You are on page 1of 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ELIMINASI URIN

Pendidikan Profesi Ners

Stase Keperawatan Dasar Profesi

Laporan Pendahuluan di Ruang Urologi

RSUD Dr. R. Soedjono Selong 2023

oleh

Nama : Dinul Hakkul Islam, S.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAMZAR


LOMBOK TIMUR - NTB
2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Eliminasi Urin

Eliminasi merupakan sebuah proses pembuangan hasil dari sisa-sisa

metabolisme dalam tubuh yang dapat melalui urine maupun bowel

(Wartonah, 2016). Kebutuhan eliminasi manusia dibagi menjadi dua yaitu,

kebutuhan eliminasi urine (buang air kecil) dan kebutuhan eliminasi fekal

(buang air besar).

Eliminasi Urin adalah pengosongan kandung kemih yang lengkap

(SLKI, 2018).

Eliminasi urine (buang air kecil) merupakan proses pemenuhan

kandung kemih. Dan sistem yang berperan dalam sistem ini yaitu ginjal,

ureter, kandung kemih, dan uretra. Gangguan eliminasi uirne dapat diartikan

sebagai adanya disfungsi pada eliminasi urine (NANDA, 2015).

B. Anatomi Fisiologi

Eliminasi urine tergantung kepada fungsi ginjal, ureter, kandung

kemih, dan uretra. Ginjal menyaring produk limbah dari arah untuk

membentuk urine. Ureter mentranspor urine dari ginjal ke kandung kemih.

Kandung kemih menyimpan urine sampai timbul keinginan untuk berkemih.

Urine keluar dari tubuh melalu uretra. Semua organ system perkemihan harus

utuh dan berfungsi supaya urine berhasil dikeluarkan dengan baik.

1
1. Ginjal

Ginjal merupakan sepasang organ terbentuk seperti kacang buncis,

berwarna coklat agak kemerahan, yang terdapat dikedua sisi kolumna

vertebral posterior terhadap peritoneum dan terletak pada utut punggung

bagian dalam. Ginjal terbentang dari vertebral torakalis kedua belas

sampai vertebral lumbalis ketiga. Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih

tinggi 1.5 sampai 2 cm dari ginjal kanan karena posisi anatomi hati.

Produk pembuangan (limbah) dari hasil metabolism yang terkumpul

didalam darah di filtrasi di ginjal. Darah sampai ke setiap ginjal melalui

arteri renalis (ginjal) yang kemudian melalui hilum. Setiap ginjal berisi 1

juta nefron, yang berfungsi membentuk urine. Nerfon tersusun atas

glomerulus, kapsul bowman, tubulus kontorlus proksimal, ansa henle,

tubulus distal, dan doktus pengumpul.

2
Darah masuk nerfon melalui arteriola eferen yang kemudian

membentuk jaringan kapiler glomerulus sebagai tempat pertama filtrasi

dan awal pembentukan urine. Dalam kondisi normal, protein yang

berukuran besar dan sel-sel darah tidak difeltrasi melalui glomerulus.

Tidak semua filtras glomelurus di ekrisi sebagai urine setelah filtrate

meninggalkan glomelurus filtrate masuk kesistem tubulus dan duktus

pengumpul,yang menempatkan tempat air dan subtansi sekitar 99% filtrate

direabsorpsi kedalam plasma, 1% sisanya diekskresikan sebagai urine.

Ginjal memproduksi eritropoietin,dan kemudian dilepaskan dari sel sel

khusus untuk menstimulisasi produksi dan pematangan sel darah merah

dan memperpanjang SDM yang telah mantang. Rennin adalah hormon lain

yang diproduksi oleh ginjal yang berfungsi mengubah agiotensinogen.

Ginal bertanggung jawab untuk memproduksi subtansi yang mengubah

vitamin D menjadi vitamin D aktif dalam jumlah yang cukup.

3
2. Ureter

Ureter merupakan sruktur tubular yang membentang pada posisi

retroperitoneum. Dinding ureter dibentuk dari tiga lapisan jaringan.

