You are on page 1of 124

PEMBELAJARAN AL-QUR’AN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

DI SEKOLAH INKLUSI ALUNA JAKARTA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan


Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Disusun Oleh:

Zara Fauziah (11150110000030)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020
:.
LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING

PEM BELAJARAIT{ AL-Q U R'AN BAGT AITA K BE R KE BIITUIIAN


KHUSUS DI SEKOLAII INKLIJSI ALUNA JAKARTTI

Skrtp..^t

Diajukan Kepada Fakultas llmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Mernenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Zara Fauziah
NrM. 11150110t)0txl30

Dr. Ahdul Ghofur. MA.


NrP. 1 968 1 2481997 003 I 003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISL, .M


FAKULTAS ILMU TARBTYAH DAN KEGURUAN
UNTYERSITAS ISLAM NtrGERI (UII{)
SYARIF' HII}AYATULLAII
JAKARTA
2420
LE1VIBAR PENG ESAIIAN PENIBIMBING SI{RIPSI

Skripsi yang berjudul o'Pembelajaran Al-Qur'an Bagi Anak Berkebutuhan


Khusus tli Sekolah lnklusi Aiuna Jakarta" elisusun oleh Zara Fauziah, Nllvl.
11 150110000030, Jurusan Pendidikan Agarna Isiarn, Fakultas Ihnu Tarhil,ah dan

Keguruan, Universitas isiarn Negeri Sl.arit Flidavatullah "Iakarta. Telah melalui


bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah .vang berhak untuk diajukan
pada sidang munaqasah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 13 Februari 1020

Yang rnengesahkan,

Dr. Abdul Ghofqr, MA=


lYrP. 1 968 1 2081997 0A3 I 003
I(EMENTERIAN AGAMA No. Dokumen : FITK-FR-AKD-089
T]IN JAKARTA Tgl. Terbit : I Maret 2010
FORM (FR) Revisi: : 0l
FITK No.
Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 Indonesia Hal 1lt
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,


Nama : ZaraFauziah

Tempat/Tgl.Lahir : Jakarta,l0 Juni 1997


NIM : 11150110000030
Prodi
Jurusan / : Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : Pembelajaran Al-Qur'an Bagi Anak Berkebutuhan Khusus di


Sekolah Inklusi Aluna Jakafia
Dosen Pernbimbing : Dr. Abdul Ghofur, M.Ag.

dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri

dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh tr3ian Munaqasah.

Jakarta, 12 Februari 2020


Mahasiswa Ybs.

ZaraFarziah
NrM. 11150110000030
ABSTRAK
Zara Fauziah (11150110000030). Pembelajaran Al-Qur’an Bagi Anak
Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi Aluna Jakarta
Tujuan penelitian ini adalah: 1) untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran
membaca al-Qur’an bagi anak berkebutuhan khusus tunarungu di sekolah inklusi
Aluna Jakarta mulai dari metode, media, hingga evaluasi serta mengetahui perbedaan
kemampuan anak normal dengan anak berkebutuhan khusus yang berada dalam satu
kelas; 2) untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan
pembelajaran membaca al-Qur’an bagi anak berkebutuhan khusus tunarungu di
sekolah inklusi Aluna Jakarta.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan
pendekatan deskriptif. Prosedur penelitian data yang digunakan yakni observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Pengecekan keabsahan data dilakukan dengan
perpanjang pengamatan dan triangulasi data. Proses analisis data yang digunakan yakni
dengan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode membaca al-Qur’an yang
digunakan di Sekolah Aluna adalah metode Iqro’. Metode Iqro’ ini digunakan sebagai
dasar sebelum nantinya lanjut kepada tahap membaca al-Qur’an. Materi yang diajarkan
bersifat fleksibel yakni menyesuaikan dengan kemampuan peserta didik dan dalam
proses pembelajarannya tidak membutuhkan bermacam-macam alat hanya
menggunakan buku iqro’ saja, karena yang ditekankan pada metode iqro’ ini adalah
bacaannya. Rata-rata peserta didik tunarungu masih dalam tahapan iqro’ sedangkan
peserta didik normal beberapa anak sudah masuk ke tahapan al-Qur’an. kejelasan
dalam melafalkan pada anak tunarungu tergantung pada teraf kemampuan mendengar
peserta didik. Semakin rendah taraf kerusakan pendengarannya, maka semakin jelas
kejelasan dalam melafakan huruf-huruf hijaiyahnya, dan begitupun sebaliknya. faktor
pendukung dalam pelaksanaan pembelajaran membaca al-Qur’an di Sekolah Aluna
adanya sikap saling menghargai dan menyemangati sesama peserta didik, peran serta
orang tua yang mendukung pembelajaran membaca al-Qur’an dengan memberikan
pembelajaran serupa di rumah, dan dukungan sesama pendidik. Adapun faktor
penghambat dalam pelaksanaan pembelajaran membaca al-Qur’an di Sekolah Aluna
adalah keterbatasan fisik peserta didk tunarungu, focus dan mood belajar peserta didik
yang tidak stabil, dan kurangnya tenaga pendidik di bidang PAI.
Kata Kunci: Pembelajaran al-Qur’an, Anak Berkebutuhan Khusus, Sekolah
Inklusi.

i
ABSTRACT
Zara Fauziah (11150110000030). Learning of Qur'an for Children with Special
Needs at Aluna Inclusion Schools Jakarta
The purposes of this research are: 1) to find out the implementation of
learning of reciting qur'an for children with special needs with hearing impairment in
the Aluna inclusive school starting from the methods, media, evaluation and knowing
the differences in the abilities of normal children and children with special needs who
are in one class; 2) to find out the supporting and inhibiting factors in the
implementation of the learning of reciting qur'an for children with hearing impaired
special needs in Aluna inclusive schools.
The method of this research is qualitative with a descriptive approach. The
procedures of data research are observation, interviews, and documentation. The
validity of the data is checked by extending the observations and triangulating the data.
The data analysis process used is data reduction, data presentation and conclusion
drawing.
The results of this research indicate that the method of reciting the Qur'an
used at Aluna School is the Iqro' method. The Iqro' method is used as a basis before
continuing to the stage of reciting the Qur'an. The subject of the study is adjusting to
the ability of students and in the learning process does not require a variety of tools,
but using only the iqro' book, because the emphasis on the iqro' method is the reading.
The average of deaf student is still in the iqro' stage while some normal students have
entered the Qur'anic stage. clarity in the pronunciation of children with hearing
impairment depends on teraf listening ability of students. The clarity of pronunciation
in children with hearing impairment depends on the level of ability to hear. The lower
the level of hearing damage, the clearer the hijaiyah pronunciation is, and vice versa.
The supporting factors in the implementation of learning od reciting Qur'an at the
Aluna School are mutual respect and encouraging fellow students, the participation of
parents who support the learning by providing similar learning at home, and the
support of fellow educators. The inhibiting factors in the implementation of learning of
reciting Qur'an at Aluna School are physical limitations of deaf students, focus and
mood of students learning that is not stable, and the lack of educators in the field of
PAI.

Keywords: Learning of Reciting Qur'an, Children with Special Needs, Inclusion


Schools.

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah ‘ala kulli haal, segala puji bagi Allah atas segala rahmat, karunia
serta kekuatan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tiada daya
dan upaya melainkan-Nya. Shalawat serta salam tak lupa dihanturkan kepada sang
pembawa kebenaran, cahaya di atas cahaya, suri tauladan bagi seluruh insan yakni
baginda Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, beserta keluarga, sahabat, dan para
pengikutnya. Semoga kita kelak mendapatkan syafa’atnya di hari akhir nanti. Aamiin.

Penulis menyadari banyak sekali kekurangan, hambatan dan kesulitan dalam


penulisan skripsi ini. Terlepas dari itu, penulis mendapat banyak bantuan, motivasi,
bimbingan dan arahan dari guru-guru, keluarga, sahabat juga teman-teman sekalian.
Terkhusus penulis ucapkan terimakasi kepada kedua orangtua yakni ayahanda Fahrul
Rozi dan Ibunda Arfah atas segala kasih sayang, didikan, dukungan dan pastinya doa
yang selalu teruntai untuk penulis. Selain itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada:

1. Ibu Dr. Sururin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
2. Bapak Drs. Abdul Haris, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Rusdi Jamil, M.Ag., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. Abdul Ghofur, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
meluangkan waktunya, memberikan bimbingan, motivasi, dorongan serta ilmu
kepada penulis selama menyusun skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Pendidikan Agama Islam Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan banyak ilmu dan
pengetahuan dari awal hingga akhir perkuliahan. Semoga ilmu yang telah
diberikan mendapat berkah dari Allah dan bisa bermanfaat.

iii
6. Ibu Rina Jayani selaku Kepala Yayasan Sekolah Aluna yang telah berkenan
menerima penulis untuk melakukan penelitian di sekolah.
7. Ibu Defi Intan Pusparini, S.Pd., Ibu Helma Hanani, S.Pd., Ibu Nurhayati, S.T., Ibu
Idfi Pujonggowati, SE. dan segenap guru-guru di Sekolah Aluna yang telah
membantu penulis selama melakukan penelitian.
8. Kedua adik penulis, Fadhya Hamdaniah dan Alfian Arrazi serta keluarga besar H.
Mahmud dan Keluarga besar Hamdani terimakasih atas segala doa, nasihat,
dukungan serta kasih sayang yang tercurah kepada penulis.
9. Shifa Aulia dan Intan Larasati yang tiada bosan memberikan semangat dan
dukungan kepada penulis.
10. Para sahabat PAI kelas B, Wahyu Adiningsih, Ananda Rakhmatul Ummah, dan
Iik Hikmatul Hidayat yang sudah penulis anggap seperti keluarga. Terimakasih
telah menemani perjalanan kuliah di PAI selama ini baik suka maupun duka. Serta
memberikan dukungan dan bantuan bukan hanya sekedar ucapan tapi juga
perbuatan. Mereka menjadi tempat pengisi asupan semangat ketika penulis mulai
lemah selain itu juga menjadi time keeper dalam mengerjakan tugas, mulai dari
zaman kuliah sampai selesainya tugas akhir kuliah (skripsi) ini.
11. Mantan Formatur LTTQ Fathullah 2018, Nana Andriyana, Halimatussa’diah,
Badriyah, Febriyansyah dan terkhusus Husen Ali Zaenal Abidin yang sudah
banyak membantu dan mengajarkan penulis banyak hal. Terimakasih sudah mau
mengorbankan waktunya dan berjuang bersama serta saling menyemangati satu
sama lain.
12. Keluarga besar Lembaga Tahfizh dan Ta’lim Al-Qur’an Masjid Fathullah UIN
Syarif Hidayatullah.
13. Teman-teman mahasiswa PAI Angkatan 2015 khususnya kelas B yang telah
mewarnai perjalanan penulis semasa kuliah.

Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan juga kesalahan dalam
penelitian maupun penyusunan skripsi ini. Dan tak lupa penulis sampaikan terimakasih

iv
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi dan tidak disebutkan secara tertulis pleh penulis dalam kata
pengantar ini. Semoga segala kebaikan dibalas oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Aamiin yaa Rabbal ‘alamiin.

Jakarta, 13 Februari 2020


Penulis,

Zara Fauziah

v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................... i
ABSTRACT......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 8
C. Pembatasan Masalah ............................................................................ 8
D. Rumusan Masalah ................................................................................ 8
E. Tujuan Penelitian ................................................................................. 9
F. Manfaat Penelitian ............................................................................... 9
BAB II KAJIAN TEORI .................................................................................... 10
A. Kajian Teori ........................................................................................ 10
1. Pembelajaran Membaca Al-Qur’an................................................ 10
2. Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu ........................................ 22
3. Sekolah Inklusi ............................................................................... 33
B. Penelitian Relevan ................................................................................ 40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 44
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 44
B. Latar Penelitian .................................................................................... 44
C. Metode Penelitian................................................................................. 45
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 46
E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data................................... 49
F. Teknis Analisis Data ............................................................................ 50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................. 53
A. Profil Sekolah Aluna ............................................................................ 53
B. Hasil Temuan ....................................................................................... 57
C. Pembahasan .......................................................................................... 68
vi
6
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 72
A. Kesimpulan .......................................................................................... 72
B. Saran ..................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 75
LAMPIRAN ........................................................................................................ 79

vii7
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Metode Iqra’
Tabel 3.1 Kisi-kisi Observasi
Tabel 3.2 Kisi-kisi Wawancara
Tabel 4.1 Data Guru PKMB Sekolah Aluna Tahun Ajaran 2019/2020
Tabel 4.2 Data Siswa PKMB Sekolah Aluna Tahun Ajaran 2019/2020

viii
8
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan mukjizat Islam yang abadi dan selalu diperkuat
dengan kemajuan ilmu pengetahun. Allah menurunkan al-Qur’an kepada
Rasulullah saw. agar manusia keluar dari kegelapan menuju ke jalan yang
terang benderang serta membimbing pada jalan yang lurus.1 Al-Qur’an adalah
perkataan Allah yang merupakan mukjizat, diturunkan kepada Nabi sekaligus
Rasul terakhir yakni Nabi Muhammad saw. melalui perantara malaikat Jibril,
diawali dengan surah al-Fatihah dan di akhiri dengan surah an-Nas, ditulis
dalam mushaf-mushaf yang disampaikan kepada kita secara mutawatir (oleh
orang banyak), serta yang mempelajarinya dinilai ibadah.2 Al-Qur’an
disampaikan kepada kita secara mutawatir dari satu generasi ke generasi lain,
yang terpelihara dari berbagai perubahan dan pergantian serta pemalsuan
terhadap teks-teksnya, bahkan Allah sendiri menjamin pemeliharaannya.3
Al-Qur’an juga menjadi sumber pertama dan utama ajaran Islam. Oleh
sebab itu, mempelajari al-Qur’an adalah keharusan bagi setiap umat Islam.
Rasulullah saw. memberikan pesan kepada kita, bahwasanya sebaik-baik dari
kalian ialah yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya. Oleh sebab itu,
hendaknya kita senantiasa mempelajari al-Qur’an, karena di dalamnya terdapat
kedamaian dan ketentraman bagi siapa yang membaca apalagi mengkajinya
secara mendalam. Ditambah lagi jika ilmu al-Qur’an yang dimiliki tersebut kita

1
Manna Khalil al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2004),
h. 1.
2
Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, Studi Ilmu Al-Qur’an, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998),
h. 15.
3
Abdul Hamid, Pengantar Studi Al-Qur’an, (Jakarta: Prenamedia Group, 2016), h. 27.

1
2

amalkan dan ajarkan pada orang lain, niscaya ilmu tersebut akan lebih
bermaanfaat bahkan bisa menjadi amal jariyah untuk kita.
Mengajarkan al-Qur’an kepada anak harus sejak dini. Diantara Teknik
mengajarkan al-Qur’an yakni mengenalkan huruf-huruf yang ada di al-Qur’an
dengan cara membaca. Membaca merupakan jembatan menuntut ilmu. Hal ini
sejalan dengan awal mula turunnya wahyu al-Qur’an kepada Nabi Muhammad
saw. yakni perintah untuk membaca.4 Mempelajari al-Qur’an merupakan
keharusan baik yang memiliki fisik yang normal maupun yang berkebutuhan
khusus. Ada cara tersendiri untuk mengajarkan membaca al-Qur’an kepada
anak-anak terlebih lagi jika anak tersebut adalah anak berkebutuhan khusus.
Kesulitan yang dialami anak berkebutuhan khusus masih jarang diperhatikan
oleh orang tua dan guru. Padahal kedua elemen tersebut memiliki andil yang
besar terhadap perkembangan anak.
Perhatian terhadap anak berkebutuhan khusus masih terbilang kurang,
terlebih lagi dalam hal belajar dan mengarkan al-Qur’an kepada mereka. Media
pembelajaran yang digunakan juga masih terbatas. Selain itu, masih banyak
ditemukan guru yang memang tidak sesuai dengan bidangnya, sehingga mereka
mengajar dengan ilmu yang seadanya dan tidak kompatibel. Padahal guru yang
kompatibel itu merupakan unsur yang penting dalam mutu pendidikan. Apalagi
yang dihadapi adalah anak-anak berkebutuhan khusus yang memang
membutuhkan penanganan lebih.
Mengenai anak berkebutuhan khusus, setiap orang tua pasti memiliki
harapan jika anaknya akan terlahir normal tanpa ada kekurangan apapun. Akan
tetapi, ada beberapa kejadian di mana anak yang diharapkan tersebut tidak
sesuai dengan ekspektasi. Anak tersebut terlahir berbeda dengan yang lain.
Pada kondisi demikian, tak bisa dipungkiri bila orang tua yang mempunyai anak

4
Bahril Hidayat, Pembelajaran Alquran pada Anak Usia Dini Menurut Psikologi Agama dan
Neurosain, The 2nd Annual Conference on Islamic Early Childhood Education Vol.2, (e-ISSN): 2548-
4516, 2017, h. 60.
3

berkebutuhan khusus akan merasakan kecewa. Akan tetapi, perlu diketahui


bahwasanya hal tersebut sudah menjadi qadarullah. Dan meyakini setiap anak
mempunyai kelebihan disamping kekurangan yang mereka miliki.
Islam memandang semua manusia itu sama, karena Allah tidak pernah
menilai seseorang baik dari fisik, kecerdasan, harta ataupun jabatan melainkan
yang dinilai adalah keimanannya. Mengenai anak berkebutuhan khusus,
walaupun mereka merupakan anak yang mempunyai ciri yang berbeda dengan
anak pada umumnya karena mengalami hambatan dalam pertumbuhan dan
perkembangannya5, akan tetapi bagaimanapun keadaannya mereka tetaplah
makhluk Allah yang dinilai dari segi kemanusiaan mendapat pelayanan-
pelayanan kesejahteraan bagi mereka dengan cara memberikan bimbingan
rohani, agar mereka mendapat ketenangan. Sama halnya dengan orang normal
pada umumnya. Allah berfirman dalam QS. Abasa (78) ayat 1-10:
٤ ‫ َأ أو ي َ َذكَ ُر فَتَن َف َع ُه أ ذِل أك َر ى ٰٓى‬٣ ‫يك لَ َع ََّلُۥ يَ َز َ ى ّٰٓك‬
َ ‫ َو َما يُدأ ِر‬٢ ‫ َأن َجآٰ َء ُه أ أ َۡل أ َۡع ىى‬١ ‫عَبَ َس َوت ََو َ ى ّٰٓل‬
٨ ‫ َو َأ َما َمن َجآٰ َءكَ ي أَس َع ىى‬٧ ‫ َو َما عَلَ أي َك َأ ََّل يَ َز َ ىّك‬٦ ‫نت ََلُۥ ت ََصد ىَى‬ َ َ‫ فَأ‬٥ ‫َأ َما َم ِن أ أس َتغ َ ىأَن‬
١٠ ‫نت َع أن ُه تَلَه ىَىى‬ َ َ‫ فَأ‬٩ ‫َش‬ ‫َوه َُو َ أَي َ ى‬
Artinya: 1. Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling 2. karena telah
datang seorang buta kepadanya 3. Tahukah kamu barangkali ia ingin
membersihkan dirinya (dari dosa) 4. atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran,
lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya 5. Adapun orang yang merasa
dirinya serba cukup 6. maka kamu melayaninya 7. Padahal tidak ada (celaan)
atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman) 8. Dan adapun orang yang
datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran) 9. sedang
ia takut kepada (Allah) 10. maka kamu mengabaikannya. (QS. Abasa (79): 1-
10)

