Professional Documents
Culture Documents
Masdianah Fps
Masdianah Fps
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana psikologi
Disusun oleh:
Masdianah
106070002260
FAKULTAS PSIKOLOGI
JAKARTA
2010
2
BAB I
PENDAHULUAN
Potensi siswa atau prestasi belajar siswa adalah hal utama yang menjadi
siswa dalam belajar. Prestasi menunjukkan hasil dari pelaksanaan kegiatan belajar
siswa yang diikuti di sekolah dan diukur melalui penguasaan materi yang telah
diajarkan guru serta nilai-nilai yang terkandung dalam kurikulum yang sudah
hasil penilaian yang dilakukan untuk memperoleh data atau informasi sampai
dimana penguasaan atau pencapaian belajar siswa terhadap bahan pelajaran yang
dipelajarinya selama jangka waktu tertentu yang dinyatakan dalam bentuk angka.
mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang
faktor yang terjadi disekitar kehidupan, baik yang datang dari kondisi internal
siswa itu sendiri maupun lingkungan dimana individu tersebut berada. Beberapa
ahli ((M. Ngalim Purwanto : 1990, Muhibbin Syah :2006, dan Noeh:1993)
seseorang yaitu faktor yang datang dari diri individu sendiri disebut faktor
spiritualitas siswa sedangkan faktor yang datang dari luar individu atau
terkecuali dialami oleh semua individu, salah satunya adalah tekanan akibat
kemiskinan, namun yang membedakan antara individu yang satu dengan lainnya
yang ada. Bagi individu yang mampu beradaptasi dengan baik, mereka akan
yang kurang mampu beradaptasi mereka akan tetap berada dalam kondisi tidak
kemampuan untuk mengatasi masalah sebagai hasil dari situasi yang dihadapi.
melainkan setiap orang, termasuk remaja. Remaja yang resilien dicirikan sebagai
inisiatif, kesadaran akan tujuan dan prediksi masa depan yang positif bagi dirinya
Milstein, 2003). Umumnya, mereka yang memiliki resiliensi ini terdorong untuk
(Gortberg,1999).
(dalam Howard 1999) memberikan definisi resiliensi sebagai kualitas dalam diri
bahwa anak yang tidak dapat mengatasi tantangan yang ada dengan efektif akan
lebih tidak menyenangi sekolah dan lebih jarang berpartisipasi dalam kegiatan di
kelas.
harus terdapat dua kriteria yang harus dipenuhi (Ibeagha dkk, 2004). Pertama,
terdapat sebuah keadaan yang merupakan ancaman atau sifatnya berbahaya bagi
memungkinkan timbulnya hasil negatif dari kejadian yang dialami disebut sebagai
faktor resiko (Mash dan Wolfe, 2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi anak
dalam perkembangannya berasal dari empat sumber yaitu genetik, faktor prenatal,
Dengan adanya faktor resiko, maka akan timbul apa yang disebut sebagai
faktor protektif. Faktor protektif adalah hal-hal yang membantu individu bertahan
dari dampak yang diakibatkan dari tekanan yang diterima, membantu mengatasi
keadaan mengancam tersebut (Ibeagha dkk, 2004). Seperti faktor resiko, faktor
protektif juga berasal dari sumber eksternal dan internal. Menurut Benard (2004)
faktor protektif internal atau asset internal individu terdiri dari empat kategori
akan tujuan dan masa depan. Kategori ini dimiliki individu dengan kadar yang
didapat dari keluarga, sekolah dan lingkungan mereka sehari-hari (Howard, 1999).
Faktor protektif eksternal ini lebih bersifat mendukung faktor protektif internal
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Gutman, Samerof dan Cole (2003)
sebagai suatu beban dalam hidupnya. Masalah yang dipandang sebagai beban
akan membuat dirinya lebih mudah merasa terancam dan cepat merasa frustasi.
Sedangkan Menurut Jew, Green, dan Kroger (1999), individu yang memiliki skor
baik daripada individu yang memiliki resiliensi yang rendah. Demikian pula
menurut Grotberg (1995) bahwa terdapat berbagai faktor spesifik dalam resiliensi,
resiliensi tinggi akan melihat tugas pendidikan sebagai suatu tantangan bagi
dirinya untuk berprestasi. Tantangan yang ada akan mendorong anak untuk
memiliki semangat yang tinggi dalam belajar. Sedangkan bagi individu yang
tugas pendidikan.
kemungkinan anak untuk sukses di sekolah dan berbagai aspek lain dalam hidup
terjadi. Siswa yang resilien adalah mereka yang mampu menunjukkan performa
tinggi dan tetap termotivasi dalam belajar meskipun terdapat berbagai hal yang
menekan dan menurunkan resiko akan menurunny performa mereka (Alva dalam
Nears 2007).
