You are on page 1of 14

TUGAS

MAKALAH KONSEP HUKUM KEPERAWATAN

DI SUSUN
OLEH KELOMPOK 1 :

1. ALFRIATY BEMBE (2022082024001)


2. HILAN Y SASEWA (2022082024007)
3. MESWAN LINGGA (2022082024028)
4. QOTIIN JANUATI (2022082024039)
5. FERONIKA PONGOH (2022082024033)
6. ANA BAGAU (2022082024022)
7. JANETH RUMAROPEN (2022082024046)
8. AGUSTINUS E KOYARI (2022082024013)

UNIVERSITAS CENDERAWASIH
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JAYAPURA 2023
Kata Pengantar

Puji syukur penyusun sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan

rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas Makalah disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah Hukum Kesehatan. Mahasiswa keperawatan Universitas Cendrawasih. Dalam

penulisan makalah ini kami bekerja sama dengan semua anggota kelompok untuk

menyelesaikan makalah dengan tepat waktu.

Tujuan suatu pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, membentuk

sumber daya manusia yang handal dan berdaya saing, membentuk watak dan jiwa sosial,

berbudaya, berakhlak dan berbudi luhur, serta berwawasan pengetahuan yang luas dan

menguasai teknologi. Makalah ini dibuat oleh penulis untuk membantu memahami materi

tersebut. Mudah-mudahan makalah ini memberikan manfaat dalam segala bentuk kegiatan

belajar, sehingga dapat memperlancar dan mempermudah proses pencapaian yang telah

direncanakan.

Kelompok kami menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena

itu, segala kritik dan saran yang membangun akan kami terima dengan lapang dada sebagai

wujud koreksi atas diri tim penyusun yang masih belajar. Akhir kata, semoga makalah ini

