You are on page 1of 51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang melibatkan

berbagai perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku

sosial, dan institusi sosial, di samping akselerasi pertumbuhan ekonomi,

pemerataan ketimpangan pendapatan, serta pemberantasan. Maka tujuan dari

pembangunan itu sendiri adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pembangunan dalam lingkup spasial memang tidak selalu merata, disparitas

(ketimpangan) pembangunan antar wilayah seringkali menjadi masalah yang

krusial bagi pembangunan daerah di Indonesia.

Tantangan pembangunan manusia di Indonesia yang masih memerlukan

perhatian serius adalah kesenjangan capaian pembangunan manusia antarwilayah.

Kesenjangan pembangunan manusia antar kabupaten/kota di dalam provinsi

masih relatif tinggi. Kesenjangan pembangunan manusia antar kabupaten dengan

kota juga menjadi persoalan penting. Ketimpangan yang mencolok juga terjadi

antara wilayah bagian barat dan wilayah bagian timur. Kunci kebijakan untuk

meningkatkan kemajuan serta mengurangi.

Apabila ketimpangan ini terus dibiarkan berjalan seperti apa adanya, maka

berbagai dampak negatif yang mungkin timbul bisa terjadi, mulai dari sikap apatis

terhadap semua kebijakan pemerintah daerah, tidak mau membayar pajak, sampai

timbulnya gejolak masyarakat yang disertai penolakan, pembangkangan maupun

1
2

perlawanan terhadap kebijakan pemerintah daerah, dan yang lebih ekstrim adalah

desakan untuk memisahkan diri.

Provinsi Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia, permasalahan

ketimpangan ekonomi yang berdampak kepada ketimpangan pembangunan

manusia. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah Provinsi Aceh harus menyadari

bahwa masalah ketimpangan dan pemerataan wilayah sangat penting untuk segera

ditangani namun dengan keterbatasan sumber daya (dana perimbangan) yang

dimiliki, tidak mungkin membangun semua wilayah kabupaten/kota secara

keseluruhan dalam waktu yang sama maka kebijakan yang sedang diupayakan

adalah dengan memberikan prioritas pengembangan wilayah kabupaten/kota yang

masih tertinggal. Provinsi Aceh memiliki 3 jalan lintas yaitu lintas utama yaitu

lintas timur, lintas tengah dan lintas barat. Perkembangan pembangunan manusia

di Provinsi Aceh lintas timur lebih tinggi jika dibandingkan dengan kedua jalur

lintas yang lain. Jalur lintas barat merupakan jalur yang dimulai dari Kabupaten

Aceh Jaya sampai Aceh Singkil. Berikut Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

yang dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 1.1
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten
Di Provinsi Aceh Jalur Lintas Barat Tahun 2010-2017 (%)

Kabupaten/
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Kota
Simeulue 60,60 61,03 61,25 61,68 62,18 63,16 63,82 64,41
Aceh Singkil 62,36 63,13 64,23 64,87 65,27 66,05 66,96 67,37
Aceh Selatan 61,22 61,52 61,69 62,27 62,35 63,28 64,13 65,03
Aceh Tenggara 63,82 64,27 64,99 65,55 65,90 66,77 67,48 68,09
Aceh Barat 66,05 66,47 66,66 66,86 67,31 68,41 69,26 70,20
Aceh Barat Daya 60,91 61,75 62,15 62,62 63,08 63,77 64,57 65,09
Gayo Lues 60,93 61,91 62,85 63,22 63,34 63,67 64,26 65,01
Nagan Raya 63,57 64,24 64,91 65,23 65,58 66,73 67,32 67,78
Aceh Jaya 64,75 65,17 66,42 66,92 67,30 67,53 67,70 68,07
Sumber: BPS Provinsi Aceh (2019)
3

Berdasarkan keterangan dari tabel 1.1 bahwa rata-rata Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Simeuleu 62,27, Kabupaten Aceh

Singkil sebesar 65,03, Kabupaten Aceh Selatan sebesar 62,69, Kabupaten Aceh

Tenggara sebesar 65,86, Kabupaten Aceh Barat sebesar 67,65, Kabupaten Aceh

Barat Daya sebesar 62,99, Kabupaten Gayo Lues sebesar 63,15, Kabupaten Nagan

Raya sebesar 65,67 dan Kabupaten Aceh Jaya sebesar 66,73. Indeks

Pembangunan secara keseluruhan kabupaten yang ada di Provinsi khususnya jalur

barat masih dalam pengelompokan IPM sedang.

Faktanya pertumbuhan ekonomi tidak dengan sendirinya menjamin

terciptanya kesejahteraan masyarakat di kabupaten yang ada di jalur lintas barat

Provinsi Aceh, walaupun kekayaan sumber daya alam yang masih melimpah

namun sumber daya manusianya masih terbilang sangat rendah, hal ini dapat

dilihat dari harapan lama sekolah sebagai berikut:

Tabel 1.2
Indeks Harapan Lama Sekolah Kabupaten
Di Provinsi Aceh Jalur Lintas Barat Tahun 2010-2017 (%)

Kabupaten 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017


Simeulue 12.45 12.66 12.67 12.67 12.75 12.83 13.07 13.23
Aceh Singkil 12.41 12.84 13.49 13.85 14.05 14.26 14.27 14.28
Aceh Selatan 12.35 12.51 12.57 13.01 13.05 13.24 13.53 13.80
Aceh Tenggara 12.43 12.66 13.18 13.54 13.59 13.62 13.96 13.97
Aceh Barat 14.02 14.27 14.29 14.32 14.35 14.55 14.56 14.57
Aceh Barat
12.90 12.94 12.98 13.02 13.11 13.20 13.54 13.55
Daya
Gayo Lues 12.66 12.77 12.89 13.01 13.03 13.13 13.27 13.28
Nagan Raya 13.12 13.20 13.27 13.34 13.42 14.04 14.09 14.10
Aceh Jaya 12.44 12.51 13.30 13.69 13.81 13.93 13.94 13.95
Sumber: BPS Provinsi Aceh (2019)
4

Dari data di atas, harapan lama sekolah di kabupaten yang ada di jalur

barat aceh rata-rata sebesar 13,38. Kabupaten Simeulue merupakan kabupaten

yang paling rendah indeks harapan lama sekolah yaitu sebesar 12,79. Hal ini

disebabkan karena Kabupaten Simeulue merupakan kabupaten baru yang terpisah

dengan pulau Sumatera, sehingga kesadaran akan pendidikan di kabupaten

tersebut terbilang sangat rendah, ditambah lagi keadaan geologi daerah tersebut

yang berupa pulau kecil. Sehingga distribusi kebutuhan harus didatangkan dari

pulau Sumatera. Membuat Kabupaten Simeulue sulit untuk berkembang. Dan

secara keseluruhan tingkat harapan lama sekolah masih rendah di kabupaten yang

ada di jalus barat Provinsi Aceh.

Selain harapan lama sekolah, rata-rata lama sekolah dalam indeks

pendidikan juga turut diperhitungkan untuk mengetahui seberapa besar rata-rata

lama sekolah pada kabupaten yang ada di jalur barat Provinsi Aceh ini, untuk

mengetahuinya lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1.3
Indeks Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten
Di Provinsi Aceh Jalur Lintas Barat Tahun 2010-2017 (%)

Kabupaten 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017


Simeulue 8.17 8.26 8.34 8.55 8.89 8.90 8.91 9.06
Aceh Singkil 6.65 6.86 7.16 7.33 7.48 7.50 7.69 7.84
Aceh Selatan 7.50 7.53 7.56 7.59 7.60 7.79 8.02 8.33
Aceh Tenggara 8.38 8.45 8.57 8.58 8.77 9.32 9.33 9.63
Aceh Barat 7.64 7.71 7.77 7.83 8.17 8.47 8.70 9.04
Aceh Barat
6.90 7.49 7.53 7.69 7.89 7.90 7.93 8.12
Daya
Gayo Lues 5.59 6.24 6.88 7.00 7.04 7.06 7.10 7.39
Nagan Raya 7.12 7.32 7.73 7.78 7.93 8.22 8.24 8.25
Aceh Jaya 7.17 7.34 7.64 7.70 7.88 7.89 7.95 8.13
Sumber: BPS Provinsi Aceh (2019)
5

Berdasarkan keterangan diatas, menunjukkan bahwa Kabupaten Gayo

Lues merupakan kabupaten yang harapan lama sekolah paling rendah hal ini

menjelaskan bahwa jenjang pendidikan yang ditamatkan rata-rata 6,79 atau kelas

VII. Hal ini disebabkan bahwa kepedulian masyarakat akan pendidikan masing

sangat rendah, padahal program pemerintah pusat untuk pendidikan sudah

dijalankan.

Berdasarkan pemapatan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Analisis Disparsitas Pembangunan

Manusia (Studi Pada Kabupaten di Provinsi Aceh Jalur Barat)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan dari latar belakang di atas maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah tingkat disparitas pembangunan manusia di Provinsi Aceh

Jalur Lintas Barat?

2. Bagaimanakah tingkat disparitas pembangunan kesehatan, pendidikan dan

ekonomi sebagai komponen pembentuk Indeks Pembangunan Manusia di

Provinsi Aceh Jalur Lintas Barat?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menjawab dari rumusan masalah makan tujuan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tingkat disparitas pembangunan manusia di Provinsi Aceh

Jalur Lintas Barat.


6

2. Untuk mengetahui tingkat disparitas pembangunan kesehatan, pendidikan dan

ekonomi sebagai komponen pembentuk Indeks Pembangunan Manusia di

Provinsi Aceh Jalur Lintas Barat.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemerintah dan pihak terkait

lainnya sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan berbagai kebijakan.

2. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa lain sebagai bahan

pelengkap penelitian yang masih relevan dengan permasalahan skripsi ini.

3. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi saya pada khususnya dan

mahasiswa dalam memahami permasalahan mengenai ketimpangan

pembangunan manusia di Indonesia khususnya di Provinsi Aceh.

4.
BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1 Disparitas Pembangunan

Menurut Kuncoro (2006:32) ketimpangan mengacu pada standar hidup

yang relatif pada seluruh masyarakat, karena kesenjangan antar wilayah yaitu

adanya perbedaan faktor anugrah awal (endowment factor). Perbedaan ini yang

membuat tingkat pembangunan di berbagai wilayah dan daerah berbeda-beda,

sehingga menimbulkan gap atau jurang kesejahteraan di berbagai wilayah tersebut

(Sukirno, 2010:15). Menurut Williamson secara umum ada beberapa faktor yang

diduga sebagai penyebab terjadinya peningkatan disparitas antar wilayah,

(Friedman,dkk, 2009:61) adalah (1) Migrasi penduduk yang produktif (usia kerja)

dan memiliki keahlian, (2) Investasi cenderung dilakukan di daerah yang telah

berkembang, (3) Kebijakan pemerintah, disadari atau tidak cenderung

mengakibatkan terkonsentrasinya sarana dan prasarana kegiatan sosial ekonomi

didaerah yang telah berkembang – karena adanya kebutuhan yang lebih besar.

Menurut Dewi dan Sutrisna (2013:63) pembangunan manusia merupakan

salah satu indikator tercapainya pembangunan ekonomi. Ada hubungan positif

antara pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi maka kebijakan

pemerataan pembangunan manusia harus menjadi perhatian pemerintah. Oleh

karena itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu terus diarahkan dalam

mewujudkan pemerataan yang berkeadilan dengan memberikan kesempatan yang

sama kepada seluruh masyarakat untuk berperan serta dalam pembangunan dan

7
8

menikmati hasil pembangunan (inclusiveness). Selain itu, belanja daerah yang

tepat sasaran menjadi penting.

Investasi mempunyai dampak yang negative terhadap ketimpangan

ekonomi, artinya jika investasi naik maka ketimpangan ekonomi akan turun

(Yeniwati, 2013:14). Namun demikian menurut Jhingan (2010:3) bahwa

pembangunan ekonomi menghasilkan suatu proses sebab menyebab sirkuler yang

membuat si kaya mendapat keuntungan semakin banyak, dan mereka yang

tertinggal di belakang menjadi semakin terhambat. Sehingga menurut Ginting S.

dkk, (2008:19) satu hal yang sering kali dikaitkan dengan pembangunan manusia

adalah pertumbuhan ekonomi. Pembangunan manusia sebagai kondisi dan tingkat

kemajuan kehidupan manusia yang diukur dari kemampuannya dalam memenuhi

kebutuhan hidup dan pelayanan sosial. Berdasarkan pengalaman pembangunan di

berbagai negara diperoleh pembelajaran bahwa untuk mempercepat pembangunan

manusia dapat dilakukan antara lain melalui dua hal, yaitu distribusi pendapatan

yang merata dan alokasi belanja publik yang memadai untuk pendidikan dan

kesehatan.

Dalam menganalisa ketimpangan regional, tulisan ini melakukan

pembedaan yang jelas antara konsep output regional yang menggunakan

pendekatan wilayah (area approach) dan kesejahteraan masyarakat (community

welfare) yang menggunakan pendekatan rumah tangga (household approach).

Sedangkan pemerataan kesempatan, tidak secara otomatis menjamin pemerataan

pendapatan.
9

Jadi berdasarkan dari beberapa penjelasan para ahli di atas maka dapat

penuis simpulkan disparitas adalah perbedaan pembangunan antar suatu wilayah

dengan wilayah lainnya secara vertikal dan horizontal yang menyebabkan

disparitas atau ketidak pemerataan pembangunan.

2.2 Indeks Pembangunan Manusia

Dalam rangka pembangunan bangsa dibutuhkan modal manusia yang

memenuhi kualifikasi keterampilan, pengetahuan dan kompetensi pada berbagai

bidang keahlian. Maka diperlukan tolak ukur yang digunakan untuk menilai

kualitas pembangunan Manusia, hal ini mendasari adanya ukuran yang ditetapkan

oleh United Nation Development Programme dalam teori Indeks Pembangunan

Manusia yaitu suatu pendekatan yang digunakan sebagai tolak ukur tinggi

rendahnya pembangunan manusia.

Indeks Pembangunan Manusia digunakan untuk mengukur seberapa besar

dampak yang ditimbulkan dari upaya peningkatan kemampuan modal dasar

manusia. Pembangunan Manusia merupakan komponen pembangunan melalui

pemberdayaan penduduk yang menitikberatkan pada peningkatan dasar manusia.

Pembangunan yang dihitung menggunakan ukuran besar kecilnya angka

pendidikan, kesehatan dan daya beli. Semakin tinggi angka yang diperoleh maka

semakin tercapai tujuan dari pembangunan. Pembangunan merupakan sebuah

proses untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik (Baeti, 2013:9).

Keberhasilan pembangunan manusia dapat dinilai dari seberapa besar

permasalahan yang dapat diatasi terlebih lagi permasalahan yang paling mendasar.

Permasalahan yang ada diantaranya berupa masalah kemiskinan, pengangguran,


10

pendidikan yang tidak menyeluruh dan masalah keberhasilan pembangunan

manusia dari aspek ekonomi lainnya. Tercapainya tujuan pembangunan yang

tercermin pada indeks pembangunan manusia sangat tergantung pemerintah

sebagai penyedia sarana penunjang (Marisca, 2016: 3).

Dalam proses mencapai tujuan pembangunan, ada empat komponen yang

harus diperhatikan dalam pembangunan manusia. Empat komponen tersebut

dijelaskan secara singkat sebagai berikut:

1. Produktivitas

Manusia harus berupaya meningkatkan produktivitas serta berpartisipasi

secara penuh dalam menghasilkan pendapatan dan memenuhi kebutuhan

hidup. Maka dari itu pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai bagian

dari pembangunan manusia.

2. Pemerataan

Setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses sumber daya

ekonomi dan sosial politik. Segala hambatan yang dapat mencegah untuk

memperoleh akses tersebut harus dihilangkan, karena semua orang harus

dapat peluang berpartisipasi dalam mengambil manfaat yang ada dalam

rangka meningkatkan kualitas hidup.

3. Kesinambungan

Akses terhadap kesempatan atau peluang yang tersedia harus dipastikan tidak

hanya dinikmatai oleh generasi sekarang tetapi juga disiapkan untuk generasi

mendatang. Segala sumber daya harus senantiasa dapat diperbarui.


11

4. Pemberdayaan

Semua orang diharapkan dapat berparisipasi secara penuh dalam menentukan

arah kehidupan mereka. Sama halnya dalam memanfaatkan proses

pembangunan maka harus berpartisipasi dalam mengambil keputusan.

Konsep pembangunan manusia sebenarnya tidak berhenti pada keempat

komponen diatas. Terdapat beberapa konsep pembangunan sumber daya yang

dalam konteks makro merupakan keseluruhan dari proses aktivitas peningkatan

kemampuan manusia yang didalamnya mencakup berbagai aktivitas, yaitu:

pengenbangan pendidikan dan pelatihan, kesehatan dan gizi, kesempatan kerja,

lingkungan hidup yang sehat, pengenbangan ditempat kerja, serta kehidupan

politik yang bebas (Sulaiman, 2012:87).

Pertumbuhan dan pembangunan sumber daya manusia harus selalu

diupayakan oleh pemerintah guna mempersiapkan generasi yang mampu

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dimana permasalahan yang paling

mendasar dalam pembangunan ini berada dalam peningkatan kemampuan dasar

masyarakat baik secara fisik maupun non fisik (mental dan spiritual). Dalam hal

ini pembangunan manusia menitikberatkan peningkatan kualitas hidup yang

dilihat dari tiga aspek, yaitu: aspek kesehatan, yang diukur berdasarkan besar-

kecilnya angka harapan hidup saat lahir, aspek pendidikan yang diukur

berdasarkan harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah, dan aspek daya beli

yang diukur berdasarkan nilai pengeluaran per kapita.

Berdasarkan kecenderungan yang lebih besar terhadap kebutuhan dasar

dari konsep pembangunan sumber daya manusia, maka perlu penanganan yang
12

intensif oleh pemerintah dalam pengelolaanya. Dilihat dari keterkaitan ketiga

aspek tersebut terhadap aspek lainya, menunjukan bahwa taraf baik dalam

penanganan ketiga aspek tersebut, secara signifikan memberikan taraf baik

terhadap pembangunan ekonomi maupun sosial politik. Artinya, dengan

menfokuskan pembangunan sumber daya manusia dalam aspek kesehatan,

pendidikan dan kemampuan daya beli masyarakat, mampu memberikan dampak

positif terhadap aspek lainya.

Peranan pembentukan modal manusia sering dikaitkan dengan investasi

membangun bangsa. Proses menyiapkan sumber daya yang berkualitas,

mempunyai keahlian, produktif dan inovatif sangat penting bagi suatu negara

dalam meningkatkan ketahanan nasional. Ketahanan tersebut dilihat dari seberapa

besar keberhasilan pembangunan dalam pemerintahan, perekonomian hingga ilmu

pengetahuan dan teknologi.

2.3 Komponen Pembangunan Manusia

Lembaga UNDP (United Nations Development Programmt) telah

mempublikasikan laporan pembangunan sumber daya manusia yang disebut HDI

(Human Development Indeks) dalam bentuk kuantitatif. HDI merupakan tolak

ukur yang dirumuskan secara konstan dalam pembangunan sumber daya manusia,

sehingga gambaran pembangunan tidak akan ditangkap secara sempurna.

