You are on page 1of 10

KASUS

Menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), pada 2022 terdapat 50.744


orang ibu hamil yang terinfeksi atau positif hepatitis B di seluruh Indonesia. Dari
jumlah ibu hamil itu, 35.757 bayi lahir dari ibu yang dinyatakan positif
hepatitis

Data tersebut disampaikan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit


Menular Kemenkes, Imran Pambudi, dalam konferensi pers daring
bertajuk Peringatan Hari Hepatitis Sedunia ke-14 Tahun 2023 pada Jumat
(28/7/2023)

Imran Pambudi menyebutkan, kasus hepatitis B di Indonesia sebagian besar


ditularkan dari ibu ke anak.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/07/31/50-ribu-ibu-hamil-terinfeksi-hepatitis-
b-di-indonesia-mayoritas-di-jawa-timur

Secara definisi, penyakit hepatitis merupakan suatu penyakit radang pada organ hati manusia
yang dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satu yang terbanyak adalah infeksi virus.
adanya virus yang berkembang biak.
Menurut World Health Organization (WHO), terdapat 2 milyar penduduk dunia yang
mengidap penyakit hepatitis dan 1,4 juta diantaranya mengalami kematian. Sehingga,
penyakit ini dapat dikategorikan sebagai penyakit menular berbahaya.
Virus yang yang dapat menyebabkan hepatitis terdiri dari virus hepatitis A (HAV), virus
hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV) dan virus hepatitis E
(HEV).
Setiap jenis virus berasal dari famili yang berbeda serta memiliki tingkat keganasannya
masing-masing ketika masuk dan berkembangbiak pada tubuh manusia.
Jenis Hepatitis, Gejala dan Penyebabnya
Jika sudah merasakan adanya gejala, hendaknya sobat sehat pergi ke dokter untuk
memastikan apa jenis penyakit yang sedang dialami.
Masing-masing jenis hepatitis dapat menimbulkan gejala mulai dari gejala ringan hingga
gejala yang berat atau kegagalan fungsi hati.
Pada beberapa jenis hepatitis, virus akan tetap berada di dalam sel hati dan menyebabkan
penyakit hepatitis kronik yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kanker hati.
Berikut merupakan jenis, penyebab, dan gejala yang timbul dari infeksi virus-virus
hepatitis :
1. Penyakit Hepatitis (Hepatitides) A
Virus hepatitis A (HAV) adalah penyebab penyakit hepatitis A. Virus dengan genom RNA
ini berukuran 27 nanometer dengan partikel bulat (genus hepatovirus dikenal sebagai
enterovirus 72).
Selain itu, virus ini beruntai tunggal dan linier dengan ukuran 7.8 kb, tidak memiliki
selubung, memiliki satu serotipe dan empat genotipe.
Penyakit ini ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi oleh virus Hepatitis A.
Manifestasi gejala infeksi Hepatitis A biasanya berupa :
- Pusing kepala
- Mata dan kulit menjadi kuning (jaundice)
- Mual dan muntah
- Sakit tenggorokan
- Diare
- Tidak nafsu makan
2. Penyakit Hepatitis (Hepatitides) B
Virus Hepatitis B (HBV) adalah penyebab penyakit hepatitis B. Virus ini adalah virus DNA
dari keluarga Hepadnaviridae dengan struktur virus berbentuk sirkuler dan terdiri dari 3200
pasang basa (partikel bulat 42 nm) atau partikel Dane dengan lapisan fosfolipid (HbsAg)
(2.5).
Penyakit ini ditularkan melalui cairan tubuh penderita Hepatitis B, dapat terjadi secara
vertikal, yaitu dari ibu yang menderita Hepatitis B kepada bayi yang dilahirkannya.
Penyakit ini juga dapat terjadi secara horizontal melalui transfusi darah, jarum suntik yang
tercemar, pisau cukur, tatto, atau transplantasi organ.
Pajanan virus ini akan menyebabkan hepatitis akut yang dapat sembuh spontan dan
memberikan kekebalan terhadap penyakit ini, atau dapat berkembang menjadi hepatitis
kronik.
Gejala hepatitis B akut diantaranya:
- Kehilangan nafsu makan
- Mual dan muntah.
- Gejala yang menyerupai flu seperti lelah, nyeri pada tubuh, sakit kepala, dan demam tinggi.
- Nyeri perut.
- Mata dan kulit menjadi kuning (jaundice)
Sebagian besar pasien dengan hepatitis B kronik tidak menunjukkan gejala. Sebagian dapat
merasakan kelemahan dan tidak nyaman pada perut bagian kanan atas.
Hepatitis kronik dapat berkembang menjadi fibrosis hati atau sirosis hati yang ditandai
dengan adanya jaringan luka yang menyelimuti hati, sehingga fungsi hati tidak dapat berjalan
secara optimal dan dapat terjadi gejala gagal hati seperti ikterus (penyakit kuning), bengkak
pada kedua tungkai, cairan di perut (asites), dan gangguan kesadaran.
3. Penyakit Hepatitis (Hepatitides) C
Hepatitis C disebabkan oleh virus Hepatitis C (HCV), yang merupakan virus RNA dari
keluarga Flaviviridae.
Virus ini memiliki partikel untuk menyelimuti untaian RNA yang panjangnya 9.600 basa
nukleotida.
Penyakit ini ditularkan melalui paparan darah dan cairan tubuh yang terkontaminasi virus
Hepatitis C.
Sama seperti Hepatitis B, penyakit ini dapat ditularkan secara vertikal maupun horizontal.
Berikut merupakan gejala yang dapat ditimbulkan :
- Tidak nafsu makan.