Lapisan dalam merupakan membradukosa yang berlanjut sampai lampisan

pelfis renalis dan kandung kemih. Lapisan tengah terdiri dari serabut otot

polos yang mengtranspor urine melalui urater dengan gerakan peristaltis

yang distimulisasikan oleh dintensi urine di kandung kemih. Lapisan luar

ureter adalah jaringan penyambung fibrosa yang menyokong ureter.

3. Kandung kemih

Kandung kemih merupakan suatu organ cekung yang dapat

berdistrensi dan tersususn atas jaringan otot sebagai wadah urine dan

merupakan organ eksresi. Dinding kandung kemih memiliki empat lapisan

otot memiliki berkas berkas serabut otot yang membentuk otot destrusor

yang kemudian distimulasikan oleh saraf pada simpati selama proses

perkemihan.sfinger uretra interna yang berentuk seperti cicin terletak pada

dasar kandung kemih yang bergabung dengan uretra. Spinter mencegah

urin keluar dan berada dibawah control volunter.

4. Uretra

Urine keluar dari kantung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh

melalui meatus uretra. Dalam kondisi normal , aliran urine yang

mengalami turbulasi membuat urine bebas dari bakteri. Membran glukosa

melapisi uretra , dan kelenjar uretra mensekresi lendir dianggap bersifat

bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk mencegah masuknya

bakteri. Lapisan otot polos yang tebal mengelilingi uretra. Sfingter uretra

4
eksterna, yang terletak di sekitar setengah bagian bawah uretra,

memungkinkan aliran volunter urine.

5. Kerja perkemihan

Beberapa struktur otak yang mempengaruhi fungsi kandung kemih

meliputi korteks serebral, thalamus, hipotalamus, dan barang otak. Secara

bersama-sama, struktur otak ini menekan kontraksi otot detrusor kandung

kemih sampai individu ingin berkemih atau buang air. Dua pusat di pons

yang mengatur mikturisi atau berkemih, yaitu; pusat M mengaktifkan

refleks otot detrusor dan pusat L mengkoordinasikan tonus otot pada dasar

panggul. Pada saat kemih, respons yang terjadi ialah kontraksi kandung

kemih dan relaksasi otot pada dasar panggul yang terkoordinasi.

Seiring dengan peningkatan volume urine, dinding kandung kemih

meregang, mengirim implus-implus sensorik ke pusat mikturisi di medulla

spinalis pars sakralis. Inmplus saraf parasimpatis dari pusat mikturisi

mikturisi menstimulasi otot detrusor untuk berkonstaksi secara teratur.

Saat kandung kemih berkondraksi, impuls saraf naik kemedulla spinalis

sampai ke pond an korteks serebral. Kemudian individu akan menyadari

keinginannya untuk berkemih.

Namun pada saat individu siap berkemih, sfingter eksterna berelaksasi,

reflek mekturisi menstimulasi otot detrusor untuk berkontraksi hingga

terjadilah pengosongan kantong kemih yang efisien. Apabila keinginan

untuk berkemih di abaikan berulangkali, daya tamping kantong kemih

dapat menjadi maksimal dan menimbulkan tekanan pada sfingter

seehingga dapat membuat control volunter tidak mungkin lagi di lanjutkan.

5
Kerusakan pada medulla spinalis diatas daerah sakralis menyebabkan

hilangnya control volunteer berkemih, tetapi jalur reflek berkemih dapat

tetap utuh sehingga memungkinkan terjadinya berkemih secara reflek.

Kondisi ini di sebut reflek kandung kemih (Mubaraq, 2016).

C. Etiologi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urin

1. Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi BAK disebabkan oleh :

a. Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medullaspinalis

b. Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang

c. Intravesikal berupa pembesaran prostat, kekakuan lehervesika, batu

kecil dan tumor

d. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran prostat, kelainan

patologi uretra, trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih

2. Faktor resiko terjadinya gangguan eliminasi urin

a. Diet dan intakeJumlah dan tipe makanana mempengaruhi output urine,

seperti protein dan sodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar.

b. Respon keinginan awal untuk berkemihBeberapa masyarakat

mempunyai kebiasaan yang mengabaikan respon awal untuk berkemih

dan hanya pada akhir keinginan berkemih menjadi lebih kuat.

