You are on page 1of 36

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN KONJUNGSI BAHASA


JERMAN PADA KARANGAN SEDERHANA SISWA KELAS XII IIS 1
MAN 1 KOTA PALU

FEHLERANLYSE DER VERWENDUNG DEUTSCHER KONJUNKTIONEN


IN EINFACHEN ESSENTIALS FÜR SCHÜLER DER KLASSE XII SOZIAL
1 MAN 1 PALU STADT

Muhammad Fikri Taqiyuddin


1854040018

PENDIDIKAN BAHASA JERMAN


JURUSAN BAHASA ASING
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan mahkluk sosial yang harus berinteraksi antara


satu dan yang lainnya dalam memenuhi kebutuhan hidup. Karena itu
manusia tidak mungkin bisa hidup sendiri tanpa berinteraksi dengan orang
lain, dalam kehidupan sehari-hari, manusia mengenal dan menciptakan
kebudayaan berbagai wujud ide, aktivitas, hingga artefak untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Bahasa, menjadi salah satu unsur paling penting
yang mempengaruhi kehidupan maupun kebudayaan manusia. Bahasa,
memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia karena menjadi alat
komunikasi yang utama. Sebagai alat komunikasi, Bahasa meliputi kata,
kumpulan kata, klausa, kalimat, yang diungkapkan melalui lisan, tulisan
dan gerak (Bahasa Isyarat). Sementara itu, pengertian Bahasa adalah
sistem komunikasi manusia yang dinyatakan melalui susunan suara untuk
ungkapan tulis yang terstruktur untuk membentuk satuan yang lebih besar,
seperti morfem, kata, dan kalimat Richards, Platt dan Weber (1985:153).
Sedangkan dalam prespektif Linguistik Sistemik Fungsional (LSF),
Bahasa adalah bentuk semiotika sosial yang sedang melakukan pekerjaan
di dalam suatu konteks situasi dan konteks kultural, yang baik digunakan
secara lisan maupun tulisan.
Seiring perkembangan zaman, hadirnya era globalisasi dan
kecanggihan teknologi, manusia dituntut untuk tidak hanya menguasai
satu bahasa saja, namun harus bisa meguasai setidaknya mampu
berkomunikasi dengan bahasa kedua, yang dimaksud ialah bahasa asing.
Hadirnya era globalisasi di Indonesia menjadi gerbang bagi seluruh negara
untuk masuk dan bekerja sama dengan negara Indonesia, jika penguasaan

1
bahasa asing menjadi hal yang dipandang sebelah mata maka negara kita
akan tertinggal

