You are on page 1of 25

FESES

(Makalah)

Disusun Oleh:
Kelompok 2 :

1) Selvia Relista 2022206205002


2) Afrisa Putri 2022206205005
3) Rindy Antika 2022206205008
4) Dinda Rahmayati 2022206205009

PROGRAM STUDI D4 TLM


FAKUTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penyusun haturkan ke-hadirat Allah SWT, atas rahmat dan


karunia-Nyalah penyusun dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang
berjudul ”Feses ”

Penyusun sangat menyadari, bahwa didalam makalah ini masih banyak


kekurangan maupun kesalahan, untuk itu kepada para pembaca harap memaklumi
adanya mengingat keberadaan penyusunlah yang masih banyak kekurangannya.
Dalam kesempatan ini pula penyusun mengharapkan kesediaan penbaca untuk
memberikan saran yang bersifat perbaikan, yang dapat menyempurnakan isi
makalah ini dan dapat bermanfaat dimasa yang akan datang.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat menambah wawasan, khususnya
bagi penyusun dan umumnya pagi para pembaca.

Pringsewu, Februari 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................. i

KATA PENGANTAR. .................................................................................... ii

DAFTAR ISI. ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ...................................................................................... 1


B. Rumusan masalah. ................................................................................ 1
C. Tujuan .................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Fisiologi ................................................................................................ 3
B. Indikasi dan Tujuan .............................................................................. 3
C. Parameter Pemeriksaan Makroskopik .................................................. 4
D. Parameter pemeriksaan mikroskopik ................................................... 5
E. Metode .................................................................................................. 5
F. Prinsip................................................................................................... 6
G. Prosedur ................................................................................................ 7
H. Interpretasi feses urinalis ..................................................................... 8

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN .................................................................................... 21
B. SARAN ................................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemeriksaan feses ( tinja ) adalah salah satu pemeriksaan


laboratorium yang telah lama dikenal untuk membantu klinisi menegakkan
diagnosis suatu penyakit. Meskipun saat ini telah berkembang berbagai
pemeriksaan laboratorium yang modern , dalam beberapa kasus
pemeriksaan feses masih diperlukan dan tidak dapat digantikan oleh
pemeriksaan lain. Pengetahuan mengenai berbagai macam penyakit yang
memerlukan pemeriksaan feses , cara pengumpulan sampel yang benar
serta pemeriksan dan interpretasi yang benar akan menentukan ketepatan
diagnosis yang dilakukan oleh klinisi.
Hal yang melatarbelakangi kami menyusun sebuah makalah tentang
feses untuk memberikan pengetahuan kepada kita sehingga dalam
pemeriksaan feses ini dapat penunjang dalam penegakan diagnosa
berbagai penyakit. Agar para tenaga teknis laboratorium dan mahasiswa
analis kesehatan dapat meningkatkan kemampuan dan mengerti
bermacam-macam penyakit yang memerlukan sampel feses, memahami
cara pengumpulan sampel untuk pemeriksaan feses secara benar, mampu
melaksanakan pemeriksaan sampel feses dengan baik, dan pada akhirnya
mampu membuat interpretasi hasil pemeriksaan feses dengan benar.

B. Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan

a. Fisiologi
b. Indikasi dan Tujuan
c. Parameter Pemeriksaan Makroskopik
d. Parameter pemeriksaan mikroskopik
e. Metode

1
f. Prinsip
g. Prosedur
h. Interpretasi feses urinalis

C. Tujuan Rumusan Masalah

Untuk mengetahui

a. Fisiologi
b. Indikasi dan Tujuan
c. Parameter Pemeriksaan Makroskopik
d. Parameter pemeriksaan mikroskopik
e. Metode
f. Prinsip
g. Prosedur
h. Interpretasi feses urinalis

