ell as
al! BERSIH / SUCI SECARA DZHOHIR ( TAMPAK FISIK LUAR }
Pa BERSIH / SUCI SECARA BATHIN ( HATI / JIWA )
jell BERSIH / SUCI DZHOHIR DAN BATHIN
Sylaa]l erst / SUCI YANG BERASAL DARI ALLAH SWT
Riwayat Ath-Thabarani dalam al-Mu‘jam al-Ausath, dari Muhammad bin Al Abbas, dari
An Nadhr bin Hisyam, dari Ibrahim bin Hayyan Al Anshari, dari Syarik bin Abdullah, dari
Mughirah bin Migsam, dari Ibrahim An Nakha’i, dari ‘Algamah, dari ibnu Mas'ud,
katanya: nabi shallaliahu alaih wasallam bersabda :
cla ol) 25 LL;
Kebersihan menyeru kepada iman.”
9. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, (ASY - SYAMS }
pais papi
103. ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan
See Sa
mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka, Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka, dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui, ( AT -
TAUBAH )
[658] Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta
benda [659] Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan
memperkembangkan harta benda mercks.
= 53, me ghd;
ie els Debbi
4. dan pakaianmu bersihkanlah, 5. dan perbuatan dosa tinggalkanlah, (AIL-MUDATSIR )
vail 3
1 bald Gk Gh Si étoge
Peo een f
pre Stidat «
30. Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus Ose Y -W! pes! 4 5)
kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah
ell
itu, tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui( 1168], (AR -RUM )[1168] Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu
agama taubid. kalau ada manusia tidak beragama taubid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama
taubid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan
PEMBAGIAN THOHARAH
Secara umum menjadi dua macam pembagian yang besar, yaitu thaharah hakiki dan thaharah
hukmi.
1, Thaharah Hakiki
Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan kebersihan badan, pakain
dan tempat shalat dari najis. Boleh dikatakan bahwa thaharah hakiki adalah terbebasnya se -
seorang dari najis. Contoh +
Seorang yang shalat dengan memakai pakaian yang ada noda darah atau air kencing,
tidak sah shalatnya. Karena dia tidak terbebas dari ketidaksucian seeara hakiki. Thaharah hakiki
bisa didapat dengan menghilangkan najis yang menempel, baik pada badan, pakaian atau
tempat untuk melakukan ibadah ritual.
2. Thaharah Hukmi
Sedangkan thaharah hukmi maksudnya adalah sucinya kita dari hadats, baik hadats kecil
maupun hadats besar (kondisi janabah). Thaharah secara hukmi tidak terlihat kotomya secara
pisik. Bahkan boleh jadi secara pisik tidak ada kotoran pada diri kita, Namun tidak adanya
kotoran yang menempel pada diri kita, belum tentu dipandang bersih secara hukum. Bersih
secara hukum adalah kesucian secara ritual. Contoh : Seorang yang tertidur batal wudhu'-nya,
boleh jadi secara pisik tidak ada kotoran yang menimpanya. Namun dia wajib berthaharah ulang
dengan cara berwudhu' bila ingin melakukan ibadah ritual tertentu seperti shalat, thawaf dan
innya. —-_Demikian pula dengan orang yang keluar mani. Meski dia telah meneuci maninya
dengan bersih, lalu mengganti bajunya dengan yang baru, dia tetap belum dikatakan suei dari
hadats besar hingga selesai dari mandi janabah. Jadi thaharah hukmi adalah kesueian secara
ritual, dimana secara pisik memang tidak ada kotoran yang menempel, namun seolah-olab,
dirinya tidak suci untuk melakukan ritual ibadah. Thaharah hukmi didapat dengan cara
berwudhu' atau mandi janabah,
FADHILAH ( KEUTAMAAN ) THAHARAH
otasy! {bs 4'4hi
Kesucian itu bagian dari Iman (HR. Muslim)
CHES SAE aed gl
siwerb gg te oe s * xe
SAE sa slings ss222. mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”.
oleh
bab itu hendaklah kamu menjauhkan diri[ 137] dari wanita di waktu haidh; dan janganlah
kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci[138]. apabila mereka telah Suci, Maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu, Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS.
Al-Bagarah : 222).
[137] Maksudaya menyetubuhi wanita di waktu haidh,
[138] Ialah sesudah mandi, Adapula yang menafsirkan sesudah berhenti darah keluar,
oe page Be te: hae oe ats
og FUG 8 BIEL SG
gp Se Le LS ol
Quba), sejak
hari pertama adalah Iebih patut kamu sholat di dalamnya. di dalamnya mesjid itu ada orang-
108, janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid i
selama-lamanya, Sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesji
orang yang ingin membersihkan diri, dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bersih. (QS. AT-Taubah : 108)
Air Dan Pembagiannya
Para ulama telah membagi air ini menjadi beberapa keadaan, terkail dengan hukumnya untuk
digunakan untuk bersuci. Kebanyakan yang kita dapat di dalam kitab figh, mereka membaginya
menjadi 4 macam, yaitu :
1. Air Mutlaq
Air mutlag adalah keadaan air yang belum mengalami proses apapun. Air itu masih asli,
dalam arti belum digunakan untuk bersuci, tidak tereampur benda suci atau pun benda najis.
Air mutlag ini hukumnya suci dan sah untuk digunakan bersuci, yaitu untuk berwudhu’ dan
mandi janabah.
a. Air Hujan
Re Wer prep ars 4]
Sele
a
ee eT
Vg 4 dct GT Ra
ME velit iP cl Potted ie. PRONE
BH cs peal Ue bids ks,
11. Gingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-
Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan
itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu
dan mesmperteguh dengannya telapak kaki(mu)[598]. (AL—ANFAL )
[598] Memperteguh telapak kaki disini dapat juga diartikan dengan keteguhan hati dan keteguhan penShekit Lsiy | Ce 505
48. Dia lah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan
ipl 42055 (4) ag al Loy
rahmat-Nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang Amat bersih, (QS. Al-Furgan : 48)
b. Salju dan Embun
Ada hadits Rasulullah SAW yang menjelaskan tentang kedudukan salju, kesuciannya dan
juga fungsinya sebagai media mensucian. Di dalam doa iftitah setiap shalat, salah satu
versinya menyebutkan bahwa kita meminta kepada Allah SWT agar disucikan dari dosa
dengan air, salju dan embun.
