You are on page 1of 11

PERILAKU BODY SHAMING PADA REMAJA DALAM BERMEDIA SOSIAL

(PERSPEKTIF TAFSIR IBNU ‘ASYUR)

Ahmad Syarifuddin, Nabila Rahmatul Husna, Dian Sri Lestari, M. Qinthar Rahman
Institut Agama Islam Negeri Kediri
Syarif.ahmad2k2@gmail.com

Keywords: Abstract
body The development of information technology provides free access to social media for all
aspects of society as a means of communicating and socializing, especially among
shaming, the teenagers. Apart from the positive impact it has, the presence of social problems that arise
Quran, tafsir periodically in cyberspace also show negative impacts, one of which is body shaming. In this
maqasidi writing, the author explains two problem formulations: first, regarding how body shaming
is seen from the perspective of Tahir Ibnu Asyur in Surah al-Hujurat (39): 11. Second, this
research also tries to contextualize Tahir Ibnu 'Asyur's interpretation of body shaming. This
research uses the library study analysis method, where the author collects data from
various sources such as books, books, tafsir books, and journals. In studying interpretation,
the conceptual thematic method is used, where the author looks for verses that are relevant
to the theme to be studied before carrying out analysis. The results of the analysis show
that Tahir Ibnu 'Assyur considers reproaches to be verbal statements and the use of bad
titles, but also notes that reproaches can manifest in bodily actions such as hand or eye
movements, which can give rise to feelings of offense, as well as other bodily movements.
Kata Kunci: Abstrak
body Perkembangan teknologi informasi memberikan akses media sosial secara bebas kepada
semua aspek masyarakat sebagai sarana berkomunikasi dan bersosialisasi, khususnya
shaming, al- pada kalangan remaja. Disamping dampak positif yang berikan, kehadiran
Qur’an, tafsir permasalahan-permasalahan sosial yang muncul secara berkala dalam dunia mayapun
maqasidi menunjukkan dampak negatifnya, salah satunya body shaming. Dalam penulisan ini,
penulis menjelaskan dua rumusan masalah: pertama, mengenai bagaimana body
shaming dilihat dari perspektif Tahir Ibnu Asyur dalam surat al-Hujurat(39): 11. Kedua,
penelitian ini juga mencoba mengkontekstualisasi penafsiran Tahir Ibnu ‘Asyur terhadap
body shaming. Penelitian ini menggunakan metode analisis studi pustaka, di mana
penulis mengumpulkan data dari berbagai sumber seperti kitab-kitab, buku-buku, kitab
tafsir, dan jurnal. Dalam mengkaji penafsiran, metode tematik konseptual digunakan, di
mana penulis mencari ayat yang relevan dengan tema yang akan dikaji sebelum
melakukan analisis. Hasil analisis menunjukkan bahwa Tahir Ibnu ‘Asyur menganggap
celaan sebagai pernyataan verbal dan penggunaan gelar buruk, namun juga mencatat
bahwa celaan dapat berwujud dalam tindakan tubuh seperti gerakan tangan atau mata,
yang dapat menimbulkan perasaan tersinggung, serta gerakan tubuh lainnya.
Article History : Received : Accepted :

PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi informasi akses secara bebas kepada semua aspek masyarakat
untuk mengakses media sosial sebagai sarana berkomunikasi dan bersosialisasi, khususnya pada
kalangan remaja. Tak hanya memberikan dampak positif, nyatanya media sosial membawakan
dampak negatif. Termasuk salah satu kasus yang menjadi perhatian UNICEF adalah bullying.
Sifat bulyying tidak hanya berbentuk fisik akan tetapi berbentuk verbal. Dikalangan remaja yang
lebih banyak menghabiskan waktunya dengan bermedia sosial, misalnya pada flatform aplikasi
instagram, twitter, facebook, threads, tiktok, dan youtube, sehingga memudahkan banyak