bermanfaat bagi kita semua. Amin


BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Salah satu unsur terpenting dari perkembangan suatu negara adalah index kesehatan
warga negaranya yang baik, untuk itu setiap negara harus memiliki sistem pengaturan
pelaksanaan bidang kesehatan tersebut agar tujuan menyehatkan masyarakat tercapai. System
pengaturan tersebut dituangkan dalam bentuk peraturan perundangundangan yang nantinya
dapat dijadikan sebagai pedoman yuridis dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada
warga negara. Untuk itu pemahaman tentang hukum kesehatan sangat penting tidak hanya
bagi profesi tenaga kesehatan dan masyarakat sebagai konsumen pelayanan kesehatan tetapi
juga bagi pihak akademisi dan praktisi hukum. Pemahaman hukum kesehatan sangat penting
untuk diketahui agar dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan sesuai dengan prosedur yang
telah buat oleh pihak tenaga kesehatan dan apabila terdapat kesalahan dalam pelayanan
kesehatan (malpraktek medis) dapat diselesaikan dengan pengetahuan hukum kesehatan
tersebut. Secara terminologis, istilah Hukum Kesehatan sering disamakan dengan istilah
Hukum Kedokteran. Hal ini dikarenakan hal-hal yang dibahas dalam mata kuliah Hukum
Kesehatan di berbagai Fakultas Hukum di Indonesia pada umumnya hanya memfokuskan
pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan dunia kedokteran dan lebih banyak membahas
hal-hal yang berkaitan dengan Hukum Kedokteran atau Hukum Medis. Padahal lingkup
pembahasan Hukum Kesehatan lebih luas daripada Hukum Kedokteran.
Bidang ilmu lain yang berkaitan erat dengan Hukum Kesehatan khususnya Hukum Kedokteran
adalah Kedokteran Kehakiman. Sering orang memcampuradukkan pengertian antara Hukum
Kedokteran dengan Kedokteran Kehakiman atau Kedokteran Forensik Kesehatan merupakan
anugerah yang diberikan pencipta kepada setiap manusia untuk dijaga, karena dengan adanya
anugerah kesehatan tersebut semua manusia dapat melakukan aktifitas dengan baik dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun tidak semua manusia dapat menjaga dan memelihara
kesehatannya dengan baik, sehingga adakalanya manusia mengalami sakit yang
membutuhkan perawatan medis untuk dipulihkan kesehatannya. Dalam hal memperoleh
pelayanan kesehatan dari tenaga ahli kesehatan adakalanya hasil yang diperoleh tidak sesuai
dengan apa yang diharapakan, baik itu karena kondisi manusianya yang tidak baik atau
prosedur penangan pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya.
Permasalahan ini sering menjadi permasalahan dalam ranah hukum apabila pihak yang
dirawat tidak menerima hasil dari pelayanan kesehatan tersebut. Untuk itulah dibutuhkan
sebuah pengaturan dalam menyelesaikan masalah pelayanan kesehatan agar mendapatkan
kepastian hukum yang jelas. Sebenarnya, dunia ilmu sudah sejak lama merintis adanya
disiplin ilmu baru yaitu “Hukum Kedokteran”. Bahkan di beberapa negara sudah
berkembang dengan pesat, antara lain di negara Belanda, Prancis, Belgia, Inggris, Amerika
Serikat, dan Jepang, namun kepesatan perkembangannya di negara-negara dunia tidaklah
sama antara yang satu dengan yang lainnya.
Hukum Kedokteran atau Hukum Medis (Medical Law) yang sudah dikenal di beberapa
negara maju, perkembangannya sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Namun,
orientasi pengembangannya tidaklah beranjak dari pangkal tolak yang sama. Di daratan
Eropa Barat, Belanda misalnya sejak tahun 1928 sampai terakhir tahun 1972 dalam Undang-
Undang ‘Medisch Tuchtwet’nya, lebih berorientasi pada pengaturan tingkah laku dan tugas
dokter, yakni menjalankan profesi. Sedangkan di Amerika Serikat, dalam ‘American
Hospital Association’ pada tahun 1972 melahirkan apa yang disebut sebagai ‘Patient Bill of
Rights’, yang isinya lebih menitikberatkan perhatian pada hal-hal yang bersangkut paut
dengan hak-hak pasien.
Kebangkitan (renaisance) ilmu Hukum Kedokteran di dunia Internasional baru terjadi
sesudah diadakannya Kongres Sedunia Hukum Kedokteran (World Congress on Medical
Law) di Gent, Belgia Tahun 1967. Kemudian Hukum Kesehatan mulai diperkenalkan secara
luas ke seluruh dunia setelah pada Kongres V Asosiasi Hukum Kedokteran Dunia (World
Association for Medical Law), Agustus 1979, ketika dijadikan sebagai kegiatan baru oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) atau WHO.
Hukum Kedokteran dan Hukum Kesehatan kemudian berkembang pesat di beberapa
belahan dunia termasuk di Negeri Belanda dan Eropa pada umumnya, serta di beberapa
negaranegara maju lainnya. Berkembang pesatnya disiplin ilmu ini memang mempunyai
alasan, yakni antara lain :
1. Semakin meningkatnya tuntutan di bidang pelayanan kesehatan dan kedokteran, yang
disertai perkembangan di bidang teknik pengobatan dan diagnostik.

