You are on page 1of 16

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian jenis analitik observasional dengan

pendekatan case control (kasus kontrol).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Penumping dan

Puskesmas Banyuanyar Kota Surakarta, karena kedua wilayah tersebut

belum memenuhi target GAIN UCI tahun 2014, yaitu prosentase bayi usia

0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap 90%.

2. Waktu Penelitian

Waktu pengambilan data penelitian dilakukan bulan Maret-Mei 2016

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi sasaran (target populasi) dalam penelitian ini adalah ibu

yang mempunyai anak balita berusia >9 bulan. Populasi terjangkau

(accessible population) dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai

anak balita berusia >9 bulan di wilayah kerja Puskesmas Penumping dan

Puskesmas Banyuanyar Kota Surakarta, dengan jumlah 120 ibu.

36
37

2. Sampel

Dalam penelitian ini subjek dipilih dengan menggunakan teknik fixed

disease sampling. Besar sampel dalam penelitian ini, menurut Hair et al.

(1998) yang dikutip oleh Murti (2013) bahwa rasio antara jumlah subjek

dalam suatu penelitian dan jumlah variabel independen dalam analisis

multivariat dianjurkan sekitar 15 sampai 20 subjek setiap variabel

independen. Dalam penelitian ini menggunakan 5 variabel independen yaitu

persepsi kerentanan, keparahan, ancaman, manfaat, dan hambatan. Total

yang digunakan untuk sampel penelitian ini yaitu 120 responden. Dengan

perbandingan 1:4 untuk kasus:kontrol. Jumlah ibu yang anaknya tidak

mendapat imunisasi lengkap sejumlah 24 orang (kasus) dan ibu yang

anaknya mendapat imunisasi lengkap sejumlah 96 orang (kontrol).

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini meliputi :

a. Ibu yang anaknya sering mengalami sakit demam tinggi pada usia <9

bulan

b. Ibu yang anaknya menderita epilepsi

c. Ibu yang anaknya menderita penurunan daya tahan tubuh, misalnya

AIDS dan kanker

d. Ibu dari anak balita yang tidak bersedia menjadi responden


38

D. Variabel Penelitian

1. Variabel eksogen

a. Persepsi kerentanan

b. Persepsi keseriusan

c. Persepsi manfaat

d. Persepsi hambatan

2. Variabel endogen

a. Persepsi ancaman

b. Kelengkapan status imunisasi

Gambar 3.1 Path analysis hubungan antar variabel

E. Definisi Operasional Variabel

1. Persepsi Kerentanan

a. Definisi: Persepsi individu tentang kemungkinannya terkena suatu

penyakit. Semakin besar risiko yang dirasakan, semakin besar

kemungkinan terlibat dalam perilaku untuk mengurangi risiko


39

b. Alat ukur: Kuesioner

c. Skala pengukuran: Kontinu, untuk kepentingan analisis dan deskripsi,

data diubah menjadi kategorikal dengan kategori rentan dan tidak rentan.

2. Persepsi Keseriusan

a. Definisi: Keyakinan/ kepercayaan individu tentang keseriusan atau

keparahan penyakit. Persepsi keseriusan sering didasarkan pada

informasi medis atau pengetahuan, juga dapat berasal dari keyakinan

seseorang bahwa ia akan mendapat kesulitan akibat penyakit dan akan

membuat atau berefek pada hidupnya secara umum.

b. Alat ukur: Kuesioner

c. Skala pengukuran: Kontinu, untuk kepentingan analisis dan deskripsi,

data diubah menjadi kategorikal dengan kategori serius dan tidak serius

3. Persepsi Ancaman

a. Definisi: Dorongan individu untuk melakukan tindakan pencegahan atau

penyembuhan penyakit yang disebabkan adanya persepsi kerentanan dan

persepsi keseriusan. Namun ancaman yang terlalu besar malah

menimbulkan rasa takut dalam diri individu yang justru menghambatnya

untuk melakukan tindakan karena individu itu merasa tidak berdaya

melawan ancaman tersebut.

