Makalah Serangan Umum 1 Maret 1949

You might also like

You are on page 1of 8

MAKALAH IPS

SERANGAN UMUM 1 MARET 1949

DISUSUN OLEH :
SATRIO PUTRA
KELAS : IX C
GURU MAPEL : IIN PERMATA SARI, S.Pd

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA


MTs NEGERI 01 BENGKULU SELATAN
TAHUN AJARAN 2022 / 2023
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
tentang “Serangan Umum 1 Maret 1949”.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan
Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam
kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis juga menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agresi militer yang dilaksanakan oleh Belanda pada tanggal 19 Desember 1949 atas
ibukota Yogyakarta berdampak buruk pada stabilitas politik dan keamanan negara.
Presiden, wakil presiden, serta beberapa pejabat tinggi negara ditangkap. Selain itu
Tentara nasional Indonesia terpaksa keluar kota setelah markasnya diduduki oleh
Belanda. Selain itu, pemerintahan darurat dibentuk di Bukit Tinggi dengan Syafrudin
Prawiranegara sebagai pimpinan untuk mengambil alih urusan pemerintahan.
Sebagai satu-satunya pemimpin yang ada di Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono
IX mengambil alih kota Yogyakarta dan melakukan perjuangan. Sultan Hamengku
Buwono IX berinisiatif melakukan perlawanan yang dilancarkan dalam Serangan Umum
1 Maret 1949. Serangan Umum tersebut dirancang secara sistematis dengan
berkonsolidasi dengan Tentara Nasional Indonesia yang berada di luar kota.
Serangan Umum 1 Maret 1949 dilaksanakan secara dadakan untuk mengejutkan
musuh. Kota Yogyakarta diserang dari segala penjuru, akibatnya ibukota Yogyakarta
berhasil dikuasai selama 6 jam. Selain itu serangan ini memberi dampak secara
psikologis dan politis dalam usaha mempertahankan Republik Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang di atas, didapatkan masalah sebagai berikut:
1. Apakah penyebab terjadinya Serangan Umum 1 Maret 1949?
2. Bagaimana perencanaan Serangan Umum 1 Maret 1949?
3. Bagaimana jalannya Serangan Umum 1 Maret 1949?
4. Bagaimana dampak Serangan Umum 1 Maret 1949?
BAB II
PEMBAHASAN

Sebab Terjadinya Serangan Umum 1 Maret 1949


Pada Tanggal 19 Desember 1948 Belanda melancarkan serangan ke ibukota
Yogyakarta dalam Agresi Militer yang kedua. Serangan tersebut dilancarkan ke beberapa
objek vital seperti Istana Kepresidenan, markas Tentara Nasional Indonesia, dan bandara
Maguwo, serta sasaran utamanya adalah para pejabat tinggi Republik Indonesia. Presiden
Sukarno, Wakil Presiden Muhammad Hatta, dan beberapa menteri kabinet ditangkap saat
siding kabinet berlangsung dan kemudian diasingkan ke luar Jawa.
Penangkapan pejabat tinggi negara mengakibatkan kekosongan pada sistem
pemerintahan, namun presiden Sukarno telah menunjuk pejabat untuk mengisi
kekosongan tersebut sebelum penangkapan berdasar hasil siding kabinet. Syafrudin
Prawiranegara ditunkuk untuk mendirikan pemerintahan darurat di Bukit Tinggi serta
Sultan Hamengku Buwono IX selaku Menteri Negara Koordinator Keamanan,
mengambil alih pemerintahan di ibukota Yogyakarta Hal ini bertujuan untuk menjaga
tegaknya Republik Indonesia dan melakukan perjuangan secara diplomasi.
Selain itu, Jenderal Sudirman dan tentara yang markasnya telah dikuasai oleh militer
Belanda memilih untuk keluar Yogyakarta. Jenderal Sudirman terus memantau kondisi
kota Yogyakarta dari luar serta melakukan perlawanan terhadap Belanda dengan perang
gerilya. Bukan hanya itu saja, Jenderal Sudirman tetap berkonsolidasi dengan pejabat di
ibukota Yogyakarta melalui kurir-kurir.
Kondisi Negara yang kacau ini dimanfaatkan oleh pihak Belanda untuk memperluas
hegemoninya pada dunia Internasional. Belanda menganggap Pemerintahan Republik
telah hilang semenjak Soekarno-Hatta diasingkan, Tentara Nasional Indonesia lemah dan
tidak dapat menjaga stabilitas keamanan, dan kemiskinan yang cukup parah
mengakibatkan pemerintah dianggap gagal mengelola Negara ( Sumiyati 2001: 2).
Belanda menginginkan agar pihak luar negeri tidak menghiraukan Republik Indonesia.
Berita perkembangan upaya diplomasi di luar negeri terus disaksikan oleh para
pejuang dari dalam negeri. Salah satunya adalah berita mengenai sidang Dewan
Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang akan diadakan pada akhir Februari 1949
yang didengarkan oleh Sultan Hamengku Buwono IX lewat radio dalam keraton
Yogyakarta.
Sebagai satu-satunya pemimpin di Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono IX
menyadari bahwa semangat prajurit dan rakyat kian merosot. Sultan Hamengku Buwono
IX berinisiatif untuk melakukan serangan besar-besaran kepada Belanda untuk
membangkitkan moral tentara dan rakyat yang dilancarkan sebelum dilaksanakannya
sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Hal tersebut sekaligus menjadi
momentum untuk menopang perjuangan diplomasi ( Sumiyati 2001: 4).
Perencanaan Serangan
Sultan Hamengku Buwono IX segera mengirimkan kurir untuk menghubungi
Jenderal Sudirman di luar kota. Tujuan utamanya meminta persetujuan untuk
melaksanakan serangan, serta menghubungi komandan gerilya ( Roem 1982: 79).
Peranan kurir sangat penting kala itu, mengingat ruang gerak Sultan Hamengku Buwono
yang dibatasi oleh Belanda.
Setelah mendapat persetujuan Jenderal sudirman, mulailah koordinasi antara Sultan
Hamengku Buwono IX dan Letkol Suharto. Koordinasi ini masih menggunakan jasa
kurir. Sri Sultan hamengku Buwono IX mengundang Letkol Suharto untuk bertemu
langsung di Keraton Yogyakarta tanggal 13 Februari 1949.
Para tentara membuat pengamanan untuk melindungi Letkol Suharto hingga
bertemu dengan Sultan Hamengku Buwono IX. Hal tersebut dilakukan dengan membuat
pengamanan Pagar Betis. Letkol Suharto diperkenankan memakai pakaian abdi dalem
sebelum bertemu Sultan Hamengku Buwono IX agar dapat menyelinap masuk dan tidak
dicurigai musuh. Pertemuan tersebut berlangsung pada tengah malam serta membahas
rencana serangan dan menanyakan kesanggupan Letkol Suharto untuk mempersiapkan
serangan dalam waktu dua minggu.

