You are on page 1of 8

Sistem Kepercayaan Suku Sasak

RATNA SARI
Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Makassar

ABSTRAK
Di pulau Lombok terdapat dua varian Islam yang dipisahkan secara diametral, yakni antara Islam Wetu
Telu dan Islam Wetu Lima. Islam Wetu Telu dapat dikategorikan sebagai agama tradisional, sementra
Islam Waktu Lima dikategorikan sebagai agama Samawi. Bagi komunitas Wetu Telu di Bayan, yang
merupakan salah satu daerah penganut Wetu Telu menyatakan sebuah pandangan bahwa paling tidak
ada empat konsepsi mengenai Wetu Telu, yaitu yang pertama menyatakan sebuah pandangan bahwa
Wetu Telu berarti tiga sistem reproduksi dengan asumsi kata Wetu berasal dari kata Metu yang berarti
muncul atau datang dari, sedangkan Telu berarti tiga. Secara simbolis hal ini mengungkapkan bahwa
makhluk hidup muncul melalui tiga macam reproduksi yaitu melahirkan, bertelur dan berkembang biak
melalui buah atau benih. Pandangan yang kedua menyatakan bahwa Wetu Telu melambangkan
ketergantungan makhluk hidup satu sama lain. Menurut pandangan ini, wilayah kosmologis terbagi
menjadi jagad besar atau alam semesta dan jagad kecil atau makhluk yang hidup didalamnya.
Pandangan ketiga menyatakan bahwa Wetu Telu sebagai sebuah sistem agama termanifetasi dalam
kperayaan bahwa semua makhluk melewati tiga tahap rangkaian siklus, yaitu dilahirkan, hidup dan mati.
Panangan keempat menyatakan bahwa pusat kepercayaan Wetu Telu yang tertinggi adalah iman kepada
Allah, Adam dan Hawa.

Kata Kunci: Wetu Telu, Wetu Lima, pandangan tentang Wetu Telu, kepercayaan, ritual.

I. PENDAHULUAN Boda. (Erni,2000).


Sebelum masuknya Islam, Selanjutkan ketika Islam

masyarakat yang mendiami pulau datang, ia berhadapan dengan nilai-nilai


Lombok berturut-turut menganut lama yang beberapa diantaranya
kepercayaan animisme, dinamisme, mengandung unsur-unsur Hindu-Budha.
kemudian Hindu. Islam pertama kali Alih-alih membersihkan sepenuhnya
masuk melalui para wali dari pulau Jawa, anasir non-Islami, Islam juga
yakni Sunan Prapen pada sekitar abad ke- diakomodasikan dan pada akhirnya
16, setelah runtuhnya kerajaan Majapahit. disinkretisasikan kedalam tradisi lokal. Di
Sunan Prapen merupakan raja ke-4 dari Lombok terdapat dua varian Islam yang
dinasti Giri Kedaton. Ia merupakan anak dipisahkan secara diametral, yakni antara
dari Sunan Dalem, penerus Giri yang ke-2. Islam Wetu Telu dan Islam Waktu Lima.
(Lukman: 2007). Islam Wetu Telu dapat dikategorikan
Sebelum kedatangan pengaruh sebagai agama tradisional, sementara
asing di Lombok, Boda merupakan Islam Waktu Lima dikategorikan agama
kepercayaan asli orang Sasak atau samawi. Klasifikasi ini bukan merupakan
dikenal juga dengan Sasak-Boda. Kendati suatu yang terpisah satu sama lain.
demikian, kepercayaan Boda ini tidaklah Kedua kategori ini bias saling tumpang
sama dengan Budhisme. Karena ia tidak tindih, dimana sebuah kategori memiliki
mengakui Shidarta Gautama atau Sang karakteristik tertentu yang juga bisa
Budha sebagai figur utama pemujaannya dipunyai kategori lain, begitu juga
maupun terhadap ajaran pencerahanya. sebaliknya.
