You are on page 1of 6

Nama :Ernijar Tampubolon

M. Kuliah :Liturgi HKBP


Dosen :Pdt. M.R.F. Siagian, M.Th

BAB SATU

PENGANTAR KEPADA IBADAH

Buku ini akan menggunakan tiga kata yang berhubungan dekat dan saling tumpang
tindih—ritual, liturgi, dan ibadah.

RITUAL

Ritual adalah sebuah istilah historis untuk ibadah yang memiliki makna yang berbeda
bagi orang-orang yang beerbeda. Bagi beberapa pengunjung gereja, hal itu berarti suatu
praktik keagamaan yang kosong dan dilakukan secara berung kali. Para antropolog
menggunakan istilah itu untuk menggambarkan praktik kebudayaan kuno yang membawa
dan mengekspresikan esensi dari kebudayaan tersebut. Para ahli liturgis dan akademisi
menggunakan ritual untuk menunjukkan berbagai praktik ibadah yang telah menjadi mapan
melalui bebagai pengulangan, seperti mendoakan Doa Bapa Kami dan melaksanakan
Perjamuan Kudus.

Buku Tom Driver, Liberating Rites, merupakan sebuah pengujian antropologis dan
teologis terhadap peran ritual yang membentuk, memelihara, dan mengubah kebudayaan
dan agama. Ia mengakui pada awalnya bahwa ritual tidak selalu membangkitkan minat
dirinya. Pada suatu waktu, ia mendapati ritual sebagai suatu subyek yang membosankan.
Pada waktu yang lain, ia bersikap curiga terhadap ritual, yang dianggapnya sebagai praktik-
praktik asoterik dan irasional dari manusia yang lebih primitif dan tidak terdidik.

Driver sependapat dengan klaim dari sebuah kelompok perempuan bahwa: “Ritual
adalah lisensi yang kita berikan satu sama lain dan kepada Allah untuk mengenakan warna-
warni terang dan bergerak dalam lingkaran, serta mengklaim momen tersebut sebagai suatu
kairos. Hanya ketika ada kematian maka ritual itu berhenti. Tampanya, kita secara harafiah
telah mati. “Driver menolak pandangan bahwa ritual adalah praktik-praktik di mana manusia
bebas untuk mengembangkannya.

Carl Dudleybdalam sebuah artikel di Christian Ministry menyebutkan tiga dimensi


esensial dari ritual.
Pertama, ritual lebih bersifat fisik daripada mental. Berbagai ritual bukanlah sekadar
latihan-latihan mental. Mereka adalah hal-hal yang kita lakukan, sering kali dramatis.
Kedua, ritual lebih bersifat komunal daripada pribadi. Walaupun suatu pasangan
secara legal telah menikah ketika pendeta menandatangani surat pernikahan, mereka
benar-benar telah menikah ketika janji-janji telah diutarakan dan diteguhkan dengan sebuah
ciuman di depan para saksi yang diundang.
ketiga, ritual membebaskan mereka yang berada dalam ibadah untuk melihat di
dalam dan melampaui diri mereka sendiri. Organ otak kita dapat mengolah begitu banyak
data. Ketika otak kita diselaraskan dengan hati kita dan seluruh indra perasa kita yang
lainnya, kita dapat berproses lebih banyak lagi. Dengan cara yang sama, berbagai ritual
ditinggkatkan dan dijadikan nyata ketika mereka menyatukan pikiran dan hati, penglihatan,
pendengaran, penciuman, dan indra peraba. Di antara banyak pemberian yang ditawarkan
oleh ibadah kepada umat adalah penemuan kembali kekuatan dari berbagai ritual dalam
memperkaya dan menguah kehidupa kita.

LITURGI

Kata “liturgi” mendapat penghargaan yang lebih besar daripada ritual dalam bahasa
percakapan umum. Bagi banyak orang, kata itu sinonim dengan “bau-bauan dan bunyi-bunyi
bel”, atau mengenang berbagai ingatan rutin yang kering. Suatu pemahaman yang umum,
tetapi tidak lengkap, tentang liturgi adalah hal itu merupakan sebuah bentuk yang tetap dari
ibadah umum.

Rasul paulus menulis dalam 1 Korintus 12:7 “ Tetapi kepada tiap-tiap orang
dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama.” Dari konteks perikop itu jelas
bahwa Paulus sedang berbicara tentang apa yang diperlukan bagi kehidupan liturgis dari
suatu komunitas. Setiap anggota membawa suatu persembahan istimewa untuk
percampuran liturgis, berkontribusi pada pengalaman ibadah dari keseluruhan tubuh.

