You are on page 1of 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIABETES MELLITUS TIPE II


DIRUMAH SAKIT TK III.REKSODIWIRYO PADANG DIRUANG III

Disusun untuk memenuhi tugas


Praktek Klinik KMB III

Disusun Oleh :
DELLA SEPNITA
1914201012

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING KLINIK

(Ns.Hidayatul Rahmi,M.Kep) ( )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah yang maha esa karena telah melimpahkan rahmat-nya berupa kesempatan dan
pengetahuan sehingga saya dapat menyelesaikan tugas laporan yang berjudul “diabetes melitus tipe 2”
Laporan ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah keperawatan medikal bedah 3 dengan dosen Ns
hidayatul rahmi,M.Kep.tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada dosen pengampu yang telah memberikan arahan
dan bimbingan dalam pembuatan laporan pendahuluan.akhirnya penulis menyampaikan terima kasih atas perhatiannya dan
kami berharap semoga bermanfaat bagi kami khususnya dengan segala kerendahan hati saran dan kritikan yang kontruksif
sangat penulis harapkan.

Padang 31 januari 2023


DAFTAR ISI

Kata pengantar.................................................................................................................................................
Daftar isi...........................................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar belakang ....................................................................................................................................
2. Rumusan masalah...............................................................................................................................
3. Manfaat penulisan...............................................................................................................................
BAB II TEORITIS
1. Defenisi..................................................................................................................................................
2. Etiologi Dan Faktor Resiko.................................................................................................................
3. Tanda dan gejala.................................................................................................................................
4. Pemeriksaan penunjang....................................................................................................................
5. Komplikasi..........................................................................................................................................
6. Penatalaksanaan.................................................................................................................................
7. Woc.......................................................................................................................................................
8. Konsep Asuhan keperawatan teoritis...............................................................................................
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan.......................................................................................................................................
2. Saran.................................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes melitus tipe 2 disebut juga dengan DM tidak tergantung insulin (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
[NIDDM]) yang disebabkan oleh penurunan sensitivitas jaringan target terhadap efek metabolik insulin yang sering
disebut sebagai resistensi insulin (Guyton & Hall, 2012). Prevalensi DM tahun 2017 sebesar 8,8% (total penduduk dunia
usia 20-79 tahun : 4,84 miliar jiwa) diprediksi meningkat hingga 9,9% total (total penduduk dunia usia 20-79 tahun : 4,84
miliar jiwa) tahun 2045. Indonesia menempati urutan nomor 6 setelah Cina, India, USA, Brazil, Mexico pada tahun 2017.
Jumlah Penderita DM di Indonesia juga terbilang tinggi, dilihat dari laporan IDF bahwa jumlah penderita DM sebanyak
10,3 juta jiwa pada tahun 2017 dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2045 sebanyak 16,7 juta jiwa (International
Diabetes Federation, 2017). Prevalensi komplikasi penderita diabetes melitus tipe 2 ini cenderung meningkat dan semakin
memburuk disebabkan karena ketidakmampuan penderita dalam mengelola penyakitnya secara mandiri (American
Diabetes Association, 2018). Dalam hal ini manajemen diri menjadi sangat penting dalam pengobatan diabetes mellitus.
Perawatan diri adalah salah satu manajemen diri diabetes mellitus dan perlu untuk mendapatkan kontrol glikemik yang
memadai (Musmulyadi, M., Malik Z. M., & Mukhtar, 2019). Perawatan diri atau self care yang dilakukan seseorang atau
masyarakat didasari oleh pengetahuan, sikap, efikasi diri/ keyakinan diri, tradisi, dan sebagainya dari orang atau
masyarakat yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010). Pada dasarnya semua manusia mempunyai kebutuhan untuk
melakukan perawatan diri dan mempunyai hak untuk melakukan perawatan diri secara mandiri (Sari, 2012).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian diabetes melitus?
2. Apa etiologi dan resiko diabetes melitus?
3. Apa tanda dan gejala ?
4. Apa pemeriksaan penunjang?
5. Apa komplikasi diabetes melitus?
6. Bagaimana penatalaksanaan?
C. Manfaat penulisan
Penulisan laporan ini diharapkan dapat memberi manfaat Untuk menambah pengetahuan tentang konsep terjadinya
diabetes melitus (DM)
BAB II
PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Diabetes Mellitus

1. Definisi

Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan penyakit gangguan metabolik yaitu ditandai oleh kenaikan gula
darah disebabkan oleh penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas atau gangguan fungsi insulin. Kadar
insulin menurun atau berada dalam rentang normal karena insulin tetap dihasilkan oleh sel pankreas
namun terjadi resistensi insulin. DM tipe 2 disebut juga dengan non insullin dependent diabetes
mellitus(Fatimah,2015).
Menurut WHO (2016), diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit kronis yang disebabkan karena pankreas
mengalami penurunan saat memproduksi hormon insulin yang cukup atau ketika insulin yang digunakan
tubuh tidak efektif. Penderita didiagnosa DM ketika kadar glukosa darah puasa lebih dari 126 mg/dl atau
kadar glukosa darah sewaktu lebih dari 200 mg/dl.