Akibatnya urine banyak tertahan dalam kandung kemih. Masyarakat ini

mempunyai kapasitas kamdung kemih yang lebih dari normal.

c. Gaya hidupBanyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal

eliminasi urine. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat

mempengaruhi frekuensi eliminasi. Praktek eliminasi keluarga dapat

mempengaruhi tingkah laku.

6
d. Stress psikologiMeningkatnya stres seseorang dapat meningkatkan

frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitif

untuk keinginan berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine yang

diproduksi.

e. Tingkat aktivitasAktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan

tonus otot. Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih

yang baik untuk tonus spingter internal dan eksternal.

f. Tingkat perkembanganTingkat pertumbuhan dan perkembangan juga

akan mempengaruhi pola berkemih. Pada wanita hamil kapasitas

kandung kemihnya menurun karena adanya tekanan dari fetus atau

adanya

g. Kondisi patologisSaat seseorang dalam keadaan sakit,produksi urinnya

sedikit hal ini disebabkan oleh keinginan untuk minum sedikit.

D. Patofisiologi

Pengendalian kandung kemih dan sfingter diperlukan agar terjadi

pengeluaran urine secara kontinu. Pengendalian memerlukan kegiatan otot

normal diluar kesadaran dan yang di dalam kesadaran yang dikoordinasi

oleh refleks urethrovesica urinaria.

Bila terjadi pengisian kandung kemih, tekanan didalam kandung

kemih meningkat. Otot detrusor (lapisan yang tiga dari dinding kandung

kemih) memberikan respon dengan relaksasi agar memperbesar volume

daya tampung. Bila titik daya tampung telah dicapai, biasanya 150 sampai

200 ml urin daya rentang reseptor yang terletak pada dinding kandung

kemih mendapat rangsang. Stimulus ditransmisi lewat serabut refleks eferen

7
ke lengkungan pusat refleks untuk mikturisi. Impuls kemudian disalurkan

melalui serabut eferen dari lengkungan refleks ke kandung kemih,

menyebabkan kontraksi otot detrusor.

Sfingter internal yang dalam keadaan normal menutup, serentak

bersama-sama membuka dan urin masuk ke uretra posterior. Relaksasi

sfingter eksternal dan otot perincal mengikuti dan isi kandung kemih keluar.

Pelaksanaan kegiatan refleks bisa mengalami interupsi dan berkemih

ditangguhkan melalui dikeluarkannya impuls inhibitori dari pusat kortek

yang berdampak kontraksi diluar kesadaran dari sfingter eksternal. Bila

salah satu bagian dari fungsi yang komplek ini rusak, bisa terjadi

inkontinensia urin (Potter Perry, 2016).

8
E. Pathway

9
F. Manifestasi Klinis Gangguan Eliminasi Urin

1. Urine mengalir lambat

2. Terjadi poliuria yang makin lama makin parah karena pengosongan

kandung kemih tidak efisien

3. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih

4. Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.

5. Pada retensi berat bisa mencapai 2000-3000 cc.

6. Hematuria

7. Edema ringan pada mata / seluruh tubuh

8. Edema berat mengakibatkan oliguria dan payah jantung

9. Hipertensi 60 – 70%

10. Gangguan GIT ( muntah dan diare )

11. Oliguria (Kozier, 2011).

G. Gangguan Masalah Eliminasi Urin

1. Retensi urine

Retensi urine adalah akumulasi urine yang nyata didalam kandung kemih

akibat ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih .

2. Dysuria

Adanya rasa setidaksakit atau kesulitan dalam berkemih .

3. Polyuria

Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal , seperti 2500

ml / hari , tanpa adanya intake cairan .

