Professional Documents
Culture Documents
Dosen pembimbing
Jl. Hang Jebat III No.4 No.8, RT.4/RW.8, Gunung, Kec. Kby. Baru,
2021
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulispanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya yang
telah dilimpahkan kepada penulis sehingga penulisdapat menyelesaikan makalah yang berjudul
tentang “LEPTOSPIROSIS” yang merupakan salah satu tugas untuk mata kuliah Penyakit
Berbasis Lingkungan pada semester ketiga.
Kami juga berterimakasih kepada Bapak Rojali SKM, M. Epid yang telah memberikan
tugas makalah ini sehingga pengetahuan penulisdalam penulisan makalah ini semakin bertambah
dan hal itu sangat bermanfaat bagi penulis di kemudian hari.
Penulismenyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, namun
demikian telah memberikan manfaat bagi penulis. Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran yang bersifat membangun akan penulisterima
dengan senang hati.
Jakarta, 2021
Penulis
i
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang................................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................................3
1.3 Tujuan..............................................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................................5
2.1 Agen Penyebab.................................................................................................................................5
2.2 Karakteristik perjalanan penyakit Leptospirosis.........................................................................6
2.3 Riwayat Perjalanan penyakit Leptospirosis..................................................................................8
2.4 Epidemiologi..................................................................................................................................10
2.5 Peranan Lingkungan.....................................................................................................................11
2.6 Upaya Pencegahan Penularan Penyakit Leptospirosis...............................................................12
BAB III PENUTUP..................................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................................15
3.2 Saran...............................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................17
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.3 Tujuan
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang dapat menyerang manusia dan binatang.
Penyakit menular ini adalah penyakit hewan yang dapat menjangkiti manusia. Termasuk
penyakit zoonosis yang paling sering terjadi di dunia. Leptospirosis juga dikenal dengan
nama flood fever atau demam banjir karena memang muncul dikarenakan banjir.
Berdasarkan strainnya, bakteri Leptospira dibedakan menjadi strain yang patogen dan
nonpatogen. Leptospira patogen dikenal sebagai L. interrogans, sedangkan yang non-patogen
dikenal sebagai L. biflexa
6
1. Fase Leptospiremia
Demam mendadak tinggi sampai menggigil disertai sakit kepala, nyeri otot,
hiperaestesia pada kulit, mual muntah, diare, bradikardi relatif, ikterus, injeksi silier mata.
Fase ini berlangsung 4- 9 hari dan berakhir dengan menghilangnya gejala klinis untuk
sementara.
2. Fase Imun
3. Fase Penyembuhan
Fase ini terjadi pada minggu ke 2 - 4 dengan patogenesis yang belum jelas. Gejala
klinis pada penelitian ditemukan berupa demam dengan atau tanpa muntah, nyeri otot,
ikterik, sakit kepala, batuk, hepatomegali, perdarahan dan menggigil serta splenomegali.
Menurut berat ringannya, leptospirosis dibagi menjadi ringan dan berat, tetapi untuk
pendekatan diagnosis klinis dan penanganannya, para ahli lebih senang membagi penyakit ini
menjadi leptospirosis anikterik (non ikterik) dan leptospirosis ikterik.
a) Leptospirosis anikterik
Onset leptospirosis ini mendadak dan ditandai dengan demam ringan atau
tinggi yang umumnya bersifat remiten, nyeri kepala, menggigil serta mialgia. Nyeri
7
kepala bisa berat, mirip yang terjadi pada infeksi dengue, disertai nyeri retro-orbital
dan photopobia. Nyeri otot terutama di daerah betis, punggung dan paha. Nyeri ini
diduga akibat kerusakan otot sehingga creatinin phosphokinase pada sebagian besar
kasus akan meningkat, dan pemeriksaan cretinin phosphokinase ini dapat untuk
membantu diagnosis klinis leptospirosis. Akibat nyeri betis yang menyolok ini, pasien
kadang kadang mengeluh sukar berjalan. Mual, muntah dan anoreksia dilaporkan oleh
sebagian besar pasien. Pemeriksaan fisik yang khas adalah conjunctival suffusion dan
nyeri tekan di daerah betis. Limpadenopati, splenomegali, hepatomegali dan rash
macupapular bisa ditemukan, meskipun jarang. Kelainan mata berupa uveitis dan
iridosiklis dapat dijumpai pada pasien leptospirosis anikterik maupun ikterik.