1
jauh dengan negara lain, dan kerjasama negara tidak akan terjalin karena
tidak adanya komunikasi yang terjadi, sehingga penguasaan bahasa asing
sangat penting dan tidak bisa dipandang sebelah mata. Bahasa Inggris
adalah bahasa internasional yang dimana bersifat harus dikuasai pada era
globalisasi dan abad 21 ini. Selain bahasa Inggris yang dimana sudah
berstatus sebagai bahasa internasional, bahasa Mandarin, Spanyol, Jepang
dan Jerman secara berurutan adalah bahasa asing yang paling penting di
dunia, terkhusus di Indonesia negara Jerman adalah negara maju yang
paling banyak menanamkan investasi di Indonesia, selain itu Jerman juga
memberikan kesempatan bagi para pelajar di dunia untuk gratis belajar di
Jerman. Indonesia dan Jerman bukan hanya berkerja sama dalam bidang
ekonomi, dan sosial tetapi juga pada sektor pendidikan dan kebudayaan,
terbukti dengan adanya Goethe Institut sebagai pusat pembelajaran bahasa
jerman yang sekarang pusatnya berada di Menteng Jakarta Pusat beralamat
di Jl. Samratulangi 9-15 Jakarta, 10305, dan Lembaga DAAD (Deutscher
Akademischer Austauschdients) sebagai salah satu bukti kerjasama antara
Indonesia dan Jerman dalam bidang pendidikan dan kebudayaan yang
menyediakan beasiswa-beasiswa bagi siswa dan mahasiswa di Indonesia
khususnya, untuk melanjutkan Pendidikan di Jerman dan juga
mengadakan pertukaran pelajar melalui beberapa program yang
ditawarkan oleh DAAD. Kerjasama ini dapat menguntungkan bagi negara
Indonesia sebagai bentuk peningkatan kapasitas pendidikan di Indonesia
dengan sedikit demi sedikit mengirimkan pemuda pemudinya untuk
belajar keluar negeri dan kembali ke Indonesia nantinya dengan tujuan
untuk membawakan inovasi-inovasi yang nantinya dapat menyokong
pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik dimasa yang akan datang.
Berdasarkan uraian diatas bahasa Jerman menjadi salah satu bahasa
asing yang dimasukkan kedalam kurikulum pendidikan untuk tingkat
SMA yang diharapkan dapat menambah penguasaan bahasa asing peserta
didik dan menambah wawasan kebudayaan Internasional untuk
menghadapi Era 4.0, Pembelajaran bahasa Jerman memiliki empat
3
keterampilan yang harus dikuasai, yaitu pemahaman membaca
(Leseverstehen), keterampilan menulis (Schreibfertigkeit), pemahaman
mendengar (Hörverstehen), dan keterampilan berbicara (Sprechfertigkeit).
Didalam keterampilan menulis (Schreibfertigkeit) harus memperhatikan
dua hal berikut yakni tata bahasa (Grammatik) dan kosa kata (Wortschatz)
dua cabang ilmu tersebut menjadi modal utama untuk menulis baik
kalimat ataupun karangan.
Jika keterampilan berbicara tidak menganggap tata bahasa penting
yang terpenting adalah dengan pembiasaan, disisi lain keterampilan
menulis dan tata bahasa adalah satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan
dan diikuti dengan kosa kata sebagai modal utama menulis, tata bahasa
menjadi sangat penting. Jika kita salah menuliskan dan meletakkan kata
sesuai dengan posisi yang benar maka arti dan makna dari kalimat yang
dituliskan akan mengalami penyimpangan, dan mempelajari tata bahasa
dapat memperkaya siswa dengan banyak variasi kata yang bisa dibuat
contohnya dengan menggunakan Konjunktiv II kita bisa membuat kalimat
yang bertujuan untuk menerangkan harapan, dugaan, dan membuat
kalimat yang kita tuliskan atau ucapkan terkesan lebih sopan. Pada tata
bahasa juga kita mengetahui perubahan-perubahan kata kerja sesuai
dengan kala waktu dan kata ganti orangnya, dan dalam tata bahasa juga
kita mempelajari yang namanya Konjungsi (Konjunktion) dimana
Konjunktion berfungsi untuk menghubungkan dua kalimat menjadi satu
kalimat, dimana sebelum belajar mengenai konjungsi maka harus
diperhatikan bahwa kalimat dalam bahasa jerman terbagi atas dua yaitu
kalimat utama (Hauptsatz) dan anak kalimat (Nebensatz) diperlukan
konjungsi untuk menggabungkan kedua kalimat tersebut. Konjunktion
terbagi tiga berdasarkan letak kata kerjanya setelah Konjungsi yaitu
Position 0, Position 1 dan Nebensatz, dan beberapa Konjungsi dalam
bahasa jerman ada yang memiliki arti yang sama dan juga makna yang
sama namun dibedakan pada posisi kata kerjanya setelah Konjungsinya,
contoh kata denn, dan weil kedua Konjungsi ini memiliki arti karena,
4
keduanya dibedakan melalui posisi kata kerjanya. Contohnya ich komme
nicht zur Schule, denn ich bin krank. Jika menggunakan denn maka kata
kerjanya berada pada posisi kedua tidak ada perubahan maka denn berada
pada Position 0, adapun dengan penggunaan weil sebagai berikut, ich
komme nicht zur Schule, weil ich krank bin. Jika menggunakan weil maka
kata kerja berada pada akhir kalimat, maka weil berada pada Nebensatz.
Selain denn dan weil banyak lagi Konjungsi yang lain khusunya pada
kurikulum 2013 pada buku Super Deutsch kelas XII pada Bab I dengan
Tema Das Hobby dimana siswa mempelajari penggunaan Konjungsi weil
dan wenn.
Dalam hal ini penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini
adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Ninuk Rahayu, Rosyidah, dan
Edy Hidayat (2009) dengan judul “Kesalahan Penggunaan Konjungsi “als
dan wenn” Pada Karangan Mahasiswa Semester Empat Angkatan 2009
Jurusan Sastra Jerman Universitas Negeri Malang”, dimana pada
penelitian tersebut didapatkan hasil sebagai berikut, dalam karangan 22
Mahasiswa yang menjadi sampel penelitian, penggunaan konjunngsi als
dan 22 penggunaan konjungsi wenn yang tidak tepat, dengan berbagai
macam jenis kesalahan meliputi (a) pemilihan konjungsi, (b) peletakan
kata kerja, (c) ketiadaan kata kerja. Kesalahan pertama adalah pemilihan
konjungsi. Mahasiswa tidak dapat membedakan penggunaan konjungsi als
dan wenn, pada hasil penelitian mahasiswa masih menggunakan konjungsi
als dalam kalimat kala waktu sekarang (Gegenwart) atau yang akan datang
(Zukunft). Selain kesalahan pemilihan konjungsi als, terdapat kesalahan
bentuk waktu kata kerja (Tempus) yang digunakan dalam kalimat.
Penggunaan konjungsi als mengharuskan bentuk waktu Präteritum,
sedangkan mahasiswa sendiri belum menguasai bentuk kala waktu
Präteritum, sehingga peggunaan konjungsi als dalam kalimat tidak sesuai
dengan gramatika bahasa Jerman. Kesalahan pemilihan konjungsi wenn
pada kalimat masih ditemukan dalam karangan mahasiswa. Hal ini dapat
dilihat bahwa mahasiswa masih menempatkan konjungsi wenn pada
5
kalimat yang peristiwanya jelas terjadi di masa lampau dan hanya terjadi
sekali. Untuk menggunakan konjungsi als dan wenn, mahasiswa
diharuskan terlebih dahulu dapat menentukan bentuk waktu kejadian
dalam kalimat, sehingga dapat menentukan bentuk waktu kejadian dalam
kalimat. Pendapat ini diperkuat oleh Reimann (2001:211) yang
menyatakan bahwa konjungsi suboordinatif als dan wenn digunakan sesuai
aturan bentuk waktu atau peristiwa dalam kalimat. Kesalahan selanjutnya
adalah peletakkan kata kerja dalam hal ini mahasiswa masih meletakkan
kata kerja pada posisi pertama dan kedua setelah kalimat. Hal tersebut
terjadi karena mahasiswa belum memahami grammatika bahasa Jerman
dan tidak terbiasa menggunakan konjungsi subordinatif yang
mengharuskan kata kerja berada di posisi akhir anak kalimat. Kesalahan
yang terakhir adalah ketiadaan kata kerja, hal ini terjadi karena mahasiswa
tidak teliti dalam membuat kalimat dengan menggunakan konjungsi.
Berdasarkan penelitian di atas menggambarkan kesalahan penggunaan
konjungsi bahasa Jerman masih sangat penting untuk dilakukan baik di
tingkat sekolah menengah atas dan Universitas yang mempelajari bahasa
Jerman.
Berdasarkan hasil penelitian di atas maka peneliti melakukan
observasi pra penelitian, dengan melakukan wawancara dengan salah satu
guru bahasa Jerman di MAN 1 Kota Palu pada tanggal 11 Agustus 2021
memperoleh informasi bahwa siswa khususnya pada kelas XII IIS 1 masih
banyak yang kebingungan dengan penggunaan konjungsi. Khususnya
konjungsi yang mengharuskan kata kerja berada di akhir kalimat pada
anak kalimat (Nebensatz), contohnya konjungsi weil dan wenn yang sudah
dipelajari pada kelas XII Bab 1 materi das Hobby berdasarkan hasil
wawancara diperoleh informasi, bahwa kesalahan penggunaan konjungsi
bahasa Jerman pada kelas XII adalah kurangnya pembahasan lebih jauh
mengenai konjungsi pada buku paket siswa yang digunakan pada MAN 1
Kota Palu, dan pemahaman siswa, bahwa kata kerja pada bahasa Jerman
mayoritas berada pada posisi kedua dalam kalimat, sehingga banyak siswa
6
yang belum terbiasa dengan kata kerja yang berada pada posisi akhir
kalimat, dan kurangnya media juga menjadi penyebab pembelajaran
bahasa Jerman di MAN 1 Kota Palu khususnya kelas XII IIS 1 masih
terasa membosankan.
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti akan
melaksanakan penelitian mengenai “Analisis Kesalahan Penggunaan
Konjungsi bahasa Jerman Pada Karangan Sederhana Bahasa Jerman
Kelas XII IIS 1 MAN 1 Kota Palu”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah
1. Apa saja faktor yang mempengaruhi kesalahan penggunaan
konjungsi bahasa Jerman pada siswa kelas XII IIS 1 MAN 1 Kota
Palu ?
2. Apa saja kesalahan penggunaan konjungsi bahasa Jerman pada
siswa kelas XII IIS 1 MAN 1 Kota Palu ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk menganalisis apa saja
kesalahan penggunaan konjungsi pada karangan sederhana yang
dituliskan oleh siswa kelas XII IIS 1 MAN 1 Kota Palu.
D. Manfaat Penelitian
Secara garis besar penelitian ini memiliki dua manfaat, yaitu :
1. Manfaat Teoretis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan terhadap
perkembangan pendidikan terutama dalam pembelajaran bahasa
Jerman.
b. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan referensi untuk penelitian
selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa

7
Penelitian ini sebagai sumber informasi dan masukkan bagi
siswa pada penggunaan konjungsi Bahasa Jerman.
b. Bagi Guru
Penelitian ini berfungsi sebagai bahan guru untuk
mengetahui apa saja kesalahan siswa pada penulisan karangan
sederhana dengan menggunakan konjungsi bahasa Jerman.
c. Bagi Peneliti
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai kajian
apabila ada penelitian selanjutnya yang serupa dan menjadi bahan
penelitian untuk melaksanakan penelitian di lapangan.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka yang diuraikan dalam penelitian ini merupakan
teori yang digunakan sebagai referensi untuk memperjelas penelitian
sehubungan dengan masalah penelitian yang telah diuraikan. Adapun
beberapa teori tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Hakikat Analisis Kesalahan Bahasa
a. Pengertian Analisis

Pengertian analisis dalam kamus Bahasa Indonesia (1990 : 32)


adalah : Penyelidikan terhadap suatu peristiwa (perbuatan) untuk
mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab musabab) di mana
penguraian suatu pokok atau berbagai bagian untuk memperoleh
pengertian yang tepat dan pemahaman arti secara keseluruhan.
Soejadi (1997 : 107) mendefinisikan analisis sebagai berikut :
Analisis adalah rangkaian kegiatan pemikiran yang logis, rasional,
sistematis dan objektif dengan menerapkan metodologi atau teknik ilmu
pengetahuan, untuk melakukan pengkajian, penelaahan, penguraian,
perincian, pemecahan terhadap suatu objek atau sasaran sebagai salah
satu kebulatan komponen yang utuh ke dalam sub komponen–sub
komponen yang lebih kecil.
The Liang Gie (1989 : 26) mengemukakan pengertian analisis
sebagai berikut : Analisis adalah segenap rangkaian perubahan pikiran
yang menelaah sesuatu secara mendalam terutama mempelajari bagian-
bagian dari suatu kebulatan untuk mengetahui ciri- ciri masing–masing
bagian, hubungannya satu sama lain dan peranannya dalam keseluruhan
yang bulat itu..

