You are on page 1of 11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cacing Tanah

2.1.1 Klasifikasi Cacing Tanah

Cacing tanah merupakan hewan Invertebrata dari filum Annelida , kelas

Chaetopoda dan ordo Oligochaeta. Menurut Jhon (2007) famili dari ordo ini

yang sering ditemukan adalah:

a. Famili Moniligastridae , contoh genus: Moniligaster.

b. Famili Megascolidae,contoh genus: Pharetma, Peryonix, Megascolex.

c. Famili Acanthodrilidae, contoh genus: Diplocardia.

d. Famili Eudrilidae, contoh genus: Eudrilus.

e. Famili Glossoscolecidae, contoh genus: Pontoscolex corenthurus.

f. Famili Sparganophilidae, contoh genus: Sparganophilus.

g. Famili Tubificidae, contoh genus: Tubifex.

h. Famili Lumbricidae, contoh genusnya yaitu: Lumbricus, Eisenella,

Binatos,

i. Dendrobaena, Octalasion, Eisenia, Allobophora.

2.1.2 Morfologi Cacing Tanah

Secara sistematik, cacing tanah bertubuh tanpa kerangka yang tersusun oleh

segmen-segmen fraksi luar dan fraksi dalam yang saling berhubungan secara

integral, diselaputi oleh epidermis (kulit) berupa kutikula (kulit kaku)

5
6

berpigmen tipis (lapisan daging semu di bawah kulit) kecuali pada dua segmen

pertama yaitu pada bagian mulut (Hanafiah, 2005).

Warna cacing tanah tergantung pada ada tidaknya dan jenis pigmen yang

dimilikinya. Sel atau butiran pigmen ini berada didalam lapisan otot dibawah

kulitnya. Paling tidak sebagian warna juga disebabkan oleh adanya cairan

kulomik kuning. Warna pada bagian dada dan perut umumnya lebih muda dari

pada bagian lainnya, kecuali pada Megascolidae yang berpigmen gelap,

berwarna sama. Cacing tanah yang tanpa atau berpigmen sedikit, jika berkulit

transparan biasanya terlihat berwarna merah atau merah muda. Apabila

kutikulanya sangat iridescent, seperti pada Lumbricus dan drobaena maka akan

terlihat biru (Hanafiah, 2005).

Gambar 2.1 Morfologi cacing tanah


(Sumber: Ciptanto, 2012)

2.1.3 Kandungan Bahan Kimia Cacing Tanah

Kandungan gizi yang dimiliki oleh cacing tanah cukup tinggi, terutama

kandungan proteinnya yang mencapai 64-76% dan dinyatakan lebih tinggi dari
7

sumber protein lainnya, misalnya daging (65%) dan kacang kedelai (45%). Hal

ini menjadi salah satu alasan di Jepang, Hongaria, Thailand, Filipina, dan

Amerika Serikat cacing ini dimanfaatkan sebagai bahan makanan manusia

selain digunakan untuk ramuan obat dan bahan kosmetik (Sajuthi et al, 2003).

Selain memiliki daya hambat terhadap bakteri patogen, tepung cacing tanah

juga banyak mengandung protein, yaitu 65,63% dari bahan kering (BK)

(Damayanti et al, 2008).

Senyawa aktif yang terkandung dalam cacing tanah adalah lumbricin I

yang merupakan golongan peptida antimikrobia spektrum luas yang dapat

menghambat bakteri Gram positif maupun negatif (broad spectrum). Selain itu,

senyawa peptida seperti Caelomocyter (bagian sel darah putih) yang di

dalamnya terdapat lysozym juga berperan dalam aktivitas fagositosis serta

berfungsi untuk meningkatkan immunitas (Cho et al dalam Julendra & Sofyan,

2007). Mekanisme kerja lumbricin I yaitu dengan menyebabkan perubahan

mekanisme permeabilitas membran sehingga sel mengalami lisis (Damayanti,

2009).

Beberapa jenis cacing tanah telah dilaporkan mempunyai senyawa bioaktif

dan terbukti dapat menghambat bakteri patogen. Zat-zat aktif itu antara lain

berupa glikoprotein G-90 dan fetidin dari cacing tanah (Liu et al, 2004).

Menurut Popovic et al (2005) molekul G-90 glikoprotein hampir dimiliki oleh

semua cacing tanah. G-90 glikoprotein terdapat pada cacing jenis E.feotida dan

diketahui dengan konsentrasi 10mg/mL mampu menghambat pertumbuhan


8

bakteri patogen fakultatif seperti Staphylococcus sp. G-90 glikoprotein bahkan

memiliki sensitivitas lebih tinggi sebesar 17±0,43% dibandingkan antibiotik

Gentamicin dengan dosis 10 ug dan Enrofloxacin 20 ug terhadap bakteri

Staphylococcus sp.

2.1.4. Habitat

Cacing tanah hidup di tanah yang mengandung bahan organik dalam

jumlah besar. Bahan-bahan organik tanah dapat berasal dari serasah (daun-

daun gugur), kotoran ternak atau tanaman dan hewan yang mati. Kondisi tanah

yang dibutuhkan agar dapat tumbuh dengan baik yaitu tanah yang sedikit asam

sampai netral atau pH sekitar 6-7,2. Kelembapan yang optimal untuk

pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing tanah adalah antara 15-30%.