10
4. Inkontinensi urine

Ketidaksanggupan sementara atau permanen otot spingter eksternal untuk

mengontrol keluarnya urine dari kantong kemih .

5. Urinari suppresi

Adalah berhenti mendadak produksi urine (Kozier, 2011).

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Pielogram Intravena/ Intravenous Pyelography (IVP) : adalah

pemeriksaan radiografi dari traktus urinarius (renal, ureter, kandung

kemih, uretra) dengan memasukkan bahan media kontras kedalam traktus

urinary melalui pembuluh darah vena untuk mendapatkan informasi

anatomi dan patologi.

3. Computerized Axial Tomography : merupakan prosedur sinar X

terkomputerisasi yang digunakan untuk memperoleh gambaran terperinci

mengenai struktur bidang tertentu dalam tubuh. scanner tomografi adalah

sebuah mesin besar yang berisi komputer khusus serta sistem pendeteksi

sinar X yang berfungsi secara simultan untuk memfoto struktur internal

berupa potongan lintang transversal yang tipis.

4. Ultra Sonografi (USG) : merupakan alat diagnostik yang noninvasif yang

berharga dalam mengkaji gangguan perkemihan. Alat ini menggunakan

gelombang suara yang tidak dapat didengar, berfrekuensi tinggi, yang

memantul dari struktur jaringan.

5. Prosedur Invasif

a. Sistoscopy : sistocopy terlihat seperti kateter urine. Walaupun tidak

fleksibel tapi ukurannya lebih besar sistoscopy di insersi melalui uretra

11
klien. Instrumen ini memiliki selubung plastik atau karet. Sebuah

obturator yang membuat skop tetap kaku selama insersi. Sebuah

teleskop untuk melihat kantung kemih dan uretra, dan sebuah saluran

untuk menginsersi kateter atau instrumen bedah khusus.

b. Biopsi Ginjal : menentukan sifat, luas, dan progronosis ginjal.

Prosedur ini dilakukan dengan mengambil irisan jaringan korteks

ginjal untuk diperiksa dengan tekhnik mikroskopik yang canggih.

Prosedur ini dapat dilakukan dengan metode perkutan (tertutup) atau

pembedahan (terbuka).

c. Angiography (arteriogram) : merupakan prosedur radiografi invasif

yang mengevaluasi sistem arteri ginjal. Digunakan untuk memeriksa

arteri ginjal utama atau cabangnya untuk mendeteksi adanya

penyempitan atau okulasi dan untuk mengevaluasi adanya massa

(contoh: neoplasma atau kista)

6. Sitoure Terogram Pengosongan (volding cystoureterogram) : pengisian

kandung kemih dengan zat kontras melalui kateter. Diambil foto saluran

kemih bagian bawah sebelum, selama dan sesudah mengosongkan

kandung kemih. Kegunaannya untuk mencari adanya kelainan uretra

(misal: stenosis) dan untuk menentukan apakah terdapat refleks

vesikoreta.

7. Arteriogram Ginjal : memasukan kateter melalui arteri femonilis dan

aorta abdominis sampai melalui arteria renalis. Zat kontras disuntikan

pada tempat ini, dan akan mengalir dalam arteri renalis dan kedalam

cabang-cabangnya. Indikasi :

12
a. Melihat stenosis renalis yang menyebabkan kasus hipertensi

b. Mendapatkan gambaran pembuluh darah suatu neoplasma

c. Mendapatkan gambaran dan suplai dan pengaliran darah ke daerah

korteks, untuk pengetahuan pielonefritis kronik (infeksi ginjal).

d. Menetapkan struktur suplai darah ginjal dari donor sebelum

melakukan transplantasi ginjal.

8. Pemeriksaan Urine : hal yang dikaji adalah warna, kejernihan dan bau

urine. Untuk melihat kejanggalan dilakukan pemeriksaan protein,

glukosa, dll.

9. Tes Darah : hal yang di kaji BUN, bersih kreatinin, nitrogen non protein,

sistoskopi, intravenus, pyelogram (Hidayat, 2012).