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Fisiologi
Feces ( tinja) normal terdiri dari sisa- sisa makanan yang tidak tercerna, air,
bermacam produk hasil pencernaan makanan dan kuman- kuman nonpatogen.
Orang dewasa normal mengeluarkan 100 – 300 gram tinja per hari. Dari
jumlah tesebut 60- 70% merupakan air dan sisanya terdiri dari substansi solid
(10-20%) yang terdiri dari makanan yang tidak tercerna (selulosa), sisa
makanan yang tidak terabsorbsi, sel- sel saluran pencernaan (sel epitel) yang
rusak, bakteri dan unsur- unsur lain (+ 30%). Tinja yang dikeluarkan
merupakan hasil pencernaan dari + 10 liter cairan masuk dalam saluran cerna.
Tinja normal menggambarkan bentuk dan ukuran liang kolon.
Perhatian terhadap pemeriksaan tinja di laboratorium dan klinik pada
umumnya masih kurang. Berlainan dengan pemeriksaan cairan tubuh lainnya,
sampel tinja biasanya tidak dapat dikeluarkan pada waktu hendak diperiksa
dan penderita biasanya enggan untuk mengumpulkan dan mengirimkannya
untuk pemeriksaan. Hal yang sama dirasakan pula bila dokter, perawat atau
pegawai laboratorium lain diminta untuk melakukan pemeriksaan tinja.
Tinja merupakan spesimen yang penting untuk diagnosis adanya kelainan
pada system traktus gastrointestinal seperti diare, infeksi parasit, pendarahan
gastrointestinal, ulkus peptikum, karsinoma dan sindroma malabsorbsi.
Pemeriksaan dan tes yang dapat dilakukan pada tinja umumnya meliputi : Tes
makroskopi, tes mikroskopi, tes kimia dan tes mikrobiologi.

B. Indikasi dan Tujuan


Tujuan Pemeriksaan Feses
Pemeriksaan dengan bahan feses bertujuan untuk mendeteksi adanya
kuman seperti Salmonella, Escherichia coli, Staphylococcus, Sigela, dan lain-

3
lain. Salmonella adalah bakteri penyebab typhoid atau dalam masyarakat
dikenal dengan tipes yaitu penyakit infeksi akut usus halus C. Sinonim dari
penyakit ini adalah typhoid dan paratyphoid abdominalis.. Staphylococcus
adalah kelompok dari bakteri-bakteri, secara akrab dikenal sebagai Staph,
yang dapat menyebabkan banyak penyakit sebagai akibat dari infeksi
beragam jaringan tubuh. Bakteri-bakteri Staph dapat menyebabkan penyakit
tidak hanya secara langsung oleh infeksi (seperti pada kulit), namun juga
secara tidak langsung dengan menghasilkan racun-racun yang bertanggung
jawab dalam keracunan makanan dan toxic shock syndrome. Penyakit yang
berhubungan dengan Staph dapat mencakup dari ringan dan tidak
memerlukan perawatan sampai berat/parah dan berpotensi fatal.
Eschericiacoli adalah bakteri yang melepaskan racun yang bernama Shiga
dan racun tersebut sering menyebabkan masalah perut dan usus misalnya
diare dan muntah.

Indikasi Pemeriksaan Feses


1. Adanya diare dan konstipasi
Tipe-Tipe Diare
Diare dibagi menjadi tiga tipe. Tipe-tipe tersebut adalah diare
noninflamatori (noninflammatory diarrhea), diare inflamatori
(inflammatory diarrhea), dan diare pada penyakit sistemik. Istilah lain
untuk diare non inflamatori adalah diare sekretori (secretory diarrhea)
dan diare encer (watery diarrhea). Sinonim diare inflamatori adalah diare
berdarah (bloody diarrhea) dan disenteri (dysentery).
a. Diare Non Inflamatori
Diare Non inflamatori melibatkan usus halus proksimal. Penyebab
Diare Non inflamatori adalah Norovirus, Rotavirus, Adenovirus
Enterik, Astrovirus, ETEC, EAggEC, Vibrio cholerae, Clostridium
perfringens, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, Giardia
lamblia, Cryptosporidium parvum, Isospora belli, Cyclospora
cayetensis, dan mikrosporidia.

4
b. Diare Inflamatori
Diare Inflamatori melibatkan usus besar. Mikroba yang menyebabkan
Diare Inflamatori bersifat invasif terhadap usus (enteroinvasive
microorganisms). Penyebab diare inflamatori adalah Entamoeba
histolytica, Shigella spp., EIEC, EHEC, Salmonella enteridis,
Campylobacter jejuni, Vibrio parahaemolyticus, dan Clostridium
difficile. Sampai saat ini, virus belum terbukti sebagai penyebab diare
inflamatori.
c. Diare Pada Penyakit Sistemik
Salah satu contoh Diare pada penyakit sistemik adalah Demam
Enterik. Istilah lain untuk demam enterik adalah demam tifoid. Diare
pada penyakit sistemik melibatkan usus halus distal. Penyebab Diare
pada penyakit sistemik adalah Salmonella typhi, Slamonella non-
typhi, Yersinia enterocolitica, dan Campylobacter spp.. Virus dan
parasit belum terbukti secara empiris sebagai penyebab diare pada
penyakit sistemik.
2. Adanya ikterus
3. Adanya ikterus Adanya gangguan pencernaan
4. Adanya lendir dalam tinja
5. Kecurigaan penyakit gastrointestinal
6. Adanya darah dalam tinja

