You are on page 1of 34

LAPORAN REFERAT OBGIN

STASE OBGSTETRI DAN GENIKOLOGI


LAPORAN REFERAT
“MIOPIA KEHAMILAN”

Oleh:
RASYIDU FABIAN MASHURI
NIM: 220702120040

Pembimbing:
dr. Benny Marcel Pandango, Sp. OG (K)

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM KARSA HUSADA BATU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2023

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv

DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN ............................................................ v

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2

1.3 Manfaat Penulisan ..................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 4

2.1 Definisi dan Klasifikasi Miopia Kehamilan .............................................. 4

2.2 Anatomi Mata ............................................................................................ 4

2.3 Etiologi dan Patogenesis Miopia Kehamilan............................................. 7

2.4 Klasifikasi Miopia Kehamilan ................................................................. 10

2.5 Diagnosis Miopia Kehamilan .................................................................. 11

2.5.1 Penegakan Diagnosis ...................................................................... 11

2.5.2 Prosedur Pemeriksaan Pasien Miopia Kehamilan .......................... 14

2.6 Penatalaksana dan Pencegahan Miopia Kehamilan................................. 18

BAB 3 LAPORAN KASUS .......................................................................... 20

3.1 Identitas Pasien ........................................................................................ 20

3.2 SUBJECTIVE .......................................................................................... 20

3.3 OBJECTIVE ............................................................................................ 21

3.4 ASSESSMENT........................................................................................ 24

3.5 PLANNING ............................................................................................. 24

3.6 FOLLOW UP .......................................................................................... 25

ii
BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................ 26

4.1 Penegakan Diagnosa ................................................................................ 26

BAB 5 KESIMPULAN ................................................................................. 28

5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 28

5.2 Saran ........................................................................................................ 28

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 29

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Bola mata dan otot-otot mata, dinding lateral kavitas orbita
disingkirkan, pandangan lateral. ............................................................................. 4
Gambar 2 Histologi dan fungsi retina. .................................................................... 5
Gambar 3 Bola mata, bulbus okuli, potongan skematik secara horizontal setinggi
nervus optic. ............................................................................................................ 5
Gambar 4 Struktur bilik mata depan. ...................................................................... 6
Gambar 5 Klasifikasi Miopia ................................................................................ 11
Gambar 6 Miopia cresent. ..................................................................................... 12
Gambar 7 Fundus Trigroid .................................................................................... 13
Gambar 8. Alat Oftalmoskopi dan cara pemeriksaan Funduskopi ....................... 16

iv
DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN

(RVF) Gagal ventrikel kanan (RVF)


(TNF-α) tumor necrosis factor alpha (TNF-α)
(rRNA) Ribosone Ribonukleat acid
(CI) indeks jantung (CI),
(IRT) Ibu Rumah Tangga
(KRS) Keluar Rumah Sakit

v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Selama kehamilan sejumlah besar wanita mengalami perubahan dalam


organ tubuhnya misalnya pada kedua mata (okular), perubahan sistemik
terkait hormonal, metabolisme, hematologik, sistem kardiovaskular dan
sistem imunologi.
Pada proses kehamilan akan banyak terjadi perubahan fisiologis
pada seluruh tubuh, salah satunya mata. Kehamilan sering dikaitkan dengan
perubahan okular yang mungkin lebih sering bersifat sementara, tetapi juga
bisa permanen. Hal ini mungkin terkait dengan perkembangan dari kondisi-
kondisi okular yang baru, atau kondisi okular yang sudah ada sebelum
kehamilan.
Efek okular kehamilan mungkin fisiologis atau patologis atau
mungkin modifikasi dari kondisi sebelumnya. Perubahan segmen anterior
termasuk penurunan aliran kapiler daerah konjungtiva dan peningkatan
granularitas konjungtiva terjadi pada venula dan kelengkungan kornea,
perubahan ketebalan kornea, indeks bias, akomodasi dan bias kesalahan, dan
penurunan tekanan intraokular.
Perubahan segmen posterior termasuk memburuknya retinopati,
Pusat serous korioretinopati, peningkatan risiko perifer terjadinya distrofi
vitreokorioretinal dan pelepasan retina, dan efek yang menguntungkan pada
non menular uveitis. Efek okular pada kehamilan dapat dibagi menjadi
perubahan fisiologis, kondisi patologis atau modifikasi dari kondisi yang
sudah ada
Terdapat hubungan yang signifikan antara kehamilan dan miopia.
Insidennya menurun selama kehamilan dan kembali normal setelah
melahirkan. Kehilangan akomodasi terjadi selama dan setelah kehamilan.
Mekanisme yang mungkin terkait dengan perubahan hormon seperti tingkat

1
progesteron yang rendah. Namun, pada trimester ketiga, peningkatan
estrogen dan progesteron sering mengakibatkan penurunan visus dan
perubahan refraksi.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Apa Definisi miopia dalam kehamilan ?