5
Jati Rinakri Atmaja, Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya,2017), h. 1.
4

Ayat di atas mengisahkan suatu ketika nabi hendak menjelaskan al-


Qur’an pada beberapa pemuka Quraisy dengan harapan meraka bisa menerima
Islam dan tentu dapat menambah banyak orang untuk masuk Islam. Akan tetapi
ketika nabi sedang menejelaskan, tiba-tiba datang seorang yang bernama
Abdullah ibn Ummi Maktum berpenampilan miskin dan juga buta ingin
mempelajari al-Qur’an dan meminta untuk mengajarkannya. Nabi tidak suka
dengan Abdullah yang berkali-kali menyela ucapannya, dan sikap tersebut
terlihat dari wajah beliau. Saat itu nabi berpaling darinya dan saat itu pula Allah
menurunkan wahyu untuk menegur nabi terhadap sikap mengabaikan
seseorang yang sedang mencari kebenaran.6 Di sini Allah mengingatkan nabi
untuk memberikan peringatan kepada siapapun tanpa pilih kasih. Kemudian
Allahlah yang memberikan petunjuk pada jalan yang lurus bagi siapa saja yang
Allah kehendaki.7 Sangat terlihat jelas, bahwasanya untuk mempelajari al-
Qur’an tidak membeda-bedakan antara orang normal maupun orang
berkebutuhan khusus.
Berbicara mengenai anak berkebutuhan khusus, mereka juga memiliki
hak yang sama di antaranya dalam hal pendidikan. Anak berkebutuhan khusus
juga berhak mendapat pendidikan sebagaimana anak normal pada umumnya,
karena pada dasarnya manusia dilahirkan di dunia mempunyai hak dan
kewajiban yang sama. Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar
1945 pasal 31 ayat I yang berbunyi: “setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan”8. Maksud tersebut yakni bahwasanya setiap warga negara
Indonesia berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran baik dari kalangan
laki-laki atau perempuan, kaya atau miskin, tinggal di wilayah perkotaan atau
pedesaan, maupun anak normal atau anak berkebutuhan khusus. Mereka

6
Allamah kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur’an, (Jakarta: AlHuda, 2003), jilid 19, h. 219.
7
Muhammad Nasib ar-Rifa’I, Taisuru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta:
Gema Insani, 2000), jilid 4, h. 912.
8
Undang–Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat I sesudah Amandemen I–IV, dilengkapi Susunan
Kabinet Indonesia Bersatu II Tahun 2009–2014 dan Butir–butir Pancasila, (Surakarta: ITA, tt), h. 23.
5

mempunyai kesempatan untuk mengembangkan diri dengan belajar untuk


mendapatkan pengetahuan tak luput juga pengetahuan agama.
Pendidikan menjadi salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) yang
dilindungi dan dijamin baik oleh hukum nasional maupun internasional. Hal ini
berdasarkan bentuk ketidaksetujuan akan ketidakadilan dalam memperoleh
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Adanya diskriminasi terhadap
sistem pendidikan anak berkebutuhan khusus dengan anak normal sehingga
membuat anak berkebutuhan khusus sulit untuk menyesuaikan diri dengan
masyarakat umum. Jika hal ini terus menerus terjadi dampaknya adalah anak
normal tidak akan mengerti bahwasanya anak berkebutuhan khusus juga ingin
memperoleh pengakuan dari orang lain dan mendaptkan pendidikan yang sama
dengan mereka. Karena dalam faktanya dilingkungan masyarakat, anak normal
dengan anak berkebutuhan khusus hidup bersama dalam suatu lingkungan, dan
hal itu tidak bisa dipisahkan.9
Penyuaraan penegak hak asasi manusia semakin semarak dalam
kehidupan masyarakat demokratis di Indonesia, yakni munculnya pandangan
baru bahwa semua penyandang kelainan baik yang kategori berat maupun yang
ringan (tanpa diskriminasi) mempunyai hak yang sama untuk dididik bersama-
sama dengan teman sebayanya di sekolah reguler. Dengan kata lain para anak
berkebutuhan khusus tidak boleh ditolak untuk belajar di sekolah umum yang
mereka inginkan. Sistem pendidikan semacam inilah yang sekarang kita kenal
dengan pendidikan inklusif.10
Kehadiran pendidikan inklusif sesungguhnya diawali oleh
ketidakpuasan sistem segregasi dan pendidikan khusus yang terlebih dahulu
mengiringi perjalanan anak berkelainan dan ketunaan dalam memperoleh

9
Jati Rinakri Atmaja, Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2017), h. 3.
10
Hidayat, Yayan Heryana, dan Atang Setiawan, Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus,
(Bandung: UPI PRESS, 2006) h. 11
6

layanan pendidikan sesuai dengan tingkat kemampuan dan kebutuhan mereka.


Pendidikan inklusif tidak lepas dari sebuah ironi yang menyayat hati nurani
anak berkebutuhan khusus yang semakin tersingkirkan dalam dunia pendidikan
formal. Bahkan kesempatannya untuk memperoleh pendidikan saja semakin
sulit diraih akibat kebijakan pemerintah yang kurang mendukung fasilitas
kalangan yang disebut different ability.11
Pendidikan inklusif dianggap sebagai pembaruan dalam dunia
pendidikan. Sebagaimana kita ketahui pembaruan ialah suatu usaha untuk
mengubah sesuatu yang dianggap lama dan diganti dengan sesuatu yang
dianggap baru.12 Pendidikan inklusif bisa dibilang pembaruan pendidikan yang
mampu menerima anak berkebutuhan khusus untuk sama-sama belajar dengan
anak normal di pendidikan umum. Melalui pendidikan inklusif, anak normal
dan anak berkebutuhan khusus diharapkan dapat mampu mengoptimalkan
potensi yang dimilikinya.
Adanya sekolah inklusi bisa menjadi sekolah harapan bagi anak
berkebutuhan khusus untuk bisa belajar bersama dalam satu kelas dengan
teman sebayanya tanpa adanya “pandangan berbeda” di antara mereka. Maka
dari itu para guru harus siap menerima siswanya dalam kondisi apapun.
Terkhusus pengajar anak berkebutuhan khusus dituntut untuk lebih kreatif
menggunakan teknik atau cara yang sesuai bagi anak. Seperti halnya yang
dilakukan oleh sekolah Aluna yang memberikan layanan pendidikan yang sama
bagi anak berkebutuhan khusus dan normal dengan menjadikan sekolah
tersebut sekolah inklusi.
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Aluna yang merupakan salah satu
sekolah inklusi bertempat di Kebagusan Jakarta. Di antara alasan Ibu Rina

11
Muhammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif (Konsep dan Aplikasi), (Yogjakarta: Ar Ruzz
Media, 2013) h. 30.
12
Muhammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif (Konsep dan Aplikasi), (Yogjakarta: Ar Ruzz
Media, 2013) h. 92.
.
7

Jayani (Founder sekaligus Kepala Sekolah Aluna) mendirikan Sekolah Aluna


adalah karena sekoah inklusi di Indonesia belum banyak. Sekolah ini menerima
peserta didik dengan berbagai latar belakang. Meskipun pada dasarnya Sekolah
Aluna lebih memfokuskan pada anak dengan gangguan pendengaran
(tunarungu). Akan tetepi, terdapat juga beberapa anak dengan berkebutuhan
khusus lainnya. Sekolah inklusi ini membuat anak baik anak non berkebutuhan
khusus ataupun anak dengan berkebutuhan khusus bisa berbaur dan berbagi
antar sesama tanpa adanya pandangan berbeda di antara mereka.
Sekolah Aluna memberikan kesempatan untuk peserta didik dalam
mengenalkan cara membaca a-Qur’an bagi mereka yang beragama Islam.
Dalam hal ini, Sekolah Aluna menyiapkan waktu pembelajaran al-Qur’an
khusus setiap hari rutin setiap pagi. Program ini dilakukan di luar jam pelajaran
agama. Berbeda dengan sekolah inklusi lainnya yang kebanyakan hanya
memberikan kesempatan mereka mengenal agama terutama kitab suci hanya
sebatas pada saat jam pembelajaran agama saja.
Berdasarkan hasil pengamatan ketika pembelajaran al-Qur’an
berlangsung, peserta didik sangat antusias bahkan tak jarang mereka
menyodorkan diri untuk membaca al-Qur’an ke guru. Terkhusus pada anak
berkebutuhan khusus tunarungu.13 Di Sekolah Aluna, untuk anak berkebutuhan
khusus tunarungu tidak diperkenankan menggunakan bahasa isyarat atau
membaca gerak bibir. Setiap anak menggunakan alat bantu dengar baik ABD
biasa ataupun dengan implan koklea. Guru melatih pendengaran mereka,
dengan tujuan agar mereka bisa mendengar dan berkomuniaksi verbal. Hal
itupun juga diterapkan ketika pembelajaran al-Qur’an.
Oleh sebab itu, berdasarkan latar belakang di atas, peneliti sangat
tertarik untuk mengangkat masalah tersebut ke dalam sebuah penelitian yang

13
Hasil pengamatan pembelajaran al-Qur’an di kelas 3 & 4 Sekolah Aluna, Kamis, 13 Desember
2019.
8

berjudul “Pembelajaran Al-Qur’an Bagi Anak Berkebutuhan Khusus di


Sekolah Inklusi Aluna Jakarta”.

B. Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Keterbatasan media pembelajaran dalam mempelajari al-Qur’an bagi anak
berkebutuhan khusus
2. Latar belakang pendidikan guru yang tidak linear dengan bidangnya
3. Kurangnya perhatian dalam pembelajaran al-Qur’an bagi anak
berkebutuhan khsusus

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas dan untuk memperjelas serta
lebih terarah maka peneliti berikan batasan masalah. Pada penelitian ini
dibatasi pada pembelajaran al-Qur’an pada anak berkebutuhan khusus
tunarungu di kelas 3 dan 4 sekolah inklusi Aluna Jakarta. Dengan fokus
penelitian untuk mendeskripsikan tentang pelaksanaan pembelajaran membaca
al-Qur’an bagi anak berkebutuhan khusus tunarungu, serta faktor yang menjadi
pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pembelajaran membaca al-
Qur’an bagi anak berkebutuhan khusus tunarungu di sekolah inklusi Aluna
Jakarta.

D. Rumusan Masalah
Dari pembatasan masalah di atas, peneliti merumuskan masalah penelitian,
yaitu:
1. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran membaca al-Qur’an bagi anak
berkebutuhan khusus tunarungu di sekolah inklusi Aluna Jakarta?
9

2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan


pembelajaran membaca al-Qur’an bagi anak berkebutuhan khusus
tunarungu di sekolah inklusi Aluna Jakarta?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menjelaskan pelaksanaan pembelajaran membaca al-Qur’an bagi
anak berkebutuhan khusus tunarungu di sekolah inklusi Aluna Jakarta
2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan
pembelajaran membaca al-Qur’an bagi anak berkebutuhan khusus
tunarungu di sekolah inklusi Aluna Jakarta

F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan
dapat memberi manfaat bagi:
1. Bagi peneliti, untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang
pelaksanaan pembelajaran membaca al-Qur’an bagi anak berkebutuhan
khusus tunarungu
2. Bagi sekolah, dapat memberikan masukan dan mengoreksi diri agar sekolah
bisa lebih maju dan mampu mengembangkan sistem pendidikan yang lebih
bermutu terkhusus dalam pengembangan pembelajaran membaca al-Qur’an
bagi anak berkebutuhan khusus tunarungu di sekolah
3. Bagi guru, untuk dijadikan inspirasi dalam menentukan pelaksanaan
pembelajaran membaca al-Qur’an bagi anak berkebutuhan khusus
tunarungu serta untuk meningkatkan kompetensi dalam mengajarkannya
10

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Membaca Al-Qur’an
a. Pengertian Pembelajaran Membaca Al-Qur’an
Kata pembelajaran berasal dari kata ajar yang berarti petunjuk
yang diberikan kepada orang supaya diketahui atau dituruti, sedangkan
kata pembelajaran bermakna proses, cara, perbuatan menjadikan orang
atau makhluk hidup belajar.14 Pembelajaran adalah proses kerjasama
antara guru dan siswa guna memanfaatkan potensi yang bersumber baik
dari dalam diri siswa maupun potensi yang berasal dari luar diri siswa
untuk mencapai tujuan belajar tertentu.15 Aktivitas guru berupa kegiatan
penciptaan peristiwa atau sistem lingkungan, yang dimaksudkan agar
mental-intelektual siswa terdorong dan terangsang untuk melakukan
aktivitas belajar.16
Sedangkan dalam pengertian lain dikatakan pembelajaran
merupakan usaha membelajarkan atau usaha mengarahkan kegiatan
siswa ke arah kegiatan belajar. Di dalam proses pembelajaran terdapat
dua kegiatan yakni kegiatan yang dilakukan oleh guru (mengajar) dan
kegiatan yang dilakukan oleh siswa (belajar). Proses pembelajaran
merupakan proses interaksi, yakni interaksi yang dilakukan oleh guru
dengan siswa atau siswa dengan siswa.17

14
Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, Belajar & Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar-Ruzz,
2011), h. 18.
15
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2006), h.
26.
16
Jamaludin, dkk, Pembelajaran Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), h.
30.
17
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: PT RajaGafindo Persada, 2006), h. 8.

10
11

Istilah pembelajaran berkaitan dengan kata pengajaran. Dalam


Bahasa Arab dikenal dengan ta’lim. Sedangkan dalam Bahasa Inggris
disebutkan to teach; to instruct; to train yang berarti mengajar,
mendidik atau melatih. Selain itu, Muhibbin Syah mengemukakan
pembelajaran dengan ‘allamal ‘ilma yang bermakna to teach or to
instruct (mengajar atau mendidik).18
Sejalan dengan ajaran Islam, di dalam al-Qur’an begitu banyak
ditemukan kata seperti ya’qiluun, yatafakkaruun, yubshiruun,
yasma’uun, dan lain-lain. Kata-kata tersebut mengisyaratkan bahwa al-
Qur’an menganjurkan kita untuk menggunakan potensi dan organ-organ
tubuh seperti akal, mata sebagai indra penglihatan dan telinga sebagai
indra pendengar untuk melakukan kegiatan belajar. Sebagai alat belajar,
akal merupakan potensi jiwa manusia berupa sistem psikis yang
kompleks untuk menyerap, mengelola, menyimpan dan menghasilkan
kembali informasi dan pengetahuan. Kemudian, mata dan telinga
merupakan alat fisik yang digunakan untuk menerima informasi visual
dan informasi verbal.19
Selain itu, Allah telah menurunkan wahyu pertamanya kepada
Rasulullah saw. yakni surah Al-‘Alaq ayat 1-5 yang berbunyi:
٣ ‫ أ أق َر أأ َو َرب ُّ َك أ أۡلَ أك َر ُم‬٢ ‫ َخلَ َق أ أَّل َنس َٰ َن ِم أن عَلَ ٍق‬١ ‫ۡس َرب ذ َِك أ َ ِلي َخلَ َق‬ ِ ‫أ أق َر أأ بِأ أ‬
٥ ‫ عَ َ ََّل أ أَّل َنس َٰ َن َما لَ أم ي َ أع َِ أَّل‬٤ ‫أ َ ِلي عَ َ ََّل بِألأقَ َ َِّل‬
Artinya: 1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang
ِ
menciptakan 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah 3.
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah 4. Yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam 5. Dia mengajar kepada manusia
apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq (96): 1-5)

18
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rajawali Press, 2006), h. 20.
19
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: PT RajaGafindo Persada, 2006), h.
54.
12

Ayat di atas memberikan tanda bahwa umat Islam sangat


memperhatikan masalah belajar (dalam konteks menuntut ilmu),
sehingga implementasinya menuntut ilmu (belajar) itu wajib dalam
ajaran agama Islam. Pada ayat pertama Allah memerintahkan untuk
membaca karena membaca merupakan kunci keberhasilan dunia dan
akhirat selama dilakukan lillahita’ala. Meskipun bacaan yang dimaksud
tersebut bukan hanya sekedar ayat-ayat al-Qur’an saja melainkan
apapun yang bisa dibaca.20 Dengan membaca, pengetahuan akan
bertambah, apalagi jika yang dibaca adalah al-Qur’an (ayat Allah yang
Mulia) maka pahala pun akan kita raih. Selain itu, Rasulullah bersabda:

‫ َع ْن َس ْع ِد ْب ِن‬،‫ َع ْن عَلْقَ َم َة ْب ِن َم ْرثَ ٍد‬،‫ َح َدثَ َنا ُش ْع َب ُة‬،‫َح َدثَ َنا َح ْف ُص ْب ُن ُ َۡع َر‬
:‫هللا عَلَ ْي ِه َو َس َ ََّل قَا َل‬
ُ ‫ َع ِن النَ ِ ِ ذب َص ََّل‬،‫ َع ْن ُعثْ َم َان‬،‫ َع ْن َأ ِِب َع ْب ِد َالر ْ َْح ِن‬،َ‫ُع َب ْيدَ ة‬
21
»‫«خ ْ َُْي ُ ُْك َم ْن ت َ َع َ ََّل الْ ُق ْرأ ٰٓ َن َوعَل َ َم ُه‬
Teks hadits di atas memberitahukan bahwasanya sebaik-baik
kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an dan mengamalkannya. Hal
itu mengisyaratkan akan pentingnya dan mulianya orang yang
mempelajari al-Qur’an. Rasulullah saw. memberikan pesan kepada kita
untuk senantiasa mempelajari al-Qur’an, karena di dalamnya terdapat
kedamaian dan ketentraman bagi siapa yang membaca apalagi
mengkajinya secara mendalam.
Al-Qur’an berasal dari kata qara’a, qiratan, wa qur’anan. Kata
qara’a mempunyai makna mengumpulkan dan menghimpun, dan kata
qira’ah memiliki makna menghimpun huruf-huruf dan kata-kata
menjadi satu dengan yang lain dalam suatu ucapan yang tersusun rapi.22

20
M. Quraish Shihab, Al-Lubab, (Tangerang: Lentera Hati, 2012), h. 689.
21
Abu Daud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Sijistani, Sunan Abi Daud, (Bairut: Maktabah Ashriyah),
Juz 2, h. 70.
22
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2004),
h. 15.
13

Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang diturunkan dari sisi Allah


kepada Rasul-Nya penutup para nabi yakni Muhammad bin Abdullah
yang dinukilkan daripadanya dengan penukilan yang mutawatir lafaz
maupun maknanya, serta merupakan kitab samawi yang terakhir turun.23
Pendapat lain menyatakan bahwasanya al-Qur’an adalah kalamullah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dan membacanya
bernilai ibadah.24
Pembelajaran membaca al-Qur’an merupakan pembelajaran yang
penting sekali untuk umat muslim. Sebagaimana firman Allah dalam
QS. al-‘Alaq ayat 1-5 di atas bahwasanya wahyu pertama yang turun
adalah perintah untuk membaca, bahakan Malaikat Jibril sampai
mengulang perintah tersebut sebanyak tiga kali. Dan nabi pun mengikut
cara Malaikat Jibril ketika menyampaikan wahyu kepada para sahabat,
karena saat itu para sahabat juga belum banyak yang bisa membaca
apalagi menulis, akan tetapi para sahabat bisa menerima bacaan secara
baik.25 Hal ini menjadikan membaca merupakan gerbang ilmu
pengetahuan. Banyak sekali manfaat dari membaca, apalagi yang dibaca
adalah al-Qur’an, karena al-Qur’an menjadi kunci petunjuk bagi umat
muslim.
Dengan ini dapat dipahami, pembelajaran membaca al-Qur’an
ialah suatu proses aktivitas belajar, mengajar, membimbing dan melatih
siswa untuk membaca al-Qur’an yang benar dan fasih serta sesuai
dengan kaidah tajwid. Menjelaskan manfaat yang bisa didapat oleh
siswa di samping membaca al-Qur’an merupakan ibadah bagi siapa

23
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 23.
24
Manna al-Qathan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), h. 17.
25
Muhammad Aman Ma’mun, Kajian Pembelajaran Baca Tulis Al-Qur’an, Jurnal Pendidikan
Islam Vol.4 No.1, Maret 2016, h. 54.
14

yang membacanya, serta memotivasi siswa agar menjadikan membaca


al-Qur’an kebiasaan rutin yang dilakukan setiap hari.

b. Komponen-komponen Pembelajaran dalam Membaca Al-Qur’an


Di dalam pembelajaran, terdapat komponen-komponen
pembelajaran yang sangat berkaitan satu sama lain. Di antara
komponen-komponen pembelajaran adalah tujuan, bahan atau materi,
guru, siswa, metode, media, dan evaluasi.26 Begitupun dalam
pembelajaran membaca al-Qur’an tak lepas dari komponen-komponen
tersebut. Adapun komponen-komponen di atas sebagai berikut:
1) Tujuan Pembelajaran
Pada proses pembelajaran, tujuan menjadi komponen
pertama yang harus ditetapkan yang berfungsi sebagai indikator
keberhasilan pembelajaran. Tujuan ini pada dasarnya merupakan
tingkah laku dan kemampuan yang harus dicapai dan dimiliki
siswa setelah ia menyelesaikan kegiatan belajar. Isi tujuan
pembelajaran pada dasarnya merupakan hasil belajar yang
diharapkan.
Pembelajaran al-Qur’an sebagai kegiatan interaksi belajar
mengajar juga mempunyai tujuan, di antara tujuan tersebut adalah:

a) Agar siswa mampu membaca al-Qur’an dengan fasih dan


sesuai dengan kaidah tajwid
b) Diharapkan siswa mampu membiasakan diri membaca al-
Qur’an dalam hidupnya

26
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta,
2002), h. 10.
15

c) Memperbanyak pengetahuan kata-kata dan kalimat yang indah


dan menyejukkan hati.27
2) Bahan atau Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran adalah pengetahuan atau isi
pembelajaran yang harus dikuasai peserta didik dalam rangka
memenuhi standar yang ditetapkan. Materi pembelajaran
diharapkan mampu mendukung tercapainya tujuan pembelajaran.
Berikut ini adalah materi dari pembelajaran membaca al-Qur’an:
a) Pengenalan huruf hijaiyah dari alif samapai huruf ya
b) Cara membunyikan masing-masing huruf hijaiyah dan sifat-
sifat hurufnya yang dibahas dalam ilmu makhraj
c) Bentuk dan fungsi tanda baca, seperti syakal, syaddah, mad,
dan lain sebagainya
d) Bentuk dan fungsi tanda berhenti baca (waqaf)
e) Cara membaca dengan melagukan macam-macam irama dan
macam-macam qiraat yang dimuat dalam Ilmu Nagham dan
Ilmu Qira’at
f) Adabut Tilawah, yang berisi tata cara dan etika membaca al-
Qur’an sesuai dengan fungsi bacaan itu sebagai ibadah.28
3) Guru
Guru adalah seseorang yang menyebabkan orang lain
mengetahui atau memberikan pengetahuan dan keterampilan. Ada
juga yang mengatakan bahwa guru adalah orang yang layak
digugu dan ditiru.29 Guru merupakan tempat sentral yang
keberadaannya merupakan penentu bagi keberhasilan pendidik

27
Ibid. hlm. 56.
28
Muhammad Aman Ma’mun, Kajian Pembelajaran Baca Tulis Al-Qur’an, Jurnal Pendidikan
Islam Vol.4 No.1, Maret 2016, h. 57.
29
Syafruddin Nurdin dan Basyiruddin Usaman, Guru Profesional & Implementasi Kurikulum,
(Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 7.
16

dan pengajar. Tugas guru secara umum adalah menyampaikan


perkembangan seluruh potensi siswa semaksimal mungkin baik
psikomotorik, kognitif, maupun afektif. Tugas ini tidaklah mudah,
perlu dedikasi yang tinggi dan penuh tanggung jawab.

4) Siswa
Siswa bisa diartikan juga murid atau peserta didik. siswa
adalah orang yang menghendaki dalam mendapatkan ilmu
pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan kerpibadian yang
baik. Yang nantinya akan menjadi bekal dalam hidupnya agar
Bahagia di dunia dan akhirat melalui jlan belajar dan
kesungguhan hati.

5) Metode
Metode berasal dari Bahasa Latin yakni methodos yang
memiliki makna jalan yang harus dilalui. Dalam KBBI dikatakan
metode berarti cara yang tersusun rapi dan ilmiah agar
mendapatkan ilmu atau juga cara mendekati, mengamati,
menganalisis serta menjelaskan fenomena dengan melakukan
sesuatu dengan landasan teori.30 Sedangkan metodologi
pembelajaran ialah ilmu yang membahas mengenai tata cara
melakukan aktivitas yang tersusun dari sebuah lingkungan yang
terdiri dari guru dan peserta didik untuk saling berinteraksi dalam
melakukan suatu kegiatan sehingga proses belajar berjalan baik
dan tujuan pembelajaran tercapai. Oleh sebab itu metode

30
Jamil Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), h. 154.
17

pembelajaran digunakan untuk merealisasikan strategi


pembelajaran yang telah ditetapkan. 31
Umat muslim memulai hubungan dengan al-Qur’an melalui
belajar cara membacanya. Zaman dahulu orang-orang untuk
belajar membaca al-Qur’an membutuhkan waktu yang tidak
sebentar. Akan tetapi, sekarang banyak cara untuk memudahkan
dalam membaca al-Qur’an yaitu dengan adanya metode-metode
membaca al-Qur’an yang ditawarkan. Di Indonesia ada
bermacam-macam metode membaca al-Qur’an, diantaranya
Metode Baghdadiyah, Metode Hattaiyah di Riau, Metode Al-
Barqi di Surabaya, Metode Qiro’ati di Semarang, Metode Iqra’ di
Yogyakarta, Metode Al-Banjari di Banjarmasin, Metode Tombak
Alam di Sumatera Barat, Metode Muhafakah (metode yang
digunakan untuk pengajaran dengan cara hafalan kalimat sehari-
hari), Metode Muqoronah (metode dengan padanan huruf atau
persamaan huruf ), Metode Wasilah (Metode urai baca dengan alat
peraga), Metode Saufiyah (dengan cara gestalt), Metode
Tarqidiyah, Metode Jam’iyyah (metode campuran), Metode An-
Nur, Metode El-Fath, Metode 15 jam belajar al-Qur’an dan
Metode A Ba Ta Tsa.32
Salah satu metode dalam membaca al-Qur’an adalah
Metode Iqro’. Metode Iqra’ adalah metode membaca al-Qur’an
yang disusun oleh H. As’ad Humam bertempat di Yogyakarta.
Metode ini mengutamakan langsung pada latihan membaca tanpa
dieja, sehingga tidak memerlukan alat bantu yang beranekaragam.

31
Ali Mudlofir dan Evi Fatimatur Rusydiyah, Desain Pembelajaran Inovatif, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2017), h. 105.
32
Muhammad Aman Ma’mun, Kajian Pembelajaran Baca Tulis Al-Qur’an, Jurnal Pendidikan
Islam Vol.4 No.1, Maret 2016, h. 57.
18

Terdapat enam jilid buku yang menjadi panduan dalam


pembelajaran membaca al-Qur’an ini disertai dengan petunjuk
pembelajaranya. Mulai dari tingkatan yang sederhana hingga pada
tingkatan yang sempurna secara bertahap. Hal ini mempermudah
bagi setiap orang yang sedang belajar membaca al-Qur’an ataupun
yang mengajarkannya.33
Dilihat dari sudut kata Iqra’ memiliki arti bacalah, yang bisa
diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan ilmu
pengetahuan harus diawali dengan membaca. Sama halnya
dengan Metode Iqra’ ini yang digunakan sebagai tahap awal agar
mampu membaca al-Qur’an dengan baik dan lancar. Dan metode
ini juga tidak asing lagi dikalangan masyarakat karena sudah
banyak yang menggunakannya sebagai jembatan dalam belajar
membaca al-Qur’an.34 Bahkan pernah menjadi proyek oleh
Departemen Agama RI sebagai upaya untuk mengembangkan
minat baca terhadap kitab suci al-Qur’an.
Kelebihan dan kekurangan dari Metode Iqra’ adalah sebagai
berikut:35
Tabel 2.1
Metode Iqra’
Kelebihan Kekurangan
a) Adanya buku yang mudah a) Siswa kurang tahu nama
dibawa dan dilengkapi huruf hijaiyah karena

33
Srijatun, Implementasi Pembelajaran Baca Tulis Al-Qur’an Dengan Metode Iqro Pada Anak
Usia Dini Di RA Perwanida Slawi Kabupaten Tegal, Jurnal Pendidikan Islam, Vol.11 Nomor 1, ISSN
1979-1739, 2017, h. 33.
34
Fitri Liza, Analisis Metode Iqra dalam Pembacaan Fawatihussuwar Mahasiswa FAI
UHAMKA, Jurnal Pendidikan Islam, Volume 10 Nomor 1, E-ISSN: 25497146, Mei 2019, h. 34.
35
Srijatun, Op.Cit, h.36.
19

dnegan beberapa petunjuk tidak diperkenalkan pada


teknis pembelajaran awal pembelajaran
b) CBSA (Cara Belajar Siswa b) Siswa kurang tahu istilah
Aktif) atau nama hukum bacaan
c) Bersifat individual dalam ilmu tajwid
d) Menggunakan bacaan yang
langsung mengenal bunyi
bacaan (praktis)
e) Sistematis dan mudah
diikuti

6) Media Pembelajaran
Media berasal dari bahasa Latin yakni “medium” yang
berarti perantara atau pengantar. Lebih lanjut lagi, media adalah
sarana penyalur pesan atau informasi belajar yang hendak
disampaikan oleh sumber pesan kepada sasaran atau penerima
pesan tersebut. Pengertian lain bahwa media pembelajaran adalah
segala sesuatu baik berupa fisik maupun teknis dalam proses
pembelajaran yang dapat membantu guru untuk mempermudah
dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa sehingga
memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran yang telah
drumuskan.36
Media pembelajaran memiliki peran yang snagta penting
dalam proses belajar mengajar. Media memiliki tiga peranan,
yakni peran sebagai penarik perhatian (international role), peran

36
Talizato Tafonao, Peranan Media Pembelajaran dalam Meningkatkan Minat Belajar
Mahasiswa, Jurnal Komunikasi Pendidikan, Vol.2 No.2, E-ISSN 2549-4163, Juli 2018, h. 104-105.
20

komunikasi (communication role), dan peran ingatan atau


penyimpanan (retention role).37
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, guru perlu
dilandasi Langkah-langkah dengan sumber ajaran agama,
sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah An-Nahl ayat 44,
yakni:

‫بِألأ َب ِ ذين َ َٰ ِت َوأ ُّلزُب ِۗ ِر َو َأ َنزلأنَآٰ الَ أي َك أ ذِل أك َر ِل ُت َب ِ ذ َّي لِلنَ ِاس َما ُن ذ ِز َل الَۡيأ ِ أم‬
ِ ِ
٤٤ ‫ون‬ َ ‫َولَ َعلَه أُم ي َ َت َفكَ ُر‬
Artinya: “Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan
Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan
pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan.” (QS. An-Nahl: 44)

7) Evaluasi Pembelajaran
Secara bahasa, evaluasi berarti evaluation (Inggris), al-taqdiir
(Arab), penilaian (ndonesia). Sedangkan menurut istilah evaluasi
adalah kegiatan atau proses penentuan nilai, sehingga dapat
diketahui mutu atau hasil-hasilnya.38
Berikut adalah jenis-jenis evaluasi dalam jangka panjang dan
pendek:
a) Evaluasi harian
Evaluasi harian merupakan kegiatan evaluasi ynag
dilakukan sehari-hari. Evaluasi ini dalam bentuk post test
pada akhir pembelajaran dan juga berupa pekerjaan rumah.
Evaluasi melalui test tulis maupun test lisan baik diberi

37
M. Ramli, Media Pembelajaran dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-Hadits, Ittihad Jurnal
Kopertais Wilayah XI Kalimantan, Vol. 13 No.23, April 2015, h. 133.
38
Dedi Wahyudi, Konsepsi Al-Qur’an tengtang Hakikat Evaluasi dalam Pendidikan Islam,
Hikmah, Vol. XII, No. 2, 2016, h. 284.
21

tahukan terlebih dahulu maupun tidak. Soal evaluasi harian


dibuat oleh guru, disesuaikan dengan kemampuan dan
kondisi siswa yang sangat dipahami oleh guru yang
bersangkutan. Dalam evaluasi harian guru melihat hasil
yang dikerjakan oleh siswa kemudian jikalau masih ada
kesalahan maka guru akan membenarkan dan memberi
masukan.
b) Test formatif
Test formatif ini diadakan untuk mengetahuo hasil belajar
siswa pada tiap bab. Setiap pembelajaran dalam satu bab
maka guru mengadakan test dengan maksud untuk
mengetahui sejauh mana keberhaslan pembelajaran yang
telah dilakukan.
c) Ujian tengah semester
Ujian tengah semester merupakan test yang diadakan
untuk mengetahui hasil pembelajaran yang telah
dilaksanakan pada tengah semester. Pelaksanaan ujian
tengah semester mengacu pada kalender Pendidikan yang
berlangsung bersamaan dengan ujian tengah smester pada
sekolah umum.
d) Test semester
Test umum yang diadakan untuk kenaikan kelas pada
akhir tahun pelajaran. Hasil dari test semester ini nantinya
digabungkan dengan nilai tes harian, tes formatif, dan
tengah semester. Sehingga akan dihasilkan nilai rata-rata
untuk kenaikan kelas.39

39
M. Zein, Metodologi Pengajaran Islam, (Yogyakarta: AK Group, 1995), h. 88.
22

2. Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu


a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu
Anak berkebutuhan khusus atau yang biasa disebut dengan ABK
menurut undang-undang nomor 12 tahun 2003, tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 32 ayat 1 dan penjelasan pasal
15, yakni mereka yang memiliki kelainan baik fisik, emosional, mental.
Sosial, dan atau memiliki kecerdasan dan bakat istimewa.40
Istilah tunarungu berasal dari kata “tuna” yang berarti kurang dan
“rungu” berarti pendengaran.41 Tunarungu secara umum digunakan
untuk menyebut kondisi seseorang yang mengalami gangguan
pendengaran.42 Tunarungu adalah suatu keadaan di mana seseorang
kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat
mendapat rangsangan, terutama melalui indra pendengarannya. 43 Baik
seseorang itu mengalami kekurangmampuan mendengar ataupun
mengalami kehilangan pendengarannya. Dalam pengertian lain
dikatakan tunarungu memiliki pengertian individu dengan hambatan
sensori pendengaran yakni mereka yang mengalami kehilangan
kemampuan pendengaran menyeluruh atau sebagian, dan walaupun
telah diberi bantuan dengan alat bantu dengar masih tetap membutuhkan
penyesuaian layanan pendidikannya.44
Pengertian tunarungu menurut beberapa ahli, sebagai berikut:45
1) Menurut Andreas Dwijosumarto

40
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, h.16
41
Haenudin, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu, (Jakarta: PT Lxima Metro
Media, 2013), h. 53
42
Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 34.
43
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan: Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta:
Lembaga Peneltian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 48.
44
Hidayat, dkk, Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam Setting Inklusisf, (Bandung: UPI
Press, 2006), h. 2.
45
Agustyawati dan Solicha, Loc.Cit.
23

Tunarungu adalah seseorang yang tidak atau kurang mampu


mendengar suara.
2) Menurut Mufti Salim
Tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau
kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan karena
kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat
pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam
perkembangan bahasanya.
3) Menurut Donal F. Moores yang dikutip oleh Haenudin dalam
buku Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu
Tunarungu adalah istilah yang menunjukkan kesulitan
mendengar dari yang ringan sampai yang berat. Digolongkan ke
dalam tuli dan kurang mendengar.46
Tunarungu dapat dibedakan menjadi dua, yakni:47
1) Tuli (deaf) yaitu ketika indra pendengarannya mengalami
kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengarannya tidak
berfungsi lagi.
2) Kurang dengar (low of hearing) yaitu indra pendengarannya
mengalami kerusakan akan tetapi masih bisa berfungsi untuk
mendengar baik dengan maupun melalui alat bantu dengar
(hearing aid).
Dari beberapa pengertian tunarungu di atas dapat dipahami
bahwasanya tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan
ataupun kehilangan pendengarannya baik sebagian ataupun keseluruhan
yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat
pendengarannya, sehingga ia tidak bisa menggunakan alat

46
Haenudin, Op.Cit., h. 55.
47
Agustyawati dan Solicha, Op.Cit.
24

pendengarannya dalam kehidupan sehari hari dan membawa dampak


dalam kehidupan secara kompleks.
b. Ciri-ciri Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu
Pada anak tunarungu, ketika anak tersebut lahir ia tidak dapat
menangis, sekalipun memakai cara adat, misalnya pada adat Jawa
menggunakan cara digeblek atau si bayi dibuat kaget agar anak dapat
menangis.48 Jika dilihat secara fisik, pada anak tunarungu terlihat biasa
saja seperti anak normal pada umumnya, akan tetapi akan terlihat bahwa
anak tersebut adalah tunarungu jika kita berkomunikasi dengannya.
Anak tunarungu bukan hanya mengalami gangguan dalam
pendengaran namun mengalami kesulitan juga dalam berbicara.
Sebagaimana kita ketahui bahwasanya kemampuan berbicara seseorang
dipengaruhi seberapa sering mendengarkan pembicaraan. Akan tetapi
anak tunarungu tidak bisa mendengarkan pembicaraan sehingga
kesulitan untuk memahami percakapan yang dibicarakan oleh orang
lain. Selain kesulitan untu berbicara, ketiadaan informasi yang
berhubungan dengan pendengaran menambah lambatnya respon bagi
sebagian besar anak tunarungu.49
Penderita tunarungu harus menggunakan bahasa isyarat untuk
dapat berkomunikasi dengan orang lain. Adapun ciri-ciri anak
tunarungu, antara lain:
1) Kemampuan bahasanya terlambat
2) Tidak bisa mendengar
3) Lebih sering menggunakan bahasa isyarat dalam
berkomunikasi
4) Ucapan kata yang dikeluarkan tidak begitu jelas

