Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Nesa Chairani 2040312089
Nurul Adha 2040312031
Ekky Revialdy 2040312032
Muhammad Fuad Rahmannu 2040312084
Preseptor :
dr. Eka Fithra Elfi, SpJP(K)
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Eka Fithra Elfi, SpJP(K)
selaku preseptor dan juga semua pihak yang telah memberikan arahan dan
petunjuk dalam penyusunan referat ini.
Penulis
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv
DAFTAR TABEL....................................................................................................v
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang...................................................................................................1
1.2. Tujuan Penulisan...............................................................................................2
1.3. Manfaat Penulisan.............................................................................................2
1.4. Metode Penulisan..............................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2.1 Definisi...............................................................................................................3
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko.................................................................................5
2.4 Patogenesis.........................................................................................................5
2.5 Manifestasi Klinis..............................................................................................6
2.6.1 Anamnesis.......................................................................................................7
2.6.2 Pemeriksaan Fisik...........................................................................................7
2.6.3 Pemeriksaan Elektrokardiogram.....................................................................7
2.7 Diagnosis Banding.............................................................................................9
2.8 Tatalaksana.......................................................................................................11
2.8.1 Tindakan Umum dan Langkah Awal............................................................11
2.8.2 Perawatan Gawat Darurat.............................................................................12
2.8.3 Terapi Jangka Panjang..................................................................................21
2.8.4 Ringkasan Tatalaksana STEMI.....................................................................22
2.9 Komplikasi.......................................................................................................24
2.10 Prognosis........................................................................................................25
BAB 3 KESIMPULAN..........................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................28
Gambar Halaman
Gambar 1 Komponen Delay dalam STEMI dan Interval Ideal 14
untuk Intervensi
Gambar 2 Langkah-langkah Reperfusi 18
Tabel Halaman
STEMI adalah fase akut dari nyeri dada yang ditampilkan, terjadi
peningkatan baik frekuensi, lama nyeri dada dan tidak dapat di atasi dengan
pemberian nitrat, yang dapat terjadi saat istirahat maupun sewaktu-waktu yang
disertai Infark Miokard Akut dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena
adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil.2
STEMI dapat menimbulkan nyeri dada hebat yang tidak dapat hilang
dengan istirahat, berpindah posisi, ataupun pemberian nitrat; kulit mungkin pucat,
berkeringat dan dingin saat disentuh; pada gejala awal tekanan darah dan nadi
dapat naik, tetapi juga dapat berubah menjadi turun drastis akibat dari penurunan
curah jantung, jika keadaan semakin buruk hal ini dapat mengakibatkan perfusi
ginjal dan pengeluaran urin menurun. Jika keadaan ini bertahan beberapa jam
sampai beberapa hari, dapat menunjukkan disfungsi ventrikel kiri. Pasien juga
terkadang ada yang mengalami mual muntah dan demam.1
Istilah ini muncul lagi beberapa tahun kemudian pada tahun 1992 dalam
sebuah artikel berjudul The Pathogenesjs of Coronary Artery Disease and the
Acute Coronary Syndromes, peneliti mendefinisikan ACS sebagai MI, unstable
angina, atau kematian mendadak iskemik. Sebagai titik sejarah dalam evolusi
penggunaan dan makna istilah ACS, menarik untuk dicatat bahwa MI, unstable
angina, dan kematian mendadak iskemik adalah bagian dari spektrum manifestasi
dari substrat arteri koroner aterosklerotik yang sama.4
2.2 Epidemiologi
1. Peningkatan umur
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Dislipidemia
4. Diabetes Melitus
5. Merokok
6. Hipertensi
7. Obesitas
Faktor resiko PJK menjadi : faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
yaitu : umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga sedangkan faktor risiko yang
dapat dimodifikasi yaitu: merokok, hipertensi, diabetes melitus, obesitas,
hiperkolesterolemia, diet tinggi lemak jenuh, dan faktor hemostatik. Berdasarkan
data dari World Health Organization (WHO), faktor risiko PJK yang ikut
berperan menyebabkan kematian adalah tingginya tekanan darah (13% dari
kematian global), diikuti oleh konsumsi tembakau (9%), peningkatan gula darah
(6%), rendahnya aktivitas fisik (6%), dan kelebihan berat badan atau obesitas
(5%).8
2.4 Patogenesis
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh
darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan
komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut.
Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah
koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard).
Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium
karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan
remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian
pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka
mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri
koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa
spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis
setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti
demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus
terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.9
Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah
penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion), sesak napas
yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan.9
2.6.1 Anamnesis
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang mengarah
kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin
sesampainya di ruang gawat darurat. Sebagai tambahan, sadapan V3R dan V4R,
Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina cukup
bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch Block) baru/
persangkaan baru, elevasi segmen ST yang persisten (≥20 menit) maupun tidak
persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T.9
Benign early repolarization (BER) adalah kondisi normal yang ditemukan pada 1-
5% populasi terutama pada usia muda, atlet dan ras hitam. Sekitar 48% pasien
dengan BER datang ke IGD dengan nyeri dada. Gambaran EKG BER memiliki
karakteristik elevasi segmen-ST konkaf 1-4 mm pada sadapan V2 – V5, terutama
V3, gelombang J yang prominen (berbentuk notched atau slurred) terutama di lead
V5-V6 dan tidak adanya gelombang S di V3.11
Abnormalitas EKG pada ST-T sering ditemukan pada pasien dengan LBBB
sehingga sulit dibedakan dengan STEMI. Hal ini disebabkan oleh depolarisasi
abnormal ventrikel yang diikuti oleh gangguan proses repolarisasi. Pada LBBB
didapatkan EKG dengan gelombang S yang dalam dan lebar di sadapan V1-V3
dengan elevasi segmen-ST dan gelombang T yang diskordan dengan komplek
QRS.11
Pada perikarditis akut didapatkan elevasi difus segmen-ST bentuk konkaf pada
semua sadapan kecuali V1 dan aVR di mana didapatkan depresi segmen-ST
(64%). Tipikal elevasi segmen-ST pada perikarditis akut memperlihatkan
keterlibatan lebih dari satu pembuluh darah koroner, yang jarang terjadi pada
kasus IMA. Selain itu didapatkan depresi segmen-PR pada semua sadapan kecuali
V1 dan aVR yang didapatkan elevasi segmen-PR. Hal lain yang dapat membantu
membedakan perikarditis akut dengan IMA adalah tidak adanya gelombang Q dan
inversi gelombang T pada saat EKG menunjukkan elevasi segmen-ST.11
Hiperkalemia
Sindrom Brugada
Sindrom Brugada disebabkan oleh mutasi gen yang mengkode kanal natrium di
jantung. Sindrom ini endemik di Asia Tenggara, dengan predominan lakilaki
(80%) pada usia rata-rata 40 tahun. Penegakkan diagnosis sindrom Brugada
berdasarkan EKG, didapatkan gambaran RBBB atipikal dengan karakteristik
elevasi segmen-
Angina Prinzmetal ditandai dengan nyeri dada yang mendadak pada saat istirahat
terutama pada pagi hari disebabkan oleh peningkatan tonus pembuluh darah
koroner (vasospasme) yang reversibel. Kelainan ini banyak ditemukan pada laki-
laki yang perokok (74 %). Keluhan nyeri dada akan berkurang dengan pemberian
nitrat.3,8 Elevasi segmen-ST pada angina Prinzmetal tidak dapat dibedakan dari
IMA, karena keduanya memiliki patofisiologi yang sama. Dimana pada angina
prinzmetal terjadi iskemik transmural yang disebabkan oleh vasospasme pada
epikardial sedangkan pada IMA disebabkan oleh thrombus yang persisten Apabila
spasme berlangsung cukup lama, dapat menimbulkan infark.11
2.8 Tatalaksana
Terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis
kerja kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat
darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung. Terapi awal
adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (MONA) :12
1. Tirah baring
2. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien
yang tidak responsif dengan terapi 3 dosis NTG sublingual
3. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2 arteri
<95% atau yang mengalami distres respirasi. Suplemen oksigen dapat
diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam pertama, tanpa
mempertimbangkan saturasi O2 arteri.