2. Semakin meningkatnya kesadaran hukum masyarakat di bidang pelayanan


kesehatan/kedokteran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Hukum Kesehatan
Berbagai pengertian atau definisi tentang Hukum Kesehatan dikemukakan para ahli dan
sarjana hukum. Definisi tersebut dikemukakan antara lain oleh :
 Prof. Dr. Rang :
“Hukum Kesehatan adalah seluruh aturan-aturan hukum dan hubungan-hubungan kedudukan
hukum yang langsung berkembang dengan atau yang menentukan situasi kesehatan di dalam
mana manusia berada”.
 Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH. :
“Ilmu Hukum Kedokteran meliputi peraturan-peraturan dan keputusan hukum mengenai
pengelolaan praktek kedokteran”.
 C.S.T. Kansil, SH. :
“Hukum Kesehatan ialah rangkaian peraturan perundangundangan dalam bidang kesehatan
yang mengatur pelayanan medik dan sarana medik. Kesehatan yang dimaksud adalah
keadaan yang meliputi kesehatan badan, rohani (mental) dan sosial, dan bukan hanay keadaan
yang bebas dari cacat, penyakit dan kelemahan”.
 Prof. H.J.J. Leenen :
“Hukum Kesehatan meliputi semua ketentuan hukum yang langsung berhubungan dengan
pemeliharaan kesehatan dan penerapan dari hukum perdata, hukum pidana, dan hukum
adminstrasi dalam hubungan tersebut. Dan juga pedoman internasional, hukum kebiasaan dan
yurisprudensi yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, hukum otonom, ilmu-ilmu dan
literatur yang menjadi sumber hukum kesehatan”.