48
Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 34.
49
Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi,
(Bandung: Rafika Aditama, 2006). h. 105.
25

5) Kurang atau tidak menanggapi komunikasi yang dilakukan


orang lain terhadapnya
6) Sering memiringkan kepala bila disuruh mendengar
7) Keluar nanah dari kedua telinga
8) Terdapat kelainan organis telinga.50

Sedangkan dalam buku Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus


dalam Setting Pendidikan Inklusi karya Bandi Delphie menyebutkan
ciri-ciri bagi anak tunarungu adalah sebagai berikut:

1) Kurang memperhatikan saat guru menjelaskan pelajaran di


kelas
2) Selalu memiringkan kepalanya sebagai pergantian telinga
terhadap sumber bunyi dan seringkali meminta pengulangan
penjelasan guru di kelas
3) Memiliki kesulitan untuk mengikuti petunjuk secara lisan
4) Enggan berpartisipasi secara oral karena dimungkinkan
mengalami hambatan dalam pendengarannya
5) Adanya ketergantungan terhadap petunjuk atau instruksi di
kelas
6) Mengalami hambatan perkembangan bahasa dan bicara
7) Perkembangan intelektual siswa terganggu
8) Memiliki kemampuan akademik yang rendah, khususnya
dalam membaca.

c. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu


Para ahli berpendapat pentingnya klasifikasi bagi anak tunarungu,
hal ini digunakan untuk keperluan layanan pendidikan khsusus. Dengan

50
Aqila Smart, Op.Cit,.
26

adanya klasifikasi ini bisa menentukan alat bantu dengar yang


disesuaikan dengan sisa pendengarannya dan bisa menunjang
pembelajaran yang efektif. Penentuan tingkat kedengaran, pemilihan
alat bantu serta layanan khusus yang tepat akan menghasilkan
pencapaian yang optimal dalam mempersepsi bunyi bahasa dan
wicara.51
Ada beberapa jenis klasifikasi terhadap anak tunarungu, di antaranya:
1) Kalsifikasi berdasarkan etiologi, yakni pembagian berdasarkan
sebab-sebab, sebagai berikut:
a) Pada saat sebelum lahir
(1) Salah satu kedua orang tua mempunyai gen sel bersifat
abnormal, seperti dominant ganes, resecive gen dan lain-
lain.
(2) Saat sedang hamil terutama pada trimester pertama yakni
saat pembentukan ruang telinga, sang ibu terkena
penyakit seperti penyakit Rubella, Moribli, dan lain-lain.
(3) Karena kecanduan obat-obatan atau alkohol.
b) Pada saat kelahiran
(1) Pada saat melahirkan, ibu mengalami kesulitan sehingga
dibantu dengan penyedot (tang).
(2) Prematuritas.
c) Pada saat setelah melahirkan
(1) Terjangkit infeksi otak (meningitis) atau infeksi umum
misalnya Difteri, Morilbi, dan lain-lain.
(2) Pemakaian obat-obat otoksi pada anak.

51
Haenudin, Op.Cit., h. 56
27

(3) Kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan pada alat


dengar bagian dalam, misalnya jatuh.52
2) Klasifikasi berdasarkan anatio sosiologi, sebagai berikut:
a) Tunarungu hantaran (Konduksi), yakni tunarungu yang
disebabkan karena kerusakan atau tidak berfungsinya alat-
alat penghantar getaran suara pada telinga bagian tengah.
b) Tunarungu syaraf (Sensorineural), yakni tunarungu yang
disebabkan karena kerusakan atau tidak berfungsinya alat-
alat pendengaran bagian dalam syaraf pendengaan yang
menyalurkan getaran ke pusat pendengaran pada Lobus
Temporalis.
c) Tunarungu campuran, yakni tunarungu yang disebabkan
kerusakan pada penghantar suara dan kerusakan pada syaraf
pendengaran.53
3) Klasifikasi menurut taraf pendengaran, dapat diketahui melalui
alat audiometer (alat pengukur derajat kehilangan pendengaran
dengan ukuran decibel (dB)), antara lain:
a) 0-26 dB masih mempunyai pendengaran normal
b) 27-40 dB mempunyai kesulitan mendengar tingkat ringan,
masih mampu mendengar bunyi-bunyian yang jauh. Individu
tersebut membutuhkan terapi bicara.
c) 41-55 dB mempunyai kesulitan mendengar tingkat
menengah, dapat mengerti percakapan. Individu tersebut
membutuhkan alat bantu dengar.
d) 56-70 dB mempunyai kesulitan mendengar tingkat menengah
berat. Kurang mendengar dari jarak dekat, memerlukan alat

52
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan: Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta:
Lembaga Peneltian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 48-49.
53
Haenudin, Op.Cit., h. 62-63.
28

bantu dengar dan membutuhkan latihan berbicara secara


khusus.
e) 71-90 dB mempunyai kesulitan mendengar tingkat berat.
Individu tersebut termasuk orang yang mengalami ketulian,
hanya bisa mendengarkan suara keras yang berjarak kurang
lebih satu meter. Kesulitan membedakan suara yang
berhubungan dengan bunyi secara tetap.
f) 91- seterusnya, termasuk individu mempunyai ketulian
sangat berat. Tidak dapat mendengarkan suara, sangat
membutuhkan bantuan khusus secara intensif terutama dalam
keterampilan percakapan atau berkomunikasi.54

d. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu


Berikut ini adalah karakteristik anak tunarungu dilihat dari segi
intelegensi, bahasa dan bicara, serta emosi dan sosial.
1) Karakteristik dalam Segi Intelegensi
Secara potensial anak tunarungu tidaklah berbeda dengan anak
normal padan umumnya. Ada yang pintar, sedang dan ada pula yang
bodoh. Akan tetapi secara fungsional intelegensi anak tunarungu
dibawah anak normal, hal ini karena kesulitan yang mereka hadapi
dalam memahami bahasa. Perkembangan intelegensi anak
tunarungu berbeda dengan anak yang mendengar, karena anak yang
mendengar belajar banyak dari apa yang mereka dengar, dan secara
tidak langsung hal itu merupakan proses latihan dari berfikir.
Rendahnya prestasi belajar anak tunarungu bukan karena

54
Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi,
(Bandung: Rafika Aditama, 2006). h. 102.
29

intelegensi mereka rendah, namun karena intelegensinya tidak


mampu berkembang secara optimal.
2) Karakteristik dalam Segi Bahasa dan Bicara
Adanya hubungan antara bahasa dan bicara membuat anak
tunarungu mengalami hambatan. Bahasa dan bicara merupakan
hasil proses peniruan sehingga anak tunarungu memiliki ciri khas
dalam segi bahasa, yakni sangat terbatas dalam pemilihan kosa kata,
sulit mengartikan arti kiasan dan kata-kata yang bersifat abstrak.
3) Karakteristik dalam Segi Emosi dan Sosial
Anak tunarungu memiliki hambatan dalam komunikasi dengan
orang lain, hal ini membuat anak tunarungu merasa terasingi
dilingkungannya. Anak tunarungu bisa melihat semua kejadian
namun sulit untuk memahami dan mengikutinya secara keseluruhan
sehingga menimbulkan emosi yang tidak stabil, mudah curiga, dan
kurang percaya diri. Dalam pergaulan juga cenderung merasa
minder karena memiliki keterbatasan dalam komunikasi secara lisan
sehingga memilih untuk memisahkan diri dari orang normal.
a) Egosentrisme yang melebihi anak normal
b) Mempunyai perasaan takut akan lingkungannya yang lebih luas
c) Memiliki ketergantungan pada orang lain
d) Perhatian mereka lebih sulit dialihkan
e) Umumnya anak tunarungu mempunyai sifat yang polos,
sederhana dan tidak banyak masalah
f) Lebih mudah marah dan cepat tersinggung55

55
Haenudin, Op.Cit., h. 66-67.
30

e. Media Pembelajaran bagi Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu


Secara umum, anak berkebutuhan khusus tunarungu
membutuhkan media pembelajaran yang sama dengan anak normal.
Akan tetapi, karena anak tunarungu memiliki hambatan dalam
mendengar dan juga berbicara, maka mereka memerlukan alat bantu
khusus. Berikut ini adalah beberapa alat bantu khusus bagi anak
tunarungu:56
1) Audiometer
Audiometer merupakan alat elektronik untuk mengukur taraf
kehilangan pendengaran seseorang. Dengan audiometer ini dapat
diketahui sejauh mana sisa pendengaran anak yang masih bisa
difungsikan.
2) Hearing Aids (Alat bantu dengar)
Cara bekerja alat ini yakni: suara (energi akustik) diterima
michrophone, kemudian diubah menjadi energi listrik dan
dikeraskan melalui amplifer, kemudian diteruskan ke receiver
(telephone) yang mengubah Kembali energi listrik menjadi suara
seperti alat pendengaran pada telepon dan diarahkan kegendang
telinga. Adanya alat bantu dnegar ini anak tuna rungu bisa berlatih
mendnegar baik secra individual maupun kelompok.
3) Komputer
Komputer dapat memberikan informasi secara visual. Hal ini sangat
beguna bagi anak tunarungu yang mengalami kelainan berta.
Disamping itu, anak tunarungu terlebih dahulu harus bisa membaca
atau paling tidak bisa menginterpretasikan simbol-simbol yang
dipakai.

56
Haenudin, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu, (Jakarta: Luxima Metro Media,
2013), h. 113-118.
31

4) Audiovisual
Audiovisual sangat berguna bagi anak tunarungu, karena dengan itu
anak tunarungu bisa memperhatikan sesuatu yang ditampilkan
walaupun dalam kemampuan mendengar yang terbatas. Hal ini bisa
berupa film, video-tapes, TV.
5) Tape Recorder
Alat ini berguna untuk mengontrol ucapan yang sudah direkam,
sehingga dapat mengetahui perkembangan bahasa anak tunarungu
dari hari kehari.
6) Spatel
Spatel adalah alat bantu untuk membetulkan posisi organ bicara.
Dengan menggunakan spatel, kita dapat membetulkan posisi lidah
anak tunarungu, sehingga mereka dapat berbicara dengan benar.
7) Cermin
Cermin bermanfaat bagi anak tunarungu untuk belajar
mengucapkan sesuatu dengan artikulasi yang baik. Selain itu, anak
bisa menyamakan ucapan melalui cermin dengan apa yang
diucapkan oleh guru artikulator. Dengan cermin, articulator bisa
mengontrol Gerakan-gerakan yang tidak tepat dari anak, sehingga
mereka sadar dalam mengucapkan konsonan, vocal, kata-kata, atau
kalimat secara benar.

f. Metode Pembelajaran bagi Anak Berkebutuhan Khusus


Tunarungu
Pada proses pendidikan, metode pembelajaran sangat penting bagi
peserta didik. Bahasa memegang peran baik bagi bentuk lisan, tulisan
maupun isyarat. Berikut adalah metode yang digunakan bagi anak
berkebutuhan khusus tunarungu:
32

1) Metode Oral
Metode oral adalah salah satu bentuk untuk melatih anak tunarungu
agar bisa berkomunikasi secara lisan (verbal) dengan lingkungan
orang mendengar. Pentingnya dukungan dari lingkungan anak yakni
dengan cara melibatkan anak tunarungu berbicara secara verbal
dalam setiap kesempatan. Dengan diberikannya kesempatan, secara
tidak langsung anak termotivasi untuk membiasakan berbicara
secara lisan.
2) Metode Membaca Ujaran
Membaca ujaran atau membaca gerak bibir (lips reading) yakni
suatu kegiatan yang meliputi pengamatan visual dari bentuk dan
Gerakan bibir lawan bicara sewaktu proses bicara. Dengan
membaca gerak bibir dapat memberikan makna pada apa yang
diucapkan lawan bicara, dimana ekspresi muka dan pengetahuan
bahasa ikut berpean.57
3) Metode Manual
Metode manual adalah suatu cara mengajar atau melatih
berkomunikasi anak tunarungu dengan isyarat atau ejaan jari.
Bahasa manual atau bahasa isyarat mempunyai unsur gesti atau
bahasa tangan yang ditangkap melalui penglihatan atau suatu bahasa
yang menggunakan modalitas gesti-visual. 58
4) Metode Ejaan Jari
Salah satu komponen atau unsur yang menunjang terhadap bahasa
isyarat adalah ejaan jari atau disebut juga abjad jari. Penerapan
sistem ejaan jari antara lambing manual dengan lambing tulisannya

57
Ibid, h. 131-133.
58
Ibid, h. 139.
33

terdapat suatu hubungan sehingga terjadi pula hubungan kata demi


kata dengan kegiatan membaca dan menulis.59
5) Metode Komunikasi Total
Komunikasi total adalah kesleuruhan spektrum cara bahasa yang
lengkap, gesti anak, bahasa isyarat, membaca ujaran, ejaan jari,
membaca dan menulis, pengembangan sisa pendengaran guna
memajukan keterampilan berbicara dan membaca ujaran. 60

3. Sekolah Inklusi
a. Pengertian Sekolah Inklusi
Secara bahasa kata inklusi merupakan lawan kata dari eksklusi,
inklusi berarti terbuka sedangkan eksklusi berarti tertutup. Pendidikan
inklusif merupakan bermakna pendidikan yang sifatnya terbuka untuk
siapapun yang ingin masuk sekolah baik dari golongan anak normal
ataupun anak berkebutuhan khusus. Oleh sebab itu, sarana dan
prasarana yang ada di sekolah itu dirancang untuk bisa oleh semua
kalangan termasuk anak berkebutuhan khusus seperti lingkungan
sekolah, tata ruang kelas, laboraturium dan lain sebagainya.61
Di negara Indonesia, pendidikan inklusif merupakan layanan
pendidikan yang menggabungkan anak berkebutuhan khusus untuk
belajar bersama denagan teman sebayanya di sekolah umum yang
terdekat dengan tempat tinggalnya.62 Melalui pendidikan inklusif, anak
berkelaianan dididik bersma-sama dengan anak normal untuk
mengoptimalkan potesi yang dimilikinya. Oleh karena itu, tidaklah
berlebihan jika sekolah umum dengan orientasi inklusif merupakan

59
Ibid, h. 150-151
60
Ibid, h. 157.
61
Ilun Mualifah, dkk, Perkembangan Peserta Didik (Edisi Pertama), (Jakarta: Learning
Assistance Program For Islamic Schools, 2008) h. 12.
62
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), h. 26.
34

sarana yang paling efektif untuk melawan sikap diskriminatif,


menciptakan masyarakat yang ramah, membangun masyarakat yang
inklusif dan mencapai pendidikan bagi semua (educarion for all).63
Pendidikan inklusif berarti sekolah harus mengakomodasi semua
anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional,
linguistik atau kondisi lainnya. Ini harus mencakup anak-anak
penyandang cacat dan berbakat. Anak-anak jalanan dan pekerja, anak
berasal dari populasi terpencil atau yang berpindah-pindah. Anak dari
kelompok etnis minoritas, linguistik atau budaya dan anak-anak dari
area atau kelompok yang kurang beruntung atau termajinalisasi. 64
Dengan ini dapat dipahami, sekolah inklusif adalah sekolah yang
menempatkan anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus belajar
bersama dengan anak normal dalam satu kelas di sekolah umum yang
dekat dengan tempat tinggalnya.

b. Dasar Penyelenggaraan Sekolah Inklusi


Sekolah inklusi merupakan layanan pendidikan yang diberikan
pada anak berkebutuhan khusus supaya memperoleh pendidikan yang
layak. Untuk memenuhi kebutuhan pendidikannya, anak berkebutuhan
khusus mempunyai hak yang sama dengan anak normal lainnya. Dalam
pasal 31 UUD 194565 disebutkan bahwa setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan.66 Sedangkan mengenai pendidikan inklusi
telah diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20

63
Ibid,.h. 27.
64
Hidayat, dkk, Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam Setting Inklusisf, (Bandung: UPI
Press, 2006), h. 2.
65
Undang–Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat I sesudah Amandemen I–IV, dilengkapi Susunan
Kabinet Indonesia Bersatu II Tahun 2009–2014 dan Butir–butir Pancasila, (Surakarta: ITA, tt), h. 23.
66
Jamilah Candra Pratiwi, Sekolah Inklusi untuk Anak Berkebutuhan Khusus: Tanggapan
Terhadap Tantangan Kedepannya, Seminar Nasional Pendidikan UNS & ISPI Jawa Tengah, ISBN: 978-
979-3456-52-2, 2015, h. 237-238.
35

Tahun 2003 Pasal 567 tentang Pendidikan Khusus, bahwa pendidikan


khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik berkelainan atau
peserta dididk dengan kecerdasan luar biasa dan diselenggarakan secara
inklusi. Selain itu, dalam aturan Permendiknas No. 70 Tahun 200968
juga ditegaskan bahwa telah diberikan kesempatan pada anak
berkebutuhan khusus untuk mengenyam pendidikan di sekolah reguler
pada tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah. Serta ada juga
Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 mengenai Standar Nasional
Pendididkan dalam pasal 4(1) yang mendorong terwujudnya pendidikan
inklusi di Indonesia dengan tenaga pendidik yang kompeten untuk
menyelenggarakan pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan
khusus.69
Hak untuk mendapatkan pendidikan inklusi bukan hanya
dilindungi dalam Undang-undang dalam negeri saja, melainkan dunia
internasional juga telah membuat kesepakatan mengenai itu. Hal ini
tertuang dalam Conventional on the Right of Person with Disabilities
and Optional Protocol yang disahkan pada bulan Maret tahun 2007.
Tepatnya di pasal 24, diterangkan bahwa setiap negara wajib
menyelenggarakan pendidikan inklusi di setiap tingkat pendidikan.
Tujuan yang mendasari terbentuknya konvensi ini adalah supaya anak
berkebutuhan khusus bisa berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat
umum.70