2. Apa saja Faktor Resiko miopia dalam kehamilan ?

3. Dimana saja Lokasi miopia dalam kehamilan ?

4. Bagaimana Perjalanan klinik miopia dalam kehamilan ?

5. Apa saja Diagnosis Banding miopia dalam kehamilan ?

6. Apa saja Diagnosis miopia dalam kehamilan ?

7. Bagaimana Penatalaksanaan miopia dalam kehamilan?

1.3 Manfaat Penulisan


1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui secara menyeluruh teori-teori tentang miopia dalam

kehamilan serta peran bidan untuk miopia dalam kehamilan.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui Definisi miopia dalam kehamilan

b. Untuk mengetahui Faktor Resiko miopia dalam kehamilan

c. Untuk mengetahui Lokasi miopia dalam kehamilan

d. Untuk mengetahui Perjalanan klinik miopia dalam kehamilan

e. Untuk mengetahui Diagnosis Banding miopia dalam kehamilan

f. Untuk mengetahui Diagnosis miopia dalam kehamilan

2
g. Untuk mengetahui Penatalaksanaan miopia dalam kehamilan

1.1 Manfaat Referat

Referat ini sebagai media informasi untuk mahasiswa kesehatan terutama

mahasiswa kebidanan untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan sehingga

lebih memahami kasus-kasus miopia dalam kehamilan dan cara menanganinya

secara tepat.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Klasifikasi Miopia Kehamilan


Miopia adalah kelainan refraksi dimana bayangan benda terletak jauh

difokuskan di depan retina oleh mata yang tidak berakomodasi. Insiden miopia

meningkat terus menerus seiring dengan pertambahan usia. Di USA, prevalensi

miopia diperkirakan 3% pada anak – anak usia 5 – 7 tahun , 8% usia 8 – 10 tahun,

14 % pada usia 11 – 12 tahun dan 25 % pada remaja 12 – 17 tahun. Pada etnis

tertentu, juga menunjukan kejadian yang sama, meskipun presentase tiap

kelompok mungkin berbeda (Cunningham, 2010).

2.2 Anatomi Mata

Gambar 1 Bola mata dan otot-otot mata, dinding lateral kavitas orbita
disingkirkan, pandangan lateral.

4
Gambar 2 Histologi dan fungsi retina.

HUMOUR KORNEA
AQUEOUS
IRIS
KONJUNGTIVA
ZONULA CILIARIS
M. CILIARIS
LENSA
M. RECTUS
MEDIALIS M.RECTUS LATERALIS
HUMOUR KOROID
VITREUS
RETINA
SKLERA
AXIS OPTICUS
AXIS BULBI FOVEA
CENTRALIS
BLIND SPOT
N. OPTICUS

Gambar 3 Bola mata, bulbus okuli, potongan skematik secara horizontal setinggi
nervus optic.

5
Gambar 4 Struktur bilik mata depan.
Sklera berfungsi membentuk jaringan penyambung yang mampu
melindungi mata dari trauma yang berasal dari internal maupun eksternal serta
mempertahankan bentuk bola mata. Kornea dan sklera dihubungkan di limbus.

Kornea merupakan bagian paling terdepan dari mata, terletak di depan iris
dan pupil. Kornea memiliki jaringan saraf yang paling tebal di antara organ dalam
tubuh, nervus yang paling banyak adalah nervus sensorik, merupakan kelanjutan
dari cabang nervus optalmika dari nervus trigeminus. Diameter horizontal kornea
manusia berkisar 11.5 mm dan diameter vertikal berkisar 10.5 mm.

Retina merupakan jaringan yang terletak di permukaan dalam dari mata,


yang mengelilingi cavum vitreus. Selama embriogenesis, retina vertebra
berkembang dari mangkok optik. Bagian belakang terbentuk dari proses
invaginasi vesikel optikus. Retina terlindungi oleh sklera dan kornea

Neural dari retina terdiri atas lima kelas yaitu fotoreseptor, sel bipolar, sel
horizontal, sel amakrin, serta sel ganglion, yang akan menangkap dan memproses
signal cahaya. Sel fotoreseptor terdiri atas dua yaitu sel kerucut dan sel batang.
Pada manusia, jumlah sel batang lebih banyak dari sel kerucut. Sel fotoreseptor

6
bertanggung jawab terhadap fototransduksi, yakni mengubah cahaya menjadi
signal listrik.

Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik


mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat
lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-
menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa
sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa
yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa.

2.3 Etiologi dan Patogenesis Miopia Kehamilan


Etiologi dan patogenesis pada miopia secara umum tidak diketahui secara
pasti dan banyak faktor memegang peranan penting dari waktu ke waktu misalnya
konvergen yang berlebihan, akomodasi yang berlebihan, lapisan okular kongestif,
kelainan pertumbuhan okuler, avitaminosis dan disfungsi endokrin. Teori miopia
menurut sudut pandang biologi menyatakan bahwa miopia ditentukan secara
genetik (Mackensen, 2014).