C. Parameter Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik tinja meliputi pemeriksaan jumlah, warna, bau,


darah, lendir dan parasit.Feses untuk pemeriksaan sebaiknya yang berasal dari
defekasi spontan. Jika pemeriksaan sangat diperlukan,boleh juga sampel tinja
di ambil dengan jari bersarung dari rectum. Untuk pemeriksaan biasa dipakai
tinja sewaktu, jarang diperlukan tinja 24 jam untuk pemeriksaan tertentu.
Tinja hendaknya diperiksa dalam keadaan segar, kalau dibiarkan mungkin
sekali unsure-unsur dalam tinja itu menjadi rusak. Bahan ini harus dianggap

5
bahan yang mungkin mendatangkan infeksi,berhati-hatilah saat bekerja.
Dibawah ini merupakan syarat dalam pengumpulan sampel untuk pemeriksaan
feses :

1) Wadah sampel bersih, kedap, bebas dari urine


2) Harus diperiksa 30 – 40 menit sejak dikeluarkan jika ada penundaan simpan
di almari es
3) Tidak boleh menelan barium, bismuth dan minyak 5 hari sebelum
pemeriksaan
4) Diambil dari bagian yang paling mungkin memberi kelainan. misalnya
bagian yang bercampur
darah atau lendir
5) Paling baik dari defekasi spontan atau Rectal Toucher sebagai pemeriksaan
tinja sewaktu.
6) Pasien konstipasi dapat diberikan saline cathartic terlebih dahulu
7) Pada Kasus Oxyuris dapat digunakan metode schoth tape & object glass
8) Untuk mengirim tinja, wadah yang baik ialah yang terbuat dari kaca atau
sari bahan lain yang tidak
dapat ditembus seperti plastic. Kalau konsistensi tinja keras,dos karton
berlapis paraffin juga boleh
dipakai. Wadah harus bermulut lebar.
9) Oleh karena unsure-unsur patologik biasanya tidak dapat merata, maka
hasil pemeriksaan
mikroskopi tidak dapat dinilai derajat kepositifannya dengan tepat, cukup
diberi tanda –(negatif),
(+),(++),(+++) saja

Berikut adalah uraian tentang berbagai macam pemeriksaan secara


makroskopis dengan sampel feses.

1) Pemeriksaan Jumlah

6
Dalam keadaan normal jumlah tinja berkisar antara 100-250gram per hari.
Banyaknya tinja dipengaruhi jenis makanan bila banyak makan sayur jumlah
tinja meningkat.

2) Pemeriksaan Warna
a) Tinja normal kuning coklat dan warna ini dapat berubah mejadi lebih tua
dengan terbentuknya urobilin lebih banyak. Selain urobilin warna tinja
dipengaruhi oleh berbagai jenis makanan, kelainan dalam saluran pencernaan
dan obat yang dimakan. Warna kuning juga dapat disebabkan karena
susu,jagung, lemak dan obat santonin.
b) Tinja yang berwarna hijau dapat disebabkan oleh sayuran yang
mengandung khlorofil atau pada bayi yang baru lahir disebabkan oleh
biliverdin dan porphyrin dalam mekonium.
c) Warna kelabu mungkin disebabkan karena tidak ada urobilinogen dalam
saluran pencernaan yang didapat pada ikterus obstruktif, tinja tersebut disebut
akholis.
Keadaan tersebut mungkin didapat pada defisiensi enzim pankreas seperti
pada steatorrhoe yang menyebabkan makanan mengandung banyak lemak
yang tidak dapat dicerna dan juga setelah pemberian garam barium setelah
pemeriksaan radiologik.
d) Tinja yang berwarna merah muda dapat disebabkan oleh perdarahan yang
segar dibagian distal, mungkin pula oleh makanan seperti bit atau tomat.
e) Warna coklat mungkin disebabkan adanya perdarahan dibagian proksimal
saluran pencernaan atau karena makanan seperti coklat, kopi dan lain-lain.
Warna coklat tua disebabkan urobilin yang berlebihan seperti pada anemia
hemolitik. Sedangkan warna hitam dapat disebabkan obat yang yang
mengandung besi, arang atau bismuth dan mungkin juga oleh melena.