QOF: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Tafsir


Volume 1, Number 1, 2023 p-ISSN 2598-5817; e-ISSN 2614-4875; 154-177
Ahmad Syarifuddin

pengguna menerima informasi. Terlebih, rata-rata pengguna sosial media adalah remaja berusia
13-18 yang mudah menangkap berita namun sukar menyaringnya.
Perilaku remaja dalam kasus bully atau perundungan dalam sosial media ini disebut
cyberbullying. Sehingga lontaran komentar yang mulanya bersifat bercandaan, berujung menjadi
kalimat yang menjatuhkan mental korban bully. Seperti halnya body shaming atau tindakan
mengejek dan menghina seseorang dengan cara mengomentari bentuk tubuh, ukuran tubuh,
maupun penampilan bermula dari bahan bercanda yang membuat orang lain terhibur. Pasalnya,
sosok pembully tersebut tidak menyadari bahwa tindakannya akan membuat korban merasa
tersinggung. Dampak dari body shaming bisa membuat si korban melakukan segala cara untuk
mempercepat perubahan yang ada pada dirinya demi memenuhi ekspektasi dari orang lain.
Dalam Al-Qur’an disebutkan beberapa kata yang mengarah pada makna bullying. Seperti
halnya kata sakhara yang terdapat dalam at-Taubah (79), al-Baqarah (212), Hud (38), al-An’am
(10), az-Zumar (56); kata istahza’a-yastahzi’u terdapat dalam at-Taubah (65), asy-Syu’ara (6),
at-Taubah (64), ar-Ra’d (32), al-Baqarah (67), al-Kahfi (56); kata talmizu terdapat dalam al-
Hujurat (11), at-Taubah (58), at-taubah (79), al-Humazah (1). Akan tetapi, fokus pembahasan
bully dalam penelitian ini akan membahas lebih dalam mengenai tafsir maqasidi surah al-Hujurat
ayat 11 perspektif Ibnu ‘Asyur.
LITERATURE RIVIEW
Adapun penelitian terdahulu mengenai body shaming antara lain: Pertama penelitian
yang dilakukan oleh Auwalul Mahfudhoh yang berjudul “Body Shaming Perspektif Tahir Ibnu
‘Ashur” (Studi Analisis Qur’an Surah al-Hujurat : 11 Dalam Kitab At- Thahir Wa Tanwir) yang
membahas ayat- ayat yang berkaitan dengan body shaming yang berdasarkan Ibnu asyur yaitu
mencela, menghina, mengolok-olok merupakan perbuatan yang tidak baik untuk keharmonisan
saat melakukan interaksi sosial.1 Kedua yang dilakukan oleh Sahlah Mardhiyyah yang berjudul
“Bullying dalam Al-Qur’an” (Studi Komperatif Penafsiran Ibn ‘Asyur (w. 1393 H) dan Wahbah
al-Zuhaili (w. 1932 H)) yang membahas kata Istihza’ah, al-sukhriyyah, al-lamz, az-zulm, al-
hamz, dan al-tanabuz merupakan perbuatan tercelah yang dibenci oleh Allah SWT.2 Ketiga yang
dilakukan oleh Dwi Indri Cahyani yang berjudul “Cyberbullying di Media Sosial dalam
Perspektif al-Qur’an” yaitu menganalisis, mengenali, dan menguraikan ayat-ayat yang berkaitan
dengan cyberbullying di media sosial melalui tafsir tematik.3
METODE
Metode yang digunakan pada artikel ini menggunakan studi pustaka (library research)
dengan mengumpulkan data dengan cara memahami dan mempelajari teori-teori dari berbagai
literature yang berhubungan dengan penilitian tersebut. Ada beberapa tahap studi pustaka dalam
penelitian ini, yaitu pengumpulan data digunakan dengan mencari sumber dan memilah dari
berbagai sumber tersebut contohnya seperti buku, jurnal, dan riset-riset yang sudah pernah
dilakukan. Bahan pustaka yang diperoleh dari berbagai refrensi tersebut, kemudian dianalisis
agar bisa memudahkan untuk mendapat dukungan gagasan dari refrensi tersebut.
1
Auwalul Makhfudhoh, “BODY SHAMING PERSPEKTIF TAHIR IBNU ‘ASHUR (Studi Analisis Qur ’ an
Surat Al -Hujurat {49}:11 Dalam Kitab At- Tahrir Wa At-Tanwīr),” 2019, 1–87,
http://digilib.uinsby.ac.id/37933/.
2
Mardhiyyah Sahlah, “BULLYING DALAM AL-QUR’AN (Studi Komperatif Penafsiran Ibn ’Asyur (w. 1393
H) Dan Wahbah Al- Zuhaili (w. 1932),” no. 8.5.2017 (2022): 2003–5.
3
Dwi Indri Cahyani et al., “Cyberbullying Di Media Sosial Dalam Perspektif Al- Qur ’ an,” Ilmu Al-Qur’an Dan
Tafsir 1, no. 1 (2022): 36–51.

