You are on page 1of 35

Teori-1

DASAR TEORI ALIRAN FLUIDA DAN PANAS

MELALUI PIPA DI PERMUKAAN

Dalam suatu aliran fluida panasbumi di permukaan, perubahan tekanan

dan temperatur yang tinggi akan berpengaruh terhadap sifat fluidanya. Sifat-sifat

fluida panasbumi meliputi :

1. Sifat fisik fluida panasbumi.

2. Sifat termodinamika fluida panasbumi.

3.1. Sifat Fisik Fluida Panasbumi

Selama proses mengalir fluida dalam pipa akan terjadi perubahan tekanan

dan temperatur yang akan menyebabkan perubahan sifat fisik fluida. Sifat-sifat

fisik ini digunakan untuk mendukung parameter aliran fluida pada pipa

permukaan, untuk korelasi Tortike (1989) sifat fisik air murni dinyatakan sebagai

berikut :

1. Densitas Fluida

2. Spesifik Volume

3. Viskositas Fluida

4. Temperatur Saturasi

5. Tekanan Saturasi

6. Tegangan Permukaan

18
19

3.1.1. Densitas Fluida

Densitas adalah perbandingan massa dan volume. Satuan dari densitas ()

adalah massa/volume, biasanya kg/m3. Berlaku dalam kisaran temperatur 273.15

hingga 640 K.

 Densitas Cairan :

l = 3786.31 – 37.2487 T + 0.196246 T 2 – 5.04708 E – 4 T3 + 6.29368 E

– 7 T4 – 3.08480 E - 105 ...............................................................( 3.1)

 Densitas Uap :

ln g = -93.7072 + 0.8333941 T – 0.00320809 T2 + 6.57652 E – 6 T3 –

6.93747 E – 9 T4 + 2.97203 E – 12 T5 .....................................(3.2)

3.1.2. Spesifik Volume

Spesifik volume merupakan kebalikan dari densitas atau biasa ditulis

dalam (1/). Spesifik volume fluida panasbumi meliputi spesifik volume cairan

dan spesifik volume uap, dan ditentukan dengan persamaan :

 Spesifik volume cairan :

l = 1/(- 0.0047P3 + 0.3474P2 – 10.828P + 963)..................................(3.3)

 Spesifik volume uap :

g = 1/( 0.00002P3 - 0.0009P2 + 0.5057P + 0.1573.............................(3.4)

Spesifik volume berlaku dalam kisaran tekanan 0 hingga 30 bar, dimana

spesifik volume dinyatakan dalam m3/kg, dan tekanan dalam bar.


20

3.1.3. Viskositas Fluida

Secara umum viskositas merupakan ukuran keengganan fluida untuk

mengalir yang berhubungan langsung dengan tipe, ukuran dan struktur molekul

yang menyusun fluida. Satuan viskositas yang umum adalah Pa.s, kg/m.s, N.s/m2.

 Viskositas air

w = -0.0123274 + 27.1038*T-1 - 23527.5*T-2 + 1.0425E7*T-3 –

2.17342E8*T-4 + 1.86935E11*T-5 ...........................................( 3.5)

 Viskositas uap :

v = -546807E-4 + 6.89490E-6*T – 3.3999E-8*T 2 + 8.29842E-11*T3 –

9.97060E-14*T4 + 4.71914E-17*T5 ...................................... ( 3.6)

3.1.4. Temperatur Saturasi

Temperatur saturasi untuk air murni adalah sebagai berikut :

Ts = 280.034 + 14.0860 (lnP) + 1.38075 (lnP) 2 – 0.101806(lnP)3 +

0.019017 (lnP)4 ........................................................................( 3.7)

Berlaku dalam kisaran temperatur 273.15 hingga 640 K

dimana Ts adalah temperatur saturasi (0C) dan P adalah tekanan (Kpa)

3.1.5. Tekanan Saturasi

Tekanan saturasi adalah tekanan air murni pada kondisi temperatur

saturasi. Dengan bertambahnya tekanan, temperatur didih air pun akan bertambah

tinggi. Pada temperatur saturasi ini, kedua fasa (air dan uap air) dapat berada

bersama-sama.
21

Tabel III-1
Tekanan – Temperatur Saturasi 6)

Tekanan (bar) Temperatur (oC)


1.0 99.6
1.01325 100.0
20.0 212.4
100.0 311.0
200.0 365.7
221.2 374.11 (titik kritis)

3.1.6. Tegangan Permukaan

Tegangan permukaan air dinyatakan dalam persamaan :

..........................................(3.8)

keterangan :

.................................................(3.9)

Satuan dari tegangan permukaan air, dalam N/m

3.2. Sifat Thermodinamik Fluida Panasbumi

Ilmu thermodinamika membahas sistem dalam keseimbangan, ilmu ini

dapat dipergunakan untuk meramalkan energi yang diperlukan untuk mengubah


22

sistem dari suatu keadaan seimbang ke keadaan seimbang lain. Energi yang

pindah dari satu sistem ke sistem lainnya disebut kalor atau panas (heat). Sifat

thermodinamik fluida adalah sifat energi terkandung dalam fluida yang mengalir.

