You are on page 1of 18

KEARIFAN LOKAL YANG TERJADI PADA SUKU MADURA

DITULIS UNTUK MEMENUHI MATAKULIAH PENDIDIKAN NILAI &


MORAL

DOSEN : DR. BISTARI M,PD

DISUSUN OLEH :

Dina Agustini : F1221231016

Dina : F1221231009

Anisa Yuniros : F1221231035

Gheriya Shofi Alfani : F1221231028

Deniela : F1221231036

Fatur Rahman : F1221231020

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN 2023


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja
dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang implikasi Kearifan Lokal yang terjadi pada
Etnis MADURA. Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan segala kekurangan dalam makalah ini kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami
berharap semoga makalah ilmiah tentang kearifan lokal yang terjadi pada Etnis suku MADURA dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Dibalik pembuatan makalah ini terdapat mahasiswa mahasiswi yang hebat yang tidak gentar berusaha
semaksimal mungkin untuk mencapai keberhasilan pada tema ini. Terlepas dari banyak nya kesalahan
dalam pembuatan dan kurangnya literature, kami KELOMPOK 1 meminta maaf sebesar besarnya.

PONTIANAK, 25 AGUSTUS 2023

PENULIS

Ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ……………………………………………………………………………………………i

Kata Pengantar …………………………………………………………………………………………..ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………...iii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………………... iv

Latar Belakangan Masalah ………………………………………………………………………………. 4

Rumusan masalah …………………………………………………………………… ………………….. 5

Tujuan penulisan………………………………………………………………………………………….. 5

Manfaat penulisan…………………………………………………………………………………………5

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………………… vi

A. Ragam kearifan lokal yang terjadi pada suku madura …………………………………………... 6

1. Tradisi karapan sapi………………………………………………………………………… 6

2. Upacara rokat atau petik laut………………………………………………………………...8

3. Ritual ojung ………………………………………………………………………………....9

4. Carok ……………………………………………………………………………………….10

5. Haji tujuan akhir…………………………………………………………………………….11

6. Bhubu'an …………………………………………………………. ……………………….12

B. Kondisi kearifan lokal pada suku madura yang berhubungan maupun tidak dengan nilai moral….13

C. Beberapa kearifan lokal dari suku madura yang dapat dianggap kondusif perkembangan saat ini…14

D. beberapa kearifan lokal dari suku madura yang tak dianggap kondusif saat perkembangan saat ini..15

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………………. xvi

A. Kesimpulan …………………………………………………………………………………………16

B. Saran………………………………………………………………………………………………... 16

C. Daftar Pustaka ………………………………………………………………………………………17

iii
4

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Kondisi umum pulau Madura yang menyebabkan masyarakatnya melakukan migrasi adalah sebagai
berikut Kondisi tanah di Madura kurang subur untuk mendukung pertanian, dikarenakan jenis tanahnya
yang tersusun atas batuan kapur, dan minimnya curah hujan. Padahal sebagian besar penduduk Madura
berprofesi pada bidang agraris, semisal petani dan peternak,karena dukungan lahan yang minim, membuat
migrasi ke luar Madura adalah pilihan terbaik bagi mereka. Kesempatan ekonomi penduduk Madura juga
terbilang tidak berkembang, karena hasil bumi, dan komoditas perdagangan yang mereka hasilkan tidak
mampu memberikan hasil maksimal.

Ilmu pengetahuan selalu berkembang dan mengalami kemajuan yang sangat pesat sesuai dengan
perkembangan zaman dan cara budaya dan pikir manusia. Indonesia memiliki keanekaragaman suku
bangsa yang sangat kaya dan beragam. Berikut adalah daftar suku suku yang ada di Indonesia secara garis
besar, berdasarkan beberapa sumber, diantaranya suku Madura. Terdapat lebih dari 1.300 suku bangsa
yang tersebar di seluruh Indonesia. Setiap suku memiliki keunikan dan ciri khasnya masing- masing,
termasuk adat istiadat kebudayaan dan bangsa.