Proses Perlawanan Serangan Umum 1 Maret 1949 dan Tokoh-tokoh Pejuangnya


Dikutip dari Naskah Akademik Serangan Umum 1 Maret 1949 sebagai Hari Nasional
Penegakan Kedaulatan Negara (2022) yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan Jogja,
pada awal Februari 1949 Sri Sultan Hamengku Buwono IX mendengar berita tentang
Sidang PBB yang akan dilaksanakan untuk membahas nasib Indonesia.
Dalam upaya mendukung perjuangan geopolitik RI, Sri Sultan mendapat ide untuk
melakukan serangan umum dari segala penjuru yang melibatkan seluruh elemen kekuatan
Republik Indonesia yaitu TNI, Kepolisian, laskar, dan seluruh komponen masyarakat dan
langsung menyampaikannya ke Panglima Besar Jenderal Soedirman.
Jenderal Soedirman pun menyetujui ide tersebut dan meminta Sri Sultan Hamengku
Buwono IX untuk berkoordinasi secara langsung dengan Letkol Soeharto yang kala itu
menjabat sebagai Komandan Brigade 10/Wehrkreise III.
Pada pukul 6 pagi 1 Maret 1949, saat sirene tanda berakhirnya jam malam dibunyikan,
pasukan TNI bersama seluruh elemen kekuatan RI menyerang Jogja dari segala penjuru.
Belanda yang tidak siap akan serangan tersebut pun kewalahan dan berhasil dipukul
mundur.
Melalui serangan ini, pasukan Indonesia berhasil menduduki Jogja selama 6 jam dan
merebut beberapa senjata yang dimiliki Belanda. Kemudian tepat pada pukul 12 siang,
beberapa saat sebelum pasukan bantuan Belanda tiba, Panglima Besar Jenderal
Soedirman memerintahkan pasukan untuk mengosongkan Jogja dan kembali menuju
pangkalan gerilya.
Tokoh-tokohnya

Kolonel Bambang Soegeng,

Jenderal Sudirman,

Letkol Ventje Sumual,


Mayor Sarjono,Mayor Kusno, Letnan
Amir Murtono, Letnan Marsudi,
Letkol Soeharto, R.Sumardi, Kolonel A.H Nasution.

Sri Sultan Hamengkubuwono IX,


Hutagalung,
BAB III
PENUTUP

Akhir dari perjuangan 1 maret 1949


Akhir Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah tepat pukul 12.00 ketika pasukan RI
mundur. Saat pasukan bantuan Belanda datang, tentara RI sudah tidak di tempat.
Belanda kemudian hanya bisa menyerang daerah sepanjang pengunduran pasukan
republik.

Kesimpulan
Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang serentak dan mendadak
yang dilakukan para Tentara Nasional Indonesia bersama rakyat untuk menyerang
pos-pos pertahanan Belanda di Yogyakarta. Pasukan Belanda hanya bertahan pada
markas. Dalam serangan tersebut kota Yogyakarta berhasil dikuasai selama 6 jam.
Serangan umum 1 Maret 1949 menunjukkan bahwa Republik Indonesia masih
tegak dan Tentara Nasional Indonesia masih ada. Selain itu, serangan tersebut
mampu menaikkan semangat prajurit dan rakyat Indonesia. Serangan Umum 1 Maret
1949 juga mendorong perundingan antara Indonesia dan Belanda.

Saran
Penyusun menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum dapat dikatakan
sempurna karena masih terdapat kekurangan-kekurangan. Berikut ini saran untuk
penulisan makalah yang sama di masa mendatang ;
1. Perbanyaklah sumber-sumber yang mendukung penulisan materi.
2. Kajilah lebih detail tema yang akan dibahas.
3. Gunakan sumber referensi yang memiliki objektifitas tinggi.
4. Korelasikan antara fakta sejarah dengan rumor yang beredar pada
masyarakat.
Demikian yang dapat penyusun sampaikan. Semoga saran tersebut berguna
untuk penyusunan makalah yang sama di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA

 Roem, Mohamad. 1982. Tahta Untuk Rakyat. Jakarta: Gramedia


 Sumiyati, Sri Endang. 2001. Pelurusan Sejarah Serangan Oemoem 1 Maret
1949. Yogyakarta: Media Pressindo
 http://www.sejarahtni.mil.id/index.php?cid=1785 Diakses pada tanggal 1
Desember 2010

You might also like