b. Alat ukur: Kuesioner

c. Skala pengukuran: Kontinu, untuk kepentingan analisis dan deskripsi,

data diubah menjadi kategorikal dengan kategori mengancam dan tidak

mengancam
40

4. Persepsi Manfaat

a. Definisi: Manfaat yang akan dirasakan jika mengadopsi perilaku yang

dianjurkan. Dengan kata lain, persepsi manfaat merupakan persepsi

seseorang tentang nilai atau kegunaan dari suatu perilaku baru dalam

mengurangi risiko terkena penyakit baik itu keuntungan dari segi fisik

maupun psikis. Orang-orang cenderung mengadopsi perilaku sehat ketika

mereka percaya perilaku baru akan mengurangi risiko mereka untuk

berkembangnya suatu penyakit

b. Alat ukur: Kuesioner

c. Skala pengukuran: Kontinu, untuk kepentingan analisis dan deskripsi,

data diubah menjadi kategorikal dengan kategori bermanfaat dan tidak

bermanfaat

5. Persepsi Hambatan

a. Definisi: Berkaitan perilaku baru yang akan diadopsi, seseorang harus

percaya bahwa manfaat dari perilaku baru lebih besar daripada

konsekuensi melanjutkan perilaku lama. Hal ini memungkinkan

hambatan yang harus diatasi dan perilaku baru yang akan diadopsi.

b. Alat ukur: Kuesioner

c. Skala pengukuran: Kontinu, untuk kepentingan analisis dan deskripsi,

data diubah menjadi kategorikal dengan kategori ada hambatan dan tidak

ada hambatan
41

6. Kelengkapan Imunisasi

a. Definisi: Pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru lahir sampai

usia satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang

perlindungan. Dalam program pemerintah, bayi wajib mendapatkan

vaksin HB, BCG, DPT-Hib, Polio, dan Campak.

b. Alat ukur: Kuesioner

c. Skala pengukuran: Kontinu, untuk kepentingan analisis dan deskripsi,

data diubah menjadi kategorikal dengan kategori lengkap dan tidak

lengkap

F. Instrumen Penelitian

1. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner untuk

mengetahui kelengkapan status imunisasi dan persepsi ibu tentang imunisasi

ditinjau dengan Health Belief Model (HBM). Cara pengambilan data pada

penelitian ini adalah dengan data sekunder, yaitu Kartu Menuju Sehat

(KMS) berisi catatan imunisasi balita dan dengan data primer yaitu dari

responden yang akan langsung mengisi kuesioner yang telah dibuat peneliti.

Kuesioner ini berisi pertanyaan mengenai kelengkapan status

imunisasi dan ketepatan waktu imunisasi pada balita yang berjumlah

5 pertanyaan dengan skor minimal 0 dan maksimal 5. Pertanyaan tentang

persepsi ibu tentang imunisasi ditinjau dengan Health Belief Model (HBM)

berjumlah 124 pertanyaan menggunakan skala Likkert dengan skor minimal

124 dan maksimal 620.


42

2. Kisi-kisi Kuesioner Penelitian

Tabel 3.1 Instrumen untuk mengukur variabel persepsi kerentanan


No. Item Total
Indikator
Favorable Unfavorable Item
1. Risiko 1, 2, 4, 5, 7, 8, 10, 18
11, 13, 14, 16, 17,
19, 20, 22, 23, 25,
26
2. Sikap 3, 6, 9, 12, 15, 18, 9
21, 24, 27
Total 18 9 27

Tabel 3.2 Instrumen untuk mengukur variabel persepsi keseriusan


No. Item Total
Indikator
Favorable Unfavorable Item
1. Keyakinan 1, 4, 7, 10, 13, 16, 2, 5, 8, 11, 14, 17, 18
19, 22, 25 20, 23, 26
2. Kesulitan 3, 6, 9, 12, 15, 18, 9
21, 24, 27
Total 18 9 27