Terdapat tiga Indikator yang digunakan untuk mengukur HDI, yaitu (Lincolin,

2010:36):
13

1. Indeks Harapan Hidup (longevity)

Pengukuran dengan indikator penghitungan harapan hidup saat lahir (life

expectancy of birth) dan angka kematian bayi per seribu penduduk (infant

mortality rate).

2. Indeks pendidikan (educational achievement)

Pengukuran dengan dua indikator, yaitu angka melek huruf pada usia 15

tahun keatas (adult literacy rate) dan angka banyaknya penduduk tahun rata-

rata usia 25 tahun keatas yang masih bersekolah (the mean years of

schooling).

3. Indeks hidup layak (access to resource)

Pengukuran dengan menggunakan angka pengeluaran riil perkapita.

Sejak tahun 2014 di Indonesia mengalami perubahan dalam perhitungan

IPM (Indeks Pembangunan Manusia), namun secara umum metode perhitungan

pembangunan manusia sama dengan yang digunakan UNDP, yaitu (BPS, 2014):

1. Indeks Kesehatan

Angka harapan hidup saat lahir dapat diketahui melalui rata-rata angka

kelahiran dan kematian per tahun, perbandingan variabel tersebut diharapkan

dapat mencerminkan rata-rata lama hidup yang diharapkan masyarakat dalam

suatu wilayah. Besarnya nilai maksimum dan minimum untuk menghitung

kesehatan telah disepakati oleh semua negara. Batas angka tertinggi

menghitung komponen ini adalah 85 tahun dan terendah pada angka 20 tahun.

Angka ini telah sesuai dengan standar yang telah di tetapkan UNDP.
14

2. Indeks Pendidikan

Perhitungan indeks ini berdasarkan dua indikator yaitu, Harapan Lama

Sekolah (Expected years of schooling ) dan Rata-Rata Lama Sekolah (Mean

Years Schooling). Angka Harapan Lama Sekolah di artikan sebagai harapan

yang dapat di tempuh oleh anak.

Angka harapan lama sekolah di hitung pada anak yang usia 7 tahun keatas.

Langkah perhitungan RLS dengan menghitung banyaknya penduduk yang

menurut umur 7 tahun keatas, kemudian menghitung banyaknya penduduk

yang masih sekolah menurut umur 7 tahun keatas. Setelah itu, menghitung

rasio penduduk masih sekolah menurut umur 7 tahun keatas dan menghitung

harapan lama sekolah. Dengan menjumlahkan formula sebagai berikut (BPS,

Indeks Pembangunan Manusia, 2014):


n t
Ei
EYS =∑ ×
t
a t
i=a pi

Keterangan:

EYStα : Harapan lama sekolah pada umur α di tahun t

E ti : Jumlah penduduk usiaiyang ber sekolah pada tahun t

P ti : Jumalah penduduk usia i pada tahun t

I : Usia (a, a+1, ..., n)

Sedangkan untuk penghitungan Rata-Rata Lama Sekolah menggunakan cara

penyeleksian penduduk usia 25 tahun keatas dan mengelompokkan jenjang

pendidikan yang sedang di tempuh atau telah ditempuh. Dalam menghitung

angka nilai pendidikan, terdapat batasan yang telah di sepakati oleh beberapa

negara. Batas maksimum untuk untuk Angka Harapan Lama Sekolah adalah
15

18 tahun dengan batas minimum 0 tahun. Sementara untuk Rata-rata Lama

Sekolah adalah 15 tahun untuk batas maksimum dan 0 tahun untuk batas

minimum.

Setelah mendapatkan nilaidari Angka Harapan Lama Sekolah dengan Rata-

Rata Lama Sekolah, maka Pendidikan dihitung menggunakan rumus berikut

(BPS, Indeks Pembangunan Manusia, 2014):

RLS+ HLS
I pendidikan =
2

Dengan dua indikator ini diharapkan dapat mencerminkan tingkat

kemampuan pengetahuan yang ada di setiap wilayah.

3. Indeks Daya Beli

Pengukuran daya beli masyarakat kabupaten/kota, menggunakan rata-rata

konsumsi yang dianggap paling dominan dari hasil Survei Sosial Ekonomi

Nasional (SUSENAS) yang telah di standarkan agar dapat digunakan sebagai

perbandingan antar daerah dan waktu sesuai indeks daya beli (Purchasing

Power Parity – PPP). Terdapat 96 komoditi yang dipilih, terdiri dari 66

komoditi adalah jenis makanan sedangkan 30 komoditi lainya adalah jenis

non makanan. Rata–rata pengeluaran per kapita dibuat konstan/riil dengan

tahun dasar 2012=100.

Perhitungan paritas daya beli (PPP) menggunakan metode Rao. Untuk

menghitung rata-rata pengeluaran per kapita riil yang telah disesuaikan dapat

dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:


16

1) Menghitung rupiah yang dikeluarkan (value) dan jumlah barang yang

dikonsumsi (quantity) 96 komoditas PPP dari data SUSENAS Modul

Konsumsi.

2) Menghitung kualiti komoditi perumahan dari data Susenas Kor.

3) Menghitung harga rata-rata setiap komoditas. Harga yang tidak dapat

diperoleh dari Susenas modul konsumsi diproksi dengan harga dari

Indeks Harga Konsumen (IHK).

4) Menghitung relatif harga.

5) Menghitung penyesuaian PPP (rupiah) atau rata-rata konsumsi riil

dengan menggunakan formula (BPS, Indeks Pembangunan Manusia,

2014):

( )
m 1/ m
p ij
PPP j=∏
i=1 Pik

Keterangan:

P(ij) : Harga Komoditas i di Kabupaten/kota j

P(ik) : Harga komoditas i di Provinsi

M : Jumlah Komoditas

Perkembangan pembangunan manusia dapat dipengaruhi oleh faktor

internal manusia itu sendiri, selain kesehatan pembangunan manusia juga

dipengaruhi oleh pendidikan sebagai penunjang manusia mencari objek

membangun perekonomian agar dapat membangun kehidupan menjadi

lebih baik. Selain itu perlu adanya perkembangan dalam daya beli

sehingga dapat memajukan perekonomian.


17

Adapun indikator yang dipilih untuk mengukur dimensi HDI adalah

sebagai berikut: (UNDP, Human Development Report, 2013: 105-106):

1. Indeks Harapan hidup Indeks Harapan Hidup menunjukkan jumlah tahun

hidup yang diharapkan dapat dinikmati penduduk suatu wilayah. Dengan

memasukkan informasi mengenai angka kelahiran dan kematian per tahun,

variabel tersebut diharapkan akan mencerminkan rata-rata lama hidup

sekaligus hidup sehat masyarakat. Sehubungan dengan sulitnya mendapatkan

informasi orang yang meninggal pada kurun waktu tertentu, maka untuk

menghitung angka harapan hidup digunakan metode tidak langsung. Data

dasar yang dibutuhkan dalam metode ini adalah ratarata anak lahir hidup dan

rata-rata anak masih hidup dari wanita pernah kawin. Secara singkat, proses

penghitungan angka harapan hidup ini disediakan oleh program Mortpak.

Untuk mendapatkan Indeks Harapan Hidup dengan cara menstandartkan

angka harapan hidup terhadap nilai maksimum dan minimumnya.

2. Indeks Hidup Layak Untuk mengukur dimensi standar hidup layak (daya

beli), UNDP mengunakan indikator yang dikenal dengan real per kapita GDP

adjusted. Untuk perhitungan IPM sub nasional (provinsi atau kabupaten/kota)

tidak memakai PDRB per kapita karena PDRB per kapita hanya mengukur

produksi suatu wilayah dan tidak mencerminkan daya beli riil masyarakat

yang merupakan konsentrasi IPM. Untuk mengukur daya beli penduduk antar

provinsi di Indonesia, BPS menggunakan data rata-rata konsumsi 27 komoditi

terpilih dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dianggap

paling dominan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan telah distandarkan


18

agar bisa dibandingkan antar daerah dan antar waktu yang disesuaikan

dengan indeks PPP (Purchasing Power Parity).

3. Indeks Pendidikan Penghitungan Indeks Pendidikan (IP) mencakup dua

indikator yaitu angka melek huruf (LIT) dan rata-rata lama sekolah (MYS).

Populasi yang digunakan adalah penduduk berumur 15 tahun ke atas karena

pada kenyataannya penduduk usia tersebut sudah ada yang berhenti sekolah.

Batasan ini diperlukan agar angkanya lebih mencerminkan kondisi

sebenarnya mengingat penduduk yang berusia kurang dari 15 tahun masih

dalam proses sekolah atau akan sekolah sehingga belum pantas untuk rata-

rata lama sekolahnya. Kedua indikator pendidikan ini dimunculkan dengan

harapan dapat mencerminkan tingkat pengetahuan (cerminan angka LIT),

dimana LIT merupakan proporsi penduduk yang memiliki kemampuan baca

tulis dalam suatu kelompok penduduk secara keseluruhan. Sedangkan

cerminan angka MYS merupakan gambaran terhadap keterampilan yang

dimiliki penduduk.

Menurut Todaro (2016:187) pembangunan manusia ada tiga komponen

universal sebagai tujuan utama meliputi:

1. Kecukupan, yaitu merupakan kebutuhan dasar manusia secara fisik.

Kebutuhan dasar adalah kebutuhan yang apabila tidak dipenuhi akan

menghentikan kehidupan seseorang, meliputi pangan, sandang, papan,

kesehatan dan keamanan. Jika satu saja tidak terpenuhi akan menyebabkan

keterbelakangan absolut.
19

2. Jati Diri, yaitu merupakan komponen dari kehidupan yang serba lebih baik

adalah adanya dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri

sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak mengejar sesuatu, dan seterusnya.

