You are on page 1of 76
ell as al! BERSIH / SUCI SECARA DZHOHIR ( TAMPAK FISIK LUAR } Pa BERSIH / SUCI SECARA BATHIN ( HATI / JIWA ) jell BERSIH / SUCI DZHOHIR DAN BATHIN Sylaa]l erst / SUCI YANG BERASAL DARI ALLAH SWT Riwayat Ath-Thabarani dalam al-Mu‘jam al-Ausath, dari Muhammad bin Al Abbas, dari An Nadhr bin Hisyam, dari Ibrahim bin Hayyan Al Anshari, dari Syarik bin Abdullah, dari Mughirah bin Migsam, dari Ibrahim An Nakha’i, dari ‘Algamah, dari ibnu Mas'ud, katanya: nabi shallaliahu alaih wasallam bersabda : cla ol) 25 LL; Kebersihan menyeru kepada iman.” 9. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, (ASY - SYAMS } pais papi 103. ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan See Sa mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka, Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka, dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui, ( AT - TAUBAH ) [658] Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda [659] Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mercks. = 53, me ghd; ie els Debbi 4. dan pakaianmu bersihkanlah, 5. dan perbuatan dosa tinggalkanlah, (AIL-MUDATSIR ) vail 3 1 bald Gk Gh Si étoge Peo een f pre Stidat « 30. Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus Ose Y -W! pes! 4 5) kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah ell itu, tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui( 1168], (AR -RUM ) [1168] Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama taubid. kalau ada manusia tidak beragama taubid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama taubid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan PEMBAGIAN THOHARAH Secara umum menjadi dua macam pembagian yang besar, yaitu thaharah hakiki dan thaharah hukmi. 1, Thaharah Hakiki Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan kebersihan badan, pakain dan tempat shalat dari najis. Boleh dikatakan bahwa thaharah hakiki adalah terbebasnya se - seorang dari najis. Contoh + Seorang yang shalat dengan memakai pakaian yang ada noda darah atau air kencing, tidak sah shalatnya. Karena dia tidak terbebas dari ketidaksucian seeara hakiki. Thaharah hakiki bisa didapat dengan menghilangkan najis yang menempel, baik pada badan, pakaian atau tempat untuk melakukan ibadah ritual. 2. Thaharah Hukmi Sedangkan thaharah hukmi maksudnya adalah sucinya kita dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar (kondisi janabah). Thaharah secara hukmi tidak terlihat kotomya secara pisik. Bahkan boleh jadi secara pisik tidak ada kotoran pada diri kita, Namun tidak adanya kotoran yang menempel pada diri kita, belum tentu dipandang bersih secara hukum. Bersih secara hukum adalah kesucian secara ritual. Contoh : Seorang yang tertidur batal wudhu'-nya, boleh jadi secara pisik tidak ada kotoran yang menimpanya. Namun dia wajib berthaharah ulang dengan cara berwudhu' bila ingin melakukan ibadah ritual tertentu seperti shalat, thawaf dan innya. —-_Demikian pula dengan orang yang keluar mani. Meski dia telah meneuci maninya dengan bersih, lalu mengganti bajunya dengan yang baru, dia tetap belum dikatakan suei dari hadats besar hingga selesai dari mandi janabah. Jadi thaharah hukmi adalah kesueian secara ritual, dimana secara pisik memang tidak ada kotoran yang menempel, namun seolah-olab, dirinya tidak suci untuk melakukan ritual ibadah. Thaharah hukmi didapat dengan cara berwudhu' atau mandi janabah, FADHILAH ( KEUTAMAAN ) THAHARAH otasy! {bs 4'4hi Kesucian itu bagian dari Iman (HR. Muslim) CHES SAE aed gl siwerb gg te oe s * xe SAE sa slings ss 222. mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. oleh bab itu hendaklah kamu menjauhkan diri[ 137] dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci[138]. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al-Bagarah : 222). [137] Maksudaya menyetubuhi wanita di waktu haidh, [138] Ialah sesudah mandi, Adapula yang menafsirkan sesudah berhenti darah keluar, oe page Be te: hae oe ats og FUG 8 BIEL SG gp Se Le LS ol Quba), sejak hari pertama adalah Iebih patut kamu sholat di dalamnya. di dalamnya mesjid itu ada orang- 108, janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid i selama-lamanya, Sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesji orang yang ingin membersihkan diri, dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih. (QS. AT-Taubah : 108) Air Dan Pembagiannya Para ulama telah membagi air ini menjadi beberapa keadaan, terkail dengan hukumnya untuk digunakan untuk bersuci. Kebanyakan yang kita dapat di dalam kitab figh, mereka membaginya menjadi 4 macam, yaitu : 1. Air Mutlaq Air mutlag adalah keadaan air yang belum mengalami proses apapun. Air itu masih asli, dalam arti belum digunakan untuk bersuci, tidak tereampur benda suci atau pun benda najis. Air mutlag ini hukumnya suci dan sah untuk digunakan bersuci, yaitu untuk berwudhu’ dan mandi janabah. a. Air Hujan Re Wer prep ars 4] Sele a ee eT Vg 4 dct GT Ra ME velit iP cl Potted ie. PRONE BH cs peal Ue bids ks, 11. Gingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada- Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan mesmperteguh dengannya telapak kaki(mu)[598]. (AL—ANFAL ) [598] Memperteguh telapak kaki disini dapat juga diartikan dengan keteguhan hati dan keteguhan pen Shekit Lsiy | Ce 505 48. Dia lah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan ipl 42055 (4) ag al Loy rahmat-Nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang Amat bersih, (QS. Al-Furgan : 48) b. Salju dan Embun Ada hadits Rasulullah SAW yang menjelaskan tentang kedudukan salju, kesuciannya dan juga fungsinya sebagai media mensucian. Di dalam doa iftitah setiap shalat, salah satu versinya menyebutkan bahwa kita meminta kepada Allah SWT agar disucikan dari dosa dengan air, salju dan embun. Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda ketika ditanya bacaan apa yang diucapkannya antara takbir dan al-fatihah, beliau menjawab,"Aku membaca,"Ya Allah, Jauhkan aku dari kesalahn-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara Timur dan Barat. Ya Allah, sucikan aku dari kesalahan- kesalahanku sebagaimana pakaian dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan salju, air dan embun ". (HR. Bukhari 744, Muslim 597, Abu Daud 781 dan Nasai 60) ¢ Air Laut Para shahabat Rasulullah SAW tidak mengetahui hukum air laut itu, sehingga ketika ada dari mereka yang berlayar di tengah laut dan bekal air yang mereka bawa hanya cukup untuk keperluan minum, mereka berijtihad untuk berwudhu’ menggunakan air laut. Sesampainya kembali ke daratan, mereka langsung bertanya kepada Rasulullah SAW tentang hukum menggunakan air laut sebagai media untuk berwudhu’. Lalu Rasulullah SAW menjawab bahwa air laut itu suci dan bahkan bangkainya pun suci juga fs es NS 5 Ses I ie oh po A el Pe pele g tele ail gle dhl S05 UBS Je cle Reabl ely, a I shu Sagal Dari Abi Hurairah ra bahwa ada seorang bertanya kepada Rasulullah SAW, Ya Rasulullah, kami mengaruhi lautan dan hanya membawa sedikit air. Kalau kami gunakan untuk berwudhu, pastilah kami kehausan. Bolehkah kami berwudhu dengan air laut? Rasulullah SAW menjawab, (Laut) itu suci airnya dan halal bangkainya. (HR. Abu Daud 83, At-Tirmizi 79, lbnu Majah 386, An-Nasai 59, Malik 1/22) 2. D. Air Zam-zam iy he OA HPS eb a pam Gad S a Sx) Col Dari Ali bin Abi thalib ra bahwa Rasulullah SAW meminta se ember penuh air zam-zam. Beliau meminumnya dan juga menggunakannya untuk berwudhu’. (HR. Ahmad). m Air Sumur atau Mata Air Dalil tentang sucinya air sumur atau mata air adalah hadits tentang sumur Budha’ah yang terletak di kota Madinah Dari Abi Said Al-Khudhri ra berkata bahwa seorang bertanya,"Ya Rasulullah, Apakah kami boleh berwudhu’ dari sumur Budho'ah?, padahal sumur itu yang digunakan oleh wanita yang haidh, dibuang ke dalamnya daging anjing dan benda yang busuk. Rasulullah SAW menjawab,"Air itu suci dan tidak dinajiskan oleh sesuatu’. (HR, Abu Daud 66, At-Tirmizy 66, An-Nasai 325, Ahmad3/31-87, Al- Imam Asy-Syafi'i 35) 3. id Air Musta’mal Jenis yang kedua dari pembagian air adalah air yang telah digunakan untuk bersuci. Maksudnya adalah air yang menetes dari sisa bekas wudhu' di tubuh seseorang, atau sisa bekas air mandi janabah. Dimana air itu kemudian masuk lagi ke dalam penampungan. Para ulama seringkali menyebut air jenis ini air musta'mal. Air musta'mal berbeda dengan air bekas mencuci tangan, atau membasuh muka atau bekas digunakan untuk keperluan lain, selain untuk wudhu’ atau mandi janabah. Sehingga air bekas mandi biasa (bukan janabah), tidak disebut sebagai air musta‘mal. Dalam hal ini memang para ulama berbeda pendapat, apakah air musta'mal itu boleh digunakan lagi untuk berwudhu’ dan mandi janabah?. Perbedaan pendapat itu dipicu dari perbedaan nash dari Rasulullah SAW yang kita terima dari Rasulullah SAW. Beberapa nash hadits itu antara lain : 3A all etal (3st) jet ye iy guy JE JU ein gl 3 Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Jangan lah sekali-kali seorang kamu mandi di air yang diam dalam keadaan junwb. (HR. Mustim) ab bes of ag bel U cgal pes eta i det ole: ‘ger, - til oy a3 Leaks 345 WU Sg, di air yang diam tidak mengalr, kemuudian dia mandi ai dalam air itu.Riwayat Muslim, "Mandi “te "Jangan sekali-kali kamu vata dariair itu”. Dalam riwayat Abu Daud, "Janganlah mandi janabah di dalam air itu. (HR. Mustim) Dari seseorang yang menjadi shahabat nabi SAW berkata,”Rasululllah SAW melarang seorang wanita mandi janabah dengan air bekas mandi janabah laki-laki. Dan melarang laki-laki mandi janabah dengan air bekas mandi janabah perempuan. Hendaklah mereka masing-masing menciduk air. (HR. Abu Daud dan An-Nasa’i) Ge AN po BA fa IL 08 Dari tbnu Abbas ra bahwa Nabi SAW pernah mandi dengan air bekas Maimunah ra. (HR. Muslim) LAG Gh LR ad cg ® 28 ae en wey Riwayat Ashhabus sunan: "Bahwasanya Came Y kell yy: salah satu isteri Nabi telah mandi dalam satu ember kemudian datang Nabi dan mandi dari padanya lalu berkata isterinya, “saya tadi mandi janabat, maka jawab Nabi SAW.: “Sesungguh nya air tidak ikut berjanabat” d. Ulama Al-Hanafiyah Menurut mazhab ini bahwa yang menjadi musta’mal adalah air yang membasahi tubuh saja dan bukan air yang tersisa di dalam wadah. Air itu langsung memiliki hukum musta’mal saat dia menetes dari tubuh sebagai sisa wudhu’ atau mandi. Air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats (wudhu’ untuk shalat atau mandi wajib) atau untuk qurbah. Maksudnya untuk wudhu’ sunnah atau mandi sunnah. Sedangkan air yang di dalam wadah tidak menjadi musta’mal. Bagi mereka, air musta’mal hukumnya suci tapi tidak bisa mensucikan. Artinya air itu suci tidak najis, tapi tidak bisa digunakan lagi untuk wudhu’ atau mandi. d. Ulama Al-Malikiyaty Air musta’mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats baik wudhu’ atau mandi, Dan tidak dibedakan apakah wudhu" atau mandi itu wajib atau sunnah. Juga yang telah digunakan untuk menghilangkan khabats (barang najis) Dan sebagaimana Al-Hanafiyah, mereka pun mengatakan ‘bahwa yang musta’mal hanyalah air bekas wudhu atau mandi yang menetes dari tubuh seseorang. Namun yang membedakan adalah bahwa air musta’mal dalam pendapat mereka itu suci dan mensucikan. Artinya, bisa dan sah digunakan digunakan lagi untuk berwudhu" atau mandi sunnah selama ada air yang lainnya meski dengan karahah (kurang disukai). d. Ulama Asy-Syaftiyyah Air musta’mal dalam pengertian mereka adalah air sedikit yang telah digunakan untuk mengangkat hadats dalam fardhu taharah dari hadats. Air itu menjadi musta’mal apabila jumlahnya sedikit yang diciduk dengan niat untuk wudhu’ atau mandi meski untuk untuk mencuei tangan