Agama Boda dari orang Sasak asli Wetu Telu atau dalam bahasa
terutama ditandai oleh animisme dan Indonesia waktu tiga adalah praktik unik
pantaisme. Pemujaan dan penyembahan sebagian masyarakat suku Sasak yang
terhadap roh-roh leluhur dan berbagai mendiami pulau Lombok dalam
dewa local lainnya merupakan fokus menjalankan agama Islam. Ditengarai
utama dari praktek keagamaan Sasak- bahwa praktik unik ini terjadi karena para
penyebar Islam di masa lampau, yang II. KAJIAN TEORI
berusaha mengenalkan Islam ke
masyarakatn Sasak pada waktu itu a. Auguste Comte
secara bertahap, meninggalkan pulau
Lombok sebelum mengajarkan Islam Seorang tokoh sosiologi yang
dengan lengkap. dikenal juga sebagai bapak sosiologi,
Dalam Wetu Telu, orang Sasak yaitu Auguste Comte yang kemudian
yang meskipun mengaku Muslim masih membagi sosiologi menjadi dua, yaitu
sangat percaya terhadap ketuhanan social statics dan social dynamic.
animistik leluhur maupun benda-benda. Menurutnya tidaklah didapatkan sesuatu
Sebaliknya, waktu lima adalah orang pemahaman dari masalah sosial tanpa
muslim Sasak yang mengikuti ajaran menggunakan pendekatan social
Syari’ah secara lebih utuh sebagaimana dynamic atau pendekatan historis
diajarkan AL-Qur’an dan Hadits. (Syukur, 2018).
Mengikuti dikotomi Geertz (1960), agama 1. Social Dynamics
Wetu Telu lebih mirip dengan Islam Soscial Dynamics merupakan teori
Abangan yang sinkretik, walaupun Waktu tentang perkembangan manusia. Comte
Lima tidaklah juga seperti bentuk Islam berpendapat bahwa perkembangan di
Santri.(Erni, 2000) dalam masyarakat terjadi secara terus-
Berdasarkam kebiasaan menerus. Perkembangan masyarakat
keagamaan mereka, Waktu Lima ditandai dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
dengan ketaatan tinggi terhdap ajaran- ras, iklim dan tindakan politik. Comte
ajaran Islam. Komitmen mereka terhadap mengajukan hukum tentang 3 tingkatan
Syari’ah lebih besar dibandingkan dengan intelegensi manusia yang lebih tinggi
Wetu Telu. Sehari-harinya ibadah mereka yaitu pemikiran yang bersifat theologies
terwujud dalam ketaatan terhadap lima atau fictious, metafisika atau abstrak,
Rukun Islam. Sedangkan Wetu Telu scientific atau positive. Hukum tentang
adalah orang Sasak yang meskipun perkembangan intelegensi manusia yaitu
mengaku Muslim namun terus memuja the law of three stages yang dimana
roh para leluhur, berbagai dewa-dewa tingkatakan pemikiran yang bersifat
lainnya di dalam kepercayaan lokalitas theological atau fictious pun dibagi
mereka. Dalam pelaksanaan ibadah kedalam 3 bagian, yaitu fethism, yang
kesehariannya mereka cenderung menggambarkan bahwa apa yang terjadi
mengabaikan praktek rutin Islam yang berada di bawah pengaruh kekuatan
dianggap wajib kalangan Islam pada supranatural atau kekuatan gaib atau
umumnya. yang biasa dikenal dengan animisme.
