You are on page 1of 24

ASUHAN KEPERAWATAN GIGI DAN MULUT

ANGGINA LUDWIG

OLEH KELOMPOK 4 :

Helena Oktavia Modouw : 2022082024003

Ilonna Sarlotha Josephine Jafdas : 2022082024012

Sipora Ayum : 2022082024023

Hasriati : 2022082024043

Qotiin Januati : 2022082024039

Meswan Lingga : 2022082024028

Agustinus Koyari : 2022082024013

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS CENDERAWASIH

JAYAPURA

2023
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
1. Umum
2. Khusus
D. MANFAAT
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP TEORI
B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
2. Analisa Data
3. Perumusan Diagnosa dan Prioritas
4. Intervensi Keperawatan
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Data epidemiologi menunjukkan bahwa kejadian Angina Ludwig semakin
menurun dengan angka kejadian berkisar 4–8% dari seluruh infeksi jaringan lunak
leher.
Angina Ludwig ditemukan lebih banyak pada laki–laki. Rentang usia pasien
berkisar 20–60 tahun. Angina Ludwig juga dapat terjadi pada anak tanpa faktor
risiko yang jelas. Sebuah studi menemukan bahwa angka kejadian Angina Ludwig
berkisar 4–8% dari seluruh infeksi jaringan lunak leher.
Angina Ludwig merupakan selulitis diffusa yang potensial mengancam
nyawa yang mengenai dasar mulut dan region submandibular bilateral dan
menyebabkan obstruksi progresif dari jalan nafas. Wilhelm Frederick von Ludwig,
pertama kali mendeskripsikan kondisi ini pada tahun 1836 sebagai infeksi ruang
fasial yang hampir selalu fatal.
Angina Ludwig ditandai dengan demam, dispnea, disfagia akibat
pembengkakan pada lantai mulut dan leher. Pada beberapa instansi, angina ini
berkembang akibat komplikasi dari infeksi odontogenik dari gigi molar kedua dan
ketiga. Pada pemeriksaan mikrobiologi, angina Ludwig diakibatkan oleh
polimikroba, baik gram positif ataupun gram negatif, aerob ataupun anaerob.
Biasanya angina ini disebabkan oleh Streptokokus spp, Stafilokokus aureus,
Prevotella spp, dan Porfirimonas spp1.
Terapi pada angina Ludwig bertujuan untuk mengamankan jalan nafas, terapi
antimikroba spectrum luas secara agresif, dan dekompresi facial planes dengan
memusnahkan sumber infeksi1.
Mengenal tanda-tanda awal angina Ludwig sangat penting dalam manajemen
gangguan ini. Pada kasus tahap lanjut, mengamankan patensi jalan nafas dan
drainase surgical sangat penting untuk menghindari terjadinya asfiksia.
Prognosis angina Ludwig sangat tergantung kepada seberapa cepat
tatalaksana mengamankan jalan nafas dan pemberian antibiotic dilakukan. Pada era
sebelum ditemukannya antibitik, tingkat kematian lebih tinggi dibandingkan
dengan era saat antibiotik telah ditemukan.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
1. Umum
Tujuan dari penyusunan makalah Angina Ludwig dan Mouth Ulcer ini adalah
sebagai berikut:
a) Sebagai salah satu tugas penilaian
b) Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dan
pembaca, terutama mengenai manifestasi klinis, diagnosis, dan tatalaksana
Angina Ludwig dan Mouth Ulcer
2. Khusus
D. MANFAAT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP TEORI ANGGINA LUDWIG