bertahan dan pulih dari situasi negatif secara efektif dengan menghasilkan
7
belajar yang baik , adapula individu yang gagal karena mereka tidak berhasil
keluar dari situasi yang tidak menyenangkan tersebut. Hal ini disebabkan kualitas
resiliensi tidak sama pada setiap orang . Kualitas resiliensi seseorang sangat
sekolah model yang didirikan oleh Dompet Dhuafa pada tahun 2004 dengan
peserta didik seluruhnya berasal dari anak-anak kurang mampu namun memiliki
potensi akademik dan kecerdasan lain yang tinggi. Siswa SMART Ekselensia
Indonesia, selain berasal dari keluarga yang kurang mampu juga berasal dari anak
yang orang tuanya meninggal, korban daerah konflik, korban bencana alam,
perceraian, serta korban kekerasan dalam rumah tangga yang diambil dari
SLTA dengan program akselerasi 5 tahun dan seluruh peserta didik diberikan
Sekolah ini digagas untuk meningkatkan harkat dan derajat kaum dhuafa melalui
diberikan agar siswa menjadi manusia belajar yang berbudi mulia, mandiri,
Indonesia adalah bahwa pada kenyataanya tidak semua siswa- siswanya mampu
bertahan dan berprestasi dengan baik. Ada siswa yang mampu berprestasi dengan
baik bahkan menjadi lebih baik setelah menempuh program-program yang sudah
diberikan, namun ada juga siswa yang gagal dan tidak mampu bertahan dengan
Untuk penelitian yang lebih terarah maka peneliti akan membatasi masalah
2004). Resiliensi dalam penelitian ini dibatasi pada faktor resiko ekternal saja
seperti kemiskinan, orang tua meninggal, korban daerah konflik, korban bencana
dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat
mencerminkan hasil yang sudah dicapai peserta didik dalam periode tertentu
(Tirtonegoro :1984) .
berikut: “Apakah ada hubungan positif yang signifikan antara resiliensi dengan
adalah untuk mengetahui hubungan antara resiliensi dengan prestasi belajar anak
dengan prestasi peserta didik dalam belajar dan dapat menjadi literatur
belajar siswa
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pelajaran dan motivasi bagi
BAB 1 : PENDAHULUAN
metode dan instrumen penelitian, tekhnik uji instrumen, tekhnik analisis data
pengujian hipotesis
BAB II
KAJIAN TEORI
untuk mencapai prestasi dalam belajar dituntut dorongan atau semangat belajar
yang sungguh-sungguh dan disiplin yang tinggi dalam belajar. Ada beberapa
yaitu;
dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah
siswa dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai
penilaian aktivitas belajar siswa yang dinyatakan dalam bentuk symbol, angka,
huruf, maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai peserta
Prestasi belajar menurut Sumardi Suryabrata (2005) sebagai hasil dari suatu
proses yang biasanya dinyatakan dalam bentuk kuantitatif (angka) yang khusus
diberikan untuk proses evaluasi misalnya rapor, hasil ini dibagikan kepada siswa
pada akhir semester setelah pelaksanaan ujian akhir. Di dalam bidang pendidikan,
13
siswa dikatakan memiliki prestasi baik apabila menjadi juara kelas ataupun
setiap proses belajar akan selalu terdapat hasil nyata yang dapat diukur. Hasil
adalah taraf keberhasilan siswa dari kegiatan atau usaha belajarnya dalam
mempelajari setiap mata pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau skor
meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan
proses belajar siswa. Menurut Muhibbin Syah (2003) dan Benyamin Bloom
dalam Darwyan Syah (2009) aspek-aspek prestasi belajar meliputi tiga ranah
berikut:
Tabel 2.1
Ranah Indikator
A. Kognitif
prinsip-prinsip, kaidah-kaidah
2. Pengamatan - mampu menunjukan,
membandingkan, dan menghubungkan
3. Pemahaman - mampu menterjemahkan,
menafsirkan, menentukan,
memperkirakan, dan mengartikan
4. Penerapan - mampu memecahkan masalah,
membuat bagan/grafik, menggunakan
istilah atau konsep-konsep
5. Analisis - mampu mengenali kesalahan,
membedakan, menganalisis unsure-
unsur, hubungan-hubungan, dan
prinsip-prinsip organisasi
6.Sintesis - mampu menghasilakan, menyusun
kembali, dan merumuskan
7. Evaluasi - mampu menilai berdasarkan norma
tertentu, mempertimbangkan, dan
memilih alternatif
B. Psikomotor
1. Persepsi - mampu menafsirkan rangsangan, peka
terhadap rangsangan, dan
mendiskriminasikan
2. Kesiapan - mampu berkonsentrasi dan
menyiapkan diri baik fisik maupun
3. Gerakan terbimbing mental
4. Gerakan terbiasa - mampu meniru contoh
- mampu berketrampilan dan berpegang
5. Gerakan Kompleks pada pola
- memiliki ketrampilan secara lancer,
6. Penyesuaian pola gerakan luwes, supel, gesit dan lincah
- mampu menyesuaikan diri dan
15
7. Kreatifitas bervariasi
- mampu menciptakan hal yang baru
8. Kecakapan ekspresi verbal dan non- dan berinisiatif
verbal - fasih dalam melafalkan dan
mengucapkan serta cakap dalam
membuat mimik dan gerakan jasmani
C. Afektif
1. Penerimaan - mampu menunjukkan, mengakui,
dan mendengarkan dengan
sungguh-sungguh
2. Berpartisipasi - mematuhi dan berperan aktif
dalam belajar
3. Penilaian/penentuan sikap - mampu menerima suatu nilai,
menyukai, menyepakati,
menghargai, dan bersikap
positif atau negatif
4. Pengorganisasian - mampu membentuk system
nilai, menangkap relasi antar
nilai, bertanggungjawab dan
menyatukan nilai.