Semuanya itu terangkum dalam self esteem (jati diri).

3. Kebebasan dari Sikap Menghamba, yaitu merupakan kemampuan untuk

memiliki nilai universal yang tercantum dalam pembangunan manusia adalah

kemerdekaan manusia. Kemerdekaan dan kebebasan di sini diartikan sebagai

kemampuan berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran dari

aspek-aspek materil dalam kehidupan. Dengan adanya kebebasan kita tidak

hanya semata-mata dipilih tapi kitalah yang memilih.

2.4 Manfaat Indeks Pembangunan Manusia

IPM dapat dimanfaatkan untuk beberapa hal sebagai berikut (BPS,

2018:39):

1. Untuk mengalihkan fokus perhatian para pengambil keputusan, media, dan

organisasi non pemerintah dari penggunaan statistik ekonomi biasa, agar

lebih menekankan pada pencapaian manusia. IPM diciptakan untuk

menegaskan bahwa manusia dan segenap kemampuannya seharusnya menjadi

kriteria utama untuk menilai pembangunan sebuah negara, bukannya

pertumbuhan ekonomi.

2. Untuk mempertanyakan pilihan-pilihan kebijakan suatu negara. Bagaimana

dua negara yang tingkat pendapatan perkapitanya sama dapat memiliki IPM

yang berbeda.
20

3. Untuk memperlihatkan perbedaan di antara negara-negara, di antara

provinsiprovinsi (atau negara bagian), di antara gender, kesukuan, dan

kelompok sosial ekonomi lainnya. Dengan memperlihatkan disparitas atau

kesenjangan di antara kelompok-kelompok tersebut, maka akan lahir berbagai

debat dan diskusi di berbagai negara untuk mencari sumber masalah dan

solusinya.

2.5 Keuangan Daerah

Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka

penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di

dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban

daerah tersebut, dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Halim, 2012:5).

Keuangan Daerah dapat juga diartikan sebagai semua hak dan kewajiban

yang dapat dinilai dengan uang, juga dengan segala satuan, baik yang berupa uang

maupun barang, yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum di

miliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain

sesuai ketentuan/peraturan perundangan yang berlaku. (Kuncoro, 2013:56).

Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa dalam keuangan daerah terdapat

dua unsur penting yaitu:

1. Semua hak dimaksudkan sebagai hak untuk memungut pajak daerah, retribusi

daerah dan/atau penerimaan dan sumbersumber lain sesuai ketentuan yang

berlaku merupakan penerimaan daerah sehingga menambah kekayaan daerah;


21

2. Kewajiban daerah dapat berupa kewajiban untuk membayar atau sehubungan

adanya tagihan kepada daerah dalam rangka pembiayaan rumah tangga

daerah serta pelaksanaan tugas umum dan tugas pembangunan oleh daerah

yang bersangkutan.

.
2.6 Jumlah Penduduk

Partisipasi penduduk dalam perencanaan dan pembangunan ekonomi

daerah dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan kebijaksanaan dalam

meningkatkan efektivitas keputusan perencanaan pembangunan ekonomi sehingga

proses pembangunan dalam suatu daerah dapat dicapai sesuai sasaran (Murty,

2010:6).

Antara pembangunan ekonomi nasional dan pembangunan kependudukan

nasional terdapat pengaruh timbal balik atau mempengaruhi satu sama lainnya.

Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi nasional diperlukan sejumlah

sumberdaya penduduk yang memiliki keterampilan dan keahlian yang sesuai

dengan bidangnya masing-masing. Selain jumlah penduduk juga distribusi

penduduk yang serasi diharapkan dapat menunjang pembangunan ekonomi

nasional diukur dari hasil produksi menurut sektor dan pembangunan

kependudukan nasional dilihat dari jumlah penduduk menurut wilayah

dicerminkan oleh alokasi ekonomi berbagai wilayah dan kapasitas penyerapan

tenaga kerja pada berbagai sektor (Adisasmita, 2015:5).


22

2.7 Penelitian Sebelumnya

Taryono (2014) dalam judul penelitian "Analisis Disparitas Pembangunan

Manusia di Provinsi Riau". Hasil penelitian ini menujukkan bahwa disparitas

pembangunan manusia antar wilayah kabupaten/kota di Provinsi Riau selama

periode 2004-2012 terus menunjukkan menurunan dengan kategori tingkat

ketimpangannya sedang. Berdasarkan hasil perhitungan Indeks Williamson pada

tahun 2004 tingkat ketimpangannya sebesar 0,5874 dan turun menjadi 0,4859

pada tahun 2012 atau selama periode tersebut telah terjadi penurunan disparitas

pembangunan manusia antar wilayah kabupaten/kota sebesar 0,1015. Berdasarkan

komponen pembentuk pembangunan manusia disparitas tertinggi terjadi pada

pendidikan, diikuti kesehatan, dan terendah pembangunan ekonomi. Berdasarkan

hasil perhitungan Indeks Williamson menunjukkan bahwa disparitas

pembangunan pendidikan sebesar 0,6297 pada tahun 2004 dan turun menjadi

sebesar 0,5111 pada tahun 2012. Disparitas pembangunan kesehatan sebesar

0,5935 tahun 2004 dan turun menjadi 0,4852 tahun 2012. Disparitas

pembangunan ekonomi sebesar 0,5378 tahun 2004 dan turun menjadi sebesar

0,4615 pada tahun 2012. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa telah

terjadi disparitas yang nyata antara pembangunan kesehatan, pendidikan dan

ekono mi dalam upaya mewujudkan pembangunan manusia di Provinsi Riau yang

seimbang.

Evan Evianto (2010) dengan penelitian "Analisis Disparitas Indeks

Pembangunan Manusia Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat dan Faktor-faktor

yang mempengaruhi capaiannya (model regresi data panel 25 kabupaten/kota


23

tahun 2003-2007)". Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada periode 2001-2007

di wilayah Provinsi Jawa Barat terjadi ketimpangan yang cukup tinggi di atas 0,5

dengan kecenderungan yang semakin menurun. Hasil analisis Tipologi Klassen

berdasarkan tingkat pertumbuhan PDRB dan LPE, antara tahun 2001-2007

diketahui tidak semua kabupaten/kota mengalami pertumbuhan, sebagian besar

adalah tetap pada pola pertumbuhan yang sama. Terdapat kabupaten/kota terus

maju, namun ada juga kabupaten/kota yang tetap tertinggal, bahkan ada beberapa

kabupaten/kota yang mengalami penurunan tingkat kesejahteraan. Dan dari

pengujian dengan melakukan regresi data panel dengan metode Fixed Effect

diketahui Dari persamaan regresi data panel diperoleh data bahwa dari sembilan

variabel yang diduga mempunyai pengaruh terhadap tingkat pencapaian IPM di

Wilayah Provinsi Jawa Barat, ternyata hanya lima variabel yang secara signifikan

berpengaruh. Kelima variabel tersebut adalah variabel jumlah bangunan sekolah

lanjutan pertama, variabel rasio jumlah gruru terhadap murid tingkat sekolah

lanjutan pertama, variabel jumlah puskesmas, variabel PDRB perkapita serta

variabel kepadatan penduduk.

Linda Ika Wahyuntari dan Amin Pujiati Warda (2016) judul penelitian

"Disparitas Pembangunan Wilayah Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah".

Hasil analisis yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut: Berdasarkan

rasio kemandirian keuangan daerah yang ditunjukkan dengan angka rasio rata-

ratanya adalah 36,53% masih berada diantara 25%-50% tergolong mempunyai

pola hubungan instruktif yang berarti kemampuan Pemerintah Kabupaten

Pamekasan dalam memenuhi kebutuhan dana untuk penyelenggaraan tugas-tugas


24

Pemerintahan, Pembangunan dan Pelayanan Sosial masyarakat masih relatif

rendah meskipun dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dan penurunan. Rasio

Derajat Desentralisasi hanya memiliki rata-rata 6,4%. hal ini berarti bahwa tingkat

kemandirian keuangan Kabupaten Pamekasan masih rendah dalam melaksanakan

otonominya. Berdasarkan rasio ketergantungan keuangan daerah rata-rata 19%

berada dalam skala interval, 10,01-20,00% ini artinya hal ini berarti Pendapatan

Asli Daerah (PAD) memiliki ketergantungan cukup besar untuk membiayai

pengeluaran langsungnya dan pemerintah Kabupaten Pamekasan masih

tergantung pada sumber penerimaan keuangandari transfer pemerintah pusat dan

provinsi.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode ini berpendekatan kuantitatif, berjenis deskriptif. Menurut

Arikunto (2012:12) yang mengemukakan penelitian kuantitatif adalah pendekatan

penelitian yang banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan

data, penafsiran terhadap data tersebut serta penampilan hasilnya. Penelitian

deskriptif adalah sebuah penelitian yang bertujuan untuk memberikan atau

menjabarkan suatu keadaan atau fenomena yang terjadi saat ini dengan

menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual (Sugiyono,

2015:80).

3.2 Objek dan Subjek Penelitian

Sugiyono (2015:119), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri

atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut (Sugiyono, 2015: 120).

Dikarenakan data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder maka

penelitian ini menggunakan objek dan subjek. Menurut Arikunto (2012: 29) objek

penelitian adalah variabel penelitian yaitu sesuatu yang merupakan inti dari

problematika penelitian. Subjek penelitian ini adalah Badan Pusat Statistik (BPS)

Provinsi Aceh.