Materi yang diangkat dari kelompok 1 ini iyalah kearifan lokal suku Madura. Mempelajari budaya dapat
membuka pikiran kita dan memberikan perspektif yang berbeda. Ini dapat membantu kita memahami cara
pandang dan cara hidup orang lain yang berbeda dari kita. Mempelajari budaya dapat membuat kita lebih
empati terhadap orang lain. Menambah wawasan peengetahuan dan penghayatan para mahasiswa
terhadap kehidupan masyarakat Indonesia.

Harapan dan tujuan materi yang kami angkat ialah kearifan lokal yang terjadi pada suku madura. Harapan
kami saat pembuatan makalah dapat menambah wawasan pembaca, memberikan pengetahuan tentang
kebudayaan kearifan lokal suku madura dengan tujuan memperluas ilmu, kajian mengenai ruang lingkup
suku madura di Indonesia.

Pembuatan makalah ini ingin menunjukan bahwa suku madura memiliki potensi terhadap perkembangan
bangsa Indonesia. Oleh karna itu, penulis tertarik untuk menganalisa ,mengkaji tentang kearifan lokal
suku madura ini. Selain itu suku madura memiliki keunikan tradisi maupun kebiasaan terhadap kehidupan
sehari-hari.

Suku madura ini memiliki bentuk kepercayaan dan sejarah yang terkenal di seluruh bangsa Indonesia . di
antaranya akan di bahas pada pembahasan bab 2.

iv
5

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan paparan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah dapat dirincikan sebagai
berikut :

1. Bagaimana ragam kearifann lokal suku madura ?

2. Bagaimana kondisi kearifan lokal pada suku madura saat ini?

3. Kearifan lokal apa saja dari suku madura yang dapat dianggap kondusif untuk dikembangkan saat
ini ?

4. Kearifan lokal apa saja dari suku madura yang tak dianggap kondusif untuk dikembangkan saat
ini?

TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mendeskripsikan tentang ragam kearifan lokal yang pernah ada pada suku madura

2. Untuk memberitahukan tradisi kebiasaan pada suku madura

3. Untuk mengembangkan pengetahuan tentang ragam kearifan lokal suku madura

4. Untuk mengimplementasikan ragam kearifan lokal suku Madura

5. Untuk mengenalkan etnis Madura tidak hanya keberagaman tapi juga nilai dan moral yang
terdapat pada keberagaman tersebut

MANFAAT PENULISAN

Manfaat penulisan makalah bagi penulis untuk mengasah kemampuan diri dalam melakukan pikir kerja
sistematis. Selain itu, penulisan makalah juga membantu penulis untuk memunculkan ide-ide baru yang
mungkin berguna dalam kemajuan mahasiswa.

Sedangkan manfaat penulisan makalah bagi pembaca adalah untu menambah pengetahuan terhadap suatu
ide atau isu yang belum pernah dibahas sebelumnya. Membaca makalah bisa menjadi referensi diri
apabila kelak suatu saat hendak membuat makalah yang memiliki isu serupa.
6

BAB II

PEMBAHASAN
A. Ragam kearifan lokal yang terjadi pada suku madura

1. Tradisi karapan sapi

Karapan Sapi termasuk salah satu jenis kesenian, olahraga, atau permainan tradisional yang
rutin dilakukan masyarakat Pulau Madura. Ada dua versi mengenai asal-usul kata Kerapan atau
Karapan, dilansir situs Kemdikbud.

Pertama, istilah Kerapan berasal dari kata Kerap atau Kirap yang artinya berangkat dan dilepas
secara bersama-sama atau berbondong-bondong. Sedangkan versi kedua yakni Kerapan berasal
dari bahasa Arab Kirabah yang artinya persahabatan.

Pada perlombaan tersebut, sepasang sapi menarik sejenis kereta dari kayu tempat joki berdiri
dan mengendalikan pasangan sapi itu. Pasangan sapi dipacu untuk adu cepat melawan pasangan-
pasangan lain.

Trek pacuan biasanya se Tak hanya perlombaan, Karapan sapi menjadi ajang pesta rakyat dan
acara yang prestisius bagi masyarakat Madura. Bahkan status sosial pemilik sapi karapan
terangkat jika sapinya menjadi juara.
7

Pasalnya, hewan ini sering dijadikan bahan investasi dengan cara dilatih dan dirawat sebelum
bertanding. Dengan begitu, sapi karapan akan menjadi sehat, kuat, dan bisa memenangi
perlombaan.