Pengaruh faktor herediter telah diteliti secara luas. Macam-macam faktor


lingkungan sebelum hamil, saat hamil dan setelah melahirkan telah didapatkan
untuk operasi penyebab miopia. Namun beberapa penelitian wanita hamil dengan
miopia ada kaitannya dengan efek hormonal. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa hormon androgen, estrogen, dan atau reseptor progesteron
yang terdapat di jaringan okular seperti kelenjar lakrimal, kelenjar meibom,
konjungtiva, kornea, iris atau badan siliaris, lensa, retina atau uvea (Goss, 2010).

Selama kehamilan peningkatan risiko miopia atau mengarah ke keadaan


miopia biasanya terjadi. Namun keadaan sebaliknya berkebalikan saat melahirkan
atau tahap menyusui. Adanya estrogen reseptor telah diajukan sebagai penyebab
perubahan fisiologi pada kornea dan lensa selama kehamilan. Selain itu juga
menjadi pemicu terjadinya keadaan miopia yang memburuk dan penurunan
akomodasi (Mackensen, 2014).

7
Kornea menjadi menebal antara 1 dan 16 µm disertai edematosa sekunder
terhadap resistensi cairan dalam kehamilan. Terdapat bukti bahwa selama
kehamilan kornea menebal dan terjadi pengeluaran cairan pada stroma yang
dikaitkan dengan aktivasi dari reseptor estrogen dan juga karena peningkatan
hormonal yang menyebabkan elastisitas dan biomekanikal dari jaringan kornea
(Goss, 2010).

Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa perubahan refraktif selama


kehamilan ditemukan pada 14% kasus wanita hamil yakni ketajaman penglihatan,
gangguan refraktif serta terjadinya miopia, perubahan yang bersifat sementara dan
akan kembali seperti sebelum hamil dalam beberapa bulan setelah persalinan
(Willoughby, 2010)

Kesepakatan umum bahwa terjadinya miopia disebabkan oleh


pertambahan lengkungan lensa, di mana perubahan refraktif berkembang seiring
dengan perubahan lengkungan kornea ataupun ketebalannya Penelitian lain juga
mengemukakan bahwa seseorang yang hamil dengan riwayat gangguan refraktif
sebelumnya maka akan memperburuk fungsi refraktif pada pertengahan usia
kehamilan (Goss, 2010).

Patologi okular telah dianggap sebagai hal yang penting dalam


menentukan metode persalinan. Miopia dan faktor risiko untuk pelepasan retina
(retinal detachment) jarang digunakan sebagai indikasi dilakukan seksio sesarea
sebelumnya (Willoughby, 2010)

Miopia merupakan gangguan refraksi dengan -6 D diklasifikasikan sebagai


miopia tinggi dan di sisi lain juga sebagai miopia patologis dengan komplikasi
seperti katarak, glaukoma, makula degeneratif, dan pelepasan retina (retinal
detachment) yang dapat memicu kebutaan. Pada kehamilan terjadi perubahan
hormonal, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa hormon androgen,
estrogen, dan atau reseptor progesteron yang terdapat di jaringan okular seperti
glandula lakrimal, glandula meibomian, konjungtiva, kornea, iris atau badan
siliaris, lensa, retina atau uvea (Mackensen, 2014).

8
Selama kehamilan, berbagai perubahan fisiologi terjadi pada tubuh akibat
dari perubahan hormonal yang berasal dari plasenta. Adanya plasenta ini
menyebabkan perubahan baik secara sistemik maupun lokal termasuk pada mata.
Ketajaman mata rata-rata berkurang dari trimester pertama hingga trimester
terakhir. Pada keadaan setelah persalinan, ketajaman penglihatan akan kembali
seperti sebelum kehamilan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pizzarel,
melaporkan bahwa seseorang yang menderita miopia gejala yang timbul semakin
memburuk selama kehamilan dibanding dengan yang tidak menderita miopia
(Goss, 2010).

Meskipun terdapat gangguan refraksi yang berbeda sepanjang kehamilan


dan setelah persalinan, perubahan ini tidak begitu berarti. Perubahan pada
ketajaman mata dan gangguan refraksi ini dianggap berkaitan dengan peningkatan
kadar estrogen. Estrogen merupakan hormon yang bersifat menahan cairan. Selain
itu, selama hamil terjadi peningkatan sekresi aldosteron dan mencapai puncaknya
pada akhir kehamilan (Willoughby, 2010).

Oleh karena pengaruh dari estrogen menyebabkan reabsorbsi natrium


berlebih dari tubulus renalis dan terjadi tahanan cairan maka volume darah ibu
meningkat hingga 30% di atas normal. Selain itu, sum-sum tulang meningkat aktif
dan memproduksi sel darah merah seiring dengan peningkatan volume cairan
(Goss, 2010).