yang merupakan bagian dari sunnah wudhu’. Namun bila niatnya hanya untuk menciduknya yang tidak berkaitan dengan wudhu’, maka belum dianggap musta’mal. Termasuk dalam air musta’mal adalah air mandi baik mandinya orang yang masuk Islam atau mandinya mayit atau mandinya orang yang sembuh dari gila. Dan air itu baru di katakan musta’mal kalau sudah lepas atau menetes dari tubuh. Air musta’mal dalam mazhab ini hukumnya tidak bisa digunakan untuk berwudhu’ atau untuk mandi atau untuk mencuci najis. Karena statusnya suci tapi tidak mensucikan. @, Ulama Al-Hanabilah Air musta‘mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk bersuci dari hadats kecil (wudhu’) atau hadats besar (mandi) atau untuk menghilangkan najis pada pencucian yang terakhir dari 7 kali pencucian. Dan untuk itu air tidak mengalami perubahan baik warna, rasa maupun aromanya. Selain itu air bekas memandikan jenazah pun termasuk air musta’mal, Namun bila air itu digunakan untuk mencuei atau membasuh sesautu yang di luar kerangka ibadah, maka tidak dikatakan air musta’mal Seperti mencuci muka yang bukan dalam rangkaian ibadah ritual wudhu’. Atau mencuci tangan yang juga tidak ada kaitan dengan ritual ibadah wudhu’. Dan selama air itu sedang digunakan untuk berwudhu’ atau mandi, maka belum dikatakan musta’mal, Hukum musta’mal baru jatuh bila seseorang sudah selesai menggunakan air itu untuk wudhu’ atau mandi, lalu melakukan pekerjaan lainnya dan datang lagi untuk wudhu’ atau mandi lagi dengan air yang sama. Barulah saat itu dikatakan bahwa air itu musta’mal. Mazhab ini juga mengatakan bahwa bila ada sedikit tetesan air musta’mal yang jatuh ke dalam air yang jumlahnya kurang dari 2 c, maka tidak mengakibatkan air itu menjadi “tertular® ke-musta’mal-annya. Batasan Volume 2 Quilah Para ulama ketika membedakan air musta’mal dan bukan (ghairu) musta’ mal, membuat batas dengan ukuran volume air. Fungsinya sebagai batas minimal untuk bisa dikatakan suatu air menjadi musta’mal. Bila volume air itu telah melebihi volume minimal, maka air itu terbebas dari kemungkinan musta’mal. Itu berarti, air dalam jumlah tertentu, meski telah digunakan untuk wudhu atau mandi janabah, tidak terkena hukum sebagai air musta’mal. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW : Abdullah bin Umar ra. Mengatakan, “Rasulullah SAW telah bersabda: “Jika air itu telah mencapai dua qullah, tidak mengandung kotoran. Dalam lafadz lain:"tidak najis”. (HR Abu Dawud, Tirmidhi, Nasa‘i, |bnu Majah) Para ulama kontemporer kemudian mencoba mengukurnya dengan besaran zaman sekarang. Dan ternyata Dalam ukuran masa kini kira-kira sejumlah 270 liter. Jadi bila air dalam suatu wadah jumlahnya kurang dari 270 liter, lalu digunakan untuk berwudhu, mandi janabah atau kemasukan air yang sudah digunakan untuk berwudhu’, maka air itu dianggap sudah musta’mal. 3. Air Yang Tercampur Dengan Barang Yang Suci Jenis air yang tercampur dengan barang suci atau barang yang bukan najis. Hukumnya tetap suci. Seperti air yang tercampur dengan sabun, kapur barus, tepung dan lainnya. Selama nama air itu masih melekat padanya. Namun bila air telah keluar dari kriterianya sebagai air murni, air itu hukumnya suci namun tidak mensucikan. Tentang kapur barus, ada hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk memandikan mayat dengan menggunakannya. had tg. phony auto Shy ha. 2 ide Ja Gt ple it a) She be ASN hae og SSN) Sy A AS I La LO ak WG) Yjail 2b os UD Ad UT UE a ad te Ga a 9p ls rg JBLU BD hy algdas gill aul gay Upialigy Shdihy :4ahg) his Ale (ila Dari Ummi Athiyyah radhiyallahu ‘anha bahwa «gil LALA 3 938 A Ly at Ud, Rasulullah SAW bersabda,"Mandikanlah dia tiga kali, lima kali atau lebih banyak dari itu dengan air sidr (bidara) dan jadikanlah yang paling akhir air kapur barus (HR. Bukhari 1258, Muslim 939, Abu Daud 3142, Tirmidzi 990, An-Nasai 1880 dan ibnu Majah 1458). Sedangkan tentang air yang tercampur dengan tepung, ada hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Han’ (Ge 8 Bl op eg Ged Oe 8 i oo Ys | hy Se ad ay pkey ale he oe is Bi gt Ml gilte 06 ple yy Ou ce he eS pet ad SS ell Big md BO eB Hadits No. 412 ae ss Telah mengabarkan kepada kami [Muhammad bin Yahya bin Muhammad] dia berkata; Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Musa bin A'yan] dia berkata; Telah menceritakan kepada kami [Bapakku] dari [Abdul Malik bin Sulaiman] dari [‘Atha] dia berkata; Telah menceritakan kepadaku [Ummu Hani'] bahwa dia menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam_ saat Fathu (penaklukan) Makkah, dan beliau sedang mandi di baskom bekas adonan, sedangkan dia menutupinya dengan baju. fa (Ummu Hani) berkata, "Kemudian beliau shalat Dluha, dan aku tidak tahu berapa kali beliau shalat ketika selesai dari mandinya." (HR. Nasai 240) 4, Air Yang Tercampur Dengan Barang Yang Najis Air yang tercampur dengan benda najis itu bisa memilikidua kemungkinan hukum. Yaitu antara air itu berubah dan tidak berubah setelah tercampur benda yang najis. Kriteria perubahan terletak pada rasa, warna atau bau / aromanya. sabe gle ail glee ail J yey OH s4abe Oh) 4554) NB ALE cil Gyata'y cpa dal Dari Abu Umamah al-Bahili (r.a) bahawa Rasulullah (s.a.w) pernah bersabda: “ Sesungguhnya tidak ada sesuatu apa pun yang dapat membuat air itu menjadi najis kecuali dicemari oleh sesuatu yang menimbulkan perubahan pada bau, rasa, dan warnanya. ” (Disebut oleh Ibn Majah dan dinilai dha" oleh Abu Hatim) Menurut riwayat al-Baihaqi: “ Air itu suck dan menyucikan kecuali jika berubah bau, rasa, atau warnanya kerana dicemari najis. oP dated AES ali cant oy Ue te 2 Sosliy te an SS IASID BS ALB wh Bead fy Le Casati yl cd th be ts aby fe dh 25 0 LAG AIS BA) Cab Ge Aa os He EASY Sib ch oy phy 66. Hannad, Hasan bin Ali Khalal, dan dari jalur lain, mereka berkata, "Abu Usamah mencerita - kan kepada kami dari Walid bin Katsir, dari Muhammadbin Ka'ab, dari Ubaidillah bin Abdullah bin Rafi’ bin Khadij, dari Abu Said Al Khudri, dia berkata, "Rasulullah SAW ditanya, 'Wahai Rasulullah, apakah kami boleh wudhu dari sumur Budha'ah -yaitu sumur yang dibuang di dalamnya sisa - sisa haid, daging anjing, dan barang busuk-? Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya air itu suci, tidak dinajiskan oleh sesuatu'. Shahih:; Al Misykah (478) dan Shahih Abu Daud (59) Abu Isa berkata, "Hadits ini hasan." Abu Usamah menganggap hadits ini baik. Tidak ada seorangpun yang meriwayatkan hadits Abu Said tentang sumur Budha'ah yang lebih baik dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Usamah. Hadits ini diriwayatkan dari jalur Jain dari Abu Said. Dalam bab ini ada hadits dari Ibnu Abbas dan Aisyah. Hadis ini menceritakan kisah sumur Budha" ah , iaitu sumur yang menjadi tempat pembuangan kain-kain bekas mengelap darah haid, bangkai anjing, dan segala sesuatu yang berbau busuk. Makna yang dimaksudkan ai sini ialah masyarakat senantiasa membuang benda-benda ter - sebut dari belakang rumah mereka. Sampah ini kemudian dibawa oleh banjir dan hanyut hingga sampai ke sumur Budha“ah tersebut kerana sumur itu terletak di dataran yang rendah. Airnya banyak sehingga ia tidak tercemar oleh benda-benda kotor tersebut. ten sew oe gh Lda Y tidak ada sesuatu pun yang membuatnya menjadi najis selagi airnya tidak berubah, namun jika airnya berubah, maka ia menjadi najis berdasarkan ijmak. Ungkapan ini dinamakan ,am makhsus , sebab apabila air berubah, maka la sudah keluar dari pada batasan sebagai air yang suci dan tidak mempunyai sifat menyucikan lagi , As-Su’ru As-Su'ru adalah sisa yang tertinggal pada sebuah wadah air setelah seseorang atau hewan meminum nya. 1. Hukum Su’ru Manusia Manusia itu tidak najis, balk manusia itu laki-laki atau wanita. Termasuk juga wanita yang sedang mendapatkan haidh, nifas atau istihadhah. Juga orang yang sedang dalam keadaan junub karena mimpi, mengeluarkan mani atau sehabis melakukan hubungan seksual. Sebab pada dasarnya manusia itu suci. Dasar kesucian tubuh orang yang sedang junub atau haidh adalah hadits berikut ini : yal daa ol Sd Stl OE ge 3 Gane ly Gol 2s of ed i 3 Gad “Aku minum saat haid, kemudian aku memberikannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliav meletakkan bibir beliau di bekas tempat bibirku (saat minum dari gelas tersebut), lalu meneguk airnya (meminumnya). Aku Guga) pernah menghirap kwah masakan saat sedang haid, lalu kuberikan wadahnya kepada Nabi shallallaiu ‘alaihi wa sallam . Beliau melewakken bibir beliau di bekas tempat ak meletakkan bibirku,” (HR. Muslim no. 680) Begitu juga hukumnya orang kafir, sisa minumnya itu tetap suci dan tidak merupakan najis. Sebab tubuh orang kafir itu tetap suci meski dia tidak beriman kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW, Kalau pun ada ungkapan bahwa orang kafir itu najis, maka yang dimaksud dengan najis adalah secara maknawi, bukan secara zhahir atau jasadi. Sering kali orang salah mengerti dalam memahami ayat Al-Quran Al-Karim berikut ini : t.. it trea pple 5) UST og cel Ls Si Bk SAT igs ll 28. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis{634], Maka janganlah mereka mendekati Masjidil haram[635] sesudah tahun ini[636]. dan jika kamu khawatir menjadi miskin[637], Maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendal Bijaksana. ( AT - TAUBAH ) Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha [634] Maksudnya: jiwa musyrikin itu dianggap kotor, karena menyckutukan Allsh.[635] Maksudnya: tidak dibenarkan mengerjakan haji dan umrah, menurut Pendapat sebagian mufassirin yang Iain, ialab kaum musyrikin itu tidak boleh masuk daerah Haram baik untuk keperluan haji dan umrah atau untuk keperluan yang lain,(636] Maksudnya setelah tahun 9 Efijrab [637] Karena tidak membenarkan orang musyrikin mengerjakan haji dan umrah, Karena pencaharian orang- orang Muslim boleh Jadi berkurang. ie 8 Gall Se OM (gpI Ge Ge UT Gall gil anh BL lay ale A nal Siecle Ug atc alll (a) oD 18 ob gill AM Lye play CEN ay gl Gal 18 gd Cay NS) hs ke Gd pall st ale A) a alll Uy held ose sor ayes - # + Er sae no “ye Ula (bel din Gey OS) il ekg ley Ad ye Call sUbe fi atte alll Sp) OS UI bel Co elt Ghd DIG, Crag Eg UE i aia ok el ile 25.2/2181. Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhriy berkata, telah menceritakan kepadaku Anas bin Malik radliallahu ‘anhu bahwa kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam disiapkan susu hasil perasan kambing peliharaan yang ada di rumah Anas bin Malik dan susu tersebut dicampur dengan air sumur yang ada di rumah Anas, lalu disuguhkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam segelas minuman tersebut, lalu Beliau meminumnya hingga ketika Beliau sudah melepas gelas tersebut dari mulut Beliau, sementara di samping kiri Beliau ada Abu Bakar sedangkan di as sebelah kanannya ada seorang Baduy, maka 'Umar berkata dalam keadaan khawatir kalau- kalau gelas tersebut diberikan kepada orang Baduy tersebut: Berikanlah kepada Abu Bakar wahai Rasulullah yang ada disamping anda. Namun Beliau memberikannya kepada orang Baduy yang berada di samping kanan Beliau itu seraya bersabda: Hendaknya minuman diperuntukkan ke sebelah kanan dan ke kanan seterusnya (AL- BUKHOR! } 2. Hukum Su’ru Hewan Hukum su’ru hewan atau air yang telah kemasukkan moncong hewan, sangat tergantung dari hukum hewan itu, apakah hewan itu najis atau tidak. Para ulama lantas membedakannya a. Su’ru Hewan Yang Halal Dagingnya Bila hewan itu halal dagingnya maka su’ru nya pun halal juga atau tidak menjadikan najis. Sebab ludahnya timbul dari dagingnya yang halal. Maka hukumnya mengikuti hukum daging nya. b. Su'ru Anjing dan Babi Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda ,"Sucinya wadah kalian yang dimasuki mulut anjing adalah dengan mencucinya 7 kali’. Dan menurut riwayat Ahmad dan Muslim disebutkan Salah satunya dengan tanah". (HR. Muslim 279, 91, Ahmad 2/427) Be Silk HY ote Si 173, Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika di sembelih) disebut (nama) selain Allah[ 108]. tetapi Barang siapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (AL -BAQARAH ) [108] Haram juga menurut ayat ini daging yang berasal dari sembelihan yang menyebut naina Allah tetapi disebut pula nama selain Allah. 3. diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya[395], dan (diharam kan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharam kan juga) mengundi nasib dengan anak panah[396}, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini [397] orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu, Maka barang siapa terpaksa[398] karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (ALI IMRAN ) [394] alah: darah yang keluar dari mbuh, sebagaimana tersebut dalam surat Al An-aam ayat 145. 395] Maksudnya lalah: binatang yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas adalah halal kalau sempat disembelih sebelum mati. [396] Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. orang Arab Jahiliyah menggunakan anak panah yang belum pakai bulu untuk menentukan Apakah mereka akan melakukan suatu perbualan atau tidak. Caranya lalah; mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu, setelah ditulis masing-masing Yaitu dengan: lakukanlah, jangan lakukan, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka’bah. bila mereka hendak melakukan sesuatw Maka mereka meminta supaya juru kunei ka'bah_mengambil sebuah anak panah itu, Terserahlah nanti Apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, Maka undian diulang sekali lagi [397] Yang dimaksud dengan hari Talah: masa, Yaitu: masa haji wada’, haji terakhir yang, dilakukan oleh Nabi Muhammad s.a.w. [398] Maksudaya: dibolehkan memakan makanan yang diharamkan oleh ayat ini jika terpaksa Be ghiS USGS SS of Vi tah noth Ue US Gl) aaa Sf ga ‘jel sagf * 3 ty ES aps hati 145. Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepada G59 Ku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam Keadaan ter - paksa, nya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (AL - ANAM ) edang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguh - c. Sw'ne Kucing bP Gbe A Sy tel ogy Rasulullah SAW bersabda,"Kucing itu tidak najis, sebab kucing itu we rents termasuk yang berkeliaran di tengah kita". (IR. Abu Daud 75, At- Tirmizy 92, An-Nasai 68, Tbnu Majah 367, Ahmad 5/303) Imam Abu Hanifah juga sependapat bahwa kucing yang baru saja memakan tikus, maka su'runya najis. Sedangkan bila tidak langsung atau ada jeda waktu tertentu, maka tidak n: Hal ini sesuai dengan hukum su’ru manusia yang baru saja meminum khamar, maka ludahnya saat itu menjadi najis. Para Fugaha’ besar berbeda pendapat dalam masalah hukum su’ru hewan. Diantaranya adalah a. Imam Abu Hanifah : Pendapat beliau terhadap masalah su'ru hewan ini terbagi menjadi empat besar sesuai dengan jenis hewan tersebut. = Al-imam Malik Sebaliknya, Al-Imam Malik justru mengatakan bahwa hukum su'ru semua jenis hewan itu halal. Tidak pandang apakah hewan itu najis atau tidak. Sebab beliau berpendapat bahwa untuk menajiskan su‘ru itu harus ada dalil yang kuat dan sharih, tidak bisa sekedar mengikuti dagingnya yang bila dagingnya halal lalu ludahnya ikut halal atau bila dagingnya haram ludahnya ikut haram. c. Al-imam Asy-Syofi't Beliau berpendapat bahwa semua jenis su’ru hewan itu halal, kecuali hanya su'ru anjing dan babi saja yang haram. Dalil yang digunakan oleh mazhab beliau adalah bahwa pada dasarnya Islam tidak memberatkan para pemeluknya. Kecuali bila benar-benar sharih dan kuat dalilnya berdasarkan Al-Quran Al-Karlem dan sunnah. Sebab Allah SWT telah berfirman ig Sos Se Wag Uso OKs hs Be Grell! (San * Sl oS sky je Ab eck AGT ig Sule ial “Lui Je ak, 78. dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar- By nalll a5 benamya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim, Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu[993}, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka dirikanlah sembahyang, tnaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong. (AL HAJJ) Geel eas oss —» DAT 1 BENDA NAJIS ws —> SIFAT NAJIS . Najis Hakiki dan Hukmi Najis hakiki adalah najis yang selama ini kita pahami, yaitu najis yang berbentuk benda yang hukumnya najis. Misalnya darah, kencing, tahi (kotoran manusia), daging babi. Najis hukmi itu maksudnya adalah hadats yang dialami oleh seseorang. Misalnya, seorang yang tidak punya air wudhu itu sering disebut dengan dalam keadaan hadats kecil. Dan orang yang dalam keadaan haidh, nifas atau keluar mani serta setelah berhubungan suami istri, disebut dia berhadats besar. Pr Nojis Berat dan Ringan Ada najis yang dibedakan berdasarkan tingkat kesulitan utnuk menghilangkan atau men - sucikannya. Maka disebut najis berat dan najis ringan. Najis berat seperti daging babi. Tetapi ada juga najis yang ringan seperti air kencing bayi laki-laki yang belum makan apa-apa kecuali air susu ibunya. Dan diantara keduanya, ada najis sedang. Dalam mazhab Asy-Syafi‘iyah, najis berat itu hanya bisa dihilangkan dengan mencucinya sebanyak tujuh kali dan salah satunya dengan tanah. Sedangkan najis yang ringan bisa di - hilangkan dengan memercikkan air ke tempat yang terkena najis. Sedangkan najis yang sedang , bisa dihilangkan dengan mencucinya dengan air hingga hilang rasa, warna dan aromanya. 2, Benda Yang Kenajisannya Disepakati Ulama a. aging Babi Sudah di jelaskan di atas ( sebelumnya ) b. Darah pe Sipes Bele i aya gid Salty pedi galsps aT Leal oy Qe iia if 2 (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembeli ana menyebut nama 115. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu selain Allah; tetapi Barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak Menganiaya dan tidak pula melampaui batas, Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, (AN = NAHL ) Darah yang di kecualian oleh para ulama adalah Darah yang keluar dari seorang yang mati syahid, karena dalam Hadist bahwa orang yang mati syahid tidak perlu dimandikan. ¢. Air Kencing Manusia, Muntah dan xororonye Bi se A pal Jd wow SA Bolas! oly — das fy alle ua oly leis aif ide Dari Ummi Qais ra bahwa dia datang kepada Rasulullah ci dengan membawa anak laki- lakinya yang belum bisa makan. Bayi itu lalu kencing lalu Rasulullah SAW meminta diambilkan air dan beliau memercikkannya tanpa mencucinya’. (HR. Bukhari 223 dan Muslim 287) is ea god Og A JBy seals setoly) SE ab Candas its 1: 3 Dari Ali bin Abi Thalib ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, Kencing bayilaki Ga See: -laki itu cukup dengan memercikkanya saja. Sedangkan kencing bayi wanita harus dicuc|”. Qatadah berkata,"Dan ini bila belum makan apa-apa, tapi bila sudah makan makanan, maka harus dicuci". (HR. Tirmizi) igh di te Shy An FG Be of ote av Gta “nis Ms Bae YT u- sts oc, (35h ee ih ot of es Dipl 2 tall be ual = BF eG ape Gon Me 8 oF of Lol App dol Aj bp his Cys Sh ps es Chit os pins ale al he a deeget sel ie Jl GI Bii hs hina 3 oy Gai Abu Ubaidah bin Abu Safar menceritakan kepada kami —dia adalah .6e gi) I Gatco Ahmad bin Abdullah Al Hamdani Al Kufi— Isaq bin manshur menceritakan kepada kami, Abu Ubaidah menceritakan kepada kami. Ishaq berkata, "Abdus-Shamad bin Abdul Warits menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepadaku dari Husain Al Mu'alim, dari Yahya bin Abu Katsir. ia berkata, ‘Abdiirrahman bin Amr Al Auza'i menceritakan kepadaku dari Yatisy bin Al Walid Al Makhzumi, dari ayahnya, dari Ma'dan bin Abu Thalhah, dari Abu Darda*, dia berkata, "Rasulullah SAW muntah lalu beliau berbuka dan berwudhu." Aku bertemu dengan Tsauban di masjid Damaskus, lalu aku memberitahukan hal itu kepadanya. Kemudian ia berkata, "Benar, aku yang menuangkan air wudhu kepada beliau." (Sunan At~tin zi ) Jumhur ulama: hanafiyah, Syafiiyah, dan Hambali berpendapat bahwa muntah hukumnya najis. Sementara malikiyah berpendapat bahwa muntah dihukumi najis jika telah berubah, tidak lagi seperti makanan. d. Nanah Nanah adalah najis dan bila seseorang terkena manah, harus dicuci bekas nanahnya sebelum boleh untuk melakukan ibadah. nanah merupakan turunan dari darah. Kaidah dalam masalah Hukum turunan itu sama seperti hukum asalnya. 413| aSs aah & oall e. Madei dan Wadi Madazi adalah cairan bening yang keluar akibat percumbuan atau hayalan, keluar dari kemaluan laki-laki biasa. Madzi itu bening dan biasa keluar sesaat sebelum mani keluar. Dan keluarnya tidak deras atau tidak memancar, Madzi berbeda dengan mani yaitu bahwa keluar nya mani diiringi dengan lazzah atau kenikmatan (ejakulasi), sedangkan madzi tidak. Wadi adalah cairan yang kental berwarna putih yang keluar akibat efek dari air kencing. BE SSI NS A Sk) ES 6 Se a go Ue JN TSS VL ale sb as OF ib b Ley; 555 6 ich et 6 1B ai 9 ps gis by se i ai (56 HEU YU eyiey 206. Dari Ali bin Abi Thalib RA, dia berkata, “Aku seorang yang sering keluar madzi, maka aku selalu mandi, sehingga punggungku terasa mau pecah, Karena itu, hal tersebut aku sampaikan kepada Nabi SAW. Maka Rasulullah SAW bersabda, ‘Jangan lakukan, apabila kamu melihat ada madzi, maka cucilah kemaiuanmu, kemudian berwudhulah seperti kamu berwudhu untuk mengerjakan shalat. Apabila kamu mengeluarkan air mani, maka hendaktah mandi.’ (Shahih: Muttafag Alaib), namun tidak termasuk redaksi “Faidzaa fadhakhta... (apabila kamu kefuar mani)”. to ES he hy, Mes i oS of fe 48) OLS an be oi le LG web ys Se oF anal ty GSS ait Se oo GU by ’ A - tee * ee CA FOB UST te atu os EE oh OS 6 210. Dari Sahal bin Hunaif, dia berkata, “Aku selalu keluar madzi, Bae f karena itu aku selalu mandi, Maka aku bertanya kepada Rasulullah SAW ~*t42 tentang hal tersebut."” Beliau SAW menjawab, “Sesungguhnya cukup bagimu berwudhu.” Aku berkata, “Wahai Rasulullah SAW, bagaimanakah dengan madzi yang mengenai pakaianku?” Beliau bersabda “Cukuplah kamu ambil air sepenuh telapak tanganmu, lalu kamu percikkan pada bagian pakaian yang kamu ketahui terkena madzi,” (Hasan) (HR. Abu Daud ) f. Bangkai Hewan Hewan yang mati menjadi bangkai hukumnya najis, sehingga badan, pakaian atau tempat shalat yang terkena bangkal hewan harus disucikan. Untuk mensucikannya bisa dilakukan dengan mencucinya dengan air hingga hilang bau, warna dan rasanya. Dalam Al-Quran Al-Kariem Allah SWT berfirman tentang hukum bangkai Ya EU ab abl ts BT pi) hal Gg tll p55 pally TT pee oS Ly 173. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang, yang (ketika di sembelih) disebut (nama) selain Allah[ 108). tetapi Barang siapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( AL -BAQARAH ) g. Potongan Tubuh Dari Hewan Yang Masih Hidup Anggota tubuh hewan yang terlepas atau terpotong dari tubuhnya termasuk benda najis dan haram hukumnya untuk dimakan. CBS NG ct ¥ a ata Mi ate 77 ahs ta. A ihe I SG ye oh BG ef opbis, Jn DF ote hy ach a 8 98 26 oth Fe gh A Cady Gad 0 2 ga 1480, Muhammad bin Abdul A'la Ash-Shan'ani menceritakan kepada kami, Salamah bin Raja* menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman bin Abdullah bin Dinar menceritakan ke - pada kami dari Zaid bin Aslam, dari Atha’ bin Yasar, dari Abu Wagqid Al-Laitsi, ia berkata, “Pada saat Rasulullah SAW datang ke Madinah, penduduk Madinah biasa mengiris punuk unta hidup dan memotong ekor kambing hidup. Maka Rasulullah SAW bersabda, ‘Apa yang dipotong dari tubuh binatang yang masih hidup adalah sama dengan bangka''.” Shahih: fbnu Majah (3216). Benda Yang Kenajisannya Tidak