25
26

. Objek penelitian merupakan sasaran untuk mendapatkan suatu data. Sesuai

dengan pendapat Made (2011:39) mendefinisikan objek penelitian sebagai

berikut: Objek penelitian (variabel penelitian) adalah karakteristik tertentu yang

mempunyai nilai, skor atau ukuran yang berbeda untuk unit atau individu yang

berbeda atau merupakan konsep yang diberi lebih dari satu nilai. Objek penelitian

ini adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kependudukan, pendidikan,

kesehatan, ekonomi dari tahun 2010-2017.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dimaksudkan untuk

memperoleh data yang relevan dan akurat dengan masalah yang dibahas. Teknik

pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut:

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini,

penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Dokumentasi adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis

terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku mengenai pendapat, dalil

yang berhubungan dengan masalah penyelidikan.

2. Studi Kepustakaan adalah metode pengumpulan data yang dapat dilakukan

dengan cara melakukan pengamatan data dari literature-literatur dan buku-

buku yang mendukung.

3.4 Operasionalisasi Variabel

Bentuk operasionalisasi dari variabel-variabel yang digunakan dalam

penelitian ini dijabarkan dalam tabel 3.1 sebagai berikut:


27

Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel

N Sumbe
Variabel Definisi Indikator Skala
o r Data
1. IPM Mengukur seberapa - Pendidikan BPD
besar dampak yang - Kesehatan Provins
ditimbulkan dari - Ekonomi i Aceh
Nomina
upaya peningkatan
l
kemampuan modal
dasar manusia.
(Baeti, 2013:9)
2 Kependuduka Orang dalam - Jumlah BPD
n matranya sebagai penduduk Provins
pribadi, anggota i Aceh
keluarga, anggota
masyarakat, warga
negara dan Nomina
himpunan kuantitas l
yang bertempat
tinggal di suatu
tempat dalam batas
wilayah tertentu
(Mantra, 2010:6)

3.5 Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini adalah dengan cara

mengumpulkan data-data yang diperoleh, memilah data menurut jenis datanya.

Data yang diperoleh ditulis dalam bentuk laporan atau data yang terperinci.

Laporan disusun berdasarkan data yang diperoleh yang direkomendasikan,

dirangkum, dipilih hal yang pokok, difokuskan pada hal yang penting. Data hasil

menggambarkan dan memilah berdasarkan satuan konsep, tema, dan kategori

tertentu untuk memberikan gambaran yang lebih pasti tentang hasil pengamatan

dan mempermudah penelitian untuk mencari kembali data sebagai tambahan atas

data sebelumnya yang diperoleh jika diperlukan.


28

3.6 Teknik Analisis Data

Diantara cara mengukur ketimpangan pembangunan antar daerah adalah

dengan menggunakan Indeks Williamson dengan formulasi sebagai berikut :


f
∑ ( IPM i−IPM A )2 ni
Vw PM = … … … … … …( Arsyad ,2010 :294 )
IPM A

Keterangan:

Vw PM = Indeks Ketimpangan Pembangunan Manusia Williamson

IPMi = Indeks Pembangunan Manusia di daerah i

IPM A = Rata-rata Indeks Pembangunan Manusia kabupaten/kota

fi = Jumlah penduduk di daerah i

n = Jumlah penduduk wilayah seluruh daerah .

Kriteria Indeks Williamson :

- 0 - 0,34 = Tingkat kesenjangan rendah

- 0,35 - 0,80 = Tingkat kesenjangan sedang

- > 0,80 = Tingkat kesenjangan tinggi

Kemudian untuk mengukur ketimpangan masing-masing komponen

pembentuk Indeks Pembangunan Manusia formulasi yang digunakan adalah

sebagai berikut :

1) Ketimpangan Pembangunan Pendidikan


f
∑ ( IPi−IP A )2 ni
Vw Pendidikan= … … … … … …( Arsyad , 2010 :295)
IP A
29

Keterangan :

Vw Pendidikan = Indeks Ketimpangan Pendidikan Williamson

IPi = Indeks Pendidikan di daerah i

IP A = Rata-rata Indeks Pendidikan kabupaten/kota

fi = Jumlah penduduk di daerah i

n = Jumlah penduduk wilayah seluruh daerah

2) Ketimpangan pembangunan Kesehatan


f
∑ ( IK i−IK A )2 ni
Vw Kese h atan= … … … … … … (Arsyad , 2010 :295)
IK A

Keterangan :

Vw Kesehatan = Indeks Ketimpangan Kesehatan Williamson

IKi = Indeks Kesehatan di daerah i

IK A = Rata-rata Indeks Kesehatan kabupaten/kota

fi = Jumlah penduduk di daerah i

n = Jumlah penduduk wilayah seluruh daerah

3) Ketimpangan Pembangunan Ekonomi


f
∑ ( IEi −IE A )2 ni
Vw Ekonomi= … … … … … …( Arsyad ,2010 :296)
IE A

Vw Ekonomi = Indeks Ketimpangan Ekonomi Williamson

IEi = Indeks Ekonomi di daerah i


30

IE A = Rata-rata Indeks Ekonomi kabupaten/kota

Fi = Jumlah penduduk di daerah i

n = Jumlah penduduk wilayah seluruh daerah

Selanjutnya untuk mengukur apakah terjadi ketimpangan pembangunan

manusia antar komponennya digunakan uji berpasangan untuk lebih dari dua

kelompok dalam hal ini digunakan uji Repeated ANOVA dengan menggunakan

program SPSS. Langkah yang dilakukan untuk melakukan uji tersebut adalah

sebagai berikut (Dahlan, 2008):

1. Memeriksa syarat uji repeated ANOVA, yaitu distribusi data harus normal.

Mengingat jumlah sampel kurang dari 50, maka dalam penelitian ini

digunakan uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui normalitas data.

2. Jika distribusi data normal, maka dipilih uji repeated ANOVA.

3. Jika distribusi data tidak normal, maka diupayakan untuk melakukan

transformasi data supaya distribusi data menjadi normal.

4. Jika transformasi data menghasilkan distribusi data yang normal, maka dipilih

uji repeated ANOVA.

5. Jika transformasi data tidak menghasilkan distribusi yang normal, maka

dipilih uji Freadman sebagai alternatif uji repeated ANOVA.

6. Jika pada uji repeated ANOVA atau uji Friedman menghasilkan p < 0,05,

maka dilanjutkan dengan melakukan analisis Post Hoc


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Simeulue

Kabupaten Simeulue beribukota Sinabang terletak di sebelah Barat Daya

Provinsi Aceh, berjarak 105 Mil laut dari Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, atau

85 Mil Laut dari Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan, serta berada pada

koordinat 2015’ - 2055’ Lintang Utara dan 95040’ - 96030’ Bujur Timur (Peta

Rupa Bumi skala 1:250.000 oleh Bakosurtanal). Kabupaten Simeulue merupakan

gugus kepulauan yang terdiri 147 pulau besar dan kecil. Luas keseluruhan

Kabupaten Simeulue adalah 1.838,09 Km2 atau 183.809 Ha.

4.1.2 Gambaran Umum Kabupaten Aceh Singkil

Kabupaten Aceh Singkil terbentuk pada tahun 1999 yaitu dengan

keluarnya Undang-Undang No.14 tahun 1999 tanggal 27 April 1999. Letak

geografis Kabupaten Aceh Singkil berada pada posisi 2002’-2 027’30” Lintang

Utara dan 97004’-97045’00” Bujur Timur. Dengan luas daerah 1.857,88 Km2

membagi Kabupaten Aceh Singkil kedalam 11 Kecamatan, 16 Mukim, dan 116

Desa (Kabupaten ini terdiri dari dua wilayah, yakni daratan dan kepulauan.

Kepulauan yang menjadi bagian dari Aceh Singkil adalah Kepulauan Banyak.

Kabupaten Aceh Singkil memiliki batas wilayah administrasi yang meliputi

sebelah Utara berbatasan dengan Kota Subulussalam, sebelah Selatan berbatasan

dengan Samudera Indonesia, sebelah Timur berbatasan dengan Pripinsi Sumatra

31
32

Utara dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh

Selatan.

4.1.3 Gambaran Umum Kabupaten Aceh Selatan

Kabupaten Aceh Selatan terletak memanjang di bagian Selatan Provinsi

Aceh, dengan letak astronomis berada pada garis 2º 23' - 3º 36' Lintang Utara dan

96º 54' - 97º 51' Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografis. Pusat pemerintahan

Kabupaten Aceh Selatan berada di Kecamatan Tapaktuan. Kecamatan yang

letaknya paling jauh adalah Kecamatan Trumon Timur dengan jarak ke

Kecamatan Tapaktuan (pusat pemerintahan) sekitar 120 km. Kabupaten Aceh

Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara di sebelah Utara, Kota

Subulussalam dan Kabupaten Singkil di sebelah Timur, Samudera Hindia di

sebelah Selatan, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Barat

Daya. Terdapat 18 kecamatan di Kabupaten Aceh Selatan, yang terluas adalah

Kecamatan Pasie Raja (14,16 persen dari luas Kabupaten) dan yang terkecil

adalah Kecamatan Labuhanhaji (1,09 persen dari luas Kabupaten). Pada tahun

2013, terjadi pemekaran wilayah desa di Aceh Selatan, dari semula 248 desa

menjadi 260 desa.

