Professional Documents
Culture Documents
ANGGINA LUDWIG
OLEH KELOMPOK 4 :
Hasriati : 2022082024043
JAYAPURA
2023
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
1. Umum
2. Khusus
D. MANFAAT
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP TEORI
B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
2. Analisa Data
3. Perumusan Diagnosa dan Prioritas
4. Intervensi Keperawatan
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Data epidemiologi menunjukkan bahwa kejadian Angina Ludwig semakin
menurun dengan angka kejadian berkisar 4–8% dari seluruh infeksi jaringan lunak
leher.
Angina Ludwig ditemukan lebih banyak pada laki–laki. Rentang usia pasien
berkisar 20–60 tahun. Angina Ludwig juga dapat terjadi pada anak tanpa faktor
risiko yang jelas. Sebuah studi menemukan bahwa angka kejadian Angina Ludwig
berkisar 4–8% dari seluruh infeksi jaringan lunak leher.
Angina Ludwig merupakan selulitis diffusa yang potensial mengancam
nyawa yang mengenai dasar mulut dan region submandibular bilateral dan
menyebabkan obstruksi progresif dari jalan nafas. Wilhelm Frederick von Ludwig,
pertama kali mendeskripsikan kondisi ini pada tahun 1836 sebagai infeksi ruang
fasial yang hampir selalu fatal.
Angina Ludwig ditandai dengan demam, dispnea, disfagia akibat
pembengkakan pada lantai mulut dan leher. Pada beberapa instansi, angina ini
berkembang akibat komplikasi dari infeksi odontogenik dari gigi molar kedua dan
ketiga. Pada pemeriksaan mikrobiologi, angina Ludwig diakibatkan oleh
polimikroba, baik gram positif ataupun gram negatif, aerob ataupun anaerob.
Biasanya angina ini disebabkan oleh Streptokokus spp, Stafilokokus aureus,
Prevotella spp, dan Porfirimonas spp1.
Terapi pada angina Ludwig bertujuan untuk mengamankan jalan nafas, terapi
antimikroba spectrum luas secara agresif, dan dekompresi facial planes dengan
memusnahkan sumber infeksi1.
Mengenal tanda-tanda awal angina Ludwig sangat penting dalam manajemen
gangguan ini. Pada kasus tahap lanjut, mengamankan patensi jalan nafas dan
drainase surgical sangat penting untuk menghindari terjadinya asfiksia.
Prognosis angina Ludwig sangat tergantung kepada seberapa cepat
tatalaksana mengamankan jalan nafas dan pemberian antibiotic dilakukan. Pada era
sebelum ditemukannya antibitik, tingkat kematian lebih tinggi dibandingkan
dengan era saat antibiotik telah ditemukan.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
1. Umum
Tujuan dari penyusunan makalah Angina Ludwig dan Mouth Ulcer ini adalah
sebagai berikut:
a) Sebagai salah satu tugas penilaian
b) Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dan
pembaca, terutama mengenai manifestasi klinis, diagnosis, dan tatalaksana
Angina Ludwig dan Mouth Ulcer
2. Khusus
D. MANFAAT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Faktor risiko
Sering terjadi pada orang dengan kondisi sebagai berikut:
Penderita diabetes, malnutrisi, memiliki daya tahan tubuh lemah, misalnya
karena menderita HIV-AIDS atau penyakit autoimun, memasang tindik di
lidah, tidak menjaga kebersihan mulut, mengalami kanker mulut, karies
gigi.
2. Anatomi fisiologis
Gambar 2:
Sumber:
3. Etiologi
Etiologi Angina Ludwig yang paling sering adalah bakteri yang
menyebabkan infeksi gigi molar dua tiga rahang bawah. Angina Ludwig
biasanya didahului dengan infeksi ringan yang kemudian menyebar dan
membentuk indurasi pada leher bagian atas. Kemudian terbentuk abses
dalam pada rongga submandibular, sublingual dan submental.
Agen penyebab Angina Ludwig yang paling sering ditemukan adalah
gabungan dari bakteri aerob dan anaerob, termasuk flora normal rongga
oral. Beberapa bakteri yang dilaporkan dapat menyebabkan Angina
Ludwig adalah Streptococcus viridans, Staphylococcus aureus, dan
Staphylococcus epidermidis.
Pada frekuensi yang lebih rendah, sekitar 7%, dilaporkan terjadinya
Angina Ludwig karena bakteri Group A Streptococcus beta hemolytic.