1. Definisi
Angina Ludwig didefinisikan sebagai selulitis yang menyebar
dengan cepat, potensial menyebabkan kematian, yang mengenai ruang
sublingual dan submandibular. Umumnya, infeksi dimulai dengan
selulitis, kemudian berkembang menjadi fasciitis, dan akhirnya
berkembang menjadi abses yang menyebabkan indurasi suprahioid,
pembengkakan pada dasar mulut, dan elevasi serta perubahan letak lidah
ke posterior.
Wilhelm Fredrick von Ludwig pertama kali mendeskripsikan angina
Ludwig ini pada tahun 1836 sebagai gangrenous cellulitis yang progresif
yang berasal dari region kelenjar submandibular.
Gambar 1: Buccal space infection (infected mandibular molar), Massenteric Space Infection
infected left mandibular with Ilustrasi anatomi,
Gambar 2: Infraorbital space infection impinging on the eye, Ludwig angina –Requring
Tracheostomy with Ilustration anatomi.
Sumber: Color Atlas of Common-Oral Disease Fifth Edition, Hal.145

Faktor risiko
Sering terjadi pada orang dengan kondisi sebagai berikut:
Penderita diabetes, malnutrisi, memiliki daya tahan tubuh lemah, misalnya
karena menderita HIV-AIDS atau penyakit autoimun, memasang tindik di
lidah, tidak menjaga kebersihan mulut, mengalami kanker mulut, karies
gigi.
2. Anatomi fisiologis

Gambar 2:
Sumber:
3. Etiologi
Etiologi Angina Ludwig yang paling sering adalah bakteri yang
menyebabkan infeksi gigi molar dua tiga rahang bawah. Angina Ludwig
biasanya didahului dengan infeksi ringan yang kemudian menyebar dan
membentuk indurasi pada leher bagian atas. Kemudian terbentuk abses
dalam pada rongga submandibular, sublingual dan submental.
Agen penyebab Angina Ludwig yang paling sering ditemukan adalah
gabungan dari bakteri aerob dan anaerob, termasuk flora normal rongga
oral. Beberapa bakteri yang dilaporkan dapat menyebabkan Angina
Ludwig adalah Streptococcus viridans, Staphylococcus aureus, dan
Staphylococcus epidermidis.
Pada frekuensi yang lebih rendah, sekitar 7%, dilaporkan terjadinya
Angina Ludwig karena bakteri Group A Streptococcus beta hemolytic.
Beberapa agen infeksi lain yang pernah dilaporkan menyebabkan Angina
Ludwig adalah Bacteroides, Fusobacterium nucleatum,
Peptostreptococcus, dan Enterobacter aerogenes.[
4. Manifestasi Klinis
Demam, takipnea, takikardi. Pasien bisa gelisah, agitasi, dan
konfusi. Gejala lainnya yaitu adanya pembengkakan yang nyeri pada
dasar mulut dan bagian anterior leher, disfagia, odinofagia, drooling,
trismus, nyeri pada gigi, dan fetid breath. Suara serak, stridor, distress
pernafasan, penurunan air movement, sianosis, dan “sniffing” position2.
Stridor, kesulitan mengeluarkan secret, kecemasan, sianosis, dan
posisi duduk merupakan tanda akhir dari adanya obstruksi jalan nafas
yang lama dan merupakan indikasi untuk dipasang alat bantu pernafasan.
Pasien dapat mengalami disfonia yang disebabkan oleh edema pada
struktur vokalis. Gejala klinis ini harus diwaspadai oleh klinisi akan
adanya gangguan berat pada jalan nafas.