Selanjutnya Komaruddin (1994 : 31) mengemukakan pengertian


analisis sebagai berikut : Analisis adalah kegiatan berpikir untuk
9
menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen, sehingga dapat
mengenal tanda-tanda komponen, hubungannya satu sama lain dan
fungsi masing-masing dalam suatu keseluruhan. Dari pengertian di atas,
maka analisis menyangkut beberapa unsur pokok antara lain sebagai
berikut :
1. Analisis merupakan suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan
yang didasari pikiran yang logis mengenai suatu hal yang ingin
diketahui.
2. Mempelajari bagian pembagian secara rinci dan cermat sehingga
apa yang ingin diketahui menjadi gambaran yang utuh dan jelas.
3. Ada tujuan yang ingin dicapai yaitu pemahaman yang tepat
terhadap sebuah objek kajian.
Menurut Handoko (2000 : 24) analisis secara sistematik adalah
mengumpulkan, mengevaluasi dan mengorganisasi informasi tentang
sesuatu pekerjaan-pekerjaan.
Berdasarkan beberapa teori diatas, dapat disimpulkan bahwa,
analisis adalah rangkaian kegiatan penyelidikan terhadap suatu
perbuatan yang logis, rasional, sistematis, dan objektif, untuk
mengetahui keadaan yang sebenarnya.
b. Pengertian Kesalahan Berbahasa
Kesalahan berbahasa memiliki pengertian yang beragam. Untuk
itu, pengertian kesalahan berbahasa perlu diketahui lebih awal sebelum
kita membahas tentang kesalahan berbahasa. Corder (1974)
menggunakan 3 (tiga) istilah untuk membatasi kesalahan berbahasa: (1)
Lapses, (2) Error, dan (3) Mistake. Bagi Burt dan Kiparsky dalam
Syafi’ie (1984) mengistilahkan kesalahan berbahasa itu dengan “goof”,
“goofing”, dan “gooficon”. Sedangkan Huda (1981) mengistilahkan
kesalahan berbahasa itu dengan “kekhilafan (error)”. Adapun Tarigan
(1997) menyebutnya dengan istilah “kesalahan berbahasa”. Lapses,
Error dan Mistake adalah istilah-istilah dalam wilayah kesalahan
berbahasa. Ketiga istilah itu memiliki domain yang berbeda-beda dalam
10
memandang kesalahan berbahasa. Corder (1974) menjelaskan:
1) Lapses
Lapses adalah kesalahan berbahasa akibat penutur beralih cara
untuk menyatakan sesuatu sebelum seluruh tuturan (kalimat) selesai
dinyatakan selengkapnya. Untuk berbahasa lisan, jenis kesalahan ini
diistilahkan dengan “slip of the tongue” sedang untuk berbahasa tulis,
jenis kesalahan ini diistilahkan “slip of the pen”. Kesalahan ini terjadi
akibat ketidaksengajaan dan tidak disadari oleh penuturnya.
2) Error
Error adalah kesalahan berbahasa akibat penutur melanggar
kaidah atau aturan tata bahasa (breaches of code). Kesalahan ini terjadi
akibat penutur sudah memiliki aturan (kaidah) tata bahasa yang berbeda
dari tata bahasa yang lain, sehingga itu berdampak pada
kekurangsempurnaan atau ketidakmampuan penutur. Hal tersebut
berimplikasi terhadap penggunaan bahasa, terjadi kesalahan berbahasa
akibat penutur menggunakan kaidah bahasa yang salah.
3) Mistake
Mistake adalah kesalahan berbahasa akibat penutur tidak tepat
dalam memilih kata atau ungkapan untuk suatu situasi tertentu.
Kesalahan ini mengacu kepada kesalahan akibat penutur tidak tepat
menggunakan kaidah yang diketahui benar, bukan karena kurangnya
penguasaan bahasa kedua (B2). Kesalahan terjadi pada produk tuturan
yang tidak benar.
Burt dan Kiparsky tidak membedakan kesalahan berbahasa,
tetapi dia menyebut “goof” untuk kesalahan berbahasa, yakni: kalimat-
kalimat atau tuturan yang mengandung kesalahan, “gooficon” untuk
menyebut jenis kesalahan (sifat kesalahan) dari kegramatikaan atau tata
bahasa, sedangkan “goofing” adalah penyebutan terhadap seluruh
kesalahan tersebut, goof dan gooficon.
Kekhilafan (error), menurut Nelson Brook dalam Syafi’ie
(1984), itu “dosa/kesalahan” yang harus dihindari dan dampaknya harus
dibatasi, tetapi kehadiran kekhilafan itu tidak dapat dihindari dalam
11
pembelajaran bahasa kedua. Ditegaskan oleh Dulay, Burt maupun
Richard (1979), kekhilafan akan selalu muncul betapa pun usaha
pencegahan dilakukan, tidak seorang pun dapat belajar bahasa tanpa
melakukan kekhilafan (kesalahan) berbahasa.
Dari beberapa kalimat diatas, dapat disimpulkan kesalahan
berbahasa dapat juga disebut eror atau kesalahan penggunaan kaidah
bahasa, yang terjadi akibat perbedaan tataran grammatikal dari bahasa
pertama (B1) ke bahasa kedua (B2) dan kesalahan berbahasa dapat
dibedakan dengan tiga wilayah yaitu Lapses, Eror, dan Mistake.
c. Langkah-Langkah Analisis Kesalahan Berbahasa
Tarigan mengajukan langkah-langkah prosedur yang
merupakan modifikasi langkah-langkah analisis kesalahan yang
diajukan Ellis (1986) dan Sidhar (1985). Langkah-langkah tersebut
dijelaskan sebagai berikut: (1) mengumpulkan data yang berupa
kesalahan-kesalahan berbahasa yang dibuat pembelajar, (2)
mengidentifikasi dan mengklasifikasi kesalahan; tahap pengenalan dan
pemilah-milahan kesalahan berdasarkan kategori ketatabahasaan, (3)
membuat peringkat kesalahan yang berarti membuat urutan kesalahan
berdasarkan keseringan kesalahan-kesalahan itu muncul, (4)
menjelaskan kesalahan dengan mendeskripsikan letak kesalahan, sebab-
sebabnya dan pemberian contoh yang benar, (5) membuat perkiraan
daerah atau butir kebahasaan yang rawan menyebabkan kesalahan, dan
(6) mengoreksi kesalahan berupa pembetulan dan penghilangan
kesalahan berupa penyusunan bahan yang tepat dan penentuan strategi
pembelajaran yang serasi (Tarigan, 1988: 71-72).
d. Proses Terjadinya Kesalahan Berbahasa
Penguasaan bahasa, baik bahasa pertama maupun bahasa kedua,
diperoleh melalui proses belajar. Proses penguasaan bahasa pertama
bersifat alamiah, disebut sebagai pemerolehan bahasa (language
acquisition). Proses penguasaan bahasa pertama berlangsung tanpa
perencanaan yang terstruktur. Secara langsung anak-anak memperoleh
12
bahasanya melalui kehidupan sehari-hari dalam lingkungan, keluarga,
dan masyarakatnya. Setiap anak yang normal secara fisik, psikis, dan
sosiologis, pasti mengalami proses perolehan bahasa pertama. Proses ini
berlangsung tanpa disadari oleh anak bahwa dia sebenarnya dalam
proses belajar menguasai bahasa. Anak juga tidak menyadari motivasi
apa yang mendorongnya berada dalam kondisi perolehan bahasa itu.
Proses penguasaan bahasa kedua, yang terjadi setelah seseorang
menguasai bahasa pertama, disebut belajar bahasa (language learning).
Proses belajar bahasa kedua pada umumnya berlangsung secara
terstruktur di sekolah melalui perencanaan program kegiatan belajar-
mengajar yang sengaja disusun untuk keperluan itu. Dalam proses ini, si
pembelajar menyadari bahwa dia sedang belajar bahasa. Dia juga
menyadari motivasi apa yang mendorongnya untuk menguasai bahasa
kedua. Seorang pembelajar bahasa kedua berusaha menguasai bahasa
kedua karena motivasi instrumental atau mungkin karena motivasi
integratif.
Untuk memahami proses terjadinya kesalahan berbahasa dalam