IBADAH

Ibadah adalah kata yang umum dan inklusif bagi berbagai peristiwa (ritual-ritual)
yang menegaskan kehidupan ketika gereja menyelenggarakan pertemuan bersama guna
mengekspresikan imam mereka (liturgi) dalam puji-pujian, mendengarkan Firman Allah, dan
merespons kasih Allah dengan berbagai karunia dari kehidupan mereka. Gereja-gereja
melakukan banyak hal, tetapi yang paling umum dan terpenting yang dilakukan oleh suatu
gereja adalah ibadah. Ibadah adalah sumber dasar bagi segalanya dari gereja dan apa yang
dilakukannya. Jika ibadah suatu gereja kekurangan integritas, autentisitas, keramahan,
vitalitas, dan keyakinan, kita bisa mengatakan bahwa hal-hal ini akan juga kurang dalam
kehidupan yang lainnya.

BAB DUA

IBADAH YANG SESUAI DAN BERHASIL

Sebuah klinik kesehatan yang berada di suatu lingkungan merupakan suatu


organisasi komunitas. Sebuah rumah sakit tempat pembelajaran universitas merupakan
suatu institusi yang sangat luas. Keduanya memiliki pelanyanan kesehatan yang umum,
tetapi sulit untuk mengenali mereka kendati keduanya memiliki ladang usaha yang sama.
Jumlah dan sifat hubungan-hubungan membuat semuanya berbeda dalam cara bagaimana
ia merasakan dan berfungsi.

HUBUNGAN MENDEFINIDIKAN GEREJA

Di setiap organisasi, terdapat beberapa tingkat hubungan – intim, sejati, fungsional,


dangkal, dan tidak eksis. Cara sebuah organisasi merasakan dan berfungsi itu ditentukan
oleh jumlah dan kedalam berbagai hubungan yang ditampilkan ketika semua itu
dikumpulkan. Formula matematis berikut ini mengidentifikasikan jumlah hubungan dalam
setiap kelompok, yang kemudian akan menentukan bagaimana ia berfungsi.

APA GEREJA KECIL ITU?

Dalam berbagai prestasi tentang gereja kecil, pertanyaan yang paling sering muncul
adalah: Bagaimana Anda mendefenisikan gereja kecil? Saya memilih untuk menjawab
bahwa gereja itu kecil ketika ia memenuhi keduah puluh tujuh karakteristik sebuah gereja
kecil yang diurutkan pada bagian pendahuluan buku ini. Beberapa telah mendefinisikan
gereja kecil dengan apa yang mereka anggap tidak dapat mereka lakukan, seperti membayar
gaji purnawaktu, menawarkan berbagai program pelayanan purnawaktu, memelihara
bangunan pelayanan purnawaktu, atau memiliki cukup sukarelawan untuk menjadi staf
berbagai organisasi tradisional gereja.

IBADAH DENGAN JUMLAH KURANG DARI SERATUS ORANG

Perhatian utama dari buku ini adalah ibadah di Gereja-gereja Prsekutuan dan kecil,
gereja-gereja dengan jumlah kurang dari seratus orang dalam ibadah. Karena dua kategori
digabungkan, berbagai perbedaan dapat diharapkan muncul, bahkan di antara gereja-gereja
dengan jumlah kurang dari seratus orang. Ini adalah gereja-gereja yang saya memiliki
pertalian khusus. Ini adalah suatu ukuran yang hampir seluruhnya diabaikan di dalam
literatur tentang ibadah.

TANTANGAN BAGI JEMAAT YANG LEBIH KECIL

Mungkin terdapat banyak masalah dan tantangan untuk dihadapi ketika Anda
mengadakan ibadah dengan jumlah peserta kurang dari seratus orang. Gereja anda mungkin
tidak mampu untuk menyediakan pendeta purnawaktunya sendiri. Anda tidak sendirian.
Paling tidak, sepertiga dari gereja-gereja Protestan memiliki para pendeta yang bukan
berstatus purnawaktu. Saya pernah mengalaminya dan bergantung pada pendapatan
tambahan dibanyak pelayanan saya-dan saya menyukainya. Banyak gereja berbagai seorang
pendeta dengan gereja lain. Hal ini membutuhkan kerja sama dan keluwesan terendiri,
tetapi itu bisa dilakukan. Banyak gereja berhubungan sangat baik dengan para pendeta
awan yang berkomitmen dan berbakat. Prinsip dan praktik yang mengikutinya lebih
bergantung pada kreativitas, kepekaan, dan ketelitian daripada berbagai pendekatan
konvensional terhadap gereja dan pelayanan.
Banyak jemaat yang lebih kecil bergumul dengan berbagai kesulitan berkaitan
dengan fasilitas. Beberapa mungkin berupa gereja-gereja kecil yang beribadah di ruangan-
ruangan besar yang dibangun untuk barbagai jemaat yang pernah menjadi besar. Para
arsitek telah dipanggil untuk menyesuaikan ruangan-ruangan ini. Kapel atau ruangan
pertemuan disewa atau dipakai bersama dengan suatu organisasi nirlaba. Gedung-gedung
telah dijual (atau didaur ulang), sementara gereja mengecilkan ukurannya menjadi suatu
ruang keluarga, bagian kuka toko, atau gereja yang berdekatan. Gereja tempat saya
melayani selama empat belas tahhun melakukan merjer dan menemukan kehidupan baru di
dalam sebuah rumah kolonial yang tua. Kafel Metcalf Memorial menjadi sangat ekonomis
dan komunal sementara ia melanyani kami dan komunitas dengan sangat baik.