b) Leptospirosis Ikterik
penyakit Weil. Pada leptospirosis ikterik, demam dapat persisten sehingga fase imun
menjadi tidak jelas atau nampak overlapping dengan fase leptospiremia. Ada tidaknya
fase imun juga dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah bakteri Leptospira yang
menginfeksi, status imunologik dan nutrisi penderita serta kecepatan memperoleh
terapi yang tepat.
Menurut Saroso (2003) penularan leptospirosis dapat secara langsung dan tidak
langsung yaitu :
Berdasarkan gejala dan tanda yang dittimbulkan tergantung kepada berat ringannya
infeksi, maka gejala dan tanda klinik dapat berat, agak berat atau ringan saja. Penderita
mampu segera mambentuk antibodi (zat kekebalan). Sehingga mampu menghadapi bakteri
Leptospira, bahkan penderita dapat menjadi sembuh (Dharmojono, 2002).
Gejala klinis dari Leptospirosis pada manusia menurut Widoyono (2008) bisa
dibedakan menjadi tiga stadium, yaitu:
4) Pada jantung, aritmia, dilatasi jantung dan kegagalan jantung yang dapat
menyebabkan kematian mendadak
5) Pada paru-paru, hemorhagic pneumonitis dengan batuk darah, nyeri dada, respiratory
distress dan cyanosis
6) Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah (vascular damage) dari saluran
pernapasan, saluran pencernaan, ginjal dan saluran genitalia
7) Infeksi pada kehamilan menyebabkan abortus, lahir mati, premature dan kecacatan
pada bayi
Menurut dr. Faisal Yatim (2007) penderita leptospirosis pada manusia bisa tanpa
keluhan. Akan tetapi ditemukan memperlihatkan gejala antara lain:
2.4 Epidemiologi
Leptospirosis tersebar luas di negara-negara yang beriklim tropis termasuk Indonesia.
Kondisi lingkungan di wilayah tropis sangat mendukung penyebaran bakteri Leptospira,
karena bakteri ini cocok hidup pada lingkungan dengan temperatur hangat, pH air dan tanah
netral, kelembaban dan curah hujan yang tinggi. Terlebih jika kondisi lingkungan dalam
keadaan yang buruk yang mendukung perkembangan dan lama hidup bakteri. Di wilayah
Asia Pasifik leptospirosis di kategorikan sebagai penyakit yang ditularkan melalui media air
(water borne disease), terlebih air yang sudah terkontaminasi oleh bakteri Leptospira.
Laporan dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa
Case Fatality Rate (CFR) tertinggi kasus leptospirosis pada tahun 2016 ada di Provinsi
Banten sebesar 60%, Daerah Istimewa Yogyakarta 35,29% dan Jawa Tengah 18,29%.
Leptospirosis terjadi jika ada kontak antara manusia dengan hewan atau lingkungan yang
11
sudah terinfeksi bakteri Leptospira. Manifestasi leptospirosis ini beragam mulai dari gejala
demam, ikterus, pembesaran hati dan limpa, serta kerusakan ginjal.
Sedangkan hewan yang terinfeksi oleh leptospira belum tentu tampak dalam kondisi
sakit, karena bakteri ini bersifat komensal pada beberapa jenis hewan termasuk tikus yang
dikenal sebagi reservoir leptospirosis di Indonesia. Secara alamiah leptospirosis terjadi
karena adanya interaksi yang sangat kompleks dan beragam antara agent (pembawa
penyakit), host (tuan tumah/pejamu) dan environment (lingkungan).
Faktor-faktor resiko terinfeksi kuman Leptospira, bila kontak langsung atau terpajan
air atau rawa yang terkontaminasi yaitu :
12
1) Kontak dengan air yang terkonaminasi kuman Leptospira atau urin tikus saat banjir.
2) Pekerjaan tukang perahu, rakit bambu, pemulung.
3) Mencuci atau mandi disungai atau danau.