5. Patofisiologi
Patofisiologi Angina Ludwig seringkali diawali dengan infeksi gigi
pada molar 2 dan 3 rahang bawah kemudian menyebar ke subgingival
pocket, lalu ke muskulatur dan ke jaringan lunak kemudian menyebabkan
selulitis pada rongga submandibular.
Infeksi gigi seringkali mengawali Angina Ludwig karena akar gigi
tersebut memanjang secara inferior pada insersi mandibular otot
mylohyoid. Infeksi pada kedua gigi ini dapat menyebabkan perforasi pada
mandibula dan meluas hingga rongga submandibula.
Rongga submandibula terdiri atas 2 ruang yang dipisahkan oleh otot
milohioid. Rongga sublingual terletak superior dari otot mylohyoid,
sedangkan rongga submaksilaris terletak pada inferiornya. Kedua rongga
ini dianggap menjadi 1 rongga karena terdapat batas bebas oleh otot
mylohyoid yang menghubungkan keduanya.
Rongga submandibula kanan dan kiri dipisahkan oleh tulang
periodontal yang cenderung tipis, sehingga menyebabkan infeksi lebih
mudah menyebar secara medial. Kondisis anatomis ini menyebabkan
penyebaran infeksi mudah terjadi.
Infeksi yang terjadi pada Angina Ludwig tidak menyebar melalui
sistem limfatikus ataupun hematogen. Infeksi umumnya terjadi secara
bilateral. Selain dari infeksi gigi molar, selulitis juga dapat menyebar dari
abses peritonsilar dan parotitis supuratif.
6. Pathway
7. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi:
2) Palpasi: pembengkakan pada area bawah rahang
3)
8. Pemeriksaan penunjang dan interprestasi
1) Pemeriksaan laboratorium
2) Pemeriksaan sampel cairan dan jaringan pada areal bengkak
3) CT SCAN
4) MRI
5) Foto polos,

Gambar…: pemeriksaan foto polos (Foto Polos menunjukkan


adanya pembengkakan supraglotik (tanda panah)2
, CT Scan (CT scan menunjukkan adanya pembengkakan supraglotik dan
adanya udara dalam soft-tissue2)
No Jenis Hasil Interprestasi Nilai Normal
Pemeriksaan Laki Perempuan
1. Lab darah
Lekosit 14.000 Lekositosis
Hb
Kultur darah Streptococcus,
staphylococcus,
bakteroides
Pemeriksaa
n sampel
cairan dan
jaringan
pada areal
bengkak

CT SCAN menunjukkan
pengumpulan
cairan ruang
sublingual,
pengumpulan
meluas hingga
lemak subkutan
leher, meluas ke
arah kaudal ke
dinding dada
anterior,
menyusup ke
mediastinum
setinggi tulang
selangka,
semuanya berasal
dari gigi premolar

MRI

MSCT
Foto polos
leher
Foto thorax
Foto
panoramic
rahang
Usg leher
9. Penatalaksanaan Penyakit
Tujuan utama pengobatan angina Ludwig adalah untuk mengamankan
jalan napas, karena asfiksia akibat obstruksi jalan napas merupakan penyebab
utama kematian. Langkah selanjutnya termasuk mengendalikan infeksi
dengan antibiotik spektrum luas intravena dan drainase bedah pada beberapa
kasus infeksi yang sudah parah. Steroid intravena dan adrenalin nebulisasi
dapat menjadi pengobatan tambahan untuk memperbaiki edema wajah dan
saluran napas serta penetrasi antibiotic
1) Manajemen Jalan Nafas
Jika hipoksia, pasien harus menerima oksigen tambahan.
Pembengkakan leher biasanya mempersulit ventilasi masker; oleh karena
itu, pemberian oksigen awal pada pasien dengan menggunakan
pendekatan apa pun sangatlah penting. Peninggian lidah dan trismus
mempersulit penempatan saluran napas orofaringeal. Intubasi nasotrakeal
fleksibel adalah metode intubasi yang disukai, namun pengaturan untuk
pembedahan saluran napas seperti krikotirotomi harus dilakukan sebelum
upaya intervensi saluran napas. Disarankan agar pasien diintubasi dalam
posisi duduk dan terjaga, menggunakan endoskopi intubasi fleksibel.
Intubasi nasotrakeal yang fleksibel memerlukan dokter yang
berpengalaman; jika tidak memungkinkan, krikotirotomi atau trakeostomi
terkadang dilakukan sebagai manuver darurat pada infeksi stadium lanjut.
Mengelola jalan napas sebelum stridor atau sianosis sangat penting,
karena ini merupakan temuan yang terlambat.
Intubasi nasotrakeal buta, yang melibatkan pemasangan selang
endotrakeal tanpa melihat langsung ke laring, harus dihindari pada kasus
angina Ludwig. Prosedur ini berpotensi menyebabkan perdarahan,
pecahnya abses, memperburuk edema, dan menyebabkan spasme laring.
Perangkat saluran napas supraglotis mungkin tergeser karena
perkembangan pembengkakan; perangkat ini harus dihindari.