Adat memainkan peran yang Tingkat pemikiran yang dimana segala
sangat dominan di kalangan penganut sesuatu yang terjadi di alam ini atas
Wetu Telu, dan dalam hal praktek adat kekuasaan atau kemauan dewa-dewa
tersebut bertentangan dengan Islam. yang disebut sebagai polytheism. Ada
Meskipun mereka menyadari, beberapa sesuatu yang muncul dalam fikiran
aturan-aturan adat tertentu jelas manusia bahwa dewa-dewa itu hanya
bertentangan dengan hokum Islam. mengatur bagian tertentu saja. Dan pada
Namun kalangan Wetu Telu tetap suatu kesimpulan, bahwa ada suatu dewa
memeliharanya sebagai bagian dari yang memiliki kedudukan paling tinggi
tradisi kegamaan mereka. Dengan kata dari dewa-dewa lainnya. Maka sampailah
lain, Wetu Telu tidak menggariskan suatu manusia pada tingkat pemikiran yang
batas yang jelas antara adat dan agama. menganggap bahwa hanya ada satu
Karenanya adat sangat bercampur aduk Tuhan yang mengendalikan alam ini, atau
dengan agama lokal. yang disebut dengan monotheism. Comte
dalam the law of the correlation of the
feelings menganggap bahwa masyarakat yang terjadi dengan memakai akalnya.
dapat dipersatukan oleh feelings. Pada jenjang positif, alam dan gejala
sosial dijelaskan secara diskriptif ilmiah
2. Social Statics (Syukur, 2018).
Fungsi dari social statics yaitu
mencari hukum-hukum tentang aksi dan b. Emile Durkheim
reaksi pada berbagai bagian dalam suatu
sistem sosial. Terdapat empat doktrin Adapun seorang sosiolog yaitu
dalam social statics, yaitu doktrin tentang Emile Durkheim tentang agama.
individu, keluarga, masyarakat dan Durkheim mendefinisikan agama yaitu
Negara. suatu system yang berkaitan dengan
Ada tiga tahap perkembangan keyakinan-keyakinan dan upacara-
masyarakat menurut Auguste Comte, upacara yang keramat, artinya yang
yaitu tahap teologis, tahap metafisik, dan terpisah dan pantang, keyakinan-
tahap positif. keyakinan dan upacara yang berorientasi
kepada komunitas moral yang disebut
1.Tahap teologis umat.
Pertama, manusia percaya pada (Koentjaraningrat, 1987: 95).
kekuatan benda-benda yang berjiwa atau Durkheim menganalisis tiga hal
yang biasa di kenal dengan animisme. terkait religi yaitu:
Kedua, dalam setiap kejadian pada alam 1. Menganalisis religi yang dikenal
semesta dikendalikan oleh dewa-dewa. sebagai wujud religi dalam masyarakat
Ada dewa api, dewa lautan, dewa angin, yang paling bersahaja, dengan
dan seterusnya. Ketiga, merupakan menentukan unsure-unsur dan
tahapan yang paling tinggi, yang di mana gagasan-gagasan mendasar dari
pada tahap ini orang mengganti dewa kehidupan keagamaan,
yang bermacam-macam dengan satu 2. Meneliti sumber-sumber asasi dari
tokoh tertinggi yaitu dalam unsure-unsur tadi dalam religi yang
monotheisme. Pada jenjang teologi bersahaja, dan
dijelaskan dengan hal-hal yang bersifat
adikodrati atau kodrat yang bersifat 3. Membuat generalisasi ke religi-religi
ilahiah. (Kolip: 11). lain mengenai fungsi asasi dari religi
dalam masyarakat manusia.
2. Tahap Metafisik (Koentjaraningrat, 1987: 93).
Tahapan ini adalah transisi yang
merupakan varian dari cara berpikir Secara singkat teori Durkheim tentang
teologi, karena pada tahap ini dewa-dewa keagamaan berpusat pada hal-hal
hanya diganti dengan kekuatan abstrak mendasar, yaitu:
atau dengan benda-benda lahiriah, yang 1. Asal usul kehidupan keagamaan
dipersatukan dalam sifat umum yang berasal dari adanya getaran jiwa atau
disebut dengan alam. Pada jenjang emosi keagamaan yang timbul dalam
metafisik, manusia memahami sesuatu jiwa manusia terlebih dahulu karena
dengan mengacu pada hal-hal yang pegaruh sentimen keagamaan.
bersifat abstrak.
