Professional Documents
Culture Documents
Modul Cementing Pemboran1
Modul Cementing Pemboran1
Modul
Cementing Pemboran
Oleh
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur serta terima kasih kepada Allah Subhaanahu Wata’ala atas berkat
dan karunia-Nya lah sehingga modul “Cementing Pemboran” ini dapat selesai
dengan baik dan tepat waktu.
Tujuan dari penulisan modul ini adalah agar mahasiswa dapat memahami
dan mengerti tentang Teknik pemboran khususnya pada bidang cementing didunia
perminyakan serta dapat mengaplikasikannya dengan baik.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan modul ini masih
banyak kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan, untuk itu
kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan modul ini. Dengan adanya
buku ini diharapkan agar buku ini dapat menjadi penuntun untuk mahasiswa
maupun pihak - pihak umum yang ingin belajar tentang cementing pemboran
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
GLOSARIUM ........................................................................................................ vi
PENDAHULUAN ....................................................................................... 7
Deskripsi ....................................................................................... 7
Petunjuk dan Penjelasan Penggunaan Modul ............................... 7
Tujuan Akhir dan Kompetensi yang diharapkan ......................... 7
Pembelajaran .............................................................................................. 9
Rencana Pembelajaran .................................................................. 9
Kegiatan Belajar Kasus 1 .............................................................. 9
Tujuan Kegiatan Pembelajaran ..................................... 10
Cementing Pemboran .................................................... 10
Jenis-Jenis Cementing Pemboran ................................. 10
Komposisi dan Pembuatan Semen ................................ 17
Klasifikasi Semen ......................................................... 19
Sifat Fisik Cementing Pemboran .................................. 20
Peralatan Penyemenan .................................................. 25
Rangkuman ................................................................... 27
Tugas ............................................................................. 28
Lembar Kerja / Media Pembelajaran ............................ 30
Test Formatif ................................................................. 30
Kunci Jawaban Tugas ................................................... 31
EVALUASI............................................................................................. 35
Studi Kasus Pertama ................................................................... 35
Evaluasi Tugas Studi Kasus Pertama ............................ 35
Kriteria Penilaian pada Evaluasi Studi Kasus Tugas
Pertama ....................................................................... 36
PENUTUP .............................................................................................. 39
Kesimpulan Studi Kasus Pertama ............................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 40
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I.1Studi Kasus pada Modul Cementing Pemboran ....................................... 8
Tabel II.1 Kandungan Air Normal Dalam Suspensi Semen ................................. 23
Tabel II.2 Grade Casing ........................................................................................ 29
Tabel II.3 Class Cementing ................................................................................... 29
Tabel II.4 Grade Casing ........................................................................................ 30
Tabel II.5 API Cement Slurry ............................................................................... 31
Tabel III.1 Grade Casing ....................................................................................... 35
Tabel III.2 API Cement Slurry .............................................................................. 36
Tabel III.3 Pembobotan Nilai pada Studi Kasus Kedua ....................................... 37
Tabel III.4 Komponen Nilai Akhir dengan Notasi Huruf pada Studi Kasus Pertama
............................................................................................................................... 37
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar II.1 Primary Cementing ........................................................................... 12
Gambar II.2 Dual Stage Cementing System ......................................................... 13
Gambar II.3 Secondary Cementing ....................................................................... 16
Gambar II.4Portland Cementing ........................................................................... 19
v
GLOSARIUM
LAMBANG
vi
PENDAHULUAN
Deskripsi
Modul studi kasus ini memiliki thema proses pada cementing pemboran.
Dalam modul ini akan menjelaskan tentang pengertian tentang cementing
pemboran. Mengetahui jenis-jenis semen pemboran (Primary cementing dan
Secondary cementing, komposisi semen pemboran, klasifikasi semen pemboran,
sifat fisik pada semen pemboran, peralatan pada semen pemboran. Menghitung
semen pada pemboran. Diskusi kelompok diperlukan untuk melakukan pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan dalam pembelajaran ini. Diakhir pembelajaran
akan dilaksanakan ujian atau test studi kasus sebagai alat tolak ukur tingkat
penguasaan mahasiswa pada studi kasus yang sudah dipelajari pada materi ini.
7
1. Setelah mengikuti pembelajaran ini, mahasiswa diharapkkan dapat aktif
dalam proses diskusi kelompok
2. Mampu melakukan pemecahan kasus guna menemukan alternatif solusi
pada proses hidrolika pemboran tersebut.
Dibawah ini merupakan contoh studi kasus yang terdapat pada modul
hidrolika pemboran ini adalah sebagai berikut
8
Pembelajaran
Rencana Pembelajaran
Renacana pembelajaran yang dilakukan pada modul ini membahas tentang
materi sebagai berikut ini
1. Pengertian Cementing Pemboran
2. Jenis-jenis Cementing Pemboran
3. Komposisi Cementing Pemboran
4. Klasifikasi Cementing Pemboran
5. Sifat Fisik pada Cementing Pemboran
6. Perhitungan Cementing Pemboran
Pada pelaksaan metode pembelajaran ini menggunakan metode pemaparan
yang akan dilakukan oleh dosen / fasilitator , terdapat diskusi/ tanya jawab serta
form excel yang membantu pada saat melakukan proses perhitungan pada proses
hidrolika berlangsung. Pada bahan diatas terdapat pada bahan ajar hidrolilka
pemboran pada bab IV Teknik Pemboran. Alat dan media yang digunakan adalah
Laptop / Komputer , LCD/projector, white board dengan spidol dan penghapus.
Alokasi waktu yang diberikan pada pelaksaan kegiatan belajar mengajar untuk mata
kuliah studi kasus ini adalah 3 (tiga) jam pelajaran (JP) atau sekitar 180 menit.
9
Tujuan Kegiatan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran pada pembuatan modul ini adalah untuk mengetahui
proses cementing pada pemboran sebagai tolak ukur untuk menilai mahasiswa
apakah dapat mengerti tentang studi kasus ini.