Beberapa agen infeksi lain yang pernah dilaporkan menyebabkan Angina
Ludwig adalah Bacteroides, Fusobacterium nucleatum,
Peptostreptococcus, dan Enterobacter aerogenes.[
4. Manifestasi Klinis
Demam, takipnea, takikardi. Pasien bisa gelisah, agitasi, dan
konfusi. Gejala lainnya yaitu adanya pembengkakan yang nyeri pada
dasar mulut dan bagian anterior leher, disfagia, odinofagia, drooling,
trismus, nyeri pada gigi, dan fetid breath. Suara serak, stridor, distress
pernafasan, penurunan air movement, sianosis, dan “sniffing” position2.
Stridor, kesulitan mengeluarkan secret, kecemasan, sianosis, dan
posisi duduk merupakan tanda akhir dari adanya obstruksi jalan nafas
yang lama dan merupakan indikasi untuk dipasang alat bantu pernafasan.
Pasien dapat mengalami disfonia yang disebabkan oleh edema pada
struktur vokalis. Gejala klinis ini harus diwaspadai oleh klinisi akan
adanya gangguan berat pada jalan nafas.
5. Patofisiologi
Patofisiologi Angina Ludwig seringkali diawali dengan infeksi gigi
pada molar 2 dan 3 rahang bawah kemudian menyebar ke subgingival
pocket, lalu ke muskulatur dan ke jaringan lunak kemudian menyebabkan
selulitis pada rongga submandibular.
Infeksi gigi seringkali mengawali Angina Ludwig karena akar gigi
tersebut memanjang secara inferior pada insersi mandibular otot
mylohyoid. Infeksi pada kedua gigi ini dapat menyebabkan perforasi pada
mandibula dan meluas hingga rongga submandibula.
Rongga submandibula terdiri atas 2 ruang yang dipisahkan oleh otot
milohioid. Rongga sublingual terletak superior dari otot mylohyoid,
sedangkan rongga submaksilaris terletak pada inferiornya. Kedua rongga
ini dianggap menjadi 1 rongga karena terdapat batas bebas oleh otot
mylohyoid yang menghubungkan keduanya.
Rongga submandibula kanan dan kiri dipisahkan oleh tulang
periodontal yang cenderung tipis, sehingga menyebabkan infeksi lebih
mudah menyebar secara medial. Kondisis anatomis ini menyebabkan
penyebaran infeksi mudah terjadi.
Infeksi yang terjadi pada Angina Ludwig tidak menyebar melalui
sistem limfatikus ataupun hematogen. Infeksi umumnya terjadi secara
bilateral. Selain dari infeksi gigi molar, selulitis juga dapat menyebar dari
abses peritonsilar dan parotitis supuratif.
6. Pathway
7. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi:
2) Palpasi: pembengkakan pada area bawah rahang
3)
8. Pemeriksaan penunjang dan interprestasi
1) Pemeriksaan laboratorium
2) Pemeriksaan sampel cairan dan jaringan pada areal bengkak
3) CT SCAN
4) MRI
5) Foto polos,
CT SCAN menunjukkan
pengumpulan
cairan ruang
sublingual,
pengumpulan
meluas hingga
lemak subkutan
leher, meluas ke
arah kaudal ke
dinding dada
anterior,
menyusup ke
mediastinum
setinggi tulang
selangka,
semuanya berasal
dari gigi premolar
MRI
MSCT
Foto polos
leher
Foto thorax
Foto
panoramic
rahang
Usg leher
9. Penatalaksanaan Penyakit
Tujuan utama pengobatan angina Ludwig adalah untuk mengamankan
jalan napas, karena asfiksia akibat obstruksi jalan napas merupakan penyebab
utama kematian. Langkah selanjutnya termasuk mengendalikan infeksi
dengan antibiotik spektrum luas intravena dan drainase bedah pada beberapa
kasus infeksi yang sudah parah. Steroid intravena dan adrenalin nebulisasi
dapat menjadi pengobatan tambahan untuk memperbaiki edema wajah dan
saluran napas serta penetrasi antibiotic
1) Manajemen Jalan Nafas
Jika hipoksia, pasien harus menerima oksigen tambahan.
Pembengkakan leher biasanya mempersulit ventilasi masker; oleh karena
itu, pemberian oksigen awal pada pasien dengan menggunakan
pendekatan apa pun sangatlah penting. Peninggian lidah dan trismus
mempersulit penempatan saluran napas orofaringeal. Intubasi nasotrakeal
fleksibel adalah metode intubasi yang disukai, namun pengaturan untuk
pembedahan saluran napas seperti krikotirotomi harus dilakukan sebelum
upaya intervensi saluran napas. Disarankan agar pasien diintubasi dalam
posisi duduk dan terjaga, menggunakan endoskopi intubasi fleksibel.