Suhu lingkungan yang dibutuhkan adalah sekitar 15-25 oC, suhu yang lebih

tinggi dari 25oC masih baik asal ada tempat yang cukup dan kelembapan

optimal (Ristek, 2009).

2.2 . Salmonella Typhi

2.2.1. Klasifikasi Salmonella typhi

Menurut Adiwina (2015) Salmonella typhi diklasifikasikan sebagai berikut:

Phylum : Eubacteria

Class : Prateobacteria

Ordo : Eubacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Salmonella
9

Spesies : Salmonella typhi

Gambar 2.2 Salmonella typhi


(Sumber: Madigan & Martinko, 2006)

2.2.2 Morfologi dan Fisiologi

Salmonella merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang, bersifat

motil dan patogenik (Hawley, 2003). Salmonella typhi bergerak dengan flagela

peritrik, tidak bersimpai, tidak memiliki fimbria, dan tidak membentuk spora,

serta memiliki kapsul (Radji, 2010). Dinding selnya terdiri atas murein,

lipoprotein, fosfolipid, protein, dan lipopolisakarida (LPS) dan tersusun sebagai

lapisan-lapisan (Dzen, 2003). Salmonella typhi memiliki diameter 0,5-0,8 μm

dan panjang 1-3 μm. Besar koloni dalam media pembenihan rata-rata 2-4 mm.

Dalam pembenihan agar Salmonella-Shigella, agar Endo, dan agar MacConkey,

koloni Salmonella berbentuk bulat, kecil dan tidak berwarna, sedangkan pada

media Wilson-Blair agar, koloni Salmonella berwarna hitam (Radji, 2010).


10

Salmonella thypi tumbuh pada suasana aerob dan anaerob fakultatif, pada

suhu 15 - 410C. Suhu pertumbuhan optimum 37,50C dengan pH media 6-8.

Salmonella typhi memiliki gerak positif, dapat tumbuh dengan cepat pada

pembenihan biasa, tidak meragi laktosa, sukrosa, membentuk asam,

memberikan hasil positif pada reaksi fermentasi manitol dan sorbitol, dan

memberikan hasil negatif pada reaksi fermentasi sukrosa dan laktosa.

Salmonella thypi tidak tumbuh pada larutan KCN, hanya sedikit membentuk gas

H2S, dan tidak membentuk gas pada fermentasi glukosa. Salmonella akan mati

pada suhu 56oC dan pada keadaan kering, sedangkan didalam air Salmonella

dapat bertahan selama 4 minggu. Bakteri ini dapat hidup subur dalam media

yang mengandung garam empedu berkonsentrasi tinggi dan tahan terhadap

Brilliant Green, Natrium Tetrationat, dan Natrium Deoksikolat. Senyawa-

senyawa ini menghambat pertumbuhan bakteri Coliform sehingga dapat

digunakan untuk mengisolasi Salmonella dari tinja dalam media (Radji, 2010).

2.2.3 Patogenesis

Patogenitas merupakan kemampuan suatu organisme untuk menyebabkan

penyakit. Proses infeksi terjadi ketika mikroorganisme menyerang hospes yang

berarti mikroorganisme masuk ke dalam jaringan tubuh dan berkembang biak.

Respon hospes terhadap infeksi dapat berupa terganggunya fungsi tubuh yang

disebut dengan penyakit infeksi. Kemampuan suatu mikroorganisme patogen

menimbulkan penyakit infeksi tidak hanya dipengaruhi oleh sifat-sifat

mikroorganisme, tetapi juga oleh kemampuan hospes menahan infeksi.


11

Kemampuan mikroorganisme untuk meningkatkan patogenitas sangat

bergantung pada faktor virulensi mikroorganisme itu. Faktor virulensi

mikroorganisme adalah daya invasi dan toksigenitas (Radji, 2010).

Infeksi Salmonella thypi ke dalam tubuh dapat memberikan efek sistemik

yang disebabkan oleh pengaruh toxin yang virulen. Toxin tersebut dapat

diterima oleh reseptor sel yang berbahan dasar glycoprotein. Penularan bakteri

Salmonella typhi dapat melalui jari tangan atau kuku. Apabila orang tersebut

kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan sebelum

makan maka bakteri Salmonella typhi dapat masuk ke tubuh orang sehat melalui

mulut (Zulkoni, 2010).