Cementing Pemboran
Penyemenan pada sumur pemboran adalah suatu proses pencampuran
(mixing) dan pendesakan (displacement) bubur semen (slurry) melalui casing
sehingga mengalir ke atas melewati annulus di belakang casing sehingga casing
terikat ke formasi . Pada umumnya operasi penyemenan bertujuan untuk
melekatkan casing pada dinding lubang sumur, melindungi casing dari masalah-
masalah mekanis sewaktu operasi pemboran (seperti getaran), melindungi casing
dari fluida formasi yang bersifat korosi dan untuk memisahkan zona yang satu
terhadap zona yang lain di belakang casing. Menurut alasan dan tujuannya,
penyemenan dapat dibagi dua, yaitu Primary Cementing (Penyemenan Utama) dan
Secondary atau Remedial Cementing (Penyemenan Kedua atau Penyemenan
perbaikan). Primary Cementing adalah penyemenan pertama kali yang dilakukan
setelah casing diturunkan ke dalam sumur. Secondary cementing adalah
penyemenan ulang untuk menyempurnakan primary cementing atau memperbaiki
penyemenan yang rusak.
Jenis-Jenis Cementing Pemboran.
Pada operasi pemboran berlangsung terdapaty 2 proses cementing yang
dikerjakan yaitu primary cementing dan secondary cementing. Dibawah ini
merupakan dua jenis cementing yang akan terdapat pada suatu pemboran.
Primary Cementing
10
dengan penyemanan casing (cased hole) ada juga sumur yang tidak diselesaikan
dengan penyemenan casing atau biasa disebut lubang terbuka (open hole), hal
tersebut dilakukan tentu dengan berbagai pertimbangan apakah akan dilakukan
open hole ataupun cased hole
Penyemenan Conductor casing bertujuan mencegah terjadinya kontaminasi
fluida pemboran (lumpur pemboran) terhadap lapisan tanah permukaan.
Penyemenan Surface Casing bertujuan melindungi air tanah agar tidak tercemar
dari fluida pemboran, memperkuat kedudukan surface casing sebagai tempat BOP,
menahan beban casing yang terdapat di bawahnya dan untuk mencegah terjadinya
aliran fluida pemboran atau fluida formasi yang akan melalui surface casing.
Penyemenan Intermediate Casing menutup tekanan formasi abnormal atau
mengisolasi daerah lost circulation Penyemenan Production Casing : mencegah
terjadinya aliran antar sumur formasi ataupun aliran fluida formasi yang tidak di
inginkan yang akan memasuki zona produktif, mengisolasi zona produktif yang
akan di produksikan fluida formasi (perforated completion), dan mencegah
terjadinya korosi pada casing yang di sebabkan oleh material-material korosif.
Penyemenan casing terbagi menjadi 2 yaitu :
1. Penyemanan Casing Satu Tahap (Single Stage Cementing)
Biasanya penyemennan ini dilakukan untuk kolom penyemenan yang tidak
terlalu panjang seperti conductor casing dan surface casing.
2. Penyemenan Casing bertahap (Multi Stage Cementing)
Penyemenan ini diterapkan pada penyemenan rangkaian casing yang
panjang seperti intermediate casing dan production casing. Penyemenan
bertahap ini dilakukan untuk memungkinkan penyemenan total keseluruhan
panjang casing tersebut. Pada tahap ini terdapat alat stage collar yang
ditempatkan pada posisi tertentu dalam rangkaian casing.
Tahap pertama penyemenan dilakukan seperti pada single stage cementing,
akan tetapi bagian top kolom semen berakhir tepat di bawah stage cementer.
Tahap kedua diawali dengan menjatuhkan sebuah opening bomb dari
permukaan sehingga memungkinkan untuk jatuh pada opening seat pada
stage collar. Saat bomb telah ditempatkan, tekanan pemompaan sebsar 1200
– 1500 psi diatas tekanan sirkulasi diterapkan pada penyeretan pin panahan
11
dan memungkinkan sebuah bottom sleeve bergerak turun. Gerakan sleeve
akan membuat terminal, sehingga menetapkan hubungan antara bagian
dalam casing dengan annulus. Volume semen diperlukan untuk tahap kedua
lalu dipompakan dan diikuti dengan sebuah closing plug. Bubur semen
melewati terminal dari stage cementer dan akan ditempatkan pada annular
area. Jika plug telah mencapai stage cementer maka tekanan sebesar 1500
psi diatas tekanan yang diperlukan untuk mensirkulasikan semen diterapkan
pada closing plug sehingga mendorong upper sleeve turun dan dengan
demikian akan menutup terminal dan menyekat ruang antara casing dengan
annulus, sehingga dengan demikian keseluruhan rangkaian casing telah
disemen.
Dibawah ini merupakan gambar proses primary Cementing yang dilakukan
pada suatu pemboran
12
Gambar II.2 Dual Stage Cementing System
Secondary Cementing
13
didapat hasil dari primary cementing apabila terlihat kurangnya kualitas pada
penyemenan tahap pertama maka dilakukanlah secondary cementing. Secondary
cementing dilakukan juga apabial pemboran gagal mendapat minyak dan menutup
kembali zona produksi yang diperforasi. Secondary Cementing / Remedial
Cementing adalah penyemenan ulang untuk menyempurnakan primary cementing
atau memperbaiki penyemanan yang rusak. Secondary cementing dilakukan
apabila pengeboran gagal mendapatkan minyak dan menutup kembali zona
produkti yang di perforasi. Secondary Cementing di bagi 3 bagian Squeeze
Cementing, Re cementing, Plug Back Cementing.