67
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, h.7
68
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 Tentang
Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan
dan/atau Bakat Istimewa, h. 1.
69
Stella Olivia, Pendidikan Inklusi untu Anak Berkebutuhan Khusus – Diintegrasikan Belajar
di Sekolah Umum, (Yogyakarta: Andi, 2017), h. 6.
70
Ibid.
36

c. Tujuan Sekolah Inklusi


Pada umumnya, tiap kali lahir ide baru dalam dunia pendidikan,
pasti mempunyai tujuan ideal untuk membangun optimisme tinggi
tentang landasan pendidikan yang mengasaskan keadilan dan anti
diskriminasi. Begitu halnya dengan pendidikan inklusif yang
merupakan ide baru, ada hal yang perlu dicermati mengenai tujuan
pendidikan inklusif, yakni : (a) memberikan kesempatan yang sebesar-
besarnya kepada semua peserta didik mempunyai kelainan fisik,
emosional, mental dan juga sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan
atau bakat istimewa agar memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuannya, (b) mewujudkan
penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan
tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.71
Anak berkebutuhan khusus juga mempunyai hak yang sama
dalam menempuh pendidikan tanpa harus ada pelabelan atau
pendiskriminasian dalam dunia sekolah. Hal ini sejalan dengan tujuan
pendidikan yang pada hakikatnya adalah untuk memanusiakan manusia
sebagai bentuk perlawanan terhadap sikap diskriminasi terhadap
lembaga sekolah yang menolak menampung anak berkebutuhan khusus.
Sesuai dengan cita-cita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,
pendidikan Indonesia harus membela anak berkebutuhan khusus atau
penyandang cacat yang kurang mendapatkan kesempatan memperoleh
pendidikan formal, akibatnya mereka merasa terpinggirkan dari
lingkungan sekolah dan masyarakat.72

71
Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), h. 39-40.
72
Mohammad Takdir Ilahi , Ibid, h. 41.
37

d. Manfaat Sekolah Inklusi


1) Manfaat untuk anak73
a) Menanamkan dan mengembangkan kepercayaan diri
b) Belajar secara mandiri
c) Mampu berinteraksi dengan guru dan teman secara aktif
d) Belajar menerima perbedaan dan beradaptasi terhadap
perbedaan itu
e) Anak lebih kreatif dalam pembelajaran
2) Manfaat untuk guru
a) Mendapat kesempatan mengajar siswa dengan latar belakang
yang berbeda-beda
b) Mampu mengatasi tantangan
c) Mampu mengembangkan sikap positif terhadap masyarakat,
anak dan situasi yang beragam
d) Mempunyai peluang dalam menggali gagasan-gagasan baru
melalui komunikasi dengan orang lain di dalam maupun di luar
sekolah
e) Mampu mengaplikasikan gagasan baru dan mendorong siswa
lebih proaktif, kritis dan kreatif
f) Agar mendapatkan hasil positif, guru mempunyai keterbukaan
terhadap masukan orang tua dan anak
g) Di sekolah inklusi, ramah terhadap pembelajaran, terbuka
kesempatan bagi relawan untuk membantu pelaksanaan
pembelajaran melalui kerjasama dengan guru
3) Manfaat untuk orang tua
a) Orang tua belajar lebih banyak tentang bagaimana mendidik
anak

73
Haenudin, Op.Cit., h. 99-101.
38

b) Terlibat dan merasakan pentingnya membantu anak belajar


c) Orang tua merasa dihargai dan menganggap dirinya sebagai
teman dalam memberikan kesempatan belajar yang berkualitas
untuk anak
d) Orang tua jadi belajar cara membimbing anaknya dirumah
dengan menggunakan teknik yang digunakan sekolah
e) Orang tua menyadari anaknya dan semua anak mendapatkan
Pendidikan yang berkualitas
4) Manfaat untuk masyarakat umum
a) Masyarakat merasa bangga ketika banyak anak bersekolah dan
mengikuti pembelajaran tanpa adanya diskriminasi
b) Masyarakat lebih terlibat di sekolah dalam rangka menciptakan
hubungan yang lebih baik lagi antara sekolah dan masyarakat

e. Model Pembelajaran Sekolah Inklusi


Pendidikan anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi bisa
dilakukan dengan macam-macam penggunaan model, antara lain:
1) Kelas Reguler
Anak berkebutuhan khusus dengan anak non berkebutuhan
khusus berada dalam satu kelas sepanjang hari dengan
menggunakan kurikulum yang sama
2) Kelas Regular dengan Cluster
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak non
berkebutuhan khusus di kelas regular akan tetapi ada
pembimbing bagi anak berkebutuhan khusus jika mengalami
hambatan dalam belajar
3) Kelas Reguler dengan Pull Out
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak non
berkebutuhan khusus di kelas reguler, akan tetapi pada waktu-
39

waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke tempat belajar dengan


guru pembimbing khusus
4) Kelas Reguler dengan Cluster dan Pull Out
Kombinasi antara cluster dan pull out yakni anak berkebutuhan
khusus bersama dengan anak non berkebutuhan khusus belajar
bersama di kelas reguler dengan pendamping khusus, akan tetapi
waktu-waktu tertentu ditarik keluar kelas reguler untuk belajar di
kelas lain dengan guru pembimbing khusus
5) Kelas Khusus dengan Berbagai Pengintegrasian
Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada
sekolah regular, akan tetapi pada bidang-bidnag tertentu bisa
belajar bersama dengan anak non berkebutuhan khusus di kelas
reguler74

f. Implikasi Penyelenggaraan Sekolah Inklusi


Harus diakui bahwasanya penyelenggaraan sekolah inklusi
mempunyai implikasi yang luar biasa bagi anak berkebutuhan khusus.
Sebagaimana kita ketahui sekolah inklusi merupakan unsur penting
dalam merangkul semua pihak yang berkebutuhan khusus untuk dapat
sama-sama mengembagkan potensi dan kemampuan yang dimiliki.
Salah satu karakteristik sekolah inklusi yakni komunitas yang melekat
satu sama lain, menerima dan responsif terhadap kebutuhan individual
anak. Terdapat lima profil pembelajaran sebagai berikut:
1) Pendidikan inklusif berarti menciptakan dan menjaga kumpulan
kelas yang menerima kenaekaragaman dan menghargai
perbedaan.

74
Stella Olivia, op. Cit., h. 6.
40

2) Mengajar di kelas memerlukan perubahan dalam penerapan


kurikulum. Mengajar di kelas inklusif berbeda dengan mengajar
di kelas reguler yang siswanya berasal dari kalangan anak
normal. Membutuhkan penanganan serius untuk memberikan
pelayanan yang terbaik, karena siswanya berasal dari latar
belakang yang beranekaragam. Pendekatan pengajaran
memerlukan kerjasama yang intens anatara guru dan siswa.
3) Mendorong guru untuk mengajar pendidikan inklusif berarti
menyiapkan pembelajaran yang interaktif. Semua anak di satu
kelas bukan untuk kompetisi, namun untuk saling belajar dan
mengajarkan yang lain.
4) Pendidikan inklusif berarti penyediaan dorongan bagi guru dan
kelasnaya untuk menghapus seala hambatan dalam proses
pembelajaran
5) Pendidikan inklusif berarti melibatkan peran orang tua secara
bermakna dalam proses perencanaan.75

B. Penelitan Relevan
1. Jurnal Tarbiyah Islamiyah: Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada
Anak Berkebutuhan Khusus Autistik di Sekolah Inklusi SDN Benua Anyar
Kota Banjarmasin, yang diteliti oleh Rizali Hadi tahun 2017. Dalam
penelitiannya peneliti menyatakan keadaan para siswa sangat merespon
terhadap pelajaran yang disampaikan guru agama dan terlihat aktif dan
mempunyai minat yang bagus untuk mengikuti pelajaran agama Islam,
untuk anak yang lamban juga bisa diatasi dengan adanya guru pendamping,
walaupun banyak ABK nya di kelas VB pembelajaran masih bisa tenang
dan kondusif. Dan yang tidak kalah penting adalah suasana dan lingkungan

75
Mohammad Takdir Ilahi, Op.Cit., h. 106-107.
41

SDN Benua Anyar 8 Banjarmasin sangat baik dan nyaman serta aman,
adanya orangtua yang memahami keadaan anak dan siswa yang normal
menghargai temannya yang berkebutuhan khusus dan tidak
mendiskriminasikannya.76
2. Penelitian yang ditulis oleh Khoirudin Hidayat pada tahun 2015 dengan
judul “Pembelajaran Penddidikan Agama Islam Pada Kelas Inklusi di SD
Islam Terpadu Annida Sokaraja Kabupaten Banyumas Tahun 2014/2015”.
Hasil penelitian menunjukkan bahwasanya pelaksanaan pembelajaran di
sekolah inklusi SD Islam Annida menggunakan sistem pull out, yakni
menggabungkan anak normal dengan anak ABK untuk belajar bersama,
akan tetapi pada waktu tertentu anak ABK ditarik keluar kelas untuk
mendapatkan bimbingan khusus. Mengenai tujuan pembelajaran, anak
ABK lebih ditekankan pada ranah afektif dan psikomotor, sedangkan untuk
kognitif tidak ditekankan. Untuk penanganan anak ABK selain ada guru
PAI itu sendiri, terdapat pula guru pendamping.77
3. Penelitian yang diadakan pada tahun 2016 oleh Alfin Nursalim dengan
judul “Implementasis Pembelajaran Pendididkan Agama Islam terhadap
Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi (Studi Multisitus di SDN
Mojorejo 01 dan SDN Junrejo 01 Kota Batu)”. Hasil penelitian
mengemukakan dalam pelaksanaan pembelajaran di SDN 01 dengan
memberi ruangan khusus bagi siswa berkebutuhan khusus sedangkan di
SDN junrejo 01 terdapat dua model yakni kelas sumber (terdiri dari siswa

76
Rizali Hadi, Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Anak Berkebutuhan Khusus Autistik
di Sekolah Inklusi SDN Benua Anyar Kota Banjarmasin, 2017, https://jurnal.uin-
antasari.ac.id/index.php/tiftk/article/view/1798. Diakses pada tahun 2017
77
Khoirudin Hidayat, Pembelajaran Penddidikan Agama Islam Pada Kelas Inklusi di SD Islam
Terpadu Annida Sokaraja Kabupaten Banyumas Tahun 2014/2015, 2015,
http://repository.iainpurwokerto.ac.id/213/1/Cover%2C%20BabI%2CV%2CDaftar%20Pustaka.pdf.
Dipublikasi 14 Juni 2016
42

berkebutuhan khusus yang dikategorkan berat) dan kelas regular (siswa


berkebutuhan khusus belajar bersama-sama di kelas).78
4. Penelitian dengan judul “Pembelajaran Al-Qur’an Bagi Siswa Tuna Ganda
di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 1 Pemalang” yang ditulis oleh Rizka
Nurlaili Afriani tahun 2016. Hasil penelitian ini menyatakan bahwasanya
pembelajaran Al-Qur’an bagi siswa tuna ganda dilakukan melalui 3 tahap,
yakni perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Tahap perencanaan:
menggunakan sistem hafalan surat-surat pendek untuk menyalurkan materi
PAI kepada siswanya dan tidak tertuangkan dalam bentuk tulisan, Hal ini
menjadi sudah melalui pertimbangan kemampuan siswanya. Tahap
pelaksanaan: materi Pembelajaran yang berupa hafalan surah-surah pendek
dan terjemahannya. Adapun evaluasi pembelajaran Al-Qur’an bagi siswa
tuna ganda meliputi tes dan non tes.79
5. Penelitian yang ditulis oleh Nelly Umama pada tahun 2015 dengan judul
“Pembelajaran Al-Qur’an Pada Peserta Didik Tuna Netra di SMPLB Negeri
Semarang Tahun 2014/2015”. Hasil penelitian menyatakan bahwasanya
Pembelajaran Al-Qur’an Pada Peserta Didik Tuna Netra di SMPLB Negeri
Semarang Tahun 2014/2015 mempunyai kesamaan dengan pembelajaran
al-Qur’an pada umumnya, akan tetapi dalam pelaksanaan pembelajarannya
membutuhkan modifikasi yang sesuai dengan kondisi siswa. Di antara
hambatan yang dialami dalam pembelajaran al-Qur’an yakni: keterbatasan

78
Alfin Nursalin, Implementasis Pembelajaran Pendididkan Agama Islam terhadap Anak
Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi (Studi Multisitus di SDN Mojorejo 01 dan SDN Junrejo 01
Kota Batu), 2016, http://etheses.uin-malang.ac.id/6114/1/14771015.pdf. Dipublikasi pada 29 Maret
2017
79
Rizka Nurlaili Afriani, Pembelajaran Al-Qur’an Bagi Siswa Tuna Ganda di Sekolah Luar
Biasa (SLB) Negeri 1 Pemalang, 2016,
http://repository.iainpurwokerto.ac.id/1047/1/COVER_DAFTRA%20ISI_BAB%20I_BAB%20V_DA
FTAR%20PUSTAKA.pdf. Dipublikasikan pada 8 September 2016
43

fisik siswa, klasifikasi ketunaan, motivasi belajar yang tidak stabil, dan
perbedaan daya tangkap siswa.80

80
Nelly Umama, Pembelajaran Al-Qur’an Pada Peserta Didik Tuna Netra di SMPLB Negeri
Semarang Tahun 2014/2015, 2015, http://eprints.walisongo.ac.id/4685/1/113111075.pdf.
Dipublikasikan pada 24 Maret 2015
44

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Aluna yang beralamat Jalan
Kebagusan Dalam 4 No 34A, RT.7/RW.4, Kebagusan, Pasar Minggu, Kota
Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12520. Telepon: (021)
78848441.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil-genap tahun
pelajaran 2019/2020, tepatnya pada bulan November 2019- Februari 2020.

B. Latar Penelitian
Penelitian kualitatif berpandangan bahwa gejala itu bersifat holistik
(menyeluruh, tidak dapat dipisah-pisahkan), sehingga peneliti kualitatif tidak
akan menetapkan penelitinya hanya berdasarkan variabel penelitian, akan tetapi
keseluruhan situasi sosial yang diteliti meliputi aspek tempat (place), pelaku
(actor) dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis.81
Pada penelitian ini, peneliti mengambil objek di sebuah lembaga
pendidikan inklusif yaitu Sekolah Aluna yang berada di Kebagusan, Jakarta
Selatan. Sekolah Aluna merupakan sekolah inklusi, yakni pola pendidikan
yang menyatukan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak tanpa
berkebutuhan khusus, guna mengikuti proses belajar-mengajar bersama. Anak
berkebutuhan khusus yang terdapat di Sekolah Aluna ada beberapa jenis, di
antaranya adalah anak tunarungu, autis, speech delay, dan ADHD. Sekolah

81
Sugiyono, Metode Penelitian (Bandung: Alfabeta, 2016), h. 207.

44
45

tersebut melayani anak normal dan anak berkebutuhan khusus terutama


tunarungu jenjang Taman Bermain, Taman Kanak-kanak dan PKMB (setara
dengan Sekolah Dasar).
Dalam penelitian ini, pelaku (actor) yang diteliti penulis adalah guru dan
siswa yang berada di PKMB Aluna, sedangkan kepala sekola sedikit
memberikan informasi dan menyetujuinya. Lebih tepatnya penelitian ini
dilakukan di kelas tiga dan empat. Siswa kelas tiga terdapat delapan orang siswa
dan di kelas empat terdapat empat belas orang siswa. Sedangkan aktivitas yang
diteliti yakni terkait pelaksanaan pembelajaran membaca al-Qur’an meliputi
proses belajar al-Qur’an di dalam kelas, metode yang digunakan, serta media
pelajaran yang dipakai dalam proses pembelajaran tersebut.

C. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pola
pendekatan deskriptif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang
yang perilakunya dapat diamati.82 Penelitian deskriptif bertujuan untuk
memaparkan dan menggambarkan kondisi secara fakta dalam penyelenggaraan
pendidikan atau hal-hal yang berkaitan dengan dunia pendidikan.83
Peran penulis dalam penelitian ini sebagai instrument kunci yang bertugas
mengumpulkan data demi data melalui observasi guru dan siswa yang terlibat
langsung dalam proses pembelajaran al-Qur’an di dalam kelas, menjadi
interviewer dalam proses wawancara terhadap guru, sedangkan kepala sekolah
menjustifikasi serta mengumpulkan dokumen-dokumen sebagai data pelengkap
dalam penelitian kualitatif ini yang ditulis berdasarkan kejadian alamiah, atau
kejadian yang sebenarnya pada sebuah objek penelitian.

82
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2017), h. 4.
83
Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), h. 101.
46

D. Teknik Pengumpulan Data


1. Observasi
Metode observasi adalah teknik pengumpulan data, dimana peneliti
mengadakan pengamatan secara langsung tarhadap gejala-gejala yang
dihadapi. Observasi juga diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan
secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.84
Melalui teknik observasi inilah seorang peneliti bisa terbantu dalam
mengetahui serta menyelidiki keadaan kondisi maupun tingkah laku objek
penelitian.85 Metode observasi ini penulis pergunakan untuk memperoleh
data tentang keadaan Sekolah Aluna dan proses pembelajaran membaca al-
Qur’an bagi siswa tunarungu di Sekolah Aluna yang meliputi observasi
metode, media, juga cara yang digunakan guru dalam pembelajaran serta
faktor pendukung dan penghambat proses pembelajaran al-Qur’an tersebut
di Sekolah Aluna.
Tabel 3.1
Kisi-kisi Observasi
No Aspek yang Diamati Indikator
1. Sekolah • Lokasi sekolah
• Kondisi dan situasi
sekolah
• Sarana dan prasarana
2. Guru • Aktivitas guru
• Kemampuan guru
3. Siswa • Kondisi siswa

84
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 158.
85
A. Muri Yusuf, Metode Penelitian, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 384.
47

• Interaksi antara sesama


siswa maupun dengan
guru
• Kemampuan siswa
4. Pembelajaran membaca al- • Strategi pembelajaran
Qu’an • Metode pembelajaran
• Evaluasi pembelajaran
• Media pembelajaran
• Jadwal pembelajaran
• Tata ruang kelas

2. Wawancara
Wawancara yakni memperoleh data sebanyak-banyaknya berkaitan
dengan subjek penelitian. Cara ini dilakukan untuk mencari data yang
dilakukan dengan cara bertemu langsung dengan responden atau sumber
data. Wawancara bukan hanya menangkap pemahaman atau ide, tetapi juga
memangkap perasaan, pengalaman, emosi, motif yang dimiliki oleh
respinden yang bersangkutan.86
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis wawancara dengan
pedoman standar terbuka, yakni penulis terlebih dahulu sudah menyiapkan
pedoman wawancara. Kemudian melakukan interview dengan guru (wali
kelas 3 sebanyak 1 orang dan wali kelas 4 sebanyak 2 orang) dan Kepala
Sekolah Aluna.

86
W. Gulo, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Gransindo, 2010), h. 119.
48

Tabel 3.2
Kisi-kisi Wawancara
No Sub Pokok Aspek yang Diungkap Sumber
Pertanyaan
1. Proses 1.1 Peranan guru dalam
pembelajaran pembelajaran
membaca al- 1.2 Cara menghadapi
Qur’an siswa dengan berbeda
latar belakang
khususnya anak
berkebutuhan khusus
tunarungu Kepala
1.3 Komponen sekolah dan
pembelajaran membaca guru
al-Qur’an, Seperti
tujuan, materi, metode,
media, dan evaluasi
1.4 Hubungan sekolah
dengan orang tua
peserta didik
2. Faktor 2.1 Faktor pendukung
pendukung dan pembelajaran
penghambat membaca al-Qur’an
pembelajaran bagi anak
membaca al- berkebutuhan khusus
Qur’an bagi anak tunarungu Guru
berkebutuhan 2.2 Faktor penghambat
khusus tunarungu pembelajaran
49

membaca al-Qur’an
bagi anak
berkebutuhan khusus
tunarungu

a. Dokumen
Hasil penelitian observasi dan wawancara akan dapat dipercaya jika
didukung oleh dokumen yang dijadikan sebagai bahan referensi dalam
perencanaan pengumpulan data serta bisa menjadi kebenaran hasil
observasi dan wawancara. Dokumen yang dicari berupa dokumen-
dokumen sekolah yang dijadikan obyek penelitian, selain itu dokumen ini
dipergunakan untuk mengetahui dan mengungkap data latar belakang
obyek seperti profil sekolah, data guru, siswa, fasilitas, jadwal
pembelajaran al-Qur’an serta dokumen pendukung lainnya.