kaitannya dengan belajar bahasa kedua menurut psikologi kognitif, kita
dapat menyimak pandangan yang dikembangkan oleh Larry Salinker
dalam tulisannya berjudul “Interlanguage” yang dimuat dalam buku
“Error Analysis” oleh Jack C. Richard. Menurut Larry Salinker, apabila
seseorang belajar bahasa kedua, ia memusatkan perhatiannya kepada
norma bahasa yang dipelajarinya. Dalam proses belajar bahasa kedua, si
pembelajar membuat seperangkat tuturan dalam bahasa kedua, yang
tidak sama dengan tuturan yang diperkirakan dibuat oleh penutur asli
bahasa tersebut, untuk menyatakan maksud yang sama dengan apa yang
dinyatakan oleh tuturan si pembelajar.
Oleh karena itu, dapat diamati bahwa dua perangkat tuturan itu
tidak sama, sehingga dapat dibuat construct yang relevan untuk teori
belajar bahasa kedua. Construct tersebut berupa sistem bahasa yang
terpisah yang didasarkan atas output berwujud tuturan yang dihasilkan
13
oleh si pembelajar dalam usahanya menghasilkan tuturan yang sesuai
dengan norma bahasa kedua yang dipelajarinya. Dengan kata lain, dapat
dikemukakan bahwa selama proses belajar bahasa kedua, si pembelajar
menggunakan seperangkat tuturan dalam bahasa kedua yang merupakan
sistem bahasa tersendiri.
e. Tujuan Analisis Kesalahan Berbahasa
Tujuan analisis kesalahan Bahasa juga dikemukakan oleh
Tarigan (2011:61-62) yaitu: (1) menentukan urutan penyajian hal- hal
yang diajarkan dalam kelas dan buku teks, misalnya urutan mudah-sulit;
(2) menentukan urutan jenjang relatif penekanan, dan latihan berbagai
hal bahan yang diajarkan. (3) merencanakan latihan dan pengajaran
remedial; (4) memilih hal-hal bagi pengujian kemahiran siswa. Tarigan
(2011:69).
f. Faktor Penyebab Terjadinya Kesalahan Berbahasa
Terdapat enam faktor penyebab terjadinya kesalahan berbahasa
sebagai berikut :
1. Pendapat Populer
Pateda (1989:67) mengatakan bahwa pendapat populer
menyebutkan kesalahan bersumber pada ketidakhati- hatian siswa dan
yang lain karena pengetahuan mereka terhadap bahasa yang dipelajari,
dan interferensi.
2. Bahasa Ibu
Bahasa ibu mempengaruhi proses belajar bahasa kedua. Hal ini
karena siswa sudah terbiasa dengan kaidah bahasa pertama. Dikatakan
Ellis (dalam Pringgawidagda, 2002:169) bahwa pola-pola bahasa
pertama dan bahasa kedua yang sama mendukung proses belajar,
sedangkan pola-pola yang berbeda mendatangkan kesulitan.
3. Lingkungan
Pateda (1989:70) menjelaskan bahwa faktor lingkungan besar
pengaruhnya terhadap kesalahan berbahasa siswa. Lingkungan yang
turut mempengaruhi penguasaan bahasa siswa, meliputi lingkungan
14
sekolah, rumah, dan lingkungan masyarakat.
4. Kebiasaan
Menurut Pateda (1989:71), kebiasaan berkaitan dengan
pengaruh bahasa ibu dan lingkungan. Siswa terbiasa dengan pola-pola
bahasa yang didengarnya.
5. Interlingual
Selingker (dalam Tarigan, 1988:300) menyebutkan bahwa
interlingual adalah aktivitas belajar yang menghasilkan pola-pola pada
bahasa kedua yang dipengaruhi oleh bahasa pertama.
6. Interferensi
Baradja (dalam Hamid, 2005:17) menjelaskan bahwa
interferensi adalah tuturan seseorang yang menyimpang dari norma-
norma bahasa kedua, sebagai akibat dari kuatnya daya tarik pola yang
terdapat pada bahasa kedua.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa, faktor penyebab terjadinya kesalahan berbahasa siswa dapat
dipengaruhi oleh faktor eksternal, dan internal siswa itu sendiri dalam
mempelajari bahasa asing (B2).
2. Hakikat Konjungsi
a. Pengertian Linguistik
Kridalaksana (1983) menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu
yang mempelajari, mengkaji atau menelaah hakikat dan seluk bahasa,
yakni bahasa secara umum yang dimiliki manusia sebagai alat
komunikasi atau linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang
menyelidiki bahasa secara ilmiah.
Dalam The New Oxford Dictionary of English (2003),
mendefinisikan linguistik sebagai berikut :
“The scientifict study of language and its structure including the
study of grammar syntax, and phonetics. Specifics branches of
linguistics include sociolinguistics, dialectology, psycholinguistics,
computational linguistics, comparative linguistics, and structural
15
linguistics. ”
Artinya “Studi ilmiah tentang bahasa dan struktur bahasa,
termasuk studi tata bahasa, sintaksis, dan fonetik. Cabang spesifik dari
linguistik termasuk sosiolinguistik, dialektologi, komputasi linguistik,
linguistik komparatif, dan linguistik struktural.”
Dari beberapa pengertian linguistik di atas dapat disimpulkan
bahwa, linguistik adalah ilmu yang mengkaji hakikat, seluk beluk
bahasa, struktur bahasa, sintaksis, dan fonetis, dengan berbagai cabang
ilmu linguistik seperti : sosiolinguistik, dialektologi, psikolinguistik,
komputasi linguistik, linguistik komparatif, dan struktural.
b. Pengertian Morfologi
Morfologi ialah cabang kajian linguistik (ilmu bahasa) yang
mempelajari tentang bentuk kata, dan dampak dari perubahan itu
terhadap arti dan kelas kata (Mulyana, 2007 : 6)
Menurut Vehaar (dalam Nurhayati, 2001 : 1) morfologi adalah
cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa
sebagai satuan grammatikal. Pengertian lain menyatakan bahwa,
morfologi adalah cabang linguistik yang membicarakan atau
mengidentifikasi seluk beluk pembentukan kata (Nurhayati 2001 : 2)
Berdasarkan dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
Morfologi adalah salah satu cabang linguistik yang yang mengkaji pada
bagian kata baik perubahan, pembentukan, perubahan kata dan kelas
kata.
c. Kelas Kata dalam Bahasa Jerman
Wortarten (jenis kata) merupakan salah satu bagian dari
Grammatik. Dalam bahasa Jerman dikenal sembilan jenis kata yang
harus dikuasai pembelajar, yaitu verba (Verb), nomina (Substantiv),
ajektiva (Adjektiv), artikel (Artikel), pronomina (Pronomen), adverbia
(Adverb), Partikel, preposisi (Präposition), konjungsi (Konjunktion).
a) Das Nomen (Kata Benda) yang disingkat dengan N
Kata benda atau Nomen didefinisikan sebagai nama dari
16
seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan. Das
Nomen adalah kata-kata yang menggambarkan atau memberikan
informasi tertentu mengenai berbagai nomina dalam sebuah kalimat.
Adjektiva menerangkan ukuran, warna, berat, kenyamanan, dan
berbagai kualitas lainnya. Kata benda dalam bahasa Jerman harus ditulis
dalam huruf besar, walaupun letaknya di awal, di tengah dan di akhir
kalimat. Sebagai contoh , der Hund, das Gute, die Mutter,die Kinder,
eine Katze, ein Hund.
Nomina dikelompokkan ke dalam lima kelompok menurut
deklinasi dan masing-masing nomina mengikuti deklinasi tertentu.
Misalnya diambil contoh kelompok pertama, di mana nomina yang jamak
tidak diikuti akhiran kecuali kasus datif: die Vätern (nom.jamak); den
Vätern (dat.jamak). Contoh-contoh nomina lainnya; der Arm
(nom.tunggal); der Mann (nom.tunggal); das Glass (nom.tunggal); die
Männer (akk.jamak).