Tabel 3.3 Instrumen untuk mengukur variabel persepsi ancaman


No. Item Total
Indikator
Favorable Unfavorable Item
1. Dorongan 1, 2, 4, 5, 7, 8, 10, 18
11, 13, 14, 16, 17,
19, 20, 22, 23, 25,
26
2. Ketakutan 3, 6, 9, 12, 15, 18, 9
21, 24, 27
Total 18 9 27

Tabel 3.4 Instrumen untuk mengukur variabel persepsi manfaat


No. Item Total
Indikator
Favorable Unfavorable Item
1. Keuntungan Fisik 1, 2, 4, 5, 7, 8, 10, 18
11, 13, 14, 16, 17,
18, 19, 20, 21, 22,
23
2. Kuntungan Psikis 3, 6, 9, 12, 15 5
Total 18 5 23
43

Tabel 3.5 Instrumen untuk mengukur variabel persepsi hambatan


No. Item Total
Indikator
Favorable Unfavorable Item
1. Kerugian 1, 2, 5, 6, 9, 10, 10
13, 14, 17, 18
2. Jarak 3, 7, 11, 15, 19 5
3. Budaya 4, 8, 12, 16, 20 5
Total 20 20

3. Uji Validitas

Menurut Last (2001) yang dikutip oleh Murti (2013), bahwa validitas

pengukuran adalah derajat kebenaran dari suatu kesimpulan yang ditarik

dari sebuah penelitian, yang dipengaruhi dan dinilai berdasarkan metode

penelitian yang digunakan keterwakilan dari sampel penelitian serta sifat

populasi asal sampel. Ada empat macam validitas, yaitu validitas isi, muka,

konstruk dan kriteria. Validitas isi adalah validitas dimana kuesioner dinilai

dengan cara memeriksa tentang item-item pertanyaan di dalam kuesioner

tersebut memang sudah sesuai dengan isi (content) dari masing-masing

variabel yang akan diteliti, khususnya variabel-variabel komposit seperti

kerentaan, keparahan, ancaman, manfaat, dan hambatan. Isi masing-masing

variabel tersebut dinilai kesesuaiannya dengan definisi variabel sebagai

hasil sintesis dari teori-teori yang sesuai, yang umumnya digunakan oleh

peneliti lain dalam penelitian yang serupa sebelumnya dan penelitian para

ahli di bidang penelitian tersebut.

Validitas muka merujuk pada derajat kesesuaian dari penampilan luar

alat ukur dan variabel yang diukur. Penelitian ini menggunakan alat ukur

kuesioner, yang disusun dengan memperhatikan tata bahasa yang baik, jelas

dan tidak membingungkan serta tidak ambigu sehingga susunan pertanyaan


44

masing-masing item dapat dipahami oleh subjek penelitian dengan benar.

Penilaian validitas muka dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.

Pada prinsipnya untuk memastikan validitas muka, peneliti mengkaji sejauh

mana item-item pertanyaan dalam kuesioner telah disusun dengan kalimat

yang baik, jelas, tidak terlalu panjang, dan setiap item pertanyaan hanya

menanyakan sebuah pertanyaan. Sehingga masing-masing item pertanyaan

tidak menimbulkan salah penafsiran, dan jawaban yang diperoleh adalah

jawaban yang sebenarnya (Murti, 2013).

Validitas konstruk merupakan validitas yang merujuk kepada

kesesuaian antara antara hasil pengukuran dari alat ukur yang digunakan

dengan konsep teori dari variabel-variabel yang diteliti. Validitas konstruk

dibagi menjadi dua, yaitu validitas konvergen yang merujuk kepada

kesesuaian antara atribut hasil pengukuran alat ukur dengan konsep teori

yang menjelaskan variabel-variabelnya. Kedua, variabel diskriminan

dimana yang merujuk kepada ketidaksesuaian antara antribut dari variabel

yang tidak diukur dengan alat ukur dengan teori dari variabel tersebut.

