksi virus, riwayat keluarga diabetes melitus
2. Diabetes melitus tipe 2. Pada tipe ini pankreas relatif menghasilkan insulin
tetapi insulin yang bekerja kurang sempurna karena adanya resistensi insulin
akibat kegemukan. Faktor genetis dan pola hidup juga sebagai penyebabnya.
Faktor resiko DM tipe 2 adalah : obesitas, stress fisik dan emosional,
kehamilan umur lebih dari 40 tahun, pengobatan dan riwayat keluarga
diabetes melitus. Hampir 90% penderita diabetes melitus adalah diabetes
melitus tipe 2.
3. Diabetes melitus dengan kehamilan atau Diabetes Melitus Gestasional
(DMG), merupakan penyakit diabetes melitus yang muncul pada saat
mengalami kehamilan padahal sebelumnya kadar glukosa darah selalu normal.
Tipe ini akan normal kembali setelah melahirkan. Faktor resiko pada DMG
adalah wanita yang hamil dengan umur lebih dari 25 tahun disertai dengan
riwayat keluarga dengan diabetes melitus, infeksi yang berulang, melahirkan
dengan berat badan bayi lebih dari 4 kg.
4. Diabetes tipe lain disebabkan karena defek genetik fungsi sel beta, defek
genetik fungsi insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat
atau zat kimia, infeksi dan sindrom genetik lain yang berhubungan dengan
diabetes melitus. Beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan, kortisol,
glukagon, dan epinefrin bersifat antagonis atau melawan kerja insulin.
Kelebihan hormone tersebut dapat mengakibatkan diabetes melitus tipe ini

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


C. Anatomi Fisiologi
Anatomi fisiologi pada pasien dengan post debridement dm antara lain
dari anatomi fisiologi pankreas dan kulit.

a. Anatomi Fisiologi Pankreas


Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira
15 cm, lebar5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpadan beratnya rata-
rata 60-90 gram.Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang
lambung.Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di
dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar
pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian
pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari
organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau
terletak pada alat ini.Dari segi perkembanganembriologis, kelenjar
pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang
membentuk usus.Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu Asini
sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum, pulau Langerhans yang
tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan
glukagon langsung ke darah. Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem
endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat
hanya 1-3 % dari berat total pankreas.Pulau langerhans berbentuk ovoid
dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang
terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


yang besarnya 100-225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas
diperkirakan antara 1-2 juta.

b. Anatomi Fisiologi Kulit


Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh dari
pengaruh lingkungan kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan
terluas ukurannya, yaitu 15%dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75 m2.
Rata-rata tebal kulit 1-2mm. paling tebal (6mm) terdapat di telapak tangan
dan kaki dan yang paling tipis (0,5mm) terdapat di penis.Bagian-bagian
kulit manusiasebagai berikut :
1) Epidermis:Epidermis terbagi dalam empat bagian yaitu lapisan basal
atau stratum germinativium, lapisan malphigi atau stratum spinosum,
lapisan glanular atau stratum gronulosum, lapisan tanduk atau stratum
korneum. Epidermis mengandung juga: kelenjarekrin, kelenjar apokrin,
kelenjar sebaseus, rambut dan kuku. Kelenjar keringat adadua jenis,
ekrin dan apokrin. Fungsinya mengatur suhu, menyebabkan panas
dilepaskan dengan cara penguapan. Kelenjar ekrin terdapat disemua
daerah kulit, tetapi tidak terdapat diselaput lendir. Seluruhnya berjulah
antara 2 sampai 5 juta yang terbanyak ditelapak tangan. Kelenjar
apokrin adalah kelenjar keringat besar yang bermuara ke folikelrambut,
terdapat diketiak, daerah anogenital. Puting susu dan areola. Kelenjar
sebaseus terdapat diseluruh tubuh, kecuali di telapak tangan, tapak kaki
dan punggung kaki. Terdapat banyak di kulit kepala, muka, kening, dan
dagu. Sekretnya berupa sebum dan mengandung asam lemak, kolesterol
dan zat lain.
2) Dermis : dermis atau korium merupakan lapisan bawah epidermis dan
diatas jaringan sukutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang dilapisan
atas terjalin rapat (pars papilaris), sedangkan dibagian bawah terjalin
lebih longgar (pars reticularis). Lapisan pars tetucularis mengandung
pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


3) Jaringan subkutan, merupakan lapisan yang langsung dibawah dermis.
Batas antara jaringan subkutan dandermis tidak tegas.Sel-sel yang
terbanyak adalah limposit yang menghasilkan banyak lemak.Jaringan
sebkutan mengandung saraf, pembuluh darah limfe.Kandungan rambut
dan di lapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjar keringan.Fungsi
dari jaringan subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma
dan tempat penumpukan energy.