b) Das Adjektiv (Kata sifat) yang disingkat dengan Adj.


Das Adjektiv lebih sering mendeskripsikan kata benda. Sebagai
contoh, Das gute Essen, einen gesunden Magen, die dicke Frau, schӧn,
elegant, klug, neu, schlecht, tief, teuer, billig, faul, hoch, niedrig,
hӓsslich, lang, kurz. Kata-kata seperti; gross (besar), teuer (mahal), heiss
(panas), rot (merah), furchtbar (gawat), semuanya jelas-jelas merupakan
adjektiva. Misalnya: das rote Buch / buku yang merah.
c) Das Verb (Kata kerja) yang disingkat dengan V.
Das Verb adalah kata atau frasa yang menyatakan keberadaan,
perbuatan, atau pengalaman. Sebagai contoh, lesen, kochen, spielen,
mӧgen, schlafen, lernen, essen,schreiben. Di dalam kalimat bentuk kata
kerja akan berubah sesuai dengan pokok kalimat atau subjek. Verba
adalah kata-kata yang menerangkan apa tindakan atau kondisi atau
hubungan yang sedang terjadi.

17
Kata-kata seperti ist, sind, haben, springen (melompat), kaufen
(membeli), verkaufen (menjual), rennen (lari), aufgeben (menyerah),
anhalten (berhenti), spielen (bermain), spazieren (berjalan kaki),
telefonieren (menelpon), heimkommen (pulang), abkönnen (tahan), dan
lain-lain, adalah verba.
Perhatikan bahwa sebuah verba dapat terdiri atas satu kata atau
lebih, seperti abkönnen, aufgeben. Verba tersebut disebut verba
majemuk.Verba majemuk terdiri atas verba dasar ditambah dengan präfix
yang dapat dipisah (ab, auf).
Das Verb sangat erat kaitannya dengan konjugasi atau perubahan
kata kerja sesuai dengan personal pronomen yang ada.

Personal Pronomen Endungen Verben


Ich -e kauf + e = kaufe
Du -st kauf + st = kaufst
Er, sie, es -t kauf + t = kauft
Wir -en kauf + en =
kaufen
Ihr -t kauf + t = kauft
Sie (Formell), sie (Plural) -en kauf + en =
kaufen

d) Das Adverb (Kata keterangan) yang disingkat dengan ADV.


Das Adverb menambah informasi pada Verb, Adjektiv, atau
kalimat. Mereka memberikan keterangan tempat , waktu, modal
Adverbien, Sebagai contoh, hier, links, heute, immer, laut, gern, darum,
dadurch.
Sebuah adverbia adalah yang menjelaskan verba, adjektiva atau
adverbia lainnya. Adverbia biasanya menunjukkan waktu atau tingkah
laku atau tempat atau tingkatan. Adverbia menerangkan bagaimana atau
kapan atau di mana atau pada tingkatan yang bagaimana hal-hal itu terjadi.

18
Kata-kata seperti: wie (bagaimana), wann (kapan), wo (di mana)
adalah adverbia. Kata-kata tertentu seperti berikut adalah adverbia: jetzt
(sekarang), nie (tak pernah), nur (hanya), dort (di sana), bald (sebentar
lagi), hier (di sini). Ada pula adverbia yang bentuknya sama dengan
adjektiva tanpa adanya deklinasi akhiran, misalnya: schön (bagus),
interessant (menarik), contoh: Die schoen gemachte Figur wurde verkauft
(patung yang dibuat dengan bagus itu terjual dengan baik).
e) Das Determinator (Kata sandang) yang disingkat dengan DET.
Das Determinator atau lebih sering disebut dengan der Artikel,
yang mendeskripsikan gender sebuah benda. Kata sandang ini terdiri dari
dua bagian yaitu kata sandang tentu dan kata sandang tak tentu. Sebagai
contoh, der, die, das ( des, dem, den), ein, eine, (einer, eines, einem,
einen).
Tabel 2.1 Artikel dalam Bahasa Jerman

Gender Nominativ Akkusativ Dativ Genitiv


Maskulin Der den Dem Des
Feminim Die die Der Der
Neutral Das das Dem Des
Plural Die die Den Der