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda ketika ditanya bacaan
apa yang diucapkannya antara takbir dan al-fatihah, beliau menjawab,"Aku membaca,"Ya
Allah, Jauhkan aku dari kesalahn-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara
Timur dan Barat. Ya Allah, sucikan aku dari kesalahan- kesalahanku sebagaimana pakaian
dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan salju, air
dan embun ". (HR. Bukhari 744, Muslim 597, Abu Daud 781 dan Nasai 60)
¢ Air Laut
Para shahabat Rasulullah SAW tidak mengetahui hukum air laut itu, sehingga ketika ada dari
mereka yang berlayar di tengah laut dan bekal air yang mereka bawa hanya cukup untuk
keperluan minum, mereka berijtihad untuk berwudhu’ menggunakan air laut. Sesampainya
kembali ke daratan, mereka langsung bertanya kepada Rasulullah SAW tentang hukum
menggunakan air laut sebagai media untuk berwudhu’. Lalu Rasulullah SAW menjawab
bahwa air laut itu suci dan bahkan bangkainya pun suci juga
fs
es NS 5 Ses I ie oh po A el
Pe pele g tele ail gle dhl S05 UBS Je cle
Reabl ely, a I shu Sagal
Dari Abi Hurairah ra bahwa ada seorang bertanya kepada Rasulullah SAW, Ya Rasulullah,
kami mengaruhi lautan dan hanya membawa sedikit air. Kalau kami gunakan untuk
berwudhu, pastilah kami kehausan. Bolehkah kami berwudhu dengan air laut? Rasulullah
SAW menjawab, (Laut) itu suci airnya dan halal bangkainya. (HR. Abu Daud 83, At-Tirmizi
79, lbnu Majah 386, An-Nasai 59, Malik 1/22) 2.D. Air Zam-zam
iy he OA HPS eb a pam Gad S a Sx) Col
Dari Ali bin Abi thalib ra bahwa Rasulullah SAW meminta se ember penuh air zam-zam.
Beliau meminumnya dan juga menggunakannya untuk berwudhu’. (HR. Ahmad).
m
Air Sumur atau Mata Air
Dalil tentang sucinya air sumur atau mata air adalah hadits tentang sumur Budha’ah yang
terletak di kota Madinah
Dari Abi Said Al-Khudhri ra berkata bahwa seorang bertanya,"Ya Rasulullah, Apakah kami
boleh berwudhu’ dari sumur Budho'ah?, padahal sumur itu yang digunakan oleh wanita
yang haidh, dibuang ke dalamnya daging anjing dan benda yang busuk. Rasulullah SAW
menjawab,"Air itu suci dan tidak dinajiskan oleh sesuatu’. (HR, Abu Daud 66, At-Tirmizy 66,
An-Nasai 325, Ahmad3/31-87, Al- Imam Asy-Syafi'i 35) 3.
id
Air Musta’mal
Jenis yang kedua dari pembagian air adalah air yang telah digunakan untuk bersuci.
Maksudnya adalah air yang menetes dari sisa bekas wudhu' di tubuh seseorang, atau sisa
bekas air mandi janabah. Dimana air itu kemudian masuk lagi ke dalam penampungan. Para
ulama seringkali menyebut air jenis ini air musta'mal. Air musta'mal berbeda dengan air
bekas mencuci tangan, atau membasuh muka atau bekas digunakan untuk keperluan lain,
selain untuk wudhu’ atau mandi janabah. Sehingga air bekas mandi biasa (bukan janabah),
tidak disebut sebagai air musta‘mal.
Dalam hal ini memang para ulama berbeda pendapat, apakah air musta'mal itu boleh
digunakan lagi untuk berwudhu’ dan mandi janabah?. Perbedaan pendapat itu dipicu dari
perbedaan nash dari Rasulullah SAW yang kita terima dari Rasulullah SAW. Beberapa nash
hadits itu antara lain :
3A all etal (3st) jet ye iy guy JE JU ein gl 3
Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Jangan
lah sekali-kali seorang kamu mandi di air yang diam dalam keadaan junwb. (HR. Mustim)ab bes of ag bel U cgal pes eta i det ole: ‘ger,
- til oy a3 Leaks 345 WU Sg,
di air yang diam tidak mengalr, kemuudian dia mandi ai dalam air itu.Riwayat Muslim, "Mandi
“te
"Jangan sekali-kali kamu vata
dariair itu”. Dalam riwayat Abu Daud, "Janganlah mandi janabah di dalam air itu. (HR. Mustim)
Dari seseorang yang menjadi shahabat nabi SAW berkata,”Rasululllah SAW melarang seorang
wanita mandi janabah dengan air bekas mandi janabah laki-laki. Dan melarang laki-laki mandi
janabah dengan air bekas mandi janabah perempuan. Hendaklah mereka masing-masing
menciduk air. (HR. Abu Daud dan An-Nasa’i)
Ge AN po BA fa IL 08
Dari tbnu Abbas ra bahwa Nabi SAW pernah mandi dengan air bekas
Maimunah ra. (HR. Muslim)
LAG Gh LR ad cg ® 28 ae en wey
Riwayat Ashhabus sunan: "Bahwasanya Came Y kell yy:
salah satu isteri Nabi telah mandi dalam satu ember kemudian datang Nabi dan mandi dari
padanya lalu berkata isterinya, “saya tadi mandi janabat, maka jawab Nabi SAW.: “Sesungguh
nya air tidak ikut berjanabat”
d. Ulama Al-Hanafiyah
Menurut mazhab ini bahwa yang menjadi musta’mal adalah air yang membasahi tubuh
saja dan bukan air yang tersisa di dalam wadah. Air itu langsung memiliki hukum
musta’mal saat dia menetes dari tubuh sebagai sisa wudhu’ atau mandi. Air musta’mal
adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats (wudhu’ untuk shalat atau
mandi wajib) atau untuk qurbah. Maksudnya untuk wudhu’ sunnah atau mandi sunnah.
Sedangkan air yang di dalam wadah tidak menjadi musta’mal. Bagi mereka, air musta’mal
hukumnya suci tapi tidak bisa mensucikan. Artinya air itu suci tidak najis, tapi tidak bisa
digunakan lagi untuk wudhu’ atau mandi.
d. Ulama Al-Malikiyaty
Air musta’mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk
mengangkat hadats baik wudhu’ atau mandi, Dan tidak dibedakan apakah wudhu" atau
mandi itu wajib atau sunnah. Juga yang telah digunakan untuk menghilangkan khabats
(barang najis)Dan sebagaimana Al-Hanafiyah, mereka pun mengatakan ‘bahwa yang musta’mal
hanyalah air bekas wudhu atau mandi yang menetes dari tubuh seseorang. Namun yang
membedakan adalah bahwa air musta’mal dalam pendapat mereka itu suci dan
mensucikan. Artinya, bisa dan sah digunakan digunakan lagi untuk berwudhu" atau mandi
sunnah selama ada air yang lainnya meski dengan karahah (kurang disukai).
d. Ulama Asy-Syaftiyyah
Air musta’mal dalam pengertian mereka adalah air sedikit yang telah digunakan untuk
mengangkat hadats dalam fardhu taharah dari hadats. Air itu menjadi musta’mal apabila
jumlahnya sedikit yang diciduk dengan niat untuk wudhu’ atau mandi meski untuk untuk
mencuei tangan yang merupakan bagian dari sunnah wudhu’. Namun bila niatnya hanya
untuk menciduknya yang tidak berkaitan dengan wudhu’, maka belum dianggap
musta’mal.
Termasuk dalam air musta’mal adalah air mandi baik mandinya orang yang masuk
Islam atau mandinya mayit atau mandinya orang yang sembuh dari gila. Dan air itu baru di
katakan musta’mal kalau sudah lepas atau menetes dari tubuh. Air musta’mal dalam
mazhab ini hukumnya tidak bisa digunakan untuk berwudhu’ atau untuk mandi atau untuk
mencuci najis. Karena statusnya suci tapi tidak mensucikan.