2. Etiologi

Faktor lingkungan dan gaya hidup merupakan penyebab semakin meningkatnya kasus diabetes mellitus tipe
2. Gaya hidup dengan mengkonsumsi karbohidrat yang tinggi serta aktivitas fisik yang kurang
menyebabkan terjadinya diabetes mellitus tipe 2. Faktor resiko DM tipe 2 yaitu obesitas, usia, riwayat DM
tipe 2 dalam keluarga, BBLR, dan orang asia termasuk kedalam golongan rentan mengalami DM tipe 2.
Menurut Buraerah (2010), Faktor penyebab diabetes mellitus tipe 2 adalah kekurangan insulin secara relatif
maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi karena :
a) Sel sel pankreas rusak karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia, dan lain-lain)
b) Desensitasi yaitu menurunya reseptor glukosa pada kelenjar pankreas
c) Kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer
Menurut Smeltzer (2002), DM tipe 2 disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resisten insulin. Retensi insulin
adalah menurunnya kemampuan insulin untuk merangsang glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati.
3. faktor resiko

Berikut ini adalah faktor resiko yang dapat terkena DM Tipe II, antara lain:

1) Usia ≥ 45 tahun

2) Usia lebih muda, terutama dengan indeks massa tubuh (IMT) >23 kg/m2 yang disertai dengan faktor resiko:

a. Kebiasaan tidak aktif

b. Turunan pertama dari orang tua dengan DM

c. Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram, atau riwayat DM gestasional

d. Hipertensi (≥140/90 mmHg)

e. Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dl

f. Menderita polycyctic ovarial syndrome(PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin

g. Adanya riwayat toleransi glukosa yang terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya

h. Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular

3) Obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk apel)

4) Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat

5) Kurang gerak badan

6) Faktor genetik

7) Konsumsi obat-obatan yang bisa menaikkan kadar glukosa darah

8) Stress (FKUI, 2011)

4. Manifestasi Klinik

Menurut Fitriyani (2012), Pada penderita DM tipe 2 dapat menimbulkan gejala yang bermacam-macam antar
penderita satu dengan lainnya, bahkan ada penderita DM yang tidak menunjukkan gejala khas DM sampai waktu tertentu.
Manifestasi klinis DM tipe 2 dibagi menjadi akut dan kronik. Gejala akut yaitu : polidipsia (banyak minum), poliphagia
(banyak makan), poliuria (banyak kencing/ sering kencing di malam hari), nafsu makan bertambah namun berat badan
menurun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), dan mudah lelah.

Gejala kronik DM tipe 2 yaitu : kebas, kesemutan, kulit terasa ditusuk jarum dan terasa panas, kram, mudah
mengantuk, gigi mudah goyah dan mudah lepas. Pada pria dapat mengakibatkan impoten, pada ibu hamil sering terjadi
keguguran atau kematian janin dalam kandungan (PERKENI,2011).

Tanda dan gejala spesifik DM Tipe II, antara lain:

a. Penurunan penglihatan

b. Poliuri ( peningkatan pengeluaran urine ) karena air mengikuti glukosa dan keluar melalui urine.

c. Polidipsia (peningkatan kadar rasa haus)akibat volume urineyang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan
dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti
penurunan gradien konsentrasi keplasma yang hipertonik (konsentrasi tinggi) dehidrasi intrasel menstimulasi
pengeluaran hormon anti duretik (ADH, vasopresin)dan menimbulkan rasa haus

d. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat kataboisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk
menggunakan glukosa sebagai energi. Aliran darah yang buruk pada pasien DM kronis menyebabkan kelelahan
e. Polifagia (peningkatan rasa lapar) akibat keadaan pascaabsorptif yang kronis, katabolisme protein dan lemak dan
kelaparan relatif sel. Sering terjadi penurunan berat badan tanpa terapi

f. Konfusi atau derajat delirium

g. Konstipasi atau kembung pada abdomen(akibat hipotonusitas lambung)

h. Retinopati atau pembentukan katarak

i. Perubahan kulit, khususnya pada tungkai dan kaki akibat kerusakan sirkulasi perifer, kemungkinan kondisi kulit kronis
seperti selulitis atau luka yang tidak kunjung sembuh, turgor kulit buruk dan membran mukosa kering akibat dehidrasi

j. Penurunan nadi perifer, kulit dingin, penurunan reflek, dan kemungkinan nyeri perifer atau kebas

k. Hipotensi ortostatik (Jaime Stockslager L dan Liz Schaeffer,2007)

5. Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendiagnosis DM tipe 2 yakni dengan melakukan pemeriksaan glukosa darah dan pemeriksaan glukosa peroral
(TTGO). Pemeriksaan C-peptide dilakukan untuk membedakan DM tipe 2 dan DM tipe 1 (Fatimah,2015):

a. Pemeriksaan Glukosa Darah Glukosa Plasma Vena Sewaktu

Pada penderita DM tipe 2 dilakukan dengan manifestasi klinis seperti poliuria, polidipsia, dan polifagia. Gula
darah sewaktu yaitu pemeriksaan gula darah tanpa memandang terahir kali makan. Dengan pemeriksaan gula
darah sewaktu diagnosis DM tipe 2 sudah dapat ditegakkan. Jika kadar glukosa darah sewaktu >200mg/dl
(plasma vena) maka sudah bisa dikatakan DM.

b. Glukosa Plasma Vena Puasa

Pada pemeriksaan ini, klien dipuasakan 8-12 jam sebelum tes dengan menghentikan semua obat yang
dikonsumsi. Interpretasi pemeriksaan gula darah puasa yaitu kadar glukosa plasma puasa < 110 mg/dl
dinyatakan normal, ≥126 mg/dl adalah diabetes melitus, sedangkan antara 110-126 mg/dl disebut glukosa darah
puasa terganggu (GDPT). Pemeriksaan ini lebih efektif dibandingkan TTGO

c. Glukosa 2 jam post prandial (GD2PP)

Tes ini dilakukan jika ada kecurigaan DM. Klien makan makanan yang mengandung 100 gr karbohidrat
sebelum puasa dan menghentikan olahraga dan rokok. Klien didiagnosa DM jika kadar glukosa darah ≥ 200
mg/dl, sedangkan nilai normalnya ≤ 140. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140
mg/dl tetapi < 200 mg/dl.

d. Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) Pemeriksaan TTGO dilakukan jika pemeriksaan
glukosa sewaktu hasilnya berkisar 140-200 mg/dl. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan ditegakkan
diagnosa DM atau tidak. Menurut WHO (2006), cara melakukan TTGO dengan cara melarutkan 75gram
glukosa pada dewasa, dan 1,25 mg pada anak-anak yang dilarutkan dalam air 250-300 ml dan dihabiskan dalam
waktu 5 menit.TTGO dilakukan minimal pasien telah berpuasa selama minimal 8 jam. Hasil TTGO yaitu :
Toleransi glukosa normal apabila ≤ 140 mg/dl, Toleransi glukosa terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140
mg/dl tetapi < 200 mg/dl, dan Toleransi glukosa ≥ 200 mg/dl disebut diabetes melitus.

e. Pemeriksaan HbA1c

HbA1c adalah reaksi antara glukosa dan hemoglobin , yang tersimpan dan berada dalam eritrosit selama 120
hari. Kadar HbA1c tergantung pada kadar glukosa dalam darah. HbA1c merupakan gambaran rata-rata kadar
gula darah selama 3 bulan. Pemeriksaan gula darah menunjukkan hasil tes gula darah.
6. Komplikasi

1. Komplikasi Akut

a. Hipoglikemia, yaitu kadar gula dalam darah berada dibawah nilai normal < 50 mg/dl

b. Hiperglikemia, yaitu suatu keadaan kadar gula dalam darah meningkat secara tiba – tiba dan dapat berkembang
menjadi metabolisme yang berbahaya.

2. Komplikasi Kronis

a. Komplikasi makro vaskuler, yang biasanya terjadi pada pasien DM adalah pembekuan darah di sebagian otak,
jantung koroner, stroke, dan gagal jangung kongestif

b. Komplikasi mikro vaskuler, yang biasanya terjadi pada pasien DM adalah nefropati, diabetik retinopati
(kebutaan), neuropati, dan amputasi (Perkeni, 2015).

7. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmokologi

a. Penatalaksanaan Farmakologi

1) Antidiabetik oral

Indikasi antidiabetik oral ditunjukkan untuk paseien DM tipe 2 ringan sampain sedang yang gagal dikendalikan
dengan pengaturan asupan energi dan karbohidrat serta olah raga. Obat golongan ini ditambahkan setelah 4− 8 minggu
upaya diet dan olah raga dilakukan, kadar gula darah tetap diatas 200mg% dan HbA1c diatas 8%. Jadi obat ini bukan
menggantikan upaya diet, melainkan membantunya. Pemilihan terapi menggunakan antidiabetik oral dapat dilakukan
dengan satu jenis obat atau kombinasi. Pemilihan dan penentuan regimen antidiabetik oral yang digunakan harus
mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit DM serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-
penyakit lain dan komplikasi yang ada.Dalam hal ini obat hipoglikemik oral adalah termasuk golongan sulfonilurea,
biguanid, inhibitor alfa glukosidase dan insulin sensitizing

2) Insulin

pada pasien DM tipe 2 yang memburuk, penggantian insulin total menjadi kebutuhan. Insulin merupakan hormon yang
mempengaruhi metabolisme karbohidrat maupun metabolisme protein dan lemak. Fungsi insulin antara lain
menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel–sel sebagian besar jaringan, menaikkan penguraian glukosa secara
oksidatif, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta mencegah penguraian glikogen, menstimulasi
pembentukan protein dan lemak dari glukosa.

b. Penatalaksanaan non Farmakologi

1) Edukasi

Perawat memberikan informasi kepada klien yang membutuhkan perawatan diri untuk memastikan kontinuitas
pelayanan dari rumah sakit ke rumah. Sebagai seorang edukator pembelajaran yang diberikan perawat ke klien adalah
health education yang berhubungan dengan semua tahap kesehatan dan tingkat pencegahan. Hasil penelitian yang
Wong, dkk menunjukkan bahwa intervensi edukasi telah meningkatkan pengetahuan tentang DM tipe 2 dan
pemeliharaan diri penderita DM tipe 2 yang berdampak terhadap jaminan kesehatan penderita DM tipe 2 jangka
panjang dalam mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas mendekati normal.

2) Terapi gizi medis

Hal penting yang harus dilakukan penderita DM tipe 2 adalah pengelolaan diet. Tujuannya adalah membantu penderita
memperbaiki gizi dan dapat mengontrol metabolik yang lebih baik. Hal ini bisa dilihat pada pengendalian glukosa,
lipid, dan tekanan darah. Pada penderita DM tipe 2 penatalaksanaan diet berfokus pada pembatasan jumlah energi,
karbohidrat, lemak jenuh, dan natrium. Makanan dianjurkan seimbang dengan komposisi energi dari karbohidrat 45-
65%, protein 10-15%, dan lemak 20-25%.
3) Latihan jasmani

Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan
memperbaiki pengendalian glukosa darah. Tujuan dari latihan jasmani adalah penurunan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas terhadap insulin, jadi pengendalian glukosa darah dapat membaik. Latihan jasmani yang teratur dapat
meningkatkan kontraksi otot, yang menyebabkan permeabilitas membran sel terhadap glukosa meningkat dan
resistensi insulin berkurang. Contoh latihan jasmani yang direkomendasikan untuk penderita DM tipe 2 adalah
jogging, bersepeda santai, dan berenang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Choi (2012)
A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan proses yang terstruktur dan sistematis, mulai dari pengumpulan data, verifikasi data,
dan komunikasi data tentang klien. Pada fase pengkajian ini terdapat 2 langkah yaitu pengumpulan data dari
klien (sumber primer) dan keluarga, tenaga kesehatan (sumber sekunder) serta analisa data untuk diagnosa
keperawatan:
a. Identitas