Kornea juga mengalami edema yang dikaitkan dengan retensi cairan dari
jaringan okular. Hal ini akan memicu penurunan sensitivitas kornea ibu hamil,
yang dapat menyebabkan masalah misalnya trauma pada pengguna lensa kontak
hingga terjadi iritasi pada mata. Kecenderungan retensi cairan juga
mengakibatkan pengaruh bias yang berarti yaitu dengan penggunaan kaca mata
atau lensa kontak sesering mungkin. Perubahan ini akan berakibat pada ketajaman
penglihatan (Mackensen, 2014).

Peningkatan cairan pada mata dapat berakibat terjadinya miopia yang


bersifat sementara, akibatnya lengkungan kornea menjadi tajam, sehingga sinar

9
yang datang jatuh di depan retina yang disebut dengan keadaan “Miopia” yang
mengakibatkan perubahan ketajaman penglihatan (Willoughby, 2010).

Hormon steroid seperti estrogen dan dehidroepiandrosteron (DHEA,


termasuk kelompok hormon androgen) berfungsi dalam mengatur MMPs (
Matriks Metalloproteinase). Pada percobaan tikus dan sel manusia, estrogen
mampu meningkatkan pengaturan MMP-2 dan/atau MMP-9. Peningkatan
aktivitas dari MMP-2 mempengaruhi perkembangan terjadinya miopia
(Mackensen, 2014).

2.4 Klasifikasi Miopia Kehamilan


Miopia dapat disebabkan oleh panjang bola mata antero-posterior yang
terlalu besar atau kekuatan pembiasan pada media refraksi terlalu kuat
(Willoughby, 2010)

Dikenal dua bentuk miopia, yaitu:

1. Miopia refraktif, yang disebabkan oleh pertambahan indeks bias atau kekuatan
pembiasan pada media penglihatan.

2. Miopia aksial, yang disebabkan oleh pertambahan panjang sumbu


anteroposterior mata.

Menurut derajat beratnya, miopia dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu:

1. Miopia ringan, dengan ukuran lebih kecil dari 3 dioptri.

2. Miopia sedang, dengan ukuran antara 3-6 dioptri.

3. Miopia berat, dengan ukuran lebih besar dari 6 dioptri.

Menurut perjalanannya, miopia dikenal dalam 3 bentuk:

1. Miopia stasioner/simpleks, miopia yang menetap setelah dewasa.

2. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa karena
pertambahan panjang bola mata.

10
3. Miopia maligna/progresif/degeneratif/patologik, miopia yang berjalan secara
progresif, dapat mengakibatkan ablasio retina dan kebutaan.

Gambar 5 Klasifikasi Miopia

2.5 Diagnosis Miopia Kehamilan


2.5.1 Penegakan Diagnosis
Gejala klinis terdiri atas :
Gejala subjektif miopia antara lain:
a. Kabur bila melihat jauh
b. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
c. Lekas lelah bila membaca ( karena konvergensi yang tidak sesuai dengan
akomodasi )
d. Astenovergens yakni titik mata tidak berakomodasi tetapi berkonvergensi
sangat kuat, gejalanya seperti lekas lelah, silau, dan pusing.

Gejala objektif miopia antara lain:


1. Miopia simpleks :

11
a) Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil
yang relatif lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak
menonjol.
b) Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau
dapat disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar
papil saraf optik.
2. Miopia patologik :
a) Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks
b) Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-
kelainan pada badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa
pendarahan atau degenerasi yang terlihat sebagai floaters atau
luapan, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca.
Kadang-kadang ditemukan ablasio badan kaca yang dianggap
belum jelas hubungannya dengan keadaan miopia.
c) Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil
terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal.
Kresen miopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh
papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi
yang tidak teratur.

Gambar 6 Miopia cresent.


d) Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang
ditemukan perdarahan subretina pada daerah makula.
e) Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian perifer

12
f) Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid
dan retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak
lebih jelas dan disebut sebagai fundus trigroid.

Gambar 7 Fundus Trigroid


Diagnosis suatu miopia berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan berdasarkan riwayat sebelumnya, keluhan
utama pasien, serta perjalanan penyakitnya, riwayat keluarga, penggunaan
obat-obatan, pekerjaan dan lingkungan tempat tinggal.
- Miopia simpleks, keluhan dan gejala yang paling sering hanya pandangan
kabur. Hal yang penting ditanyakan adalah apakah keluhan kabur itu
bersifat menetap atau hanya sementara. Pada miopia simpleks, pandangan
kabur bersifat sementara.
- Miopia nokturnal, gejala dan keluhan berupa pandangan kabur pada saat di
tempat yang gelap atau kurang cahaya misalnya di malam hari. Pasien
biasanya mengeluhkan sulit melihat jalanan ketika sedang mengemudi.
- Pseudomiopia, pandangan kabur hanya bersifat sementara, tidak permanen
- Miopia degeneratif, pada jenis ini pandangan kabur oleh karena derajat dari
miopia yang khas dan berarti. Pada pasien ini dilakukan pengoreksian alat
bantu berupa kacamata dengan koreksi yang tinggi.