4.1.4 Gambaran Umum Kabupaten Aceh Tenggara

Secara astronomis, Kabupaten Aceh Tenggara terletak antara 3 0 55'23”–4

0 16'37” Lintang Utara dan 960 43'23‘’–980 10'32” Bujur Timur. Berdasarkan

posisi geografisnya, Kabupaten Aceh Tenggara memiliki batas-batas: Utara –

Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh dan Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera
33

Utara; Selatan – Kota Subulussalam dan Kabupaten Aceh Selatan Provinsi Aceh

serta Kabupaten Tanah Karo Provinsi Sumatera Utara; Barat – Kabupaten Aceh

Selatan dan Kota Subulussalam; Timur – Kabupaten Langkat dan Kabupaten

Tanah Karo Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan letak geografisnya, Kabupaten Aceh Tenggara berada di

dataran Pulau Sumatera yang dikelilingi gunung dan perbukitan. Kabupaten Aceh

Tenggara terdiri dari 16 kecamatan, yaitu: - Kecamatan Lawe Alas; - Kecamatan

Babul Rahmah; - Kecamatan Tanoh Alas; - Kecamatan Lawe Sigala-gala; -

Kecamatan Babul Makmur;

4.1.5 Gambaran Umum Kabupaten Aceh Barat

Kabupaten Aceh Barat terletak antara 04006’ - 04047’ Lintang Utara dan

95052’ - 96030’ Bujur Timur dengan luas mencapai 2.927,95 Km2 . Dengan

mekarnya Desa Keuramat pada tahun 2015, Kabupaten Aceh Barat terdiri atas 12

Kecamatan, 33 mukim dan 322 gampong. Sebanyak 192 desa diantaranya berada

di dataran dan 83 desa terletak di lembah. Hanya 47 desa yang terletak di lereng.

Kabupaten Aceh Barat berbatasan dengan Kabupaten Pidie Jaya dan Aceh Jaya di

sebelah utara, kemudian di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Nagan

Raya dan Samudera Indonesia. Sedangkan di sebelah timur berbatasan dengan

Kabupaten Aceh tengah dan Nagan Raya, sebelah barat berbatasan dengan

Samudera. Berdasarkan letak geografisnya, kepulauan Indonesia berada di antara

Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudera Hindia dan Samudera

Pasifik. Kabupaten Aceh Barat terdiri dari 12 Kecamatan. Yaitu : Kecamatan

Johan Pahlawan, Samatiga, Bubon, Arongan Lambalek, Woyla, Woyla Barat,


34

Woyla Timur, Kaway XVI, Meureubo, Pante Ceureumen, Panton Reu dan Sungai

Mas.

4.1.6 Gambaran Umum Kabupaten Aceh Barat Daya

Wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya secara geografis terletak di bagian

barat selatan Propinsi Aceh. Kabupaten Aceh Barat Daya terletak pada 3°34'24" -

4°05'37" Lintang Utara dan 96°34'57" - 97°09'19" Bujur Timur dengan ibukota

Blangpidie. Sampai dengan tahun 2013 Kabupaten Aceh Barat Daya dibagi

menjadi 9 Kecamatan, 23 Mukim, dan 152 desa atau gampong. Batas-batas

wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya, sebelah utara dengan Kabupaten Gayo

Lues, sebelah timur dengan Kabupaten Aceh Selatan, sebelah selatan dengan

Samudera Hindia, dan sebelah barat dengan Kabupaten Nagan Raya. Luas

Kabupaten Aceh Barat Daya 1.882,05 Km², dengan hutan mempunyai lahan

terluas yaitu mencapai 129.219,10 ha, diikuti lahan perkebunan seluas 27.504,28

ha. Sedangkan lahan Bandar Udara Kuala Batu mempunyai lahan terkecil yaitu

42,95 ha.

4.1.7 Gambaran Umum Kabupaten Gayo Lues

Secara geografis Kabupaten Gayo Lues berada pada 96 o 43’ 24” – 97o 55’

24” BT dan 3o 40’ 26” – 4o 16’ 55” LU. Kabupaten Gayo Lues disebelah timur

berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Langkat (Prov. Sumut).

Sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Barat Daya,

Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Selatan. Di sebelah utara berbatasan

dengan Kabupaten Aceh Tengah, dan Aceh Timur, Kabupaten Nagan Raya serta
35

di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Tenggara

dan Aceh Barat Daya. Wilayah Kabupaten Gayo Lues terletak di ketinggian 100-

3000 meter di atas permukaan laut (m dpl), 56.08 persen wilayahnya berada di

ketinggian 1000-2000 meter di atas permukaan laut dan 43,93 persen wilayahnya

berada di kemiringan di atas 40 persen yang berupa pegunungan. Luas wilayah

Kabupaten Gayo Lues adalah 5.549,91 km2 dengan Kecamatan Pining sebagai

kecamatan terluas yakni dengan presentase 24,33 persen wilayah Gayo Lues.

Sedangkan Kecamatan Blangkejeren dengan luas terkecil yaitu dengan luas 2,99

persen wilayah Gayo Lues.

4.1.8 Gambaran Umum Kabupaten Nagan Raya

Nagan Raya termasuk wilayah dataran rendah dengan ketinggian 0-12

meter diatas permukaan laut, terletak pada posisi 03 o 40’ - 04o 38’ Lintang Utara

dan 96o 11’ - 96o 48’ Bujur Timur. Luas wilayah Nagan Raya, adalah berupa

daratan seluas 3.544,90 km2. Akhir tahun 2012, wilayah administrasi Kabupaten

Nagan Raya terdiri dari 10 wilayah kecamatan, 222 desa, dan 30 mukim. Luas

daratan masing-masing kecamatan, yaitu: Darul Makmur (1.027,93km 2), Tripa

Makmur (189,41km2), Kuala (120,89km2), Kuala Pesisir (76,34 km2), Tadu Raya

(347,19 km2), Beutong (1.017,32km2), Beutong Ateuh Banggalang (405,92 km2),

Seunagan (56,73km2), Suka Makmue (51,56km2), Seunagan Timur (251,61 km2).

4.1.9 Gambaran Umum Kabupaten Aceh Jaya

Kabupaten Aceh Jaya terdiri atas 9 Kecamatan, 21 Mukim, 172 Desa.

Kecamatan Setia Bakti merupakan kecamatan terluas dengan luas wilayah sekitar
36

629 Km2 , sedangkan Kecamatan Teunom mempunyai luas wilayah terkecil yaitu

sekitar 141 Km2 Calang merupakan Ibukota Kabupaten Aceh Jaya. Kecamatan

terdekat dari pusat kota Calang adalah Krueng Sabee dan Setia Bakti, sedangkan

Kecamatan terjauh adalah Jaya dan Indrajaya. Kecamatan-kecamatan di wilayah

Kabupaten Aceh Jaya berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia. Jalur

sepanjang pantai juga merupakan tempat permukiman penduduk terpadat

dibandingkan dengan daerah pemukiman yang jauh dari pantai. Jaringan jalan

yang menyusuri pinggir pantai yang menghubungkan Banda Aceh dengan kota-

kota di bagian barat dan selatan provinsi ini menjadi faktor yang sangat

mendukung bagi penduduk untuk membangun permukiman di sepanjang pantai.

4.1.10 Komponen Indeks Pembangunan Manusia

1. Indeks Pembangunan Manusia

Menurut UNDP, pembangunan manusia ditujukan untuk memperluas pilihan

bagi penduduk yang dapat ditumbuhkan melalui upaya pemberdayaan penduduk. Hal

ini dapat dicapai melalui program pembangunan yang menitikberatkan pada

peningkatan kemampuan dasar manusia yaitu meningkatnya derajat kesehatan,

berupa umur panjang dan hidup sehat, mempunyai pengetahuan dan keterampilan

yang memadai agar dapat digunakan untuk mempertinggi partisipasi dalam kegiatan

ekonomi produktif serta mendapat penghasilan yang mencukupi dengan daya beli

yang layak.
37

Tabel 4.1
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten di Jalur Barat Provinsi Aceh

No Kabupaten 2010 2017 Pertumbuhan


1 Simeulue 60.60 64.41 6.27
2 Aceh Singkil 62.36 67.37 7.44
3 Aceh Selatan 61.22 65.03 5.86
4 Aceh Tenggara 63.82 68.09 6.27
5 Aceh Barat 66.05 70.20 5.91
6 Aceh Barat Daya 60.91 65.09 6.42
7 Gayo Lues 60.93 65.01 6.28
8 Nagan Raya 63.57 67.78 6.21
9 Aceh Jaya 64.75 68.07 4.88
Sumber: BPS Provinsi Aceh (2019)

Berdasarkan dari tabel tersebut di atas, Kabupaten Simeulue merupakan

kabupaten yang ada di Provinsi Aceh dengan IPM yang paling rendah dibandingkan

dengan kabupaten lainnya, khususnya kabupaten yang ada pada jalur barat. IPM

Kabupaten Simeuleu dari tahun 2010 sebesar 60,60% dan meningkat menjadi 64,41%

dengan tingkat pertumbuhan sebesar 6,27%. Sedangkan untuk kabupaten yang IPM-

nya tinggi yaitu Kabupaten Aceh Barat sebesar 66,05% dan menjadi sebesar 70,20%

pada tahun 2017, peningkatan IPM di Kabupaten Aceh Barat disebabkan pola pikir

masyarakat secara keseluruhan telah berubah, ditambah lagi di Kabupaten Aceh Barat

memiliki Universitas Teungku Umar yang membuat komponen IPM di Kabupaten

Aceh Barat meningkat dengan tingkat pertumbuhan mencapai 5,91%, walaupun bila

dilihat dari pertumbuhan IPM Kabupaten Simeuleu masih lebih tinggi dibandingkan

dengan Kabupaten Aceh Barat.

2. Indeks Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu komponen dalam meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, indeks pendidikan terbagi menjadi dua kategori yaitu


38

rata-rata lama pendidikan dan harapan lama sekolah, berikut indeks pendidik

kabupaten di jalur barat Provinsi Aceh.