Sifat tersebut meliputi :

1. Energi Dalam

2. Entalpi

3. Kapasitas Panas

4. Konduktivitas fluida

3.2.1. Energi Dalam

Energi dalam adalah ukuran banyaknya panas yang terkandung di dalam

suatu materi per satu satuan massa. Satuan yang umum digunakan adalah J/kg

atau Kj/kg yang dinyatakan dengan simbol U. Antara energi dalam dan entalpi

mempunyai hubungan seperti pada persamaan di bawah ini :

uv = hv – (P/v)

ul = hl – (P/l)

keterangan :

u = energi dalam, kj/kg

h = entalpi, kj/kg

P = tekanan, ksc

 = densitas fluida, kg/m3

subscript v = uap

subscript l = cairan
23

3.2.2. Entalpi Fluida

Entalpi adalah jumlah energi dalam dan energi yang dihasilkan oleh kerja

tekanan. Satuan yang umum digunakan adalah j/kg atau kj/kg. Untuk Korelasi air

murni dari Tortike (1989), entalpi fluida meliputi :

 Entalpi cairan

hf = 23665.2 – 366.232 T + 2.26952 T 2 – 0.00730365 T3 + 1.30241E-5 T4

– 1.22103E-8 T5 + 4.70878E-12 T6 ...........................................( 3.10)

 Entalpi uap

hg = -22026.9 + 365.317T – 2.25837T2 – 0.00734720T3 – 1.33437E-5T4 +

1.26913E-8T5 + 4.96880E-12T6.................................................( 3.11)

Berlaku dalam kisaran temperatur 273.15 hingga 640 oK, dimana temperatur

dinyatakan dalam oK, entalpi dalam kj/kg.

3.2.3. Kapasitas Panas

Merupakan ukuran banyaknya energi panas yang diperlukan untuk

menaikkan 1oC tiap unit massa material. Kapasitas panas dapat meningkat sesuai

temperaturnya. Kapasitas panas untuk korelasi air murni dari Tortike (1989),

meliputi :

 Kapasitas panas cairan

Cpf = 0.1E-6T3 – 0.00003T2 + 0.0048T + 3.9406...............................( 3.12)

 Kapasitas panas uap

Cpv = 0.1E-8T4 – 0.3E-6T3 + 0.00006T2 – 0.0027T + 1.8943............( 3.13)


24

Kapasitas panas ini berlaku dalam kisaran temperatur 99.6 oC hingga 212.4 oC,

dimana T dalam oC dan kapasitas panas dalam kj/kgoC

3.2.4. Konduktivitas Fluida

Konduktivitas fluida adalah sifat fluida untuk menghantarkan panas secara

konduktif yang dipengaruhi oleh gradien thermalnya, dalam hal ini adalah air

murni. Konduktivitas air murni berlaku dalam kisaran temperatur 273.15 hingga

640 o K, dimana temperatur dinyatakan dalam oK dan satuan untuk konduktivitas

panas adalah W/ moK.

Menurut Tortike (1989) persamaan konduktivitas cairan air murni dan uap

air adalah sebagai berikut :

 Konduktivitas cairan air murni :

kl = (3.51153 – 0.0443602 T + 0.000241233 T 2 – 0.605099E-6 T3 +

0.722766E-9 T4 – 3.37136E-13 T5)............................................(3.14)

 Konduktivitas uap air :

ks = (- 2.35787 + 0.0297427 T – 0.000146888 T 2 + 0.357767E-6 T3 –

0.429764E-9 T4 + 2.04511E-13 T5)............................................(3.15)

3.3. Persamaan Dasar Aliran Dalam Pipa

3.3.1. Persamaan Umum Kehilangan Tekanan Aliran Dalam Pipa

Pada suatu sistem aliran fluida yang mengalir dari satu titik ke titik yang

lain dan mengalami berbagai proses mekanik maka perubahan energi akibat

proses yang terjadi dalam sistem tersebut akan mengikuti hukum konservasi
25

energi. Secara umum konservasi energi yang terjadi diantara dua titik tersebut

menyatakan bahwa :

“Energi yang masuk ke titik pertama ditambah dengan kerja

yang dilakukan oleh dan terhadap fluida diantara titik pertama

dan kedua, dikurangi dengan energi yang hilang diantara kedua

titik tersebut sama dengan energi yang keluar dari titik kedua”.

Berdasarkan hukum konservasi energi tersebut diturunkan persamaan

energi sebagai dasar pengembangan persamaan aliran fluida dalam pipa. Untuk

sistem fluida pemakaian hukum konservasi energi antara titik masuk dan titik (1)

keluar (2), dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :

......................................(3.16)

Keterangan :

U = Energi dalam

PV = Energi ekspansi

= Energi kinetik

= Energi potensial

q = Energi panas dari fluida sebagai hasil proses reversibel

W = Kerja yang dilakukan oleh dan terhadap fluida.


26

PEMANAS V2

V1 +q 2

1 +Wp

TURBIN POMPA

Z1 Z2

- Wt

Datum

Gambar 3.1. Sistem Aliran Fluida 9)

Pada kenyataannya persamaan energi secara umum, sulit digunakan karena

adanya variabel energi dalam,U, yang sulit ditentukan harga absolutnya sehingga

perlu adanya penyederhanaan dengan kaidah-kaidah thermodinamika.