f) Die Prӓposition (Kata depan) yang disingkat dengan PREP


Die Prӓposition adalah kata yang merangkaikan kata-kata atau
bagian kalimat. Preposisi biasanya diikuti oleh Nomen dan Pronomen.
Preposisi adalah kata-kata pendek yang mengawali frasa yang
menerangkan tentang kondisi, waktu, tempat, tingkah laku, hubungan,
tingkatan dan topik-topik yang sejenis.
Preposisi dalam bahasa Jerman terbagi menurut kasusnya, yaitu :
1. Preposisi yang diikuti kasus genitif, misalnya: während, trotz, anstatt,
wegen.
2. Preposisi yang diikuti kasus datif: aus, mit, von, seit, bei, nach, zu.
3. Preposisi yang diikuti kasus akusatif: durch, gegen, um, für, ohne.
19
4. Preposisi yang diikuti akkusatif dan datif: in, an, ueber, auf, hinter,
unter, neben, zwischen, vor.
Dalam bahasa Jerman, nomina dan pronomina dikontrol oleh
preposisi yang menyertainya. Tiap-tiap preposisi mengikuti suatu kasus
tertentu. Contoh :
1. Trotz der Schauer, ging er weg (meskipun hujan turun, dia tetap pergi)
2. Er geht aus den Haus (dia keluar dari rumah itu)
3. Er stellt das Fahrrad gegen die Garagentu (dia menyandarkan
sepedanya pada pintu garasi)
Selain itu dalam bahasa Jerman, terdapat pula bentuk preposisi yang
dipersingkat, misalnya: an dem menjadi am (pada) an das menjadi ans
(pada); auf das menjadi aufs (di atas), zu dem menjadi zum (ke), zu der
menjadi zur (ke), dan lain sebagainya.
g) Das Pronomen (Kata ganti) yang disingkat dengan PRO
Das Pronomen digunakan untuk menggantikan kata benda. Sebagai
contoh, ich, du, er, sie, es, wir, ihr, sie, Sie, meine Mutter. Pronomina-
pronomina berhubungan dengan nomina dan menempati tempatnya.
(Beberapa buku tata bahasa dan kamus mengelompokkan pronomina dan
nomina bersama-sama sebagai kesatuan yang kuat). Pronomina menyebut
orang atau objek dari jenis apa saja tanpa sebenarnya menyatakan
Namanya. Jenis dan pembagian pronomina :
1. Personal Pronomen
Melalui konvensi tata bahasa, ich, er, sie, wir, sie, Sie (disebut
nominatif) atau disebut pronomina orang pertama, karena mengacu ke
pembicara; mich, ihn, ihr, uns, sie, Sie (disebut akusatif) atau disebut
pronomina orang kedua, karena mengacu ke orang yang dimaksud; dan
mir, ihm, uns, ihnen, Ihnen (disebut datif) atau disebut pronomina orang
ketiga, karena mengacu ke benda atau orang yang dibicarakan.
2. Relative Pronomen
Merupakan bentuk pronomina yang paling sering digunakan dalam
bahasa Jerman dan pronomina yang mengacu kembali pada sesuatu yang
20
baru disebutkan; der, die, das (nominatif); dessen, deren, dessen (genetif);
dem, der, dem (datif); den, die, das (akusatif).
Contoh: Die Frau, deren Tasche wir gefunden haben, wohnt in Richtung
Hauptbahnhof (wanita yang tasnya kami temukan, tinggal di daerah
terminal pusat.
3. Possesive Pronomen
Merupakan bentuk pronomina yang digunakan dalam bahasa Jerman
dan pronomina yang berfungsi untuk menerangkan kepemilikan seperti
contoh : mein, meine, meinem, meiner, meines, dein, deiner, deinen,
deines, dan lainnya.
h) Die Numerale (Kata bilangan) yang disingkat dengan NUM
Die Numerale adalah kata yang menyatakan jumlah benda atau
jumlah kumpulan atau urutan tempat dari nama-nama benda. Sebagai
contoh, eins, zwei, drei, alle, ein paar, verschiedene, hundert, der erste.
i) Die Interjektion (Kata seru) yang disingkat dengan INTER
Die Interjektion mengungkapkan semua perasaan dan maksud
seseorang, maka kata seru sebenarnya bukanlah kata tetapi semacam
kalimat. Sebagai contoh, ah!, oh!, pfui!, haha!, uuups! Kreisch!.
j) Die Konjunktion (Kata penghubung) yang disingkat dengan
KONJ.
Die Konjunktion adalah kata yang menghubungkan kata-kata,
bagian-bagian kalimat atau menghubungkan kalimat-kalimat. Sebagai
contoh, oder, aber, auch, als, dass, und, sondern auch, weil, wenn,
deshalb, ob, obwohl, sei damit. Kata sambung membantu menghubungkan
kata-kata atau kelompok-kelompok kata menjadi kesatuan yang lebih
besar, dan membangun kalimat majemuk atau kompleks dari kalimat-
kalimat sederhana.
Kata sambung terbagi atas tiga berdasarkan posisi kata kerjanya
setelah konjungsi yaitu position 0 dan Position 1 (Hauptsatz), Nebensatz.
1. Posiotion 0

21
Position 0 adalah konjungsi yang posisi kata kerja setelah konjungsi
normal, berada pada posisi kedua, konjungsi yang berada pada position 0
adalah sebagai berikut : aber (Tapi), denn (Karena), und (Dan), oder
(Atau). Seperti contoh :

Tabel 2.2 Contoh penggunaan Konjunktion Position 0


Hauptsatz Positio Hauptsatz
n0 Positio Position
n1 2

Heute habe ich keine Zeit aber Wir Können morgens ins Kino gehen
Ich möchte morgens ins Kino denn Da Läuft ein guter Film
gehen
Ich möchte mit die essen gehen und Ich Möchte mit dir einen Film sehen
Möchtest du lieber ins Kino oder möchtes (du lieber) ins Theater
(gehen) t gehen ?
2. Position 1
Position 1 adalah konjungsi yang posisi kata kerja setelah
konjungsi , berada pada posisi pertama, konjungsi yang berada pada
position 1 adalah sebagai berikut : deshalb (Oleh karena itu), sonst (Jika
tidak), dann (Kemudian), danach (Setelah itu). Seperti contoh :

Tabel 2.3 Contoh penggunaan Konjunktion Position 1


Hauptsatz Positio Hauptsatz
n1 Positio Position
n2 3
(Verb) (Subjekt)

Ich arbeite heute nicht. deshalb habe Ich viel Zeit für dich.
Komm zu mir !. sonst Bin Ich so allein.
Ich koche für uns. dann gehen Wir ins Kino.
3. Nebensatz

22
Nebensatz adalah konjungsi yang posisi kata kerja setelah
konjungsi, berada pada posisi akhir kalimat, pada anak kalimat atau
Nebensatz, konjungsi yang berada pada Nebensatz adalah sebagai berikut
weil (Karena), wenn (Jika/ketika), dass (Bahwa), dan ada juga lainnya
yaitu ob (Apakah), dan obwohl (Meskipun). Seperti contoh :

Tabel 2.4 Contoh penggunaan Konjunktion mit Nebensatz


Konjunktio Subjekt Verb
n
Was ? Ich glaube dass mein Freund Heute kommt.
Wann ? Mein freund ruft an, wenn Er am Bahnhof ankommt.
Warum ? Ich gehe zum weil Ich meinen abholen will.
Bahnhof Freund
Ich verstehe nicht ob Er Heute kommen will.
Er geht zur Schule obwohl Es Heute regnet.

3. Hakikat Karangan Sederhana


a. Pengertian Karangan
Pada umumnya, karangan dipandang sebagai suatu perbuatan
atau kegiatan komunikatif antara penulis dan pembaca berdasarkan teks
yang telah dihasilkan (Ahmadi, 1988: 20). Begitu juga istilah karangan
(komposisi) yang dikemukakan Ahmadi (1990: 1) bahwa karangan
diartikan sebagai rangkaian kata- kata atau kalimat. Selain itu, karangan
menurut Gie (1995: 17) memiliki pengertian hasil perwujudan gagasan
seseorang dalam bahasa tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh
pembaca.
Sirait, dkk (1985: 1) memberi batasan pengertian karangan yaitu
setiap tulisan yang diorganisasikan yang mengandung isi dan ditulis
untuk suatu tujuan tertentu biasanya berupa tugas di kelas. Widyamartaya
(1990) mengatakan bahwa mengarang dapat dipahami sebagai
keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang dalam mengungkapkan

23
gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca
untuk dipahami dengan tepat seperti yang dimaksud oleh pengarang.
Karangan merupakan suatu proses menyusun, mencatat, dan
mengkomunikasikan makna dalam tataran ganda, bersifat interaktif dan
diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan suatu
sistem tanda konvensional yang dapat dilihat. Karangan terdiri dari
paragraf-paragraf yang mencerminkan kesatuan makna yang utuh.
Menurut Keraf (1994: 2) karangan adalah bahasa tulis yang merupakan
rangkaian kata demi kata sehingga menjadi sebuah kalimat, paragraf, dan
akhirnya menjadi sebuah wacana yang dibaca dan dipahami.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan karangan adalah hasil rangkaian kegiatan seseorang
dalam mengungkapkan gagasan atau buah pikirannya melalui bahasa tulis
yang dapat dibaca dan dimengerti oleh orang lain yang membacanya.
b. Pengertian Karangan Sederhana
Karangan sederhana merupakan keseluruhan rangkaian
kegiatan seseorang mengumpulkan gagasan dan menyampaikannya
melalui bahasa tulis kepada pem- baca agar mudah dipahami. Menurut
Anwar (2011: 14).
karangan sederhana diperoleh dari suatu proses dimana ide
yang ada dilibatkan dalam suatu kata, kata-kata yang terbentuk
kemudian dirangkai menjadi sebuat kalimat. Kalimat disusun menjadi
sebuat paragraf dan akhirnya paragraf-paragraf tersebut mewujudkan
sebuah karangan sederhana. Karangan sederhana adalah proses
mengorganisasikan ide atau gagasan seseorang secara tertulis dalam
bentuk karangan sederhana yang terdiri atas beberapa kalimat, 5
sampai 10 kalimat (Resmini dalam Anwar, 2011: 15).
Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan karangan
sederhana adalah seluruh rangkaian kegiatan mengumpulkan gagasan
yang dilibatkan dalam suatu kata-kata yang terbentuk kemudian