13
- Miopia terinduksi, miopia yang timbul akibat suatu induksi atau ada
penyebabnya. Pupil akan berkonstriksi ketika terpapar oleh suatu agen
induksi misalnya obat-obat agonis kolinergik.
b. Pemeriksaan fisis dan penunjang
Pengujian atau test yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan mata secara
umum atau standar pemeriksaan mata, terdiri dari :
1. Uji ketajaman penglihatan pada kedua mata dari jarak jauh (Snellen) dan
jarak dekat (Jaeger).
2. Uji pembiasan, untuk menentukan benarnya resep dokter dalam
pemakaian kaca mata.
3. Uji penglihatan terhadap warna, uji ini untuk meembuktikan
kemungkinan ada atau tidaknya kebutaan.
4. Uji gerakan otot-otot mata
5. Pemeriksaan celah dan bentuk tepat di retina
6. Mengukur tekanan cairan di dalam mata
7. Pemeriksaan retina
2.5.2 Prosedur Pemeriksaan Pasien Miopia Kehamilan
Adapun prosedur pemeriksaan yang dilakukan untuk pasien dengan
miopia dalam kehamilan tak berbeda jauh dengan seseorang yang menderita
miopia tanpa kehamilan yakni yang dilakukan adalah :

1. Pemeriksaan visus atau tajam penglihatan, dapat dilakukan dengan

• Optotip snellen : 6/50 → 6/6

• Menghitung jari : 1/60 → 6/60

• Gerakan tangan : 1/300 →

(Pemeriksaan proyeksi cahaya dari segala arah yakni atas, bawah, nasal, temporal)

• Membedakan terang gelap 1/~

Pemeriksaan proyeksi cahaya bertujuan menilai fungsi retina. Contoh: bila arah
atas tidak dapat membedakan terang gelap. Misal 1/300 atau 1/~ proyeksi atas (-)

14
• Tidak dapat membedakan terang gelap : nol.

Menentukan kemampuan membaca dengan kartu baca

2. Pemeriksaan refraksi sederhana

Pemeriksaan jarak antara pupil mata kanan dan kiri (PD)

• Pegang penggaris di depan kedua mata

• Sinar senter diarahkan ke tengah-tengah antara kedua mata pasien. Perhatikan


reflex cahaya pada kedua kornea mata.

• Ukur jarak antara kedua refleks tersebut dalam mm, maka didapat PD untuk
jarak terdekat. Tambah 2 mm untuk PD jauh.

Pengukuran lensa sferis :

Dilakukan bila visus tidak normal.

• Pasang kaca mata percobaan pada posisi yang tepat.

• Pasang penutup (okluder) di depan salah satu mata yang belum diperiksa.

• Kembali konfirmasi dengan optik snellen.

3. Pemeriksaan funduskopi

• Sebaiknya dilakukan di ruangan yang gelap.

• Bila mata kanan yang akan diperiksa, pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien,
oftalmoskopi dipegang dengan tangan kanan, pemeriksaan dengan mata kanan.
Bila mata kiri akan diperiksa, pemeriksaan dari sebelah kiri dengan mata kiri.

Pertama kali perhatikan reflek fundus melalui oftalmoskopi dilihat lewat


pupil pada jarak pemeriksaan : 30 cm. Bila media refraksi jernih : reflek fundus
berwarna merah kekuningan pada seluruh lingkaran pupil. Bila media refraksi

15
keruh (kornea, lensa, badan kaca) terlihat adanya bercak hitam di depan latar
belakang yang merah kekuningan.

Penilaian reflek fundus penting untuk membedakan katarak matur dan


immatur. Katarak matur reflek fundus negatif. Selanjutnya untuk melihat retina
dan pupil nervus II, oftalmoskopi didekatkan sedekat mungkin ke mata pasien.

Gambar 8. Alat Oftalmoskopi dan cara pemeriksaan Funduskopi

4. Pemeriksaan tonometri dengan tonometer schiotz

Pengukuran tekanan intraokular dengan tonometer schiotz . Pemeriksaan


dilakukan pada pasien yang berbaring terlentang atau setengah duduk. Agar posisi
kornea horizontal, usahakan dagu dan dahi pasien terletak pada satu bidang
horizontal.

Kedua mata ditetes anestesi topikal. Tonometer ditera pada tes blok yang
bila baik, jarum menunjukkan angka nol pada skala dan “plunger” dapat bergerak
bebas dalam silindernya. Pada pemeriksaan pertama dipilih beban terkecil 5,5
gram.

Kemudian “foot plate”di desinfeksi dengan mengusapnya dengan kapas


alkohol 70%. Kedua mata difiksasi dengan melihat lurus ke atas. Bila mata kanan

16
yang akan diukur, pemeriksa berdiri disebelah kiri atau dibelakang pasien. Begitu
pula untuk mata kanan.