4) Tukang kebun atau pekerjaan di perkebunan.
5) Petani tanpa alas kaki di sawah.
6) Pembersih selokan.
7) Pekerja potong hewan, tukang daging yang terpajan saat memotong hewan.
8) Peternak, pemeliharaan hewan dan dorter hewan yang terpajan karena menangani
ternak atau hewan, terutama saat memerah susu, menyentuh hewan mati, menolong
hewan melahirkan, atau kontak dengan bahan lain seperti plasenta, cairan amnion dan
bila kontak dengan percikan infeksius saat hewan berkemih.
9) Pekerja tambang.
10) Pemancing ikan, pekerja tambak udang atau ikan tawar.
11) Anak-anak yang bermain di taman, genangan air hujan atau kubangan.
12) Tempat rekreasi di air tawar : berenang, arum jeram dan olah raga air lain, trilomba
juang (triathlon), memasuki gua, mendaki gunung. Infeksi leptospirosis di Indonesia
umumnya dengan perantara tikus jenis Rattus norvegicus (tikus selokan), Rattus
diardii (tikus ladang), dan Rattus exulans Suncu murinus (cecurt).
penampungan air, perkarangan yang kedap tikus, dan dengan membuang sisa
makanan serta sampah jauh dari jangkauan tikus.
e. Mencengah tikus dan hewan liar lain tinggal di habitat manusia dengan
memelihara lingkungan bersih, membuang sampah, memangkas rumput dan
semak berlukar, menjaga sanitasi, khususnya dengan membangun sarana
pembuangan limbah dan kamar mandi yang baik, dan menyediakan air minum
yang bersih.
f. Melakukan vaksinasi hewan ternak dan hewan peliharaan.
g. Membuang kotoran hewan peliharaan sedemikian rupa sehingga tidak
menimbulkan kontaminasi, misalnya dengan pemberian desinfektan.
h. Menurunkan pH air sawah menjadi asam dengan pemakaian pupuk atau bahan -
bahan kimia sehingga jumlah dan virulensi kuman Leptospira berkurang.
i. Memberikan peringatan kepada masyarakat mengenai air kolam, genangan air
dan sungai yang telah atau diduga terkontaminasi kuman Leptospira.
j. Manajemen ternak yang baik.
3.1 Kesimpulan
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang dapat menyerang manusia dan
binatang. Penyakit menular ini adalah penyakit hewan yang dapat menjangkiti manusia.
Leptospirosis disebabkan oleh mikroorganisme berbentuk spiral dan bergerak aktif yang
dinamakan Leptospira. Leptospirosis memiliki tiga fase penyakit yang khas yaitu fase
leptospiremia, fase imun, dan fase penyembuhan. Menurut berat ringannya, leptospirosis
dibagi menjadi ringan dan berat yaitu penyakit leptospirosis anikterik (non ikterik) dan
leptospirosis ikterik.
Penyakit leptospirosis ini biasanya terjadi pada wilayah tropis dan subtropis yang
memiliki curah hujan tinggi, udara yang hangat dan lembab serta biasanya terjadi setelah
banjir berlangsung. Biasanya setelah banjir berakhir, manusia dan binatang akan terpapar
oleh air maupun tanah yang terkontaminasi bakteri Leptospira. Bakteri Leptospira masuk
ke dalam tubuh manusia melalui luka yang ada di kulit, membran mukosa (hidung, mulut
dan mata), atau bahkan melalui air minum. Dan untuk pencegahan penuklaran penyakit
leptospirosis bisa dengan mengontrol jalur sumber infeksi, jalur penularan, dan jalur
pejamun manusianya.
16
3.2 Saran
Riyaningsih, dkk. 2012. Faktor Risiko Lingkungan Kejadian Leptospirosis di Jawa Tengah
(Jurnal). Semarang : Universitas Diponogoro Saroso, S. 2003.
Alib Birwin, Buchari Lapau. 2018. Pendekatan Epidemiologi Mengatasi Masalah Superbakteri
Melalui Puskesmas Dan Rumah Sakit. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat (Journal of
Public Health Sciences) Volume 7, Nomor 2, Tahun 2018