Dari definisi hukum kesehatan yang telah dijelaskan oleh para ahli hukum maka penulis
dapat mengambil kesimpulan bahwa hukum kesehatan adalah: pengetahuan yang mengkaji
tentang bagaimana sebuah penegakan aturan hukum terhadap akibat pelaksanaan suatu
tindakan medik/kesehatan yang dilakukan oleh pihak yang berprofesi sebagai tenaga
kesehatan yang dapat dijadikan dasar bagi kepastian tindakan hukum dalam dunia kesehatan
Berdasarkan rumusan di atas, terkandung beberapa pengertian dalam pengertian Hukum
Kesehatan, yaitu :
Semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan bidang pemeliharaan kesehatan
(Health Care) mengandung arti bahwa : Istilah ‘ketentuan’ lebih luas artinya daripada istilah
peraturan hukum, karena istilah ‘peraturan hukum’ umumnya tertulis. Pengertian ‘ketentuan
hukum’ termasuk pula ‘hukum tidak tertulis’. Misalnya : Imunisasi Pemberantasan dan Tata
Cara Mengatasi Penyakit Menular. Ketentuan yang tidak berhubungan dengan bidang
pemeliharaan kesehatan tetapi merupakan penerapan dari bidang hukum, antara lain : Hukum
Perdata, misalnya hubungan antara dokter dan pasien yang merupakan : hubungan medis
hubungan hukum karena adanya kontrak dengan tujuan penyembuhan (kontrak Terapeutik),
misalnya berdasarkan Pasal 1320 BW menyatakan bahwa syarat sahnya suatu persetujuan
adalah : adanya kesepakatan antara para pihak. Hukum Pidana, dalam terjadi hal-hal seperti :
Kelalaian yang mengakibatkan matinya seseorang (Pasal 359 KUHP) Kelalaian yang
mengakibatkan luka berat atau cacat (Pasal 360 KUHP) Hukum Administrasi, misalnya Izin
Praktek yang dikeluarkan oleh Depkes yang harus dimiliki oleh setiap dokter praktek, Rumah
Sakit, apotik, dll.
Pedoman Internasional, Hukum Kebiasaan, Jurisprudensi yang berkaitan dengan
Pemeliharaan Kesehatan (Health Care). Hukum Otonom, ilmu dan literatur yang menjadi
sumber hukum. Menurut Anggaran Dasar PERHUKI, yang dimaksud dengan :
Hukum Kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan
pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan penerapannya, serta hak dan kewajiban baik dari
perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima layanan kesehatan (health
receivers) maupun sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan (health providers) dalam
segala aspek organisasi, sarana, pedoman-pedoman medik, ilmu pengetahuan kesehatan dan
hukum, serta sumber-sumber hukum lainnya.
Hukum Kedokteran adalah bagian dari hukum kesehatan yang menyangkut pelayanan
medis.
Berdasarkan beberapa pengertian yang ada, dapat disimpulkan bahwa Hukum Kesehatan dan
Hukum Kedokteran berbeda dengan ilmu Kedokteran Kehakiman.
Hukum Kedokteran (Law for Medicine) maupun Hukum Kesehatan adalah pengetahuan
tentang peraturan dan ketentuan hukum yang mengatur pelayanan kesehatan kepada
masyarakat. Yang dibicarakan adalah : hak dan kewajiban pasien, hubungan Rumah sakit
dengan Dokter Tamu, paramedis dengan pasien, izin tindakan medis, malpraktek, konsep
bayi tabung, kontrak terapeutik, medical negligence, dll.
Kedokteran Kehakiman (Medicne for Law) adalah pengetahuan yang menggunakan ilmu
kedokteran untuk membantu kalangan hukum dan peradilan. Yang dibicarakan adalah tanda-
tanda kematian, kaku mayat, lebam mayat, otopsi, identifikasi, penentuan lamanya kematian,
abortus, keracunan, narkotika, kematian tidak wajar, perkosaan, Visum et Repertum, dll.
B. Fungsi Hukum Kesehatan
Hukum mempunyai fungsi penting sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh hukum
itu sendiri, yaitu melindungi, menjaga ketertiban dan ketentraman masyarakat. Sejalan
dengan asas hukum, maka fungsi hukum pun ada tiga, yaitu :
1. Fungsi Manfaat;
2. Fungsi Keadilan;
3. Fungsi Kepastian hukum
Ketiga fungsi hukum ini pada prinsipnya adalah ingin memberikan ‘perlindungan’ dari
aspek ‘hukumnya’ kepada setiap orang atau pihak, dalam berbagai bidang kehidupannya.
Dengan kata lain, yang ingin diberikan adalah ‘perlindungan hukum’ jika timbul persoalan-
persoalan hukum dalam kehidupan sosial di masyarakat. Dalam pengertian melindungi,
menjaga ketertiban dan ketentraman itulah tersimpul fungsi hukum. Dalam fungsinya sebagai
alat ‘social engineering’ (pengontrol apakah hukum sudah ditepati sesuai dengan tujuannya),
maka hukum dalam kaitannya dengan penyelesaian masalah-masalah di bidang kedokteran/
kesehatan, diperlukan. Karena fungsi hukum tersebut berlaku secara umum maka hal tersebut
berlaku pula dalam bidang Hukum Kesehatan dan Hukum Kedokteran.
Di dalam dunia Pelayanan Kesehatan (Health Care), pada dasarnya terdapat dua
kelompok orang yang selalu menginginkan ‘adanya kepastian hukum’. Sebab dengan adanya
kepastian tersebut, maka orang-orang tersebut akan merasa ‘terlindungi’ secara hukum.
Kedua kelompok tersebut ialah :
1. Kelompok Penerima Layanan Kesehatan (Health Receiver), antara lain adalah :
pasien (orang sakit) dan orang-orang yang ingin memelihara atau meningkatkan
kesehatannya.
» Kepastian Hukumnya : antara lain, adanya ijazah dan Surat Izin Praktek Dokter.
» Perlindungan Hukumnya : adanya ketentuan hukum (Perdata) yang memberi
jaminan ganti rugi jika terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.
2. Kelompok Pemberi Layanan Kesehatan (Health Providers) antara lain adalah para
medical providers yaitu dokter dan dokter gigi, serta paramedis atau tenaga kesehatan
yaitu perawat, bidan, apoteker, asisten apoteker, analis atau laboran, ahli gizi, dan
lain-lain.
C. Dasar Hukum
Dasar hukum pengesahan UU Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan adalah Pasal
20, Pasal 21, dan Pasal 28C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Latar belakang disahkannya UU Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan adalah : bahwa
untuk memajukan kesejahteraan umum sebagai salah satu tujuan nasional sebagaimana
tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
perlu diselenggarakan pembangunan Kesehatan, bahwa penyelenggaraan pembangunan
kesehatan diwujudkan melalui penyelenggaraan pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan
keperawatan, bahwa penyelenggaraan pelayanan keperawatan harus dilakukan secara
bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, aman, dan terjangkau oleh perawat yang memiliki
kompetensi, kewenangan, etik, dan moral tinggi, bahwa mengenai keperawatan perlu diatur
secara komprehensif dalam Peraturan Perundang-undangan guna memberikan pelindungan
dan kepastian hukum kepada perawat dan masyarakat; bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Keperawatan.