X QOF: Jurnal Studi al-Qur’an dan Tafsir


Perilaku Body Shaming

PEMBAHASAN
Definisi Body Shaming
Body shaming adalah bentuk menyakiti seseorang dengan menjelek-jelekkan atau
memberikan komentar buruk mengenai bentuk tubuhnya. Body shaming merupakan
pengalaman memalukan dapat difokuskan dari dalam diri yang meliputi perasaan malu,
tingkah laku, perceived personality traits, ataupun keadaan pikiran. 4 Tindakan ini misalnya
mengatakan kalau fisik seseorang terlalu kurus, pendek, gemuk, atau tinggi. Sebenarnya,
body shaming tak ubahnya seperti kamu melakukan tindakan bullying atau perundungan
dalam bentuk verbal.
Tidak hanya membuat seseorang mengalami penurunan rasa percaya diri,
perbuatan ini juga bisa membuat korban merasa malu dan menarik diri karena bentuk fisik
mereka. Dalam jurnal ini kami memaparkan dua aspek, yaitu: aspek Agama dan aspek
Sosial.
a) Body Shaming Dalam Aspek Agama
Body shaming merupakan perilaku yang buruk karena mengkritik fisik diri sendiri
maupun orang lain yang dapat menyakiti perasaan dan tidak menghargai orang lain.
Mencela dan mengolok merupakan suatu perbuatan yang tidak baik dalam Islam, karena
perbuatan tersebut dapat merugikan berbagai pihak. Orang yang mencela akan mendapat
dosa sedangkan orang yang dicela akan merasa tersakiti. Allah Swt, melarang hambanya
melakukan perbuatan mencela baik dalam kondisi segi sosial, keturunan agama, maupun
bentuk tubuh orang lain.5 Seperti yang di jelaskan pada surah Al-Hujurat ayat 11:

ۚ ‫يَٰٓاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰاَم ُنْو ا اَل َيْسَخْر َقْو ٌم ِّم ْن َقْو ٍم َعسٰٓى َاْن َّيُك ْو ُنْو ا َخْيًرا ِّم ْنُهْم َو اَل ِنَس اٌۤء ِّم ْن ِّنَس اٍۤء َعسٰٓى َاْن َّيُك َّن َخ ْيًرا ِّم ْنُهَّن‬
١١ ‫َو اَل َتْلِم ُز ْو ٓا َاْنُفَس ُك ْم َو اَل َتَناَبُز ْو ا ِباَاْلْلَقاِبۗ ِبْئَس ااِل ْس ُم اْلُفُسْو ُق َبْع َد اِاْل ْيَم اِن ۚ َو َم ْن َّلْم َيُتْب َفُاولٰٕۤىَِك ُهُم الّظِٰلُم ْو َن‬
.
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang
lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang
mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan
lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan

4
Sri Revi Windayani, “Bimbingan Islami Terhadap Perilaku Body Shaming Berdasarkan Al-Qur’an Surah Al-
Hujurat Ayat 11-13,” Universitas Islam Ar-Raniry, 2022.
5
Julidar, ANALISIS SEMIOTIKA PERSPEKTIF ISLAM TERHADAP BODY SHAMING DALAM FILM
IMPERFECT: KARIR, CINTA, DAN TIMBANGAN, (Aceh 17 JANUARI 2022), h. 30
3
Ahmad Syarifuddin

(yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah
saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah
(panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka
mereka itulah orang-orang yang zalim.
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah Swt, melarang suatu kaum mengolok-
olok kaum yang lain, karena boleh jadi yang diolok-olok lebih baik daripada yang
mengolok-olok. Dalam ayat tersebut dijelaskan mengenai larangan mencela dan
memanggil seseorang atau suatu kaum dengan gelar-gelar yang buruk. Larangan dalam
QS. Al-Hujurat tersebut ditujukan bagi semua golongan, baik laki-laki maupun
perempuan. Apabila dikontekstualisasikan pada kehidupan saat ini, maka mencela atau
mengolok-olok pada ayat tersebut sama halnya dengan tindakan body shaming.
b) Body Shaming Dalam Aspek Sosial
Menurut Dolezal dalam Jurnal Universitas Muhammadiyah Semarang, Perlakuan
body shaming adalah pengalaman yang di alami oleh individu ketika kekurangan pada
tubuh di pandang sebagai sesuatu yang negatif oleh orang lain dari bentuk tubuhnya.
Body shaming sangat berkaitan dengan bentuk tubuh yang ideal menurut masyarakat
sekitar, sehingga sekarang ini banyak standar kecantikan yang muncul di masyarakat
sehingga membuat seseorang yang tidak memenuhi standar tersebut merasa terkucilkan.
Rasa malu pada tubuh menurut Fredrickson & Roberts dalam jurnal Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, adalah konsep yang menunjukkan adanya kesadaran diri
dan juga respon negative terhadap diri sendiri. Hal ini menjadi suatu langkah salah untuk
memenuhi standar tubuh yang ideal, dan pengakuan atas kegagalan memenuhi standar
tubuh yang ideal, dan pengakuan atas kegagalan memenuhi standar Ahli lain
mendefinisikan malu terkait tubuh sebagai pengalaman afektif yang akut berasal dari
persepsi akan kegagalan mencapai ukuran tubuh sesuai dengan standar budaya. Proses
seperti ini seringkali meningkatkan kecemasan dan perasaan malu akan tubuh.6
Analisis Surah al-Hujurat ayat 11