2. Sentimen keagamaan mengandung
3. Tahap Positif perasaan terikat, cinta, pengabdian
Pada tahap ini, manusia tidak mau
terhadap masyarakat di mana ia hidup.
lagi mencari asal dan tujuan terakhir dari
seluruh alam semesta ini. Sekarang 3. Sentimen keagamaan tidak selalu
orang-orang mencari kesamaan antara
berkobar-kobar sehingga perlu
hukum yang disajikan dengan fakta-fakta
dipelihara melalui pertemuan akbar
seluruh masyarakat. penyebutannya mirip dengan kata Budha,
akan tetapi mereka bukanlah penganut
4. Emosi keagamaan membutuhkan Bidhisme, karena mereka tidak mengakui
suatu objek tujuan. Objek tersebut Shidarta Gautama sebagai sosok utama
menarik perhatian masyarakat dalam pemujaannya maupun terhadap
ajaran pencerahannya. (Erni: 8). Menurut
umumnya dan dianggap keramat atau Erni Budiwanti, agama Boda ditandai oleh
profan (suci). Objek lain yang tidak animisme dan panteisme. Pemujaan dan
mendapat nilai keagamaan dipandang penyembahan kepada roh-roh leluhur
tidak profan. dari berbagai dewa local lainnya
merupakan focus utama dari praktek
5. Objek keramat ini sebagai simbol Sasak Boda.
perekat masyarakat suku asli Penganut Boda merupkan suatu
Australia, objek keramat ini bias komunitas kecil yang masih ditemukan
berupa binatang atau umbuh- pada awal abad ke-20, tinggal di bagian
utara Gunung Rinjani, kec. Bayan dan
tumbuhan. Objek keramat ini
Tanjung, dan beberapa desa di sebelah
selanjutnya disebut Totem. Totem bisa selatan Gunung Rinjani. Diduga dulunya
berupa tumbuhan atau binatang yang mereka berasal dari bagian tengah pulau
melambangkan solidaritas klen dan Lombok dan mengungsi ke wilayah
selanjutnya membangkitkan sentimen pegunungan untuk menghindari proses
keagamaan atau emosi keagamaan islamisasi.
(Syukur, 2018). Sedangkan penganut Wetu Telu
sangat berpegang teguh pada adat-
Bagi Durkheim emosi keagaman istiadat nenek moyang mereka. Terdapat
dan sentimen kemasyarakatan banyak nuansa Islam dalam ajarannya.
merupakan inti dari sistem religi. Akan tetapi artikulasinya lebih
Sedangkan kontraksi masyarakat, dimakanakan dalam idiom adat. Di sini
kesdaran akan objek keramat, dan totem agama bercampur dengan adat, padahal
sebagai lambang masyarakat, bermaksud adat tidak selalu sejalan dengan agama.
memelihara kehidupan dari inti kontraksi Percampuran praktek-praktek agama ke
masyarakat. (Kahmad, 2000). dalam adat ini menyebabkan watak Wetu
Telu menjadi sangat sinkretik. Melihat
fenomena Wetu Telu, beberapa kalangan
memaknakan sama dengan penganut
III. PEMBAHASAN Islam abangan atau Islam Jawa di Jawa,
Suku sasak merupakan suku yang sebagaimana trikotomi yang diajukan
mendiami pulau Lombok di NTB. Mereka Geertz, dan ditulis oleh Mark Woodward.
telah mendiami pulau Lombok selama Namun penyebutan Islam Wetu Telu ini
berabad-abad. ada pendapat mengatakan disangkal oleh Raden Gedarip, yang
bahwa orang sasak merupakan merupakan pemangku adat Karangsalah.
campuran dari penduduk asli Lombok Menurutnya, Islam hanya satu, tidak ada
dengan para pendatang dari jawa. polarisasi antara waktu tiga atau Wetu
Penelitian sosiologis abad ke-20, Telu dan Waktu Lima. Dia mengatakan
ilmuan barat seperti Van Eerde dan bahwa Wetu Telu bukanlah agama, tetapi
Professor Bousquet, menunjukkan bahwa adat. Masyarakat Wetu Telu mengakui
dikalangan masyarakat Sasak terdapat dan mengucapkan dua kalimat Syahadat.