D. Praktik Keperawatan
Bagian Kesatu Umum
Pasal 28
a. Praktik Keperawatan dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat
lainnya sesuai dengan Klien sasarannya.
b. Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
c. Praktik Keperawatan mandiri; dan
d. Praktik Keperawatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
e. Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada
kode etik, standar pelayanan, standar profesi, dan standar prosedur operasional.
f. Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada prinsip
kebutuhan pelayanan kesehatan dan/atau Keperawatan masyarakat dalam suatu
wilayah.
g. Ketentuan lebih lanjut mengenai kebutuhan pelayanan kesehatan dan/ tau
Keperawatan dalam suatu wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur
dengan Peraturan Menteri.
h. Bagian Kedua Tugas dan Wewenang
Pasal 29
a. Dalam menyelenggarakan Praktik Keperawatan, Perawat bertugas sebagai:
b. Pemberi Asuhan Keperawatan;
c. Penyuluh dan konselor bagi Klien;
d. Pengelola Pelayanan Keperawatan;
e. Peneliti Keperawatan;
f. Pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang; dan/atau
g. Pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.
h. Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara bersama
ataupun sendiri-sendiri.
Pelaksanaan tugas Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan Secara
bertanggung jawab dan akuntabel.
Pasal 30
Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di bidang upaya
Kesehatan perorangan, Perawat berwenang:
a. Melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik;
b. Menetapkan diagnosis Keperawatan;
c. Merencanakan tindakan Keperawatan;
d. Melaksanakan tindakan Keperawatan;
e. Mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan;
f. Melakukan rujukan;
g. Memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai dengan kompetensi;
h. Memberikan konsultasi Keperawatan dan berkolaborasi dengan dokter;
i. Melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling; dan
j. Melakukan penatalaksanaan pemberian obat kepada Klien sesuai dengan resep
tenaga medis atau obat bebas dan obat bebas terbatas.
Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di bidang upaya kesehatan
masyarakat, Perawat berwenang: melakukan pengkajian Keperawatan kesehatan masyarakat
di tingkat keluarga dan kelompok masyarakat;
a. Menetapkan permasalahan Keperawatan kesehatan masyarakat;
b. Membantu penemuan kasus penyakit;
c. Merencanakan tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat;
d. Melaksanakan tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat;
e. Melakukan rujukan kasus;
f. Mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat;
g. Melakukan pemberdayaan masyarakat;
h. Melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan masyarakat;
i. Menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat;
j. Melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling;
k. Mengelola kasus; dan
l. Melakukan penatalaksanaan
Keperawatan komplementer dan alternatif.
Pasal 31
Dalam menjalankan tugas sebagai penyuluh dan konselor bagi Klien, Perawat Berwenang:
melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik di tingkat individu dan keluarga serta di
tingkat kelompok masyarakat;
a. Melakukan pemberdayaan masyarakat;
b. Melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan masyarakat;
c. Menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat; dan
d. Melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling.
e. Dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola Pelayanan Keperawatan, Perawat
berwenang:
f. Melakukan pengkajian dan menetapkan permasalahan;
g. Merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi Pelayanan Keperawatan; dan
h. Mengelola kasus.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai peneliti Keperawatan, Perawat berwenang:
a. Melakukan penelitian sesuai dengan standar dan etika;
b. Menggunakan sumber daya pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan atas izin pimpinan;
dan
c. Menggunakan pasien sebagai subjek penelitian sesuai dengan etika profesi dan
ketentuan peraturan perundangundangan.