- Mual dan muntah
- Letih
- Mata dan kulit menjadi kuning (jaundice)
Hampir 80% pasien yang terinfeksi Hepatitis C akan menetap menjadi hepatitis C kronik.
Perkembangan penyakit hepatitis C kronik berjalan lambat, 10-20% diantaranya akan
menjadi sirosis hati dalam waktu 15 - 20 tahun.
Setelah menjadi sirosis hati, sekitar 1-5% per tahun akan berkembang menjadi kanker hati.
Penyakit hepatitis D disebabkan oleh Virus Hepatitis Delta (HDV). Ditemukan pada tahun
1977, virus ini berukuran 35-37 nm dan memiliki antigen internal yang unik, yaitu antigen
delta.
Infeksi virus hepatitis D biasanya ditemukan bersama-sama dengan infeksi virus hepatitis B,
karena virus ini memerlukan virus hepatitis B untuk dapat berkembang di tubuh manusia.
Oleh karenanya, penularannya sama dengan penularan hepatitis B.
Sebagian besar penderita hepatitis D tidak menunjukkan gejala, namun dapat juga
menimbulkan gejala seperti berikut:
- Nyeri otot dan sendi
- Sakit perut
- Mual dan muntah
- Demam
- Tidak nafsu makan
- Mata dan kulit menjadi kuning (jaundice)
Selain itu, virus ini mampu mempercepat proses fibrosis hati sehingga mempercepat
terjadinya sirosis hati dan meningkatkan risiko kanker hati.
4. Penyakit Hepatitis (Hepatitides) E
Virus hepatitis E (VEH) menyebabkan penyakit hepatitis E. Sebuah virus RNA berbentuk
sferis dan merupakan anggota dari famili Hepeviridiea dan genus Hepevirus.
Gejala infeksi virus hepatitis E sama seperti gejala hepatitis A. Virus ini terdapat pada feses
pasien yang menderita hepatitis E dan ditularkan melalui makanan atau minuman yang
terkontaminasi virus tersebut.
Gejala yang ditimbulkan dapat berupa:
- Demam ringan
- Tidak nafsu makan
- Mual, muntah
- Nyeri perut
- Mata dan kulit menjadi kuning (jaundice)
Sebagian kecil pasien yang terinfeksi hepatitis E dapat menjadi hepatitis kronik, terutama
pada pasien dengan kondisi imunitas yang menurun.
Pada beberapa kasus, meskipun jarang, dapat menimbulkan gejala hepatitis akut yang berat
hingga gagal hati yang menyebabkan kematian.
Pengobatan Penyakit Hepatitis
Pengobatan hepatitis pada umumnya bersifat suportif berupa pemberian cairan dan diet yang
adekuat serta pengawasan ketat adanya tanda kegagalan hati akut.
Pengobatan hepatitis akut yang disebabkan oleh infeksi hepatitis A bersifat suportif karena
tidak ada antivirus khusus hepatitis A.
Perawatan di rumah sakit mungkin diperlukan pada pasien dengan mual muntah hebat yang
beresiko mengalami dehidrasi. Hal ini juga berlaku pada infeksi hepatitis D dan E.
Berbeda dengan hepatitis B dan C, dimana terdapat antivirus spesifik yang dapat diberikan
untuk mencegah virus berkembang biak dan mencegah perjalanan penyakit menjadi lebih
berat
1. Pengobatan Hepatitis B
Tidak semua penderita hepatitis B kronik perlu diobati, sehingga keputusan pengobatannya
tergantung pada hasil evaluasi dokter. Penderita perlu menjalani serangkaian pemeriksaan
terlebih dahulu.
Apabila diputuskan untuk diberikan obat-obatan, saat ini ada 2 pilihan obat yang dapat
diberikan kepada penderita Hepatitis b, yaitu golongan nukleosida analog dan golongan
interferon.
- Obat Oral dari Golongan Nukleosida Analog
Obat ini diberikan per oral (diminum) dan dapat diberikan seumur hidup.
Ada beberapa jenis nukleosida analog yang tersedia di Indonesia, diantaranya Lamivudine,
Telbivudine, Entecavir, Adefovir, dan Tenofovir.
- Obat Injeksi (Suntikan) dari Golongan Pegylated-Interferon
Interferon merupakan zat yang memediasi respon peradangan dalam tubuh sebagai
mekanisme pertahanan terhadap virus.
Obat ini memiliki efek antivirus dan meningkatkan sistem imun tubuh. Terdapat 2 jenis peg-
interferon, yaitu pegylated-interferon α-2a (peg-IFN α-2a) dan pegylated-interferon α-2b
(peg-IFN α-2b). Keduanya diberikan melalui suntikan subkutan.
2. Pengobatan Hepatitis C
Pengobatan Hepatitis C diberikan pada Hepatitis C kronik karena seringkali pasien datang ke
pusat layanan kesehatan dalam fase kronik.
Pemberian antivirus pada pasien dengan hepatitis c kronik juga harus atas pertimbangan
dokter setelah melakukan serangkaian pemeriksaan.
Pilihan terapi yang terbaru dan yang menjadi tulang punggung dalam terapi Hepatitis C
kronik adalah agen direct acting antivirus (DAA).
DAA yang tersedia di Indonesia saat ini adalah sofosbuvir, ledipasvir/ sofosbuvir, simeprevir,
daclatasvir, elbasvir/grazoprevir, dan velpatasvir/sofosbuvir.
Apabila DAA belum tersedia, dapat diberikan kombinasi obat injeksi peg-interferon dan
ribavirin.
Kapan Harus ke Dokter?
Seperti yang telah dijelaskan di atas, Anda dapat pergi ke dokter apabila merasakan gejala
hepatitis yang tak kunjung membaik. Daripada gejalanya semakin memburuk, segera
konsultasikan kondisi kesehatan Anda sekarang juga.
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1993/hepatitis-jenis-penyebab-gejala-dan-
pengobatan