@, Ulama Al-Hanabilah
Air musta‘mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk bersuci
dari hadats kecil (wudhu’) atau hadats besar (mandi) atau untuk menghilangkan najis pada
pencucian yang terakhir dari 7 kali pencucian. Dan untuk itu air tidak mengalami
perubahan baik warna, rasa maupun aromanya. Selain itu air bekas memandikan jenazah
pun termasuk air musta’mal, Namun bila air itu digunakan untuk mencuei atau membasuh
sesautu yang di luar kerangka ibadah, maka tidak dikatakan air musta’mal
Seperti mencuci muka yang bukan dalam rangkaian ibadah ritual wudhu’. Atau
mencuci tangan yang juga tidak ada kaitan dengan ritual ibadah wudhu’. Dan selama air
itu sedang digunakan untuk berwudhu’ atau mandi, maka belum dikatakan musta’mal,
Hukum musta’mal baru jatuh bila seseorang sudah selesai menggunakan air itu untuk
wudhu’ atau mandi, lalu melakukan pekerjaan lainnya dan datang lagi untuk wudhu’ atau
mandi lagi dengan air yang sama. Barulah saat itu dikatakan bahwa air itu musta’mal.
Mazhab ini juga mengatakan bahwa bila ada sedikit tetesan air musta’mal yang jatuh ke
dalam air yang jumlahnya kurang dari 2 c, maka tidak mengakibatkan air itu menjadi
“tertular® ke-musta’mal-annya.
Batasan Volume 2 Quilah
Para ulama ketika membedakan air musta’mal dan bukan (ghairu) musta’ mal, membuat batas
dengan ukuran volume air. Fungsinya sebagai batas minimal untuk bisa dikatakan suatu air
menjadi musta’mal. Bila volume air itu telah melebihi volume minimal, maka air itu terbebas
dari kemungkinan musta’mal. Itu berarti, air dalam jumlah tertentu, meski telah digunakan
untuk wudhu atau mandi janabah, tidak terkena hukum sebagai air musta’mal.
Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW :Abdullah bin Umar ra. Mengatakan, “Rasulullah SAW telah bersabda: “Jika air itu telah
mencapai dua qullah, tidak mengandung kotoran. Dalam lafadz lain:"tidak najis”. (HR Abu
Dawud, Tirmidhi, Nasa‘i, |bnu Majah)
Para ulama kontemporer kemudian mencoba mengukurnya dengan besaran zaman sekarang.
Dan ternyata Dalam ukuran masa kini kira-kira sejumlah 270 liter. Jadi bila air dalam suatu
wadah jumlahnya kurang dari 270 liter, lalu digunakan untuk berwudhu, mandi janabah atau
kemasukan air yang sudah digunakan untuk berwudhu’, maka air itu dianggap sudah
musta’mal.
3. Air Yang Tercampur Dengan Barang Yang Suci
Jenis air yang tercampur dengan barang suci atau barang yang bukan najis. Hukumnya tetap
suci. Seperti air yang tercampur dengan sabun, kapur barus, tepung dan lainnya. Selama nama
air itu masih melekat padanya. Namun bila air telah keluar dari kriterianya sebagai air murni,
air itu hukumnya suci namun tidak mensucikan. Tentang kapur barus, ada hadits yang
menyebutkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk memandikan mayat dengan
menggunakannya.
had tg. phony auto Shy ha. 2 ide Ja Gt ple it a) She be
ASN hae og SSN) Sy A AS I La LO ak
WG) Yjail 2b os UD Ad UT UE a ad te Ga a 9p ls
rg JBLU BD hy algdas gill aul gay Upialigy Shdihy :4ahg) his Ale (ila
Dari Ummi Athiyyah radhiyallahu ‘anha bahwa «gil LALA 3 938 A Ly at Ud,
Rasulullah SAW bersabda,"Mandikanlah dia tiga kali, lima kali atau lebih banyak dari itu
dengan air sidr (bidara) dan jadikanlah yang paling akhir air kapur barus (HR. Bukhari 1258,
Muslim 939, Abu Daud 3142, Tirmidzi 990, An-Nasai 1880 dan ibnu Majah 1458).
Sedangkan tentang air yang tercampur dengan tepung, ada hadits yang diriwayatkan
oleh Ummu Han’
(Ge 8 Bl op eg Ged Oe 8 i oo Ys |
hy Se ad ay pkey ale he oe is Bi gt Ml gilte 06 ple yy Ou
ce he eS pet ad SS ell Big md BO eB
Hadits No. 412 ae ss
Telah mengabarkan kepada kami [Muhammad bin Yahya bin Muhammad] dia berkata; Telah
menceritakan kepada kami [Muhammad bin Musa bin A'yan] dia berkata; Telah menceritakan
kepada kami [Bapakku] dari [Abdul Malik bin Sulaiman] dari [‘Atha] dia berkata; Telah
menceritakan kepadaku [Ummu Hani'] bahwa dia menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam_
saat Fathu (penaklukan) Makkah, dan beliau sedang mandi di baskom bekas adonan,sedangkan dia menutupinya dengan baju. fa (Ummu Hani) berkata, "Kemudian beliau shalat
Dluha, dan aku tidak tahu berapa kali beliau shalat ketika selesai dari mandinya." (HR. Nasai
240)
4, Air Yang Tercampur Dengan Barang Yang Najis
Air yang tercampur dengan benda najis itu bisa memilikidua kemungkinan hukum. Yaitu antara
air itu berubah dan tidak berubah setelah tercampur benda yang najis. Kriteria perubahan
terletak pada rasa, warna atau bau / aromanya.
sabe gle ail glee ail J yey OH
s4abe Oh) 4554)
NB ALE cil Gyata'y cpa dal
Dari Abu Umamah al-Bahili (r.a) bahawa Rasulullah (s.a.w) pernah bersabda:
“ Sesungguhnya tidak ada sesuatu apa pun yang dapat membuat air itu menjadi najis kecuali
dicemari oleh sesuatu yang menimbulkan perubahan pada bau, rasa, dan warnanya. ” (Disebut
oleh Ibn Majah dan dinilai dha" oleh Abu Hatim) Menurut riwayat al-Baihaqi: “ Air itu suck
dan menyucikan kecuali jika berubah bau, rasa, atau warnanya kerana dicemari najis.
oP dated AES ali cant oy Ue te 2 Sosliy te an
SS IASID BS ALB wh
Bead fy Le Casati yl cd th be ts
aby fe dh 25 0 LAG AIS BA) Cab Ge Aa os
He EASY Sib ch oy phy
66. Hannad, Hasan bin Ali Khalal, dan dari jalur lain, mereka berkata, "Abu Usamah mencerita -
kan kepada kami dari Walid bin Katsir, dari Muhammadbin Ka'ab, dari Ubaidillah bin Abdullah
bin Rafi’ bin Khadij, dari Abu Said Al Khudri, dia berkata, "Rasulullah SAW ditanya, 'Wahai
Rasulullah, apakah kami boleh wudhu dari sumur Budha'ah -yaitu sumur yang dibuang di
dalamnya sisa - sisa haid, daging anjing, dan barang busuk-? Rasulullah SAW bersabda,
‘Sesungguhnya air itu suci, tidak dinajiskan oleh sesuatu'.