D. Etiologi
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes
tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki
tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses
imun lainnya.(Perkeni, 2015)
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.(Perkeni, 2015)
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β
pancreas. (Perkeni, 2015)

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat.DMTTI ditandai dengan kelainan dalam
sekresi insulin maupun dalam kerja insulin.Pada awalnya tampak terdapat
resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.Insulin mula-mula
mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian
terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus
membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan
insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah
tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system
transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu
yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya
sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan
euglikemia.Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk
Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi
terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,


diantaranya adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


E. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak
terukur oleh hati.Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di
ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin
mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh
apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan
dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan
latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen
terapi yang penting.
Diabetes tipe II.Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel
beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka
kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak
dan produksi badan keton yang menyertainya.Karena itu ketoasidosis diabetik
tidak terjadi pada diabetes tipe II.Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak
terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas.Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat
berjalan tanpa terdeteksi.Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi,
luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang
kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi). (Perkeni, 2015)

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU
F. Pathways
Reaksi autoimun Obesitas , Usia, Genetik

DM Tipe 1 DM Tipe 2

Sel beta pancreas hancur Sel beta pancreas hancur


Defisiensi insulin

Anabolisme protein Katabolisme protein Lipolisis meningkat Penurunan


pemakaian glukosa
Gliserol asam lemak bebas
Kerusakan pada antibody Merangsang hipotalamus
Hiperglikemia

Kekebalan tubuh Aterosklerosis Ketogenesis


Pusat lapar & haus glycosuria Viskositas
darah
Neuropati sensori Ketonuria
Resiko Osmotic
perifer Polidipsi dan Diuresis Aliran
infeksi
polifagi Ketoasidosis darah
melambat
Klien merasa tidak Dehidrasi
sakit saat luka Ketidakseimbangan  Nyeri abdomen
Ischemic
Nutrisi Kurang Dari  Mual, muntah
jaringan
 Hiperventilasi
Kebutuhan Tubuh
 Nafas bau keton
 Coma
Kekuranga Ketidakefektifa
n volume n perfusi
cairan jaringan perifer
Makro Mikro
vasikuler vasikuler

Jantung Serebral Retina Ginjal

Infark miocard Penyumbatan Retina Neuropati


pada otak Diabetik

Nyeri Gagal Ginjal


Stroke Gangguan
penglihatan

Resiko
cedera

Nekrosis
luka

Ganggren Kerusakan
integritas kulit

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


G. Manifestasi Klinis
1. Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur
c. komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular
perifer)

H. Komplikasi
Kondisi kadar gula darah tetap tinggi akan timbul berbagai komplikasi.
Komplikasi pada diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu komplikasi akut
dan komplikasi kronis. Komplikasi akut meliputi: Ketoasidosis diabetic,
hiperosmolar non ketotik, dan hiperglikemia (Perkeni,2015).
Sedangkan yang termasuk komplikasi kronik adalah, makroangiopati,
mikroangiopati dan neuropati.Makroangiopati terjadi pada pembuluh darah
besar (makrovaskular) seperti jantung, darah tepi dan otak.Mikroangipati
terjadi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti kapiler retina mata,
dan kapiler ginjal (Perkeni, 2015).

I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Glukosa darah: gula darah puasa 100 - 190 ml/dl, tes toleransi glukosa 80
- 190 mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau
peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai
tinggi (Tipe II)
10. Urine: gula dan aseton positif
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan
dan infeksi luka.