5. Internalisasi (pendalaman) - mengakui dan menyakini
6. Karakterisasi (penghayatan) - mampu melembagakan atau
meniadakan serta
menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari
indikator keberhasilan belajar atau prestasi belajar dapat dilihat dari daya serap
tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa dan dari tidak
belajar yang dicapai siswa dengan ktiteria atau nilai yang telah
pembandingan nilai awal dengan nilai akhir siswa, akan tetapi juga
belajar siswa dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan
17
psikomotor. Aspek kognitif berkaitan dengan daya kognitif siswa, aspek afektif
belajar mengajar terjadi. Dalam mencapai prestasi belajar yang baik seorang
siswa, banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terjadi disekitar kehidupan,
baik di rumah maupun di dalam pergaulan masyarakat. Beberapa ahli (M. Ngalim
Purwanto: 1990, Muhibbin Syah: 2006, Suparno: 2001, Syaiful Bahri Djamharah:
2006 dan Noeh : 1993) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar seseorang yaitu faktor yaitu faktor internal dan
a. Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang datang dari diri siswa sendiri,
yaitu:
yang diperoleh
jasmani yang tidak sehat bagi kemampuan belajar siswa. Oleh karena itu
yang bergizi serta memilih pola istirahat dan olahraga yang ringan. Yang
18
b. Aspek psikologis
b. Sikap siswa
c. Bakat siswa
menyuruh.
d. Motivasi
19
keberhasilan belajar
e. Minat
f. Kebutuhan Kemampuan
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang datang dari luar diri siswa.
Diantaranya yaitu:
siswa
belajar siswa ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor yang datang dari diri
individu ( disebut sebagai faktor internal) dan faktor yang datang dari luar
terdiri dari kondisi fisiologis dan psikologis siswa yaitu minat, bakat, intelegensi,
sikap dan motivasi siswa. Resiliensi termasuk ke dalam kondisi internal siswa.
dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar yang dapat digolongkan ke dalam tiga
a. .Ulangan Harian
b. Ulangan Blok
beberapa kompetensi dasar dalam satu waktu, mulai dari tingkat berpikir
c. Ulangan Semester
pokok pelajaran bidang studi tertentu pada satu kompetensi ujian. Ulangan
22
aplikatif, atau dibutuhkan untuk belajar pada bidang lain yang relevan.
siswa yang diacukan kepada rata-rata kelompoknya. Untuk itu norma atau
kategori prestasi belajar siswa, yakni diatas rata-rata kelas, sekitar rata-rata
kelompoknya.
diketahui tingkat prestasi belajar yang dicapai oleh siswa yang terbagi kedalam
siswa disajikan dalam bentuk kategori, misalnya: baik sekali, baik, cukup,
kompeten
siswa disajikan dalam bentuk kombinasi angka, kategori, dan uraian atau
narasi.
2.2 Resiliensi
konteks fisik atau ilmu fisika. Resiliensi berarti kemampuan untuk pulih
adalah kemampuan manusia untuk cepat pulih kembali dari perubahan, sakit,
kemalangan, atau kesulitan (the Resiliency Center 2005). Sejumlah ahli yang
sebagai berikut:
kondisi kehidupan yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk
diatasi.
tambahan dan kemampuan untuk mengatasi masalah sebagai hasil dari situasi
yang di hadapi.
kembali dari kemunduran, dan merubah cara baru dalam pekerjaan dan kehidupan
dapat diartikan sebagai suatu kemapuan individu untuk bangkit kembali dari
Menurut Grotberg dalam Desmita (2005) ada tiga sumber dari resiliensi,
yaitu I have (aku punya), I am (Aku ini), I can (Aku dapat), adapaun
harap.
mempercayai.