E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data


1. Perpanjangan Pengamatan
Dengan memperpanjang pengamatan berarti peneliti kembali ke
lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang
pernah ditemui maupun yang baru.87 Peneliti mengumpulkan data dengan lebih
dari satu kali kunjungan dari mulai November 2019 - selesai yang bertujuan
untuk melengkapi data-data yang dibutuhkan. Proses memperpanjang
pengamatan ini berguna untuk menguatkan data yang didapat dalam penelitian,
serta untuk menguji keabsahan dan validitas suatu data yang di,dapat.

87
Sugiyono, op. cit., h. 270.
50

2. Triangulasi Data
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan
data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.88 Pada
penelitian ini, peneliti dapat mengecek data maupun memperoleh data melalui
teknik triangulasi, yakni dengan melakukan pengamatan terhadap proses
pembelajaran al-Qur’an bagi anak berkebutuhan khusus tunarungu
beberapakali. Selanjutnya membandingkan data hasil pengamatan dalam proses
pembelajaran al-Qur’an dengan data hasil wawancara dengan beberapa guru
dan Kepala Sekolah Aluna. Peneliti juga membandingkan hasil wawncara
dengan dokumen yang berkaitan.

F. Teknik Analisis Data


Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,
dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam
unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang
penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah
dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.89
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia
dari berbagai sumber, yaitu wawancara, observasi atau pengamatan kepada
kegiatan subjek penelitian dan dokumentasi. Data segera dianalisis setelah
dikumpulkan dan dituangkan dalam bentuk laporan.
Berikut ini adalah proses analisis data yang digunakan peneliti dalam
penelitian, antara lain:

88
Ibid, h. 273.
89
Ibid, h. 245.
51

1. Data Reduction (Reduksi Data)


Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya.90 Adapun data yang direduksi meliputi hasil observasi,
wawancara dan juga dokumen. Dari semua hasil wawancara yang dilakukan
peneliti, ada beberapa data yang memiliki kesamaan sehingga data tersebut
tidak dicantumkan semuanya.
2. Data Display (Penyajian Data)
Pada penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.
Paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif
adalah dengan teks yang sifatnya naratif. Dengan adanya penyajian data
tersebut maka data akan terorganisir, tersusun dalam pola hubungan,
sehingga akan semakin mudah dipahami.91 Setelah data direduksi, peneliti
melakukan menyajian data dalam uraian singkat, bagan dan
menghubungkan keseluruhan data. Hal ini bisa mempermudah untuk
memahami apa yang terjadi dan melanjutkan rencana setelahnya.
3. Conclusion Drawing/verification (Penarikan Kesimpulan/Verifikasi)
Setelah melalui dua tahap di atas, langkah terakhir yang dilakukan
adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Pada tahap ini, kesimpulan
awal yang masih bersifat sementara jika didukung dengan data-data yang
valid maka bisa dikatakan jika kesimpulan tersebut adalah kredibel.92 Dari

90
Sugiyono, op. cit., h. 247.
91
Ibid, h. 249.
92
Ibid, h. 253.
52

beberapa data yang diperoleh hasil penelitian berupa data observasi,


wawancara dan juga dokumentasi, peneliti mendeskripsikan hasil temuan
tersebut kemudian ditarik kesimpulannya.
53

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Sekolah Aluna


1. Sejarah Berdirinya Sekolah Aluna
Ibu Rina Jayani adalah founder sekaligus Kepala Sekolah Aluna.
Sejak awal pada tahun 2011 beliau sangat ingin mendirikan sekolah.
Sebelum mendirikan Sekolah Aluna Ibu Rina sudah mempunyai Therapy
Center untuk anak gangguan pendengaran agar anak-anak tersebut dapat
mendengar dan dapat berkomunikasi verbal. Ibu Rina akhirnya mendirikan
sekolah inklusi. Alasan memilih sekolah inklusi karena ibu Rina merasa
sekolah inklusi di Indonesia belum banyak. Mungkin sudah ada beberapa
sekolah inklusi, tetapi tidak fokus pada anak gangguan pendengaran.
Ibu Rina menginginkan sekolah inklusi yang memperhatikan anak-
anak yang mengalami gangguan pendengaran tersebut. Selain itu juga
merupakan bentuk wujud syukur ibu Rina karena anak beliau yang terakhir
mengalami gangguan pendengaran. Akan tetapi sekarang anak tersebut
tumbuh menjadi anak yang ceria dan mampu berkomunikasi dengan verbal,
sehingga ibu Rina ingin berbagi pengalaman bagaimana ibu Rina
membesarkan anaknya dengan orang tua lain yang mengalami hal yang
sama, senasib dan juga seperjuangan.
Selain itu, ibu Rina juga ingin mensosialisasikan bahwa anak
gangguan pendengaran itu mempunyai tiga solusi, pertama adalah bahasa
isyarat, kedua adalah membaca gerak bibir (lips reading), dan ketiga
mendengar dan berkomunikasi verbal. Solusi apapun yang dipilih orang tua
adalah yang terbaik asal dilakukan dengan konsisten. Di sekolah Aluna
mengambil solusi yang ketiga, yakni mendengar dan komunikasi verbal.
Akan tetapi, syaratnya harus usia dini dan bekerja keras. Itulah yang

53
54

diajarkan di terapi dan di sekolah, bahwasanya suara yang ada di sekeliling


mereka perlu didengar dan mengandung makna.

2. Arti nama “Aluna” dan Maskot dari Sekolah Aluna


Aluna berarti siswa/murid dalam bahasa Portugis. Kami percaya
bahwa setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang
berkualitas sesuai dengan kecepatan belajar dan bakat masing-masing anak.
Sedangkan maskot dari Sekolah Aluna adalah kura-kura. Kura-kura
adalah binatang yang berjalan dengan percaya diri dengan kecepatannya
sendiri yang khas tapi pasti untuk mencapai tujuannya. Untuk mencapai
tujuan yang paling penting adalah mengikuti prosesnya. Kamipun yakin
bahwa tidak ada pencapaian yang instan.

3. Visi, Misi dan Motto Sekolah Aluna


Visi Sekolah Aluna:
Terbentuknya anak yang mandiri, percaya diri, peka terhadap lingkungan,
kreatif, dan berprestasi maksimal sesuai bakat dan minat masing-masing.

Misi Sekolah Aluna:


Memberikan lingkungan yang disiapkan dengan menganut prinsip-prinsip
dari metode Montessori serta guru-guru yang memiliki semangat mengajar
anak-anak serta paham Pendidikan anak usis adini dan metode Montessori.

Motto Sekolah Aluna:


“Sekolah Untuk Semua”
Sekolah yang menyatukan semua anak yaitu anak-anak regular dan anak-
anak yang memiliki kebutuhan khusus (khususnya anak-anak gangguan
pendengaran) dari berbagai latarbelakang finansial dan agama.
55

Maksud dari motto tersebut yaitu Sekolah Aluna adalah sekolah yang
ditujukan untuk semua anak dari berbagai kalangan, baik anak-anak yang
tidak memiliki kebutuhan khusus, anak-anak yang memiliki kebutuhan
khusus dalam hal ini khusus anak-anak dengan gangguan pendengaran serta
dari berbagai latarbelakang ekonomi keluarga. Semua anak mendapatkan
perlakuan dan pembelajaran yang sama.

4. Sarana dan Prasarana Sekolah Aluna


Sekolah Aluna adalah sekolah inklusi berbahasa Indonesia yang
menggunakan metode Montessori. Terbuka bagi anak mulai usia 1,5 tahun.
Tersedia Kelompok Bermain, Taman Kanak-kanak dan PKMB (setara SD).
Fasilitas Sekolah Aluna:
a. Ruang kelas luas dengan AC
b. Peralatan Montessori yang lengkap
c. Alat bermain yang bervariasi
d. Arena bermain
e. Perpustakaan
f. Daycare
g. Therapy Center

5. Keadaan Guru dan Siswa Sekolah Aluna


a. Keadaan Guru
Guru merupakan unsur yang sangat vital dalam suatu lembaga
pendidikan. Guru-guru yang mengajar di Sekolah Aluna khususnya di
PKMB Sekolah Aluna sebagian besar merupakan lulusan dari S1
Pendidikan, sesuai dengan hasil penelitian, tenaga guru di PKMB
56

Sekolah Aluna berjumlah 10 orang dan 1 kepala sekolah, sebagimana


tertera dalam tabel di bawah ini:93
Tabel 4.1
Data Guru PKMB Sekolah Aluna Tahun Ajaran 2019/2020
No Nama Guru Jabatan
1. Rina Jayani Kepala Sekolah
2. Halimatussakdiah, S.Sos. Guru Bahasa Indonesia
3. Eryana Rismayanti, S.Pd. Guru Bahasa Indonesia,
IPA & SBdP
4. Dian Larasati H, S.E. Guru Matematika
5. Ade Purnama Sari, S.Pd. Guru Matematika & IPA
6. Reni Ariskawati, S.Si. Guru Tematik
7. Rafika Tri Dewi, S.Pd. Guru Matematika
8. Defi Intan Pusparini S.Pd. Guru Tematik
9. Elma hanani, S.Pd. Guru Matematika
10. Vifih Herlina, S.Pd. Guru Tematik
11. Nurhayati, S.T. Guru Matematika

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwasanya sebagian besar guru


berlatarbelakang pendidikan S1 bidang Pendidikan, sekalipun ada guru
yang bukan lulusan S1 bidang Pendidikan, akan tetapi mereka sudah
memiliki pengalaman dalam mengajar. Adapun guru yang mengajar
mata pelajaran agama di PKMB Sekolah aluna masih dalam proses,
karena mengingat kondisi siswa yang membutuhkan pelayanan khusus
dalam bidang keagamaan. Selain itu, di Sekolah Aluna juga terdapat
psikolog untuk menterapi siswa berkebutuhan khusus.

93
Dokumentasi PKMB Sekolah Aluna
57

b. Keadaan Siswa
Jumlah siswa PKMB Sekolah Aluna pada tahun ajaran 2019/2020
semester 1 seluruhnya tercatat sebanyak 52 orang siswa, dengan rincian
perkelasnya antara lain:
Tabel 4.2
Data Siswa PKMB Sekolah Aluna Tahun Ajaran 2019/2020
Kelas Jumlah Siswa
Kelas Satu 13 Siswa
Kelas Dua 10 Siswa
Kelas Tiga 14 Siswa
Kelas Empat 8 Siswa
Kelasa Lima 7 Siswa
TOTAL 52 Siswa

B. Hasil Temuan
1. Pelaksanaan Pembelajaran Membaca Al-Qur’an Bagi Anak
Berkebutuhan Khusus Tunarungu di Sekolah Inklusi Aluna Jakarta
Pada penelitian ini membahas tentang pembelajaran membaca al-
Qur’an bagi anak berkebutuhan khusus di Sekolah Inklusi Aluna bertempat
di Jakarta. Pembelajaran membaca al-Qur’an bagi anak berkebutuhan
khusus di antaranya adalah anak tunarungu yang beragama Islam
merupakan pembelajaran yang penting. Pembelajaran memaca al-Qur’an
bagi peserta didik tunarungu bertujuan untuk menjadikan peserta didik
mampu membaca al-Qur’an dengan baik dan benar. Sekolah Aluna
merupakan sekolah inklusi dengan model kelas regular yakni dalam satu
kelas digabung antara anak berkebutuhan khusus dengan anak normal.
Begitupun dalam pelaksanaan pembelajaran al-Qur’an baik anak
58

berkebutuhan khusus dengan anak normal dapat belajar bersama-sama


dalam satu kelas.
Jika proses pembelajaran pada umumnya sebelum pelaksanaan
pembelajaran dimulai, pendidik terlebih dahulu membuat perencanaan
pembelajaran yang akan dilakukan, baik seperti silabus maupun RPP. Akan
tetapi dalam pelaksanaan pembelajaran al-Qur’an di Sekolah Aluna
tidaklah demikian.
Pelaksanaan pembelajaran membaca al-Qur’an di Sekolah Aluna
dilakukan setiap hari yakni pada hari Senin sampai Jum’at pukul 07.30 –
08.00. Pembelajaran membaca al-Qur’an ini dibimbing langsung oleh
wakli kelas pada masing-masing kelas. Setiap pagi sebelum dimulainya
kegiatan belajar mengajar, peserta didik secara bergantian belajar membaca
al-Qur’an dihadapan guru.94 Bahkan karena semangatnya peserta didik
untuk belajar membaca al-Qur’an, terkadang sebelum guru datang mereka
sudah mempersiapkan meja untuk mengaji sendiri. Sehingga ketika
pendidik datang, mereka langsung mulai membaca dihadapan guru satu
persatu.
Guna mengantarkan sebuah pembelajaran kearah yang ideal dengan
tepat dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka perlu adanya metode
pembelajaran. Metode pembelajaran adalah suatu cara yang digunakan
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan. Dalam
kegiatan belajar mengajar, pendidik menggunakan metode yang dapat
membantu peserta didik untuk lebih mudah memahami pembelajaran.
Banyak sekali berbagai metode-metode yang digunakan dalam
pembelajaran membaca al-Qur’an.
Metode yang digunakan pada pelaksanaan pembelajaran membaca
al-Qur’an adalah metode iqro’. Pada prosesnya, pendidik menggunakan

94
Hasil observasi lapangan pada Kamis 12 Desember 2019
59

buku acuan iqro’ yang terdiri dari enam jilid sebagai dasarnya. Setiap
peserta didik memiliki buku iqro’ maisng-masing. Dimulai dari tahap
sederhana lalu tahap demi tahap sampai pada tingkatan sempurna. Hal ini
disampaikan oleh Ibu Elma yang mengatakan:
“Untuk basic-nya kita menggunakan iqro’, sedangkan Metode yang
digunakan masih biasa saja, karena mereka harus berbicara konkrit, jadi
benar-benar dari al-Qur’annya kita tunjuk, mana tanda baca panjang,
pendek, mana tanda berhenti dan mana tanda lanjut. Pembelajarannya pun
bertahap sesuai dengan tingkatan dalam membaca iqro’nya.”95
Materi dalam pembelajaran al-Qur’an di Sekolah Aluna
menyesuaikan dengan metode iqro’ yang bersifat fleksibel yaitu
menyesuaikan dengan kemampuan peserta didik, karena setiap peserta
didik memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Adanya sifat fleksibel ini
untuk menghargai perbedaan individual dan keberagaman kecerdasan.
Dengan demikian materi yang diajarkan kepada peserta didik disesuaikan
dengan kemampuannya pada tingkatan jilid iqro’. Dan bagi peserta didik
yang sudah menyelesaikan tahapan sampai jilid enam pada iqro’ bisa
melanjutkan bacannya ke tingkat al-Qur’an.
Pada metode iqro’ dalam pratiknya tidak membutuhkan alat yang
bermacam-macam, karena ditekankan pada bacaannya (membaca huruf al-
Qur’an dengan fasih dan benar). Membacanya tanpa di eja. Metode iqro’
pun memiliki karakter di antarnya adalah praktis, CBSA (Cara Belajar
Siswa Aktif) yakni peserta didik yang aktif membaca sedangkan pendidik
hanya menyimak. Pendidik tidak menuntun, akan tetapi hanya
mencontohkan saja pada pokok pembahasan. Selain itu, karakter
selanjutnya adalah privat, yakni menyimak bacaan seseorang secara
bergantian. Hal ini di terapkan pada pembelajaran membaca al-Qur’an di
Sekolah Aluna.

95
Wawancara dengan Ibu Elma selaku wali kelas 3 pada 12 Desember 2019
60

Sebagaimana diketahui bahwasanya ada tiga solusi cara


berkomunikasi untuk anak tunarungu yakni pertama adalah bahasa isyarat,
kedua adalah membaca gerak bibir (lips reading), dan ketiga mendengar
serta berkomunikasi verbal. Di sekolah aluna mengambil solusi yang ketiga
yakni mendengar dan berkomunikasi verbal. Ibu Elma mengatakan:
“Untuk anak tunarungu kita biasakan mereka berbicara dan tidak
menggunakan bahasa isyarat. Dan anak tunarungu di sini semua
menggunakan alat bantu dengar baik itu implant maupun ABD biasa, jadi
kita membiasakan berbicara dengan mereka sama seperti anak-anak yang
lainnya”96

Sama halnya dalam pelaksanaan pembelajaran al-Qur’an, peserta


didik tidak diperkenankan menggunakan bahasa isyarat. Akan tetapi
peserta didik dilatih untuk mampu membaca al-Qur’an dengan
mengucapkan langsung dan juga mampu mendengar apa yang dilafalkan
oleh pendidik. Karena setiap peserta didik tunarungu di Sekolah Aluna
menggunakan alat bantu dengar, baik alat bantu dengar biasa maupun
implant. Fungsi alat bantu dengar ini untuk memperkuat rangsangan bagian
sel-sel sensorik telinga bagian dalam yang rusak terhadap rangsangan suara
dan bunyi-bunyian dari luar. Hal serupa disampaikan oleh ibu Nurhayati:

“Waktu awal saya ke sini juga saya gak ngerti bagaimana komunikasi
dengan mereka (anak tunarungu), tapi memenag kita harus face to face dan
jarak kita berbicara juga jangan terlalu jauh nanti gak ngerti maksud
mereka apa, paling harus deket. Dan biasanya anak tunarungu itu suka
melihat mimik mulut kita, dan di sini gaboleh, jadi kita harus berbicara
disamping alatnya, hal itu untuk mengecek juga apakah alatnya berfungsi
atau tidak. Karena kan sayang alatnya sudah di beli mahal-mahal tapi
ternyata tidak berfungsi. Jadi makanya disuruh komunikasi disamping
alatnya itu.” 97
Setiap peserta didik maju satu persatu untuk membaca iqro’
dihadapan pendidik. Pelaksanaan pembelajaran membaca al-Qur’an ini

96
Wawancara dengan Ibu Elma selaku wali kelas 3 pada 12 Desember 2019
97
Wawancara dengan Ibu Nurhayati selaku wali kelas 4 pada 13 Desember 2019
61

disesuaikan juga dengan keadaan peserta didik. Apalagi sekolah Aluna ini
merupakan sekolah inklusi di mana dalam satu kelas terdapat anak normal
dan anak berkebutuhan khusus. Rata-rata untuk peserta didik normal di
sekolah Aluna sudah menyelesaikan tahapan jilid dalam iqro’ sehingga bisa
melanjutkan ke tingkat al-Qur’an. Sedangkan untuk peserta didik
berkebutuhan khusus tunarungu masih dalam tahapan iqro’. Peserta didik
tunarungu bukan hanya mengalami gangguan dalam pendengaran namun
mengalami kesulitan juga dalam berbicara. Begitupun dalam pembelajaran
al-Qur’an, untuk melafalkan huruf-huruf hijaiyah masih cukup sulit
sehingga terdengar pada huruf-huruf tertentu seperti sama pengucapannya.
Ketika proses pembelajaran berlangsung, posisi duduk antara
peserta didik normal dengan peserta didik berkebutuhan khusus tunarungu
sedikit berbeda. Jika peserta didik normal posisi duduknya berhadapan
langsung dengan pendidik, akan tetapi untuk peserta didik tunarungu posisi
pendidik berada di samping alat dengar peserta didik. Hal ini dilakukan
untuk memastikan bahwa alat bantu dengar bisa berfungsi dengan baik dan
juga untuk menghindari peserta didik tunarungu membaca gerak bibir
pendidik.98
Untuk melihat ketercapaian dari suatu pembelajaran perlu diadakan
evaluasi. Evaluasi menjadi hal penting untuk dilakukan dalam tiap
pembelajaran. Adapun model penilaian yang digunakan sekolah Aluna
dalam Pembelajaran membaca al-Qur’an dengan metode iqro’ ini dengan
cara evaluasi harian. Cara pendidik mengevaluasi pembelajaran membaca
al-Qur’an menggunakan metode iqro’ yakni dengan menilai peserta didik
dalam menentukan apakah bacaannya bisa dilanjutkan atau mengulang.
Pendidik melihat komponen bacaan pada tiap-tiap siswa, jika komponen
seperti kelancaran, tajwid berupa panjang pendek, dan fashah sudah

98
Hasil observasi lapangan pada Kamis 12 Desember 2019
62

dikuasai, maka peserta didik bisa melanjutkan bacaan. Akan tetapi jika
masih belum, maka mengulang-ulang pada halaman yang masih belum
lancar sampai peserta didik dirasa sudah cukup jelas terkhusus bagi peserta
didik tunarungu dalam pengucapan hurufnya, serta ketentuan panjang
pendeknya bacaan.99 Megingat bahwasanya metode iqro’ ini bersifat
individual, oleh sebab itu ketika evaluasi pun juga tergantung pada jilid dan
kemampuan peserta didik.

2. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pelaksanaan Membaca


Pembelajaran Al-Qur’an Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Tunarungu Di Sekolah Inklusi Aluna Jakarta
a. Faktor Pendukung
1) Sikap saling menghargai dan menyemangati sesama peserta didik
Sekolah bukan hanya tempat menimba ilmu pengetahuan saja,
akan tetapi sekolah juga menjadi tempat yang dapat memberikan
pengaruh dalam pembentukan sikap peserta didik. Di sekolah peserta
didik dibimbing untuk bersosialisasi dengan orang lain. Adanya sekolah
tidak hanya bermanfaat bagi orang normal saja, melainkan juga bagi
anak berkebutuhan khusus yang mempunyai keterbatasan dalam
berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal ini, solusi yang dianggap
tepat adalah dengan memasukkan anak ke sekolah inklusi.
Sekolah inklusi adalah sekolah yang menempatkan anak
berkebutuhan khusus dengan anak normal dalam satu kelas di sekolah
umum. Di antara tujuan diadakannya sekolah inklusi adalah untuk
mewujudkan pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan tidak
adanya sikap diskriminatif bagi semua peserta didik.

99
Hasil wawancara dengan Ibu Elma selaku wali kelas 3 pada 12 Desember 2019
63

Sekolah Aluna menjadi salah satu sekolah inklusi yang ada di


Jakarta. Di Sekolah Aluna pendidik mengajarkan untuk saling
menghargai dengan perbedaan yang ada. Selain itu, para peserta didik
juga memiliki sikap saling tolong menolong, dan juga saling
menyemangati satu sama lain tanpa memandang temannya itu normal
ataupun berkebutuhan khusus.
Begitupun dalam pembelajaran al-Qur’an, ketika ada peserta didik
yang enggan untuk mengaji iqro’ terkhusus bagi anak berkebutuhan
khusus tunarungu, maka teman-teman yang lain mengajaknya agar
peserta didik tersebut mau mengaji. Dan hal inipun berhasil membuat
peserta didik tersebut menjadi ingin membaca iqro’nya. Hal serupa
dikatakan oleh ibu Elma:
“Dari teman-teman mereka saja sering suka mengajak untuk
membaca iqro’, karena terkadang ada anak yang lupa atau malas,
tetapi ketika diajak oleh temannya baru mereka mau baca.”100

2) Peran serta orang tua


Bagi anak berkebutuhan khusus, orang tua merupakan sumber
utama pemberi dukungan dalam hidupnya. Penerimaan dari orang tua
membuat anak menjadi merasa berharga, Dukungan orang tua bisa
berupa beberapa bentuk termasuk mengasuh di dalam rumah,
menciptaan suasana yang aman serta menjadi model pengasuh yang
tepat. Seorang anak berkebutuhan khusus akan mencapai potensinya
secara maksimal apabila mendapatkan dukungan penuh dari kedua
orang tuanya.
Adanya dukungan orang tua mampu mengembangkan kompetensi
anak. Begitupun dalam kompetensi beragama. Anak berkebutuhan
khusus juga memiliki hak yang sama dalam beragama. Mengenai anak

100
Wawancara dengan Ibu Elma selaku wali kelas 3 pada 12 Desember 2019
64

berkebutuhan khusus, bagaimanapun keadaannya mereka tetaplah


makhluk Allah yang dinilai dari segi kemanusiaan mendapat pelayanan-
pelayanan kesejahteraan bagi mereka dengan cara memberikan
bimbingan rohani. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan
mengenalkan serta mengajarkan pada Tuhan dan kitab suci-Nya.
Pengetahuan agama bukan hanya diberikan oleh orang tua, akan
tetapi di berikan juga di sekolah. Salah satunya adalah Sekolah Aluna.
Di sekolah, peserta didik diajarkan pengetahuan agama. Selain itu,
sebagai penunjang pembelajaran agama diadakan pembelajaran
membaca al-Qur’an melalui iqro’. Sebagimana diketahui bahwasanya
mempelajari Al-Qur’an adalah wajib bagi setiap umat Islam, baik yang
memiliki fisik yang normal maupun yang berkebutuhan khusus.
Ketika ditanyakan mengenai peranan orang tua dalam mendukung
pembelajaran al-Qur’an bagi peserta didik berkebutuhan khusus
tunarungu, ibu Nurhayati menjawab:
“Ada orang tua yang mendukung, jadi dirumah anak diajarkan
dulu untuk membaca, ada juga yang dilesin qur’an membaca
iqro’.”101
Orang tua dan sekolah bersinergi dalam memberikan
pembelajaran membaca al-Qur’an bagi anak. Orang tua mengajarkan
membaca al-Qur’an dirumah sedangkan pendidik mengajarkannya di
sekolah. Proses pembelajaran akan berjalan lancar sesuai yang
diharapkan bilamana terjalin realisasi yang baik antara peserta didik,
pendidik dan orang tua.

3) Dukungan sesama pendidik


Pendidik memiliki peran faktor yang paling penting dalam
keberhasilan atau kegagalan program di sekolah. Memegang amanah

101
Wawancara dengan Ibu Nurhayati selaku wali kelas 4 pada 13 Desember 2019
65

menjadi seorang pendidik bukanlah hal ringan. Apalagi peserta didik


yang ditangani adalah anak-anak berkebutuhan khusus. Pastinya
membutuhkan ketulusan dan kesabaran yang ekstra. Hal ini tidak secara
instan bisa dilakukan. Perlunya adabtasi dengan segala rintangan yang
dihadapi untuk memberikan pengajaran kepada peserta didik
berkebutuhan khusus.
Seorang pendidik menjadi ujung tombak dalam mewujudkan
pendidikan yang berkualitas. Namun untuk mewujudkan pendidikan
yang berkualitas pendidik tidaklah bisa berdiri sendiri. Sehebat apapun
pendidik, jika tidak mendapat dukungan dari pihak lain maka hasilnya
pun tidak akan maksimal. Selain perlunya ketulusan dan kesbaran, tak
bisa dipungkiri bahwasanya seorang pendidik pun juga membutuhkan
dukungan dari eksternal. Salah satunya adalah dukungan dari sesama
pendidik lainnya. Hal ini diperlukan lantaran pendidik lain dirasa
merasakan hal yang sama dengannya, ataupun sekedar sharing terkait
hambatan yang sedang dihadapi. Maka dari itu, perlunya kerjasama
dengan guru-guru yang ada. Begitupun yang dirasakan oleh ibu
Nurhayati yang merasa terbantu akan adanya partner dalam
menghadapi peserta didik.

b. Faktor Penghambat
Pada setiap kegiatan pembelajaran tentunya mengharapkan agar
pembelajaran tersebut dapat berjalan lancar tanpa adanya hambatan. Akan
tetapi, tak bisa dipungkiri bahwasanya setiap sesuatu pasti ada faktor
penghambatnya. Terlebih lagi dalam pembelajaran pada anak berkebutuhan
khusus. Masalah yang terjadi dalam pembelajaran menjadi suatu yang
menghalangi serta menghambat proses pembelajaran itu sendiri. Meskipun
demikian, dengan adanya masalah ini mempu mendorong seorang pendidik
66

untuk mencari solusi atau pemecahan masalah dengan mengadakan


evaluasi dan perubahan agar menjadi lebih baik lagi.
Berikut ini adalah faktor penghambat yang terjadi dalam pelaksanaan
pembelajaran membaca al-Qur’an di Sekolah Aluna, antara lain:
1) Keterbatasan fisik peserta didik tunarungu
Pada umumnya anak tunarungu yang tidak disertai kelainan
lain mempunyai intelegensi yang normal, namun seiring ditemui
prestasi akademik mereka lebih rendah dibandingkan anak normal
seusianya. Akan tetapi pengembangan potensi kecerdasan
dipengaruhi kemampuan berbahasa, sedangkan dampak yang
nyata dari tunarungu adalah terhambatnya kemampuan berbahasa.
Perkembangan kecerdasan peserta didik tunarungu tidak sama
cepatnya dengan mereka yang mendengar. Anak yang mendengar
belajar banyak dari apa yang didengarnya.
Terbatasnya pendengaran membuat peserta didik memiliki
kosa kata yang terbatas juga. Begitupun dalam pembelajaran
membaca al-Qur’an, dalam pengucapan huruf hijaiyah masih ada
yang kurang jelas pengucapannya. Bahkan juga terdengar seperti
sama dengan huruf yang lainnya. Hal ini diungkapkan oleh ibu
Elma sebagai berikut:

“Biasanya ya dari kekurangan mereka (anak tunarungu) karena


kalau kita mengajarkan mereka sih suka bertanya “apa bu?
Ulang bu” . dan terkadang lupa, karena kosa kata mereka dapat
masih sempit dan huruf hijaiyah pengucapannya beda-beda
jadi ketika mereka mengucapkan ja za dzho masih sama, dan
perlu kita ingatkan. Padahal sebenarnya mereka tahu tapi
karena pengucapannya mereka saja yang hampir mirip-mirip.
Untuk pengucapan bahasa Indonesia saja yang agak berbeda
mereka masih sulit, apalagi pengucapan huruf hijaiyah. Dalam
pengucapan ba ma ta kadang juga hampir sama, karena cara
berbicara setiap anak jelas atau tidaknya juga berbeda-beda,
ada yang sudah jelas dan ada yang masih belum jelas. Makanya
67

ketika mereka mengucapkan sesuatu kita harus dengarkan


baik-baik, khawatir mereka mengucapkan salah akan tetapi kita
benarkan. Dan ketika sekiranya pengucapan mereka sudah
benar ya kita lanjutkan.”102

2) Fokus dan mood belajar peserta didik yang tidak stabil


Fokus dan mood belajar peserta didik yang tidak stabil
menyebabkan anak menjadi cepat bosan dan tidak bersemangat
dalam mengikuti pembelajaran membaca al-Qur’an.103 Jika mood
peserta didik sedang naik maka mereka akan semangat sekali dan
focus untuk melakukan pembelajaran membaca al-Qur’an.
Begitupun sebaliknya jika mood peserta didik sedang turun maka
mereka akan enggan untuk membaca al-Qur’an.

3) Kurangnya tenaga pendidik di bidang Pendidikan Agama Islam


Kurangnya tenaga pendidik di bidang Pendidikan Agama Islam
di Sekolah Aluna memjadi penghambat dalam proses
pembelajaran. Sejauh ini untuk pembelajaran al-Qur’an dan PAI di
ampu oleh wali kelas masing-masing, karena tenaga pendidik di
bidang tersebut masih dalam proses pencaharian.104

Adanya beberapa hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran


membaca al-Qur’an di Sekolah Aluna, maka solusi yang dilakukan
oleh pendidik adalah sebagai berikut:

1) Upaya mengatasi kondisi keterbatasan fisik peserta didik dalam


mendengar dan berucap sehingga dalam pelafalan huruf masih
tidak pas, maka dalam membimbing peserta didik, pendidik harus
mempunyai kesabaran yang tinggi dan memahami kemampuan

102
Wawancara dengan Ibu Elma selaku wali kelas 3 pada 12 Desember 2019
103
Hasil wawancara dengan Ibu Defi selaku wali kelas 4 pada 12 Desember 2019
104
Hasil observasi lapangan pada Jum’at 13 Desember 2019
68

peserta didik, dirangkul secara perlahan-lahan dan satu persatu,


serta tidak ada unsur memaksa.
2) Upaya mengatasi fokus dan mood peserta didik yang tidak stabil
yakni dengan cara mendiamkan peserta didik terlebih dahulu
setelah itu membujuknya kembali agar peserta didik mau membaca
al-Qur’an.
3) Untuk mengatasi kurangnya tenaga pendidik di bidang Pendidikan
Agama Islam, maka untuk sementara digantikan terlebih dahulu
oleh wali kelas masing-masing dalam pengajarannya. Begitupun
juga dalam pembelajaran membaca al-Qur’an pada setiap paginya.

C. Pembahasan
Pelaksanaan pembelajaran membaca Al-Qur’an di Sekolah Aluna sudah
baik. Dalam proses pembelajarannya tidak menggunakan perangkat
pembelajaran seperti silabus dan RPP. Di antara metode pembelajaran yang
digunakan untuk anak tunarungu adalah bahasa isyarat, yaitu bahasa yang
mengutamakan bahasa tubuh, gerak bibir, dan tidak mengutamakan suara.
Salah satu bahasa isyarat yang digunakan di Indonesia adalah SIBI (Sistem
Isyarat Bahasa Indonesia). Selain bahasaya isyarat, ada komunikasi total
(komtal) yakni keseluruhan spektrum cara berbahasa yang lengkap, gesti anak,
bahasa isyarat, baca ujaranm ejaan jari, membaca dan menulis, pengembangan
sisa pendengaran guna mamajukan keterampilan bicara dan bahasa ujaran.105
Di sekolah Aluna peserta didik dilatih untuk bisa berkomunikasi verbal dan
tidak diperkenankan untuk menggunakan bahasa isyarat .
Di bab 2 juga sudah dibahas terkait pembagian anak tunarungu dan
klasifikisi menurut taraf pendengarannya. Tunarungu dibedakan menjadi dua,

105
Amirullah Syaputra, Metode Isyarat dalam Pembelajaran Al-Qur’an Bagi Siswa Tuna
Rungu, (Jakarta: PTIQ Jakarta, 2017), h. 48-49.
69

yakni pertama tuli (deaf) yaitu ketika indra pendengarannya mengalami


kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi lagi, dan
kedua adalah kurang dengar (low of hearing) yaitu indra pendengarannya
mengalami kerusakan akan tetapi masih bisa berfungsi untuk mendengar baik
dengan maupun melalui alat bantu dengar (hearing aid).
Berdasarkan pembagian tersebut, juga terdapat klasifikasi menurut taraf
pendengaran, sebagai berikut:
g) 0-26 dB masih mempunyai pendengaran normal
h) 27-40 dB mempunyai kesulitan mendengar tingkat ringan, masih
mampu mendengar bunyi-bunyian yang jauh. Individu tersebut
membutuhkan terapi bicara.
i) 41-55 dB mempunyai kesulitan mendengar tingkat menengah, dapat
mengerti percakapan. Individu tersebut membutuhkan alat bantu
dengar.
j) 56-70 dB mempunyai kesulitan mendengar tingkat menengah berat.
Kurang mendengar dari jarak dekat, memerlukan alat bantu dengar dan
membutuhkan latihan berbicara secara khusus.
k) 71-90 dB mempunyai kesulitan mendengar tingkat berat. Individu
tersebut termasuk orang yang mengalami ketulian, hanya bisa
mendengarkan suara keras yang berjarak kurang lebih satu meter.
Kesulitan membedakan suara yang berhubungan dengan bunyi secara
tetap.
l) 91- seterusnya, termasuk individu mempunyai ketulian sangat berat.
Tidak dapat mendengarkan suara, sangat membutuhkan bantuan khusus
secara intensif terutama dalam keterampilan percakapan atau
berkomunikasi.106

106
Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi,
(Bandung: Rafika Aditama, 2006). h. 102.
70

Berdasarkan pada pembagian dan klasifikasi anak tunarungu menurut taraf


pendnegarannya, hal ini berimbas kepada terhambatnya kemampuan anak
dalam berbicara. Semakin tinggi taraf kerusakan pendengaran pada anak, maka
semakin sedikit kosakata yang mampu ia dengar. Selain itu, juga berpengaruh
terhadap kejelasan pengucapan anak ketika berbicara. Begitupun dalam
pembelajaran membaca al-Qur’an di Sekolah Aluna, kejelasan mereka dalam
melafalkan huruf hijaiyah tergantung pada taraf pendengarannya. Ada yang
memang kurang jelas pelafalannya sampai sulit dibedakan antara huruf yang
satu dengan yang lain terdengar sama, ada yang sudah cukup jelas
pengucapannya, dan bahkan ada yang hampir seperti orang normal kejelasan
dalam pengucapannya.
Bagi orang-orang yang memiliki gangguan dalam pendengaran, agar
memudahkan mereka dalam berkomunikasi dengan sekitarnya maka
membutuhkan alat bantu dengar. Alat bantu dengar pada umumnya tersedia
dua jenis, yakni alat bantu dengar dan implan koklea. Jika anak terdeteksi
mengalami gangguan pendengaran maka dokter akan memberi saran untuk
menggunakan alat bantu dengar pada anaknya. Alat bantu dengar ini berfungsi
membantu anak dalam mendengar seperti hampir menyerupai anak normal.
Sedangkan bagi gangguan pendengaran berat yang kurang terbantu jika
menggunakan alat bantu dengar akan dialikan untuk memasang implan
koklea.107 Koklea atau biasa disebut organ rumah siput yang berfungsi
mengambil getaran suara dan mengirimnya ke otak melalui saraf pendengaran.
Ketika koklea rusak, suara tidak akan mampu mencapai saraf sehingga otak
tidak bisa memproses sinyal tersebut sebagai suara.
Setiap peserta didik tunarungu di Sekolah Aluna menggunakan alat bantu
dengar baik alat bantu dengar biasa maupun implan koklea. Untuk memastika