J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama terapi Diabetes Melitus adalah mencoba
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk
mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuannya
adalah mencapai kadar glukosa darah normal (leuglikemia) tanpa terjadi
hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien
1. Diet
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk
mencapai tujuan berikut ini:
 Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin,
mineral)
 Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
 Memenuhi kebutuhan energy
 Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-
cara yang aman dan praktis
 Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat Bagi semua
penderita Diabetes, perencanaan makan harus mempertimbangkan pula
kegemaran pasien terhadap makanan tertentu, gaya hidup, jam-jam
makan yang biasa diikutinya dan latar belakang etnik serta budayanya.
2. Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan Diabetes karena
efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor
risiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah
dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


berolahraga, latihan dengan cara melawan tahanan (resistance training)
dapat meningkatkan lean body mass dan dengan demikian menambah laju
metabolisme laju istirahat (resting metabolic rate). Semua efek ini sangat
bermanfaat pada Diabetes karena dapat menurunkan berat badan,
mengurangi rasa stres dan mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan juga
akan mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL-
kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida. Semua
manfaat ini sangat penting bagi penyandang diabetes mengingat adanya
peningkatan risiko untuk terkena penyakit kardiovaskuler pada Diabetes.
Meskipun demikian, penderita Diabetes dengan kadar glukosa darah lebih
dari 250mg/dl (14mmol/L) dan menunjukkan adanya keton dalam urin
tidak boleh melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urin
memperlihatkan hasil negatif dan kadar glukosa darah telah mendekati
normal. Latihan dengan kadar glukosa darah tinggi akan meningkatkan
sekresi glukagon, growth hormone dan katekolamin. Peningkatan hormon
ini membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan
kadar glukosa darah.
3. Pemantauan
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
(SMBG: self-monitoring of blood glucose), penderita diabetes kini dapat
mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara
optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia
serta hiperglikemia, dan berperan dalam menentukan kadar glukosa darah
normal yang memungkinkan akan mengurangi komplikasi diabetes jangka
panjang.

4. Terapi insulin dan obat hiperglikemia


Pada diabetes tipe I, tubuh kehilangan kemampuan untuk
memproduksi insulin.Dengan demikian, insulin harus diberikan dalam
jumlah tak terbatas. Pada Diabetes tipe II, insulin mungkin diperlukan
sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah
jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. Di

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


samping itu, sebagian pasien Diabetes tipe II yang biasanya
mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet atau obat oral kadang
membutuhkan insulin secara temporer selama mengalami sakit, infeksi,
kehamilan, pembedahan atau beberapa kejadian stres lainnya.

K. Pencegahan
Pencegahan Primer Terhadap Diabetes Melitus Tipe 2 :
1. Sasaran pencegahan primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok
yang memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi
berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa.
Faktor Risiko Diabetes Melitus
Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk intoleransi glukosa
yaitu :
A. Faktor Risiko yang Tidak Bisa Dimodifikasi
 Ras dan etnik
 Riwayat keluarga dengan DM
 Umur: Risiko untuk menderita intolerasi glukosa meningkat seiring
dengan meningkatnya usia. Usia>45 tahun harus dilakukan
pemeriksaan DM.
 Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram atau
riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG).
 Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi
yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi
dibanding dengan bayi yang lahir dengan BB normal.

B. Faktor Risiko yang Bisa Dimodifikasi


 Berat badan lebih (IMT ≥23 kg/m2 ).
 Kurangnya aktivitas fisik
 Hipertensi (>140/90 mmHg)
 Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan/atau trigliserida >250 mg/dl)

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


 Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi glukosa dan rendah
serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes/intoleransi
glukosa dan DMT2.
C. Faktor Lain yang Terkait dengan Risiko Diabetes Melitus
 Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis
lain yang terkait dengan resistensi insulin
 Penderita sindrom metabolik yang memiliki riwayat toleransi glukosa
terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
sebelumnya.
 Penderita yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti
stroke, PJK, atau PAD (Peripheral Arterial Diseases)(Perkeni, 2015).

2. Pencegahan Sekunder Terhadap Komplikasi Diabetes Melitus


Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit pada pasien yang telah terdiagnosis DM. Tindakan
pencegahan sekunder dilakukan dengan pengendalian kadar glukosa sesuai
target terapi serta pengendalian faktor risiko penyulit yang lain dengan
pemberian pengobatan yang optimal. Melakukan deteksi dini adanya
penyulit merupakan bagian dari pencegahan sekunder.
Tindakan ini dilakukan sejak awal pengelolaan penyakit DM.
memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam
menjalani program pengobatan sehingga mencapai target terapi yang
diharapkan. Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu
selalu diulang pada pertemuan berikutnya.(Perkeni, 2015).