Edukasi dan promosi kesehatan hepatitis B yang terpenting adalah terkait pencegahan, yakni
pemberian vaksin hepatitis B dan profilaksis pasca pajanan. Karena transmisi terbanyak
terjadi dari ibu ke bayi, pemberian vaksin hepatitis B pada masa awal kehidupan berperan
besar dalam manajemen hepatitis B.[1,3,5,12]
Edukasi Pasien
Edukasi pada pasien hepatitis B dilakukan terkait pencegahan kerusakan hepar lebih lanjut,
pencegahan transmisi, dan edukasi pada keluarga pasien yang berkontak dekat dengan pasien.
Edukasi Terkait Kerusakan Hepar Lebih Lanjut
Pasien dengan hepatitis B perlu disarankan untuk menghindari atau membatasi konsumsi
alkohol. Sampaikan pada pasien agar tidak memulai obat baru, termasuk obat bebas dan obat
herbal, tanpa berkonsultasi dengan petugas kesehatan. Arahkan pasien untuk
mendapat vaksin hepatitis A sebagai langkah preventif.
Edukasi Terkait Langkah Pencegahan Transmisi
Pasien yang sudah terinfeksi hepatitis B harus diedukasi untuk:
 Menggunakan kondom untuk melindungi pasangan seks yang belum imun
 Menutupi luka pada kulit untuk mencegah penyebaran melalui sekret atau darah yang
mungkin keluar dari luka
 Tidak mendonorkan darah, plasma, organ tubuh, jaringan lain, atau air mani
 Tidak berbagi barang-barang rumah tangga, termasuk sikat gigi, pisau cukur, atau peralatan
suntik pribadi.
 Jika ke dokter gigi atau melakukan pengobatan medis lain, pasien harus menginformasikan
pada petugas kesehatan mengenai hepatitis B yang dideritanya
Edukasi Individu yang Kontak Erat
Pasangan seksual pasien yang terinfeksi hepatitis B harus dianjurkan untuk menggunakan
kondom sebagai tindakan pencegahan transmisi. Orang di sekeliling pasien perlu diedukasi
bahwa hepatitis B tidak ditularkan dari berpelukan, batuk, air, makanan, atau kontak kasual
lainnya.
Sampaikan bahwa pasien tidak perlu dikucilkan dari pergaulan sosial, termasuk sekolah dan
pekerjaan. Sampaikan bahwa hepatitis B dapat diobati dan dikendalikan.[1,4,5,12]
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Upaya pencegahan hepatitis B adalah melalui vaksinasi dan pemberian profilaksis pasca
pajanan.[1,3,4,12]
Vaksinasi
Vaksinasi hepatitis B tersedia dalam bentuk vaksin tunggal maupun kombinasi. Pada anak di
Indonesia, vaksin hepatitis B diberikan sesuai jadwal vaksin oleh Ikatan Dokter Anak
Indoensia (IDAI).
Pada dewasa, vaksin diberikan 3 kali, dengan rekomendasi jarak dosis ke-2 minimal 4
minggu dari dosis pertama dan dosis ke-3 minimal 16 minggu dari dosis pertama atau 8
minggu dari dosis kedua. Injeksi booster hanya disarankan pada pasien imunokompromais
yang mengalami penurunan anti-HBs di bawah 10 mIU/mL.[1,5,12]
Profilaksis Pasca Pajanan
Profilaksis pasca pajanan (PEP) diberikan dengan imunoglobulin hepatitis B (HBIG) 0,06
ml/kg berat badan disertai dengan vaksin hepatitis B pada lokasi injeksi yang terpisah.
Regimen profilaksis pasca pajanan diberikan berdasarkan riwayat vaksinasi pasien dan jenis
pajanan yang dialami. Sebagai contoh, PEP pada paparan perkutan seperti akibat needle stick
injury pada pasien yang belum divaksin dilakukan menggunakan pemberian HBIG dan
vaksinasi regimen lengkap
Tabel 1. Regimen Profilaksis Pasca Pajanan