Secara matematis, entropi didefinisikan sebagai :

S2 – S1 =  dq/T.....................................................................................(3.17)

Untuk hal yang khusus dimana perpindahan panas terjadi pada tekanan tetap,

maka panas, q dapat dinyatakan sebagai :

dq = m Cp dT......................................................................................(3.18)

Bila persamaan (3.18) disubstitusikan ke persamaan (3.17) diperoleh :

S2 – S1 =  dq/T =  m Cp dT/T..............................................................(3.19)
27

Hubungan antara entropi dan energi dalam dapat dinyatakan dalam bentuk

persamaan umum sebagai berikut :

U = (energi panas) + (energi kompresi) + (energi kimiawi) + (energi

permukaan) + (energi lain-lain)

Untuk aliran fluida dalam pipa, pengaruh energi kimiawi, energi permukaan dan

energi lain-lain dapat diabaikan sehingga persamaan energi dalan, U, dapat

dituliskan :

U = (energi panas) + (energi kompresi)

Secara matematis energi panas dan energi kompresi dapat dinyatakan dalam

persamaan :

Energi panas =  TdS = q + Lw .........................................................(3.20)

Energi kompresi =  p(-dv).................................................................(3.21)

Sehingga energi dalam (U) dapat dituliskan dalam persamaan :

dU =  TdS +  p(-dv).........................................................................(3.22)

Hukum termodinamika tersebut digunakan untuk menurunkan persamaan dasar

kehilangan tekanan aliran dalam pipa , dari persamaan energi (3.16), dalam

bentuk defferensial ditulis sebagai berikut :

.................................(3.23)

Dimana W adalah kerja total yang dilakukan fluida oleh dan terhadap

sistem aliran. Selanjutnya bila energi dalam, dU disubstitusikan ke persamaan

(3.23) maka didapatkan persamaan :

...............(3.24)
28

Deferensiasi persamaan (3.24) akan menghasilkan persamaan :

.................(3.25)

Apabila entropi pada persamaan (3.20) disubstitusikan pada persamaan (3.25)

maka akan diperoleh persamaan :

.....................................................(3.26)

Untuk setiap 1 lb-massa fluida yang mengalir, maka persamaan (3.26) dapat

dituliskan sebagai berikut :

..........................................................(3.27)

V adalah spesifik volume, yang dinyatakan sebagai :

V = 1/.................................................................................................(3.28)

Sehingga persamaan (3.27) dapat dinyatakan sebagai :

............................................................(3.29)

Untuk persoalan aliran fluida dalam pipa, dimana tidak ada kerja yang

masuk atau keluar dari sistem, maka W = 0, dengan demikian persamaan (3.29)

dapat disederhanakan menjadi :

..................................................................(3.30)

bila persamaan (3.30) dikalikan dengan  dan dibagi dengan dZ, maka akan

diperoleh persamaan gradien tekanan alir, dp/dZ, yaitu sebagai berikut :

...................................................................(3.31)
29

Pada persamaan diatas variabel yang belum dapat ditentukan adalah kerja

yang hilang sebagai akibat proses irreversibel, sedangkan variabel-variabel lain

seperti densitas, dan kecepatan aliran dapat diperkirakan.

3.3.2. Konsep Faktor Gesekan

Pada aliran fluida dalam pipa, faktor gesekan antara fluida dengan dinding

pipa, gesekan antar fasa, pengaruh tegangan permukaan dan sebagainya

merupakan kerja (Lw) yang hilang akibat proses irreversibel. Pada konsep faktor

gesekan pengaruh terbesar pada aliran fluida dalam pipa adalah gesekan antara

fluida dengan dinding pipa, sedangkan faktor gesekan yang lain dapat diabaikan.

Disamping faktor gesekan tersebut, pengaruh yang juga sangat penting

dalam proses kehilangan tekanan aliran fluida dalam pipa adalah perubahan energi

kinetik, terutama pada perubahan laju alir yang tinggi. Perbandingan antara wall

shear stress, w, terhadap energi kinetik persatuan volume (v2/2gc),

menghasilkan bilangan tak berdemensi yang disebut faktor gesekan, f ’, yaitu :

f’ = w /(v2/2gc) = (2 w gc)/(v2).......................................................(3.32)

Untuk menentukan harga faktor gesekan, perlu ditentukan harga wall shear

stress, berdasarkan kesetimbangan gaya antara gaya tekan dengan wall shear

stress pada alian fluida didalam suatu segmen pipa seperti Gambar 3.2., dan

dituliskan dengan persamaan :

P1- (P1 - (dp/dL)dL) d2/4 = w (d)dL...........................................(3.33)

atau :

w = d/4 (dp/dL)f....................................................................................(3.34)
30

w

{P1- (dp/dL)dL} Flow d P1

Gambar 3.2. Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Aliran Dalam Pipa 9)


Apabila persamaan (3.34) disubstitusikan ke dalam persamaan (3.32),

maka akan diperoleh gradien tekanan sebagai akibat gesekan, dengan persamaan

sebagai berikut :

(dp/dL)f = (2f’v2)/(gcd).....................................................................(3.35)

Persamaan ini dikenal dengan persamaan Fanning. Dalam bentuk faktor gesekan

Darcy-Weisbach atau Moody, dimana f = 4f’, maka persamaan (3.35) dapat

dituliskan sebagai berikut :