1. Squeeze Cementing
Squeeze Cementing adalah tipe ini bubur semen (cement slurry) didorong
dengan tekanan sampai titik tertentu. Pada saat melakukan Squeeze
Cementing biasanya di atas zona yang akan dilakukan squeeze diisolasi
dengan menggunakan retrievable packer yang dipasang pada rangkaian
drill pipe / tubing. Adapun tujuan dari squeeze cementing ini ialah
a. Memperbaiki kebocoran yang terjadi pada casing.
b. Memperbaiki ikatan semen dibelakang casing.
c. Menutup perforasi dari zona yang
Braden Head Squeeze merupakan metode ini di gunakan dengan cara
menempatkan cement slurry di depan perforasi dan di sebut “balancing
plug“ setelah slurry dicampur, slurry kemudian di pompa ke dalam tubing
dan di ikuti oleh sejumlah fluida work over yang sudah di hitung sehingga
membentuk suatu keseimbangan (kesamaan tinggi) kolom slurry di dalam
tubing dan annulus. Tubing di angkat di atas cement slurry dan tubing di
lakukan sirkulasi balik untuk membersihkan kelebihan cement. Tekan
squeeze di berikan untuk menekan slurry ke dalam perforasi, setelah final
squeeze pressure didapat, tubing kemudian di turunkan untuk sirkulasi
balik kelebihan cement, sampai cement plug masih tinggal beberapa feetdi
atas perforasi. Keuntungan Braden head squeeze : tidak di perlukan
peralatan khusus, resiko casing pecah terhindar, bisa melakukan squeeze
job pada casing berdiameter kecil. Kerugian Braden head squeeze : perlu
14
test tubing, tidak dapat mentest kebocoran casing, casing terkena tekanan
squeeze.
2. RE-Cementing
RE – cementing dilakukan untuk menyempurnakan primary cementing yang
gagal dan untuk memperluas perlindungan casing di atas top semen.
3. Plug-Back Cementing
Plug-Back Cementing suatu operasi di mana suatu bubur cement ( Cement
slurry ) di tempatkan pada kedalaman tertentu pada suatu sumur minyak,
gas atau Geothermal. Plug back Cementing di lakukan pada saat
pengeboran, penyelesaian sumur, kerja ulang / Work over. Plug back
cementing dilakukan untuk menutup atau meninggalkan sumur
(abandonment well), melakukan directional drilling sebagai landasan
whipstock, yang dikarenakan adanya perbedaan compressive strenght
antara semen dan formasi maka akan mengakibatkan perubahan arah pada
bit, menutup zona air di bawah zona minyak agar water oil ratio berkurang
pada open hole completion. Kekurangan pada plug back cementing adalah
tidak dapat digunakan untuk mengetest kebocoran pada casing, tetapi lebih
baik dari Squeeze cementing.
a. Plug Cementing untuk P&A
Pada metode ininhanya digubakan drill pipe atau tubing, lalu rangkaian
diturunkan ke interval kedlaaman sumbar semen yang telah
direncakanan sebelumnya. Setelah itu bubur semen dipompakan pada
interval kedalaman tersebut. Sumbat semen dibagi menjadi tiga tempat,
sumbat semen 1, ditempatkan pada interval terdalam yaitu pada interval
perforasi atau open hole, disesuaikan dengan kondisi sumur tersebut.
Sumbat semen 2 ditempatkan ditengah-tengah interval kedalaman
sumur tersebut atau pada top of liner casing. Sumbat semen 3
ditempatkan pada interval dekat dengan permukaan, kurang lebih 150
ft dibawah dasar laut (mud line) pada sumur offshore.
b. Plug Cementing untuk KUPL
Plug cementing pada KUPL ini dilakukan untuk menutup interval
perforasi pada lapisan yang sudah tidak produktif lagi, lalu akan
15
melakukan perforasi baru pada lapisan diatasnya. Interval perforasi
yang lama akan disumbat dengan semen, dengan cara semen di squeeze
masuk kedalam lubang perforasi sampai interval perforasi yang lama
dipenuhi dengan sumbat semen.
16
Komposisi dan Pembuatan Semen
Semen yang digunakan dalam industry perminyakan adalah semen
Portland, kemudian dikembangkan oleh joseph aspdin tahun 1824. Disebut
Portland karena asal mula bahannya berasal dari pulau Portland Inggris. Semen ini
termasuk semen hidrolis dalam arti akan mengeras apabila bertemu atau bercampur
dengan air. Semen Portland mempunyai 4 komponen mineral utama, yaitu
1. Tricalcium silicate (3CaO SiO2 )
Dinotasikan sebagai C3S yang dihasilkan dari kombinasi CaO dan SiO2 da
merupakan komponen terbanyak dalam Portland semen, sekitar 40-45% untuk
semen yang lambat proses pengerasannya, dan 60-65% untuk semen yang
cepat proses pengerasannya. Komposisi ini memberikan strength yang terbesar
pada awal pengerasan.
2. Dicalcium Silicate (2CaO SiO2)
Dinotasikan sebagai C2S yang juga dihasilkan dari kombinasi CaO dan SiO2,
memberi pengaruh terhadap strength semen akhir. C2S menghidrasi sangat
lambat sehingga tidak berpengaruh dengan setting time semen, tetapi sangat
berpengaruh dalam kekuatan semen lanjut dan kadarnya tidak lebih dari 20%.
3. Tricalcium Aluminate (3CaO Al2 O3 )
Dinotasikan sebagai C3A yang terbentuk dari reaksi CaO dan AL2O3 kadarnya
15% untuk high early Strength dan 3% untuk terhadap kandungan sulfate,
namun berpengaruh terhadap rheologi suspense dan membantu proses
pengerasan awal semen.
4. Tetracalcium Aluminoferrite (4CaO AL2O3 Fe2o3)
Dinotasikan sebagai C3AF yang terbentuk dari reaksi CaO2Al2O3 dan Fe2O3.
Kadarnya tidak boleh lebih dari 24% untuk semen yang tahan terhadap
kandungan sulfate tinggi. Penambahan oksida besi yang berlebihan akan
menaikan kadar C4AF dan menurunkan kadar C3A dan menurunkan panas hasil
reaksi /hidrasi C2S dan C3S.