ۚ ‫يَٰٓاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰاَم ُنْو ا اَل َيْسَخْر َقْو ٌم ِّم ْن َقْو ٍم َعسٰٓى َاْن َّيُك ْو ُنْو ا َخْيًرا ِّم ْنُهْم َو اَل ِنَس اٌۤء ِّم ْن ِّنَس اٍۤء َعسٰٓى َاْن َّيُك َّن َخ ْيًرا ِّم ْنُهَّن‬
‫َو اَل َتْلِم ُز ْو ٓا َاْنُفَس ُك ْم َو اَل َتَناَبُز ْو ا ِباَاْلْلَقاِبۗ ِبْئَس ااِل ْس ُم اْلُفُسْو ُق َبْع َد اِاْل ْيَم اِن ۚ َو َم ْن َّلْم َيُتْب َفُاولٰٕۤىَِك ُهُم الّظِٰلُم ْو َن‬

6
Salsabila Zakia Nur, “Pengaruh Body ShamingTerhadap Kepercayaan Diri Remaja Di Desa Bawu Batealit
Jepara,” 2016, 1–23.

X QOF: Jurnal Studi al-Qur’an dan Tafsir


Perilaku Body Shaming

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki


merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka.
Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang
direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan
memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah
(panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka
itulah orang-orang yang zalim.
Menurut tafsir al-Misbah surah al-Hujurat ayat 11 menjelaskan ( ‫)تْلِم ُز ْو‬talmizu
terambil dari kata ( ( ‫الَلَم َز‬al-lamz. Para ulama berbeda pendapat dalam memaknai kata ini.
Ibnu ‘Asyur, misalnya memahaminya dalam arti ejekan yang langsung dihadapkan kepada
yang diejek, baik dengan isyarat, bibir, tangan, atau kata-kata yang dipahami sebagai ejekan
atau ancaman. Ini adalah salah satu bentuk kekurangajaran dan penganiayaan.
Ayat diatas melarang melakukan al-lamz terhadap diri sendiri, sedangkan
maksudnya adalah orang lain. Redaksi tersebut dipilih untuk mengisyaratkan kesatuan
masyarakat dan bagaimana seharusnya merasakan bahwa penderitaan dan kehinaan yang
menimpa orang lain menimpa pula dirinya sendiri. Disisi lain, tentu saja siapa yang
mengejek orang lain maka dampak buruk ejekan itu menimpa si pengejek, bahkan tidak
mustahil ia memperoleh ejekan yang lebih buruk dari pada yang di ejek itu. Bisa juga
larangan ini memang ditujukan kepada masing-masing dalam arti jangan melakukan suatu
aktifitas yang mengundang orang menghina dan mengejek anda karena, jika demikian anda
bagaikan mengejek diri sendiri.
Dari penafsiran M. Quraish Shihab terkait Qs. al-Hujurat ayat 11 diatas memberikan
petunjuk tentang beberapa hal yang harus dihindari untuk mencegah timbulnya pertikaian.
Bahwa suatu kaum laki-laki maupun perempuan dalam bersosial masyarakat dilarang
mengolok-olok kaumnya sendiri yakni kaum lakilaki maupun perempuan yang lain. Karena
hal tersebut dapat menimbulkan pertikaian dan perpecahan umat, walaupun yang diolok-
olok itu lebih baik dari mereka yang mengolok-olok sehingga dengan demikian yang
berolok-olok melakukan kesalahan. Dengan menyebut kekurangan pihak lain dengan
tujuan menertawakan atau menurunkan martabat seseorang yang bersangkutan, baik
dengan ucapan, perbuatan ataupun tingkah laku.
Terdapat beberapa riwayat para mufasir yang menyangkut mengenai asbabun nuzul
surah al-Hujurah ayat 11. Salah satunya adalah ejekan kelompok bani Tamim terhadap
Bilal, Shuhaib dan ‘Ammar yang merupakan orang-orang dari kalangan kurang mampu. Ada