Berdasarkan dari tinjauan sejumlah teori, penelitian ini memastikan bahwa

variabel-variabel yang diteliti diukur dengan benar sesuai dengan teori yang

relevan (concurrent validity), dan tidak sesuai dengan teori-teori yang tidak

relevan (discriminant validity) (Murti, 2013).

Menurut Murti (2013), validitas kriteria merujuk kepada kesuaian

antara hasil pengukuran dari sebuah alat ukur dengan alat ukur yang ideal

terhadap variabel yang diteliti. Untuk menilai validitas kriteria dapat


45

menggunakan sebuah alat ukur dengan membandingkannya secara

kuantitatif dengan alat ukur standar emas. Dalam penelitian ini untuk setiap

variabel tidak ada standar emasnya, maka dibuatkan instrumen baru dengan

cara menjadikan sintesis-sintesis dari kajian teori sebagai patokan dalam

pembuatan kuesioner. Karena instrumen ini ada yang bersifat baku dan

belum baku, maka dilakukan uji validitas dan reliabilitas di populasi

sumber dan berada di dalam sampel.

4. Uji Reliabilitas

Pengukuran variabel yang konsisten harus menunjukkan 2 aspek

reliabilitas: (1) Konsistensi internal; dan (2) Stabilitas. Aspek konsistensi

internal merujuk kepada korelasi antar item-item pertanyaan yang masing-

masing bertujuan untuk mengukur suatu variabel komposit yang sama.

Semua item hendaknya dengan homogen mengukur berbagai aspek yang

berbeda dari variabel yang sama, bukan mengukur berbagai aspek yang

berbeda dari variabel yang sama. Menurut Streiner dan Norman (2000)

yang dikutip oleh Murti (2013), alat ukur yang bertujuan untuk mengukur

dan mendeskripsikan sebuah variabel komoposit hendaknya memenuhi

syarat seperti ini: (1) masing-masing pertanyaan hendaknya berkorelasi satu

sama lain, (2) masing-masing pertanyaan hendaknya berkorelasi dengan

skor total pengukuran. Konsistensi internal yang akan diukur secara

kuantitatif dalam penelitian ini dari masing-masing variabel komposit

meliputi: (1) Korelasi item total (Item Total Correlation) dan (2) Reliabilitas

belah paroh (Split Half Reliability).


46

Dalam penelitian ini akan dinilai korelasi item total (item total

correlation), yaitu suatu indikator untuk menilai konsistensi internal alat

ukur dengan menunjukkan kekuatan korelasi antara masing-masing item

dan total pengukuran dikurangi dengan item yang bersangkutan. Karena

dikurangi dengan item yang bersangkutan, maka korelasi item-total disebut

juga korelasi item-sisa (item-rest correlation). Suatu item dapat digunakan

dalam alat ukur jika memiliki korelasi item-total ≥0,20. Apabila item

berkorelasi lebih rendah maka tidak akan digunakan, jika perlu diganti

dengan membuat item baru. Sedangkan apabila item terlalu tinggi (>0,90)

maka perlu diperhatikan ulang karena mungkin merupakan akibat dari

redundansi (duplikasi) pengukuran, sehingga salah satu item perlu

disingkirkan.

Dalam penelitian ini akan dinilai reliabilitas belah-paroh (split-half

reliability) yaitu penilaian konsistensi internal (homogenitas) alat ukur

dengan cara membagi item-item secara random ke dalam dua bagian alat

ukur, lalu mengorelasikan kedua bagian tersebut. Apabila alat ukur memiliki

konsistensi internal, maka kedua bagian akan berkorelasi tinggi.