tiga kelompok keagamaan, yaitu: Sasak Setelah diucapkan dalam bahasa Arab,
Boda, Waktu Lima dan Wetu Telu. Sasak kemudian diteruskan dalam bahasa
Boda disebut sebagai agama asli Sasak.
masyarakat Lombok karena Salah satu komunitas Wetu Telu
yaitu di Bayan, mengemukakan bahwa manusia.
ada empat konsepsi mengenai Wetu
Telu. Pertama, adanya suatu pandangan 3. Kodrat Allah adalah kombinasi 5 indera
yang berasumsi bahwa kata Wetu berasal yang berasal dari Allah dan 8 organ
dari kata Metu yang berarti muncul atau yang diwarisi dari Adam atau garis laki-
datang dari, sedangkan Telu berarti tiga. laki dan Hawa atau garis perempuan.
Secara simbolis, ini mengungkapkan Masing-masing kodrat Allah bias
bahwa semua makhluk hidup muncul ditemukan dalam setiap lubang yang
atau metu melalui tiga macam reproduksi
ada ditubuh manusia, darimata hingga
yaitu melahirkan atau menganak, bertelur
atau menteluk, dan berkembang biak dari anus.
benih atau mentiuk. Kepercayaan Wetu
Telu tidak hanya pada system reproduksi Sehubungan dengan kepercayaan
saja, melainkan juga menunjuk pada ini, penganut Wetu Telu mengadakan
Kekuasaan Tuhan untuk ritual-ritual yang terkait dengan siklus
mengembangbiakkan diri melalui tersebut. Adapun ritual-ritual upacara
mekanisme reproduksi tersebut. Kedua, yang terkait dengan kehidupan
yaitu persepsi bahwa Wetu Telu dinamakan gawe urip, yang mencakup
melambangkan ketergantungan satu
seluruh tahapan hidup manusia semenjak
sama lain antara makhluk hidup. Adanya
wilayah kosmologis yang terbagi menjadi dilahirkan hingga menikah. Yang
dua yaitu jagad kecil yang didalamnya termasuk gawe urip, antara lain. (Erni:
selaku manusia dan makhluk lainnya 136).
yang tergantung pada alam semesta.
Jagad besar disebut juga alam raya atau 1. Buang Au atau Upacara Kelahiran,
mayapada yang terdiri dari dunia, planet merupakan upacara pembuangan abu
lain, matahari, bulan dan bintang. Ketiga, arang yang dibakar dukun beranak
konsepsi yang menyatakan bahwa Wetu setelah membantu persalinan.
Telu merupakan manivestasi sistem Upacara ini dilaksanakan kira-kira satu
sebuah agama dalam kepercayaan
minggu setelah melahirkan.
bahwa semua makhluk hidup melewati
tiga rangkaian siklus; dilahirkan,hidup dan
2. Ngurisang atau Pemotongan Rambut,
mati. Keempat, konsepsi terakhir yang
menyatakan bahwa pusat kepercayaan merupakan upacara pemotongan
Wetu Telu adalah iman kepada Allah, rambut yang dilakukan setelah Buang
Adam dan Hawa. Konsep ini dari Au. Upacara ini diadakan untuk
pandangan bahwa unsur-unsur penting seorang anak yang sudah mencapai
yang tertanam dalam ajaran Wetu Telu usia antara 1 sampai 7 tahun.
adalah: Ngurisang dianggap penting karena
1. Rahasia atau Asma yang mewujud
setelah anak ini menjalaninya, maka
dalam panca indera tubuh manusia.
disebut muslim sebagai lawan dari
2. Simpanan Ujud Allah yang termanifes- Boda, yang artinya orang yang belum
tasikan dalam Adam dan Hawa. di-Islam-kan.