I. Penatalaksanaan Medis

1. Pengumpulan urine untuk bahan pemeriksaan. Mengingat tujuan

pemeriksaan berbeda-beda, maka pengambilan sampel urine juga dibeda-

bedakan sesuai dengan tujuannya.

2. Menolong untuk buang air kecil dengan menggunakan urinal. Menolong

BAK dengan menggunakan urinal merupakan tindakan keperawatan

dengan membantu pasien yang tidak mampu BAK sendiri dikamar kecil

dengan menggunakan alat penampung dengan tujuan menampung urine

dan mengetahui kelainan urine berupa warna dan jumlah urine yang

dikeluarkan pasien.

3. Melakukan kateterisasi. Kateterisasi kandung kemih adalah

dimasukkannya kateter melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk

mengeluarkan air seni atau urine (Mubaroq, 2016).

13
J. Pemeriksaan Fisik

1. Abdomen, kaji dengan cermat adanya pembesaran , distensi kandung

kemih , pembesaran ginjal , nyeri tekan pada kandung kemih

2. Genitalia. Kaji kebersihan daerah genetalia . Amati adanya bengkak , rabas ,

atau radang pada meatus uretra .

3. Urine, kaji karakteristik urine klien bandingkan dengan karakteristik urine

normal (Mubaroq, 2016).

K. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian pada kebutuhan elimiasi urine meliputi :

a. Identitas pasien meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat,

pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit,

nomor register, dan diagnosa medis.

b. Data keluhan utama merupakan keluhan yang sering menjadi alasan

pasien untuk meminta bantuan kesehatan, seperti pada gangguan sistem

perkemihan, meliputi keluhan sistemik, antara lain gangguan fungsi

ginjal (sesak nafas, edema, malaise, pucat, dan uremia) atau demam

disertai menggigil akibat infeksi/urosepsis, dan keluhan lokal pada

saluran perkemihan antara lain nyeri akibat kelainan pada saluran

perkemihan, keluhan miksi (keluhan iritasi dan keluhan obstruksi),

hematuria, inkontinensia, disfungsi seksual, atau infertilitas. Keluhan

utama pada subjek retensi urin adalah sensasi penuh pada kandung

kemih, disuria/anuria, dan distensi kandung kemih (Muttaqin, 2011).

14
c. Kebiasaan berkemih

Pengkajian ini meliputi bagaimana kebiasaan berkemih serta

hambatannya. Frekuensi berkemih tergantung pada kebiasaan dan

kesempatan.

d. Pola berkemih

1) Frekuensi berkemih menentukan berapa kali individu berkemih

dalam waktu 24 jam.

2) Urgensi dimana perasaan seseorang untuk berkemih seperti

seseorang ke toilet karena takut mengalami inkotinensia jika tidak

berkemih.

3) Disuria dimana keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkemih.

4) Poliuria dimana keadaan produksi yang abnormal.

5) Urinaria supresi adalah keadaan produksi urine yang berhenti secara

mendadak.

e. Volume urine menentukan berapa jumlah urine dalam waktu 24 jam.

f. Faktor yang mempengaruhi kebiasaan berkemih seperti berikut:

1) Diet dan asupan (diet tinggi protein dan natrium)

2) Gaya hidup

3) Stres psikologis dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih

4) Tingkat aktivitas

g. Keadaan urine meliputi :

Warna , Bau, Berat jenis, Kejernihan, pH, Protein, Darah, Glukosa.

h. Tanda klinis gangguan eliminasi urine seperti retensi urine,

inkontinensia urine.