3) Pemeriksaan Bau
Indol, skatol dan asam butirat menyebabkan bau normal pada tinja. Bau busuk
didapatkan jika dalam usus terjadi pembusukan protein yang tidak dicerna dan

7
dirombak oleh kuman.Reaksi tinja menjadi lindi oleh pembusukan semacam
itu.
Tinja yang berbau tengik atau asam disebabkan oleh peragian gula yang tidak
dicerna seperti pada diare. Reaksi tinja pada keadaan itu menjadi asam.
Konsumsi makanan dengan rempah-rempah dapat mengakibatkan rempah-
rempah yang tercerna menambah bau tinja.

4) Pemeriksaan Konsistensi
Tinja normal mempunyai konsistensi agak lunak dan bebentuk. Pada diare
konsistensi menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan sebaliknya tinja yang
keras atau skibala didapatkan pada konstipasi. Peragian karbohidrat dalam
usus menghasilkan tinja yang lunak dan bercampur gas. Konsistensi tinja
berbentuk pita ditemukan pada penyakit hisprung. feses yang sangat besar dan
berminyak menunjukkan alabsorpsi usus

5) Pemeriksaan Lendir
Dalam keadaan normal didapatkan sedikit sekali lendir dalam tinja.
Terdapatnya lendir yang banyak berarti ada rangsangan atau radang pada
dinding usus.
a) Lendir yang terdapat di bagian luar tinja, lokalisasi iritasi itu mungkin
terletak pada usus besar. Sedangkan bila lendir bercampur baur dengan tinja
mungkin sekali iritasi terjadi pada usus halus.
b) Pada disentri, intususepsi dan ileokolitis bisa didapatkan lendir saja tanpa
tinja.
c) Lendir transparan yang menempel pada luar feces diakibatkan spastik
kolitis, mucous colitis pada anxietas.
d) Tinja dengan lendir dan bercampur darah terjadi pada keganasan serta
peradangan rektal anal.
e) Tinja dengan lendir bercampur nanah dan darah dikarenakan adanya
ulseratif kolitis, disentri basiler, divertikulitis ulceratif, intestinal tbc.
f) Tinja dengan lendir yang sangat banyak dikarenakan adanya vilous

8
adenoma colon.

6) Pemeriksaan Darah.
Adanya darah dalam tinja dapat berwarna merah muda,coklat atau hitam.
Darah itu mungkin terdapat di bagian luar tinja atau bercampur baur dengan
tinja.
a) Pada perdarahan proksimal saluran pencernaan darah akan bercampur
dengan tinja dan warna menjadi hitam, ini disebut melena seperti pada tukak
lambung atau varices dalam oesophagus.
b) Pada perdarahan di bagian distal saluran pencernaan darah terdapat di
bagian luar tinja yang berwarna merah muda yang dijumpai pada hemoroid
atau karsinoma rektum. Semakin proksimal sumber perdarahan semakin hitam
warnanya.

7) Pemeriksaan Nanah
Pada pemeriksaan feses dapat ditemukan nanah. Hal ini terdapat pada pada
penyakit Kronik ulseratif Kolon , Fistula colon sigmoid, Lokal
abses.Sedangkan pada penyakit disentri basiler tidak didapatkan nanah dalam
jumlah yang banyak.

8) Pemeriksaan Parasit
Diperiksa pula adanya cacing ascaris, anylostoma dan spesies cacing lainnya
yang mungkin didapatkan dalam feses.

9) Pemeriksaan adanya sisa makanan


Hampir selalu dapat ditemukan sisa makana yang tidak tercerna, bukan
keberadaannya yang mengindikasikan kelainan melainkan jumlahnya yang
dalam keadaan tertentu dihubungkan dengan sesuatu hal yang abnormal.
Sisa makanan itu sebagian berasal dari makanan daun-daunan dan sebagian
lagi makanan berasal dari hewan, seperti serta otot, serat elastic dan zat-zat
lainnya.

9
Untuk identifikasi lebih lanjut emulsi tinja dicampur dengan larutan Lugol
maka pati (amylum) yang tidak sempurna dicerna nampak seperti butir-butir
biru atau merah. Penambahan larutan jenuh Sudan III atau Sudan IV dalam
alkohol 70% menjadikan lemak netral terlihat sebagai tetes-tetes merah atau
jingga.