Secara simbolis Adam
3. Ngitanang atau Khitanan, yang
mempresentasikan garis ayah atau laki
dilakukan saat anak berusia antara 3
-laki, sementara Hawa
hingga 10 tahun. Seperti Buang Au dan
mempresentasikan garis ibu atau
Ngurisang, Ngitanang juga dipandang
perempuan. Masing-masing
sebagai symbol peng-Islam-an.
menyebarkan empat organ pada tubuh
Seorang anak masih tetap Boda puasa. Upacara-upacara ini tergolong
sampai ia dikhitan. unik, karena masyarakat Wetu Telu
sendiri tidak melakukan puasa. Yang
4. Merosok atau Meratakan Gigi, melaksanakan hanyalah para Kiai, itupun
merupakan upacara yang menandai tidak sama dengan tata cara berpuasa
yang dilakukan oleh penganut Waktu
peralihan dari kanak-kanak menjadi Lima.
dewasa. Dalam upacara ini, pemangku
atau kyai menghaluskan gigi bagian 2. Maleman Qunut dan Maleman Likuran
depan anak laki-laki dan gadis remaja Maleman Qunut merupakan
yang berbaring di berugak. peringatan yang menandai keberhasilan
melewati separuh bulan puasa. Upacara ini
5. Merari/mulang atau mencuri gadis dan dilaksanakan pada malam keenam belas
Metikah atau perkawinan. dari bulan puasa. Bila dibandingkan
dengan Waktu Lima, pada malam
Sedangkan ritual-ritual yang keenam belas dalam pelaksanaan rakaat
dilaksanakan berkaitan dengan kematian terakhir shalat witir setelah shalat tarawih
disebut gawe pati. Upacara ini disisipkan qunut. Barangkali atas dasar
dilaksanakan mulai dari hari penguburan, ini kemudian Wetu Telu
hari ketiga, hari ketujuh, hari kesembilan, menyelenggarakan Maleman Qunut.
hari keempat puluh, keseratus hingga hari Sedangkan Maleman Likuran merupakan
keseribu. Upacara-upacara ini bertujuan upacara yang dilaksanakan pada malam
untuk menggabungkan arwah si mati ke-21, 23, 25, 27 dan 29 bulan puasa.
dengan dunia leluhur. Hal ini terkait erat
dengan persepsi penganut Wetu Telu 3. Maleman Pitrah dan Lebaran Tinggi
bahwa kematian adalah suatu tahap Maleman Pitrah identik dengan
untuk menjamin tahapan yang lebih saat pembayaran zakat fitrah dikalangan
tinggi, yakni keluhuran dan ritual-ritual Waktu Lima. Hanya saja dalam tradisi
untuk menjamin tercapainya tahapan ini. Wetu Telu terdapat sejumlah perbedaan
Melalui do’a yang dibaca pada saat dalam tata cara pelaksanaannya dengan
upacara diyakini bahwa arwah si mati Waktu Lima. Dalam tradisi Wetu Telu,
dipertemukan dengan para leluhurnya. maleman pitrah merupakan saat dimana
Dari keempat konsep yang saling masing-masing anggota masyarakat
mengkait dan merupakan satu kesatuan mengumpulkan pitrah kepada para kyai
di atas, warna Islam memang ada dalam yang melaksanakan puasa dan hanya
kepercayaan Wetu Telu. Warna Islam dibagikan di antara para kyai saja. Dalam
juga ditemukan dalam ritual-ritual yang tradisi Wetu Telu, Pitrahnya berupa
berkaitan dengan hari besar Islam, makanan, hasil pertanian, maupun uang,
seperti: termasuk uang kuno, dan berlaku baik
1. Rowah Wulan dan Sampet Jum’at untuk yang masih hidup maupun yang
Kedua upacara ini dimaksudkan sudah meninggal. Untuk yang masih
untuk menyambut tibanya bulan puasa hidup pitrah itu disebut Pitrah Urip,
Ramadhan. Rowah Wulan sedangkan untuk yang sudah meninggal
diselenggarakan pada hari pertama bulan disebut Pitrah Pati. Sedangkan Lebaran
Sya’ban, sedangkan Sampet Jum’at Tinggi identik dengan pelaksanaan hari
dilaksanakan pada jumat terakhir bulan raya Idul Fitri bagi penganut Waktu Lima.