Intubasi nasotrakeal yang fleksibel memerlukan dokter yang
berpengalaman; jika tidak memungkinkan, krikotirotomi atau trakeostomi
terkadang dilakukan sebagai manuver darurat pada infeksi stadium lanjut.
Mengelola jalan napas sebelum stridor atau sianosis sangat penting,
karena ini merupakan temuan yang terlambat.
Intubasi nasotrakeal buta, yang melibatkan pemasangan selang
endotrakeal tanpa melihat langsung ke laring, harus dihindari pada kasus
angina Ludwig. Prosedur ini berpotensi menyebabkan perdarahan,
pecahnya abses, memperburuk edema, dan menyebabkan spasme laring.
Perangkat saluran napas supraglotis mungkin tergeser karena
perkembangan pembengkakan; perangkat ini harus dihindari.
2) Antibiotik Intravena
Setelah jalan napas aman, antibiotik intravena spektrum luas
berfungsi sebagai pengobatan lini pertama. Antibiotik harus mencakup
mikroflora aerobik, anaerobik, dan oral. Ampisilin-sulbaktam atau
klindamisin adalah antibiotik yang paling sering diresepkan. Pada pasien
immunocompromised, cakupan antibiotik harus mencakup batang gram
negatif dan bakteri aerob dan anaerob yang memproduksi beta-laktamase.
Beberapa pilihan termasuk cefepime, meropenem, atau piperacillin-
tazobactam.
Selain itu, dokter harus mempertimbangkan cakupan MRSA untuk
pasien dengan sistem kekebalan tubuh lemah, pasien dengan peningkatan
risiko MRSA, atau pasien dengan riwayat infeksi MRSA sebelumnya.
Cakupan MRSA mencakup penambahan vankomisin IV atau linezolid IV
pada cakupan antibiotik yang disebutkan. Tabel 1 merangkum rejimen
antibiotik yang direkomendasikan (lihat File Media 4).
4) Drainase Bedah
Meskipun buktinya masih kontroversial, dekompresi bedah dini
pada ruang submandibular dapat memperbaiki status jalan napas.
Intervensi bedah bertujuan untuk membuka kembali saluran napas
orofaring dengan membiarkan lidah bergerak ke posisi lebih
anteroinferior. Sayatan biasanya dibuat sejajar dan selebar 2 jari di bawah
sudut mandibula, dan, dalam beberapa kasus, diperlukan banyak sayatan.
Langkah-langkah berikut termasuk memindahkan kelenjar submandibular
dan membagi otot mylohyoid untuk mendekompresi kompartemen fasia
yang terkena. Dekompresi dasar mulut secara bedah dapat menghindari
kebutuhan intubasi saluran napas yang berkepanjangan dan mengurangi
lama rawat inap di rumah sakit secara keseluruhan. Selain itu, prosedur
ini aman dan tidak ada laporan komplikasi langsung.
Gambar .;
Sumber : .
5) Memasang alat bantu napas berupa tabung elastis ke dalam tenggorokan
melalui mulut (intubasi endotracheal)
6) Memberikan oksigen
7) Memasang infus sebagai jalur pemberian cairan dan obat
10. Pencegahan
1) Edukasi
2) Jaga kebersihan mulut
Menyikat gigi 2 kali sehari menggunakan pasta gigi yang mengandung
fluoride
Tidak menindik lidah
Memeriksakan diri ke dokter bila mengalami patah gigi, sakit gigi,
rahang maupun gusi.
Menjalani pemeriksaan rutin gigi k dokter gigi minimal 6 bulan sekali.
Menghindari cidera rahang dengan memakai APD ketika berkendara,
bekerja atau berolahraga.
Infeksi odontogenik adalah penyebab utama angina Ludwig.
Memberikan pendidikan keselamatan kepada pasien dengan infeksi gigi
sangat penting dalam mengurangi risiko komplikasi parah. Gejala tanda
bahaya yang mungkin mengindikasikan pembengkakan yang semakin parah
dan mungkin memerlukan penanganan darurat meliputi:
1) Pembatasan pembukaan mulut yang signifikan
2) Pembengkakan submandibular bilateral
3) Suara "kentang panas".
4) Demam
5) Dasar mulut yang keras atau bengkak
6) Mobilitas lidah terbatas
7) Kesulitan menelan
8) Mengiler
11. Komplikasi
Seperti disebutkan, Ludwig angina adalah selulitis progresif cepat yang
dapat menyebabkan obstruksi jalan napas yang memerlukan intervensi
segera. Adanya gejala saluran napas atau ketidakmampuan mengatur sekret
mulut merupakan indikasi yang jelas untuk intubasi elektif guna mencegah
potensi kematian pada kasus angina Ludwig.