Penunjukkan item secara random bertujuan untuk kedua bagian alat ukur

agar memiliki varian yang sama. Reliabilitas Belah-Paroh yang akan dinilai

dalam penelitian ini adalah Alpha () Cronbach.

Alat ukur menunjukkan konsistensi internal jika memiliki Alpha

Cronbach ≥0.60. Makin tinggi Alpha Cronbach, makin baik (konsisten) alat

ukur. Tetapi ada beberapa keadaan di mana Alpha Cronbach tinggi tidak
47

menunjukkan alat ukur yang baik. Pertama, nilai Alpha Cronbach

tergantung dari besarnya korelasi antar item dan jumlah item di dalam alat

ukur. Jika jumlah item pertanyaan alat ukur banyak, Alpha Cronbach akan

meningkat, meskipun tidak berarti alat ukur tersebut baik. Kedua, apabila

dua buah alat ukur tersebut dengan konstruk yang berbeda digabungkan

membentuk sebuah alat ukur, maka Alpha Cronbach dapat menunjukan nilai

tinggi, namun hal tersebut dapat menyesatkan. Ketiga, jika Alpha Cronbach

terlalu tinggi maka ada kemungkinan telah terjadi redundansi yaitu dimana

sejumlah item menanyakan hal yang sama dari sebuah variabel dengan cara

sedikit berbeda, sehingga dapat mempersempit cakupan alat ukur dan

menurunkan validitas ukur.

Alat ukur yang reliabel menunjukkan konsistensi internal dan

stabilitas pada saat digunakan untuk mengukur variabel subjek penelitian

pada kondisi yang identik. Stabilitas (reprodusibilitas) merupakan alat ukur

yang akan dinilai dalam penelitian ini adalah stabilitas pengukuran pada dua

kesempatan yang dipisahkan oleh interval waktu yang berbeda (test-retest

reliability). Jika variabel yang akan diukur dalam skala kontinu dan

stabilitas pengukuran dikatakan cukup jika hasil pengukuran dari dua waktu

menghasilkan korelasi Pearson (r) ≥ 0,50. Terdapat sejumlah ukuran

reliabilitas yang dapat digunakan untuk mengukur derajat dari stabilitas alat

ukur (Murti, 2013).

Untuk penelitian ini, telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas

kuesioner. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada 20 responden dalam


48

populasi terjangkau. 50% responden uji validitas dan reliabilitas yaitu

sebesar 10 orang responden yang berasal dari wilayah kerja Puskesmas

Penumping dan 50% sisanya, yaitu sebanyak 10 orang responden yang

berasal dari wilayah kerja Puskesmas Banyuanyar. Hasil yang didapat dari

uji validitas dan reliabilitas adalah tidak ada item pertanyaan yang

dikeluarkan karena tiap item pertanyaan memiliki korelasi item-total ≥0,20

dengan Alpha Cronbach ≥0.60.

G. Analisis Jalur

Analisis jalur digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh suatu

variabel lainya baik pengaruh secara langsung maupun tidak langsung.

Besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat disebut koefisien

jalur. Sedangkan koefisien jalur sendiri tidak memiliki satuan jadi dapat

disimpulkan bahwa semakin besar koefisien jalur maka akan semakin besar

pula pengaruh yang diberikan dari variabel itu. Syarat-syarat yang diperlukan

adalah hubungan antara variabel merupakan hubungan linier, semua variabel

residu tidak mempunyai korelasi satu sama lain, pola hubungan antar variabel

adalah rekursif, skala pengukuran baik variabel bebas maupun variabel terikat

sekurang-kurangnya adalah interval.