Shahih:; Al Misykah (478) dan Shahih Abu Daud (59) Abu Isa berkata, "Hadits ini hasan." Abu
Usamah menganggap hadits ini baik. Tidak ada seorangpun yang meriwayatkan hadits Abu
Said tentang sumur Budha'ah yang lebih baik dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Usamah. Hadits ini diriwayatkan dari jalur Jain dari Abu Said. Dalam bab ini ada hadits dari
Ibnu Abbas dan Aisyah.
Hadis ini menceritakan kisah sumur Budha" ah , iaitu sumur yang menjadi tempat pembuangan
kain-kain bekas mengelap darah haid, bangkai anjing, dan segala sesuatu yang berbau busuk.
Makna yang dimaksudkan ai sini ialah masyarakat senantiasa membuang benda-benda ter -
sebut dari belakang rumah mereka. Sampah ini kemudian dibawa oleh banjir dan hanyuthingga sampai ke sumur Budha“ah tersebut kerana sumur itu terletak di dataran yang rendah.
Airnya banyak sehingga ia tidak tercemar oleh benda-benda kotor tersebut.
ten sew oe
gh Lda Y tidak ada sesuatu pun yang membuatnya menjadi najis selagi airnya tidak
berubah, namun jika airnya berubah, maka ia menjadi najis berdasarkan ijmak. Ungkapan ini
dinamakan ,am makhsus , sebab apabila air berubah, maka la sudah keluar dari pada batasan
sebagai air yang suci dan tidak mempunyai sifat menyucikan lagi
,
As-Su’ru
As-Su'ru adalah sisa yang tertinggal pada sebuah wadah air setelah seseorang atau hewan
meminum nya.
1. Hukum Su’ru Manusia
Manusia itu tidak najis, balk manusia itu laki-laki atau wanita. Termasuk juga wanita yang
sedang mendapatkan haidh, nifas atau istihadhah. Juga orang yang sedang dalam keadaan
junub karena mimpi, mengeluarkan mani atau sehabis melakukan hubungan seksual. Sebab
pada dasarnya manusia itu suci. Dasar kesucian tubuh orang yang sedang junub atau haidh
adalah hadits berikut ini :
yal daa ol Sd Stl OE ge
3 Gane ly Gol 2s
of ed i 3 Gad
“Aku minum saat haid, kemudian aku memberikannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, Beliav meletakkan bibir beliau di bekas tempat bibirku (saat minum dari gelas
tersebut), lalu meneguk airnya (meminumnya). Aku Guga) pernah menghirap kwah masakan
saat sedang haid, lalu kuberikan wadahnya kepada Nabi shallallaiu ‘alaihi wa sallam . Beliau
melewakken bibir beliau di bekas tempat ak meletakkan bibirku,” (HR. Muslim no. 680)
Begitu juga hukumnya orang kafir, sisa minumnya itu tetap suci dan tidak merupakan najis.
Sebab tubuh orang kafir itu tetap suci meski dia tidak beriman kepada Allah SWT dan
Rasulullah SAW, Kalau pun ada ungkapan bahwa orang kafir itu najis, maka yang dimaksud
dengan najis adalah secara maknawi, bukan secara zhahir atau jasadi. Sering kali orang salah
mengerti dalam memahami ayat Al-Quran Al-Karim berikut ini :
t.. it trea
pple 5) UST og cel Ls Si Bk SAT igs ll
28. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis{634],
Maka janganlah mereka mendekati Masjidil haram[635] sesudah tahun ini[636]. dan jika kamu
khawatir menjadi miskin[637], Maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari
karuniaNya, jika Dia menghendal
Bijaksana. ( AT - TAUBAH )
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
[634] Maksudnya: jiwa musyrikin itu dianggap kotor, karena menyckutukan Allsh.[635] Maksudnya: tidak
dibenarkan mengerjakan haji dan umrah, menurut Pendapat sebagian mufassirin yang Iain, ialab kaum
musyrikin itu tidak boleh masuk daerah Haram baik untuk keperluan haji dan umrah atau untuk keperluan yang
lain,(636] Maksudnya setelah tahun 9 Efijrab[637] Karena tidak membenarkan orang musyrikin mengerjakan haji dan umrah, Karena pencaharian orang-
orang Muslim boleh Jadi berkurang.
ie 8 Gall Se OM (gpI Ge Ge UT Gall gil
anh BL lay ale A nal Siecle Ug atc alll (a)
oD 18 ob gill AM Lye play CEN ay gl Gal 18 gd Cay
NS) hs ke Gd pall st ale A) a alll Uy held
ose sor ayes - # + Er sae no
“ye Ula (bel din Gey OS) il ekg ley Ad ye Call
sUbe fi atte alll Sp) OS UI bel Co elt Ghd DIG,
Crag Eg UE i aia ok el ile
25.2/2181. Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami
Syu'aib dari Az Zuhriy berkata, telah menceritakan kepadaku Anas bin Malik radliallahu ‘anhu
bahwa kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam disiapkan susu hasil perasan kambing
peliharaan yang ada di rumah Anas bin Malik dan susu tersebut dicampur dengan air sumur
yang ada di rumah Anas, lalu disuguhkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam segelas
minuman tersebut, lalu Beliau meminumnya hingga ketika Beliau sudah melepas gelas
tersebut dari mulut Beliau, sementara di samping kiri Beliau ada Abu Bakar sedangkan di
as
sebelah kanannya ada seorang Baduy, maka 'Umar berkata dalam keadaan khawatir kalau-
kalau gelas tersebut diberikan kepada orang Baduy tersebut: Berikanlah kepada Abu Bakar
wahai Rasulullah yang ada disamping anda. Namun Beliau memberikannya kepada orang
Baduy yang berada di samping kanan Beliau itu seraya bersabda: Hendaknya minuman
diperuntukkan ke sebelah kanan dan ke kanan seterusnya (AL- BUKHOR! }
2. Hukum Su’ru Hewan
Hukum su’ru hewan atau air yang telah kemasukkan moncong hewan, sangat tergantung dari
hukum hewan itu, apakah hewan itu najis atau tidak. Para ulama lantas membedakannya
a. Su’ru Hewan Yang Halal Dagingnya
Bila hewan itu halal dagingnya maka su’ru nya pun halal juga atau tidak menjadikan najis.
Sebab ludahnya timbul dari dagingnya yang halal. Maka hukumnya mengikuti hukum daging
nya.
b. Su'ru Anjing dan Babi
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda ,"Sucinya wadah kalian yang dimasuki
mulut anjing adalah dengan mencucinya 7 kali’. Dan menurut riwayat Ahmad dan Muslim
disebutkan Salah satunya dengan tanah". (HR. Muslim 279, 91, Ahmad 2/427)Be Silk HY ote Si
173, Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan
binatang yang (ketika di sembelih) disebut (nama) selain Allah[ 108]. tetapi Barang siapa dalam
Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak melampaui
batas, Maka tidak ada dosa baginya, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (AL -BAQARAH )
[108] Haram juga menurut ayat ini daging yang berasal dari sembelihan yang menyebut naina Allah tetapi
disebut pula nama selain Allah.
3. diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[394], daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk,
dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya[395], dan (diharam
kan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharam kan juga) mengundi nasib dengan
anak panah[396}, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini [397]
orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu
takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi
agama bagimu, Maka barang siapa terpaksa[398] karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (ALI IMRAN )
[394] alah: darah yang keluar dari mbuh, sebagaimana tersebut dalam surat Al An-aam ayat 145.
395] Maksudnya lalah: binatang yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam
binatang buas adalah halal kalau sempat disembelih sebelum mati.
[396] Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. orang Arab Jahiliyah menggunakan anak panah
yang belum pakai bulu untuk menentukan Apakah mereka akan melakukan suatu perbualan atau tidak. Caranya
lalah; mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu, setelah ditulis masing-masing Yaitu dengan:
lakukanlah, jangan lakukan, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat dan
disimpan dalam Ka’bah. bila mereka hendak melakukan sesuatw Maka mereka meminta supaya juru kunei
ka'bah_mengambil sebuah anak panah itu, Terserahlah nanti Apakah mereka akan melakukan atau tidak
melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. kalau yang terambil anak panah yang
tidak ada tulisannya, Maka undian diulang sekali lagi[397] Yang dimaksud dengan hari Talah: masa, Yaitu: masa haji wada’, haji terakhir yang, dilakukan oleh Nabi
Muhammad s.a.w.
[398] Maksudaya: dibolehkan memakan makanan yang diharamkan oleh ayat ini jika terpaksa
Be ghiS USGS SS of Vi tah noth Ue US Gl) aaa
Sf ga ‘jel sagf * 3 ty ES aps
hati
145. Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepada G59
Ku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu
bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena Sesungguhnya semua itu kotor -
atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam Keadaan ter -
paksa,
nya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (AL - ANAM )
edang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguh -
c. Sw'ne Kucing
bP Gbe A Sy tel ogy
Rasulullah SAW bersabda,"Kucing itu tidak najis, sebab kucing itu we rents
termasuk yang berkeliaran di tengah kita". (IR. Abu Daud 75, At- Tirmizy 92, An-Nasai 68,
Tbnu Majah 367, Ahmad 5/303)
Imam Abu Hanifah juga sependapat bahwa kucing yang baru saja memakan tikus, maka
su'runya najis. Sedangkan bila tidak langsung atau ada jeda waktu tertentu, maka tidak n:
Hal ini sesuai dengan hukum su’ru manusia yang baru saja meminum khamar, maka ludahnya
saat itu menjadi najis.
Para Fugaha’ besar berbeda pendapat dalam masalah hukum su’ru hewan. Diantaranya adalah
a. Imam Abu Hanifah :
Pendapat beliau terhadap masalah su'ru hewan ini terbagi menjadi empat besar sesuai
dengan jenis hewan tersebut.
=
Al-imam Malik
Sebaliknya, Al-Imam Malik justru mengatakan bahwa hukum su'ru semua jenis hewan itu
halal. Tidak pandang apakah hewan itu najis atau tidak. Sebab beliau berpendapat bahwa
untuk menajiskan su‘ru itu harus ada dalil yang kuat dan sharih, tidak bisa sekedar
mengikuti dagingnya yang bila dagingnya halal lalu ludahnya ikut halal atau bila dagingnya
haram ludahnya ikut haram.
c. Al-imam Asy-Syofi't
Beliau berpendapat bahwa semua jenis su’ru hewan itu halal, kecuali hanya su'ru anjing dan
babi saja yang haram. Dalil yang digunakan oleh mazhab beliau adalah bahwa pada
dasarnya Islam tidak memberatkan para pemeluknya. Kecuali bila benar-benar sharih dan
kuat dalilnya berdasarkan Al-Quran Al-Karlem dan sunnah. Sebab Allah SWT telah berfirmanig Sos Se Wag Uso OKs hs Be Grell! (San *
Sl oS sky je Ab eck AGT ig Sule ial “Lui Je ak,
78. dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar- By nalll a5
benamya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk
kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim, Dia (Allah) telah
menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu[993}, dan (begitu pula) dalam (Al
Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi
atas segenap manusia, Maka dirikanlah sembahyang, tnaikanlah zakat dan berpeganglah kamu
pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik
penolong. (AL HAJJ)
Geel eas
oss —» DAT 1 BENDA NAJIS
ws —> SIFAT NAJIS
. Najis Hakiki dan Hukmi
Najis hakiki adalah najis yang selama ini kita pahami, yaitu najis yang berbentuk benda yang
hukumnya najis. Misalnya darah, kencing, tahi (kotoran manusia), daging babi. Najis hukmi
itu maksudnya adalah hadats yang dialami oleh seseorang. Misalnya, seorang yang tidak
punya air wudhu itu sering disebut dengan dalam keadaan hadats kecil. Dan orang yang
dalam keadaan haidh, nifas atau keluar mani serta setelah berhubungan suami istri, disebut
dia berhadats besar.
Pr
Nojis Berat dan Ringan
Ada najis yang dibedakan berdasarkan tingkat kesulitan utnuk menghilangkan atau men -
sucikannya. Maka disebut najis berat dan najis ringan. Najis berat seperti daging babi. Tetapi
ada juga najis yang ringan seperti air kencing bayi laki-laki yang belum makan apa-apa
kecuali air susu ibunya. Dan diantara keduanya, ada najis sedang.
Dalam mazhab Asy-Syafi‘iyah, najis berat itu hanya bisa dihilangkan dengan mencucinya
sebanyak tujuh kali dan salah satunya dengan tanah. Sedangkan najis yang ringan bisa di -
hilangkan dengan memercikkan air ke tempat yang terkena najis. Sedangkan najis yang sedang
, bisa dihilangkan dengan mencucinya dengan air hingga hilang rasa, warna dan aromanya.2, Benda Yang Kenajisannya Disepakati Ulama
a. aging Babi
Sudah di jelaskan di atas ( sebelumnya )
b. Darah
pe Sipes Bele i aya gid Salty pedi galsps aT Leal oy
Qe iia if 2
(memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembeli ana menyebut nama
115. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu
selain Allah; tetapi Barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak Menganiaya dan
tidak pula melampaui batas, Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang, (AN = NAHL )
Darah yang di kecualian oleh para ulama adalah Darah yang keluar dari seorang yang mati
syahid, karena dalam Hadist bahwa orang yang mati syahid tidak perlu dimandikan.
¢. Air Kencing Manusia, Muntah dan xororonye
Bi se A pal Jd wow SA
Bolas! oly — das fy alle ua oly leis aif ide
Dari Ummi Qais ra bahwa dia datang kepada Rasulullah ci dengan membawa anak laki-
lakinya yang belum bisa makan. Bayi itu lalu kencing lalu Rasulullah SAW meminta diambilkan
air dan beliau memercikkannya tanpa mencucinya’. (HR. Bukhari 223 dan Muslim 287)
is ea god Og A
JBy seals setoly) SE ab Candas its 1: 3
Dari Ali bin Abi Thalib ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, Kencing bayilaki Ga See:
-laki itu cukup dengan memercikkanya saja. Sedangkan kencing bayi wanita harus dicuc|”.