Semen Portland terbuat dari bahan-bahan mentah tertentu, pemilihan bahan-
bahan mentah tersebut sangat berpengaruh terhadap komposisi bubuk semen yang
diinginkan. Ada dua macam bahan mentah yang dibutuhkan dalam menghasilkan
semen Portland, yaitu :
17
1. Material Calcareous
Material ini berisi kalsium karbonat dan kalsium oksida yang terdiri dari
limestone dan batuan semen.
• Limestone adalah batuan terbentuk dari sebagian besar zat- zat organik sisa
(seperti kerang laut atau koral) yang terakumulasi. Limestone ini merupakan
komponen dasar dari kalsium karbonat.
• Batu semen adalah batuan yang komposisinya serupa dengan semen batuan
• Kapur adalah Limestone kekuning-kuningan atau abu-abu dan halus yang
sebagian besar berasal dari kerang-kerang laut.
• Marl atau tanah kapur adalah tanah yang rapuh dan mengandung bahan-
bahan pokok kalsium karbonat.
• Alkali di sini berasal dari pembuangan zat-zat kimia pabrik yang
mengandung kalsium oksida atau kalsium karbonat.
2. Material Argillaceous
Material ini berisi clay atau mineral clay
• Clay adalah bahan yang bersifat plastis bila basah dan keras bila dipanaskan.
Terdiri dari sebagian besar aluminium silikat dan mineral lainnya.
• Shale adalah batuan fosil yang terbentuk dari gabungan clay, lumpur dan
silt (endapan lumpur).
• Slate adalah batu tulis adalah batuan yang padat dan berbutir baik, yang
dihasilkan dari pemampatan clay, shale dan batuan lainnya.
18
• Ash adalah abu merupakan produk pembakaran batu bara.
Klasifikasi Semen
API telah melakukan pengklasifikasian semen kedalam beberapa kelas guna
mempermudah pemilihan dan penggolongan semen yang akan digunakan,
pengklasifikasian ini berdasarkan pada kondisi sumur, temperature, tekanan dan
kandungan yang terdapat pada fluida formasi. Klasifikasi semen yang dilakukan
API terdiri dari:
• Semen kelas A ini digunakan dari kedalaman 0 (permukaan) sampai 6.000
ft. semen ini terdapat dalam tipe biasa (ordinary type) saja, dan mirip
dengan semen ASTM C-150 tipe I.
• Semen kelas B digunakan dari kedalaman 0 sampai 6.000 ft, dan tersedia
dalam jenis yang tahan terhadap kandungan sulfat menengah dan tinggi
(moderate dan high sulfate resistant)
• Semen kelas C digunakan dari kedalaman 0 sampai 6.000 ft, dan
mempunyai sifat high-early strength (proses pengerasannya cepat) semen
ini tersedia dalam jenis moderate dan high sulfate resistant.
19
• Semen kelas D digunakan untuk kedalaman dari 6.000 ft sampai 12.000 ft,
dan untuk kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan temperature tinggi.
Semen ini tersedia juga dalam jenis moderate dan high sulfate resistant.
• Semen kelas E digunakan untuk kedalaman dari 6.000 ft sampai 14.000 ft,
dan untuk kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan temperature tinggi.
Semen ini tersedia juga dalam jenis moderate dan high sulfate resistant
• Semen kelas F digunakan untuk kedalaman dari 10.000 ft sampai 16.000
ft, dan untuk kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan temperature
tinggi. Semen ini tersedia dalam jenis high sulfate resistant.
• Semen kelas G digunakan dari kedalaman 0 sampai 8.000 ft, dan
merupakan semen dasar. Bila ditambahkan retarder semen ini dapat dipakai
untuk sumur.
• Semen Kelas H digunakan dari kedalaman 0 sampai 4000 ft, dan
merupakan semen dasar. Dengan penambahan accelerator dan retarder,
semen ini dapat digunakan pada range kedalaman dan temperatur yang
besar. Semen ini hanya tersedia dalam jenis moderate sulfate resistant.
20
digunakan dalam operasi primary cementing dan remedial cementing guna
menghindari terjadinya fracture pada formasi yang lemah, untuk menurunkan
densitas dapat dilakukan :
1. Menambahkan clay atau zat – zat kimia silikat jenis extender
2. Menambahkan bahan-bahan yang dapat memperbesar volume semen,
seperti pozzolan
Untuk memperbesar densitas dapat ditambahkan pasir atau material material
pemberat kedalam suspensi semen seperti barite .
Thicekening Time
Thickening Time adalah waktu yang diperlukan semen untuk mengeras atau
mencapai konsistensi sebesar 100 UC (unit of Consistency) dan semen tidak dapat
di pompa lagi. Thickening time sangat penting. Konsistensi sebesar 100 UC
merupakan Batasan bagi bubur semen (cement slurry) untuk dapat dipompakan
sebelum semen tersebut mengeras. Perencanaan thickening time bergantung pada
kedalaman sumur dan waktu untuk mencapai daerah target yang akan disemen.
Waktu pemompaan harus lebih kecil dari Thickening Time, karena bila tidak akan
menyebabkan semen akan mengeras lebih dahulu sebelum seluruh semen sampai
target berikutnya. Dan bila mengeras di dalam casing merupakan kejadian yang
sangat fatal dalam operasi pemboran selanjutnya.
Untuk sumur-sumur yang dalam dan untuk kolom penyemenan yang panjang,
diperlukan waktu pemompaan yang lama, sehingga thickening time harus
diperlambat. Memperlambat thickening time perlu di tambahkan retarder berupa
(kalsium lignosulfonate, carboxymethyl hydroxyethyl cellulose dan senyawa –
senyawa asam organik ) kedalam ke dalam bubur semen. Pada sumur-sumur yang
dangkal maka diperlukan thickening time yang tidak lama, karena selama target
yang akan dicapai tidak terlalu panjang, juga untuk mempersingkat waktu.
Mempercepat thickening time, dapat ditambahkan accelerator berupa (kalsium
klorida, sodium klorida, gipsun, sodium silikat dan air laut) kedalam bubur semen.