(dp/dL)f = (fv2)/(2gcd).......................................................................(3.36)

Untuk aliran laminar, faktor gesekan dapat diturunkan secara analitis dengan

menggabungkan persamaan (3.36) dengan persamaan Hagen-Poiseulli untuk

aliran laminar, yaitu :

v = (d2gc/32 )(dp/dL)f ....................................................................(3.37)


atau :
(dp/dL)f = (32 )/(d2gc).......................................................................(3.38)

Apabila persamaan (3.36) disamakan dengan persamaan (3.38) akan diperoleh

hubungan sebagai berikut :

(32 )/(d2gc) = (fv2)/(2gcd).................................................................(3.39)

Penyederhanaan persamaan (3.39) akan diperoleh harga faktor gesekan yang

dapat ditulis dengan persamaan :


31

f = (64 )/(vd)...................................................................................(3.40)

Kelompok tak berdemensi yang merupakan perbandingn antara gaya momentum

fluida terhadap gaya kekentalan fluida , dikenal dengan bilangan Reynold.

Berdasarkan definisi ini, maka persamaan (3.40) dapat disederhanakan, yaitu :

f = 64/ NRe............................................................................................(3.41)

Bilangan Reynold tersebut digunakan sebagai parameter untuk membedakan

antara aliran laminar dan turbulen. Dalam perhitungan batas aliran fluida dalam

pipa antara laminar dan turbulen terjadi pada bilangan Reynold 2100.

3.3.3. Korelasi Faktor Gesekan Terhadap Karakteristik Dinding Pipa

Dalam penelitian terhadap kehilangan tekanan aliran akibat faktor gesekan

antara fluida dengan dinding dalam pipa, diketahui bahwa gradien tekanan sangat

dipengaruhi oleh karakteristik dinding pipa, yaitu dinding pipa halus dan dinding

pipa kasar. Karakteristik dinding pipa ini disebabkan oleh bahan pembuat pipa,

cara pembuatan pipa dan lingkungan dimana pipa tersebut digunakan. Korelasi-

korelasi untuk memperkirakan faktor gesekan, selain merupakan fungsi dari gaya-

gaya momentum dan viscous shear, juga merupakan fungsi dari kekasaran pipa.

Untuk dinding pipa yang halus (smooth pipe), korelasi yang umum

digunakan adalah korelasi Drew, Koo dan Mc. Adam, yang ditunjukkan pada

persamaan berikut :

f = 0.0056 + (0.5NRe)- 0.32.....................................................................(3.42)

persamaan (3.42) ini berlaku untuk selang bilangan Reynold antara 3000 sampai

dengan 3x106.
32

Untuk dinding pipa kasar, korelasi faktor gesekan dipengaruhi oleh derajat

kekasaran dinding pipa bagian dalam, yang dinyatakan sebagai kekasaran absolut,

, yang diukur sebagai puncak tertinggi permukaan pipa sebagai kekasaran relatif,

yaitu perbandingan antara kekasaran absolut dengan diameter dalam pipa, /d.

korelasi faktor gesekan untuk pipa kasar yang terbaik sampai saat ini berdasarkan

penelitian oleh Nikuradse, dengan persamaan :

1/f = 1.74 – 2 log(2/d)....................................................................(3.43)

Pada aliran turbulen pengaruh kekasaran dinding dalam pipa tidak

tergantung pada kekasaran relatif dan bilangan Reynold. Apabila pada permukaan

pipa bagian dalam tedapat lapisan cairan yang cukup tebal, maka kelakuan

permukaan cairan ini akan menyerupai pipa halus.

3.3.4. Penentuan Kehilangan Tekanan (Pressure Drop) Aliran Dua Fasa

Dalam aliran fluida pada pipa di permukaan akan terjadi proses

kehilangan tekanan (pressure drop) disepanjang pipa yang diakibatkan oleh

pengaruh gesekan, elevasi dan akselerasi, yang dapat ditulis dalam persamaan :

(dp/dZ)t = (dp/dZ)f + (dp/dZ)g + (dp/dZ)acc.........................................(3.44)

Dimana kehilangan tekanan karena gesekan, (dp/dZ) f , besarnya 5 – 20% dari

gradien tekanan total ,(dp/dZ)t dan kehilangan tekanan karena elevasi (dp/dZ) g

besarnya antara 80 – 95 % dari (dp/dZ) t , sedangkan kehilangan tekanan karena

akselerasi, (dp/dZ)acc harganya sangat kecil sehingga umumnya diabaikan.


33

Dalam aliran dua fasa untuk mempermudah perhitungan kehilangan

tekanan (pressure drop) perlu diasumsikan terlebih dahulu aliran fluidanya.

Asumsi aliran fluida dua fasa meliputi Homogeneous Flow dan Separated Flow.

 Homogeneous Flow

Dalam homogeneous flow, aliran fluida dua fasa (Uap dan Air) diasumsikan

tercampur sempurna, sehingga campuran air dan uap berkelakuan seperti

fluida satu fasa dengn sifat rata-rata tergantung dari sifat masing-masing fasa.