24
dirangkaikan menjadi sebuah kalimat yang disusun menjadi paragraf-
paragraf yang terdiri dari 5 sampai 10 kalimat.
c. Ciri-Ciri Karangan Sederhana
Karangan sederhana memiliki ciri-ciri diantaranya :
1) Bahasanya mudah dimengerti;
2) Kata-kata yang digunakan masih sederhana;
3) Kalimatnya pendek- pendek sehingga karangannya juga pendek;
Karangan sederhana berbeda dari jenis karangan yang lain
karena bahasa dan kalimatnya masih sederhana.
d. Jenis-Jenis Karangan
1) Karangan Narasi (Kisahan)
Narasi adalah karangan yang menceritakan sesuatu secara
kronologis bedasarkan rangkaian peristiwa. Narasi didasarkan pada
urutan waktu, yang bisa berisi fakta-fakta yang benar terjadi, maupun
hanya sekedar khayalan. Pengarang bertindak sebagai sejarawan atau
tukang cerita.(Mujianto dalam Muslich, 2009: 128)
2) Karangan Deskriptif (Perian)
Deskripsi adalah karangan yang hidup dan berpengaruh yang
menggambarkan atau melukiskan sesuatu, sehingga orang yang
mendengar dapat memba- yangkannya. Karangan deskripsi
berhubungan dengan pancaindera seperti pende- ngaran, penglihatan,
penciuman, peraba dan perasaan. Untuk dapat menggam- barkan
pengarang harus dekat dengan objeknya.
3) Karangan Eksposisi (Paparan)
Eksposisi merupakan pemberian informasi yang
dikembangkan secara analisis, spasial dan kronologis. Eksposisi
merupakan bentuk wacana yang beru- saha mengungkapkan,
menguraikan dan menjelaskan pokok pikiran yang tidak mendesak
atau memaksa pembaca untuk menerima penjelasan penulis.
4) Karangan Argumentasi (Bahasan)
Karangan argumentasi berupaya untuk meyakinkan pembaca
25
untuk percaya dan menerima apa yang dikatakannya. Pengarang
memberikan sejumlah data dan pembuktian dengan objektif dan
meyakinkan. Jadi, karangan argumentasi me- rupakan karangan yang
berisi opini yang disertai alasan, untuk memperkuat opi- ninya
sehingga dapat meyakinkan pembaca.
5) Karangan Persuasi
Merupakan karangan yang disusun untuk mempengaruhi
pembaca agar mengikuti apa yang dikehendaki oleh penulis. Jadi
karangan jenis ini bertujuan untuk mempengaruhi pembaca.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa penulisan karangan
harus mem- perhatikan tujuan penulisannya sehingga karangan dapat
digolongkan menjadi karangan narasi, deskripsi, eksposisi,
argumentasi maupun persuasi.

B. Kerangka Pikir
Pembelajaran bahasa Jerman merupakan salah satu mata
pelajaran bahasa asing yang diprogramkan oleh SMA/SMK/MA di
Indonesia. Dalam pembelajaran bahasa Jerman terdapat empat
keterampilan yang harus dimiliki oleh pembelajar bahasa Jerman, yakni
keterampilan berbicara, keterampilan menulis, keterampilan mendengar
dan keterampilan membaca. Keempat keterampilan tersebut dianggap
sulit karena kendala terbesar bagi pembelajar bahasa Jerman ialah
kurangnya pemahaman siswa terkait dengan tata bahasa Jerman. Hal ini
membuktikan bahwa pentingnya menganalisis kesalahan apa saja yang
dibuat oleh siswa terkait dengan konjungsi. Oleh sebab itu diperlukan
adanya analisis lebih lanjut terkait kesalahan penggunaan konjungsi
bahasa Jerman.
Peneliti melakukan kegiatan pembelajaran berdasarkan
kurikulum 2013, dalam hal ini pembelajaran bahasa Jerman. Salah satu
tujuan pembelajaran bahasa Jerman yaitu siswa atau pembelajar bahasa
Jerman mampu menguasai tata bahasa serta dapat berkomunikasi
menggunakan bahasa Jerman baik secara lisan maupun tulisan. Untuk
26
pencapaian yang lebih maksimal dalam pembelajaran khususnya pada
pemahaman Tata bahasa, peneliti melaksanakan penelitian berbasis
analisis sehingga, siswa dapat mengetahui apa saja dan pada bagian mana
saja terjadi kesalahan kesalahan pada saat penggunaan konjungsi bahasa
Jerman, dan guru dapat data awal untuk Kembali mengidentifikasi
kesalahan apa saja yang yang dituliskan siswa pada saat menuliskan
konjungsi bahasa Jerman. Dalam Penelitian ini siswa yang menjadi
subjek penelitian adalah siswa kelas XII IIS 1 MAN 1 Kota Palu. Secara
sederhana kerangka penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan
sebagai berikut.

27
Bagan Kerangka Pikir

Kurikulum 2013

Pembelajaran Bahasa
Jerman

\ Sprechen Schreiben Lesen Hören

Wortschatz Grammatik

Karangan Konjunktion

Position 0 Position 1 Nebensatz

Hauptsatz

Analisis Kesalahan Penggunaan


Konjungsi Bahasa Jerman pada
Karangan Sederhana Siswa Kelas
XII IIS 1 MAN
28 1 Kota Palu
BAB 3
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif, yaitu


data yang dikumpulkan berbentuk kata-kata, gambar, bukan angka-
angka. Menurut Bogdan dan Taylor, sebagaimana yang dikutip oleh
Lexy J. Moleong, penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamati. Sementara itu, penelitian
deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk
mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada,
baik fenomena alamiah maupun rekayasa manusia. Adapun tujuan dari
penelitian deskriptif adalah untuk membuat pencandraan secara
sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi atau
daerah tertentu. Penelitian ini digunakan untuk mengetahui apa saja
kesalahan penggunaan konjungsi bahasa Jerman pada siswa kelas XII
SMA 14 Makassar.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan mulai pada bulan 11
November 2021 semester ganjil tahun ajaran 2021/2022, penelitian
akan dilaksanakan di MAN 1 Kota Palu Jl. Jamur No. 3, Kelurahan
Duyu, Kecamatan Tatanga, Kota Palu, Sulawesi Tengah, 942111.
C. Data dan Sumber Data
1. Data
Data dalam penelitian ini adalah korpus data dalam
penggunaan konjungsi bahasa Jerman yang dikerjakan oleh siswa dan
angket terbuka.
2. Sumber Data
Sumber data adalah siswa kelas XII IIS 1 Semester ganjil MAN

29
1 Kota Palu dengan jumlah Siswa sebanyak 10 Siswa.
D. Definisi Oprasional Variabel
Variabel dalam penelitian ini adalah variable tunggal. Variable
tunggal yang dimaksud adalah Konjunktion Position 0 und 1.
Adapun pengukuran variable yang digunakan dalam tingkat
kesalahan yang dilakukan siswa dalam penelitian ini terdapat pada
tabel berikut.