Alat untuk mengukur thickening time dilaboratorium adalah consistometer.
Prinsip alat tersebut adalah mengukur thickening time dari cement slurry
berdasarkan gesekan akibat putaran alat dengan cement slurry pada suhu tertentu.
21
Caranya dengan memasukan cement slurry ke dalam slurry cup lalu memasukkan
cup kedalam bak pada atmospheric pressure consistometer. Bak tersebut berisi air
yang dipanasakan bersamaan dengan diputarnya motor. Kemudia setelah alat
tersebut dihidupkan mulai dihitujng dengan stopwatch. Jika telah selesai akan
diperoleh waktu yang dibutuhkan untuk cement slurry tersebut mencapai 100 UC.
Filtration Loss
Filtraton loss adalah peristiwa hilangnya cairan dari semen ke dalam
formasi permeabel yang dilaluinya. Filtrat yang hilang tidak boleh karna dapat
menyebabkan semen kekurangan air dan akhirnya mengeras lebuh cepat dari yang
direncankan, kejadian ini disebut dengan flash set. Jika semen mengalami flash set
maka akan mengakibatkan friksi di annulus dan dapat mengakibatkan pecahnya
formasi. Pengujian filtration loss di laboratorium menggunakan alat filter press
pada kondisi temperatur sirkulasi dengan tekanan 1.000 psi. Namun filter loss
mempunyai kelemahan yaitu temperatur maksimum yang bisa digunakan hanya
sampai 82oC (180oF). Filtration loss diketahui dari volume filtrat yang ditampung
dalam sebuah tabung atau gelas ukur selama 30 menit masa pengujian. Bila waktu
pengujian tidak sampai 30 menit, maka besarnya filtration loss dapat diketahui
dengan rumus :
5.477
F30 = Ft 30 = Ft
t t (II.1)
dimana :
F30
= Filtrat pada 30 menit, ml
Ft = Filtrat pada t menit, ml
t = Waktu pengukur, menit
Pada primary cementing, filtration loss yang diijinkan sekitar 150-250 cc yang
diukur selama 30 menit dengan menggunakan saringan berukuran 325 mesh dan
pada tekanan 1.000 psi. Sedangkan pada squeeze cementing, filtration loss diijinkan
sekitar 55 - 65 cc selama 30 menit.
22
Water Cement Ratio
Water Cement Ratio adalah perbandingan air yang di campur terhadap bubuk
semen sewaktu semen di buat. Jumlah air yang dicampur tidak boleh lebih atau
kurang, karena akan mempengaruhi baik-buruknya ikatan semen. Batasan jumlah
air dalam suspensi semen didefinisikan sebagai kadar minimum dan kadar
maksimum air.
1. Kadar air minimum : banyak air yang di tambahkan tanpa dapat
menyebabkan konsisten lebih dari 30 UC. Bila air yang di tambahkan
lebih kecil dari kadar minimumnya, maka akan terjadi friksi yang cukup
besar di annulus sewaktu semen di pompakan dan juga menaikkan tekanan
di annulus.
2. Kadar air maksimum :250 ml bubur semen, didiamkan 2 jam, maks air
bebas 3.5 ml maka akan terjadi pori pori pada semen. Dan hal ini
mengakibatkan semen mempunyai permeabiltas yang besar. Kandungan air
normal dalam suspensi semen yang direkomendasikan oleh API diberikan
dalam Tabel 5.1. Kadar air yang terdapat dalam suspensi semen harus
berada antara kadar minimum dan kadar maksimumnya
23
Permeabilitas
Permeabilitas diukur pada semen yang mengeras, dan bermakna dengan
permeabilitas batuan tersebut yang berarti kemampuan untuk fluida. Semakin besar
permeabilitas semen maka semakin banyak fluida yang dapat melalui semen
tersebut, dan begitu pula untuk keadaan yang sebaliknya. Pada cementing
permeabilitas yang di inginkan adalah tidak ada atau sekecil mungkin karna jika
besar dapat menyebabkan terjadinya kontak fluida antara formasi dengan annulus,
dan strenght semen berkurang sehingga semen tidak sesuai dengan keinginan yaitu
menyekat casing dengan fluida formasi yang korosif. Dan bertambahnya
permeabilitas semen dapat di sebabkan karena air pencampuran terlalu banyak,
karena kelebihan aditif atau temperatur formasi yang tinggi.
Perhitungan permeabilitas semen di laboratorium dapat dilakukan dengan
menggunakan Cement Permeameter. Dengan menggunakan sampel semen,
permeabilitas diukur dengan mengukur laju alir air yang melalui luas permukaan
sampel yang diberi perbedaan tekanan sepanjang sampel tersebut. Perhitungan
permeabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Darcy berikut :
QµL
k=
ADP (II.2)
dimana :
k = Permeabilitas, D
q = Laju alir, ml/s
µ = Viscositas air, cp
L = Panjang sampel, cm
A = Luas permukaan sampel, cm2
DP = Perbedaan tekanan, atm
24
tekanan dalam arah horizontal sedangkan shear strenght itu dalam arah vertikal
Dalam mengukur strength semen, seringkali yang diukur adalah compressive
strength dari pada shear strength. Umumnya compressive strength mempunyai
harga 8 - 10 kali lebih dari harga shear strength. Pengujian compressive strength di
laboratorium dilakukan dengan menggunakan alat Curing Chamber dan Hydraulic
Mortar.
Curing Chamber dapat mensimulasikan kondisi lingkungan semen untuk
temperatur dan tekanan tinggi sesuai dengan temperatur dan tekanan formasi.