Sya’ban. Tujuannya adalah sebagai Bedanya, dalam upacara Lebaran Tinggi
upacara pembersihan diri menyambut diadakan acara makan bersama antara
bulan puasa, saat merka diminta untuk pemuka agama dan pemuka adat, serta
menahan diri dari perbuatan yang masyarakat penganut Wetu Telu.
dilarang guna menjaga kesucian bulan
4. Lebaran Topat oleh suku sasak yang dimana menurut
Lebaran Topat diadakan seminggu Comte perkembangan manusia
setelah upacara Lebaran Tinggi. Dalam berlangsung dalam tiga tahap. Tahap
perayaan ini, seluruh Kyai dipimpin teologis, yang dimana dalam sistem
Penghulu melakukan Sembahyang Qulhu kepercayaan suku Sasak sebelum
Sataq atau shalat empat rakaat yang masuknya Islam adalah percaya terhadap
menandai pembacaan surat Al-Ikhlas roh-roh leluhur. Dan pada tahap teologi
maing-masing seratus kali. Lebaran yang tertinggi yaitu monotheisme yaitu
Topat berakhir dengan makan bersama di dimana pada tahap ini orang mengganti
antara para Kyai. Dalam perayaan ini, dewa yang bermacam-macam dengan
ketupat menjadi santapan ritual utama. satu tokoh tertinggi, yang dalam
kepercayaan suku Sasak percaya pada
5. Lebaran Pendek adanya Tuhan.
Lebaran ini identik dengan Dalam sistem kepercayaan suku
pelaksanaan hari raya Idul Adha di Sasak mempunyai agama tradisional,
kalangan Waktu Lima. Pelaksanaannya yaitu Boda. Dan dua varian Islam yang
dilakukan dua bulan setelah Lebaran Topat. dipisahkan secara diametral, yakni antara
Dimulai dengan shalat berjamaah di Islam Wetu Telu dan Islam Waktu Lima.
antara para Kyai disusul acara makan Islam Wetu Telu dapat dikategorikan
bersama dan setelah itu dilanjutkan sebagai agama tradisional, sementara
dengan pemotongan kambing berwarna Islam Waktu Lima dikategorikan agama
hitam. samawi. Klasifikasi ini bukan merupakan
suatu yang terpisah satu sama lain.
6. Selametan Bubur Puteq dan Bubur Kedua kategori ini bias saling tumpang
Abang tindih, dimana sebuah kategori memiliki
Upacara ini dilaksanakan pada karakteristik tertentu yang juga bisa
tanggal 10 Muharram dan 8 Safar dipunyai kategori lain, begitu juga
menurut penanggalan Wetu Telu. sebaliknya.
Upacara ini untuk memperingati
munculnya umat manusia dn beranak Kesimpulan
pinaknya melalui ikatan perkawinan. Tahap perkembangan manusia
Bubur puteq atau bubur putih dan bubur menurut Auguste Comte berlangsung
abang atau bubur merah merupakan dalam tiga tahap. Pertama, tahap teologi,
hidangan ritual utama yang dikonsumsi kedua, tahap metafisik, ketiga, tahap
dalam upacara ini. positif.