Penderita DM tipe 2 usia > 30 tahun, dan cenderung meningkat pada usia > 65 tahun. Faktor
pendidikan dan pekerjaan orang yang memiliki pendapatan tinggi cenderung memiliki gaya hidup
dan pola makan yang salah. Konsumsi makanan yang banyak mengandung gula dan lemak. Penyakit
DM banyak dialami orang yang pekerjaan dengan aktivitas fisik sedikit dan wanita memiliki resiko
lebih besar daripada laki-laki (Black,2014).
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan utama
Klien DM tipe 2 biasanya tidak menyadari bahwa mengidap DM sebelum memeriksakan dirinya ke pelayanan
kesehatan. Pola makan dan gaya hidup yang kurang baik menjadi faktor penyebab terbanyak DM tipe 2.
Perawat harus melakukan anamnesis kepada pasien tentang persepsi sehat- sakit, pengetahuan status kesehatan
pasien saat ini, perilaku untuk mengatasi kesehatan dan pola pemeliharaan kesehatan.Karena produksi insulin
yang inadekuat atau karena adanya defisiensi insulin menyebabkan kadar gula darah tidak dapat dipertahankan
sehingga muncul keluhan sering lapar, sering haus, sering buang air kecil, BB menurun, dan mudah lelah.
Status kesehatan penderita DM menjadi terganggu. Mual.
2) Riwayat kesehatan lalu :

Klien DM biasanya memiliki riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti infark miokard, obesitas,
arterosklerosisi, tindakan medis yang pernah dilakukan atau obat-obatan yang biasa dikonsumsi klien
(Bararah,2013).
3) Riwayat kesehatan keluarga :

Riwayat anggota keluarga klien biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau
penyakit keturunan yang bisa mengakibatkan terjadinya defisiensi insulin.

4) Pemeriksaan fisik

Menurut Bararah (2013), pemeriksaan fisik pada klien DM :


a) Kesadaran : klien DM biasanya datang ke RS dalam kondisi composmentis dan mengalami hipoglikemi
akibat reaksi penggunaan insulin yang tidak tepat. Klien biasanya akan mengekuh gelisah, tremor, takikardi, dan
pucat

b) Tanda-tanda vital : terkait dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu, turgor kulit, dan frekuensi
pernafasan.

c) Sistem Tubuh

d) Kepala dan Leher : mengkaji bentuk kepala, kondisi rambut, apakah ada pembesaran pada leher, telinga
berdengung,lidah terasa tebal, air ludah kental,gigi mudah goyah,gusi bengkak dan berdarah, bagaimana
penglihatan mata, apakah kabur, diplopia, dan lensa mata keruh.

e) Sistem Integumen : melihat warna kulit, kuku, suhu kulit, tekstur kulit, mobilitas, dan meraba tekstur
rambut
f)Sistem Pernafasan : sesak napas, batuk, sputum,nyeri dada, karena pada klien DM mudah terkena infeksi.
g) Sistem Kardiovaskuler : menurunnya perfusi jaringan, nadi perifer lemah dan berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, kardiomegalis, dan aritmia.
h) Sistem gastrointestinal : adanya polifagi, polidipsi, mual, muntah, konstipasi, dehidrasi, perubahan berat
badan, obesitas, peningkatan lingkar abdomen.
i)Sistem perkemihan : poliuri, inkontinesia urin, rasa panas atau sakit dalam berkemih
j)Sistem muskoloskeletal : cepat lelah, lemah dan nyeri, penyebaran massa otot, perubahan tinggi badan
k) Sistem neurologis :terjadi penurunan sendoris,parasthesia,letargi,mengantuk,kacau
mental,dandisorientasi
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis atas respon pasien, keluarga, atau komunitas terhadap kesehatan dan
proses kehidupan aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan merupakan dasar atas pemilihan intervensi
keperawatan untuk mencapai hasil yang mana perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat. Berikut adalah
diagnosa keperawatan klien DM menurut NANDA (2018)
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan keseimbangan insulin
b. Devisien volume cairan b.d diuresis osmotik
c. Intoleransi aktivitas b.d fisik tidak bugar, mudah lelah
d. Keletihan b.d penurunan massa otot
e. Nyeri akut b.d hipoksia perifer
f. Defisiensi pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai proses penyakit, perawatan, dan pengobatan
g. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d kurang pengetahuan tentang manajemen penyakit
3. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan (perencanaan) merupakan kegiatan keperawatan yang mencakup peletakan pusat tujuan pada
pasien, menetapkan hasil yang akan dicapai, dan memilih intervensi agar tujuan tercapai. Pada tahap intervensi
adalah pemberian kesempatan pada perawat, pasien dan keluarga atau orang terdekat pasien untuk merumuskan suatu
rencana tindakan keperawatan agar masalah yang dialami pasien dapat teratasi. Intervensi adalah peruntuk tertulis
yang memberikan gambaran tepat tentang rencana keperawatan yang akan dilakukan terhadap pasien berdasarkan .
4. Implementasi keperawatan
Implementasi ialah suatu tindakan yang dilakukan setelah tahapan intervensi guna memodifikasi faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien agar tujuan yang diharapkan tercapai (Nursalam, 2009). Prinsip-prinsip
dalam pelaksanaan implementasi meliputi :
a). Harus berdasarkan dengan respons klien
b). Harus berdasarkan dengan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan, standart pelayanan profesional dan
hukum serta kode etik keperawatan
c). Berdasarkan dengan sumber yang tersedia
d). Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi keperawatan
e). Harus memahami dengan benar mengenai rencana intervensi keperawatan
f). Perawat harus mampu menciptakan sebuah adaptasi untuk meningkatan self care
g).Upaya dalam meningkatkan status kesehatan klien