Qatadah berkata,"Dan ini bila belum makan apa-apa, tapi bila sudah makan makanan, maka
harus dicuci". (HR. Tirmizi)
igh di te Shy An FG Be of ote av
Gta “nis Ms Bae YT u- sts oc, (35h
ee ih ot of es Dipl 2 tall be ual
= BF eG ape Gon Me 8 oF of Lol
App dol Aj bp his Cys Sh ps
es Chit os pins ale al he a deeget selie Jl GI Bii hs hina 3 oy Gai
Abu Ubaidah bin Abu Safar menceritakan kepada kami —dia adalah .6e gi) I Gatco
Ahmad bin Abdullah Al Hamdani Al Kufi— Isaq bin manshur menceritakan kepada kami, Abu
Ubaidah menceritakan kepada kami. Ishaq berkata, "Abdus-Shamad bin Abdul Warits
menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepadaku dari Husain Al Mu'alim, dari
Yahya bin Abu Katsir. ia berkata, ‘Abdiirrahman bin Amr Al Auza'i menceritakan kepadaku dari
Yatisy bin Al Walid Al Makhzumi, dari ayahnya, dari Ma'dan bin Abu Thalhah, dari Abu Darda*,
dia berkata, "Rasulullah SAW muntah lalu beliau berbuka dan berwudhu." Aku bertemu
dengan Tsauban di masjid Damaskus, lalu aku memberitahukan hal itu kepadanya. Kemudian
ia berkata, "Benar, aku yang menuangkan air wudhu kepada beliau." (Sunan At~tin
zi )
Jumhur ulama: hanafiyah, Syafiiyah, dan Hambali berpendapat bahwa muntah hukumnya
najis. Sementara malikiyah berpendapat bahwa muntah dihukumi najis jika telah berubah,
tidak lagi seperti makanan.
d. Nanah
Nanah adalah najis dan bila seseorang terkena manah, harus dicuci bekas nanahnya sebelum
boleh untuk melakukan ibadah. nanah merupakan turunan dari darah. Kaidah dalam
masalah Hukum turunan itu sama seperti hukum asalnya. 413| aSs aah & oall
e. Madei dan Wadi
Madazi adalah cairan bening yang keluar akibat percumbuan atau hayalan, keluar dari
kemaluan laki-laki biasa. Madzi itu bening dan biasa keluar sesaat sebelum mani keluar. Dan
keluarnya tidak deras atau tidak memancar, Madzi berbeda dengan mani yaitu bahwa
keluar nya mani diiringi dengan lazzah atau kenikmatan (ejakulasi), sedangkan madzi tidak.
Wadi adalah cairan yang kental berwarna putih yang keluar akibat efek dari air kencing.
BE SSI NS A Sk) ES 6 Se a go Ue
JN TSS VL ale sb as OF ib b
Ley; 555 6 ich et 6 1B ai 9 ps gis by se i
ai (56 HEU YU eyiey
206. Dari Ali bin Abi Thalib RA, dia berkata, “Aku seorang yang sering
keluar madzi, maka aku selalu mandi, sehingga punggungku terasa mau
pecah, Karena itu, hal tersebut aku sampaikan kepada Nabi SAW. Maka
Rasulullah SAW bersabda, ‘Jangan lakukan, apabila kamu melihat ada
madzi, maka cucilah kemaiuanmu, kemudian berwudhulah seperti kamu
berwudhu untuk mengerjakan shalat. Apabila kamu mengeluarkan air
mani, maka hendaktah mandi.’ (Shahih: Muttafag Alaib), namun tidak
termasuk redaksi “Faidzaa fadhakhta... (apabila kamu kefuar mani)”.to ES he hy, Mes i oS of fe
48) OLS an be oi le LG web ys
Se oF anal ty GSS ait Se oo GU by
’ A - tee * ee
CA FOB UST te atu os EE oh OS 6
210. Dari Sahal bin Hunaif, dia berkata, “Aku selalu keluar madzi, Bae f
karena itu aku selalu mandi, Maka aku bertanya kepada Rasulullah SAW ~*t42
tentang hal tersebut."” Beliau SAW menjawab, “Sesungguhnya cukup
bagimu berwudhu.” Aku berkata, “Wahai Rasulullah SAW,
bagaimanakah dengan madzi yang mengenai pakaianku?” Beliau
bersabda “Cukuplah kamu ambil air sepenuh telapak tanganmu, lalu
kamu percikkan pada bagian pakaian yang kamu ketahui terkena
madzi,” (Hasan) (HR. Abu Daud )
f. Bangkai Hewan
Hewan yang mati menjadi bangkai hukumnya najis, sehingga badan, pakaian atau tempat
shalat yang terkena bangkal hewan harus disucikan. Untuk mensucikannya bisa dilakukan
dengan mencucinya dengan air hingga hilang bau, warna dan rasanya.
Dalam Al-Quran Al-Kariem Allah SWT berfirman tentang hukum bangkai
Ya EU ab abl ts BT pi) hal Gg tll p55 pally TT pee oS Ly
173. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan
bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang,
yang (ketika di sembelih) disebut (nama) selain Allah[ 108). tetapi Barang siapa dalam Keadaan
terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas,
Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (
AL -BAQARAH )
g. Potongan Tubuh Dari Hewan Yang Masih Hidup
Anggota tubuh hewan yang terlepas atau terpotong dari tubuhnya termasuk benda najis
dan haram hukumnya untuk dimakan.
CBS NG ct ¥ a ata Mi ate 77 ahs ta.
A ihe I SG ye oh BG
ef opbis, Jn DF ote hy ach a 8 98 26 oth
Fe gh A Cady Gad 0 2 ga
1480, Muhammad bin Abdul A'la Ash-Shan'ani menceritakan kepada kami, Salamah bin Raja*menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman bin Abdullah bin Dinar menceritakan ke -
pada kami dari Zaid bin Aslam, dari Atha’ bin Yasar, dari Abu Wagqid Al-Laitsi, ia berkata, “Pada
saat Rasulullah SAW datang ke Madinah, penduduk Madinah biasa mengiris punuk unta hidup
dan memotong ekor kambing hidup. Maka Rasulullah SAW bersabda, ‘Apa yang dipotong dari
tubuh binatang yang masih hidup adalah sama dengan bangka''.” Shahih: fbnu Majah (3216).
Benda Yang Kenajisannya Tidak Disepakati Ulama
Anjing
Para ulama mengatakan bahwa seluruh tubuh anjing merupakan hewan najis berat
(mughallazhah). Namun ada juga pendapat sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa najis
anjing itu hanya air liurnya dan mulutnya saja.
Lake dL ails 28051 Uy 2 Gish Gyo
15) DE ai J gta IEA gal Ge
Dari Abi Hurairah radhiyallahuanhu bohw Rasulullah SAW bersabda “Bila anjing minum dari
wadah air milikmu harus dicuci tujuh kali. (HR. Bukhari dan Muslim).
faleyeiky NR i oi pal aa Rake) wl Get
sail 55h) OH ie oh 5 AY SoU dg UK gM 8 Y
Bahwa Rasululah SAW diundang masuk ke rumah salah seorang kaum dan beliau mendatangi
Auk
undangan itu. Di kala lainya kaum yang lain mengundangnya dan beliau tidak mendatanginya.