Biaya seekor sapi karapan cukup besar, bisa sampai Rp 4 juta per pasang untuk makanan
maupun pemeliharaan lainnya. Seringkali sapi karapan diberi aneka jamu dan puluhan telur ayam
per hari, terutama menjelang diadu di arena perlombaan.

Lomba Karapan Sapi terdiri dari beberapa jenis, mulai dari Karapan kecil tingkat kecamatan,
hingga Karapan tingkat karesidenan yang diikuti oleh para juara tiap wilayah dan menjadi puncak
acara.

. Lomba Karapan Sapi pun banyak melibatkan pihak di masyarakat. Di antaranya pemilik sapi
pacuan, tukang tongko yang bertugas mengendalikan sapi pacuan di atas kaleles, tukang tambeng
yang menahan tali kekang sapi sebelum dilepas, tukang gettak yang menggertak sapi agar saat
diberi aba-aba dapat melesat cepat, tukang tonja yang menarik dan menuntun sapi, serta tukang
gubra yang bersorak-sorak untuk memberi semangat pada sapi pacuan.

Sebelum Karapan sapi dimulai, pasangan-pasangan sapi diarak mengelilingi arena pacuan
dengan iringan gamelan Madura. Selain untuk melemaskan otot-otot sapi, proses ini menjadi
arena pamer keindahan pakaian dan hiasan dari sapi yang berlomba. Setelah parade selesai,
barulah pakaian dan seluruh hiasan dibuka.

Setelah itu, lomba pertama dimulai untuk menentukan klasemen peserta. Pada babak ini,
peserta akan mengatur strategi agar sapi pacuan mereka masuk ke kelompok 'atas' agar pada
babak selanjutnya (penyisihan), bisa berlomba dengan sapi pacuan kelompok 'bawah'. Kemudian
ada babak penyisihan pertama, kedua, ketiga, dan keempat atau babak final. Dalam babak
penyisihan ini, permainan memakai sistem gugur. Jadi, sapi-sapi pacuan yang sudah kalah tidak
bisa mengikuti pertandingan babak selanjutnya.

Sedangkan sapi pacuan yang menjadi pemenang akan berhadapan lagi dengan pemenang dari
pertandingan lainnya. Begitu seterusnya hingga tersisa satu sapi karapan sebagai pemenang.

Jika diperhatikan, Karapan sapi tak sekadar perlombaan, tetapi juga mengandung nilai-nilai luhur
dalam kehidupan bermasyarakat. Seperti kerja keras, kerja sama, sportivitas, persaingan, dan
ketertiban.
8

2. Upacara rokat atau petik laut

Tradisi Rokat atau petik laut juga sering disebut dengan Rokat Tase. Tradisi ini merupakan
ungkapan rasa syukur atas karunia serta nikmat yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Selain itu, tradisi ini juga dipercaya dapat memberikan keselamatan serta kelancaran rezeki.
Tradisi Rokat, biasanya dimulai dengan acara pembacaan istighosah dan tahlil bersama
masyarakat yang dipimpin oleh pemuka agama setempat. Setelah itu, masyarakat menghanyutkan
sesaji ke laut sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Isi dari sesaji itu
adalah ketan-ketan yang berwarna-warni, tumpeng, ikan-ikan, dan lain sebagainya.

Rokat Tase sudah menjadi tradisi masyarakat pesisir Madura sejak beratus-ratus tahun lalu,
sebagai ungkapan mereka berterima kasih dan bersyukur kepada Tuhan atas kelimpahan ikan di
laut.
Rokat Tase biasanya dlakukan setiap bulan enam atau tujuh, karena sebagai bulan-bulan ikan
yang melimpah. Tahun ini, desa tersebut menyelenggarakan Rokat Tase dua kali, yang pertama
pada Juni atau Juli, yang kedua pada November dengan dukungan pemerintah. Biasanya, Rokat
Tase dilakukan dalam waktu lima hari berturut-turut, sedangkan saat ini gelaran hanya dilakukan
satu hari.Ada banyak kegiatan dalam lima hari itu, antara lain kontes sapi betina. Masyarakat
Madura akan memperlombakan sapi betina miliknya bak kontes kecantikan ratu dunia.
9