BAB TIGA

DUA BELAS PRINSIP UNTUK MEMAHAMI IBADAH DENGAN JUMLAH

KURANG DARI SERATUS ORANG

Beberapa prinsip berikut ini sesuai dengan akal sehat yang sederhana. Ide-ide
lainnya mungkin terdengar antara tidak konvensional dan bersifat heretik. Pertimbangkan
kembali asumsi anda, sebagaimana asumsi juga, kemudian buatlah penilaian Anda sendiri.
Semua prinsip berikut ini didasarkan pada dua kenyakinan fundamental. Yang pertama,
berbagai komunitas beriman, berkisar dari dua sampai seratus orang (batas arbitrer yang
saya gunakan disini), dapat beribadah dalam cara yang benar-benar menyenangkan Allah
dan benar-benar menumbuhkan mereka yang terlibat di dalam aktivitas liturgis. Kenyakinan
kedua, jika berbagai jemaat ini berharap untuk benar-benar menyenangkan Allah dan
menyadari potensi dari pengalaman beribadah, mereka harus menyesuaikan ibaah mereka
dengan cara-cara yang sesuai dengan jumlah mereka sebagaimana dengan berbagai
karakteristik yang menentukan mereka yang lainnya.

Saya mendorong baik Anda maupun jemaat Anda untuk berhati-hati


mempertimbangkan ide-ide ini, memikirkannya secara praktis maupun di dalam doa, dan
kemudian tampillah secara kreatif. Ide-ide itu bukanla kata terakhir tentang ibadah dengan
jumlah peserta yang lebih kecil, tetapi saya berharap bahwa ide-ide itu merupakan kata
yang menyegarkan, bahkan kata yang baru. Kedua belas prinsip merupakan konsep yang
perlu dipahami sbelum Anda mulai membangun ibadah untuk jumlah peserta lebih sedikit
dari sratus orang. Kelima belas praktik yang mengikutinya adalah batu-batu bangunan Anda
dalam membangun pengalaman beribadah gereja Anda.

Prinsip # I : ibadah adalah tentang Keberhargaan Allah dan Diri Kita Sendiri

Kita datang beribadah bukan karena kita memang selalu demikian, atau berfikir
bahwa kita memang harus atau tidakmempunyai hal yang lebih baik untuk dilakukan. Bukan
juga karena membayar kita untuk merencanakannya dan melakukannya. Berdasarkan
kataibadah, kita datang beribadah dengan maksud untuk memberikan penghargaan kepada
Allah dan karena Dia memang berharga atau bernilai tinggi bagi kita.

Philips Brooks, pendeta yang terkenal di Trinity Church di Boston, mengajar suatu
kelas pelatihan khotbah. Ia menyela khotbah salah seorang mahasiswa yang tidak
bersemangat dan bertanya, “Apakah kamu berharap untuk mengubah setiap orang di
jemaatmu setiap kali kamu berkhotbah?” Muridnya itu menjawab dengan gagap, “Ya, tidak
setiap orang setiap waktu. “Brooks balik memarahinya, “itulah masalahmu!” ibadah adlah
persoalan memberikan penghargaan kepada Allah dan menemukan keberhargaan dalam
diri kita sendiri sehingga kita dapat membangun keberhargaan di dunia kita. Tidak ada
jemaat yang memiliki terlalu sedikit anggota menjadikannya sebuah tugas yang tidak
berharga.

Prinsip # 2: Ibadah adalah Hal Terpenting yang Dilakukan oleh Gereja Kecil

Gereja yang lebih besar memiliki catatan untu banyak hal-berbagai pelayanan
pendidikan, banyak kesepakatan bagi kelompok kecil, lebih dari satu pelayanan, dan
playanan musik. Gereja yang lebih kecil memiliki kesulitan dalam mengukur bidang-bidang
ini. Akan tetapi, terdapat bidang-bidang yang dapat mereka lampaui dan banggakan. Saling
memperhatikan dan ibadah.