5
Ahmad Syarifuddin

lagi yang menyatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan ejekan yang dilontarkan
kepada Tsabit bin Qois, beliau merupakan sahabat nabi saw. yang tuli. Pada saat itu Tsabit
melangkahi sekian orang untuk duduk di dekat Rasulullah SAW agar dapat mendapat
wejengan dari Rasulullah saw. Salah seorang menegurnya, tetapi Tsabit marah sambil
memakinya dengan menyatakan bahwa dia yakin si penegur adalah anak si Anu – (seorang
wanita yang pada masa jahiliah dikenal memiliki aib). Orang yang diejek ini merasa
dipermalukan, maka turunlah ayat ini. Ada pula yang menyatakan bahwa ayat ini turun
berkenaan dengan ejekan yang dilontarkan oleh seseorang terhadap istri nabi Muhammad
saw. terhadap Ummu Salamah yang merupakan madu mereka. Ummu Salamah yang
merupakan “madu” mereka. Ummu Salamah mereka ejek sebagai wanita pendek.7
Interpretasi penafsiran Qur’an Surat al-Hujurat (49):11 dalam Tafsir al- Tahri<r wa at-
Tanwir
Mencela, mencaci mengolok adalah sebuah perbuatan yang dinilai tidak baik. Dalam
islam perbuatan tidak baik disebut dengan akhlak madzmumah, mencaci merupakan
berbuatan yang tercela dan bisa mengakibatkan timbulnya perpecahan dan permusuhan.
Sebagaimana dijelaskan dalam Quran surah al-Hujurat (49):11 terkait persoalan mencaci,
menghina dan mengolok-olok.
Ayat ini menganjurkan kepada sesama muslim untuk senantiasa memperbaiki
perilaku terhadap muslim yang lain, serta mewajibkan seorang muslim dengan muslim
yang lain bersatu dalam kebaikan, diturunkannya ayat ini untuk menasehati dan anjuran
untuk memperbaiki sikap dalam menyikapi muslim dengan muslim yang lain. Tentang
tertawa yang dimaksud disini adalah tertawa dengan maksud mencela, mengejek dan
menghina orang lain, dengan adanya hal semacam itu maka turunlah ayat larangan ini.
Dan pada ayat ini dibuka dengan kata seruan yang mengajak mereka sekumpulan
orang dan menunjukkan mengenai pentingnya tujuan diturunkannya ayat ini yaitu untuk
meluruskan sikap muslim antara satu dengan yang lain yang pada masa jahiliyah yang
selalu mengatakan dengan perkataan jelek dan selalu menggampangkan hal tersebut
padahal hal tersebut merupakan perbuatan yang dilarang. Hinaan merupakan suatu
perbuatan yang dapat mengganggu mental seseorang.
Dan orang-orang yang dimaksud dalam ayat ini yaitu mereka yang memahami
tentang larangan tersebut bahwa ejekan dengan menghina orang lain dengan perkataan
merupakan larangan yang benar dan jelas diharamkan. Ayat ini tidak hanya dikhususkan
7
M Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISHBAH Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an, Tafsir Al-Misbah Jilid 13,
1997, 250.