"Di kontes itu akan dilihat sapi betina mana yang paling cantik, ya dari kebersihannya,
aksesoris yang dipakai sapi, bobotnya, dan juga cara berjalannya," kata Bahran.
Pementasan ketoprak juga menjadi acara yang diidolakan oleh masyarakat. Pada malam
pementasan ketoprak itu, masyarakat, baik tua maupun muda akan mendatangi tempat acara.

Setelah acara seni, malam berikutnya akan ada pembacaan Al Quran dan juga pengajian.
Barulah pada hari terakhir Rokat Tase diisi dengan menghiasi kapal dan melarung sesaji di tengah
laut. Sesaji seperti kepala kambing hitam, tumpeng, dan rengginang akan dibawa mereka dengan
menggunakan kapal hias untuk ditenggelamkan di laut.

3. Ritual Ojung

merupakan salah satu tradisi atau ritual yang dapat ditemui pada masyarakat Pandhalungan.
Ojung sendiri tersebar di beberapa desa di Kabupaten Lumajang. Dulunya Ojung dilakukan
sebagai ritual meminta hujan, bergesernya jaman, saat ini Ojung menjadi ritual wajib pada
pelaksanaan sedekah desa. Ojung sendiri dilaksanakan dengan cara saling memukul antara dua
orang dengan menggunakan rotan.

Tradisi Ojung sudah ada sejak dulu. Ojung merupakan salah satu bentuk dari merdeka
berbudaya. itual ojung Dalam permainan Ojhung , ketika dua pemain saling berhadapan, mereka
tidak langsung memukul, melainkan berputar-putar dulu, menghentak-hentakkan kaki, seperti
orang menari. Setiap kali gerakan pemain diselaraskan dengan iringan musik. Sesekali suara riuh
penonton memberikan semangat pada jagoannya. Dalam pertunjukan itu, Ojhung juga dilengkapi
dengan wasit yang disebut Kemlandang dan durasinya dibatasi antara tiga hingga lima kali adu
cambuk. Dalam setiap pertandingan Ojhung , penyelenggara biasanya menyiapkan sejumlah
dana

10

yang diperuntukkan bagi pemain. Rata-rata, usai tiga kali saling cambuk, penyelenggara akan
memberikan uang kepada setiap pemain. Namun, jika cambukan dinyatakan bagus oleh
Kemlandang, dapat ditambah dua kali cambukan. Pada “ronde”’ lanjutan inilah tiap pemain akan
mendapatkan uang dua kali lipatnya. Setiap ronde, rata-rata membutuhkan waktu sekitar lima
menit. Sebagai sebuah pertunjukan, tidak ada soal siapa kalah dan siapa yang menang. Yang
penting pertunjukan berlangsung meriah.

Para pemain Ojhung bukan lelaki sembarangan. Mereka adalah yang telah “diisi” secara ritual
sehingga memiliki kekuatan tahan sakit akibat pukulan. Kalau toh sampai terlihat goresan-
goresan akibat pukulan di punggung, bahkan sampai keluar darahnya, mereka tetap tersenyum,
sama sekali tidak terucap kata mengaduh. Malah dari kalangan penonton kadang terdengar jeritan
kesakitan yang membayangkan seolah-olah dirinya yang kena sabetan.

Justru di sinilah peran “dukun” atau seseorang yang diyakini memiliki kekuatan tertentu yang
sanggup menyembuhkan luka hanya dengan cara mengolesnya dengan taburan beras kuning dan
kulit pisang. Malah ada yang cukup dengan usapan telapak tangan saja. Lelaki ini sejak semula
sudah berada di atas panggung sebelum acara dimulai, menabur-naburkan beras kuning dari
wadah berupa bokor untuk menolak bala.

4. Carok

Pelaku carok menggunakan celurit sebagai senjata perlawanannya. Celurit atau clurit bukan
sekadar senjata tradisional khas dari Madura, namun tak dapat dipisahkan dari budaya dan tradisi
masyarakat Madura.