D. Parameter pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik meliputi pemeriksaan protozoa, telur cacing, leukosit,


eritosit, sel epitel, kristal, makrofag dan sel ragi. Dari semua pemeriksaan ini yang
terpenting adalah pemeriksaan terhadap protozoa dan telur cacing.
1) Protozoa
Biasanya didapati dalam bentuk kista, bila konsistensi tinja cair baru didapatkan
bentuk trofozoit.
2) Telur cacing
Telur cacing yang mungkin didapat yaitu Ascaris lumbricoides, Necator
americanus, Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis
dan sebagainya.
3) Leukosit
Dalam keadaan normal dapat terlihat beberapa leukosit dalam seluruh sediaan.
Pada disentri basiler, kolitis ulserosa dan peradangan didapatkan peningkatan
jumlah leukosit. Eosinofil mungkin ditemukan pada bagian tinja yang berlendir
pada penderita dengan alergi saluran pencenaan.
Untuk mempermudah pengamatan leukosit dapat ditambah 1 tetes asam acetat
10% pada 1 tetes emulsi feces pada obyek glass.
4) Eritrosit
Eritrosit hanya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rektum atau anus.
Sedangkan bila lokalisasi lebih proksimal eritrosit telah hancur. Adanya eritrosit
dalam tinja selalu berarti abnormal.
5) Epitel
Dalam keadaan normal dapat ditemukan beberapa sel epite lyaitu yang berasal

10
dari dinding usus bagian distal. Sel epitel yang berasal dari bagian proksimal
jarang terlihat karena sel inibiasanya telah rusak. Jumlah sel epitel bertambah
banyak kalau ada perangsangan atau peradangan dinding usus bagian distal.
6) Kristal
Kristal dalam tinja tidak banyak artinya. Dalam tinja normal mungkin terlihat
kristal tripel fosfat, kalsium oksalat dan asam lemak. Kristal tripel fosfat dan
kalsium oksalat didapatkan setelah memakan bayam atau strawberi, sedangkan
kristal asam lemak didapatkan setelah banyak makan lemak.
Sebagai kelainan mungkin dijumpai kristal Charcoat Leyden Tinja, Butir-butir
amilum dan kristal hematoidin. Kristal Charcoat Leyden didapat pada ulkus
saluran pencernaan seperti yang disebabkan amubiasis. Pada perdarahan saluran
pencernaan mungkin didapatkan kristal hematoidin.
7) Makrofag
Sel besar berinti satu dengan daya fagositosis, dalam sitoplasmanya sering dapat
dilihat bakteri selain eritrosit, lekosit .Bentuknya menyerupai amuba tetapi tidak
bergerak.
8) Sel ragi
Khusus Blastocystis hominis jarang didapat. Pentingnya mengenal strukturnya
ialah supaya jangan dianggap kista amoeba
9) Jamur
a. Pemeriksaan KOH
Pemeriksaan KOH adalah pemeriksaan tinja dengan menggunakan larutan KOH
(kalium hidroksida) untuk mendeteksi adanya jamur, sedangkan pemeriksaan tinja
rutin adalah pemeriksaan tinja yang biasa dilakukan dengan menggunakan lugol.
Untuk membedakan antara Candida dalam keadaan normal dengan Kandidiasis
adalah pada kandidiasis, selain gejala kandidiasis, dari hasil pemeriksaan dapat
ditemukan bentuk pseudohifa yang merupakan bentuk invasif dari Candida pada
sediaan tinja.
Timbulnya kandidiasis juga dapat dipermudah dengan adanya faktor risiko seperti
diabetes melitus, AIDS, pengobatan antikanker, dan penggunaan antibiotika
jangka panjang. Kalau memang positif kandidiasis dan terdapat gejala kandidiasis,

11
maka biasanya dapat sembuh total dengan obat jamur seperti fluconazole, tetapi
tentu saja bila ada faktor risiko juga harus diatasi.
Swap adalah mengusap mukosa atau selaput lendir atau pseudomembran
kemudian hasil usapan diperiksa secara mikroskopik, sedangkan biopsi adalah
pengambilan jaringan atau sel untuk dilakukan pemeriksaan secara mikroskopik
juga.