X QOF: Jurnal Studi al-Qur’an dan Tafsir


Perilaku Body Shaming

kepada laki-laki saja akan tetapi ayat ini dikhususkan pula kepada perempuan. Dalam
pemaknaan ayat ini dimasukkan kata perempuan agar tidak terjadi salah paham dalam
pemahaman pemaknaan ayat. Dan tidak hanya ditujukan pada suatu kaum tertentu akan
tetapi ditujukan kepada semua baik kelompok dengan kelompok maupun individu dengan
individu.
Hinaan yang menyebutkan suatu keadaan yang biasa dilakukan kebaanyakan orang
itu sebenarnya berbanding terbalik, maksudnya orang yang melakukan hinaan tidak selalu
lebih baik dari orang yang dihina. Dan hinaan akan meninggalkan jejak yang menyakitkan
dan jejak itu tidak bermanfaat dalam kehidupan dan hal tersebut besar kemungkinan akan
menimbulkan perasaan dendam.
Selain itu menyebutkan aib orang lain dengan terang-terangan dengan penuh rasa
kebencian. Dan apabila sikap ini benar dilakukan dengan rasa benci dan menjatuhkan
maka ini adalah sikap yang hina dan dusta, sikap seperti ini merupakan sikap yang
meluas di arab pada masa jahiliyah. Seperti halnya dalam firmn Allah SWT dalam Quran
surat al-Humazah {104} :1
١ ۙ‫َو ْيٌل ِّلُك ِّل ُهَم َز ٍة ُّلَم َز ٍة‬
Artinya: Celakalah setiap pengumpat lagi pencela
yaitu golongan orang musyrik yang pada saat itu sering mencela Nabi SAW, dan
pada saat itu antara menuduh dan mencela dengan menggunakan mulut secara samar-
samar disertai dengan mencela.
Tanabuz adalah panggilan yang mengandung hinaan, yaitu gelar atau panggilan yang
dijulukan kepada seseorang yang dianggap memiliki sifat atau kebiasaan, seperti
memanggil dengan julukan “wahai si hidung unta”.
Selain tanabuz ada juga sikap al-Qo>b yaitu panggilan atau julukan yang ditujukan
kepada pembenci sebagai pembeda dengan yang lain, dan panggilan tersebut sebagai
bahan ejekan dan tertawaan. Panggilan-panggilan khusus ini sangat dilarang karena
dengan panggilan tersebut dapat menyakiti hati seseorang. Dan firman Allah SWT ‚Wala> tal
mizu>‛, ‚Wala> tana>bazu>‛ kata tersebut merupakan sifat yang berdampingan karena kedua
sifat tersebut sangat dominan kepada orang-orang jahiliyah yaitu bani Salamah yang
menetap di Madinah.
Di dalam Islam sangat melarang perbuatan fa>siq dan dza>lim karena kefasikan dapat
merusak keimanan seseorang, salah satunya dengan berbuat maksiat dan mencela orang
lain. Seburuk-buruknya panggilan adalah memanggil dengan panggilan fasiq. Dan hal
7
Ahmad Syarifuddin

itu merupakan perbuatan yang tidak baik. Seseorang yang fasiq identik dengan iman
yang lemah sehingga dari lemahnya iman dapat mengundang kemaksiatan dan kesirikan.
Ketika celaan dan hinaan, sindiran itu jadi kebiasaan maka hal tersebut termasuk dalam
salah satu maksiat maka wajib bertaubat dari mendzolimi orang lain karena hal itu akan
menyebabkan azab di dunia maupun akhirat, dan kedzoliman itu adalah kejahatan yang
sangat kejam. Berbicara tentang seruan larangan ayat ini melarang berprasangka jelek
karena prasangka itu sifatnya halus dan secara tidak sadar dapat mempengaruhi
pikiran orang.8
Aspek Maqasid Body Shaming pada Surah al-Hujurat ayat 11
Pembahasan serta analisis yang telah dilakukan sebelumnya, penulis menemukan
hasil bahwa dibalik pelarangan body shaming terdapat nilai kemaslahatan yang dapat
diambil dari pelarangan body shaming, yaitu pertama, nilai kemanusiaan berupa
mengucapkan perkataan yang manusiawi. Perkataan yang manusiawi merupakan salah
satu langkah menjaga rasa kemanusiaan dalam diri manusia yakni dengan berkata baik.
Kedua, nilai keadilan berupa setiap perilaku tercela akan mendapatkan konsekuensi.
Konsekuensi tersebut dapat berupa sanksi sosial ataupun sanksi dari Tuhan. Ketiga, nilai
moderasi berupa berkata dengan menghargai orang lain. Sedangkan aspek maqā ṣid dalam
Q.S. alHujurat [49]: 11 berupa Ḥ ifẓ al-nafs berupa menghargai orang lain agar tidak terjadi
konflik sosial dan konflik batin, Ḥ ifẓ al-‘aql berupa menggunakan akal sebagaimana
mestinya, dan Ḥ ifẓ al-dīn berupa menghargai ciptaan Tuhan dan menjaga fitrah manusia,
yaitu beribadah kepada Allah.9
Hukum Menurut Ulama’
Ibnu Hajar Al Haitami, dalam kitab Az Zawajir menyebutkan “Kita menyakiti hati
orang muslim adalah sebuah tindakan dosa besar”. Begitu pula sahabat Ibnu Abbas
radliyallahu ’anhu sebagaimana disampaikan oleh Imam Ghazali menyebutkan, senyum
merendahkan dan tertawa penghinaan terhadap orang lain merupakan dosa yang pasti
tercatat. Kalau senyum adalah dosa kecil, maka tertawa adalah dosa besar.