3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes
yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya
kecacatan lebih lanjut serta meningkatkan kualitas hidup.Upaya
rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan
menetap.Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


pasien dan keluarga.Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang
dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.
Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan komprehensif
dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit
rujukan.Kerjasama yang baik antara para ahli diberbagai disiplin (jantung,
ginjal, mata, saraf, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi
medis, gizi, podiatris, dan lain-lain.) sangat diperlukan dalam menunjang
keberhasilan pencegahan tersier.(Perkeni, 2015).

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian.Dalam pengkajian perlu
di data biodata pasiennya dan data-data lain untuk menunjang diagnosa.Data-data
tersebut harus yang seakurat-akuratnya, agar dapat di gunakan dalam tahp
berikutnya. Misalnya meliputi nama pasien, umur, keluhan utama, dan masih
banyak lainnya.
a. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola
mata cekung, Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan,
lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung
seperti Infart miokard
Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
b. Pengkajian Pola Gordon
1. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif
terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang, lebih dari 6 juta dari penderita DM
tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan mereka
takut akan terjadinya amputasi.
2. etabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum,

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.Nausea, vomitus, berat
badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
3. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa
pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan
sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot
pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu
melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah
mengalami kelelahan.
5. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka ,
sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
6. Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada
luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan
mengalami penurunan, gangguan penglihatan .
7. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar
sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan
peran pada keluarga ( self esteem ).
8. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita
malu dan menarik diri dari pergaulan.

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


9. Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi
serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme
menurun dan terjadi impoten pada pria.risiko lebih tinggi terkena
kanker prostat berhubungan dengan nefropati.
10. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan
tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain –
lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
11. Nilai keprercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta
luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan
ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.

c. Pemeriksaan Fisik
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda – tanda vital.
1. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran,
lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah
goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur /
ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


3. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada.Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
4. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
5. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
6. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
7. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
8. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.

B. Diagnosa Yang Mungkin Muncul


1. Nyeri Akut Berhubungan Dengan Agen Cedera Biologis
2. Kerusakan integritas kulit Berhubungan Dengan Gangguan Sirkulasi
3. Ketidak efektifan Perfusi Jaringan Perifer Berhubungan DenganDiabetes
Mellitus.
4. Defisiensi Volume Cairan Berhubungan Dengan Kehilangan cairan secara
aktif
5. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Berhubungan
Dengan Ketidakmampuan menggunakan glukose
6. Resiko infeksi Berhubungan Dengan Supresi respon inflamasi

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


C. Rencana Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWAT (NOC) (NIC)
AN
1 Nyeri Akut NOC: NIC :
Berhubungan  Tingkat nyeri Manajemen nyeri :
Dengan Agen  Nyeri terkontrol 1. Lakukan pegkajian 1. Nyeri merupakan
Cedera Biologis  Tingkat nyeri secara pengalaman
kenyamanan komprehensif subyektif dan
Setelah dilakukan termasuk lokasi, harus dijelaskan
asuhan keperawatan karakteristik, durasi, oleh pasien.
selama 3 x 24 jam, frekuensi, kualitas Identifikasi
klien dapat mengatasi dan ontro karakteristik nyeri
nyeri dengan presipitasi. dan faktor yang
Kriteria Hasil : berhubungan
1. Mengontrol nyeri, 2. Pertahankan tirah merupakan suatu
dengan indikator : baring dan posisi hal yang amat
 Mengenal faktor- yang nyaman penting untuk
faktor penyebab memilih
 Mengenal onset 3. Ajarkan teknik intervensi yang
nyeri relaksasi napas cocok dan untuk
 Tindakan dalam mengevaluasi
pertolongan non keefektifan dari
farmakologi 4. Monitor Tanda – terapi yang
tanda vital diberikan.
 Menggunakan
2. dengan adanya
analgetik
5. Kolaborasi untuk tirah baring akan
 Melaporkan
pemberian analgetik mengurangi nyeri
gejala-gejala
3. teknik relaksasi
nyeri kepada tim
dapat mengurangi
kesehatan
rasa nyeri dan
 Nyeri terkontrol membuat relaks
2. Menunjukkan 4. Mengetahui
tingkat nyeri, perkembangan
dengan indikator: kesehatan pasien
 Melaporkan 5. pemberian
nyeri analgetik untuk
 Frekuensi nyeri mengurangi nyeri
 Lamanya episode yang dirasakan
nyeri pasien
 Ekspresi nyeri;
wajah
 Perubahan
respirasi rate
 Perubahan
tekanan darah
 Kehilangan nafsu