Dengan anggapan tersebut, maka kehilangan tekanan dihitung dengan cara

yang sama seperti cara perhitungan kehilangan tekanan untuk aliran satu fasa.

Apabila kehilangan tekanan karena akselerasi diabaikan, maka persamaan

kehilangan tekanan dapat ditulis dalam persamaan yaitu :

(dp/dZ)t = m g sin  + (Vm2 )/(2 m D)..........................................(3.45)

Apabila volume spesifik campuran uap-air (m) adalah :

m = x g + (1 – x) l............................................................................(3.46)

Maka densitas campuran uap-air (m )adalah :

m = 1/m.............................................................................................(3.47)

Apabila laju alir massa fluida adalah m dan luas penampang pipa adalah A (D

adalah diameter pipa) maka kecepatan fluida, Vm adalah :

Vm = (mm)/A......................................................................................(3.48)

Friction factor dapat ditentukan dengan persamaan :

 = 8(8/Re)12 + [1/(A+B)3/2] 1/12......................................................(3.49)

keterangan :

Re = (mVmD)/m.................................................................................(3.50)
34

m = x g + (1 – x) l..........................................................................(3.51)

A = [2.547 ln{1/((7/Re)0.9 + 0.27 /D)]16............................................(3.52)

B = [37530/Re]16................................................................................(3.53)

 Separated Flow

Dalam anggapan separated flow, aliran fluida dua fasa (uap-air) berbeda

dengan aliran satu fasa. Perbedaan tersebut terletak pada adanya antar muka

yang menyebabkan uap – air apabila mengalir besama-sama dalam pipa maka

masing-masing fasa terpisah dan terdistribusi menempati bagian dari pipa.

Untuk menghitung besarnya kehilangan tekanan ada banyak metoda. Dalam

tulisan ini metoda yang digunakan untuk menghitung kehilangan tekanan

(pressure drop) adalah berdasarkan metoda Beggs-Brill.

3.4. Metode Kehilangan Tekanan Berdasarkan Beggs-Brill

Beggs-Brill mengembangkan korelasi persamaan kehilangan tekanan


aliran fluida dua fasa dalam pipa berdasarkan hasil pengukuran dan pengamatan
percobaan di laboratorium. Instalasi utama percobaan ini terdiri dari pipa acrylic
untuk beberapa ukuran dan pengatur kemiringan pipa dan dengan menggunakan
fluida kerja air dan udara. Persamaan yang dikembangkan Beggs-Brill untuk
kehilangan tekanan adalah sebagai berikut :

= .......................................(3.54)

Dari persamaan diatas nampak parameter liquid hold up, HL dan faktor

gesekan dua fasa, ftp yang memegang peranan dalam kehilangan tekanan untuk

aliran dua fasa.


35

3.4.1. Korelasi Liquid Hold Up

Liquid hold-up didefinisikan sebagai perbandingan antara bagian volume

pipa yang terisi cairan dengan volume dari pipa tersebut. Secara empiris dapat

ditulis dalam persamaan :

HL = ..........................................................(3.55)

Korelasi liquid hold-up diturunkan sesuai dengan popa aliran yang terjadi .

Sedangkan pola aliran yang dihasilkan oleh Beggs-Brill berdasarkan pengamatan

terhadap pola aliran pada posisi pipa horisontal. Dengan demikian untuk suatu

sudut kemiringan pipa tertentu, harga liquid hold-up perlu dilakukan

koreksi dari liquid hold-up untuk pipa horisontal, yaitu :

HL(θ) = ψ HL(0)...................................................................................(3.56)

Keterangan :

H(θ) = Liquid hold up pada sudut kemiringan sebesar θ.

H(0) = Liquid hold up pada pipa horisontal

Ψ = Faktor koreksi terhadap kemiringan pipa.

Harga liquid hold-up ditentukan berdasarkan persamaan :

HL(0) = .....................................................................................(3.57)

Harga a,b dan c ditentukan berdasarkan pola aliran, yang dinyatakan pada

Tabel III-2.

Harga liquid hold up pada sudut kemiringan tertentu digunakan untuk

menghitung besarnya densitas campuran yang diperlukan untuk menentukan

gradien tekanan sebagai akibat perbedaan elevasi. Besarnya harga liquid hold up
36

pada sudut kemiringan pipa HL(θ), mempunyai batasan yaitu H L(θ) >  dan 0 <

HL(θ) 1

Tabel III-2
Konstanta a, b, dan c untuk Persamaan (3.57) 9)
Pola aliran A b c

Segregated 0.8 0.4846 0.0868

Intermittent 0.845 0.5351 0.0173

Distributed 1.065 0.5824 0.0609

3.4.2. Pengaruh Inklinasi

Pengaruh inklinasi disebabkan oleh kemiringan pipa terhadap bidang

horisontal. Faktor koreksi inklinasi dinyatakan dengan persamaan :

=1+C .................................................(3.58)

Dimana  adalah sudut kemiringan pipa terhadap bidang horisontal dan C adalah

konstanta persamaan yang dihitung dengan persamaan berikut :

C = (1-) ln (d.eNFRf NLVg)..................................................................(3.59)

Konstanta d, e, f dan g ditentukan berdasarkan tabel III-3, sesuai dengan

pola aliran yang diperkirakan. Harga C ditentukan berdasarkan pola aliran dan

arah kemiringan pipa. Dimana konstanta C positif untuk pipa dengan θ > 0, dan C

negatif untuk pipa dengan θ.