Hydraulic Mortar merupakan mesin pemecah semen yang sudah mengeras dalam
Curing Chamber. Strength minimum yang direkomendasikan oleh API untuk dapat
melanjutkan operasi pemboran adalah 6,7 MPa (1.000 psi). Untuk mencapai hasil
penyemenan yang diinginkan, maka strength semen harus:
1. Melindungi dan menyokong casing
2. Menahan tekanan hidrolik yang tinggi tanpa terjadinya perekahan.
3. Menahan goncangan selama operasi pemboran dan perforasi.
4. Menyekat lubang dari fluida formasi yang korosif.
5. Menyekat antar lapisan yang permeabel.
Peralatan Penyemenan
Pada proses penyemenan terdapat beberapa peralatan yang diperlukan,
namun dari peralatan tersebut dibagi menjadi 2 kategori yaitu peralatan
penyemanan atas permukaan dan bawah permukaann. Dibawah ini merupakan 2
kategori pada peralatan penyemenan tersebut
25
venturi sehingga timbul aliran turbulensi yang menjadikan proses
pencampuran menjadi sempurna.
2. Pompa semen dipakai untuk pemompaan bubur semen . Pompa yang biasa
dipakai adalah pompa duplex double acting piston atau single acting triplex
pluner pump. Plunger pump adalah biasa dipakai karena rate slurry yang
keluar lebih seragam dengan tekanan yang cukup besar. Kadang-kadang
pumping dengan recirculating
3. Casing Cementing Head berfungsi sebagai media penghubung antara pipa
penyemenan dari pompa semen ke casing dan sebagai tempat untuk
menempatkan plug (top dan bottom plug). Penggunanan casing cementing
head ini maka lumpur dapat disirkulasikan oleh desakan bottom plug sampai
ke dasar casing lalu diisikan bubur semen di atasnya sebelum pendesakan
oleh top plug dimulaidisebut sebagai mobile cementing equipment.
26
5. Shoe track, merupakan pipa casing yang dipasang antara shoe dan collar
sepanjang satu batang atau lebih, tergantung dari ketinggian semen diannulus.
6. Cementing plug, terdiri dari Bottom plug berfungsi untuk mencegah adanya
kontaminasi antara lumpur dengan bubur semen dan Top plug berfungsi untuk
mendorong bubur semen, memisahkan semen dari lumpur pendorong agar tidak
terjadi kontaminasi, membersihkan sisa-sisa semen dalam casing.
Rangkuman
Cementing pemboran dilakukan untuk melekatkan casing pada dinding
lubang sumur, melindungi casing dari masalah-masalah mekanis sewaktu operasi
pemboran (seperti getaran), melindungi casing dari fluida formasi yang bersifat
korosi dan untuk memisahkan zona yang satu terhadap zona yang lain di belakang
casing, maka diperlukan dilakukan cementing jobs setelah dilakukan pemasangan.
Pada proses cementing pemboran dibagi menjadi dua kategori yaitu Primary
cementing pemboran, dan Secondary cementing. Primary Cementing adalah
penyemenan pertama kali yang dilakukan setelah casing diturunkan ke dalam
sumur. Secondary cementing adalah penyemenan ulang untuk menyempurnakan
primary cementing atau memperbaiki penyemenan yang rusak. Secondary
cementing dapat dilakukan jika primary cementing yang dihasilkan kurang baik.
Semen pemboran yang digunakan dalam dunia perminyakan adalah semen
Portland. Semen tersebut memiliki 4 komponen mineral utama yaitu Tricalcium
silicate (3CaO SiO¬2 ), Dicalcium Silicate (2CaO SiO2) , Tricalcium
Aluminate (3CaO Al2 O3 ) dan Tetracalcium Aluminoferrite (4CaO AL2O3 Fe2o3).
Dari 4 komponen tersebut terdapat 2 material yaitu material calcerous dam
material argillaceous.
Pada semen pemboran terbagi menjadi 8 kategori berdasarkan standar API
yaitu dari Semen kelas A-Kelas H. Pembagian semen tersebut terbagi atas
kedalaman yang akan dituju, maka dari itu penentuan semen pemboran dapat
dilihat dari kedalaman target yang akan dilakukan. Pada semen pemboran
memiliki sifat fisik berupa densitas, thickening time , filtration loss, water cement
ratio, waiting on cement, permeabilitas, compressive strength. Pada nilia sifat fisik
semen tersebut harus memiliki hasil sesuai spesifikasi baik , karena jika sifat fisik
tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi yang baik maka akan terjadi permasalahan
27
pada semen tersebut.
Untuk menentukan sifat fisik semen yang baik maka diperlukan bahan aditif
yang dapat menunjang pada pembuatan semen pemboran. Bahan aditif semen
yang diperlukan adalah sebagi berikut terdapat accelerator, retarder, extender,
dispersant, fluid loss control agent, defoamer dan weigthing agent. Dari bahan
bahan aditt tersebut dapat mengontrol sifat fisik pada semen pemboran.
Pada proses pemboran terdapat 2 perlatan penyemanan, peralatan tersebut
terbagi menjadi peralatan penyemanan atas permukaan dan bawah permukaan
Untuk peralatan diatas permukaaan meliputi mixer, pompa semen dan casing
cementing head, sedangkan pada peralatan bawah permukaan casing, centralizer,
scratchers, floating, shoe track dan cementing plug.
Pada studi kasus ini diperlukan untuk mengrthau yield dan densitas slurry,
sak semen yang dibutuhkan , total waktu cementing job, volume of mix water
pada cementing job.
Tugas
1. Pemboran sumur x trayek pahat 12.25 in telah selesai di bor sampai
kedalaman 11000 ft dan akan dilakukan pemasangan casing 9 5/8 in (ID =
8.725 in) panjang shoe track 75 ft dari dasar lubang, densitas lumpur 76 pcf.