Ibadah adalah hal terpenting yang dilakukan oleh gereja-gereja kecil. Mengapa?
Jawabannya ditemukan dalam 1 Korintus 13, yaitu “tritunggal” iman, pengharapan, dan
kasih. Ketika gereja kecil berkumpul untuk beribadah, imam mereka kepada Allah dan kasih
anugerah –Nya diperkuat. Mereka merasa lebih memiliki pengharapan ketika ikatan yang
menyatukan mereka di dalam komunitas Kristen diperkuat.

Keintiman, kesiapan, dan keterlibatan adalah beberapa karakteristik terpenting dari


ibadah gereja kecil. Dalam pengaturan semacam itu, orang-orang lebih cenderung
merasakan kehidupan mereka tersentuh dan kebutuhan mereka terpenuhi daripada ketika
mereka semata-mata hanya menjadi sekumpulan wajah di tengah kerumunan orang.

Satu hal yang dapat ditaawarkan oleh gereja kecil, yang sulit dilakukan oleh gereja
besar, adalah komunitas: suatu tempat di mana dan dengan siapa orang-orang dapat
berhubungan, memberikan kontribusi, dan mempunyai rasa memiliki. Komunitas mungkin
merupakan keinginan terbesar yang tidak dapat ditemui oleh orang-orang daam
kebudayaan kita. Lebih dari apa pun juga, gereja kecil dan ibadahnya merupakan ukuran
yang tepat dalam menyediakan hal-hal tersebut.

Tampa pengalaman ibadah yang nyata dan memberi pelepasan, sebuah gereja kecil
tidak memiliki keberanian untuk melanjutkan apa pun, dan mungkin memang ia tidak
seharusnya melanjutkannya. Jika suatu gereja memang memiliki pengalaman seperti itu, ia
akan berani menghadapi setiap rintangan dan mempertaruhkan segalanya untuk dalam
ibadah: kepedulian, pendidikan, pelayanan yang mengjankau, dan tugas-tugas organisatoris.
Prinsip 3 #: Gereja yang Lebih Kecil Dapat Beribadah dengan Lebih Baik

Salah satu kegembiraan dan rasa frustasi terbesar saya adalah menghadapi
perkumpulan denominasional, regional, dan nasional atau pristiwa oikumenis. Ini
merupakan cara yang megah dan formal. Para ahli bahasa yang terbaik menghasilkan liturgi
yang berat dan lambat. Sebayak mungkin petugas dan perwakilan dari kelompok-kelompok
etnis dan kepentingan yang berbeda diberikan tugas tertentu dalam pelayanan untuk
memimpin . banyak yang menghabiskan waktunya di depan mikrofon, seakan itulah
kesempatan terakhir yang diberikan Allah bagi mereka untuk mencrahkan dunia.

Prinsip # 4: Gereja Kecil Lebih Mengalami Allah sebagai Yang Imanen daripada
Yang Transenden (dan Mereka Lebih Memilih Yesus dan Roh Kudus)

Teiologi secara sederhana didefinisikan sebagai pembicaraan tentang Allah, tetapi


lebih lengkapnya adalah untuk memaahami teologi sebagai berbicara mengenai
pengalaman akan Allah.

Prinsip # 5: Lebih dari Sekedar Ibadah yang Terjadi Ketika Mereka Datang untuk
beribadah

Dalam the Big Small Church Book, saya menggambarkan setiap gereja yang beriman
dan efektif sebagai sebuah perusahaan 3-M. Ketiga M itu adalah ketiga persyaratan yang
diperlukan oleh sebuah gereja untuk menjadi gereja yang beriman dan efektif –Ministry
(pelayanan), Mission (misi), dan Maintenance (pemeliharan)

Ministry (pelayanan) dari gereja adalah apa yang dilakukan oleh gereja untuk
memprlengkapi dirinya sendiri bagi pelaksanaan misinya. Pelayanan gereja terdiri dari tiga
komponen- ibadahdan pemeliharaan spritual, pendidikan, dan pemuridan, dan kasih satu
sama lain.

Mission (misi) dari gereja adalah segala hal yang dilakukan oleh gereja dibalik pintu-
pintunya sebagai tanggapan akan kasih Allah, pembangunan komunitas Allah atau dunia
sebagaimana yang dimaksudkan oleh Allah. Hal ini mencakup pemuridan baik secara
individual maupun tindakan kolektif dari lokal ke global.

Aspek-aspek Maintenance (pemeliharaan) dari gereja adalah hal-hal lain yang harus
dilakukan oleh gereja dengan maksud untuk memenuhi Ministry dan mission-nya secara
beriman dan efektif. Berbagai tanggung jawab pemeliharaan di gereja dan moralnya; uang,
properti, dan berbagai kebijakan; anggota-anggota baru; perekrutan dan pengembangan
kepemimpinan; manajemen komflik; perencanaan; dan memelihara hubungan-hubungan
luar gereja (komunitas dan gereja yang lebih luas).

You might also like