c. Kimia
1) Darah samar
Pemeriksaan kimia tinja yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap darah
samar. Tes terhadap darah samar dilakukan untuk mengetahui adanya perdarahan
kecil yang tidak dapat dinyatakan secara makroskopik atau mikroskopik.
Adanya darah dalam tinja selalau abnormal. Pada keadaan normal tubuh
kehilangan darah 0,5 – 2 ml / hari. Pada keadaan abnormal dengan tes darah
samar positif (+) tubuh kehilangan darah > 2 ml/ hari
Macam-macam metode tes darah samar yang sering dilakukan adalah guajac tes,
orthotoluidine, orthodinisidine, benzidin tes berdasarkan penentuan aktivitas
peroksidase / oksiperoksidase dari eritrosit (Hb)
a) Metode benzidine basa
i. Buatlah emulsi tinja dengan air atau dengan larutan garam kira-kira 10 ml dan
panasilah hingga mendidih.
ii. Saringlah emulsi yang masih panas itu dan biarkan filtrat sampai menjadi
dingin kembali.
iii. Ke dalam tabung reaksi lain dimasukkan benzidine basa sebanyak sepucuk
pisau.
iv. Tambahkan 3 ml asam acetat glacial, kocoklah sampai benzidine itu
v. Bubuhilah 2ml filtrate emulsi tinja, campur.
vi. Berilah 1ml larutan hydrogen peroksida 3 %, campur.
vii. Hasil dibaca dalam waktu 5 menit ( jangan lebih lama )

Catatan :

12
Hasil dinilai dengan cara :
Negative ( - ) tidak ada perubahan warna atau samar-samar hijau
Positif ( +) hijau
Positif (2+) biru bercampur hijau
Positif (3+) biru
Positif (4+) biru tua

b) Metode Benzidine Dihidrochlorida


Jika hendak memakai benzidine dihirochlorida sebagai pengganti benzidine basa
dengan maksud supaya test menjadi kurang peka dan mengurangi hasil positif
palsu, maka caranya sama seperti diterangkan diatas.

c) Cara Guajac
Prosedur Kerja :
i. Buatlah emulsi tinja sebanyak 5ml dalam tabung reaksi dan tambahkan 1ml
asam acetat glacial, campur.
ii. Dalam tabung reaksi lain dimasukkan sepucuk pisau serbuk guajac dan 2ml
alcohol 95 %, campur.
iii. Tuang hati-hati isi tabung kedua dalam tabung yang berisi emulsi tinja
sehingga kedua jenis campuran tetap sebagai lapisan terpisah.
iv. Hasil positif kelihatan dari warna biru yang terjadi pada batas kedua lapisan
itu. Derajat kepositifan dinilai dari warna itu.

Zat yang mengganggu pada pemeriksaan darah samar diantara lain adalah
preparat Fe, chlorofil, extract daging, senyawa merkuri, Vitamin C dosis tinggi
dan anti oxidant dapat menyebabkan hasil negatif (-) palsu, sedangkan Lekosit,
formalin, cupri oksida, jodium dan asam nitrat dapat menyebabkan positif (+)
palsu

10) Urobilin
Dalam tinja normal selalu ada urobilin. Jumlah urobilin akan berkurang pada

13
ikterus obstruktif, pada kasus obstruktif total hasil tes menjadi negatif, tinja
dengan warna kelabu disebut akholik.
Prosedur kerja :
1. Taruhlah beberapa gram tinja dalam sebuah mortir dan campurlah dengan
larutan mercurichlorida 10 % dengan volume sama dengan volume tinja
2. Campurlah baik-baik dengan memakai alunya
3. Tuanglah bahan itu ke dalam cawan datar agar lebih mudah menguap dan
biarkan selama 6-24 jam
4. Adanya urobilin dapat dilihat dengan timbulnya warna merah

2) Urobilinogen
Penetapan kuantitatif urobilinogen dalam tinja memberikan hasil yang lebih baik
jika dibandingkan terhadap tes urobilin,karena dapat menjelaskan dengan angka
mutlak jumlah urobilinogen yang diekskresilkan per 24 jam sehingga bermakna
dalam keadaan seperti anemia hemolitik dan ikterus obstruktif.
Tetapi pelaksanaan untuk tes tersebut sangat rumit dan sulit, karena itu jarang
dilakukan di laboratorium. Bila masih diinginkan penilaian ekskresi urobilin dapat
dilakukan dengan melakukan pemeriksaan urobilin urin.

3) Bilirubin
Pemeriksaan bilirubin akan beraksi negatif pada tinja normal,karena bilirubin
dalam usus akan berubah menjadi urobilinogen dan kemudian oleh udara akan
teroksidasi menjadi urobilin.
Reaksi mungkin menjadi positif pada diare dan pada keadaan yang menghalangi
perubahan bilirubin menjadi urobilinogen, seperti pengobatan jangka panjang
dengan antibiotik yang diberikan peroral, mungkin memusnakan flora usus yang
menyelenggarakan perubahan tadi.Untuk mengetahui adanya bilrubin dapat
digunakan metode pemeriksaan Fouchet