2) Antibiotik Intravena
Setelah jalan napas aman, antibiotik intravena spektrum luas
berfungsi sebagai pengobatan lini pertama. Antibiotik harus mencakup
mikroflora aerobik, anaerobik, dan oral. Ampisilin-sulbaktam atau
klindamisin adalah antibiotik yang paling sering diresepkan. Pada pasien
immunocompromised, cakupan antibiotik harus mencakup batang gram
negatif dan bakteri aerob dan anaerob yang memproduksi beta-laktamase.
Beberapa pilihan termasuk cefepime, meropenem, atau piperacillin-
tazobactam.
Selain itu, dokter harus mempertimbangkan cakupan MRSA untuk
pasien dengan sistem kekebalan tubuh lemah, pasien dengan peningkatan
risiko MRSA, atau pasien dengan riwayat infeksi MRSA sebelumnya.
Cakupan MRSA mencakup penambahan vankomisin IV atau linezolid IV
pada cakupan antibiotik yang disebutkan. Tabel 1 merangkum rejimen
antibiotik yang direkomendasikan (lihat File Media 4).

3) Steroid Intra Vena


Steroid intravena dan adrenalin nebulisasi (epinefrin) dapat
digunakan sebagai pengobatan tambahan, mengurangi edema dan selulitis,
memfasilitasi intubasi, dan meningkatkan penetrasi antibiotik ke dalam
ruang fasia. Beberapa laporan kasus menunjukkan penurunan kebutuhan
manajemen saluran napas dengan penggunaan steroid. Deksametason (10
mg IV) adalah steroid yang paling umum digunakan untuk kasus ini.
Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan sebelum penggunaan steroid
menjadi standar perawatan, dan penggunaan steroid diserahkan kepada
kebijaksanaan dokter yang merawat. Meskipun buktinya terbatas,
adrenalin yang dinebulasi juga berpotensi mengurangi obstruksi jalan
napas.

4) Drainase Bedah
Meskipun buktinya masih kontroversial, dekompresi bedah dini
pada ruang submandibular dapat memperbaiki status jalan napas.
Intervensi bedah bertujuan untuk membuka kembali saluran napas
orofaring dengan membiarkan lidah bergerak ke posisi lebih
anteroinferior. Sayatan biasanya dibuat sejajar dan selebar 2 jari di bawah
sudut mandibula, dan, dalam beberapa kasus, diperlukan banyak sayatan.
Langkah-langkah berikut termasuk memindahkan kelenjar submandibular
dan membagi otot mylohyoid untuk mendekompresi kompartemen fasia
yang terkena. Dekompresi dasar mulut secara bedah dapat menghindari
kebutuhan intubasi saluran napas yang berkepanjangan dan mengurangi
lama rawat inap di rumah sakit secara keseluruhan. Selain itu, prosedur
ini aman dan tidak ada laporan komplikasi langsung.

Gambar: Drainase pada infeksi supuratif5

Dekompresi bedah diindikasikan pada kasus angina Ludwig ketika


terdapat abses yang terlihat pada pencitraan, adanya fluktuasi pada
pemeriksaan, atau ketika pengobatan antibiotik terbukti tidak efektif.