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tindakan yang digunakan untuk melengkapi proses keperawatan. Evaluasi bertujuan untuk
menentukan apakah tujuan intervensi dapat dicapai secara efektif (Nursalam, 2009). Kriteria keberhasilan yang dicapai
adalah: Pasien diarapkan bisa memahami tentang apa itu penyakit Diabetes Melitus dan bagaimana juga tanda dan
gejala. Pasien juga diharapkan dapat melakukan pencegahaan secara mandiri, Keluarga pasien diharapkann dapat atau
bisa membantu pasien dalam melakukan pencegahan dan pengobatan, serta Pasien diharapkan mampu memahami apa
saja komplikasi yang bisa terjadi pada kasus Diabetes Melitus
.
BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan penyakit gangguan metabolik yaitu ditandai oleh kenaikan gula darah
disebabkan oleh penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas atau gangguan fungsi insulin. Kadar insulin menurun
atau berada dalam rentang normal karena insulin tetap dihasilkan oleh sel pankreas namun terjadi resistensi insulin. DM
tipe 2 disebut juga dengan non insullin dependent diabetes mellitus(Fatimah,2015).
Gejala kronik DM tipe 2 yaitu : kebas, kesemutan, kulit terasa ditusuk jarum dan terasa panas, kram, mudah
mengantuk, gigi mudah goyah dan mudah lepas. Pada pria dapat mengakibatkan impoten, pada ibu hamil sering terjadi
keguguran atau kematian janin dalam kandungan (PERKENI,2011).
Komplikasi Diabetes melitus adalah
1. Komplikasi Akut
a. Hipoglikemia, yaitu kadar gula dalam darah berada dibawah nilai normal < 50 mg/dl
b. Hiperglikemia, yaitu suatu keadaan kadar gula dalam darah meningkat secara tiba – tiba dan dapat berkembang
menjadi metabolisme yang berbahaya.
2. Komplikasi Kronis
a. Komplikasi makro vaskuler, yang biasanya terjadi pada pasien DM adalah pembekuan darah di sebagian otak,
jantung koroner, stroke, dan gagal jangung kongestif
b. Komplikasi mikro vaskuler, yang biasanya terjadi pada pasien DM adalah nefropati, diabetik retinopati (kebutaan),
neuropati, dan amputasi (Perkeni, 2015).

2. SARAN

Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini, akan tetapi pada kenyataannya masih
banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
sangat diharapkan sebagai bahan evaluasi untuk ke depannya. Sehingga bisa terus menghasilkan penelitian dan karya
tulis yang bermanfaat bagi banyak orang
DAFTAR PUSTAKA

Bararah, T. (2013). Asuhan Keperawatan. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.


Black, J. M. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Indonesia: CV Pentasada Media Eduksi.
Buraerah,hakim.2010.Analisis Faktor Resiko Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas
Tanrutedong,Sidenreg Rappon.Jurnal Ilmiah Nasional
Fatimah.,Restyana Noor.2015. Diabetes Mellitus tipe 2.
J Majority:4(5) Fitriyani. 2012. Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Citangkil dan
Puskesmas Kecamatan Pulo Merak Kota Cilegon. Fakultas Kesehatan Masyarakat Program
Studi Sarjana Reguler Kesehatan Masyarakat Departemen Biostatistika Dan Kependudukan Depok Universitas
Indonesia, 1, 102
Harti, A.S. 2015. Mikrobiologi Kesehatan Peran Mikrobiologi Dalam Bidang Kesehatan.
Yogyakarta: Penerbit ANDI, Anggota IKAPI.
PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia 2011.
Semarang: PB PERKENI.
Prabawati, R. K. 2012. Mekanisme Seluler dan Molekular Resistensi Insulin. Tugas Biokimia Program Pasca Sarjana Ilmu
Biomedik Program Double Dolgree Neurologi FakultasKedokteran Universitas Brawijaya

You might also like