15
2. Diagnosa Keperawatan

a. Retensi urine b/d blok spingter dibuktikan dengan (d.d) pasien

mengalami sensasi penuh pada kandung kemih, disuria/ anuria,

distensi kandung kemih, dribbling, inkontinensia berlebih, dan residu

rin 150 ml atau lebih (D.0050)

b. Inkontinensia urin fungsional b/d gangguan fungsi kognisi, faktor

perubahan lingkungan, gangguan psikologi, kelemahan struktur

panggul, keterbatasan neuromuskular (D.0044)

c. Inkontinensia urin berlebih b/d disenergia sfingter eksternal, obstruksi

ureter, program pengobatan (D.0043)

d. Inkontinensia urin refleks b/d gangguan neurologis diatas lokasi pusat

mikturisi pontine dan mikturisi sakral (D.0045)

e. Inkontinensia urin stres b/dndefisiensi sfingter uretra intrinsik,

peningkatan tekanan intraabdomen (D.0046)

f. Inkontinensia urin urgensi b/d infeksi kandung kemih, program

pengobatan (D.0047).

3. Intervensi Keperawatan

SDKI SLKI SIKI


Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri (I.08238)
(D.0077) (L.08066) Tindakan :
Definisi : Setelah dilakukan  Identifikasi respon nyeri non verbal
Pengalaman tindakan keperawatan  Identifikasi faktor yang memperberat
sensorik atau 3x24 jam diharapkan nyeri
emosional yang pasien mempunyai  Monitor efek samping penggunaan
berkaitan dengan kriteria hasil : analgetik
Kerusakan  Keluhan nyeri  Berikan teknik nonfarmakologis
jaringan actual  Kesulitan tidur untuk mengurangi rasa nyeri
atau fungsional
 Pola tidur  Kompres hangat/ dingin
dengan onset
 Meringis  Fasilitasi istirahat dan tidur
mendadak atau

16
lambat dan  Gelisah  Anjurkan memonitor nyeri secara
Berintensitas mandiri
ringan hingga  Anjurkan menggunakan analgetik
berat yang secara tepat
Berlangsung
kurang dari 3
bulan.
Retensi Urin Eliminasi Urine Perawatan Kateter Urine (I.04164)
(D.0050) (L.04034) Obsevasi:
Setelah dilakukan  Monitor kepatenan kateter urine
Definisi :
perencanaan  Monitor tanda dan infeksi saluran
Pengosongan
keperawatan selama 2 kemih
kandung kemih
x 24 jam, maka  Monitor tanda dan gejala obstruksi
yang tidak
eliminasi urine aliran urine.
lengkap. membaik, dengan  Monitor kebocoran kateter, selang
kriteria hasil: dan kantung urine.
1.Disuria menurun  Monitor input dan output cairan
2.Mengompol (jumlah dan karakteristik)
menurun Terapeutik:
 Gunakan teknik aseptik selama
perawatan kateter urine.
 Pastikan selang kateter dan kantung
urine terbebas dari lipatan.
 Pastikan kantung urine diletakkan di
bawah ketinggian kandung kemih dan
tidak dilantai.
 Lakukan perawatan perineal (perineal
hygiene) minimal 1 kali sehari.
 Kosongkan kantung urine jika
kantung urine telah terisi setengahnya
 Ganti kateter dan kantung urine
secara rutin sesuai protokol atau
sesuai indikasi
 Lepaskan kateter urine sesuai
kebutuhan.
 Jaga privasi selama melakukan
tindakan