Disepakati Ulama Anjing Para ulama mengatakan bahwa seluruh tubuh anjing merupakan hewan najis berat (mughallazhah). Namun ada juga pendapat sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa najis anjing itu hanya air liurnya dan mulutnya saja. Lake dL ails 28051 Uy 2 Gish Gyo 15) DE ai J gta IEA gal Ge Dari Abi Hurairah radhiyallahuanhu bohw Rasulullah SAW bersabda “Bila anjing minum dari wadah air milikmu harus dicuci tujuh kali. (HR. Bukhari dan Muslim). faleyeiky NR i oi pal aa Rake) wl Get sail 55h) OH ie oh 5 AY SoU dg UK gM 8 Y Bahwa Rasululah SAW diundang masuk ke rumah salah seorang kaum dan beliau mendatangi Auk undangan itu. Di kala lainya kaum yang lain mengundangnya dan beliau tidak mendatanginya. Ketika ditanyakan kepada beliau apa sebabnya beliau tidak mendatangi undangan yang kedua beliqu bersabda"Di rumah yang kedua ada anjing sedangkan di rumah yang pertama hanya ada kucing. Dan kucing itu itu tidak najis". (HR. Al-Hakim dan Ad-Daruquthuny). 1, Mazhab Al-Hanafiyah Para ulama mazhab Al-Hanafiyah umumnya berpendapat bahwa tubuh anjing yang masih hidup itu bukan merupakan najis ‘ain, Yang najis dari anjing hanyalah air liur mulut dan kotorannya saja + Al-Kasani (w. 587), salah satu dari ulama mazhab Al-Hanafiyah menuliskan dalam kitabnya, Bada" Ash-Shanai’ sebagai berikut : (hog gag coy cuitgsll pla ha Ss laa al) OB bas Dan yang mengatokon bahwa (aning) itu tidak termasuk najis = Ma) Gyaeall $4 ain, maka mereka menjadikannya seperti semua hewan lainnya kecual babi. Dan inilah yong shahih dari pendapat komi. Ibnu Abdin (w. 1252 H) juga dari mazhab Al-Hanafiyah di dalam kitabnya, Radd Al- Muhtar ‘ala Ad-Dur Al-Mukhtac, atau yang juga lebih dikenal dengan nama Hasyiyatu Ibu Abdin, menuliskan sebagai berikut : CBG WS pbs Vj hej aed dat Alt Uh adel Gen Cis gal Be 5 AU) tt jsalt Se oS Set sl jell al caitly & ees BS iC 5 Anjing bukan termasuk najis ‘ain, kenajisannya karena daging don darahnya yang belum menjadi najis ketika masih hidup selama ada dalam tubuhnya. Kenajisannya sebagaimana najis yang ada dalam perut orang yang shalat. Hukum anjing sebagai hukum hewan Jainnya. [Dan itulah fatwanya], itulah yang shahih dan lebih dekat pada kebenaran. 2. Mazhab Al-Malikiyah Al-Mazhab Al-Malikiyah juga mengatakan bahwa badan anjing itu tidak najis kecuali hanya air liurnya saja. Bila air liur anjing jatuh masuk ke dalam wadah air, maka wajiblah dicuci tujuh kali sebagai bentuk ritual pensuciannya. + Ibn Abdil Barr An-Namiri (w. 463 H) salah satu ulama dari mazhab Al-Malikiyah menuliskan dalam kitabnya, Al-Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah, sebagai berikut : plb aa} ISI 58 elle Gndey Dan pendapat mazhab Malik tentang anjing adalah bahwa anjing itu suci. + Ibnu Juzai Al-Kalbi (w. 741 H) di dalam kitab Al-Qawanin Al-Fighiyah juga menuliskan hal yang sejalan bahwa semua hewan yang masih hidup termasuk anjing hukumnya suci. VGls lb gS OK od ylgasll Ll; Sedangkan semua hewan yang hidup maka hukumnya suci secara mutlak. 3, Mazhab Asy-Syafi'iyah Para ulama di dalam mazhab Asy-Syafi'iyah sepakat mengatakan bahwa bukan hanya air liurnya saja yang najis, tetapi seluruh tubuh anjing itu hukumnya najis berat. + Al-Mawardi (w. 450 H) yang bisa jadi representasi dari mazhab Asy-Syafiiyah menuliskan dalam kitabnya, Al-Hawi Al-Kabir fi Fighi Al-Imam Asy-Syafi’ sbagai berikut : SY) falh al gi gall Gf rb NFS Se Ge Dp tag path eG Os ye Tpit; Semua hewan itu hukumnya suci kecuali lima jenis, yaitu anjing, babi, anak perkawinan anjing dan babi, anak perkawinan anjing dengan hewan suci, anak perkawinan babi dengan hewan suci. + Al-lmam An-Nawawi (w. 676 H) yang juga merupakan pemuka mazhab Asy-Syafi'iyah di dalam kitabnya, Raudhatu Ath-Thalibin wa Umdatu Al-Muftiyyin juga menetapkan kenajisan anjing. jan seh 3. U8 Le oy 5ially cule Y} dats Gu gall Ul; Adapun hewan-hewan semuanya suci kecuali anjing, babi dan yang Iahir dari salah satunya. 4, Mazhab Al-Hanabilah Dalam masalah kenajisan tubuh hewan, umumnya para ulama di dalam mazhab Al-Hanabilah punya pendapat yang sejalan dengan pendapat para ulama mazhab Asy-Syafi‘iyah, yaitu bahwa tubuh anjing yang masih hidup itu najis. Ibnu Qudamah (w. 620H) dari kalangan mazhab Al-Hanabilah di dalam salah satu kitabnya, Al- Kafi fi Fighi Al-imam Ahmad menuliskan hewan itu ada tiga macam. Pertama adalah hewan suci, kedua hewan najis dan ketiga hewan yang para ulama berikhtilaf atas kenajisannya. Pada saat menyebutkan hewan yang najis, beliau memulainya dengan anjing. So yp anh Logis 15 Lay p35 ANNs NSM 25 5 ead SL pil lel eos Jenis kedua adalah hewan najis, yaitu anjing, babi dan yang lahir dari hasil perkawinannya. Semua bagian tubuhaya najis. Syamsuddin Abul Farraj Ibu Qudamah (w. 682 H) menuliskan dalam kitab Asy-Syarhul Kabir ‘ala Matnil Mugni' sebagai berikut ake sii Linge og Ley ply IS Cl od el ay dia cod Le S85 he 0 yjuy Dan tidak ada perbedaan pendapat dalam mazhab (Hanbali) atas najisnya anjing dan babi serta hewan yang Iahir dari keduanyo. Bahwa semuanya najis ain, termasuk liur, keringat dan gpa-apa yang keluar dari tubuhnya, Najis-najis Yang Dimaafkan Madzhab Hanafi Abu Ja’far At-Thahawi dari Hanafiah mengatakan: Hd i bial fag all i eh gi pol gk La td LS Maly ADLio oped al cpa all oh ge AS Kudaill ye yal oe gpa Le Dan apabila pada pakaian orang yang shalat ada darah atau nanah atau muntah atau kotoran besar atau kencing, atau yang serupa dengan itu dori benda-benda yang najis lebih besar dari koin dirham: maka tidak diperbolehkan (haram) dia mengerjakan shalat (imam AL Jishoh Al hanafi. Syarhu Mukhtasor At Thahawi. 2/32 ) Kemudian dijelaskan rinci dalam madzhab ini, ukuran najis yang masih dimaafkan adalah. a jenis najisnya adalah najis mughalladzah yang kering maka yang ditolerir adalah sebesar uang satu dirham, bila ditimbang beratnya adalah sekitar 2,975 gram (Lihat: Al mausu’ah al fighiyyah al kuwaitiyyah. 