Celurit dianggap sebagai simbol kejantanan laki-laki. Menurut Budayawan D. Zawawi Imron,
senjata celurit memiliki filosofi dari bentuknya yang mirip tanda tanya, bisa dimaknai sebagai satu
bentuk kepribadian masyarakat Madura yang selalu ingin tahu.

11

Carok dan celurit bagaikan dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Hal ini muncul
di kalangan orang-orang Madura sejak zaman penjajahan Belanda abad 18 M. Carok
merupakan simbol kesatria dalam memperjuangkan harga diri (kehormatan). Pada zaman
Cakraningrat, Joko Tole dan Panembahan Semolo di Madura, tidak mengenal carok.
Budaya yang ada waktu itu adalah membunuh orang secara kesatria dengan menggunakan
pedang atau keris.

Senjata celurit mulai muncul pada zaman legenda Sakerah, mandor tebu dari Pasuruan.
Ia melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda menggunakan celurit yang biasanya
hanya digunakan sebagai alat pertanian. Celurit bagi Sakerah merupakan simbol
perlawanan rakyat jelata.

Saat lelaki asal Bangkalan itu dihukum mati, warga Pasuruan yang mayoritas berasal
dari suku Madura marah dan mulai berani melakukan perlawanan pada penjajah dengan
senjata andalan berupa celurit. Sehingga, celurit mulai beralih fungsi menjadi simbol
perlawanan, simbol harga diri serta strata sosial.

Lalu, apa hubungan celurit dengan carok? Carok dalam bahasa Kawi kuno artinya
perkelahian. Biasanya, carok melibatkan dua orang atau dua keluarga besar, bahkan antar
penduduk sebuah desa di Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan.

Oleh karena itu, celurit dipakai sebagai senjata dalam carok. Celurit yang dianggap
sebagai simbol perlawanan digunakan oleh para pelaku carok dalam mempertahankan
harga dirinya.

5. Haji tujuan akhir


12

Haji Tujuan Akhir, menjadi salah satu tradisi khas Suku Madura. Terlebih suku ini
dikenal hemat dan ulet dalam berusaha, bekerja, atau berdagang. Meski gajinya kecil,
namun mereka menyisihkan sedikit penghasilannya untuk simpanan naik haji.

Predikat haji di Madura masih menjadi kebanggaan tersendiri. Bahkan mereka lebih
mengutamakan Lebaran Haji, dibanding Lebaran Idul Fitri. Suku Madura tidak akan
pulang kampung pada Lebaran Idul Fitri. Mereka akan pulang kampung pada Lebaran
Haji. Suku Madura juga terkenal

6. Bhubu'an

Tradisi “Bhubu’an” yang biasa dilakukan oleh masyarakat suku Madura yang
mendiami wilayah Bangkalan. Pada zaman dahulu,“Bhubu’an” yaitu derupa bahan
pangan dan sembako, namun dengan berjalannya waktu dan seiringnya berkembangnya
zaman , sekarang sudah lebih banyak menggunakan uang daripada bahan pangna dan
sembako.

Tradisi ini biasanya dilakukan oleh orang tua seperti emak-emak dan bapak-bapak,
yaitu memberi kado atau hanya memberi amplop yang beris uang pada saat hajatan
pernikahan, biasanya di malam pernikahan emak-emak dan bapak-bapak dateng hajatan
pernikahan untuk “lekmelek” dan sekalian datang untuk “Bhubu’an”, lalu dikeesokan
harinya dateng hanya meliat pasangan penganten untuk meramaikan acara atau hanya
sekedar foto bersama penganten.

“Bhubu’an” biasanya para tamu undangan dicatat oleh penerima tamu menyerahkan
berapa nominalnya atau barang-barang apa saja yang diberikan sebagai kado pemberian.

13

Fungsi pencatatan tersebut untuk sang tuan rumah sebagai alat administrasi yang memilik
hajat untuk mengembalikan kembali kado pemberian tersebut kepada pemberinya.
Maksutnya dikembalikan lagi kepada pembero kado ketika si pemberi kado sedang ada
hajat, maka tuan rumah tadi akan memberi “Bhubu’an” yang senilai atau lebih dengan
apa yang diberikan.