Harga C berdasakan pola aliran :


37

Segregated C+ = (1 – λ)ln

Intermittent C+ = (1 – λ)ln

Distributed C+ = 0

Tabel III-3
Konstanta d, e, f dan g untuk Persamaan (3.59) 9)
Pola aliran D e f g

Segregated up-hill 0.011 -3.7680 3.5390 -1.6140

Intermittent up-hill 2.960 0.5351 -0.4473 0.0978

Distributed up-hill Tidak perlu dikoreksi, C = 0

Semua Pola Aliran 4.700 -0.3692 0.1244 -0.5056


Down-hill

3.4.3. Korelasi Faktor Gesekan

Faktor Gesekan merupakan salah satu penentu dalam menghitung

kehilangan tekanan yang terjadi pada aliran fluida dua fasa. Faktor gesekan dua

fasa, ftp, dikoreksi terhadap faktor gesekan tanpa terjadi slip berdasarkan

persamaan :
38

ftp = es fns ..............................................................................................(3.60)

Harga fns adalah faktor gesekan “no-slip” yang dapat ditentukan dari diagram

Moody, untuk pipa halus (smooth pipe) ditentukan dengan persamaan :

fns = .......................................(3.61)

dimana harga bilangan Reynold pada kondisi no-slip ditentukan dengan

persamaan :

NRens = .............................................................(3.62)

Atau :

NRens = .........................................................................(3.63)

Sedangkan untuk pipa kasar, maka fns dapat ditentukan dengan

menggunakan persamaan Jain, dengan kisaran kekasaran pipa antara 10 -6 hingga

10-2 dan kisaran dari bilangan Reynold antara 10 3 dan 108. Persamaan Jain tersebut

dituliskan sebagai berikut :

= 1.14 – 2log .............................................................(3.64)

= es ...............................................................................................(3.65)

dimana :

S =

..............................................................................................................(3.66)
39

dan y=

Persamaan (3.66) akan berharga tak terhingga pada interval 1 < y < 1.2 dan untuk

interval y tersebut fungsi S ditentukan dengan persamaan :

S = ln (2.2y – 1.2)................................................................................(3.67)

3.4.4. Pola Aliran Menurut Beggs-Brill

Berdasarkan pengamatan terhadap pola aliran pada saat pipa mempunyai

kedudukan horisontal, Beggs-Brill membagi pola aliran sebagai berikut :

1. Pola Aliran Segregated

2. Pola Aliran Distributed

3. Pola Aliran Inttermittent

Parameter-parameter yang digunakan untuk mendefinisikan masing-

masing pola aliran tersebut adalah sebagai berikut :

L1 = exp (-4.62 – 3.757X – 0.481X2 – 0.0207X3 )...............................(3.68)

L2 = exp ( 1.061 – 4.602X – 1.609X2 – 0.179X3 + -0.635 10-3X5 ).....(3.69)

X = ln ().............................................................................................(3.70)

(bilangan froude)...........................................................(3.71)

Berdasarkan parameter pola aliran tersebut, batas-batas pola aliran dapat

ditentukan dengan menggunakan persyaratan sebagai berikut :

1. Jika NFR < L1 maka pola aliran fluida dalam pipa adalah segregated.
40

bila

Bila

2. Jika NFR >L1 dan NFR > L2 , pola aliran fluida yang terjadi distributed.

3. Jika L1 < NFR <L2, pola aliran fluida dalam pipa adalah intermittent.

bila > 0

bila < 0
41

3.4.5. Prosedur Perhitungan Kehilangan Tekanan

Prosedur perhitungan menurut Beggs-Brill menggunakan langkah-

langkah perhitungan sebagai berikut :

1. Pilih pertambahan panjang pipa (L)

2. Dari steam table ditentukan sifat fisik fluida pada saat tekanan inlet (P1)

3. Tentukan total laju aliran

4. Hitung kecepatan superficial masing-masing fasa dengan persamaan :

5. Tentukan besarnya no-slip liquid hold-up (), bilangan Froude (NFr) dan

liquid velocity number (NLv) dengan persamaan :

Tentukan variabel antara L1, L2, dengan persamaan :

L1 = exp (-4.62 – 3.757X – 0.481X2 – 0.0207X3 )

L2 = exp ( 1.061 – 4.602X – 1.609X2 – 0.179X3 + -0.635 10-3X5 )

X = ln ()
42

(bilangan froude)

6. Tentukan besarnya liquid hold-up (HL(0)) dan variabel C dengan

persamaan :

C = (1-L) ln(d(L)e(NLv)f(NFr)g

7. Tentukan besar HL() dengan persamaan :

HL() = HL(0) [1+Csin(1.8)-0.3sin3(1.8)]

8. Tentukan densitas dua fasa dengan persamaan :

s = LHL + g(1-HL)

dan viskositas dua fasa dengan persamaan :

 = LL + g(1-L)

9. Hitung harga bilangan Reynold dengan persamaan :

NRens =

10. Tentukan besarnya no slip friction factor (fns) dengan persamaan :

fns =

kemudian hitung perbandingan antara faktor gesekan 2 fasa (ftp) dengan

persamaan :
43

S=

y=

1  y  1.2

S = ln (2.2y –1.2)