14
Interpretasi Hasil Pemeriksaan Feses :

Makroskopi dan Mikroskopi Interpretasi

Butir, kecil, keras, warna tua Konstipasi

Volume besar, berbau dan Malabsorbsi zat lemak atau protein


mengambang

Rapuh dengan lendir tanpa darah Sindroma usus besar yang mudah
terangsang inflamasi dangkal dan difus,
adenoma dengan jonjot- jonjot

Rapuh dengan darah dan lendir (darah Inflamasi usus besar, tifoid, shigella,
nyata) amubiasis, tumor ganas

Hitam, mudah melekat seperti ter Perdarahan saluran cerna bagian atas

Volume besar, cair, sisa padat sedikit Infeksi non-invasif (kolera,


E.coli keadaan toksik, kkeracunan
makanan oleh stafilokokus, radang
selaput osmotic (defisiensi disakharida,
makan berlebihan)

Rapuh mengandung nanah atau Divertikulitis atau abses lain, tumor


jaringan nekrotik nekrotik, parasit

Agak lunak, putih abu- abu sedikit Obstruksi jaundice, alkoholik

Cair bercampur lendir dan eritrosit Tifoid, kolera, amubiasis

15
Cair bercampur lendir dan leukosit Kolitis ulseratif, enteritis, shigellosis,
salmonellosis, TBC usus

Lendir dengan nanah dan darah Kolitis ulseratif, disentri basiler,


karsinoma ulseratif colon, diverticulitis
akut, TBC

E. Metode

Metode atau teknik yang sering digunakan dalam identifikasi telur cacing
secara tidak langsung, yaitu:

1. Metode Sedimentasi/Pengendapan

Prinsip pemeriksaan metode sedimentasi adalah adanya gaya sentrifugal dari


sentrifuge yang dapat memisahkan antara suspensi dan supernatannya sehingga
telur cacing akan terendapkan (Maulida 2016).

2. Metode Flotasi

Metode ini menggunakan larutan garam jenuh atau gula jenuh sebagai alat
untuk mengapungkan telur. Metode ini terutama dipakai untuk pemeriksaa tinja
yang mengandung sedikit telur (Natadisastra2009).

3. Metode Stoll

Metode ini menggunakan NaOH 0,1N sebagai pelarut tinja, Metode ini baik
digunakan untuk infeksi berat dan sedang. Metode ini kurang baik untuk
pemeriksaan ringan (Natadisastra 2009).

4. Metode Kato Katz

Metode ini dapat digunakan untuk pemeriksaan kuantitatif maupun kualitatif


tinja. Prinsip dari metode ini sama dengan metode direct slide dengan

16
penambahan pemberian selophane tape yang sudah direndam dengan malanchit
green sebagai latar (Limpomo dan Sudaryanto2014).

5. Metode Flotasi

Metode ini menggunakan larutan garam jenuh atau gula jenuh sebagai alat
untuk mengapungkan telur. Metode ini terutama dipakai untuk pemeriksaan tinja
yang mengandung sedikit telur. Cara kerja dari metode ini berdasarkan Berat Jenis
(BJ) telur-telur yang lebih ringan daripada BJ larutan yang digunakan sehingga
telur-telur terapung dipermukaan, dan juga untuk memisahkan partikel-partikel
yang besar yang terdapat didalam tinja (Natadisastra 2009).

F. Prinsip

1. Tempat harus bersih, kedap, bebas dari urine, diperiksa 30 – 40 menit


sejak dikeluarkan. Bila pemeriksaan ditunda simpan pada almari es.
2. Pasien dilarang menelan Barium, Bismuth, dan Minyak dalam 5 hari
sebelum pemeriksaan.
3. Diambil dari bagian yang paling mungkin memberi kelainan.
4. Paling baik dari defekasi spontan atau Rectal Toucher  pemeriksaan
tinja sewaktu
5. Pasien konstipasi  Saline Cathartic
6. Kasus Oxyuris  Schoth Tape & object glass
7. Alur pemeriksaan :
8. Pengumpulan bahan Pemeriksaan, Pengiriman dan Pengawetan bahan
tinja, Pemeriksaan tinja, serta Pelaporan hasil pemeriksaan.
9. Pemeriksaan feses juga meliputi pemeriksaan makroskopis dan
mikroskopis, pada pemeriksaan makroskopis yang diperksa adalah bau,
warna, konsistensi, dan parasit. Karena ada kemungkinan bisa tampak
parasit di feses. Berikut adalah kemungkinan interpretasi dari hasil
pemeriksaan makroskopis.