Gambar .;
Sumber : .
5) Memasang alat bantu napas berupa tabung elastis ke dalam tenggorokan
melalui mulut (intubasi endotracheal)
6) Memberikan oksigen
7) Memasang infus sebagai jalur pemberian cairan dan obat
10. Pencegahan
1) Edukasi
2) Jaga kebersihan mulut
 Menyikat gigi 2 kali sehari menggunakan pasta gigi yang mengandung
fluoride
 Tidak menindik lidah
 Memeriksakan diri ke dokter bila mengalami patah gigi, sakit gigi,
rahang maupun gusi.
 Menjalani pemeriksaan rutin gigi k dokter gigi minimal 6 bulan sekali.
 Menghindari cidera rahang dengan memakai APD ketika berkendara,
bekerja atau berolahraga.
Infeksi odontogenik adalah penyebab utama angina Ludwig.
Memberikan pendidikan keselamatan kepada pasien dengan infeksi gigi
sangat penting dalam mengurangi risiko komplikasi parah. Gejala tanda
bahaya yang mungkin mengindikasikan pembengkakan yang semakin parah
dan mungkin memerlukan penanganan darurat meliputi:
1) Pembatasan pembukaan mulut yang signifikan
2) Pembengkakan submandibular bilateral
3) Suara "kentang panas".
4) Demam
5) Dasar mulut yang keras atau bengkak
6) Mobilitas lidah terbatas
7) Kesulitan menelan
8) Mengiler

11. Komplikasi
Seperti disebutkan, Ludwig angina adalah selulitis progresif cepat yang
dapat menyebabkan obstruksi jalan napas yang memerlukan intervensi
segera. Adanya gejala saluran napas atau ketidakmampuan mengatur sekret
mulut merupakan indikasi yang jelas untuk intubasi elektif guna mencegah
potensi kematian pada kasus angina Ludwig.
Selain itu, pemantauan ketat sangat penting untuk mencegah
penyebaran selulitis ke area sekitar, yang dapat menyebabkan komplikasi
seperti mediastinitis atau selulitis leher. Selain itu, angina Ludwig dapat
berkembang menjadi pneumonia aspirasi. Mediastinitis nekrotikans
menurun, yang terjadi terutama melalui ruang retrofaringeal (71%) atau
selubung karotis (21%), merupakan komplikasi parah yang memerlukan
perhatian. Sepsis yang mengakibatkan kegagalan banyak organ sering terjadi,
terutama pada pasien dengan gangguan sistem imun.
1) Penyumbatan saluran pernapasan
2) Infeksi yang menyebar ke aliran darah (sepsis)
3) Dehidrasi akibat sulit menelan (disfagia)

B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian

Identitas Pasien:

 Nama: [Nama Lengkap Pasien]


 Usia: [Usia Pasien]
 Jenis Kelamin: [Laki-laki/Perempuan]
 Nomor Rekam Medis: [Nomor Rekam Medis Pasien]
 Alamat: [Alamat Pasien]
 Kontak Darurat: [Nama Kontak Darurat dan Nomor Telepon]

Data Subjektif:

 Keluhan Utama: [Keluhan utama yang dibawa oleh pasien]


 Riwayat Kesehatan: [Riwayat medis pasien, termasuk penyakit kronis, alergi,
atau riwayat operasi]
 Riwayat Keluarga: [Riwayat penyakit keluarga yang relevan]
 Riwayat Pengobatan: [Obat-obatan yang sedang atau pernah digunakan oleh
pasien]
 Kebiasaan Hidup: [Kebiasaan seperti merokok, konsumsi alkohol, diet, dan
aktivitas fisik]
 Dukungan Sosial: [Dukungan sosial yang tersedia untuk pasien]

Data Objektif:

 Tanda Vital:
o Tekanan Darah: [Hasil tekanan darah]
o Denyut Nadi: [Denyut nadi per menit]
o Respirasi: [Frekuensi pernapasan per menit]
o Suhu: [Suhu tubuh pasien]
o Saturasi Oksigen: [SpO2]
 Pemeriksaan Fisik: [Hasil pemeriksaan fisik, termasuk temuan abnormal
seperti pembengkakan, eritema, atau tanda-tanda lain yang relevan]

Diagnosa Keperawatan:

 Nyeri Akut
 Gangguan menelan
 Bersihan jalan nafas tidak efektif
 hipertermi
 Defisit nutrisi
PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Kepala dan Leher:

1. Periksa kepala dan leher pasien untuk pembengkakan, eritema (peradangan


kulit), dan deformitas.
2. Evaluasi simetrisitas wajah dan leher.
3. Cari tahu apakah ada tanda-tanda selulitis atau abses di sekitar rahang,
tenggorokan, atau leher.