Resiliensi merupakan hasil kombinasi dari ketiga faktor I have, I am, dan I
can. Untuk menjadi seorang yang resilien, tidak cukup hanya memiliki satu faktor
1. Kompetensi sosial
masalah dalam hubungan sosial yaitu kemampuan anak untuk berpikir dan
merupakan salah satu indikator penting dalam menilai adaptasi positif seorang
anak.
ada. Dalam penelitian mengenai resiliensi kemampuan ini sering juga disebut
3. Otonomi
dan berbeda diatas kendali dari lingkungan tempat individu berada. Otonomi juga
diasosiasikan dengan rasa kesejahteraan diri (Deci: Ryan dan Deci dalam Benard,
2004). Dengan memiliki rasa otonomi individu merasa berkeinginan penuh akan
apa yang mereka lakukan. Mereka juga terlibat dalam berbagai aktivitas dengan
komitmen dan rasa ketertarikan yang muncul dari dalam mereka sendiri (Deci
a. Identitas positif: perasaan sadar akan identitas dirinya yang bersifat stabil
dan pribadi. Identitas positif berkaitan erat dengan self-esteem dan evaluasi
diri yang positif pula dimana hal tersebut merupakan karakteristik anak
hidup mereka.
29
menentukan apa yang ingin dicapai dan cara yang mungkin dilakukan
dirinya.
f. Rasa humor: rasa humor membantu individu dalam merubah rasa marah
dan kesedihan menjadi perasaan riang dan dapat menjauhkan individu dari
Kategori ini berkaitan dengan kekuatan pribadi yang meliputi arah tujuan
ke optimisme individu sampai dengan kesadaran akan makna dan koherensi atas
keberadaan individu tersebut sebagai bagian dari alam semesta. Fokus pada masa
depan yang kuat dan positif secara konsisten telah diidentifikasikan dengan
kesuksesan dalam bidang akademis, identitas diri yang positif, dan tingkah laku
a. Arah tujuan dan aspirasi pendidikan: ketiga hal ini berorientasi pada masa
pendidikannya.
pada diri mereka dan akan mengalihkan perhatiannya dari kejadian tidak
positif.
individu.
bangkit dan berbuat sesuatu lebih baik dari sebelumnya . Rasa optimis
Individu yang resilien memiliki rasa ingin tahu yang tinggi tentang
lakukan sebelumnya.
Menurut Werner dan Smith dalam Dell (2005), individu yang resiliensinya
1. Playful (suka bermain) dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi seperti
tegangan dan mencoba melihat dari perspektif yang lebih baik (Turner,
2001)
mencerna pengalaman yang baru maupun yang tak terduga. Hal tersebut
lingkungan keluarga yang kacau. Hal ini dikarenakan peran model yang
diperoleh selain dari rumah, seperti guru, sahabat, pelatih dan pembina
agama (Turner,2001).
4. Self-esteem dan kepercayaan diri yang kokoh. Self- esteem adalah apa yang
maksimal mereka.
5. Memiliki persahabatan yang baik dan penuh kasih. Individu yang resilien
sesuatu.
yang tinggi yang dipimpin oleh nilai dan standar internal individu. Mereka
yang maksimal.
mencoba melihat sesuatu dari cara pandang orang lain. Mereka mencoba
yang dihadapinya
atas dirinya
self-esteem dan rasa percaya diri yang tinggi, mandiri, sosiabilitas, serta mampu
berempati.
Seorang anak dapat disebut sebagai anak yang resilien apabila mereka
keadaan yang merupakan ancaman atau sifatnya berbahaya bagi individu tersebut.
Keadaan demikian disebut juga sebagai faktor resiko. Kedua, kualitas penyesuaian
hal ini juga dikenal sebagai faktor protektif (Ibeagha dkk, 2004)
negatif dari kejadian yang dialami anak. Anak yang berada dalam keadaan
beresiko rentan terhadap hasil perkembangan yang negatif seperti dikeluarkan dari
terlibat dalam kasus bunuh diri. Faktor resiko yang melibatkan anak-anak dapat
mental, faktor prenatal seperti masalah kesehatan saat berada dalam kandungan,
faktor prenatal yang berkaitan dengan penanganan kesehatan, dan faktor yang
perceraian (Rickel dan Becker, 1997 dalam Berns 2007). Anak yang dikatakan
36
dukungan sosial yang kurang, mengalami kasus depresi, atau kekerasan rumah
tersebut dikatakan pula bahwa faktor protektif adalah keadaan yang mengurangi
dampak dari stres dini dan cenderung memprediksi hasil positif dari keadaan tidak
Faktor protektif berasal dari dua sumber yaitu internal dan eksternal.