11. Hitung faktor gesekan dua fasa dengan persamaan ;

12. Tentukan besar kehilangan tekanan tiap segmen pipa dengan persamaan :

,psi

keterangan:

z = panjang segmen pipa, ft

gc = konstanta gravitasi, 1 kgm/sec

g = percepatan gravitasi bumi, 32.2 lb/sec2

 = densitas fluida, lb/cuft

vm = kecepatan aliran campuran, ft/sec

vsg = kecepatan aliran gas, ft/sec

Gm = flux massa campuran, lbm/sec-ft2

d = diameter pipa, ft

f = faktor gesekan

P = tekanan rata-rata antara 2 titik aliran, psi


44

3.5. Konsep Dasar Kehilangan Panas

Perpindahan panas merupakan proses berlangsungnya perpindahan energi

yang terjadi karena perbedaan temperatur di antara dua buah sistem. Dikenal ada

tiga cara perpindahan panas, yaitu secara konduksi, konveksi dan radiasi.

3.5.1. Perpindahan Panas Secara Konduksi


Perpindahan panas secara konduksi adalah proses dimana panas merambat

dari media yang bertemperatur tinggi ke media bertemperatur lebih rendah pada

suatu medium (padat, cair atau gas). Dalam aliran panas secara konduksi

perpindahan energi terjadi karena hubungan molekul secara langsung tanpa

adanya perpindahan molekul dalam jumlah yang cukup besar.

Menurut J.B.J. Fourie (1882) persamaan perpindahan panas secara konduksi

dituliskan secara empiris sebagai berikut :

Q = - k.A.(dT/dx).................................................................................(3.72)

Atau :

q = - k.(dT/dx)......................................................................................(3.73)

keterangan :

q = Heat flux (watt/m2)

Q = Daya , Watt (J/dt)

k = Konduktivitas panas (W/m oK)

A = Luas penampang dimana panas merambat secara konduksi dan tegak

lurus terhadap arah aliran (m2)


45

(dT/dx) = Gradien temperatur penampang (laju perubahan suhu terhadap

jarak dalam arah aliran panas, x).

3.5.2. Perpindahan Panas Secara Konveksi

Perpindahan panas secara konveksi adalah suatu proses perpindahan

energi panas dengan cara kerja gabungan dari konduksi panas, penyimpanan

energi dan gerakan mencampur. Konveksi sangat penting sebagai mekanisme

perpindahan energi antar permukaan pada medium (padat, cair atau gas) sehingga

energi yang dipindahkan oleh fluida pada suatu dinding disebabkan adanya proses

hantaran. Persamaan laju perpindahan panas secara konveksi ditunjukkan oleh

Newton dalam bentuk persamaan sebagai berikut :

Q = hc. A. T......................................................................................(3.74)

Keterangan :

Q = laju perpindahan panas konveksi, watt

hc = koefisien perpindahan panas, watt/m2

A = Luas penampang perpindahan panas, m2

T = perbedaan temperatur, (T1 – T2), oC

T1 = temperatur fluida, oC

T2 = temperatur pipa, oC

3.5.3. Perpindahan Panas secara Radiasi

Perpindahan panas secara radiasi merupakan pancaran energi panas dalam

bentuk gelombang elektromagnetik. Gelombang energi panas tersebut dapat

disamakan dengan gelombang radio, gelombang cahaya dan gelombang sinar X,


46

kecuali untuk panjang gelombangnya. Gelombang tersebut dapat melalui ruang

hampa tanpa menyebabkan perubahan suhu ruang. Contoh adalah radiasi panas

matahari ke bumi. Pengukuran eksperimental banyaknya pancaran energi radiasi

dari permukaan suatu benda berdasarkan hasil percobaan, disimpulkan bahwa

banyaknya emissivitas itu dapat dirumuskan berdasarkan hubungan sebagai

berikut :

Q =   T4 ..........................................................................................(3.75)

Keterangan :

Q = Heat fkux (watt/ m2)

 = Daya hantar (emissivitas, 0 – 1)

 = konstanta Stefan Boltzman (5,67. 10 –8


watt/ m2 K4 atau 0,1714 .10 –8

BTU/ h ft2 R4)

T = Temperatur permukaan (oK atau oC)

3.6. Kehilangan Panas Pada Pipa Horisontal

Pada transportasi fluida panasbumi dalam pipa alir di permukaan akan

terjadi proses kehilangan panas dari dalam penampang pipa menuju ke

lingkungan. Untuk mengurangi pelepasan panas menuju lingkungan pada pipa alir

di permukaan selalu dipasang isolasi. Kehilangan panas pada pipa horisontal

(seperti Gambar 3.3) meliputi :

1. Kehilangan panas didalam pipa (melalui kolom fluida).

2. Kehilangan panas melalui pipa besi.

3. Kehilangan panas melalui isolasi.


47

4. Kehilangan panas ke lingkungan.

5. Kehilangan panas total

Tw
r3 Ta

r2
ho
hi r1

k1
k2

Gambar 3.3. Penampang Pipa Alir Permukaan 8)

