You are on page 1of 2

Randai adalah salah satu permainan tradisional di Minangkabau yang dimainkan secara

berkelompok dengan membentuk lingkaran, kemudian melangkahkan kaki secara perlahan, sambil
menyampaikan cerita dalam bentuk nyanyian secara berganti-gantian. Randai menggabungkan
seni lagu, musik, tari, drama dan silat menjadi satu.
Randai dipimpin oleh satu orang yang biasa disebut panggoreh, yang mana selain ikut serta
bergerak dalam legaran ia juga memiliki tugas yaitu mengeluarkan teriakan khas misalnya hep tah
tih yang tujuannya untuk menentukan cepat atau lambatnya tempo gerakan seiring dengan dendang
atau Gurindam. Tujuannya agar Randai yang dimainkan terlihat rempak dan seirama. Biasanya
dalam satu group Randai memiliki satu panggoreh yang dipercayai oleh seluruh anggota tim, tetapi
bisa digantikan oleh rekan tim lainya apabila panggoreh sebelumnya kelelahan, karena untuk
menuntaskan satu cerita Randai saja bisa menghabiskan 1 hingga 5 jam bahkan lebih.
Cerita randai biasanya diambil dari kenyataan hidup yang ada di tengah masyarakat. Fungsi Randai
sendiri adalah sebagai seni pertunjukan hiburan yang di dalamnya juga disampaikan pesan dan
nasihat. Semua gerakan randai dituntun oleh aba-aba salah seorang di antaranya, yang disebut
dengan janang.[1]

Sejarah[sunting | sunting sumber]


Randai dalam sejarah Minangkabau memiliki sejarah yang lumayan panjang. Konon kabarnya ia
sempat dimainkan oleh masyarakat Pariangan, Tanah Datar ketika masyarakat tersebut berhasil
menangkap rusa yang keluar dari laut.[2] Randai dalam masyarakat Minangkabau adalah
suatu kesenian yang dimainkan oleh beberapa orang dalam artian berkelompok atau beregu, di
mana dalam Randai ini ada cerita yang dibawakan, seperti cerita Cindua Mato, Malin
Deman, Anggun Nan Tongga, Sabai Nan aluih, Lareng Simawang Jo Siti Jamilah Maelo Rambuik
dalam Tampuang, Galombang Dunie[3] dan cerita rakyat lainnya.
Pada Awalnya randai merupakan permainan komunal yang dimainkan oleh pemuda di halaman
surau pada malam hari menjelang tidur. Pemuda yang memainkan kesenian ini sebelumnya diajari
oleh Pemuda Nagarai (Pemuda Desa). Namun sekarang ini randai dijadikan seni pertunjukan
diberbagai kegiatan seperti pernikahan, pesta rakyat, pengakatan penghulu sampai perayaan hari
raya Idulfitri, pertunjukan ini bertujuan untuk menghibur masyarakat.
Beberapa dugaan mengatakan Randai pada mulanya dipelihara oleh perguruan silat di Pesisir
Padang (Parimanan) yang mengajarkan Ulau Ambek. Kata Randai diperkirakan berasal dari kata
'handai' yang berarti santai, pembicaraan yang penuh hangat dan obrolan yang intim. Tetapi ada
juga yang mengatakan bahwa Randai berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata Rayan-Li-dai, yang
lengkat dengan da'i (pendakwah) dari golongan Traikat Na'sabanndiyah[3]
Pada awalnya Randai adalah media untuk menyampaikan kaba atau cerita
rakyat melalui gurindam atau syair yang didendangkan dan galombang (tari) yang bersumber dari
gerakan-gerakan silat Minangkabau. Namun dalam perkembangannya, Randai mengadopsi gaya
penokohan dan dialog dalam sandiwara-sandiwara, seperti kelompok Dardanela.
Perkembangan kesenian Randai mengalami pasang-surut. Pada saat kependudukan Jepang(1942-
1945), kesenian Randai mengalami kemunduran kemudian setelah kemerdekaan kesenian ini
kembali menggeliat. Namun sayang, pada saat masa Orde Baru kesenian Randai hampir
tenggelam. Dan sekarang ini, menurut M. Dahrizal Katik Tuo seorang ahli dan pelestari randai
setidaknya ada 300 kesenian Randai di Sumatera Barat[2]

Teknik Permainan[sunting | sunting sumber]


Randai ini dimainkan oleh pemeran utama yang akan bertugas menyampaikan cerita, pemeran
utama ini bisa berjumlah satu orang, dua orang, tiga orang atau lebih tergantung dari cerita yang
dibawakan, dan dalam membawakan atau memerankannya pemeran utama dilingkari oleh anggota-
anggota lain yang bertujuan untuk menyemarakkan berlansungnya acara tersebut.

Nama Lain Randai[sunting | sunting sumber]


Di Sumatera barat, kesenian/tarian randai memiliki nama-nama yang berbeda tergantung cerita
yang dimainkan, tokoh utama dan asal randai tersebut. Berikut nama-nama randai yang diketahui:
Randai Maalah Kapa Tujuah, merupakan Randai yang berasal dari kacamatan Harau, Kabupaten
Lima Puluh Kota. Cerita diambil dari Kisah Anggun Nan Tungga Magek Si Jabang, yang bertema
pahlawanan. Randai dimainkan selama 4-5 jam dengan pemain laki-laki dan perempuan yang
berjumlah kurang dari 15. Randai ini biasanya dipentaskan pada malam hari di lapangan luas,
sebagai hiburan masyarakat dengan diiringi alat musik tradisional seperti talempong, pupuik batang
padi, rebab, bansi dan saluang. Sedangkan lagu yang mengiringinya adalah mudiak arau, banda
sapuluh dan palayaran.[2]

Referensi[sunting | sunting sumber]

1. ^ ukm.itb.ac.id Aneka Permainan dan Kesenian Anak Nagari di Minangkabau Diarsipkan 2011-08-02
di Wayback Machine.. Diakses pada 22 September 2011
2. ^ Lompat ke:a b c Basrowi, Muhammad (2008). Mengenal Kesenian Nasional 10: Randai. Semarang:
ALPRIN. ISBN 978-979-021-465-1.
3. ^ Lompat ke:a b Dahrizal, Musra (2015). Cerita Randai Pilihan. Padang: LPTIK Universitas Andalas.

You might also like