HASIL

8
Muhammad Tahir Ibnu Asyur, Tafsir Al-Tahrir Wa Al-Tanwir, n.d., 247.
9
Muhammad Mundzir, Arin Maulida Aulana, and Nunik Alviatul Arizki, “Body Shaming Dalam Al-Qur’an
Perspektif Tafsir Maqasidi,” MAGHZA: Jurnal Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir 6, no. 1 (2021): h.107–9,
https://doi.org/10.24090/maghza.v6i1.5556.

X QOF: Jurnal Studi al-Qur’an dan Tafsir


Perilaku Body Shaming

Ibnu Ashur adalah seorang ulama Islam terkenal dari Tunisia yang hidup pada abad ke-
20. Dia dikenal karena pandangannya yang progresif dan pemahamannya tentang hukum Islam.
Namun, dalam konteks body shaming, kita harus merinci cara dia mungkin memandang masalah
ini menggunakan teori observasi, pencarian dalil, dan menentukan hukum.
1. Observasi
Ibnu Ashur mungkin akan mendekati masalah body shaming dengan pendekatan observasi
terlebih dahulu. Dia akan melihat fenomena tersebut dalam masyarakat dan mengamati
dampaknya terhadap individu. Observasi ini dapat melibatkan penelitian terhadap
bagaimana masyarakat, khususnya di dunia Muslim, mungkin terpengaruh oleh body
shaming. Dia mungkin akan mencatat bagaimana body shaming dapat mengarah pada
masalah psikologis, kecemasan, dan dampak negatif lainnya.
2. Pencarian Dalil
Sebagai seorang ulama, Ibnu Ashur akan mencari dasar-dasar hukum Islam (dalil) yang
relevan untuk memahami masalah body shaming. Dia mungkin akan mencari ayat-ayat Al-
Quran, hadis-hadis Nabi Muhammad SAW, dan pemahaman hukum Islam yang telah ada.
Dalam hal ini, Ibnu Ashur akan mencari prinsip-prinsip yang relevan untuk mengatasi body
shaming, seperti nilai-nilai kesejahteraan individu, persamaan, dan keadilan dalam Islam.
3. Menentukan Hukum
Setelah observasi dan pencarian dalil, Ibnu Ashur akan berusaha menentukan hukum atau
pandangan Islam terkait body shaming. Berdasarkan pemahaman dan analisisnya, Ibnu
Ashur mungkin akan mengambil pendekatan yang mendukung pencegahan dan
penanggulangan body shaming. Dia akan mungkin mengaitkan hal ini dengan nilai-nilai
Islam, seperti rahmat, keadilan, dan penghormatan terhadap individu. Mungkin dia akan
menyatakan bahwa body shaming adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam
dan dapat merusak kesejahteraan individu.

Namun, penting untuk diingat bahwa ini adalah interpretasi hipotetis, dan pandangan
konkret Ibnu Ashur tentang body shaming mungkin berbeda. Pendekatan ini hanya mencoba
memberikan gambaran tentang bagaimana seorang ulama seperti Ibnu Ashur dapat menghadapi
masalah body shaming dengan merujuk pada observasi, pencarian dalil, dan menentukan hukum
dalam konteks Islam.
Dalam konteks media sosial, pandangan Ibnu Ashur tentang body shaming dapat
dihubungkan dengan dampak dan peran media sosial dalam memperluas dan memperkuat
fenomena tersebut. Berikut adalah beberapa hubungan yang mungkin ada:

9
Ahmad Syarifuddin

1. Penyebaran Isu Body Shaming:


Media sosial memberikan platform yang luas untuk individu atau kelompok yang ingin
mengekspresikan pandangan atau komentar negatif tentang penampilan fisik orang lain.
Body shaming sering kali diperkuat melalui komentar, meme, atau postingan yang mengejek
atau merendahkan penampilan seseorang.
2. Tekanan Terhadap Penampilan:
Media sosial seringkali menciptakan tekanan sosial terkait dengan penampilan fisik.
Keterlibatan dalam platform seperti Instagram atau TikTok dapat mendorong individu untuk
mencari validasi melalui penampilan mereka, yang dapat menyebabkan ketidakpuasan
dengan tubuh mereka sendiri.
3. Dukungan dan Kesadaran:
Di sisi lain, media sosial juga dapat menjadi alat yang kuat dalam menyuarakan dukungan
dan kesadaran tentang isu body shaming. Aktivis dan kelompok yang berjuang melawan
body shaming dapat menggunakan media sosial untuk menyebarkan pesan positif,
mempromosikan penerimaan diri, dan mengedukasi masyarakat tentang bahaya body
shaming.
4. Ibnu Ashur dan Media Sosial:
Dalam konteks pemahaman Ibnu Ashur tentang body shaming, dia mungkin melihat media
sosial sebagai alat yang dapat digunakan untuk memerangi fenomena ini. Dia mungkin akan
mendorong individu dan kelompok untuk menggunakan media sosial untuk mendukung
nilai-nilai Islam seperti penghargaan terhadap individu, rahmat, dan keadilan. Selain itu, dia
mungkin akan menekankan pentingnya memanfaatkan media sosial untuk menciptakan
lingkungan yang positif dan penuh rasa hormat.