Tabel 3.1 Tingkat Kategori Kesalahan berdasarkan Jumlah Presentase


Persentase Kualifikasi
0% Tidak ada kesalahan
1-10 % Kurang sekali
11-20 % Kurang
21-35 % Cukup tinggi
36-50 % Tinggi
51-100 % Tinggi sekali
Purwanto dalam Tangke (2012 : 36)
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dala penelitian ini
adalah teknik observasi, metode dokumentasi, dan interview .
1. Teknik Observasi
Observasi atau pengamatan dapat diartikan sebagai
pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang
tampak pada objek penelitian. Observasi ini menggunakan observasi
partisipasi, di mana peneliti terlibat langsung dengan kegiatan sehari-
hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber
data penelitian. Dalam observasi secara langsung ini, peneliti selain
berlaku sebagai pengamat penuh yang dapat melakukan pengamatan
terhadap gejala atau proses yang terjadi di dalam situasi yang
sebenarnya yang langsung diamati oleh observer, juga sebagai
pemeran serta atau partisipan yang ikut melaksanakan proses belajar
mengajar bahasa Jerman kelas XII IIS 1 MAN 1 Kota Palu di dalam

30
kelas. Observasi langsung ini dilakukan peneliti untuk
mengoptimalkan data mengenai pelaksanaan pembelajaran bahasa
Jerman , metode ajar yang digunakan guru, dan materi ajar kelas XII
bahasa Jerman.
2. Metode Dokumentasi
Dokumentasi, dari asal kata dokumen yang artinya barang-
barang tertulis. Dalam pelaksanaan metode dokumentasi, peneliti
menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah,
dokumen, peraturan- peraturan, notulen rapat, catatan harian dan
sebagainya. Melalui metode dokumentasi, peneliti gunakan untuk
menggali data berupa dokumentasi hasil kerja siswa sebagai bahan
analisis .
3. Metode Wawancara (Interview)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang


dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan. Dalam hal ini, peneliti
menggunakan wawancara terstruktur, di mana seorang pewawancara
menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan
diajukan untuk mencari jawaban atas hipotesis yang disusun dengan
ketat.

Dalam melaksanakan teknik wawancara (interview),


pewawancara harus mampu menciptakan hubungan yang baik
sehingga informan bersedia bekerja sama, dan merasa bebas berbicara
dan dapat memberikan informasi yang sebenarnya. Teknik
wawancara yang peneliti gunakan adalah secara terstruktur (tertulis)
yaitu dengan menyusun terlebih dahulu beberapa pertanyaan yang
akan disampaikan kepada informan. Hal ini dimaksudkan agar
pembicaraan dalam wawancara lebih terarah dan fokus pada tujuan
yang dimaksud dan menghindari pembicaraan yang terlalu melebar

31
Selain itu juga digunakan sebagai patokan umum dan dapat
dikembangkan peneliti melalui pertanyaan yang muncul ketika
kegiatan wawancara berlangsung.

Metode wawancara peneliti gunakan untuk menggali data


terkait, permasalahan apa yang dialami siswa kelas XII IIS 1 di MAN
1 Kota Palu pada pembelajaran bahasa Jerman, dan Konjungsi apa
yang sudah dipelajari siswa kelas XII pada Jurusan IIS , dan buku apa
yang dijadikan pedoman pada pembelajaran, Adapun informannya
antara lain :

a. Guru pengampu mata pelajaran bahasa Jerman di kelas XII IIS


1 MAN 1 Kota Palu untuk mendapatkan informasi tentang,
pembelajaran bahasa Jerman di sekolah tersebut, materi yang
sudah dipelajari:

b. Siswa pada kelas XII IIS 1 MAN 1 Kota Palu untuk


mendapatkan informasi terkait faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya kesalahan penggunaan konjungsi
bahasa Jerman.

F. Prosedur Pengumpulan Data

Langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian ini


peneliti dan guru melakukan penyegaran sebanyak tiga kali
pertemuan dengan menjelaskan kembali pokok bahasan terkait
konjungsi bahasa Jerman yang dipelajari pada kelas XII.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan ialah tes. Siswa


ditugaskan membuat karangan sesuai dengan tema “Das Hobby”
Siswa diberikan kumpulan kata sebagai referensi untuk membuat
karangan dengan menggunakan susunan kata yang diberikan oleh
peneliti.

H. Analisis Data Penelitian

32
Penelitian ini menggunakan metode agih. Alat penentu
kesalahan dalam analisis ini adalah kaidah bahasa Jerman yang
benar. Maka peneliti mengambil Langkah-langkah analisis
kesalahan sebagai berikut:

a. Mengumpulkan sampel kesalahan, maksudnya adalah


mengumpulkan hasil tes yang telah dikerjakan siswa.

b. Mengidentifikasi kesalahan, maksudnya adalah mencari atau


menemukan jenis-jenis kesalahan yang dilakukan siswa.

c. Menjelaskan kesalahan, maksudnya adalah memaparkan atau


menerangkan jenis-jenis kesalahan yang dilakukan siswa.

d. Mengklasifikasi kesalahan, maksudnya adalah menggolongkan


jenis-jenis kesalahan yang dilakukan siswa.

e. Mengevaluasi kesalahan, maksudnya adalah menilai jenis-jenis


kesalahan yang dilakukan siswa.

Untuk mengetahui frekuensi kesalahan digunakan


rumus sebagai berikut.

fn
X = X 100
∑f
Keterangan :
X : Frekuensi Kesalahan
fn : Jumlah kesalahan
∑f : Jumlah keseluruhan kesalahan
(Sadjana dalam Mahari:2004)

33
DAFTAR PUSTAKA

Alek. 2018. Linguistik Umum. Jakarta : Penerbit Erlangga

Alfin, Jauharoti. 2018, Analisis Kesalahan Bahasa. Surabaya.

Alwasilah, A. Chaedar. 1990. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung.

Angkasa. Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka


Cipta.
Anonim. Ruang Lingkup Kajian Linguistik, Slidepdf.com, 1-11.

Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi


Aksara

Bahasa, S., Siswa, J., Xi, K., & Makassar, S. (2017). Analisis kesalahan
morfologi dalam karangan sederhana bahasa jerman siswa kelas xi sman
2 makassar.

Effendi, Syahrun. Linguistik Sebagai Ilmu Bahasa.1-10.

George, H.V. 1972. Common Errors in Language Learning ; Insight


From English. Massachusetts : Newbury House Publisher.
Ii, P., Kurniawan, D., & Pd, S. (2010). Pembentukan Kalimat Kausal
oleh Mahasiswa Sastra Jerman Universitas Negeri Malang Angkatan
2010 pada Matakuliah.
Nugraha, Satya Tri. Kesalahan-kesalahan Berbahasa Indonesia,
Pemebelajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing, 1-22
Soeparno. 2002. Dasar- Dasar Linguistik Umum. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Rahayu, N., & Malang, U. N. (2009). Kesalahan Penggunaan Konjungsi “ als


dan wenn ” Pada Karangan Mahasiswa Semester Empat Angkatan 2009 Jurusan
Sastra Jerman Universitas Negeri Malang

Rinarldy,Agung, Fatimah, Syarifah. Analisis Kesalahan Morfologi dalam


Karangan Sederhana Bahasa Jerman Siswa Kelas XI SMAN 2
Makassar,Eralingua, 63-71.
Sandang, P. K., & Makassar, U. N. (2020). Journal of Language , Literature , and
Linguistics. 55–60.

Sastra, D. A. N., & Negeri, U. (2014). IBM STUDENTS OF GERMAN


EDUCATION STUDY PROGRAM FACULTY OF LANGUAGE AND.

Siminto. 2013. Pengantar Linguistik. Semarang: Penerbit Cipta Prima


Nusantara Semarang, CV

Sitanggang, Sri Meranges, Fatimah, Syarifah, Saud, Syukur. Analisis Kesalahan


dalam Menggunakan Possesivepronomen Bahasa Jerman. Eralingua, 2(8), 28-34.

Supriani, Reni, Siregar, Rahmadani Ida. Penelitian Analisis Kesalahan


Berbahasa, Jurnal Edukasi Kultura, 67-76.

You might also like