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


makan
.
2 Kerusakan NOC: NIC :
integritas kulit Label Label :: Skin
Berhubungan :: TissueIntegrity Surveillance
Integrity :: Skin
Dengan
Skin &Mocous 1. Anjurkan untuk 1. Meningkatkan
Gangguan Membranes melakukan latihan aliran darah
Sirkulasi Tujuan : Klien mampu ROM (range of kesemua daerah
mempertahankan motion) dan
keutuhan kulit Setelah mobilisasi jika
dilakukan asuhan mungkin
keperawatan selama 3 2. Rubah posisi tiap 2 2. Menghindari
x 24 jam, klien dapat jam tekanan dan
mengetahui dan 3. Gunakan bantal air meningkatkan
mencegah dari luka atau pengganjal yang aliran darah
dengan lunak di bawah 3. Menghindari
Kriteria hasil : daerah-daerah yang tekanan yang
- Klien mau menonjol berlebih pada
berpartisipasi terhadap 4. Lakukan massage daerah yang
pencegahan luka pada daerah yang menonjol
- Klien mengetahui menonjol yang baru 4. Menghindari
penyebab dan cara mengalami tekanan kerusakan-
pencegahan luka pada waktu berubah kerusakan
- Tidak ada tanda- posisi kapiler-kapiler
tanda kemerahan atau 5. Observasi terhadap 5. Hangat dan
luka eritema dan pelunakan adalah
kepucatan dan tanda kerusakan
palpasi area sekitar jaringan
terhadap kehangatan 6. Mempertahankan
dan pelunakan keutuhan kulit
jaringan tiap
merubah posisi
6. Jaga kebersihan kulit
dan seminimal
mungkin hindari

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


3 Ketidakefektifa NOC : NIC :
n Perfusi  Circulation status Peripheral Sensation
Jaringan Perifer  Tissue Prefusion : Management
Berhubungan cerebral (Manajemen sensasi
Dengan
Diabetes perifer)
Setelah dilakukan
Mellitus asuhan keperawatan 1. Kaji secara 1. Sirkulasi perifer
selama 3 x 24 jam, komprehensif dapat menunjukan
klien dapat sirkulasi perifer tingkat keparahan
menunjukan perfusi penyakit
jaringan dengan 2. Evaluasi nadi 2. Pulsasi yang lemah
perifer dan edema menimbulkan
Kriteria Hasil :
kardiak output
1. Mendemonstrasika
n status sirkulasi 3. Untuk
 Tekanan systole 3. Elevasi anggota
0
meningkatkan
dandiastole badan 20 atau lebih venous return
dalam rentang 4. Ubah posisi pasien 4. Mencegah
yang diharapkan setiap 2 jam komplikasi
 Tidak ada dekubitus
ortostatikhiperte 5. Dorong latihan
5. Menggerakan otot
nsi
ROM sebelum dan sendi agar tidak
 Tidak ada tanda
bedrest kaku
tanda
peningkatan 6. Monitor 6. Nilai laboratorium
tekanan laboratorium (Hb, dapat menunjukan
intrakranial hmt) komposisi darah
(tidak lebih dari 7. Kolaborasi 7. Meminimalkan
15 mmHg) pemberian anti adanya bekuan
2. Mendemonstrasika platelet atau anti dalam darah
n kemampuan
perdarahan 8. Mengetahui status
kognitif yang
ditandai dengan: 8. Kaji TTV pasien
 Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
 Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
 Memproses
informasi
 Membuat
keputusan
dengan benar