Ketika ditanyakan kepada beliau apa sebabnya beliau tidak mendatangi undangan yang kedua
beliqu bersabda"Di rumah yang kedua ada anjing sedangkan di rumah yang pertama hanya
ada kucing. Dan kucing itu itu tidak najis". (HR. Al-Hakim dan Ad-Daruquthuny).
1, Mazhab Al-Hanafiyah
Para ulama mazhab Al-Hanafiyah umumnya berpendapat bahwa tubuh anjing yang masih
hidup itu bukan merupakan najis ‘ain, Yang najis dari anjing hanyalah air liur mulut dan
kotorannya saja
+ Al-Kasani (w. 587), salah satu dari ulama mazhab Al-Hanafiyah menuliskan dalam
kitabnya, Bada" Ash-Shanai’ sebagai berikut :
(hog gag coy cuitgsll pla ha
Ss laa
al) OB bas
Dan yang mengatokon bahwa (aning) itu tidak termasuk najis = Ma) Gyaeall $4
ain, maka mereka menjadikannya seperti semua hewan lainnya kecual babi. Dan inilah
yong shahih dari pendapat komi.
Ibnu Abdin (w. 1252 H) juga dari mazhab Al-Hanafiyah di dalam kitabnya, Radd Al-
Muhtar ‘ala Ad-Dur Al-Mukhtac, atau yang juga lebih dikenal dengan nama Hasyiyatu
Ibu Abdin, menuliskan sebagai berikut :CBG WS pbs Vj hej aed dat Alt Uh adel Gen Cis gal
Be 5 AU) tt jsalt Se oS Set
sl jell al caitly & ees BS iC 5
Anjing bukan termasuk najis ‘ain, kenajisannya karena daging don darahnya yang belum
menjadi najis ketika masih hidup selama ada dalam tubuhnya. Kenajisannya sebagaimana
najis yang ada dalam perut orang yang shalat. Hukum anjing sebagai hukum hewan
Jainnya. [Dan itulah fatwanya], itulah yang shahih dan lebih dekat pada kebenaran.
2. Mazhab Al-Malikiyah
Al-Mazhab Al-Malikiyah juga mengatakan bahwa badan anjing itu tidak najis kecuali hanya air
liurnya saja. Bila air liur anjing jatuh masuk ke dalam wadah air, maka wajiblah dicuci tujuh kali
sebagai bentuk ritual pensuciannya.
+ Ibn Abdil Barr An-Namiri (w. 463 H) salah satu ulama dari mazhab Al-Malikiyah
menuliskan dalam kitabnya, Al-Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah, sebagai berikut :
plb aa} ISI 58 elle Gndey
Dan pendapat mazhab Malik tentang anjing adalah bahwa anjing itu suci.
+ Ibnu Juzai Al-Kalbi (w. 741 H) di dalam kitab Al-Qawanin Al-Fighiyah juga menuliskan hal
yang sejalan bahwa semua hewan yang masih hidup termasuk anjing hukumnya suci.
VGls lb gS OK od ylgasll Ll;
Sedangkan semua hewan yang hidup maka hukumnya suci secara mutlak.
3, Mazhab Asy-Syafi'iyah
Para ulama di dalam mazhab Asy-Syafi'iyah sepakat mengatakan bahwa bukan hanya air
liurnya saja yang najis, tetapi seluruh tubuh anjing itu hukumnya najis berat.
+ Al-Mawardi (w. 450 H) yang bisa jadi representasi dari mazhab Asy-Syafiiyah
menuliskan dalam kitabnya, Al-Hawi Al-Kabir fi Fighi Al-Imam Asy-Syafi’ sbagai berikut :
SY) falh al gi gall Gf
rb NFS Se Ge Dp tag path eG Os ye Tpit;
Semua hewan itu hukumnya suci kecuali lima jenis, yaitu anjing, babi, anak perkawinan
anjing dan babi, anak perkawinan anjing dengan hewan suci, anak perkawinan babi
dengan hewan suci.
+ Al-lmam An-Nawawi (w. 676 H) yang juga merupakan pemuka mazhab Asy-Syafi'iyah di
dalam kitabnya, Raudhatu Ath-Thalibin wa Umdatu Al-Muftiyyin juga menetapkan
kenajisan anjing. jan seh 3. U8 Le oy 5ially cule Y} dats Gu gall Ul;
Adapun hewan-hewan semuanya suci kecuali anjing, babi dan yang Iahir dari salah
satunya.4, Mazhab Al-Hanabilah
Dalam masalah kenajisan tubuh hewan, umumnya para ulama di dalam mazhab Al-Hanabilah
punya pendapat yang sejalan dengan pendapat para ulama mazhab Asy-Syafi‘iyah, yaitu bahwa
tubuh anjing yang masih hidup itu najis.
Ibnu Qudamah (w. 620H) dari kalangan mazhab Al-Hanabilah di dalam salah satu kitabnya, Al-
Kafi fi Fighi Al-imam Ahmad menuliskan hewan itu ada tiga macam. Pertama adalah hewan
suci, kedua hewan najis dan ketiga hewan yang para ulama berikhtilaf atas kenajisannya. Pada
saat menyebutkan hewan yang najis, beliau memulainya dengan anjing.
So yp anh Logis 15 Lay p35 ANNs NSM 25 5 ead SL pil
lel eos
Jenis kedua adalah hewan najis, yaitu anjing, babi dan yang lahir dari hasil perkawinannya.
Semua bagian tubuhaya najis.
Syamsuddin Abul Farraj Ibu Qudamah (w. 682 H) menuliskan dalam kitab Asy-Syarhul Kabir
‘ala Matnil Mugni' sebagai berikut
ake sii Linge og Ley ply IS Cl od el ay
dia cod Le S85 he 0 yjuy
Dan tidak ada perbedaan pendapat dalam mazhab (Hanbali) atas najisnya anjing dan babi
serta hewan yang Iahir dari keduanyo. Bahwa semuanya najis ain, termasuk liur, keringat dan
gpa-apa yang keluar dari tubuhnya,
Najis-najis Yang Dimaafkan
Madzhab Hanafi
Abu Ja’far At-Thahawi dari Hanafiah mengatakan:
Hd i bial fag all i eh gi pol gk La td LS Maly
ADLio oped al cpa all oh ge AS Kudaill ye yal oe gpa Le
Dan apabila pada pakaian orang yang shalat ada darah atau nanah atau muntah atau kotoran
besar atau kencing, atau yang serupa dengan itu dori benda-benda yang najis lebih besar dari
koin dirham: maka tidak diperbolehkan (haram) dia mengerjakan shalat (imam AL Jishoh Al
hanafi. Syarhu Mukhtasor At Thahawi. 2/32 )
Kemudian dijelaskan rinci dalam madzhab ini, ukuran najis yang masih dimaafkan adalah.
a
jenis najisnya adalah najis mughalladzah yang kering maka yang ditolerir adalah sebesar uang
satu dirham, bila ditimbang beratnya adalah sekitar 2,975 gram (Lihat: Al mausu’ah al fighiyyah al
kuwaitiyyah. 32/344. Lihat juga: al fighu al islamiy wa adillatuhu. 1/322 (ada pula yang mengatakan 1
dirham adalah seberat 3,17 gm untuk najis yang kering}
Lalu, untuk najis yang basah tidak boleh lebih dari satu genggam tangan. Adapun dalil yang
mereka pakai adalah perkataan Umar RA:
ade LS yp S ie Sell Sige a Y eg i pl cls 1)
LYS gL GL S ep ibsApabila benda najis itu seukuran dengan kuku tanganku, maka tidak menjadi penghalang
untuk melakukan shalat hingga metebihi dari ukurannya, dan sesungguhnya kuku Umar
hampir seukuran dengan telapak tangan kami (Majduddin Abul Fad! AL Musili Al hanafi. Al-tkhtiyar Ir
tail Mukhtar. 1/31.)