B. Kondisi kearifan lokal pada suku madura

Kondisi saat ini mengenai tradisi suku madura dapat dilihat dari tradisi yang ada
dijaman sekarang maupun legenda. tradisi ini masih berpengaruh pada kehidupan
masyarakat Madura karena diyakini dapat menimbulkan dampak positif serta mendukung
nilai nilai yang ada. Berikut adalah tradisi yang mendukung nilai moral yang ada
dikehidupan masyarakat.

Pertama, istilah Kerapan berasal dari kata Kerap atau Kirap yang artinya berangkat
dan dilepas secara bersama-sama atau berbondong-bondong. Sedangkan versi kedua
yakni Kerapan berasal dari bahasa Arab Kirabah yang artinya persahabatan. Berdasarkan
dari uraian di atas, bahwa tradisi kerapan sapi ini mengandung nilai persahabatan terlepas
dari secara masing-masing atau berbondong-bondong.

Selain itu, Tradisi Rokat atau petik laut juga sering disebut dengan Rokat Tase. Tradisi
ini merupakan ungkapan rasa syukur atas karunia serta nikmat yang diberikan oleh Tuhan
Yang Maha Esa. Selain itu, tradisi ini juga dipercaya dapat memberikan keselamatan
serta kelancaran rezeki.dari uraian diatas tradisi rokat ini mengandung nilai kepercayaan
akan karunia tuhan, bersifat religious

Selain itu, Terlebih suku ini dikenal hemat dan ulet dalam berusaha, bekerja, atau
berdagang. Meski gajinya kecil, namun mereka menyisihkan sedikit penghasilannya
untuk simpanan naik haji. Nilai ini termasuk dalam nilai keadilan dalam sila ke 5.
Lalu kondisi saat ini terjadi apabila leluhur mengedepankan kelestarian hingga
kelestarian ini tetap terjaga keberagaman nya. Keanekaragaman dan berbagai bentuk seni
budaya tradisional yang ada di Madura menunjukkan betapa tinggi budaya yang dimiliki
oleh Bangsa Indonesia.

Kekayaan seni tradisional yang berisi nilai-nilai adiluhur yang berlandaskan nilai
religius Islami seharusnya dilestarikan dan diperkenalkan kepada generasi muda sebagai
penerus warisan bangsa.

14

C. beberapa kearifan lokal dari suku madura yang dianggap kondusif saat
perkembangan saat ini:

1. KARAPAN SAPI

karapan sapi sampai saat ini masih dilestarikan oleh masyarakat etnis madura, karena
karapan sapi selain menghibur masyarakat, juga memiliki nilai persahabatan dan
menciptakan solidaritas. Selain itu, alih Fungsinya juga menimbulkan kemajuan dengan
tujuan sebagai hiburan, alat berkomunikasi, dan penanda awal tanam. Pelaksanaan
karapan sapi mulai diorganisir. Sapi kerap menjadi penanda status seseorang

2. Upacara rokat

Upacara rokat atau petik laut masih dilestarikan masyarakat suku madura karena
sebagai ucapan atau rasa syukur masyarakat terhadap Tuhan yang maha Esa atas
limpahan rezeki sumber daya laut yang tuhan anugrahi kepada manusia.

3. Haji tujuan akhir


Sampai saat ini masih dilestarikan oleh suku madura karena memiliki kebiasaan yang
berdampak positif pada nilai ketuhanan yaitu menyisihkan uang untuk berangkat haji dan
selalu berusaha dalam mencari rezeki.

4. Bhubu’an

Tradisi ini dahulunya memberikan barang atau sembako kepada orang yang
menyelenggarakan acara lalu seiring perkembangan zaman tradisi ini digantikan dengan
memberikan uang dari pada memberikan bahan pangan. Tradisi ini sampai saat ini masih
dilestarikan karena ada unsur berbagi antar sesama masyarakat.

