You are on page 1of 22

Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum

Volume 5, Nomor 3, Tahun 2023, halaman 389-410 Universitas Diponegoro

Research Article

Strategi Pengembangan Institusi Pemberi Bantuan Hukum Sebagai Akses Menuju


Keadilan1

Purwanto, Syarifah Arabiyah, & Ivan Wagner*


Fakultas Hukum, Universitas Panca Bhakti
*ivan.wagner@upb.ac.id

ABSTRACT
Legal aid for the poor and marginalized is prioritized, and unequal access is the main reason. Legal aid
institutions (LBH) services are felt to be uneven, especially in addressing the root causes of problems
such as structural poverty, especially in West Kalimantan. This research aims to provide an institutional
development strategy for LBH, which civil society groups in West Kalimantan initiated. This study used
a qualitative method with a participatory action research approach. The results show that the
proponents of LBH West Kalimantan are aware of the relational nature between access to justice, the
concept of structural legal aid (BHS), and the existence of legal aid institutions. Reflection brings the
formation of institutions into conscious action choices to respond to various problems. The basis of
reflection is based on human rights issues, especially based on religion, belief, and ethnicity issues,
gender issues, and ecology issues. The action is continued by internalizing the concept of BHS, which
can foster the core values of life and is based on the needs of people's lives. The research conclusions
show that the strategic framework prepared for growing autonomous institutions requires collaborative
and participatory action through six concrete stages.

Keywords: Legal Aid; Structural Poverty; Access to Justice; Institutional Strategy.

ABSTRAK
Bantuan hukum untuk masyarakat miskin dan terpinggirkan adalah prioritas, dan ketimpangan akses
menjadi alasan utama. Lembaga bantuan hukum (LBH) pelayanannya dirasa belum merata, terutama
untuk mengentaskan akar permasalahan seperti kemiskinan struktural, khsususnya di Kalimantan
Barat. Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan strategi pengembangan institusional LBH, yang
inisiasinya dilakukan kelompok masyarakat sipil di Kalimantan Barat. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif dengan pendekatan riset aksi partisipatoris. Hasil penelitian menunjukan, para
pengusung pembentukan LBH Kalimantan Barat menyadari sifat relasional antara akses keadilan,
konsep bantuan hukum struktural (BHS), dan keberadaan lembaga bantuan hukum. Refleksi
membawa pembentukan institusi menjadi pilihan aksi sadar, demi menanggapi berbagai
permasalahan. Basis refleksi didasarkan pada isu hak asasi manusia khususnya isu berbasis agama,
keyakinan, dan etnis, isu gender, dan isu ekologi. Aksi diteruskan dengan menginternalisasi konsep
BHS yang dapat menumbuhkan nilai-nilai inti kehidupan, dan berbasis pada kebutuhan kehidupan
rakyat. Simpulan penelitian menunjukkan kerangka strategis yang disiapkan dalam menumbuhkan
institusi yang otonom memerlukan aksi kolaboratif sekaligus partisipatif melalui enam tahapan konkrit.

Kata Kunci: Bantuan Hukum; Kemiskinan Struktural; Akses terhadap Keadilan; Strategi
Kelembagaan.

1
Hasil penelitian ini didanai oleh Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi
Republik Indonesia, Tahun 2022.

389
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2023, halaman 389-410 Universitas Diponegoro

A. PENDAHULUAN keluar dari kemiskinan dan kondisi yang dialami.


Akses terhadap hukum menjadi kebutuhan Sebab utama berasal dari adanya kondisi yang
yang muncul ketika warga (atau institusi) merasa timpang di mana mereka yang miskin dan
perlu dukungan dari layanan hukum demi menderita, dikecualikan oleh hukum itu sendiri.
menyelesaikan permasalahannya (Pleasence, Konsekuensi ketimpangan yang diskriminatif
2016; Pleasence, Balmer, & Sandefur., 2013). Di menjerumuskan siapapun yang dikecualikan
masa lalu, pengalaman terhadap masalah selalu berhadapan dengan hukum itu sendiri. Dalam
dianggap normal sebagai bagian sehari-hari laporannya, Commission on Legal Empowerment
dalam kehidupan masyarakat modern. Pada of the Poor (Albright, & de Soto, 2009) menyebut
sekitar tahun 1970-an kerangka pemikiran yang setidaknya empat milyar warga dari seluruh dunia
lebih luas dikonsepkan untuk memahami masalah mendapat pengecualian oleh hukum. Kondisi itu
hukum yang dihadapi masyarakat dan di saat menghilangkan kesempatan mereka untuk
yang sama mengubah paradigma lama (Currie, mendapat kehidupan yang lebih layak, sehingga
2009). Akses terhadap hukum sebagai kebutuhan mereka terus berada dalam kemiskinan dan
berkembang menjadi lebih berbasis nilai yaitu kondisi ketimpangan sosial.
kebutuhan terhadap keadilan (OECD, & Open Usulan berbasis hak telah coba disediakan
Society Foundations, 2019; Sadurski, 1985). Hal dalam bentuk penyediaan hukum bagi setiap
ini terutama mendasarkan pada temuan, bahwa orang (Albright, & de Soto, 2009; Singh, 2009).
fenomena “masalah yang dapat dibenarkan” Kendati secara teknis sistem hukum bersifat
dipahami sebagai bagian dari pola eksklusi sosial inklusif dan adil, hukum sulit diwujudkan tanpa
secara meluas (Currie 2009; OECD, & Open adanya kesetaraan akses. Dalam hal tersebut,
Society Foundations, 2016). Dari sana, komitmen negara dan lembaga-lembaga publik
kebutuhan akses terhadap hukum cukup diharapkan dapat mewujudkan kesetaraan
bertransformasi menjadi kebutuhan akses akses terhadap keadilan, di mana supremasi
terhadap keadilan. hukum sebagai pilar utama yang dipromosikan
Kapasitas dan kemampuan mengakses (Singh, 2009).
keadilan tidak dimiliki secara sama oleh setiap Konsekuensi dari kebutuhan penyediaan
orang atau komunitas. Masalah sosial seperti akses keadilan, salah satunya dengan
kemiskinan struktural dapat menjadi akar menyediakan lembaga pemberi bantuan hukum
masalah dan menambah kerumitan. Masalah bagi kelompok miskin dan termarjinalkan.
sosial yang bersifat struktural menyebabkan Bantuan hukum mengandung hakikat membantu
siapapun, terus menderita dan tidak mampu manusia lain yang mengalami kesulitan hukum