Data program casing sebagai berikut :
0 – 400 ft, lubang 26 in grad tek = 0.433 psi/ft
400 – 6000 ft, lubang 17.5 in grad tek = 0.465 psi/ft
6000 – 11000 ft, lubang 12.25 in grad tek = 0.475 psi/ft
11000 – 10000 ft, lubang 12.25 in grad tek = 0.48 psi/ft
Grad tek air asin = 0.465 psi/ft
Grad tek gas = 0.1 psi/ft
Safety factor Burst = 1.1 dan Collapse 0.85
28
Tabel II.2 Grade Casing
29
Lembar Kerja / Media Pembelajaran
Lembar kerja atau media pembelajaran yang digunakan pada studi kasus
kedua ini adalah dapat menggunakan template excel (sheet 2) pada link dibawah
ini) kalkulator scientific untuk menentukan perhitungan cementing pemboran
Test Formatif
1. Pemboran sumur x trayek pahat 12.25 in telah selesai di bor sampai
kedalaman 12000 ft dan akan dilakukan pemasangan casing 9 5/8 in (ID =
8.725 in) panjang shoe track 80 ft dari dasar lubang, densitas lumpur 78 pcf.
Data program casing sebagai berikut :
0 – 500 ft, lubang 26 in grad tek = 0.433 psi/ft
500 – 6500 ft, lubang 17.5 in grad tek = 0.465 psi/ft
6500 – 12000 ft, lubang 12.25 in grad tek = 0.48 psi/ft
12000 – 15000 ft, lubang 8.5 in grad tek = 0.48 psi/ft
Grad tek air asin = 0.465 psi/ft
Grad tek gas = 0.1 psi/ft
Safety factor Burst = 1.1 dan Collapse 0.90
30
b) Sak semen yang di butuhkan
c) Total waktu yang di butuhkan untuk proses penyemenan tersebut,
jika release plug 20 menit dan mixing rate 35 sx/ menit. Flowrate
pompa 390 GPM
d) Volume of mix water
e) Berapa banyak air spacer yang di butuhkan untuk mengurangi
tekenan hidrostatis sebesar 450 psi ? (dalam bbl)
f) Tentukan total lumpur kembali selama operasi penyemenan, jika
diketahui volume of water a head sebesar 30 bbl
31
MassaSlurryCement MassaSlurryBentonite MassaSlurryAir
Volume slurry = + +
SgCement × 8, 33 SgBentonite × 8.33 SgAir × 8.33
94 2.82 49.82
$%&'() +&',,- = + +
3.14 4 8.33 2.65 4 8.33 1 4 8.33
Volume Slurry = 9.7 gal/sx
MassaSlurry
Densitas Slurry =
VolumeSlurry
146.64 @?&/<4
:);<=>?< +&',,- = = 15.12 C'D>/<4
9.7 @?&/C'D>
VolumeSlurry
Yield Slurry =
7.48
9.7 @?&/<4
E=)&F +&',,- = = 1.30 C'D>/<4
7.48 @?&/C'D>
b. Sak semen yang di butuhkan
∏ × ID 2 × H
ShoeTrack Volume = 4
144
K
4 4 8.725!
+ℎ%) I,?CJ $%&'() = = 31.14 C'D>
1444
∏ × (DH 2 − OD 2 ) × H × (100% + excess%)
Open Hole Volume = 4
144
K
4 4 (12.25! − 9.625! )4 5000 4 (1 + 0.25)
LM); N%&) $%&'() = = 1957.42 C'D>
144
∏ × (ID 2 − OD 2 ) × H
Cased Hole Volume = 4
144
K
4 4 (12.275! − 9.625! )4 6000
R?<)F N%&) $%&'() = = 1899.19 C'D>
144
Volume total = Shoe Track Volume + Open Hole Volume + Cased Hole Volume
Volume total = 31.14 + 1957.42 +1899.19 = 3887.75 Cuft
32
Vtotal
Sak Semen =
YieldSlurry
"##$.$& ()*+
<?J <)(); = ,."- ()*+//0
= 2990.58 <4
c. Total waktu yang di butuhkan untuk proses penyemenan tersebut, jika release
plug 20 menit dan mixing rate 35 sx/ menit. Flowrate pompa 390 GPM
SakSemen
Mixing time =
MixingRate
!11-.&#
S=4=;@ >=() = "&
= 85.44 menit
∏ × ID 2 × (H − HShoeTrack) ×
1
Displacement = 4 144
1
Flowrate ×
7.48
K 1
4 T8.725! 4 (11000 − 75)U4
:=<M&?C)();> = 4 144 = 96.94 ();=>
1
350 4 7.48
33
h = 3568.1 ft
Annulus area =
∏ × (DH 2 − OD 2 )in 2 × (
ft 2
)
4 144in 2
K D> !
Z;;'&'< Z,)? = (12.25! − 9.625! )=;! 4 [ \ = 0.31 D> !
4 144=;!