Tonometer dipegang vertikal beberapa saat lurus di atas kornea penderita


setelah sebelumnya kelopak mata pasien dibuka secukupnya dengan jari tangan
pemeriksa lainnya tanpa menekan bola mata. Setelah mata penderita
menyesuaikan diri, tonometer diturunkan perlahan-lahan sampai “foot plate”
diturunkan sampai di tengah-tengah silinder.

Angka skala yang ditunjuk jarum pada saat itu, diingat dan dicatat dan
tonometer diangkat dari kornea. Bila angka yang ditunjuk kurang dari angka 3,
tonometer diulangi dengan beban 7,5 gram. Mungkin pula perlu memakai beban
10 gram.

Nilai tekanan intra okuler selanjutnya pada tabel kalibrasi.

Contoh mencatat hasil : tanggal ......., jam.......

TOD (mata kanan) 8/75 = 15,6 mmhg

TOS (mata kiri) 9/25 = 13,1 mmhg (nilai TIO normal 10-21 mmhg)

Sebelum melakukan tonometri, diyakini tidak ada kontraindikasi


tonometri, lakukan komunikasi yang baik dengan pasien agar tenang selama
pemeriksaan. Kontra indikasi umumnya adalah infeksi mata.

Setelah dilakukan pemeriksaan pada mata, apabila di temukan tanda-tanda


yang dapat mengarah ke ablasio retina maka pilihan persalinan dengan dilakukan
seksio sesarea misalnya :

1. Miopia yang tinggi (>6 disertai gambaran retina yang berlipat-lipat dan koroid
yang tidak normal pada pemeriksaan oftalmoskopi)

2. Pembuluh darah yang agak gelap, refleks cahaya (-)

3. Penurunan tekanan intraokular dengan pemeriksaan tonomoter schiotz

17
2.6 Penatalaksana dan Pencegahan Miopia Kehamilan
Tatalaksana Miopia dalam Kehamilan

1. Jika pada persalinan sebelumnya terdapat penipisan retina, lakukan tindakan


perlekatan kembali (scleral buckling, vitrectomy, laser atau cryopexy) jauh
sebelum hari persalinan. Bila berhasil dilekatkan dengan baik kemungkinan bisa
melahirkan normal.

2. Pertimbangan boleh melahirkan normal atau tidak, tergantung besarnya minus


mata., besarnya janin, luas panggul, dan faktor lain yang berhubungan dengan
keberadaan penyulit persalinan. Secara statistik, risiko ablasio retina partus
pervaginam pada ibu hamil dengan miopia 0 D s/d - 4,75 D sekitar 1/6662, pada -
5D s/d -9,75 D risiko meningkat menjadi 1/1335. Dan lebih dari -10 D risiko ini
menjadi 1/148. Dengan kata lain, penambahan faktor risiko pada miopia rendah
tiga kali sedangkan pada miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali.

3. Jika ada kelengkungan, pendataran dan penipisan retina cukup parah, persalinan
harus dilakukan secara seksio sesarea.

4. Jika terjadi ablasio retina saat hamil atau bersalin, retina harus dilekatkan
kembali secepatnya melalui operasi.

Cara mencegah komplikasi miopia (pada miopia > 6 D)

1. Jangan mengedan saat buang air besar, perbanyak konsumsi serat.

2. Jangan mengangkat beban berat.

3. Sebelum persalinan tiba, pastikan anda memeriksakan dan mendiskusikan


kondisi mata ke dokter spesialis mata dan dokter ahli kandungan, sehingga dapat
menentukan pilihan bersalin yang aman.

Definisi mengangkat benda berat adalah mengangkat beban yang beratnya


melebihi aturan yang ditetapkan International Labour Organization (ILO) sebagai
berikut:11

18
a. Laki-laki dewasa 40 kg

b. Wanita dewasa 15-20 kg

c. Laki-laki (16-18 thn) 15-20 kg

d. Wanita (16-18 thn) 12-15 kg

Pencegahan dan penghambat progresifitas miopia

1. Bila membaca atau melakukan kerja jarak dekat secara intensif, istirahatlah tiap
30 menit. Selama istirahat, berdirilah dan memandang ke luar jendela atau objek
jauh lainnya.

2. Bila membaca, pertahankan jarak baca yang cukup dari buku (±30cm).

3. Cahaya yang cukup untuk membaca.

4. Batasi waktu bila menonton televisi dan main video game. Duduk minimal 5-6
kaki dari televisi.

19
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Ny.Y
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Tgl Lahir / Umur : 01/07/1993 (30 tahun)
Alamat : Batu
No. RM : 179***
Jenis Pasien : Obstetri
Tanggal Periksa : 13 September 2023/08.00 WIB hingga KRS

3.2 SUBJECTIVE
ANAMNESIS
Keluhan utama Kenceng-Kenceng sejak pagi hari
Riwayat penyakit Pasien datang dengan keluhan kenceng- kenceng sejak
sekarang pagi hari pukul 03.00. Kenceng-kenceng diikuti
dengan keluar lendir dan darah dari jalan lahir. Mual
(-) Muntah (-) Demam (-) Pusing (-)