Salmonelosis adalah infeksi yang disebabkan oleh Salmonella yang masuk

ke dalam tubuh melalui makan dan minuman yang terkontaminasi (Radji,

2010). Salmonella masuk bersama makanan atau minuman. Infeksi parah

biasanya terjadi pada anak-anak dan penderita yang memiliki sistem pertahanan

tubuh yang lemah. Setelah 12 - 72 jam seseorang yang terinfeksi akan

mengalami gejala demam, diare, yang sangat parah sehingga harus dirawat di

rumah sakit. Gejala ini berlangsung selama 7 hari. Menurut Radji (2010)

Virulensi Salmonella disebabkan oleh sebagaiberikut:

a. Kemampuan menginvasi sel-sel epitel inang

b. Mempunyai antigen permukaan yang terdiri dari atas sampai lipoposakarida

c. Kemampuan melakukan replikasi interseluler

d. Menghasilkan beberapa toksin spesifik


12

e. Kemampuan berkolonisasi pada ileum dan kolon

f. Kemampuan menginvasi lapisan epitel intensin dan berkembang dalm sel-

sel limfoid.

Salmonella termasuk dalam famili Enterobacteriaceae merupakan bakteri

patogen bagi manusia dan hewan. Infeksi Salmonella terjadi pada saluran cerna

dan terkadang menyebar lewat peredaran darah ke seluruh organ tubuh. Infeksi

Salmonella pada manusia bervariasi, yaitu dapat berupa infeksi yang dapat

sembuh sendiri (gastroenteritis), tetapi dapat juga menjadi kasus yang serius

apabila terjadi penyebaran sistemik (demam enterik) (Radji, 2010).

Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus yang

disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Dalam masyarakat penyakit ini

dikenal dengan nama Tipes atau thypus, tetapi dalam dunia kedokteran disebut

Typhoid fever atau Thypus abdominalis karena berhubungan dengan usus

didalam perut (Zulkoni, 2010).

Mekanisme demam didahului oleh pelekatan atau penempelan Salmonella,

biasanya melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi, pada protein

reseptor yang ada di permukaan sel epitel usus. Setelah terjadi proses fagositosis

atau pinositosis bakteri oleh sel inang, bakteri akan berkoloni dan

bermultiplikasi, selanjutnya terjadi invasi bakteri pada lapisan epitel intestin.

Bakteri akan berkembang biak secara intraseluler dan masuk ke dalam kelenjar

getah bening, kemudian masuk ke dalam peredaran darah dan menyebar ke

dalam organ-organ tubuh (Radji, 2010).


13

2.3 Pengobatan Deman Tifoid

Demam tifoid dapat diobati dengan antibiotik yang membunuh bakteri

Salmonella. Sebelum penggunaan antibiotik, tingkat kematian tifoid mencapai 20

persen. Kematian terjadi dari infeksi biasa, pneumonia, perdarahan usus, atau

perforasi usus (usus pecah). Dengan antibiotik dan perawatan suportif, angka

kematian telah dikurangi menjadi 1-2 persen. Dengan terapi antibiotik yang tepat,

biasanya ada perbaikan dalam waktu 1-2 hari dan pemulihan dalam waktu 7-10

hari. Beberapa antibiotik efektif untuk pengobatan demam

tifoid. Kloramfenikol adalah obat pilihan selama bertahun-tahun. Kloramfenikol

merupakan antibiotik spektrum luas. Obat ini seyogyanya dicadangkan untuk

infeksi berat akibat heophilus influenza, demam tifoid, meningitis, abses otak,

bakteremia dan infeksi berat lainnya. Dapat menurunkan demam lebih cepat dan

murah.

2.4 Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum

(KBM)

2.4.1 Konsentrasi Hambat Minimal

Menurut Kuete et al (2011) aktivitas antibakteri ditentukan oleh

spektrum kerja, cara kerja dan ditentukan pula oleh konsentrasi hambat
14

minimum (KHM). Konsentrasi hambat minimum (KHM) adalah konsentrasi

minimum dari suatu zat yang mempunyai efek daya hambat pertumbuhan

mikroorganisme (ditandai dengan tidak adanya kekeruhan pada tabung),

setelah diinkubasikan dengan suhu 37°C selama 18-24 jam. Penetapan

KHM dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

a. Cara cair pada cara ini digunakan media cair yang telah ditambahkan zat

yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau jamur dengan

pengenceran tertentu kemudian diinokulasikan biakan bakteri atau jamur

dalam jumlah yang sama. Respon zat uji ditandai dengan kejernihan atau

kekeruhan pada tabung setelah diinkubasi.

b. Cara padat pada cara ini digunakan media padat yang telah dicampur

dengan larutan zat uji dengan berbagai konsentrasi. Dengan cara ini satu

cawan petri dapat digores lebih dari satu jenis mikroba untuk

memperoleh nilai KHM. Aktivitas antimikroba dari ekstrak tanaman

diklasifikasikan kuat jika nilai KHM < 100 µg/mL, sedang jika 100 >

KHM ≤ 625 µg/mL dan lemah jika nilai KHM > 625 µg/mL.

2.4.2 Konsentrasi Bunuh Minimal

KBM (Konsentrasi Bunuh Minimal) merupakan kadar terendah dari

antimikroba yang dapat membunuh bakteri (ditandai dengan tidak

tumbuhnya kuman pada medium padat) atau pertumbuhan koloninya kurang

dari 0,1% dari jumlah koloni inokulum awal (original inoculum/ OI) pada
15

medium padat yang telah dilakukan penggoresan sebanyak satu ose

sebelumnya (Kuet et al, 2011).

You might also like