Adapun tokoh sosiolog yaitu Emile
7. Maulud Durkheim yang mendefinisikan agama
Dari penyambutannya, terkesan sebagai suatu sistem yang berkaitan
bahwa upacara ini terkait dengan upacara dengan keyakinan-keyakinan dan upacara
peringatan kelahiran Nabi Muhammad -upacara yang keramat, artinya yang
Saw, sebagaimana dilaksanakan oleh terpisah dan pantang, keyakinan-
Waktu Lima. Kendati waktu keyakinan dan upacara yang berorientasi
pelaksanaannya sama, yakni pada bulan kepada komunitas moral yang disebut
Rabi’ul Awal, Wetu Telu merayakannya umat.
untuk memperingati perkawinan Adam Sebelum masuknya Islam,
dan Hawa. Seperti upacara-upacara masyarakat yang mendiami pulau
lainnya, berdo’a dan makan bersama Lombok berturut-turut menganut
ditemukan dalam upacara ini. kepercayaan animisme, dinamisme,
kemudian Hindu. Islam pertama kali
Dalam perspektif Auguste Comte masuk melalui para wali dari pulau Jawa,
terhadap sistem kepercayaan yang dianut yakni Sunan Prapen pada sekitar abad
XVI, setelah runtuhnya kerajaan sebuah agama dalam kepercayaan
Majapahit. Sunan Prapen merupakan raja bahwa semua makhluk hidup melewati
ke-4 dari dinasti Giri Kedaton. tiga rangkaian siklus; dilahirkan,hidup dan
Sebelum kedatangan pengaruh mati. Keempat, konsepsi terakhir yang
asing di Lombok, Boda merupakan menyatakan bahwa pusat kepercayaan
kepercayaan asli orang Sasak atau Wetu Telu adalah iman kepada Allah,
dikenal juga dengan Sasak-Boda. Di Adam dan Hawa.
Lombok terdapat dua varian Islam yang
dipisahkan secara diametral, yakni antara Daftar Pustaka
Islam Wetu Telu dan Islam Waktu Lima.
Salah satu komunitas Wetu Telu Buku
yaitu di Bayan, mengemukakan bahwa Budiwanti, Erni. (2000). Islam Sasak.
ada empat konsepsi mengenai Wetu Yogyakarta: LKiSYogyakarta. Setiadi,
Telu. Pertama, adanya suatu pandangan Setiadi, M. Elly dan Kolip, Usman. (2011).
yang berasumsi bahwa kata Wetu berasal Pengantar Sosiologi. Jakarta:
dari kata Metu yang berarti muncul atau Pramedia Group.
datang dari, sedangkan Telu berarti tiga. Syukur, M. (2018). Dasar-Dasar Teori
Secara simbolis, ini mengungkapkan Sosiologi. Depok: Rajawali Press.
bahwa semua makhluk hidup muncul
atau metu melalui tiga macam reproduksi Web
yaitu melahirkan atau menganak, bertelur .
atau menteluk, dan berkembang biak dari A. Zaky Yudhistira. 2013. Islam Sasak:
benih atau mentiuk. Kepercayaan Wetu Wetu Telu Versus Waktu Lima.
Telu tidak hanya pada system reproduksi Makalah.
saja, melainkan juga menunjuk pada Decy permatasari dan Ogy Prabu
Kekuasaan Tuhan untuk Santosa. 2015. Wawasan Budaya
mengembangbiakkan diri melalui Nusantara “Suku Sasak”. Makalah.
mekanisme reproduksi tersebut. Kedua, Dra. Sri Mumi. Laporan penelitian “Wetu
yaitu persepsi bahwa Wetu Telu Telu Dalam Sistem Religi Orang
melambangkan ketergantungan satu Sasak”. Perpustakaan UI.
sama lain antara makhluk hidup. Adanya Muhammad Harfin Zuhdi. 2014.
wilayah kosmologis yang terbagi menjadi Parokialitas Adat Wetu Telu di
dua yaitu jagad kecil yang didalamnya Bayan. 13(1): 32-37.
selaku manusia dan makhluk lainnya Zaki Yamani Athhar. 2005. Kearifan Lokal
yang tergantung pada alam semesta. Dalam Ajaran Islam Wetu Telu di
Jagad besar disebut juga alam raya atau Lombok. Edisi 15. 9.(1).
mayapada yang terdiri dari dunia, planet
lain, matahari, bulan dan bintang. Ketiga,
konsepsi yang menyatakan bahwa Wetu
Telu merupakan manivestasi sistem

You might also like