Jika jenis najisnya adalah najis ringan atau mukhaffafah, dan sampai kepada seperempat
pakaian maka dilarang seseorang shalat menggunakan pakaian tersebut. Dalam kitab Al-
Ikhtiyar li ta’lilil Mukhtar dikatakan: *) ee) east > 4
iy pt aly gi aga! gp a Ny
Dan yang terlarang dari najis yang ringan adalah yang sampai seperempat pakaian (ibid }
Ini bermakna bahwea jika najis ringan tersebut kurang dari seperempat pakalan maka masih
boleh melanjutkan shalat, sementara jika sudah sampai kepada seperempat sudah masuk
kepada larangan.
Namun meskipun batas minimal tersebut ditolerir untuk mendirikan shalat, dalam Madzhab
ini mengenakan pakaian tersebut untuk shalat dihukumi Makruh yang mendekati haram (
Makruh Tabrim ). Maka harus diusahakan untuk dibersihkan terlebih dahulu atau
menggantinya dengan yang pakaian yang suci,
Madzhab Maliki
Dikatakan dalam madzhab ini:
Fads oh gi Layne of Lad gf Las Cais pl gus clea pa yall ja Suda Qe (iy
Dimaafkan dari najis dengan ukuran dirham baghli, sama hainya nojis itu es!
berupa darah, atau muntah, atau nanah, atau najis lainnya ( Al hajah Kaukab Abid. Fighul Ibadat
ala-madzhabi al-Maliki. 135 )
Ghee yp Sts Ube ag) Li tal ae Wa al ol ally
al ye gl ill
Dan yang dimaksud dengan dirham yakni dirham bighali yang dimaksud oleh imam Malik,
bagian yang ada di telapak kaki keledai (Al Hithab Ar Ruainiy. Mawahibul jalil fi Syarhi Mukhtashar al
Khalil, 1/247)
Disimpulkan dari redaksi di atas bahwa ukuran najis yang masih dimaafkan adalah yang
seukuran titik hitam pada telapak kaki keledai dan bila melebihi ukuran tersebut sudah
dikaramkan untuk mengenakannya saat shalat. Namun dalam keterangan lebih rinci, bahwa
dalam madzhab ini yang ditolerir hanyalah najis berupa darah, nanah, muntahan, dan
sejenisnya. ( al fighu al islamiy wa adillatuhu. 1/323 )
Dalam madzhab ini juga dimaafkan segala jenis najis yang susah dihindari ketika menuju shalat
dan mulai memasuki masjid. Ibnu Rusyd dari Malikiyah, dalam kitabnya bidayatul mujtahid wa
nihayatul mugtashid menekankan bahwa sedikit atau banyaknya najis hukumnya adalah sama,
kecuali darah dan sejenisnya ( tbnu Rusyd. Bidayatul Mujtahid We Nihayatul Mugtashid. 1/88 )
Madzhab Syafi’i
Golongan madzhab ini sedikit lebih ketat daripada yang lain, secara garis besar tidak ada najisyang dimaafkan menurut mereka kecuali najis yang memang tidak bisa diindera oleh
penglihatan normal kita, maka dikatakan:
48 gd siaay) aid abil ated 4. Jp de Qied tadll ds YY LL;
Adapun apa-opa yang tidak terlihat oleh penglihatan maka dimaafkan meskipun itu adalah
najis yang mughalladzah karena hal tersebut susah dihindari.{ Khatib Asy-Syarbini. Al-iqna’ fi Hilfi
alfadzi Abi Syuja’. 1/91)
be U8 8) a Y Gibb ds fyb
Apa-apa yang tidak terlihat maka tidak menajiskan meskipun itu mughalladzah. ( \bnu hajar Al
Haitami. Tuhfatul Muhtoj. 2/135 )
Ditegaskan oleh imam Ibnu hajar Al haitami
Selebihnya, pada darah, nanah, darah bisul, kudis, darah pencetan jerawat, bekas darah
bekam, dan darah binatang yang tidak mengalir dimaafkan pada kadar yang sedikit. Dan
sedikitnya itu dikembalikan kepada adat yang berlaku di masyarakat. (el fighwal islomiy wo
adillatuhu. 1/326 }
Tanah yang diragukan apakah telah terkena najis mughalladzah atau tidak, maka dihukumi
sebagaiamana hukum asalnya, yakni suci dan bisa digunakan untuk shalat. Dalil yang diguna -
kan madzhab ini adalah keumuman redaksi dalil dalam Quran tentang kemudahan bagi umat
Islam. Dan kemudahan itu diraih dengan kapasitas kemampuan maksimal.
Madzhab Hanbali
Dalam madzhab ini justru tidak ada maaf sama sekali, sedikit dan banyaknya dianggap sama
Dikatakan dalam madzhab ini: C43 ki So Al gly dita yaa be tt V5
Dan tidak dimaafkan dari najis yang sedikit meskipun tidak diketahut oleh Indera (bu Hasan
bin Idris AL Bahuti. Kasyoful Qina’ ‘am mutunil Iqna’. 1/190 )
Madzhab ini berdalil dengan keumuman dalil: {Sebi oh 3}
Dan pakaianmu maka sucikanlah (QS Al-Mudatsir: 4)
Namun, darah dan sejenisnya serta muntahan yang sedikit maka dimaafkan selama tidak
bercampur dengan cairan, minuman, atau makanan, seperti halnya pendapat para imam yang
lain, Maka orang yang shalat dengan pakaian berdarah yang sedikit, dan itu hanya setitik
masih dimaafkan oleh madzhab ini. Ditolerir pula dalam madzhab ini percikan sedikit dari
kencing orang yang menderita beser karena tingkat kesulitan yang dialaminya.( Lihat: al fighu of
islamiy wa adillatuhu. 1/330 )
Antara Adab dan Hukum
Berbicara tentang hukum, tentu kisarannya adalah halal atau haram, sah dan tidak
sah, Namun agama tidak cukup dipandang dari sudut itu saja, kadang kita perlu
menggabungkanya dengan adab dalam beribadah, Kadang ada hal yang sah saja secara syariat
untuk kita lakukan, namun tidak etis dipandang. Kaitannya dengan pemaparan ijtihad para
ulama madzhab di atas, adalah selama kita mampu untuk beribadah dengan keadaan yang
baik secara maksimal kenapa tidak? Jika dalam perjalanan bisa membawa pakaian ganti yang
khusus untuk shalat maka hal itu tentu menjadi pilihan terbaik bagi kita. Itulah kenapa
sekalipun hal di atas masih ditolerir, namun masih ada yang menghukuminya makruh