Pasal 32
a. Pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (1) huruf e hanya dapat diberikan secara tertulis oleh tenaga
medis kepada Perawat untuk melakukan sesuatu tindakan medis dan melakukan
evaluasi pelaksanaannya.
b. Pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara
delegatif atau mandat.
c. Pelimpahan wewenang secara delegatif untuk melakukan sesuatu tindakan medis
diberikan oleh tenaga medis kepada Perawat dengan disertai pelimpahan tanggung
jawab.
d. Pelimpahan wewenang secara delegatif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya
dapat diberikan kepada Perawat profesi atau Perawat vokasi terlatih yang memiliki
kompetensi yang diperlukan.
e. Pelimpahan wewenang secara mandat diberikan oleh tenaga medis kepada Perawat
untuk melakukan sesuatu tindakan medis di bawah pengawasan.
f. Tanggung jawab atas tindakan medis pada pelimpahan wewenang mandat
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berada pada pemberi pelimpahan wewenang.

Dalam melaksanakan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud


pada ayat (1), Perawat berwenang: melakukan tindakan medis yang sesuai dengan
kompetensinya atas pelimpahan wewenang delegatif tenaga medis; melakukan tindakan
medis di bawah pengawasan atas pelimpahan wewenang mandat; dan memberikan
pelayanan kesehatan sesuai dengan program Pemerintah.
Pasal 33
Pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 ayat (1) huruf f merupakan penugasan Pemerintah yang dilaksanakan pada keadaan tidak
adanya tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian di suatu wilayah tempat Perawat
bertugas.
Keadaan tidak adanya tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian di suatu wilayah tempat
Perawat bertugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh kepala Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan
setempat. Pelaksanaan tugas pada keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan kompetensi Perawat. Dalam
melaksanakan tugas pada keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Perawat berwenang:
a. Melakukan pengobatan untuk penyakit umum dalam hal tidak terdapat tenaga
medis;
b. Merujuk pasien sesuai dengan ketentuan pada sistem rujukan; dan
c. Melakukan pelayanan kefarmasian secara terbatas dalam hal tidak terdapat tenaga
kefarmasian.

Pasal 34
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan wewenang Perawat diatur dengan
Peraturan Menteri.

Pasal 35
Dalam keadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama, Perawat dapat
Melakukan tindakan medis dan pemberian obat sesuai dengan kompetensinya
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Hukum keperawatan adalah : segala peraturan perundang-undagan yang mengatur


tentang asuhan keperawatan terhadap klien dalam askep hukum perdata, hukum pidana dan
hukum administrasi sebagai bagian dari hukum kesehatan.
Dasar hukum tindakan keperawatan di atur dalam UU Nomor 38 tahun 2014 tentang
Keperawatan dan di susun serta telah di sahkan .

SARAN

Perawat harus lebih berhati-hati dalam melakukan setiap tindakan keperawatan dan
harus memperhatikan dasar hukum tindakan keperawatan yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA

Amri Amir. 1987. Bunga Rampai Hukum Kesehatan. Widya Medika, Jakarta.
Anny Isfandyarie. 2005. Malpraktek & Resiko Medik dalam Kajian Hukum Pidana.
Prestasi Pustaka, Jakarta.
Arizal Fahri. 2010. Perawat yang Profesional. Jakarta :Bina Media Perintis
Frans Maramis. 2012. Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia. Jakarta : Raja
Grafindo Persada.
Suhaemi, M.E. (2004). Etika Keperawatan Aplikasi pada Praktik. Jakarta: EGC. Suliha,
Uha.(2002). Pendekatan Kesehatan Dalam Keperawatan.
Jakarta: EGC.

Ta’adi. (2009). Hukum Kesehatan Pengantar Menuju Perawat Profesional. Jakarta:


EGC.

You might also like