32/344. Lihat juga: al fighu al islamiy wa adillatuhu. 1/322 (ada pula yang mengatakan 1 dirham adalah seberat 3,17 gm untuk najis yang kering} Lalu, untuk najis yang basah tidak boleh lebih dari satu genggam tangan. Adapun dalil yang mereka pakai adalah perkataan Umar RA: ade LS yp S ie Sell Sige a Y eg i pl cls 1) LYS gL GL S ep ibs Apabila benda najis itu seukuran dengan kuku tanganku, maka tidak menjadi penghalang untuk melakukan shalat hingga metebihi dari ukurannya, dan sesungguhnya kuku Umar hampir seukuran dengan telapak tangan kami (Majduddin Abul Fad! AL Musili Al hanafi. Al-tkhtiyar Ir tail Mukhtar. 1/31.) Jika jenis najisnya adalah najis ringan atau mukhaffafah, dan sampai kepada seperempat pakaian maka dilarang seseorang shalat menggunakan pakaian tersebut. Dalam kitab Al- Ikhtiyar li ta’lilil Mukhtar dikatakan: *) ee) east > 4 iy pt aly gi aga! gp a Ny Dan yang terlarang dari najis yang ringan adalah yang sampai seperempat pakaian (ibid } Ini bermakna bahwea jika najis ringan tersebut kurang dari seperempat pakalan maka masih boleh melanjutkan shalat, sementara jika sudah sampai kepada seperempat sudah masuk kepada larangan. Namun meskipun batas minimal tersebut ditolerir untuk mendirikan shalat, dalam Madzhab ini mengenakan pakaian tersebut untuk shalat dihukumi Makruh yang mendekati haram ( Makruh Tabrim ). Maka harus diusahakan untuk dibersihkan terlebih dahulu atau menggantinya dengan yang pakaian yang suci, Madzhab Maliki Dikatakan dalam madzhab ini: Fads oh gi Layne of Lad gf Las Cais pl gus clea pa yall ja Suda Qe (iy Dimaafkan dari najis dengan ukuran dirham baghli, sama hainya nojis itu es! berupa darah, atau muntah, atau nanah, atau najis lainnya ( Al hajah Kaukab Abid. Fighul Ibadat ala-madzhabi al-Maliki. 135 ) Ghee yp Sts Ube ag) Li tal ae Wa al ol ally al ye gl ill Dan yang dimaksud dengan dirham yakni dirham bighali yang dimaksud oleh imam Malik, bagian yang ada di telapak kaki keledai (Al Hithab Ar Ruainiy. Mawahibul jalil fi Syarhi Mukhtashar al Khalil, 1/247) Disimpulkan dari redaksi di atas bahwa ukuran najis yang masih dimaafkan adalah yang seukuran titik hitam pada telapak kaki keledai dan bila melebihi ukuran tersebut sudah dikaramkan untuk mengenakannya saat shalat. Namun dalam keterangan lebih rinci, bahwa dalam madzhab ini yang ditolerir hanyalah najis berupa darah, nanah, muntahan, dan sejenisnya. ( al fighu al islamiy wa adillatuhu. 1/323 ) Dalam madzhab ini juga dimaafkan segala jenis najis yang susah dihindari ketika menuju shalat dan mulai memasuki masjid. Ibnu Rusyd dari Malikiyah, dalam kitabnya bidayatul mujtahid wa nihayatul mugtashid menekankan bahwa sedikit atau banyaknya najis hukumnya adalah sama, kecuali darah dan sejenisnya ( tbnu Rusyd. Bidayatul Mujtahid We Nihayatul Mugtashid. 1/88 ) Madzhab Syafi’i Golongan madzhab ini sedikit lebih ketat daripada yang lain, secara garis besar tidak ada najis yang dimaafkan menurut mereka kecuali najis yang memang tidak bisa diindera oleh penglihatan normal kita, maka dikatakan: 48 gd siaay) aid abil ated 4. Jp de Qied tadll ds YY LL; Adapun apa-opa yang tidak terlihat oleh penglihatan maka dimaafkan meskipun itu adalah najis yang mughalladzah karena hal tersebut susah dihindari.{ Khatib Asy-Syarbini. Al-iqna’ fi Hilfi alfadzi Abi Syuja’. 1/91) be U8 8) a Y Gibb ds fyb Apa-apa yang tidak terlihat maka tidak menajiskan meskipun itu mughalladzah. ( \bnu hajar Al Haitami. Tuhfatul Muhtoj. 2/135 ) Ditegaskan oleh imam Ibnu hajar Al haitami Selebihnya, pada darah, nanah, darah bisul, kudis, darah pencetan jerawat, bekas darah bekam, dan darah binatang yang tidak mengalir dimaafkan pada kadar yang sedikit. Dan sedikitnya itu dikembalikan kepada adat yang berlaku di masyarakat. (el fighwal islomiy wo adillatuhu. 1/326 } Tanah yang diragukan apakah telah terkena najis mughalladzah atau tidak, maka dihukumi sebagaiamana hukum asalnya, yakni suci dan bisa digunakan untuk shalat. Dalil yang diguna - kan madzhab ini adalah keumuman redaksi dalil dalam Quran tentang kemudahan bagi umat Islam. Dan kemudahan itu diraih dengan kapasitas kemampuan maksimal. Madzhab Hanbali Dalam madzhab ini justru tidak ada maaf sama sekali, sedikit dan banyaknya dianggap sama Dikatakan dalam madzhab ini: C43 ki So Al gly dita yaa be tt V5 Dan tidak dimaafkan dari najis yang sedikit meskipun tidak diketahut oleh Indera (bu Hasan bin Idris AL Bahuti. Kasyoful Qina’ ‘am mutunil Iqna’. 1/190 ) Madzhab ini berdalil dengan keumuman dalil: {Sebi oh 3} Dan pakaianmu maka sucikanlah (QS Al-Mudatsir: 4) Namun, darah dan sejenisnya serta muntahan yang sedikit maka dimaafkan selama tidak bercampur dengan cairan, minuman, atau makanan, seperti halnya pendapat para imam yang lain, Maka orang yang shalat dengan pakaian berdarah yang sedikit, dan itu hanya setitik masih dimaafkan oleh madzhab ini. Ditolerir pula dalam madzhab ini percikan sedikit dari kencing orang yang menderita beser karena tingkat kesulitan yang dialaminya.( Lihat: al fighu of islamiy wa adillatuhu. 1/330 ) Antara Adab dan Hukum Berbicara tentang hukum, tentu kisarannya adalah halal atau haram, sah dan tidak sah, Namun agama tidak cukup dipandang dari sudut itu saja, kadang kita perlu menggabungkanya dengan adab dalam beribadah, Kadang ada hal yang sah saja secara syariat untuk kita lakukan, namun tidak etis dipandang. Kaitannya dengan pemaparan ijtihad para ulama madzhab di atas, adalah selama kita mampu untuk beribadah dengan keadaan yang baik secara maksimal kenapa tidak? Jika dalam perjalanan bisa membawa pakaian ganti yang khusus untuk shalat maka hal itu tentu menjadi pilihan terbaik bagi kita. Itulah kenapa sekalipun hal di atas masih ditolerir, namun masih ada yang menghukuminya makruh

You might also like