Menurut Murti (2015) langkah-langkah dalam melakukan analisis data

dengan menggunakan analisis jalur, yaitu sebagai berikut:

1. Spesifikasi model

Didalam spesifikasi model digambarkan hubungan antara variabel-

variabel yang akan diteliti. Variabel yang diteliti dibedakan menurut


49

variabel eksogen, intervening variable dan variabel endogen. Variabel

eksogen adalah variabel yang di dalam model tidak dipengaruhi variabel

lain. Penelitian ini terdiri dari empat variabel eksogen yaitu persepsi

kerentanan, keseriusan, manfaat dan hambatan. Intervening variable adalah

variabel yang dipengaruhi dan mempengaruhi variabel lain. Dalam

penelitian ini, yang dimaksud intervening variable adalah persepsi ancaman.

Variabel endogen adalah variabel yang dipengaruhi variabel lain. Variabel

endogen dalam penelitian ini yaitu kelengkapan status imunisasi. Dalam

penelitian ini terdapat enam variabel yang terukur (observed variable) yaitu

persepsi kerentanan, keseriusan, ancaman, manfaat, hambatan dan

kelengkapan imunisasi.

Model analisis jalur tersebut dispesifikasikan sesuai dengan teori Woo

dan Mc Eneaney (2010); Price dan Wilson (2006); Perry dan Potter (2006);

Varney (2006); Mandhubala dan Jyoti (2012); Kordi et al. (2003), termasuk

hubungan antara variabel yang mempengaruhi maupun variabel yang

dipengaruhi, serta variabel yang berkorelasi atau berkovariasi.

2. Identifikasi model

Disini dilakukan identifikasi jumlah variabel yang terukur, jumlah

variabel endogen, variabel eksogen, dan parameter yang akan diestimasi.

Pada tahap ini dihitung degree of freedom (df) yang menunjukan analisis

jalur bisa dilakukan.


50

Rumus degree of freedom sebagai berikut :

df = ( jumlah variabel terukur x ( jumlah variabel terukur + 1) / 2 –

( variabel endogen + variabel eksogen + jumlah parameter)

Analisis jalur bisa dilakukan apabila df ≥ 0, jika df = 0 maka model

analisis jalur disebut identified. Sedangkan apabila df > 0 maka model

analisis jalur disebut over identified dan jika df < 0 maka dikatakan model

analisis jalur tersebut under identified.

3. Kesesuaian model

Model analisis jalur yang dibuat oleh peneliti berdasarkan teori dicek/

dites kesesuaianya dengan model hubungan variabel yang terbaik menurut

komputer (SPSS) disebut model saturasi, yang dibuat berdasarkan data

sampel yang dikumpulkan peneliti. Jika tidak ada perbedaan yang secara

statistik signifikan antara kedua model tersebut maka model yang dibuat

oleh peneliti merupakan model yang sesuai dengan data yang

mencerminkan realitas hubungan antara variabel. Indikator yang

menunjukan kesesuaian model analisis jalur yang dibuat peneliti dan model

saturasi sebagai berikut:

1) Chi kuadrat (CMIN) bernilai kecil, dengan p ≥ 0,05

2) GFI, NFI, CFI masing-masing bernilai ≥ 0,90

3) RMSEA bernilai ≤ 0,05

4. Estimasi parameter

Hubungan sebab akibat variabel ditunjukan oleh koefisien regresi (b),

baik yang belum terstandarisasi (unstandardized) maupun yang sudah


51

distandarisasi (standardized). Koefisien regresi yang belum terstandarisasi

menunjukan hubungan variabel independen dan dependen dalam unit

pengukuran yang asli. Koefisien regresi dengan standarisasi telah

memperhitungkan standard error masing-masing sehingga besarnya

estimasi koefisien regresi antara satu variabel independen dengan variabel

yang lain bisa dibandingkan kepentingan relatifnya.

5. Respesifikasi Model

Jika model yang dibuat peneliti tidak sesuai dengan data sampel

sebagai mana ditunjukan oleh model saturasi dan juga terdapat koefisien

regresi yang bernilai sangat kecil mendekati nol serta secara statistik tidak

signifikan, maka perlu dibuat ulang model analisis jalur sehingga diperoleh

model yang sesuai dengan data sampel.

You might also like