Volume = Annulus area x H
Volume = 0.31 D> ! x 3568.1 ft = 1106.11 cuft
1106.11
$%&'() = = 196.64
5.625
34
EVALUASI
35
Tentukan :
g) Yield dan densitas slurry
h) Sak semen yang di butuhkan
i) Total waktu yang di butuhkan untuk proses penyemenan tersebut,
jika release plug 20 menit dan mixing rate 35 sx/ menit. Flowrate
pompa 390 GPM
j) Volume of mix water
k) Berapa banyak air spacer yang di butuhkan untuk mengurangi
tekenan hidrostatis sebesar 450 psi ? (dalam bbl)
l) Tentukan total lumpur kembali selama operasi penyemenan, jika
diketahui volume of water a head sebesar 30 bbl
36
Pada kedua kriteria penilaian memiliki bobot persentasi nilai pada masing
masing komponen tersebut. Dibawah ini merupakan Tabel Pembobotan Penilaian
pada studi kasus proses cementing pemboran
Total nilai akhir pada studi kasus proses pengangkatan cutting dengan
metode CCI (Cutting Carry Index) akan dinyatakan pada notasi huruf yang
merupakan penyeteraan berdasarkan total nilai pada studi kasus tersebut. Dibawah
merupakan komponen nilai akhir dengan notasi huruf yang digunakan pada studi
kasus ini
Tabel III.4 Komponen Nilai Akhir dengan Notasi Huruf pada Studi Kasus
Pertama
Huruf Angka Keterangan
A 80 - 100 Pada indikator nilai ini menyatakan bahwa
A- 77 – 79,99 1. Mahasiswa dapat memahami proses cementing
pemboran
2. Mahasiswa dapat memahami jenis-jenis cementing
pemboran
3. Mahasiswa dapat memahmai karateristik sifat fisik
pada cementing pemboran
4. Mahasiswa dapat menjelaskan metode penggunaan
cementing pemboran
5. Mahasiswa dapat mengaplikasikan perhitungan
pada proses cementing pemboran
37
B+ 74 – 76,99 Pada indikator nilai ini menyatakan bahwa
B 68 – 73,99 1. Mahasiswa dapat memahami proses cementing
B- 65 – 67,99 pemboran
2. Mahasiswa dapat memahami jenis-jenis cementing
pemboran
3. Mahasiswa dapat memahmai karateristik sifat fisik
pada cementing pemboran
C+ 6,2 – 64,99 Pada indikator nilai ini menyatakan bahwa
C 56 – 61,99 1. Mahasiswa dapat memahami proses cementing
pemboran
2. Mahasiswa dapat memahami jenis-jenis cementing
pemboran
D 45 – 55,99 Pada indikator nilai ini menyatakan bahwa
1. Mahasiswa tidak dapat memahami proses
cementing pemboran
2. Mahasiswa tidak dapat memahami jenis-jenis
cementing pemboran
3. Mahasiswa tidak dapat memahmai karateristik sifat
fisik pada cementing pemboran
4. Mahasiswa tidak dapat menjelaskan metode
penggunaan cementing pemboran
5. Mahasiswa tidak dapat mengaplikasikan
perhitungan pada proses cementing pemboran
E N < 44,99 Tidak memenuhi indikator penilaian
38
PENUTUP
39
DAFTAR PUSTAKA
API Specification 10A. (2010). Specification for Cements and Materials for Well
Cementing. American Petroleum Institute. https://doi.org/10.1002/jcc
Adam, N.J. (1985): Drilling Engineering, Tulsa, PennWell Books Publishing
Company.
Allawi, R. H., Najem, M. A., Sagger, M. A., & Abd, S. M. (2019). Effect of
Temperature on Rheology Drilling Mud. Journal of Physics: Conference
Series, 1279(1). https://doi.org/10.1088/1742-6596/1279/1/012054
Amoco Production Company. (1994): Drilling Fluid Manual, Amoco
Coorporation, Chicago.
Armenta, M. (2008): Identifying inefficient drilling conditions using Drilling-
Specific Energy, Society of Petroleum Engineer
Bahtiar, M. A. (2019). Cementing Proposal CLU01X. Jakarta: PT BBP Jakarta.
Baroid/NL Industries Inc. (1979): Manual of Drilling Fluids Technology.
Baroid/NL Industries Publications
Baker Hughes INTEQ. (1995): Drilling Engineering Workbook. Houston: Baker
Hughes
Brouse, M (1982): Pratical hydraulics: A key to efficient drilling. World Oil, Oct
Bourgoyne et. al , (1991): Applied Drilling Engineering, SPE Textbook Vol. 2,
SPE,
Brown-Hughes (1984): Liner Equipment. Brown-Hughes Catalogue
Course, D. (2015): Drilling Course. Retrieved from
WWW.DRILLINGCOURSE.COM/2015/12/INTRODUCTION-TO-
CASING.HTML?M=1
Chillingarian, G and Vorabutr, P.(1981): Drilling and Drilling Fluids. Elsevier
Scientific, Amsterdam
Dresser Magcobar, (1981): Drilling Fluid Hanbook.
Guerrero, C. E. G. (1998). CEMENTING OF GEOTHERMAL WELLS, 6, 157–
188.
IMCO (1979): Applied Mud Technology (Manual). IMCO Services Publications.
40
DAFTAR PUSTAKA
(Lanjutan)
41
DAFTAR PUSTAKA
(Lanjutan)
42
Modul Cementing Pemboran
by Apriandi Rizkina Rangga Wastu
13
13
18
22
19
12
8
8
3
9
7
4
4
6
6
6
10
5
5
5
5
15
15
2
12
1
21
4
3
24
2
2
2
2
2
2
1
16
17
14
14
23
14
11
17
20
1
Modul Cementing Pemboran
ORIGINALITY REPORT
13 %
SIMILARITY INDEX
11%
INTERNET SOURCES
2%
PUBLICATIONS
5%
STUDENT PAPERS
PRIMARY SOURCES
1
trijurnal.lemlit.trisakti.ac.id
Internet Source 1%
2
Submitted to West Virginia University
Student Paper 1%
3
Submitted to Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia
1%
Student Paper
4
universe-class.blogspot.com
Internet Source 1%
5
www.researchinflanders.be
Internet Source 1%
6
download.garuda.ristekdikti.go.id
Internet Source 1%
7
ejurnal.itats.ac.id
Internet Source 1%
8
bpsdm.pu.go.id
Internet Source 1%
9
repository.sttmigas.ac.id
Internet Source 1%
10
www.volontegenerale.nl
Internet Source 1%
11
Submitted to Federal University of Technology
Student Paper <1 %
12
100ek.nl
Internet Source <1 %
13
Submitted to Ajou University Graduate School
Student Paper <1 %
14
Frederick E. Beck, Daniel E. Boone, Robert
DesBrandes, Andrzej K. Wojtanowicz et al.
<1 %
"Drilling and Well Completions", Elsevier BV,
1996
Publication
15
inba.info
Internet Source <1 %
16
trijurnal.trisakti.ac.id
Internet Source <1 %
17
repositories.lib.utexas.edu
Internet Source <1 %
18
Submitted to President University
Student Paper <1 %
19
repository.unej.ac.id
Internet Source <1 %
20
Submitted to The Robert Gordon University
Student Paper <1 %
21
Submitted to Brookdale Community College
Student Paper <1 %
22
ftke.trisakti.ac.id
Internet Source <1 %
23
www.researchgate.net
Internet Source <1 %
24
Submitted to Universiti Selangor
Student Paper <1 %