Pemeriksaan Mulut dan Tenggorokan:

1. Periksa mulut pasien untuk tanda-tanda abses gigi atau peradangan di sekitar
area mulut.
2. Evaluasi tenggorokan untuk pembengkakan, eritema, atau tanda-tanda
obstruksi saluran napas.

Tanda Vital:

1. Ukur tekanan darah, denyut nadi, suhu tubuh, dan frekuensi pernapasan
pasien.
2. Monitor saturasi oksigen (SpO2) untuk memastikan adanya oksigenasi yang
memadai.

Pemeriksaan Respirasi:

 Pantau tingkat kesulitan pernapasan pasien. Jika pasien mengalami stridor


(suara pernapasan yang berat), ini dapat mengindikasikan obstruksi jalan
napas yang parah.

Evaluasi Nyeri:

 Tanyakan kepada pasien tentang nyeri leher atau mulut. Skala nyeri (misalnya,
skala nyeri berdasarkan angka 0-10) dapat digunakan untuk memantau tingkat
nyeri pasien.

Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening:

 Periksa kelenjar getah bening di leher untuk pembengkakan atau peradangan.


Pembesaran kelenjar getah bening dapat mengindikasikan penyebaran infeksi.

Pemeriksaan Pernapasan:

 Dengarkan suara pernapasan pasien dengan menggunakan stetoskop di area


dada untuk mendeteksi tanda-tanda komplikasi seperti pneumonia.
Pemeriksaan Neurologis (jika relevan):

 Evaluasi tingkat kesadaran pasien, respons motorik, dan respons sensorik. Hal
ini penting jika terdapat tanda-tanda gangguan neurologis akibat infeksi.

2. Analisa Data

NO DATA PENYEBAB MASALAH

1 DS : klien mengatakan Bakteri Nyeri Akut


sakit leher

DO:
Menginfeksi
 Pengakijan jaringan sehat
TTV

 Skala Nyeri
Infkeksi
 PQRST

Peningkatan
leukosit

Nyeri Akut

2 Bersihan jalan tidak Abses Bersihan jalan


efektif nafas tidak efektif

Menekan leher
dalam

Kesulitan
mengeluarkan
secret

Bersihan jalan
nafas tidak
eefektif
3 Hipertemi Pelepasan sitoken Hipertermi

DS : klien merasa
demam
Hipotalamus
DO :

 Peningkatan
suhu tubuh
daiatas 37,5 Peningkatan suhu

 TTV

Memicu inflamasi

Hipertermi

4 Defisit nutrisi Penurunan intake Deficit Nutrisis


nutrisi
DS :

 malas makan

 sulit menelan Penurunan


makanan produksi energy

 mual muntah

DO :
Kelemahan
 tampak lemas

 tidak
menghabiskan
Deficit nutrisi
makanan

 nafsu makan
menurun

.
3. Perumusan Diagnosa dan Prioritas

Diagnosa Keperawatan:

 Nyeri Akut
 Bersihan jalan nafas tidak efektif
 hipertermi
 Defisit nutrisi
Intervensi Keperawatan

DATA DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI TINDAKAN


Manajemen nyeri (I.08238) Observasi:
DS : klien mengatakan Nyeri Akut b/d agen Tingkatan nyeri menurun  Identifikasi lokasi,
sakit leher pencedera fisik (L.08066) ditandai dengan : karakteristik, durasi,
frekuensi da intensitas
DO:  Keluhan nyeri nyeri.
meurun (5)  Identifikasi skala nyeri.
 Pengakijan TTV
 Meringis menurun  Identifikasi respon nyeri
 Skala Nyeri (5) non verbal.
 Identifikasi pengaruh
 PQRST  Sikap protektif dan keyakinan tentang
menurun (5) nyeri.