Pasien Riwayat Hamil ke-2 dengan riwayat persalinan


di RS 2011 dengan Umur kehamilan 38-39 Caesar
BBL 2950 gram sekarang berusia 12

Pasien memiliki HPHT : 05/12/2022 (5 Desember


2022) TP : 12/09/2023. UK 40-41

Pasien mengatakan terdapat riwaya toxoplasma saat


masih SD yang membuat penglihatannya myopia
Riwayat Penyakit - DM disangkal
Dahulu - HT disangkal
- Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat Konsumsi Obat - Tidak ada Riwayat Kondumsi Obat
Riwayat Keluarga - Tidak ada keluarga pasien yang mengalami
keluhan serupa.
- DM (-), HT (-)

20
Riwayat kebiasaan - Merokok (-), kopi (-) dan teh (-), alcohol (-)
- Sehari hari bekerja sebagai IRT
RIWAYAT KB - Pasien tidak memiliki riwayat KB
Riwayat Haid - Usia Menarche: 12 tahun
- Jumlah darah haid: 3-4x ganti pembalut/hari
- Lamanya haid: 7 hari
- Keluhan haid: -
- HPHT : 21/07/2023
- UK 9-10 minggu
Riwayat Persalinan - Persalinan I → 2016 di Rumah Sakit dengan umur
kehamilan 38-39 minggu, caesar dengan berat lahir
3120 gr
- Persalinan II → sekarang

3.3 OBJECTIVE
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS PRESENT Keadaan Umum: Baik
Kesadaran: Composmentis
Vital Sign:
GCS 456
TD 109/82 mmHg
HR 76x/menit
RR 82 x/menit
SpO2: 99% on RA
Suhu: 36,6 C

BBA: 58 kg
BBS : 69 kg
TB: 155 cm
BMIA: 24.2 kg/m2 (normo weight)
BMIS: 28.75 kg/m2 (Obesitas kelas 1)
KEPALA/LEHER Kepala :
• Konjungtiva pucat (-/-); sklera ikterik (-/-); PBI 3 mm/3
mm, RC +/+
• Penurunan visus mata D/S

21
Leher :
• Inspeksi : deviasi trakhea (-)
• Palpasi: denyut A. Carotis teraba; pembesaran KGB (-
), nyeri tekan(-)
• Auskultasi : Bruit carotis (-)
THORAX Cor:
• Inspeksi: ictus cordis invisible
• Palpasi: ictus cordis teraba di ICS 5 MCL S
• Perkusi: Batas jantung D di ICS 4 PSL D, batas jantung
S di ICS 5 MCL S
• Auskultasi: S1 S2 single, murmur (-), gallop (-)
Pulmo:
• Inspeksi: bentuk dinding dada normal
• Palpasi: pergerakan dinding dada D/S simetris, stem
fremitus (DBN)
• Perkusi: sonor
• Auskultasi: vesikular di seluruh lapang paru D/S,
− − − −
wheezing − −, rhonki − −

ABDOMEN Inspeksi : flat; striae (-); scar (-); massa (-)


Auskultasi : BU (+) 12x menit
Palpasi :
− − −
- Defans − − −
− − −
− − −
- Nyeri tekan profundal − − −
− − −
− − −
- Nyeri tekan superficial− − −
− − −
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
Hepar : ± 8cm DBN
Lien: tidak teraba, Scuffner 0, DBN
EKSTREMITAS + +
Ekstremitas : Akral hangat kering merah ;
+ +
− −
edema− − ; CRT <2s

PEMERIKSAAN mons pubis: Rambut pubis (+) benjolan (-)

22
GENITALIA Labia majora, Dbn
Labia minora, Dbn
Clitoris, Dbn
Kelenjar Vestibular, Dbn
Vestibulum Vagina, Dbn
Orificium Vagina, Dbn
Uretra Dbn
Darah (-)
Lendir (-)
Cairan merembes (-)
PEMERIKSAAN Leopold I : TFU 37 (3875 gram)
Leopold II : Pu-ki Djj 141x/menit
OBSTETRI
Leopold III : letak kepala
Leopold IV : belum masuk PAP
VT: Pembukaan seujung, eff 25%, ket (-), lendir (-),
darah (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

23
LABORATORIUM

3.4 ASSESSMENT
WDX G2P1001Ab000 Uk 38-39 Minggu THIU + impartu kala 1
fase laten + Miopi ec toxoplasmosis

3.5 PLANNING
PLANNING - Pro SCTP + MOW jam 09.00
THERAPY
- IVFD RL 30 TPM
- Cek DL, FH

24
- Pro Kateter di OK
- Ab profilaksis Cefazoline 2 grm IV
- Premedikasi : Metoclopramid 50 mg dan Ketorolac 50
mg