Jenis Pajanan Belum Divaksin Sudah Divaksin

Paparan dari sumber dengan HBsAg positif

Lengkapi seri vaksin hepatitis B


Perkutan (misalnya gigitan atau jarum dan HBIG, jika seri vaksin tidak
suntik) atau paparan mukosa terhadap lengkap
darah atau cairan tubuh HBsAg-positif atau

Kontak seks atau berbagi jarum dengan


Berikan regimen
orang HBsAg positif
penuh vaksin Berikan dosis booster vaksin
Korban serangan seksual atau pelecehan hepatitis B dan hepatitis B, jika vaksinasi
oleh penyerang yang HBsAg positif HBIG sebelumnya tanpa tes

Paparan dari sumber dengan status HBsAg tidak diketahui

Perkutan (misalnya gigitan atau jarum Berikan regimen Lengkapi regimen vaksin
suntik) atau paparan mukosa terhadap penuh vaksin hepatitis B
darah atau cairan tubuh yang berpotensi hepatitis B
menular dari sumber dengan status HBsAg
yang tidak diketahui

Kontak seks atau berbagi jarum suntik


dengan orang dengan status HBsAg yang
tidak diketahui

Korban kekerasan seksual atau pelecehan


oleh pelaku dengan status HBsAg yang
tidak diketahui

Sumber: dr.Bedry Qintha, Alomedika, 2022.[12]


Skrining
Skrining hepatitis B perlu dilakukan pada populasi berikut:
 Tinggal di daerah endemis hepatitis B
 Belum diimunisasi pada saat bayi
 Lelaki seks dengan lelaki (LSL)
 Pengguna narkoba suntik
 Pasien yang membutuhkan pengobatan imunosupresi
 Donor darah maupun donor organ
 Pasien dengan peningkatan parameter laboratorium fungsi hepar yang tidak diketahui
penyebabnya
 Pasien yang membutuhkan hemodialisis
 Seluruh ibu hamil dan bayi yang lahir dari ibu HBsAg positif,
 Pasien dengan penyakit hati kronik
 Pasien dengan HIV atau serumah dengan penderita hepatitis B
Jika pada populasi tersebut hasil tes menunjukkan seronegatif, maka perlu dilanjutkan dengan
pemberian vaksinasi. Tes skrining dilakukan dengan pemeriksaan HBsAg dan anti-HBs.[5]
https://www.alomedika.com/penyakit/gastroenterologi/hepatitis-b/edukasi-dan-promosi-
kesehatan
Pemeriksaan Hepatitis Pemeriksaan hepatitis B bagi calon pengantin bertujuan supaya
pasangan terhindar dari kemungkinan transmisi hepatitis B melalui hubungan seksual.
Hepatitis B merupakan penyakit berbahaya karena dapat menyebabkan cacat fisik hingga
kematian pada bayi yang dilahirkan (Kemenkes RI, 2019),
Hepatitis B adalah suatu sindrom klinis atau patologis yang ditandai oleh berbagai tingkat
peradangan dan nekrosis pada hepar, disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB), di mana
infeksi dapat berlangsung akut atau kronik, terus menerus tanpa penyembuhan paling sedikit
enam bulan (Mohamed, Sivalingam and Sivakumar, 2014).
Virus Hepatitis B menyerang sel hati. Mekanisme terjadinya hepatitis akut, kronik atau
karsinoma hepatoseluler diawali oleh kerusakan sel hepar. Terjadinya karsinoma
hepatoselular belum diketahui secara pasti, dari beberapa penelitian mengungkapkan bahwa
faktor penderita (umur, jenis kelamin, faktor genetik, imunologik) serta respon imun seluler
terhadap antigen VHB terlibat dalam klirens virus dan bertanggung jawab atas terjadinya
karsinoma (Kresno, 2003; Elgouhari, Tamimi and Carey, 2008; Hadi, 2022).
Virus hepatitis B ditularkan melalui perkutaneus dan membran mukosa yang terinfeksi oleh