 Gelisah menurun (5) Teraupetik:


 Berikan teknik
 Kesulitan tidur nonfarmakologis untuk
menurun (5) mengurangi rasa nyeri.
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri.
 Fasilitasi istirahat dan
tidur.
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri.

Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian
analgesik jika perlu.
Bersihan jalan tidak Bersihan jalan nafas tidak Bersihan jalan nafas Manajemen jalan nafas Observasi:
efektif efektif b/d proses infeksi meningkat (L.01001) (I.01011)
( D.0001) dengan kriteria hasil :  Monitor pola nafas

 Produksi sputum  Monitor bunyi nafas


menurun (5) tambahan

 Sulit bicara mnurun  Monitor sputum


(5)
Teraupetik:
 Gelisah menurun (5)
 Pertahankan
 Frekwensi nafas kecepatan jalan nafas
membaik (5) dengan head-tift dan
chin -lift
 Pola nafas membaik
(5)  Posisikan semi
fowler atau fowler

 Berikan minuman
hangat

 Lakukan fisioterapi
dada

 Lakukan peghisapan
lendir kurang dari 15
detik

 Keluarkan sumbatan
benda dengan prses
mcGill

 Berikan oksigen jika


perlu

Edukasi:

 Anjurkan asupan
cairan 2000ml/hari

 Ajarkan teknik batuk


efektif

Kolaborasi:

 Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekpektoran
danmukolitik jika
perlu

Hipertermi b.d proses penyakit Termoregulasi (L.14134) Manajemen hipertermi Observasi:


Hipertemi (D.0130) Kri (I.15506)  Identifikasi penyebab
teria hasil: hipertermi
DS : klien merasa  Menggigil (1-5)  Monitor suhu tubuh
demam  Kulit merah (1-5)  Monitor kadar elektrolit
DO :  Akrosianosis (1-5)  Monitor keluaran urine
 Pucat (1-5)  Monitor komplikasi
 Peningkatan  Suhu tubuh (1-5) akibat hipertermi.
suhu tubuh  Auhu kulit (1-5) Teraupetik:
 Pengisian apiler (1-5)  Sediakan lingkungan
 Tekanan darah (11-5) yag dingin
daiatas 37,5  Longgarkan atau
lepaskan pakaian
 TTV  Berikan cairan oral
 Lakukan pendinginan
eksternal
 Berikan oksigen jika
perlu
Edukasi:
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit.
Manajemen nutrisi (I.03119) Observasi:
Defisit nutrisi Deficit nutrisis b/d ketidak Status nutrisi membaik  Identifikasi status nutrisi
mampuan menelan (L.03030) dengan kriteria  Identifikasi alegi dan
DS : makanan ( D.0019) hasil : intoleransi makanan
 Identifikasi makanan
 malas makan  Porsi makan yang yag disukai
di habiskan  Identifikasi perlunya
 sulit menelan meningkat (5)
makanan penggunaan selang
 Kekuatan otot nasogastrik
 mual muntah mengunyah  Monitor asupan
meningkat (5) makanan
DO :  Monitpr berat badan.
 Kekuaatan otot
 tampak lemas menelan meningkat
(5)
 tidak Terupetik:
menghabiskan  Berat badan  Lakukan oral hygien
makanan membaik(5) sebelum makan
 Fasilitasi untuk
 nafsu makan
menentukan pedoman
menurun  IMT membaik (5) diet
 Sajikan makanan secara
. menarik dan suhu yang
sesuai
 Beikan makanan tinggi
serat
 Berikan makanan yang
tinggi protein dan kalori
 Hentikan pemberian
makanan melalui selang
nasogastrik jika asupan
oral dapat ditolerasi

Edukasi:
 Anjurkan posisi duduk
jika mampu
 Ajarkan diet yang
deprogram

Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian
medikal sebelum makan
 Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9275530/
2022 Jun; 14(6): e25873.
Published online 2022 Jun 12. doi: 10.7759/cureus.25873
Color Atlas of Common-Oral Disease Fifth Edition,

You might also like