Faktor protektif internal adalah asset atau faktor protektif yang secara konstan
muncul dalam pembahasan mengenai karakteristik anak yang resilien dan meliputi
akan tujuan dan masa depan (Waters dan Sroufe; Garmezy; Rutter; Werner dan
Promotion of Social Competence dalam Howard, 1999). Hal ini sering disebut
juga sebagai kekuatan pribadi dan merupakan manifestasi dari resiliensi itu
sendiri. Faktor-faktor ini pasti dimiliki setiap individu namun dalam derajat yang
resiliensi anak dari luar diri mereka. Faktor protektif eksternal dapat
37
Berdasarkan dari uraian teori di atas, resiliensi dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu faktor resiko dan faktor protektif. Faktor resiko merupakan keadaan dimana
(Remaja)
pada posisi yang harmonis di dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas dan
yang harus dipelajari, dijalani, dan dikuasai oleh setiap individu. Pada jenjang
kehidupan usia sekolah menengah (remaja), seseorang telah berada pada posisi
teman sebaya, menyesuaikan diri dengan ketentuan yang berlaku, dan sebagainya.
Secara sadar, pada akhir masa anak-anak, seorang individu akan berupaya
untuk bersikap dan berperilaku lebih dewasa dan intelek. Hal ini merupakan
“tugas” yang cukup berat bagi para remaja untuk lebih menuntaskan tugas-tugas
kehidupan yang harus dihadapi dan dijalaninya. Mereka tidak ingin dijuluki
sebagai anak-anak, melainkan ingin dihargai dan diakui sebagai orang yang sudah
dewasa. Mereka menjalani tugas mempersiapkan diri untuk dapat hidup lebih,
dalam arti mampu menghadapi dan memecahkan masalah, bertindak etis dan
normatif serta bertanggung jawab moral. Oleh karena itu, tugas perkembangan
pada masa remaja ini dipusatkan pada upaya untuk menanggulangi sikap dan pola
kekanak-kanakan.
dipandang sebagai upaya mempelajari nilai dan norma kehidupan sosial budaya
masyarakatnya.
hal yang harus dilakukan oleh orang dewasa. Makna “dewasa” dapat diartikan
dari berbagai segi, sehingga dikenal istilah dewasa secara fisik, dewasa secara
mental, dewasa secara sosial, dewasa secara psikologis, dewasa secara hukum,
dab sebagainya.
Pada umumnya, orang yang telah berusia 17 tahun akan dikatakan sebagai
orang yang telah dewasa, baik dewasa secara fisik yang berarti siap untuk
melaksanakan tugas-tugas reproduksi; dewasa dari segi hukum yang berarti dapat
sesuai dengan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, jenis tugas perkembangan
remaja itu mencakup segala persiapan diri untuk memasuki jenjang waktu, yang
39
intinya bertolak dari tugas perkembangan fisik dan tugas perkembangan sosio-
psikologis.
matang;
10. memahami suatu perangkat tata nilai yang digunakan sebagai pedoman
tingkah laku.
karena remaja adalah pribadi yang utuh secara individual dan sosial. Namun
demikian, banyak hal yang harus diselesaikan selama masa perkembangan remaja
yang singkat ini. Pada tugas perkembangan fisik, upaya untuk mengatasi
permasalahan pertumbuhan yang “serba tak harmonis” amatlah berat bagi para
40
remaja. Hal itu dapat bertambah sulit bagi remaja yang sejak masa anak-anak
telah memiliki konsep yang mangagungkan penampilan diri pada waktu dewasa
nanti. Oleh karena itu, tidak sedikit remaja bertingkah kurang tepat (tidak sesuai).
dalam kehidupan sosial. Bagi seorang pria, ia harus merencanakan untuk menjadi
bertanggung jawab dalam arti menjadi pelindung keluarga, baik dari segi
keamanan maupun ketentraman jiwa wanita dan anak-anak. Hal ini tercermin
dalam nalurinya untuk menjadi seorang yang kuat, secara ekonomis menjadi
orang yang produktif, dan tercermin pada penetapan jenis pekerjaan yang
diidamkan. Dengan sendirinya hal itu dapat juga berpengaruh pada pemilihan
jenis pendidikan yang dewasa yang lembut dan penuh kasih sayang telah pula
kedewasaan.