darah, semen, sekret vagina dan saliva. Virus hepatitis B dapat bertahan hidup lebih dari satu
minggu pada permukaan kering, sehingga dapat meningkatkan penularan secara horizontal
dalam satu keluarga (Soemohardjo, 1996).
Seseorang yang terinfeksi virus hepatitis B lebih dari 65% asymptomatis, sisanya terdapat
gejala ringan menyerupai flu,(demam, lemah pada badan, mual, muntah, sampai nyeri sendi
dan berat badan menurun), Infeksi yang tersembunyi dari hepatitis B membuat sebagian
orang merasa sehat dan tidak menyadari telah terinfeksi dan berpotensi menularkan virus
tersebut kepada orang lain. Dilanjutkan dengan muncul gejala akut, seperti urin kuning gelap,
feses tidak berwarna, nyeri perut dan kuning (Tong et al., 2013). Faktor risiko penularan
hepatitis B, yaitu: 1) Vertikal (95% penularan) yaitu dari ibu hamil pengidap hepatitis B ke
bayi yang dikandung atau dilahirkan; 2) Horizontal (3-5% penularan): melalui hubungan
seksual tidak aman dengan pengidap hepatitis B, transfusi darah terkontaminasi virus
hepatitis B, penggunaan jarum suntik bergantian yang terkontaminasi virus hepatitis B.
Pencegahan hepatitis B pada calon pengantin dilakukan dengan menghindari faktor risiko
penularan hepatitis B, dan imunisasi hepatitis B yaitu pada bulan ke 0, 1 dan 6 (Kemenkes
RI, 2018a).
Pencegahan penularan VHB, perlu direkomendasikan pemeriksaan HBsAg, seperti individu
yang kadar ALT tinggi, individu yang berisiko, anggota keluarga yang kontak dengan
individu dengan HBsAg positif, orang dengan seksual bebas, wanita hamil, orang pengguna
jarum suntik berulang, . Untuk darah donor, donasi organ atau jaringan tidak dianjurkan
HBSAg saja, tetapi sangat direkomendasikan pemeriksaan HBV DNA, karena HBV sangat
tinggi penularan melalui donor dengan infeksi VHB, meskipun HBsAgnya negatif
(Soemohardjo, 1996) Pemeriksaan laboratorium hepatitis B meliputi pemeriksaan HBsAg,
Anti HBs, HBeAg, AntiHBe, IgMHBc, HBV DNA (Yulia, 2020).
Pemberian Imunisasi
Remaja membutuhkan imunisasi untuk pencegahan penyakit, baik imunisasi yang bersifat
rutin maupun imunisasi yang diberikan karena keadaan khusus. Imunisasi pada remaja
merupakan hal yang penting dalam upaya pemeliharaan kekebalan tubuh terhadap berbagai
macam penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, maupun parasit dalam
kehidupan menuju dewasa. Imunisasi pada remaja diperlukan mengingat imunitas yang
mereka perolehi sebelumnya dari pemberian imunisasi lengkap sewaktu masa bayi dan
anakanak tidak dapat bertahan seumur hidup (misalnya imunitas terhadap pertusis hanya
bertahan selama 5-10 tahun setelah pemberian dosis imunisasi terakhir).
Remaja merupakan periode di mana dapat terjadi paparan lingkungan yang luas dan berisiko.
Hanya ada beberapa jenis imunisasi yang disediakan oleh pemerintah seperti imunisasi Td
yang diberikan pada remaja putri dan wanita usia subur. Namun diharapkan agar remaja
dapat melakukan imunisasi secara mandiri, kalau memang merasa diperlukan. Beberapa
daerah di Indonesia, seperti DKI Jakarta, sudah melaksanakan imunisasi HPV untuk remaja
sebagai program kesehatan untuk remaja. Ada beberapa jenis imunisasi yang disarankan
untuk remaja, di antaranya influenza, tifoid, hepatitis A, varisela, dan HPV.