4. Aspirin 160-320 mg dengan dosis pemeliharaan 75-100 mg setiap hari untuk
jangka panjang diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui
intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak bersalut lebih
terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat
1. Waktu dari kontak medis pertama hingga perekaman EKG pertama ≤10 menit
2. Waktu dari kontak medis pertama hingga pemberian terapi reperfusi:
a. Untuk fibrinolisis ≤30 menit
b. Untuk IKP primer ≤90 menit (≤60 menit apabila pasien datang dengan
awitan kurang dari 120 menit atau langsung dibawa ke rumah sakit yang
mampu melakukan IKP)
Terapi reperfusi segera dan sebisa mungkin, baik dengan IKP primer atau
farmakologis, diindikasikan untuk semua pasien dengan gejala yang timbul dalam
12 jam dengan elevasi segmen ST yang menetap atau Left Bundle Branch Block
(LBBB) yang (terduga) baru dan terdapat bukti klinis maupun EKG adanya
iskemia yang sedang berlangsung, bahkan bila gejala telah ada lebih dari 12 jam
yang lalu atau jika nyeri dan perubahan EKG tampak tersendat. 12
Tahap pertama adalah menentukan ada tidaknya rumah sakit sekitar yang
memiliki fasilitas IKP. Bila tidak ada, langsung pilih terapi fibrinolitik. Bila ada,
pastikan waktu tempuh dari tempat kejadian (baik rumah sakit atau klinik) ke
rumah sakit tersebut apakah kurang atau lebih dari (2 jam). Jika membutuhkan
waktu lebih dari 2 jam, reperfusi pilihan adalah fibrinolitik. Setelah fibrinolitik
selesai diberikan, jika memungkinkan pasien dapat dikirim ke pusat dengan
fasilitas IKP.
12
1. Waktu sejak awitan gejala (kurang dari 12 jam atau lebih dari 12 jam dengan
tanda dan gejala iskemik).
2. Risiko fibrinolisis dan indikasi kontra fibrinolisis
3. Waktu yang dibutuhkan untuk pemindahan ke pusat kesehatan yang mampu
melakukan IKP (<120 menit).
1. Tentukan pilihan yang lebih baik antara fibrinolisis atau strategi invasif untuk
kasus tersebut.
2. Bila pasien <3 jam sejak serangan dan IKP dapat dilakukan tanpa penundaan,
tidak ada preferensi untuk satu strategi tertentu.
1. Pasien datang kurang dari 3 jam setelah awitan gejala dan terdapat halangan
untuk strategi invasive
2. Strategi invasif tidak dapat dilakukan
a. Cath-lab sedang/tidak dapat dipakai
b. Kesulitan mendapatkan akses vaskular
c. Tidak dapat mencapai laboratorium/pusat kesehatan yang mampu
melakukan IKP dalam waktu <120 menit
3. Halangan untuk strategi invasif
a. Transportasi bermasalah
b. Waktu antara Door-to-balloon dan Door-to-needle lebih dari 60 menit
c. Waktu antar kontak medis dengan balonisasi atau door-to-balloon lebih
dari 90 menit
Terapi jangka panjang yang disarankan setelah pasien pulih dari STEMI adalah:
2.9 Komplikasi
Setelah STEMI fase akut dan subakut, disfungsi pada miokardium sering
terjadi. Adanya obstruksi mikrovaskular dan/atau jejas transmural dapat mengarah
pada pompa yang gagal bekerja dengan semestinya disertai manifestasi klinis
kegagalan jantung, yang dapat berakibat pada munculnya gagal jantung kronik.12
Selain gagal jantung, dapat pula terjadi komplikasi yang lain, berupa syok
kardiogenik. Penyakit ini merupakan penyebab kematian utama pasien dengan
STEMI. Penelitian yang dilakukan di Kupang, Nusa Tenggara Timur
menunjukkan bahwa dari 23 pasien yang didiagnosis STEMI, sebanyak tiga dari
Sembilan subjek penelitian mengalami syok kardiogenik 14. Walaupun syok sering
muncul pada fase awal setelah onset, biasanya ia tidak didiagnosis saat pasien
datang ke rumah sakit untuk pertama kali. Biasanya, pasien datang dengan
hipotensi, cardiac output yang rendah, dan kongesti paru.12
2.10 Prognosis
Variabel Nilai
Usia ≥75 tahun 3
Usia 65-74 tahun 2
Diabetes, hipertensi, angina 3
Tekanan darah sistolik <100 mmHg 3
Laju nadi >100 kali per menit 2
Kelas Killip II-IV 2
STEMI anterior atau LBBB komplit 1
Waktu ke tindakan >4 jam 1
Komplikasi yang muncul pada STEMI dapat berupa gagal jantung, syok
kardiogenik, aritmia (takiaritmia maupun bradiaritmia), atau komplikasi yang lain.
Untuk memprediksi mortalitas, digunakan skor TIMI atau GRACE. Selain kedua
macam penilaian tersebut, digunakan juga klasifikasi Killip, yang berdasarkan
pada indikator klinis gagal jantung. Makin tinggi skor TIMI atau GRACE, risiko
mortalitas akan makin besar. Demikian juga untuk Killip, makin tinggi kelas,
makin besar pula risiko mortalitas pasien akibat STEMI.