Memasuki jenjang usia dewasa, telah terbayang berbagai hal yang harus
kepuasan, persaingan, kekecewaan, dan perang batin yang bisa terjadi karena
Resiliensi dan prestasi belajar memiliki keterkaitan satu sama lain hal ini
berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Gutman, Samerof dan Cole
(2003) ditemukan bahwa anak-anak yang mengalami kondisi sulit dengan tingkat
resiliensi yang tinggi mampu untuk mencapai tingkat yang tinggi dalam motivasi
menurut Jew, Green, dan Kroger (1999) bahwa individu yang memiliki skor yang
kemungkinan anak untuk sukses di sekolah dan berbagai aspek lain dalam hidup
terjadi. Siswa yang resilien adalah mereka yang mampu menunjukan performa
tinggi dan tetap termotivasi dalam belajar meskipun terdapat berbagai hal yang
menekan dan menurunkan resiko akan menurunny performa mereka (alva dalam
Nears,2007).
sebagai kualitas dalam diri anak yang walaupun dihadapkan dengan kejadian-
juga menyebutkan bahwa anak yang tidak dapat mengatasi tantangan yang ada
42
dengan efektif akan lebih tidak menyenangi sekolah dan lebih jarang
Namun, hal ini tidak terjadi pada penelitian yang telah dilakukan oleh
Fonny, Fidelis, dan Lianawati (2006) terhadap anak -anak tuna rungu yang berusia
9-12 tahun. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara
resiliensi dengan prestasi akademik (prestasi belajar) yang disebabkan dua aspek
individu tersebut (Benard : 2004). Resiliensi dalam penelitian ini dibatasi pada
faktor resiko ekternal saja seperti kemiskinan, orang tua meninggal, korban
daerah konflik, korban bencana alam, perceraian, serta korban kekerasan dalam
rumah tangga.
kegiatan atau usaha belajarnya dalam mempelajari setiap mata pelajaran yang
dinyatakan dalam bentuk nilai atau skor dalam periode waktu tertentu.
Dengan adanya faktor resiko, maka akan timbul apa yang disebut sebagai
faktor protektif. Faktor protektif adalah hal-hal yang membantu individu bertahan
dari dampak yang diakibatkan dari tekanan yang diterima, membantu mengatasi
keadaan mengancam tersebut (Ibeagha dkk, 2004). Seperti faktor resiko, faktor
43
protektif juga berasal dari sumber eksternal dan internal. Menurut Benard (2004)
faktor protektif internal atau asset internal individu terdiri dari empat kategori
akan tujuan dan masa depan. Kategori ini memiliki individu dengan kadar yang
didapat dari keluarga, sekolah dan lingkungan mereka sehari-hari (Howard, 1999).
Faktor protektif eksternal ini lebih bersifat mendukung faktor protektif internal
(2003) ditemukan bahwa anak-anak yang mengalami kondisi sulit dengan tingkat
resiliensi yang tinggi mampu untuk mencapai tingkat yang tinggi dalam motivasi
menurut Jew, Green, dan Kroger (1999) bahwa individu yang memiliki skor yang
berbagai faktor yang terjadi disekitar kehidupan, baik kondisi internal maupun
eksternal siswa. Diduga, siswa yang memiliki resiliensi tinggi akan memiliki
berikut:
Faktor Resiko Eksternal
- Kemiskinana
- Orang tua Siswa SMART EI
meninggal
- Korban daerah
konflik
- Korban bencana
alam
- Perceraian
- Korban kekerasan
Resiliensi Tinggi Prestasi belajar
Tinggi
2.6 Hipotesis
belajar
prestasi belajar
45
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
dalam penelitian ini, karena membutuhkan data-data numerik yang akan dianalisis
pendekatan penelitian yang bekerja dengan angka, mulai dari pengumpilan data,
mengumpulkan informasi mengenai suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala
tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel. Dengan tekhnik korelasi
seorang peneliti dapat mengetahui hubungan variasi dalam suatu variabel dengan
lambang yang padanya diletakkan bilangan atau nilai. Dalam penelitian ini
terdapat 2 (dua) variabel yaitu resiliensi sebagai independent variabel (IV) dan
tersebut
yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang
dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai peserta didik dalam periode
tertentu
dan kesadaran akan tujuan dan masa depan yang tercermin dalam bentuk
yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang
dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai peserta didik dalam periode
tertentu .Prestasi belajar dalam penelitian ini adalah skor yang diperoleh
dari nilai rata-rata seluruh mata pelajaran yang tercantum pada rapor
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Sekolah Menengah Atas
Sampel ialah sebagian atau wakil populasi yang diteliti dengan maksud
2004). Pendapat lain dikemukakan oleh Gay dalam Sevilla (1993) yaitu, jumlah
minimal sampel dalam penelitian adalah 10% dari populasi dan untuk populasi
yang dilakukan secara ordinal. Artinya anggota sampel dipilih berdasarkan urutan
tertentu (Usman,2006).
ini adalah metode non –test, sedangkan instrumen yang digunakan berupa angket
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala
resiliensi dan nilai rata-rata seluruh mata pelajaran pada rapor siwa. Skala
resiliensi yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada teori Benard
(2004) . Skala tersebut disusun oleh peneliti dengan menggunakan pembagian dua
49
nilai.