Tabel 4.2
Indeks Pendidikan Kabupaten di Jalur Barat Provinsi Aceh

No Kabupaten 2010 2017 Pertumbuhan


1 Simeulue 10.31 11.15 7.49
2 Aceh Singkil 9.53 11.06 13.83
3 Aceh Selatan 9.93 11.07 10.30
4 Aceh Tenggara 10.41 11.80 11.82
5 Aceh Barat 10.83 11.81 8.26
6 Aceh Barat Daya 9.90 10.84 8.63
7 Gayo Lues 9.13 10.34 11.71
8 Nagan Raya 10.12 11.18 9.44
9 Aceh Jaya 9.81 11.04 11.19
Sumber: BPS Provinsi Aceh (2019)

Berdasarkan dari tabel tersebut di atas, indeks pendidikan terendah pada

kabupaten jalur barat Provinsi Aceh yaitu Kabupaten Gayo Lues pada tahun 2010

yaitu sebesar 9,13% dan pada tahun 2017 menjadi 10,34% namun bila dilihat

pertumbuhannya termasuk dalam salah satu kabupaten yang pertumbuhan indeks

pendidikan di jalur barat yang tertinggi yaitu sebesar 11,71%. Sedangkan apabila

dikaji tingkat pertumbuhan pendidikan dari 9 kabupaten yang berada di jalur barat

Provinsi Aceh, Kabupaten Simeulue dengan tingkat pertumbuhan terendah jika

dibandingkan dengan kabupaten yang lain, tingkat pertumbuhannya hanya 7,49%.

3. Indeks Kesehatan

Indeks kesehatan juga menjadi tolak ukur tingkat kesejahteraan

masyarakat, semakin tinggi indeks kesehatan maka semakin baik juga

kesejahteraan masyarakat, berikut indeks kesehatan masyarakat yang ada di 9

kabupaten jalur barat Provinsi Aceh tahun 2010 dan 2017.


39

Tabel 4.3
Indeks Kesehatan Kabupaten di Jalur Barat Provinsi Aceh

No Kabupaten 2010 2017 Pertumbuhan


1 Simeulue 64.05 64.90 1.31
2 Aceh Singkil 66.71 67.07 0.54
3 Aceh Selatan 62.92 63.89 1.52
4 Aceh Tenggara 66.85 67.62 1.14
5 Aceh Barat 67.16 67.62 0.68
6 Aceh Barat Daya 63.44 64.51 1.66
7 Gayo Lues 64.24 64.98 1.14
8 Nagan Raya 68.17 68.76 0.86
9 Aceh Jaya 66.29 66.77 0.72
Sumber: BPS Provinsi Aceh (2019)

Berdasarkan penjelasan di atas tersebut, secara keseluruhan pertumbuhan

indeks kesehatan sangatlah rendah, yaitu kurang dari 2%, walaupun masih terjadi

pertumbuhan pada indeks kesehatan, rata-rata indeks kesehatan pada 9 kabupaten di

jalur barat Provinsi Aceh sebesar 65,54% pada tahun 2010 dan pada tahun 2017

menjadi 66,24%. Laju pertumbuhan indeks kesehatan terendah terjadi di Kabupaten

Aceh Singkil yaitu sebesar 0,54%. Sedangkan yang tertinggi adalah Kabupaten Aceh

Barat Daya sebesar 1,66%.

4. Indeks Pengeluaran Per Kapita

Indeks pengeluaran per kapita merupakan kemampuan beli masyarakat

yang diukur untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarkat, semakin tinggi indeks

pengeluaran per kapita maka semakin baik juga kesejahteraan masyarakat, berikut

indeks pengeluran per kapita masyarakat yang ada di 9 kabupaten jalur barat

Provinsi Aceh tahun 2010 dan 2017.


40

Tabel 4.4
Indeks Pengeluaran Per Kapita Kabupaten di Jalur Barat Provinsi Aceh

No Kabupaten 2010 2017 Pertumbuhan


1 Simeulue 5,727,860 6,677,000 14.22
2 Aceh Singkil 7,080,790 8,230,000 13.96
3 Aceh Selatan 6,855,490 7,567,000 9.40
4 Aceh Tenggara 6,663,080 7,359,000 9.46
5 Aceh Barat 7,576,230 8,989,000 15.72
Aceh Barat
6,608,290 7,723,000
6 Daya 14.43
7 Gayo Lues 7,610,950 8,322,000 8.54
8 Nagan Raya 6,629,340 7,732,000 14.26
9 Aceh Jaya 8,513,630 8,322,000 -2.30
Sumber: BPS Provinsi Aceh (2019)

Berdasarkan dari penjelasan di atas, maka dapat diketahun bahwa indeks

pengeluaran per kapitan paling rendah yaitu Kabupaten Simeulue yaitu sebesar Rp.

5.727.860,- pada tahun 2010 dan meningkat menjadi Rp. 6.677.000- walaupun

indeks pengeluaran per kapita yang terendah namun tingkat pertumbuhannya

salah satu yang paling tinggi yaitu 14,22%. Untuk kabupaten dengan indeks

pengeluaran per kapita tertinggi yaitu Kabupaten Aceh Jaya sebesar Rp

8.513.630,- pada tahun 2010, namun jumlah tersebut terus menurun hingga tahun

2017 menjadi Rp. 8.322.000.- dengan persentase penurunan indeks pengeluaran

per kapita sebesar 2,30%.

4.1.11 Disparitas Pembangunan Manusia dan Komponennya

1. Indeks Williamson Pembangunan Manusia

Dalam konteks pembangunan daerah, pembangunan manusia bukan hanya

sebatas bagaimana meningkatkan IPM dari waktu ke waktu. Tapi lebih dari itu,

peningkatan IPM juga harus diikuti pemerataannya antar wilayah. Karena


41

disparitas pembangunan manusia yang cenderung melebar menyebabkan

ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah.

Tabel 4.5
Indeks Williamson Pembangunan Manusia Kabupaten
Jalur Barat Provinsi Aceh tahun 2010-2017

No Tahun Vm PM Keterangan

1 2010 0.03 Rendah


2 2011 0.12 Rendah
3 2012 0.14 Rendah
4 2013 0.15 Rendah
5 2014 0.16 Rendah
6 2015 0.21 Rendah
7 2016 0.25 Rendah
8 2017 0.29 Rendah
Sumber: data olahan (2019)

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat tingat ketimpangan di 9

kabupaten jalur barat Provinsi Aceh sangat kecil, namun semakin bergesernya

waktu tingkat disparitas pun semakin meningkat, tingkat disparitas pada tahun

2010 hanya sebesar 0,03 dan menjadi sebesar 0,29 walaupun secara keseluruhan 9

kabupaten jalur barat Provinsi Aceh tidak mengalami kesenjangan wilayah yang

terlalu jauh.

Vm PM
0.35
0.30 0.29
0.25
0.25 0.21
0.20 0.16
0.14 0.15
0.15 0.12
0.10
0.05 0.03
0.00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Gambar 4.1 Indeks Williamson Pembangunan Manusia
42

2. Indeks Williamson Pendidikan

Berikut adalah indeks Williamson pendidikan pada 9 kabupaten jalur barat

Provinsi Aceh selama 8 tahun dari tahun 2010-2017.

Tabel 4.6
Indeks Williamson Pendidikan
Jalur Barat Provinsi Aceh tahun 2010-2017

Vm
No Tahun Keterangan
Pendidikan
1 2010 0.05 Rendah
2 2011 0.04 Rendah
3 2012 0.03 Rendah
4 2013 0.03 Rendah
5 2014 0.04 Rendah
6 2015 0.04 Rendah
7 2016 0.04 Rendah
8 2017 0.04 Rendah
Sumber: data olahan (2019)

Berdasarkan keterangan tersebut di atas, secara keseluruhan tingkat

ketimpangan dalam pendidikan juga rendah, hal ini dapat dapat dilihat indeks

Williamson pendidikan dibawah 1% atau dengan kata lain tidak ada ketimpangan

pendidikan pada 9 kabupaten jalur barat Provinsi Aceh. Penyebab terjadi

penurunan disparitas pendidikan diakibatkan adanya peningkatan di investasi

pemerintah sektor pendidikan yang pada tahun 2011 sampai 2013 sangat

difokuskan dengan anggaran yang tinggi sehingga terjadi peningkatan sumber

daya manusia yang tinggi dan mengurangi jarak disparitas antar wilayah di jalur

barat Provinsi Aceh.


43

Vm Pendidikan
0.06
0.05
0.05
0.04 0.04 0.04 0.04 0.04
0.04
0.03 0.03
0.03
0.02
0.01
0.00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Gambar 4.2 Indeks Williamson Pendidikan

3. Indeks Williamson Kesehatan

Berikut adalah indeks Williamson kesehatan pada 9 kabupaten jalur barat

Provinsi Aceh selama 8 tahun dari tahun 2010-2017.

Tabel 4.7
Indeks Williamson Kesehatan
Jalur Barat Provinsi Aceh tahun 2010-2017

Vm
No Tahun Keterangan
Kesehatan
1 2010 0.03 Rendah
2 2011 0.03 Rendah
3 2012 0.03 Rendah
4 2013 0.03 Rendah
5 2014 0.03 Rendah
6 2015 0.03 Rendah
7 2016 0.03 Rendah
8 2017 0.03 Rendah
Sumber: data olahan (2019)

Berdasarkan keterangan tersebut di atas, secara keseluruhan tingkat

ketimpangan dalam kesehatan juga rendah, hal ini dapat dapat dilihat indeks

Williamson kesehatan dibawah 1% atau dengan kata lain tidak ada ketimpangan

kesehatan pada 9 kabupaten jalur barat Provinsi Aceh.


44

Vm Kesehatan
0.04

0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03


0.03

0.02

0.01

0.00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Gambar 4.3 Indeks Williamson Kesehatan

4. Indeks Williamson Pendapatan Per Kapita

Berikut adalah indeks Williamson pengeluaran per kapita pada 9

kabupaten jalur barat Provinsi Aceh selama 8 tahun dari tahun 2010-2017.