15

D. beberapa kearifan lokal dari suku madura yang dianggap tak kondusif saat
perkembangan saat ini.
1. Ritual ojung
Ritual ojung merupakan tradisi yang bisa dibilang masih dilestarikan tetapi tradisi
ini bertentangan dengan nilai ketuhanan. Kegiatan ini dilakukan secara ritual
sehingga memiliki kekuatan tahan sakit akibat pukulan. Kalau toh sampai terlihat
goresan-goresan akibat pukulan di punggung, bahkan sampai keluar darahnya,
mereka tetap tersenyum sama sekali tidak masalah. Ini dapat mengancam nyawa
manusia.

2. Carok
Carok merupakan tradisi suku madura yang menggunakan celurit sebagai senjata
perlawanannya. Celurit atau clurit bukan sekadar senjata tradisional khas dari
Madura, namun tak dapat dipisahkan dari budaya dan tradisi masyarakat Madura.
Tradisi ini sangat berbahaya ada didalam lingkungan masyarakat karena bisa
mengancam nyawa masyarakat dan pelaku nya. Hal ini dianggap tidak kondusif dan
tidak baik untuk ditiru oleh masyarakat

16

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari beberapa penjelasan persebut, dapat disimpulkan bahwa, etnis madura


memiliki banyak keberagaman dan kearifan lokal yang masih dilestarikan hingga saat
ini, selain mengandung nilai kebudayaan, etnis ini juga mengedepankan kerja sama,
kebersamaan, kerja keras, pantang menyerah dalam aspek kehidupan.

Suku madura juga selalu melestarikan adat dan budaya agar kebudayaan tersebut
tidak hilang dalam tradisi atau kehidupan etnis madura. Sebagai bentuk penghargaan
dan penghormatan terhadap leluhur. Budaya Nusantara yang unik membuat Bangsa
Indonesia dikenal oleh negara-negara lain sebagai negara yang kaya akan budaya dan
tradisi. Menjadi wisata budaya bagi turis mancanegara maupun domestik.

Semakin kita melestarikan budaya lokal Indonesia, maka semakin kita mengenal
keanekaragaman Indonesia. Kalau kita sudah mengenal Indonesia dengan baik, kita
juga bisa menumbuhkan sikap bangga terhadap segala sesuatu yang ada di negara ini.
Kesadaran tersebut akan mengembangkan rasa nasionalisme bagi seluruh masyarakat.
B. SARAN

Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan
sangat jauh dari kesempurnaan. Kendala dalam penyusunan makalh ini, yaitu
kurangnya sumber referensi untuk membuat makalah..

Bagi pembaca, hasil makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan


pengetahuan, terkait dengan kearifan lokal suku madura yang masih ada hingga saat
ini. Khususnya yang berminat untuk mengetahui lebih jauh tentang kearifan lokal
suku madura maka perlu meneliti atau mencari tahu lebih banyak tentang etnis ini.

Tentunya, penulis terus memperbaiki makalah dengan mengacu pada sumber yang
dapat dipertanggung jawabkan nantinya.

17

DAFTAR PUSTAKA
https://kumparan.com/tips-dan-trik/bagaimana-cara-melestarikan-budaya-bangsa-ini-
jawabannya-20A3uzr0pcI

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5517586/mengenal-karapan-sapi-tradisi-khas-
masyarakat-madura

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5517586/mengenal-karapan-sapi-tradisi-khas-
masyhttps://news.detik.com/berita/d-6765407/apa-itu-carok-ini-pengertian-dan-asal-usul-
tradisi-maduraarakat-madura

https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/karapan-sapi-madura/#:~:text=Fungsinya
%20bergeser%20dari%20tujuan%20awal,kerap%20menjadi%20penanda%20status
%20seseorang.

https://www.liputan6.com/surabaya/read/4103356/5-tradisi-unik-suku-madura-yang-masih-
dilestarikan

https://scholar.unand.ac.id

https://www.youtube.com/watch?v=V9sa7T9ZMBc
NO NAMA NIM PRESENTASI 1

KELOMPOK INDIVIDU
1 DINA F1221231016
AGUSTINI
2 DINA F1221231009
3 DENIELA F1221231036
4 ANISA YUNI F1221231035
ROS
5 FATUR F1221231020
RAHMAN
6 GHERIYA F1221231028
SHOFI ALFANI

You might also like