Table 3.1
Skala resiliensi yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada teori
Benard (2004) yaitu empat kategori penyusun kekuatan pribadi individu yang
otonomi, dan kesadaran akan tujuan dan masa depan yang penulis kembangkan
Tabel 3.2
dengan lingkungannya
Empati kemampuan mengerti dan 1,11,30 18*,52 5
merasakan
perspektif orang lain
Dalam penelitian ini teknik uji instrumen penelitian yang dilakukan ialah
a. Uji Validitas
skor item dengan skor total. Bila korelasi antara skor item dengan skor
skor yang tingi maka item tersebut dinyatakan valid dan dapat
b. Uji Reliabilitas
yang sama ketika mereka diuji-ulang dengan tes yang sama pada
apabila skor hasil tes itu berkorelasi dengan skor murninya sendiri.
berikut:
Tabel 3.3
data sesuai dengan tujuan dikumpulkannya data. Saat masih di lapangan, data
disunting untuk meneliti kembali kelengkapan data yang dikumpulkan. Editing ini
dilakukan dengan cara meneliti setiap daftar pernyataan (skala) yang telah diisi
dan landasan teoritis yang tepat, menentukan, menyusun, dan menyiapkan alat
ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu skala resiliensi dan nilai rata-
rata seluruh mata pelajaran pada rapor siswa yang kemudian dilakukan
penulis melakukan uji coba (try out) instrumen dan langkah selanjutnya ialah
siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Yayasan SMART EI. Adapun pelaksanaan
skala yang telah diisi oleh responden. Kemudian dilakukan penghitungan dan
SPSS versi 11,5 for windows. Langkah terakhir adalah membuat laporan dan
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil pengolahan data yang diambil pada
SMART Ekselensia Indonesia (SMART EI) yang berjumlah 122 siswa . Sekolah
sekolah model yang didirikan oleh Dompet Dhuafa pada tahun 2004 dengan
peserta didik seluruhnya berasal dari anak-anak kurang mampu, namun memiliki
terdiri dari kelas X dan XI. Di SMART Ekselensia IndonesiaI kelas X dan XI
terdiri dari kelas IPA dan IPS yang semuanya berjenis kelamin laki-laki dengan
rentang usia 14-18 tahun, dimana mereka memiliki IQ di atas rata-rata. Adapun
Tabel 4.1
penelitian yang dibantu dengan penyajian dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 4.2
Descriptive Statistics
Valid N (listwise) 62
57
berjumlah 62 orang, dengan skor resiliensi yang terendah ialah 77 dan skor yang
tertinggi ialah 115. Sedangkan skor prestasi belajar yang terendah ialah 72 dan
skor tertinggi ialah 85. Adapun nilai mean (rata-rata) untuk resiliensi adalah
Untuk mengetahui skor resiliensi yang diperoleh responden itu tinggi atau
rendah, maka disajikan norma skor skala resiliensi setelah diketahui nilai Mean =
Tabel 4.3
Resiliensi
SD
Total 62 100%
64,52% atau 40 orang berada pada kategori resiliensi sedang, dan sebanyak
responden tinggi atau rendah, maka disajikan norma skor prestasi belajar setelah
Tabel 4.4
Tinggi X ≥ 1M + SD ≥ 80 21 33,87%
SD
Total 62 100%
sedang, dan sebanyak 6,45% atau 4 responden berada pada kategori prestasi
belajar rendah.
59
Tabel 4.5
Correlations
N 62 62
N 62 62
indeks signifikansi sebesar 0.632 > 0.05, maka hipotesis alternatif (Ha) yang
prestasi belajar anak binaan Yayasan SMART Ekselensia Indonesia ditolak dan
hipotesis nihil (Ho) yang menyatakan tidak ada hubungan positif yang signifikan
antara resiliensi dan prestasi belajar pada anak binaan Yayasan SMART
anak binaan Yayasan SMART Ekselensia Indonesia. Dan begitu pula sebaliknya
BAB V
hasil penelitian, serta diskusi dan saran yang dapat diberikan sehubungan dengan
5.1 Kesimpulan
hubungan positif yang signifikan antara resiliensi dengan prestasi belajar anak
tidak diikuti dengan meningkatnya prestasi belajar anak binaan Yayasan SMART
Indonesia..