107
Atik Wahyuni dan Yulianti, Kemampuan Berbahasa Anak Tunarungu yang Menggunakan
Cochlear Implants, Jurnal Pendidikan Khusus, 2017
71

bahwa alat yang terpasang berfungsi maka ketika pembelajaran membaca al-
Qur’an berlangsung posisi guru berada di samping alat peserta didik. Hal ini
dilakukan selain peserta didik tidak membaca gerak bibir, agar ketika peserta
didik membaca iqro’ dan terdapat kesalahan dalam pengucapan huruf hijaiyah
atau kesalahan bacaan panjang pendeknya, maka guru melafakannya disamping
alat tersebut, guna melatih pendengaran peserta didik juga.108 Begitupun ketika
berinteraksi dengan teman-teman yang normal, tidak diperkenankan
menggunakan bahasa isyarat sehingga baik peserta didik tunarungu maupun
peserta didik normal harus komunikasi secara verbal. Akan tetapi, dalam
berinteraksi sesama anak tunarungu selain dengan menggunakan komunikasi
verbal, disertai juga dengan bahasa isyarat.109

108
Hasil Observasi pada Kamis 12 Desember 2019
109
Ibid
72

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukannya semua tahap penelitian mengenai pelaksanaan
pembelajaran membaca al-Qur’an di Sekolah Aluna, maka peneliti dapat
menyimpulkan, sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pembelajaran membaca al-Qur’an di Sekolah Aluna dilakukan
setiap hari yakni hari Senin – Jum’at, pukul 07.30 – 08.00 WIB. Metode
yang digunakan dalam pembelajaran membaca al-Qur’an adalah metode
iqro’ yang terdiri dari enam jilid. Metode iqro’ ini digunakan sebagai dasar
sebelum nantinya lanjut kepada tahap membaca al-Qur’an. Materi yang
diajarkan bersifat fleksibel yakni menyesuaikan dengan kemampuan peserta
didik dan dalam proses pembelajarannya tidak membutuhkan bermacam-
macam alat hanya menggunakan buku iqro’ saja, karena yang ditekankan
pada metode iqro’ ini adalah bacaannya (membaca huruf al-Qur’an dengan
fasih dan benar). Adapun evaluasi yang digunakan sekolah Aluna dalam
pembelajaran membaca al-Qur’an dengan metode iqro’ ini yakni dengan
cara evaluasi harian. Pendidik menilai peserta didik dalam menentukan
apakah bacaannya bisa dilanjutkan atau mengulang.
2. Sekolah Aluna adalah sekolah inklusi yang menggabungkan antara peserta
didik normal dan peserta didik berkebutuhan khusus salah satunya yakni
berkebutuhan khusus tunarungu belajar bersama dalam satu kelas. Setiap
anak memiliki kemampuan yang berbeda beda. Begitupun dalam membaca
al-Qur’an. Rata-rata peserta didik tunarungu masih dalam tahapan iqro’
sedangkan peserta didik normal beberapa anak sudah masuk ke tahapan al-
Qur’an. Ketika peserta didik maju satu persatu untuk membaca iqro’, posisi
duduk pendidik berada di samping alat dengar peserta didik, hal ini untuk

72
73

memastikan alat bantu dengar baik ABD biasa maupun implan koklea yang
digunakan peserta didik dapat berfungsi dengan baik. Selain itu, di sekolah
Aluna tidak diperbolehkan untuk menggunakan bahasa isyarat ataupun
membaca gerak bibir. Bagi peserta didik tunarungu untuk melafalkan huruf-
huruf hijaiyah masih cukup sulit sehingga terdengar pada huruf-huruf
tertentu seperti sama pengucapannya. Akan tetapi, kejelasan dalam
melafalkan tergantung pada teraf kemampuan mendengar peserta didik. Ada
yang memang kurang jelas pelafalannya sampai sulit dibedakan antara huruf
yang satu dengan yang lain terdengar sama, ada yang sudah cukup jelas
pengucapannya, dan bahkan ada yang hampir seperti orang normal kejelasan
dalam pengucapannya.
3. faktor pendukung dalam pelaksanaan pembelajaran membaca al-Qur’an di
Sekolah Aluna adanya sikap saling menghargai dan menyemangati sesama
peserta didik. Selanjutnya adalah peran serta orang tua yang mendukung
pembelajaran membaca al-Qur’an dengan memberikan pembelajaran serupa
di rumah. Dan terakhir adalah dukungan sesama pendidik yang membuat
para pendidik menjadi lebih kuat dalam mengemban amanah yang tidak
ringan ini.
4. Adapun faktor penghambat dalam pelaksanaan pembelajaran membaca al-
Qur’an di Sekolah Aluna adalah keterbatasan fisik peserta didk tunarungu,
focus dan mood belajar peserta didik yang tidak stabil, dan kurangnya tenaga
pendidik di bidang PAI. Solusi yang ditawarkan pendidik yakni pendidik
merangkul peserta didik secara perlahan-lahan dan satu persatu, serta tidak
ada unsur memaksa. Solusi kedua adalah cara mendiamkan peserta didik
terlebih dahulu setelah itu membujuknya kembali agar peserta didik mau
membaca al-Qur’an. Dan solusi terakhir maka untuk sementara digantikan
terlebih dahulu oleh wali kelas masing-masing dalam pengajaran membaca
al-Qur’an.
74

B. Saran
1. Bagi Guru
➢ Memaksimalkan penggunaan metode, media dan sumber belajar serta
menciptakan susasana yang menyenangkan dan membuat peserta didik
lebih semangat lagi dalam belajar al-Qur’an.
➢ Perlunya dibuatkan catatan atau kartu lancaran al-Qur’an agar orang tua
bisa lihat dan mengetahui sejauh mana perkembangan anak dalam
membaca al-Qur’an.
2. Bagi Sekolah
➢ Mendukung dan meningkatkan pelaksanaan pembelajaran al-Qur’an di
sekolah serta menyediakan fasilitas-fasilitas pembelajaran dengan baik.
3. Bagi Lembaga Pendidikan
➢ Memberikan pembinaan kepada guru agar mempersiapkan fisik maupun
mental dalam mengajar.
➢ Mendukung dan mengembangkan program pembelajaran al-Qur’an agar
terciptanya pembelajaran yang efektif dan mampu mencetak generasi
Qur’ani.
75

DAFTAR PUSTAKA

Agustyawati dan Solicha. Psikologi Pendidikan: Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:


Lembaga Peneltian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2013.

Ainurrohmah, Cicik dan Ainna Amalia FN, Implementasi Metode Tilawati Dalam
Menghafal Bacaan Sholat Di TPQ Miftahul Hidayah Gondang Nganjuk Jawa
Timur. Jurnal Lentera. Vol.1 No.2, E-ISSN: 25407767. 2015.

Astuti, Rini. Peningkatan Kemampuan Membaca Al-Quran Pada Anak Attention


Deficit Disorder Melalui Metode Al-Barqy Berbasis Applied Behavior Analysis.
Jurnal Anak Pendidikan Usia Dini. Volume 7 Edisi 2. 2013.

Atmaja, Jati Rinakri, Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2017.

Delphie, Bandi. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan


Inklusi. Bandung: Rafika Aditama. 2006.

Gulo, W. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Gransindo. 2010.

Haenudin. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu. Jakarta: PT Lxima


Metro Media. 2013.

Hamid, Abdul. Pengantar Studi Al-Qur’an. Jakarta: Prenamedia Group. 2016.

Hasan, Sholeh dan Tri Wahyuni. Kontribusi Penerapan Metode Qiro’ati dalam
Pembelajaran Membaca al-Qur’an Secara Tartil. Jurnal Pendidikan Islam.
Vol.V No.1. 2018.

Hasuna , Umi dan Alik Roichatul Jannah. Implementasi Metode Ummi dalam
Pembelajaran Alquran pada Santri di Pondok Pesantren Salafiyah Al-Mahfudz

75
76

Seblak Jombang. Jurnal Pendidikan Islam. Vol. 1 No.2, E-ISSN: 2550-1038.


2017.

Hidayat, Bahril. 2017. Pembelajaran Alquran pada Anak Usia Dini Menurut Psikologi
Agama dan Neurosain, The 2nd Annual Conference on Islamic Early Childhood
Education Vol.2, (e-ISSN): 2548-4516, 2017

Hidayat, Yayan Heryana, dan Atang Setiawan. Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus.
Bandung: UPI PRESS. 2006.

Ilahi, Muhammad Takdir. Pendidikan Inklusif (Konsep dan Aplikasi). Yogjakarta: Ar


Ruzz Media. 2013.

Imani, Allamah Kamal Faqih. Tafsir Nurul Qur’an. Jilid 19. Jakarta: AlHuda. 2003.

Jamaludin. Pembelajaran Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2015.

Liza, Fitri. Analisis Metode Iqra dalam Pembacaan Fawatihussuwar Mahasiswa FAI
UHAMKA. Jurnal Pendidikan Islam. Volume 10 Nomor 1, E-ISSN: 25497146.
2019

Ma’mun, Muhammad Aman. Kajian Pembelajaran Baca Tulis Al-Qur’an. Jurnal


Pendidikan Islam Vol.4 No.1. 2016.

Mahmud. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia. 2011.

Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. 2010.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian KualitatifBandung: PT Remaja Rosdakarya. 2017.

Mualifah, Ilun. Perkembangan Peserta Didik (Edisi Pertama). Jakarta: Learning


Assistance Program For Islamic Schools. 2008.

Mudlofir, Ali dan Evi Fatimatur Rusydiyah. Desain Pembelajaran Inovatif. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada. 2017.
77

Olivia, Stella. Pendidikan Inklusi untu Anak Berkebutuhan Khusus – Diintegrasikan


Belajar di Sekolah Umum. Yogyakarta: Andi. 2017.

Poerwandari, E. Kristi. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: LPSP3


UI. 1998.

Pratiwi, Jamilah Candra. Sekolah Inklusi untuk Anak Berkebutuhan Khusus:


Tanggapan Terhadap Tantangan Kedepannya. Seminar Nasional Pendidikan
UNS & ISPI Jawa Tengah. ISBN: 978-979-3456-52-2. 2015.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009


Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan
Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa

Al-Qaththan, Manna Khalil. Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an. Bogor: Pustaka Litera


AntarNusa. 2004.

Al-Qaththan, Manna Khalil. Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an. Jakarta: Pustaka al-
Kautsar. 2006.

Ar-Rifa’I, Muhammad Nasib. Taisuru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir.
Jilid 4. Jakarta: Gema Insani. 2000.

Ash-Shabunniy, Muhammad Ali. Studi Ilmu Al-Qur’an. Bandung: CV Pustaka Setia.


1998.

Sanjaya, Wina. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana.


2006.

Shihab. M. Quraish. Al-Lubab. Tangerang: Lentera Hati. 2012.

Al-Sijistani, Abu Daud Sulaiman bin al-Asy’ats. Sunan Abi Daud. Bairut: Maktabah
Ashriyah

Smart, Aqila. Anak Cacat Bukan Kiamat. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2012.
78

Srijatun. Implementasi Pembelajaran Baca Tulis Al-Qur’an Dengan Metode Iqro Pada
Anak Usia Dini Di RA Perwanida Slawi Kabupaten Tegal. Jurnal Pendidikan
Islam. Vol.11 Nomor 1, ISSN 1979-1739. 2017.

Sugiyono. Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta. 2016.

Suma, Muhammad Amin. Ulumul Qur’an. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2013.

Suprihatiningrum, Jamil. Strategi Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2016.

Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Press. 2006.

Syaifullah, Muhammad. Penerapan Metode An-Nahdliyah dengan Metode Iqro’ dalam


Kemampuan Membaca al-Qur’an. Jurnal Kajian Ilmu Pendidikan. Vol.2 No.1,
E-ISSN 2548-7892. 2017.

Syaputra, Amirullah. Metode Isyarat dalam Pembelajaran Al-Qur’an Bagi Siswa Tuna
Rungu. Jakarta: PTIQ Jakarta. 2017.

Thobroni, Muhammad dan Arif Mustofa. Belajar & Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-
Ruzz. 2011.

Tohirin. Psikologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: PT RajaGafindo Persada.


2006.

Undang–Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat I sesudah Amandemen I–IV, dilengkapi


Susunan Kabinet Indonesia Bersatu II Tahun 2009–2014 dan Butir–butir
Pancasila, (Surakarta: ITA, tt),

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem


Pendidikan Nasional

Wahyuni, Atik dan Yulianti. Kemampuan Berbahasa Anak Tunarungu yang Menggunakan
Cochlear Implants. Jurnal Pendidikan Khusus, 2017.

Yusuf, A. Muri. Metode Penelitian. Jakarta: Prenadamedia Group. 2015.


79

LAMPIRAN
80
81
82

Pedoman Wawancara untuk Kepala Sekolah


Nama :
Jabatan :
Hari/Tanggal :
Tempat :
Waktu :
NO PERTANYAAN JAWABAN
1. Sudah berapa lama ibu menjadi
kepala Sekolah Aluna?
2. Sejak kapan didirikan Sekolah Aluna
didirikan?

3. Apa visi dan misi Sekolah Aluna?

4. Apa yang melatarbelakangi Sekolah


Aluna menjadi sekolah inklusi?

5. Apakah Sekolah Aluna menerima


siswa tanpa membeda-bedakan?

6. Jenis ABK apa saja yang ada di


Sekolah Aluna?

7. Ada atau tidak batasan jumlah siswa


(terutama ABK) dalam setiap
kelasnya?

8. Bagaimana upaya sekolah dalam


membudayakan ramah terhadap
ABK?

9. Apa latar belakang pendidikan


sekolah para guru di sini linear
dengan bidangnya? Jika tidak, maka
upaya apa yang dilakukan oleh
sekolah?

10. Kriteria seperti apa yang harus


dipenuhi untuk menjadi guru di
Sekolah Aluna ini (terutama guru
agama)?
83

11. Seberapa pentingnya pembelajaran


al-Qur’an menurut bapak/ibu
sehingga perlu diadakan di Sekolah
Aluna?

12. Kurikulum apa yang diterapkan di


sekolah inklusi Aluna?

13. Apa tujuan mengadakan


pembelajaran al-Qur’an di Sekolah
Aluna?
14. Apa saja yang dipersiapkan untuk
menerapkan pembelajaran al-Qur’an
di Sekolah Aluna?
15. Media dan metode apa yang
digunakan dalam pembelajaran al-
Qur’an
16. Apakah sarana dan prasarana
mendukung pembelajaran al-Qur’an
di Sekolah Aluna?

17. Usaha apa yang dilakukan unuk


meningkatkan kualitas pembelajaran
al-Qur’an di sekolah Aluna?
18. Adakah bimbingan khusus bagi anak
berkebutuhan khusus tunarungu
dalam pembelajaran al-Qur’an?

19. Bagaimana hubungan kerjasama


antara sekolah dengan orang tua
murid?

Jakarta, ……………………
Narasumber
84

Pedoman Wawancara untuk Guru


Nama :
Jabatan :
Tempat :
Waktu :

NO PERTANYAAN JAWABAN
1. Sudah berapa lama ibu mengajar di
Sekolah Aluna?
2. Apakah latar belakang pendidikan guru
agama dalam pembelajaran al-Qur’an di
kelas linear dengan bidangnya?
3. Suka duka apa yang dirasakan ketika
mengajarkan al-Qur’an?
4. Bagaimana sistem komunikasi yang
digunakan guru bagi anak berkebutuhan
khusus terutama untuk siswa tunarungu
dalam pembelajaran al-Qur’an di
Sekolah Aluna?

5. Adakah terapi khusus bagi anak


berkebutuhan khusus tunarungu untuk
kemajuan dalam berkomunikasi? Jika
ada, maka seperti apa bentuk terapinya?
6. Metode apa yang digunakan dalam
pembelajaran al-Qur’an di Sekolah
Aluna?
85

7. Adakah buku yang menjadi rujukan


dalam pembelajaran al-Qur’an di
Sekolah Aluna?
a. Jika ada, buku apa?
b. Jika tidak, mengapa tidak ada?
8. Bagaimana langkah-langkah dalam
pembelajaran al-Qur’an?
9. Bagaimana strategi guru ketika
menghadapi siswa normal dengan siswa
berkebutuhan khusus dalam
pembelajaran al-Qur’an di kelas?

10. Adakah bimbingan khusus bagi siswa


tunarungu dalam pembelajaran al-
Qur’an?
11. Media apa digunakan dalam
pembelajaran al-Qur’an di Sekolah
Aluna?

12. Apakah sarana dan prasarana


mendukung dalam pembelajaran al-
Qur’an?
13. Adakah target pencapaian dalam
pembelajaran al-Qur’an?
a. Jika ada, maka seperti apa target
percapaian?
b. Jika tidak, mengapa tidak diadakan
pencapaian?
86

14. Bagaimana cara mengevaluasi hasil


pembelajaran al-Qur’an di Sekolah
Aluna?

15. Bagaimana hasil belajar dalam


pembelajaran al-Qur’an di Sekolah
Aluna?

16. Apa saja faktor penghambat dalam


pembelajaran al-Qur’an di Sekolah
Aluna?

17. Apa solusi yang di tawarkan guru dalam


atas faktor hambatan yang dihadapi?

18. Apa saja faktor pendukung dalam


pembelajaran al-Qur’an di Sekolah
Aluna?

19. Bagaimana peran orang tua dalam


mendukung pembelajaran al-Qur’an di
Sekolah Aluna?

Jakarta, ……………………
Narasumber
87

Pedoman Observasi
Hari/Tanggal :
Tempat :
Waktu :
No Unsur Kriteria Penilaian Keterangan
Penelitian A B C D
1 Lokasi sekolah 1. Strategis
2. Mudah terjangkau
2 Kondisi fisik 1. Bangunan kokoh
bangunan 2. Bangunan luas
sekolah
3 Situasi dan 1. Aman
kondisi 2. Nyaman
lingkungan
sekolah
4 Sarana dan 1. Sarana dan
prasarana prasarana
sekolah memadai
2. Mendukung
pembelajaran
5 Aktivitas guru 1. Manajemen kelas
2. Penguasaan siswa
di kelas
3. Kegiatan
mengajar guru
6 Kondisi siswa 1. Antusias
saat 2. Tertib
pembelajaran 3. Menyimak
7 Proses 1. Strategi
pembelajaran pembelajaran
2. Metode
pembelajaran
3. Evaluasi
pembelajaran
8 Media 1. Buku ajar
pembelajaran 2. Media lainnya
9 Kelengkapan 1. Dokumen
dokumen pembelajaran
pembelajaran
88

2. Kesesuaian
dengan tujuan
pemebelajaran
10 Tata waktu dan 1. Jadwal
tempat pembelajaran
pembelajaran 2. Tata ruang kelas
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101

LAMPIRAN FOTO DOKUMENTASI


102
103
104
105
106
107
108
109
110
111

You might also like