Penting untuk dicatat bahwa pandangan individu, termasuk pandangan ulama seperti Ibnu
Ashur, bisa bervariasi, dan pendekatan terhadap pengaruh media sosial pada body shaming
mungkin berbeda. Namun, secara umum, media sosial dapat memainkan peran penting dalam
memahami, memerangi, atau bahkan memperkuat masalah body shaming, tergantung pada cara
penggunaannya.
PENUTUP
Ibnu Ashur adalah seorang ulama Islam terkenal dari Tunisia yang hidup pada abad ke-
20. Dia dikenal karena pandangannya yang progresif dan pemahamannya tentang hukum Islam.
Tujuan penelitian ini untuk mengungkapkan aspek maqasid yang terdapat di balik teks
atau ayat- ayat tentang body shaming. Adapun ayat yang dikaji tentang fenomena body
shaming yaitu surah al-Hujurat ayat 11.

X QOF: Jurnal Studi al-Qur’an dan Tafsir


Perilaku Body Shaming

Dalam konteks menghubungkan penafsiran tersebut dengan fenomena yang terjadi


saat ini, penafsiran ibnu asyur secara tegas melarang tindakan mencela, dan larangan ini
juga berlaku untuk mencela tubuh, seperti dalam kasus body shaming yang sering terjadi
baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Fenomena ini sering terjadi di platform media
sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram, tiktok di mana seseorang dapat melihat
foto dan kemudian menghina orang tersebut dengan meninggalkan komentar negatif di
kolom komentar yang disediakan. Hal ini merupakan tindakan kejahatan dunia maya yang
sering disebut sebagai cybercrime.

DAFTAR PUSTAKA
Asyur, Muhammad Tahir Ibnu. Tafsir Al-Tahrir Wa Al-Tanwir, n.d.
Cahyani, Dwi Indri, Mahasiswa Politeknik, Negeri Lhokseumawe, and A Pendahuluan.
“Cyberbullying Di Media Sosial Dalam Perspektif Al- Qur ’ an.” Ilmu Al-Qur’an Dan
Tafsir 1, no. 1 (2022): 36–51.
Makhfudhoh, Auwalul. “BODY SHAMING PERSPEKTIF TAHIR IBNU ‘ASHUR (Studi Analisis
Qur ’ an Surat Al -Hujurat {49}:11 Dalam Kitab At- Tahrir Wa At-Tanwīr),” 2019, 1–87.
http://digilib.uinsby.ac.id/37933/.
Mardhiyyah Sahlah. “BULLYING DALAM AL-QUR’AN (Studi Komperatif Penafsiran Ibn ’Asyur
(w. 1393 H) Dan Wahbah Al- Zuhaili (w. 1932),” no. 8.5.2017 (2022): 2003–5.
Mundzir, Muhammad, Arin Maulida Aulana, and Nunik Alviatul Arizki. “Body Shaming
Dalam Al-Qur’an Perspektif Tafsir Maqasidi.” MAGHZA: Jurnal Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir
6, no. 1 (2021): 93–112. https://doi.org/10.24090/maghza.v6i1.5556.
Shihab, M Quraish. TAFSIR AL-MISHBAH Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an. Tafsir Al-
Misbah Jilid 13, 1997.
Windayani, Sri Revi. “Bimbingan Islami Terhadap Perilaku Body Shaming Berdasarkan Al-
Qur’an Surah Al-Hujurat Ayat 11-13.” Universitas Islam Ar-Raniry, 2022.
Zakia Nur, Salsabila. “Pengaruh Body ShamingTerhadap Kepercayaan Diri Remaja Di Desa
Bawu Batealit Jepara,” 2016, 1–23.

11

You might also like