5.2. Diskusi
memiliki keterkaitan satu sama lain hal ini berdasarkan hasil dari penelitian yang
dilakukan oleh Gutman, Samerof dan Cole (2003) ditemukan bahwa anak-anak
yang mengalami kondisi sulit dengan tingkat resiliensi yang tinggi mampu untuk
sebagai suatu beban dalam hidupnya. Sedangkan menurut Jew, Green, dan Kroger
(1999) bahwa individu yang memiliki skor yang tinggi dalam resiliensi
memiliki resiliensi yang rendah. Kemudian Martin dan Marsh (2006) mengatakan
berbagai aspek lain dalam hidup mereka meskipun terdapat rintangan atau
sebagai kualitas dalam diri anak yang walaupun dihadapkan dengan kejadian-
kejadian yang tidak menyenangkan dalam hidup, anak tersebut tidak mengalami
Nears (2007) juga menyebutkan bahwa anak yang tidak dapat mengatasi
tantangan yang ada dengan efektif akan lebih tidak menyenangi sekolah dan lebih
Namun hasil dari penelitian yang dilakukan bertolak belakang dengan teori
positif dengan prestasi belajar, dimana semakin tinggi skor resiliensi semakin
63
tinggi pula prestasi akademisnya. Hal ini mungkin saja disebabkan beberapa hal
seperti dalam mengukur prestasi belajar, peneliti hanya mengambil nilai rata-rata
rapor saja secara umum. Meningkatnya prestasi belajar ternyata tidak hanya
dipengaruhi oleh resiliensi saja, namun banyak variabel lain yang berpengaruh
terhadap prestasi belajar seperti motivasi, sikap terhadap pelajaran, serta cara guru
alternatif dalam penelitian ini adalah walaupun item sudah mewakili seluruh
sendiri karena yang digunakan dalam penelitian ini bukanlah item baku yang
Selain itu juga subjek yang menjadi responden dalam penelitian ini
kurang banyak dan semuanya berjenis kelamin laki-laki, mungkin hasilnya akan
bahwa responden yang memiliki skor resiliensi rendah tidak juga memiliki
prestasi belajar yang rendah pula, begitu juga sebaliknya responden yang memiliki
skor resiliensi tinggi tidak semuanya memiliki prestasi belajar yang tinggi pula.
Maka dari itu, hasil penelitian ini menjadi tidak berhubungan secara signifikan..
64
Selain hal-hal di atas, peneliti menduga ada beberapa faktor psikologis dan
non-psikologis yang lebih besar pengaruhnya terhadap prestasi belajar. Tak hanya
itu, beberapa faktor lain yang tidak dijangkau oleh peneliti namun sangat
mengisi kuesioner
5.3. Saran
selanjutnya. Berikut ini terdapat beberapa saran teoritis dan praktis yang terkait
selanjutnya agar menjadi lebih baik.. Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa
hal yang peneliti sarankan untuk selanjutnya dapat digunakan bagi peneliti yang
akan mengambil topik yang sama dengan penelitian ini, antara lain sebagai
berikut:
yang yang lebih banyak lagi dan bervariasi karena dalam penelitian ini
lebih maksimal lagi baik teori, waktu, materi, tenaga, dan instrumen
yang digunakan
penelitian responden yang berada pada skor resiliensi tinggi dan sedang
sebagian besar dari mereka juga memiliki prestasi belajar yang tinggi
pula. Untuk itu hendaknya bagi para siswa yang berada dalam kondisi
prestasi belajar siswa ternyata tidak dapat mewakili prestasi belajar yang
anak – anak yang mengalami kondisi sulit agar tidak mudah berputus
asa dan mampu bangkit dari kondisi sulitnya untuk masa depan yang
lebih cerah.
67
DAFTAR PUSTAKA
Rosda Karya
Jurnal Psikologi . (2005). Prestasi belajar ditinjau dari persepsi siswa terhadap
iklim kelas pada siswa yang mengikuti program percepatan
belajar.(01:01,19-27)
Karen, Reivich. (2002). 7 essential skills for overcoming lifes inevitable obstacles.
Random House,Inc
Nia Rahmawati. (2008). Hubungan dukungan sosial dan resiliensi pada wanita
korban kekerasan. Skripsi Fak. Psikologi Universitas Indonesia (tidak
diterbitkan)
Raniah Nuraini. (2008). Hubungan resiliensi dan prestasi akademik pada Remaja
Madya yang Orang Tuanya Bercerai. Skripsi Fak. Psikologi Universitas
Indonesia (tidak diterbitkan)
Sarwono,Jonathan.(2006). Analisa data penelitian menggunakan SPSS. Jakarta:
ANDI
Supranto. (2004). Analisis multivariat: arti dan interpretasi. Jakarta: Rineka Cipta