Tabel 4.8
Indeks Williamson Ekonomi
Jalur Barat Provinsi Aceh tahun 2010-2017

Vm
No Tahun Keterangan
Ekonomi
1 2010 0.09 Rendah
2 2011 0.09 Rendah
3 2012 0.09 Rendah
4 2013 0.08 Rendah
5 2014 0.08 Rendah
6 2015 0.08 Rendah
7 2016 0.08 Rendah
8 2017 0.08 Rendah
Sumber: data olahan (2019)

Berdasarkan keterangan tersebut di atas, secara keseluruhan tingkat

ketimpangan dalam pengeluaran per kapita juga rendah, hal ini dapat dapat dilihat

indeks Williamson pengeluran per kapita dibawah 1% atau dengan kata lain tidak
45

ada ketimpangan pengeluran per kapita pada 9 kabupaten jalur barat Provinsi

Aceh.

Vm Ekonomi
0.10
0.09 0.09 0.09

0.08 0.08 0.08 0.08 0.08


0.08

0.06
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Gambar 4.4 Indeks Williamson Pengeluaran Per Kapita

4.1.12 Uji Normalitas

Terjadinya disparitas dalam pembangunan kesehatan, pendidikan dan

ekonomi dalam pembangunan manusia akan menimbulkan ketidakseimbangan

dalam pembangunan manusia antar wilayah. Ketimpangan dalam pembangunan

pendidikan antar wilayah dapat mendorong kurang optimalnya peningkatan

ekonomi masyarakat dan sebaliknya diparitas pembangunan ekonomi antar

wilayah dapat menyebabkan kurang optimalnya setiap daerah dalam

meningkatkan pembangunan pendidikannya. Hal yang sama juga dapat terjadi

antara disparitas pembangunan ekonomi dengan kesehatan, maupun sebaliknya

atau diparitas pembangunan kesehatan dengan pendidikan maupun sebaliknya.

Berikut hasil pengujian Anova untuk mengetahui apakah data tersebut

berdistribusi normal.
46

Tabel 4.9
Uji Shapiro-Wilk Indeks Williamson Pendidikan

Tests of Normality
Vm Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Pendidikan Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
Vm .05 .168 8 .200 .973 8 .918
Pm
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Sumber: Data Olahan (2019)

Berdasarkan tabel 4.9 pengujian Shapiro-Wilk nilai Significancy dari

Kolmogolov-Smirnov dan Shapiro-Wilk nilainya > 0,05, maka dapat disimpulkan

bahwa data indeks williamson pendidikan mempunyai distribusi normal.

Tabel 4.10
Uji Shapiro-Wilk Indeks Williamson Kesehatan

Tests of Normality
Vm Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Kesehatan Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
Vm .03 .168 8 .200 .973 8 .918
Pm
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Sumber: Data Olahan (2019)

Berdasarkan tabel 4.10 pengujian Shapiro-Wilk nilai Significancy dari

Kolmogolov-Smirnov dan Shapiro-Wilk nilainya > 0,05, maka dapat disimpulkan

bahwa data indeks williamson kesehatan mempunyai distribusi normal.

Tabel 4.11
Uji Shapiro-Wilk Indeks Williamson Pengeluaran Per Kapita

Tests of Normality
Vm Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Ekonomi Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
Vm .08 .210 5 .200 .936 5 .635
Pm .09 .321 3 . .881 3 .328
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Sumber: Data Olahan (2019)
47

Berdasarkan tabel 4.10 pengujian Shapiro-Wilk nilai Significancy dari

Kolmogolov-Smirnov dan Shapiro-Wilk nilainya > 0,05, maka dapat disimpulkan

bahwa data indeks williamson pengeluaran per kapita mempunyai distribusi

normal.

4.1.13 Uji Repeated ANOVA

Selanjutnya untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan ketimpangan

antara pembangunan kesehatan, pendidikan dan ekonomi digunakan uji Repeated

ANOVA.

Tabel 4.12
Uji Repeated ANOVA Indeks Williamson Pembangunan Manusia

Multivariate Testsa
Hypothesis
Effect Value F df Error df Sig.
b
Intercept Pillai's Trace .999 2372.939 2.000 6.000 .000
Wilks' Lambda .001 2372.939b 2.000 6.000 .000
b
Hotelling's 790.980 2372.939 2.000 6.000 .000
Trace
Roy's Largest 790.980 2372.939b 2.000 6.000 .000
Root
a. Design: Intercept
b. Exact statistic
Sumber: Data Olahan (2019)

Pada tabel Multivariate Tests menunjukkan hasil keseluruhan uji repeated

ANOVA. Nilai Significancy yang diperoleh semuanya < 0,05. Dengan demikian

dapat ditarik kesimpulan bahwa paling tidak terdapat dua pengukuran yang

berbeda dan tidak memiliki ketimpangan antara indeks pendidikan, kesehatan dan

pengeluaran per kapita pada 9 kabupaten jalur barat Provinsi Aceh.


48

4.2 Pembahasan

Dari hasil penelitian mengenai disparitas pembangunan manusia pada jalur

barat Provinsi Aceh yang terdapat 9 Kabupaten meliputi: Kabupaten Simeulue,

Aceh Singkil, Aceh Selatan, Aceh Tenggara, Aceh Barat, Aceh Barat Daya, Gayo

Lues, Nagan Raya dan Aceh Jaya. Pengujian pertumhuhan indeks pembangunan

manusia kabupaten yang paling tinggi berupa Kabupaten Aceh Singkil sebesar

7,44% dan yang terendah sebesar Kabupaten Aceh Jaya 4,88%. Untuk

pertumbuhan indeks pendidikan yang paling tinggi yaitu kabupaten Aceh Singkil

sebesar 13,83% sedangkan daerah yang rendah yaitu Kabupaten Simeulue sebesar

7,49%.

Untuk pertumbuhan indek kesehatan daerah yang memiliki laju

pertumbuhan yang tinggi yaitu daerah Kabupaten Aceh Barat Daya yaitu sebesar

1,66% dan yang terendah pada Kabupaten Aceh Singkil sebesar 0,54%. Untuk

pertumbuhan indeks perngeluaran per Kapita dengan daerah yang pertumbuhan

tinggi yaitu Kabupaten Nagan Raya dan Simeuleu dengan masing-masing nilai

14,26% dan 14,22%.

Selain itu, dilakukan pengujian disparitas dengan indeks Williamson, pada

indeks pembangunan manusia didapatkan bahwa pengujian indeks Williamson

dari tahun 2010-2017 didapatkan bahwa nilai indeks yang sangat rendah. Begitu

juga dengan indeks Williamson pendidikan juga didapatkan nilai yang rendah,

untuk pengujian indeks Williamson kesehatan hasil dari pengujian didapatkan

masih rendah dan juga dari pengujian indeks Williamson ekonomi didapatkan

bahwa hasil pengujian masih rendah.


49

Dari hasil uji Shapiro Wilk indeks Williamson pendidikan didapatkan nilai

Significancy dari Kolmogolov-Smirnov dan Shapiro-Wilk nilainya > 0,05, maka

dapat disimpulkan bahwa data indeks williamson pendidikan mempunyai

distribusi normal. Dan juga dari uji Shapiro Wilk indeks Williamson kesehatan

pengujian Shapiro-Wilk nilai Significancy dari Kolmogolov-Smirnov dan Shapiro-

Wilk nilainya > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data indeks williamson

kesehatan mempunyai distribusi normal. Untuk uji Shapiro Wilk indeks

Williamson pengeliaran per kapita didapatkan pengujian Shapiro-Wilk nilai

Significancy dari Kolmogolov-Smirnov dan Shapiro-Wilk nilainya > 0,05, maka

dapat disimpulkan bahwa data indeks williamson pengeluaran per kapita

mempunyai distribusi normal. Selanjutnya pengujian Repeated ANOVA

didapatkan nilai Significancy yang diperoleh semuanya < 0,05. Dengan demikian

dapat ditarik kesimpulan bahwa paling tidak terdapat dua pengukuran yang

berbeda dan tidak memiliki ketimpangan antara indeks pendidikan, kesehatan dan

pengeluaran per kapita pada 9 kabupaten jalur barat Provinsi Aceh


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan diatas, maka penulis dapat

menarik kesimpulannya adalah:

1. Ketimpangan pembangunan manusia antar 9 kabupaten jalur barat

Provinsi Aceh tahun 2010-2017 sangatlah rendah.

2. Ketimpangan pendidikan antar 9 kabupaten jalur barat Provinsi Aceh

tahun 2010-2017 sangatlah rendah.

3. Ketimpangan kesehatan antar 9 kabupaten jalur barat Provinsi Aceh tahun

2010-2017 sangatlah rendah.

4. Ketimpangan pengeluaran per kapita antar 9 kabupaten jalur barat Provinsi

Aceh tahun 2010-2017 sangatlah rendah.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis data dan kesimpulan mengenai disparitas

pembangunan manusia pada kabupaten jalur barat Provinsi Aceh tahun 2010-2017

maka dapat disarankan:

1. Pemerintah provinsi Aceh mengeluarkan kebijakan yang dapat mengurangi

disparitas di seluruh Provinsi Aceh agar terjadi peningkatan kesejahteraan

manusia yang merata.

2. Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pembangunan suatu

wilayah harus mampu memperluas pilihan bagi penduduknya. Upaya

50
51

perluasan pilihan dapat ditumbuhkembangkan dengan memberdayakan

penduduk yang menitikberatkan pada peningkatan kemampuan dasar manusia

yaitu meningkatnya derajat kesehatan, pengetahuan dan keterampilan, serta

terpenuhinya standar hidup layak. Dalam pencapaian pembangunan manusia

Provinsi Aceh seutuhnya, maka ketiga aspek dalam membentuk

pembangunan manusia harus dicapai secara seimbang

You might also like