3.6.1. Kehilangan Panas Di Dalam Pipa (Kolom Fluida)

Dalam suatu aliran fluida dalam pipa permukaan proses kehilangan panas

diawali dari dalam pipa (kolom fluida). Kehilangan panas dalam kolom fluida

dalam pipa dapat ditentukan dengan persamaan :

Q = hi A1 ( Ti – T1).............................................................................(3.76)

Untuk aliran dua fasa Koefisien transfe panas disisi dalam pipa ditentukan dengan

persamaan :

hi = 0.8{ 0.951.kf [(f.( f - g)g/(f.mC)]1/3}......................................(3.77)

Keterangan :

A1 = Luas kolom fluida, 2r1.L, (m2)

Ti = temperatur fluida (oC)

T1 = temperatur pipa bagian dalam (oC)

kf = konduktivitas termal cairan (W/moC)


48

g = densitas uap (kg/m3)

l = densitas cairan (kg/m3)

f = viskositas cairan (cp)

mc = laju alir massa fluida persatuan panjang (Kg/m2)

3.6.2. Kehilangan Panas Melalui Penampang Pipa Besi

Kehilangan panas melalui penampang pipa besi dapat ditentukan dengan

persamaan sebagai berikut :

Qp = k1. A2( T1 - T2).............................................................................(3.78)

Keterangan :

Qp = heat loss dalam penampang pipa besi (Watt)

A2 = luas penampang pipa {2(r2 – r1)(L)}, (m2)

k1 = konduktivitas termal pipa (W/m2.oC)

T1 = Temperatur pipa bagian dalam (oC)

T2 = Temperatur pipa bagian luar (oC)

3.6.3. Kehilangan Panas melalui Isolasi

Kehilangan panas melalui isolasi dapat ditentukan dengan persamaa

sebagai berikut :

Qins = k2.A2.( T2 – T3)..........................................................................(3.79)

Keterangan :

Qins = kehilangan panas pada insulasi (Watt)


49

k2 = konduktivitas termal insulasi (W/m2 oC)

A2 = luas penampang insulasi {2(r3 – r2)(L)}, (m2).

T2 = Temperatur besi bagian luar atau temperatur luar insulator (oC)

T3 = temperatur dinding luar insulator (oC)

3.6.4. Kehilangan Panas ke Lingkungan

Kehilangan panas menuju lingkungan sama dengan kehilangan panas yang

terjadi dari insulasi menuju lingkungan (udara). Kehilangan panas ke lingkungan

ini dapat ditentukan dengan persamaan berikut :

dQ = ho.A3.(T3 - Ta) ............................................................................(3.80)

Koefisien perpindahan panas di sisi luar pipa (ho) dihitung dengan menggunakan

persamaan :

ho = (Nu. ka)/do’................................................................................(3.81)

keterangan :

Nusselt Number, Nu = 0.525 (Gr.Pr)0.25 ............................................(3.82)

Grazhof Number, Gr = {gdo’a(Tw – Ta)/a}...................................(3.83)

Prandt Number, Pr = (Ca a / ka)........................................................(3.84)

 = 1/Tf................................................................................................(3.85)

Tf = 0.5(Tw – Ta).................................................................................(3.86)

do’ = do + (hins x 2)..............................................................................(3.87)

Keterangan :

A3 = luas penampang luar insulasi {2r3(L)}, (m2).

T3 = temperatur dinding luar insulasi (oC)


50

Ta = temperatur udara (oC)

a = densitas udara (kg/m3)

Cpa = panas spesifik udara (W/kg oC)

a = viskositas udara (kg/m sec)

3.6.5. Kehilangan Panas Total

Kehilangan panas total merupakan proses perambatan panas yang terjadi

dari kolom fluida menuju ke lingkungan. kehilangan panas yang terjadi mulai dari

kolom fluida sampai dengan udara luar (lingkungan) atau sama dengan

perpindahan panas berdasarkan diameter luar (isolasi), yang dinyatakan dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut :

Q = Uo .Ao. ( Ti – Ta)..........................................................................(3.88)

Didalam suatu perambatan panas maka besarnya panas dalam kolom fluida

sama dengan panas yang melalui pipa besi, insulasi dan panas yang lepas ke udara

luar (qo = qi = q1 = q2 = q3 ), sehingga perubahan temperatur dapat dinyatakan

dengan persamaan :

Ti – Ta = (Ti – T1) + (T1 – T2) + (T2 – T3) + (T3 – Ta)

atau :

Karena q konstan maka persamaan dapat ditulis :


51

keterangan :

Ao = A3 = 2.r3L

Ai = 2.r1.L

A1 = 2.ln(r2/r1)L

A2 = 2.ln(r3/r2)

sehingga :

Sehingga koefisien perpindahan panas keseluruhan, Uo, dapat ditulis dengan

persamaan :

Uo = 1/{[r3/(r1hi)] + [r3ln(r2/r1)/k1] + [r3ln(r3/r2)/k2] +[1/ho]}...............(3.89)

Untuk aliran dua fasa :

Koefisien perpindahan panas pada bagian dalam pipa (h i) dapat ditentukan dengan

persamaan sebagai berikut :

hi = 0.8{ 0.951.kf [(f.( f - g)g / (f.mC)]1/3}....................................(3.90)


52

You might also like