17
Gangguan Eliminasi Urine Manajemen Eliminasi Urine
Eliminasi Urine (L.04034) (I.04152)
(D. 0040) Setelah dilakukan Tindakan :
Definisi : keadaan tindakan keperawatan  Identifikasi tanda dan gejala retensi
dimana seorang selama 3x24 jam atau inkontinensia urine
individu diharapkan pasien  Monitor eliminasi urine
mengalami atau mempunyai kriteria  Catat waktu-waktu dan haluaran
resiko hasil : berkemih
ketidakmampuan  Sensasi  Batasi asupan cairan
untuk berkemih. berkemih  Ajarkan tanda dan gejala infeksi
 Desakan saluran kemih
berkemih  Ajarkan mengukur asupan cairan
 Berkemih tidak dan haluaran cairan
tuntas  Ajarkan terapi modalitas penguatan
 Mengontrol otot – otot panggul/ berkemih
 Frekuensi  Anjurkan mengurangi minum
BAK menjelang tidur
 Kolaborasi pemberian obat
supositoria, jika perlu
Ansietas (D.0080) Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas (I.09314)
Definisi : kondisi (L.09093) Tindakan :
emosi dan Setelah dilakukan  Identifikasi saat tingkat ansietas
pengalaman tindakan keperawatan berubah
subyektif individu selama 3x24jam  Monitor tanda – tanda ansietas
terhadap objek diharapkan pasien  Ciptakan suasana terapeutik
yang tidak jelas mempunyai kriteria untuk menumbuhkan kepercayaan
dan spesifik hasil :  Pahami situasi yang
akibat antisipasi  Verbalisasi membuat ansietas
bahaya yang kebingungan  Gunakan pendekatan yang
memungkinkan  Perilaku tenang dan meyakinkan
individu gelisah  Jelaskan prosedur termasuk sensasi
melakukan  Frekuensi nadi yang dialami
tindakan untuk  Pola tidur  Anjurkan keluarga untuk tetap
menghadapi  Pola berkemih bersama pasien
ancaman.  Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
 Latih teknik relaksasi

18
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana

perawat melaksanakan rencana atau perencanaan yang sudah

dilaksanakan sebelumnya (Koizer et al., 2011). Tindakan keperawatan

adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat

untuk mengimplementasikan perencanaan keperawatan. Tindakan-

tindakan pada perencanaan keperawatan terdiri atas observasi,

terapeutik, edukasi dan kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP, 2018). Fase

pertama merupakan fase persiapan yang mencakup pengetahuan tentang

validasi rencana, implementasi rencana, persiapan pasien dan keluarga.

Fase kedua merupakan puncak implementasi keperawatan yang

berorientasi pada tujuan. Fase ketiga merupakan transmisi perawat dan

pasien setelah implementasi keperawatan selesai dilakukan.

5. Evaluasi

Evaluasi keperaatan terhadap gangguan kebutuhan eliminasi urine secara

umum dapat dinilai dari adanya kemampuan dalam :

a. Miksi dengan normal, ditunjukkan dengan kemampuan berkemih

sesuai dengan asupan cairan dan pasien mampu berkemih tanpa

menggunakan obat, kompresi pada kandung kemih atau kateter.

b. Mengosongkan kandung kemih, ditunjukkan dengan berkurangnya

distensi, volume urine residu, dan lancarnya kepatenan drainase

c. Mencegah infeksi/ bebas dari infeksi, ditunjukkan dengan tidak

adanya infeksi, tidak ditemukan adanya disuria, urgensi, frekuensi,

dan rasa terbakar

19
d. Mempertahankan integritas kulit, ditunjukkan dengan adanya perineal

kering tanpa inflamasi dan kulit di sekitar uterostomi kering.

e. Memberikan rasa nyaman, ditunjukkan dengan berkurangnya disuria,

tidak ditemukan adanya distensi kandung kemih dan adanya ekspresi

senang.

f. Melakukan bladder training, ditunjukkan dengan berkurangnya

frekuensi inkontinensia dan mampu berkemih di saat ingin berkemih.

20
DAFTAR PUSTAKA

Aziz Alimul Hidayat,. (2012). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Aplikasi

Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC.

Kozier, Erb, Berman, Snyder. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan

Edisi 7 Volume 2. Jakarta : EGC.

Mubarok, Chayatin. (2016). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. EGC: Jakarta

Tarwoto & Wartonah. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses

Keperawatan Edisi 4.Jakarta : Salemba Medika.

Tim pokja SDKI DPP PPNI 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesi:

devinisi dan indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Tim pokja SLKI DPP PPNI 2018 Standar Luaran Keperawatan Indonesia

Devinisi dan kriteria Hasil Keperawatan Jakarta Selatan DPP PPNI

Petter, perry 2010 Pundanental of Nursing 7tk Edition Jakarta, Salemba Medika.

Petter dan Perry. (2016). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4 Volume

2. Jakarta : EGC

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator

Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan

Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan

Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

21

You might also like