17
G. Prosedur

Pemeriksan feses adalah prosedur untuk memeriksa sampel feses atau tinja.
Pemeriksan feses bertujuan untuk mendeteksi penyakit atau gangguan pada
sistem pencernaan.

Pemeriksaan feses diawali dengan pengambilan sampel tinja pasien.


Selanjutnya, sampel tinja akan dibawa ke laboratorium untuk diteliti. Sampel
tinja akan dinilai konsistensi, warna, dan baunya, serta dilihat apakah
mengandung lendir atau tidak.

H. Interpretasi feses urinalis


Makroskopi dan Mikroskopi Interpretasi
Butir, kecil, keras, warna tua Konstipasi
Volume besar, berbau dan Malabsorbsi zat lemak atau protein
mengambang
Rapuh dengan lendir tanpa darah Sindroma usus besar yang mudah
terangsang inflamasi dangkal dan
difus, adenoma dengan jonjot- jonjot
Rapuh dengan darah dan lendir Inflamasi usus besar, tifoid, shigella,
(darah nyata) amubiasis, tumor ganas
Hitam, mudah melekat seperti ter Perdarahan saluran cerna bagian atas
Volume besar, cair, sisa padat sedikit Infeksi non-invasif (kolera,
E.coli keadaan toksik, keracunan
makanan oleh stafilokokus, radang
selaput osmotic (defisiensi
disakharida, makan berlebihan)
Rapuh mengandung nanah atau Divertikulitis atau abses lain, tumor
jaringan nekrotik nekrotik, parasit
Agak lunak, putih abu- abu sedikit Obstruksi jaundice, alkoholik

18
Cair bercampur lendir dan eritrosit Tifoid, kolera, amubiasis
Cair bercampur lendir dan leukosit Kolitis ulseratif, enteritis, shigellosis,
salmonellosis, TBC usus
Lendir dengan nanah dan darah Kolitis ulseratif, disentri basiler,
karsinoma ulseratif colon,
diverticulitis akut, TBC

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ø Tinja merupakan semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh
tubuh yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh dan merupakan
salah satu sumber penyebaran penyakit yang multikompleks.
Ø Tinja dimana saja berada atau ditampung akan segera mulai mengalami
penguraian (decompotition), yang pada akhirnya akan berubah
menjadi bahan yang stabil, tidak berbau, dan tidak mengganggu.
Ø Konsistensi tinja normal (semi solid silinder) agak lunak, tidak cair
seperti bubur maupun keras, berwarna coklat dan berbau khas.
frekuensi defekasi normal 3x per-hari sampai 3x per-minggu.
Ø Syarat pengambilan feces yang harus diperhatikan yaitu :
a. Tempat harus bersih, kedap, bebas dari urine, diperiksa 30 – 40 menit
sejak dikeluarkan. Bila pemeriksaan ditunda simpan pada almari
es.
b. Pasien dilarang menelan Barium, Bismuth, dan Minyak dalam 5 hari
sebelum pemeriksaan.
c. Diambil dari bagian yang paling mungkin memberi kelainan.
d. Paling baik dari defekasi spontan atau Rectal Toucher
e. Pasien konstipasi
Ø Pemeriksaan feses terbagi atas 2 yaitu pemerisaan feses lengkap dan
pemerisaan kultur feses. Pemeriksaan feses lengkap terdiri dari
pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan mikroskopik, dan
pemeriksaan kimia.
Ø Penyimpanan
a) Feses tahan < 1 jam pada suhu ruang
b) Bila 1 jam/lebih gunakan media transpot yaitu Stuart’s medium,
ataupun Pepton water

20
c) Penyimpanan < 24 jam pada suhu ruang, sedangkan > 24 jam pada
suhu 4°C
Ø Pengiriman
a) Pengiriman < 1 jam pada suhu ruang
b) Bila tidak memungkinkan, gunakan media transport atau kultur pada
media Tetra Thionate Broth

B. Saran
Sebagai seorang mahasiswa analis kesehatan khususnya, kita seharusnya
menmpelajari tentang pemeriksaan feses yang benar sehingga jika
praktiktikum maupun pemeriksaan langsung dapat melakukannya dengan
benar

21
DAFTAR PUSTAKA

Fischbach FT.Stool Examination, In A of Laboratory and Diagnostic Test,


Ed V, Lippincott Philadelphia, New York, 2018; 254-276

Herry J.B. et al. Examination of feces, in Clinical Diagnosis and


Management by Laboratory Methods, Nine Ed, WB Saunder Co,
Philadelphia, 2016 ; 537-541

22

You might also like