3.6 FOLLOW UP
H+0 MRS. Tanggal: 13/09/2023 Pukul: 09:00
Lokasi: Ruang Matahari
Subjective Objective Assesment Planning
Pasien Status Present G2P1001 -Pro SCTP + MOW jam
mengeluhkan KU: baik Ab000 Uk 09.00
Kenceng Kesadaran: CM 38-39 -IVFD RL 30 TPM
kenceng. TD: 122/84mmHg Minggu -Cek DL, FH
Kenceng-kenceng N: 87x /m THIU + -Pro Kateter di OK
diikuti dengan RR: 20 x/m impartu -Ab profilaks Cefazoline
keluaran cairan Temp: 36.6 C kala 1 fase 2 grm IV
dan darah dari SpO2: 98% on RA laten + -Premedikasi:
jalan lahir. ● VT: Seujung Miopi ec Metoclopramid 50 mg
● PPV (+) minimal toxoplasm dan Ketorolac 50 mg
● TFU : belum teraba osis
● His (-) DJJ (+) DJJ -Peningkatan kebutuhan
149x/m energi dan protein
E: 1938 kkl
P: 98 g
L: 61 g
KH : 214 g

25
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Penegakan Diagnosa
Pada tanggal 20 November 2017 pasien datang ke UGD dengan
diantar suami dengan keterangan G2P1001Ab000 Uk 38-39 Minggu THIU +
impartu kala 1 fase laten + Miopi ec toxoplasmosis. Usia kandungan pasien 40-41
minggu, kenceng-kenceng (+), nyeri punggung bawah (-), ketuban pecah (-),
Jaringan yang keluar (-), lendir (+) darah (+). Oleh dokter spesialis kandungan
disarankan SC elektif.

Kehamilan saat ini merupakan kehamilan kedua dengan riwayat operasi


SCTP 1x sebelumnya. Secara obyektif pasien dalam keadaan umum yang baik
dan tanda vital normal. Pemeriksaan obsetrik menunjukkan Leopold I : TFU 37
(3875 gram), Leopold II : Pu-ki Djj 141x/menit, Leopold III : letak kepala,
Leopold IV : belum masuk PAP, VT: Pembukaan seujung, eff 25%, ket (-), lendir
(-), darah (+).

4.2 Dasar Penegakan Diagnosa


Dasar penegakan diagnosa pastinya dengan pemeriksaan visus pasien.
Karena dari anamnesis pasien mengatakan memiliki riwayat mata miopia, dan
terdapat bukti penggunaan kacamata dengan (-8/-8) maka penegakan diagnosis
dapat ditegakan.

4.3 Dasar Penatalaksanaan


Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ini didiagnosis
dengan kehamilan dengan hipermiopia. Meskipun belum pernah penelitian yang
membuktikan bahwa wanita dengan hipermiopi kontraindikasi terhadap persalinan
pervaginam, akan tetapi pada pasien ini disarankan dilakukan tindakan Sectio
Caesarea (SC), untuk menghindari komplikasi yang terjadi pada pasien.
Komplikasi pada kehamilan dengan riwayat miopia tinggi adalah ablatio retina.

26
Indikasi untuk dilakukan SC salah satunya adalah masalah okular, diantaranya
miopia.

4.4 Prognosis dan Komplikasi

Morbiditas pada seksio sesarea lebih besar jika dibandingakan dengan


persalinan pervaginam. Ancaman utama bagi wanita yang menjalani seksio
sesarea berasal dari tindakan anastesi, keadaan sepsis yang berat, serangan
tromboemboli dan infeksi pada luka. Demam pasca bedah bukan diagnosis yang
menandakan adanya suatu komplikasi serius. Morbiditas febris merupakan
komplikasi yang paling sering terjadi pasca pembedahan seksio seksarea.
Perdarahan masa nifas post seksio sesarea didefinisikan sebagai kehilangan darah
lebih dari 1000 ml. Dalam hal ini perdarahan terjadi akibat kegagalan mencapai
homeostatis di tempat insisi uterus maupun pada placental bed akibat atoni.

27
BAB 5
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Diagnosis pada pasien ini adalah G2P1001 Ab000 Uk 38-39 Minggu
THIU + impartu kala 1 fase laten + Miopi ec toxoplasmosis. Diagnosis yang
telah ditegakan meyakinkan untuk dilakukan SCTP dan MOW pada pasien.

5.2 Saran
Perlu edukasi ke pasien untuk mempertimbangkan resiko yang
terjadi bila pasien tidak mau dilakukan prosedur SCTP serta MOW

28
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. GastroIntestinal Disorders.
Viral hepatitis. Williams ´Obstetric. 23rd Ed. Mc.Graw Hill Publishing
Division New York, 2010

Mackensen, Friederike dan Wolfgang Paulus. Ocular Changes During Pregnancy.


Netherland : Deutsches Arzteblatt International.2014;111:567-76

Larkin GL. Retinal Detachment. [serial online] 2006 Jan-April; 1;1 [22 screens]
Avalaible from URL :http://www.emedicine .com/emerg/
OPHTHALMOLOGY .htm April 11, 2006

29

You might also like