Permatasari, Dia,. dkk. 2022. Asuhan Kebidanan Pranikah dan Pra Konsepsi. Yayasan Kita
Menulis : Medan.

HEPATITIS B Adalah Penyakit menular dalam bentuk peradangan hati yang disebabkan oleh
virus Hepatitis B. Virus Hepatitis B dapat ditemukan dalam cairan tubuh penderita seperti produk
darah, cairan serebrospinal, cairan vagina dan cairan tubuh lainnya.
Gejala Hepatitis: tidak khas bahkan sering tanpa gejala, ketika muncul gejala seringkali sudah
terlambat, sudah sirosis bahkan kanker hati sehingga Hepatitis sering disebut sebagai silent killer.
Gejala yang dapat timbul : •Demam •Mual dan muntah •Rasa lelah •Kencing berwarna gelap seperti
teh •Mata dan kulit berwarna kuning
Dampak pada kehamilan adalah terjadinya penularan secara vertikal pada janin (95%
penularan), untuk itu setiap bayi yang dilahirkan dari ibu penderita Hepatitis B harus mendapatkan
HbIg dalam waktu kurang dari 24 jam setelah kelahiran.
Pencegahan
• Menghindari faktor risiko penularan Hepatitis B (Hubungan seksual tidak aman dengan
pengidap Hepatitis B, Transfusi darah terkontaminasi virus Hepatitis B, Penggunaan jarum suntik
bergantian yang terkontaminasi virus Hepatitis B)
• Imunisasi Hepatitis B. Vaksin Hepatitis B diberikan dalam 3 dosis, yaitu pada bulan ke-0, 1
dan 6

You might also like