Selain itu, pemantauan ketat sangat penting untuk mencegah
penyebaran selulitis ke area sekitar, yang dapat menyebabkan komplikasi
seperti mediastinitis atau selulitis leher. Selain itu, angina Ludwig dapat
berkembang menjadi pneumonia aspirasi. Mediastinitis nekrotikans
menurun, yang terjadi terutama melalui ruang retrofaringeal (71%) atau
selubung karotis (21%), merupakan komplikasi parah yang memerlukan
perhatian. Sepsis yang mengakibatkan kegagalan banyak organ sering terjadi,
terutama pada pasien dengan gangguan sistem imun.
1) Penyumbatan saluran pernapasan
2) Infeksi yang menyebar ke aliran darah (sepsis)
3) Dehidrasi akibat sulit menelan (disfagia)
B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Identitas Pasien:
Data Subjektif:
Data Objektif:
Tanda Vital:
o Tekanan Darah: [Hasil tekanan darah]
o Denyut Nadi: [Denyut nadi per menit]
o Respirasi: [Frekuensi pernapasan per menit]
o Suhu: [Suhu tubuh pasien]
o Saturasi Oksigen: [SpO2]
Pemeriksaan Fisik: [Hasil pemeriksaan fisik, termasuk temuan abnormal
seperti pembengkakan, eritema, atau tanda-tanda lain yang relevan]
Diagnosa Keperawatan:
Nyeri Akut
Gangguan menelan
Bersihan jalan nafas tidak efektif
hipertermi
Defisit nutrisi
PEMERIKSAAN FISIK
1. Periksa mulut pasien untuk tanda-tanda abses gigi atau peradangan di sekitar
area mulut.
2. Evaluasi tenggorokan untuk pembengkakan, eritema, atau tanda-tanda
obstruksi saluran napas.
Tanda Vital:
1. Ukur tekanan darah, denyut nadi, suhu tubuh, dan frekuensi pernapasan
pasien.
2. Monitor saturasi oksigen (SpO2) untuk memastikan adanya oksigenasi yang
memadai.
Pemeriksaan Respirasi:
Evaluasi Nyeri:
Tanyakan kepada pasien tentang nyeri leher atau mulut. Skala nyeri (misalnya,
skala nyeri berdasarkan angka 0-10) dapat digunakan untuk memantau tingkat
nyeri pasien.
Pemeriksaan Pernapasan:
Evaluasi tingkat kesadaran pasien, respons motorik, dan respons sensorik. Hal
ini penting jika terdapat tanda-tanda gangguan neurologis akibat infeksi.
2. Analisa Data
DO:
Menginfeksi
Pengakijan jaringan sehat
TTV
Skala Nyeri
Infkeksi
PQRST
Peningkatan
leukosit
Nyeri Akut
Menekan leher
dalam
Kesulitan
mengeluarkan
secret
Bersihan jalan
nafas tidak
eefektif
3 Hipertemi Pelepasan sitoken Hipertermi
DS : klien merasa
demam
Hipotalamus
DO :
Peningkatan
suhu tubuh
daiatas 37,5 Peningkatan suhu
TTV
Memicu inflamasi
Hipertermi
malas makan
mual muntah
DO :
Kelemahan
tampak lemas
tidak
menghabiskan
Deficit nutrisi
makanan
nafsu makan
menurun
.
3. Perumusan Diagnosa dan Prioritas
Diagnosa Keperawatan:
Nyeri Akut
Bersihan jalan nafas tidak efektif
hipertermi
Defisit nutrisi
Intervensi Keperawatan
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian
analgesik jika perlu.
Bersihan jalan tidak Bersihan jalan nafas tidak Bersihan jalan nafas Manajemen jalan nafas Observasi:
efektif efektif b/d proses infeksi meningkat (L.01001) (I.01011)
( D.0001) dengan kriteria hasil : Monitor pola nafas
Berikan minuman
hangat
Lakukan fisioterapi
dada
Lakukan peghisapan
lendir kurang dari 15
detik
Keluarkan sumbatan
benda dengan prses
mcGill
Edukasi:
Anjurkan asupan
cairan 2000ml/hari
Kolaborasi:
Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekpektoran
danmukolitik jika
perlu
Edukasi:
Anjurkan posisi duduk
jika mampu
Ajarkan diet yang
deprogram
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian
medikal sebelum makan
Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9275530/
2022 Jun; 14(6): e25873.
Published online 2022 Jun 12. doi: 10.7759/cureus.25873
Color Atlas of Common-Oral Disease Fifth Edition,