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


4 Defisiensi NOC: NIC :
Volume Cairan  Fluid balance Fluid Managemen
Berhubungan  Hydration 1. Kaji keadaan umum 1. Mengetahui
 Nutritional Status
Dengan klien dan tanda- dengan cepat
: Food and Fluid
Kehilangan Intake tanda vital. penyimpangan
cairan secara Setelah dilakukan dari keadaan
aktif tindakan keperawatan 2. Kaji input dan output normalnya.
selama 3x 24 jam cairan. 2. Mengetahui
defisiensi volume balance cairan
cairan teratasi dengan 3. Observasi adanya dan elektrolit
Kriteria hasil:
tanda-tanda syok dalam
 Mempertahankan
urine output sesuai tubuh/homeostati
dengan usia dan 4. Anjurkan klien s
BB, BJ urine untuk banyak 3. Agar dapat
normal, minum. segera dilakukan
 Tekanan darah, tindakan jika
nadi, suhu tubuh 5. - Kolaborasi terjadi syok.
dalam batas
dengan dokter dalam 4. Asupan cairan
normal
 Tidak ada tanda pemberian cairan sangat
tanda dehidrasi, I.V. diperlukan untuk
Elastisitas turgor menambah
kulit baik, volume cairan
membran mukosa tubuh
lembab, tidak ada 5. Pemberian cairan
rasa haus yang
I.V sangat
berlebihan
 Orientasi terhadap penting bagi
waktu dan tempat klien yang
baik mengalami
 Jumlah dan irama deficit volume
pernapasan dalam cairan untuk
batas normal
memenuhi
 Elektrolit, Hb, Hmt
dalam batas kebutuhan cairan
normal klien.
 pH urin dalam
batas normal
 Intake oral dan
intravena adekuat

5. Ketidakseimbang NOC: NIC


an Nutrisi Kurang  Nutritional Status : Nutrition Management
1. Pasien dengan DM
Dari Kebutuhan Food and Fluid 1. Kaji kebiasaan diet.
Intake 2. Auskultasi bunyi usus pasti memiliki
Tubuh
Setelah dilakukan 3. Berikan perawatan kebiasaaan pola

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


Berhubungan tindakan keperawatan oral makan yang buruk.
Dengan selama 3x 24 jam 4. Timbang berat badan2. Penurunan bising
Ketidakmampuan Nutrisi klien dapat sesuai indikasi. usus menunjukkan
terpenuhi dengan
menggunakan 5. Konsul ahli gizi penurunan motilitas
glukose Kriteria Hasil : gaster
 Intake makanan 3. Rasa tidak enak, bau
peroral yang adekuat adalah pencegahan
 Intake NGT adekuat utama yang dapat
 Intake cairan peroral membuat mual dan
adekuat muntah.
 Intake cairan yang 4. Berguna
adekuat menentukan
 Intake TPN adekuat
kebutuhan kalori
dan evaluasi
keadekuatan rencana
nutrisi
5. Kebutuhan kalori
yang didasarkan
pada kebutuhan
individu
memberikan nutrisi
maksimal.
6. Resiko infeksi NOC: NIC : Infection
Berhubungan  Infection Manegement
Dengan supresi Tujuan : setelah 1. Mencegah terjadinya
1. Pertahankan
respon inflamasi dilakukan asuhan infeksi
keperawatan selama 3 x teknik aseptif 2. Mencegah terjadinya
24 jam diharapkan 2. Cuci tangan
infeksi Nosokomial
resiko infeksi dapat sebelum dan sesudah
3. Merencanakan
dicegah dan teratasi. tindakan keperawatan
tindakan untuk
3. Monitor tanda dan
Kriteria Hasil : menghambat tanda
gejala infeksi
 Pasien bebas dari tanda gejala infeksi
gejala infeksi 4. Mencegah terjadinya
 Menunjukkan 4. Meningkatkan kelemahan/
kemampuan untuk intake nutrisi kelelahan pada
mencegah timbulnya pasien
infeksi
5. Membersihkan luka,
 Jumlah lekosit dlam
batas normal mencegah resiko
5. Berikan infeksi
 Menunjukkan perilaku perawatan luka pada 6. Mengetahui
hidup sehat area epiderma perkembangan
6. Observasi kulit,

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


membrane mukosa penyembuhan luka
terhadap kemerahan, 7. Mengetahui kondisi
panas , drainase luka
7. Inspeksi kondisi 8. Merencanakan
luka/insisi bedah pencegahan bakteri
8. Kolaborasi patologi / anaerob
pemberian antibiotik. menyerang pada
insisi pembedahan

D. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat
melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan
sebelumnya. implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan
yang merupakan tindakan khusus yang digunakan untuk melaksanakan
intervensi.
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas
perawat. Sebelum melakukan tindakan, perawat harus mengetahui alasan
mengapa tindakan tersebut dilakukan. Implementasi keperawatan
berlangsung dalam tiga tahap. Fase pertama merupakan fase persiapan
yang mencakup pengetahuan tentang validasi rencana, implementasi
rencana, persiapan pasien dan keluarga. Fase kedua merupakan puncak 1
2 3 4 3) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (misalnya
duduk ditempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur
ke kursi) Pengaturan posisi Observasi 1) Monitor status kesehatan diri
pasien) Motivasi pasien untuk menjaga kebersihan diri 2) Hindari gerakan
menempatkan klien yang dapat meningkatkan nyeri 24 implementasi
keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Fase ketiga merupakan
transmisi perawat dan pasien setelah implementasi keperawatan selesai
dilakukan Evaluasi2.
E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tindakan akhir dalam proses
keperawatan. Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil.

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik
selama program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan
setelah program selesai dan mendapatkan informasi efektivitas
pengambilan keputusan.
Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP.
Data Subjektif (S) dimana perawat menemui keluhan pasien yang masih
dirasakan setelah diakukan tindakan keperawatan, O (Objektif) adalah
data yang berdasarkan hasilpengukuran atau observasi perawat secara
langsung pada pasien dan yangdirasakan pasien setelah tindakan
keperawatan, A (Assesment) yaitu interpretasi makna data subjektif dan
objektif untuk menilai sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dalam
rencana keperawatan tercapai. Dapat dikatakan tujuan tercapai apabila
pasien mampu menunjukkan perilaku sesuai kondisi yang ditetapkan pada
tujuan, sebagian tercapai apabila perilaku pasien tidak seluruhnya tercapai
sesuai dengan tujuan, sedangkan tidak tercapai apabila pasien tidak
mampu menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan, dan
yang terakhir adalah planning (P) merupakan rencana tindakan
berdasarkan analisis. Jika tujuan telah dicapai, maka perawat akan
menghentikan rencana dan apabila belum tercapai, perawat akan
melakukan modifikasi rencana untuk melanjutkan rencana keperawatan
pasien. Evaluasi ini disebut juga evaluasi proses
Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan masalah yang pasien hadapi
yang telah dibuat pada perencanaan tujuan dan kriteria hasil. Evaluasi
penting dilakukan untuk menilai status kesehatan pasien setelah tindakan
keperawatan. Selain itu juga untuk menilai pencapaian tujuan, baik
tujuan jangka panjang maupun jangka pendek, dan mendapatkan
informasi yang tepat dan jelas untuk meneruskan, memodifikasi, atau
menghentikan asuhan keperawatan yang diberikan2.

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


DAFTAR PUSTAKA

Febriani, D. and Sulistyarini, T. (2016).Pentingnya Sikap Pasien yang Positif


dalam Pengelolaan Diabetes Mellitus. Jurnal Stikes RS Baptis Kediri, 7(1)
Indriastuti, Na. (2015). Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi
Pleura dan Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito
Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Nugroho, Y.W. and Handono, N.P., (2017). Hubungan Tingkat Kepatuhan Diet
terhadap Kadar Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Mellitus di
Kelurahan Bulusulur. Jurnal KEPERAWATAN GSH, 6(1).
Nanda International, (2018). Diagnosa keperawatan : definisi dan klasifikasi
2018-2020 (10th ed). Jakarta: ECG

Perkeni,(2015.) Konsensus Pengelolaan dan pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2


tipe 2 di Indonesia. Jakarta.PB PERKENI
Prabowo, A. and Hastuti, W., (2015).Hubungan Pendidikan dan Dukungan
Keluarga Dengan Kepatuhan Diit pada Penderita Diabetes Mellitus di
Wilayah Puskesmas Plosorejo Giribangun Matesih Kabupaten Karanganyar.
Jurnal KEPERAWATAN GSH, 4(2)

PROFESI NERS STIKes WIDYA NUSANTARA PALU

You might also like