390
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2023, halaman 389-410 Universitas Diponegoro

atau berhadapan dengan hukum (Sanjaya, 2020). nilai untuk menyelesaikan akar permasalahan
Dalam konteks saat ini, laporan OECD seperti kemiskinan struktural dan eksklusi sosial.
menyampaikan bahwa walaupun masih terbatas, Artinya penyediaan akses terhadap hukum telah
cakupan bantuan hukum di Indonesia semakin coba disediakan, namun belum menyediakan
meluas dalam kasus-kasus perdata dan akses terhadap keadilan.
administrasi (OECD & Open Society Foundations, Kerangka teoritik berlandas pada asumsi
2016). Sementara itu, pembelaan terhadap orang bahwa penyediaan akses terhadap keadilan
miskin di pengadilan terus dilakukan oleh bukan hal yang instan dan membutuhkan konsep
kelompok aksi sosial dan bergerak untuk mengenai bantuan hukum beserta tahapan
memperluas hak-hak mereka yang terkucilkan implementasi yang tepat. Akses terhadap
(Albright, & de Soto, 2009). Walaupun tidak keadilan berarti negara memastikan pemenuhan
populer, saat ini organisasi bantuan hukum hak-hak dasar untuk meningkatkan kualitas hidup
memberikan dampak yang signifikan dalam secara maksimal (Raharusun, 2019). Pada
upayanya menjembatani akses keadilan bagi 1970an, akses terhadap keadilan mengacu pada
mereka yang miskin dan terpinggirkan akses terhadap pengadilan negara yang
(Gramatikov et.al, 2014). diperoleh melalui bantuan hukum (Santiadi,
Di Indonesia kehadiran lembaga bantuan 2019). Walaupun saat ini telah berkembang
hukum sudah ada sejak lama, namun belum secara progresif, kelembagaan bantuan hukum
sepenuhnya merata. Negara telah memfasilitasi masih relevan hingga saat ini (Kusumawati, 2016;
bantuan hukum di Indonesia sebagai bagian dari Sutiyoso, Aji, & Mahendro, 2023; Yunus, &
pendekatan hak asasi manusia namun masih Djafaar, 2008).
dalam kerangka pembangunan (Rochman, 2020). Dalam konteks bantuan hukum, terdapat
Sayangnya, kebijakan bantuan hukum di setidaknya empat konsep mengenai bantuan
Indonesia belum optimal dalam menciptakan hukum yaitu konsep bantuan hukum tradisional-
pemerataan akses keadilan bagi masyarakat konvensional, konsep konstitusional, konsep
miskin (Sundari, 2014). Dalam hukum Indonesia, struktural (YLBHI, 2014) (Vien P.H, Indria L, &
hak akses awal terhadap bantuan hukum sudah Catur B, 2018), dan konsep responsif (Syahara,
jelas, namun seringkali dilanggar, dan kurangnya 2021; Winarta, 2009). Sedangkan dalam
efektivitas penegakan hukum serta rendahnya kaitannya dengan akses terhadap keadilan,
kesadaran hukum menjadi kendala utama konsep bantuan hukum perlu mengikuti lima
(Abbott, 2018). Terlebih, layanan bantuan hukum tahapan menuju keadilan, yang terdiri dari: upaya
tidak ditopang pemahaman dasar tentang upaya mendefinisikan ketidakadilan (naming), mencari
menyasar pemberian bantuan hukum berbasis penyebab (blaming), menyampaikan tuntutan

391
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2023, halaman 389-410 Universitas Diponegoro

(claiming), mengakses forum (accessing a forum), mengembangkan gerakan (bukan sekadar


dan menangani tuntutan (handling) (Berenschot pemberian bantuan) dan memperluas
et.al, 2011) pengorganisiran, hingga pilihan untuk
Dari empat konsep bantuan hukum, memperluas advokasi menjadi advokasi hukum,
konsep bantuan hukum struktural (BHS) selaras sosial, politik dan ekonomi (Asfinawati, 2019).
dengan upaya memahami dan menyelesaikan Dari keseluruhan tahapan menuju keadilan,
akar permasalahan yang bersifat struktural tahapan naming dan blaming menjadi penting
maupun keseluruhan tahapan menuju keadilan sebagai dua langkah awal pengembangan
terutama mengenai pendekatan terhadap institusi pemberi bantuan hukum. Dua langkah
masalah. Konsep BHS lahir sekitar tahun 1980an tersebut tentunya dikontekstualisasinya dengan
dan dikembangkan oleh Lembaga Bantuan perkembangan konsep BHS.
Hukum Jakarta yang kemudian menjadi cikal Mempersiapkan langkah awal
bakal terbentuknya Yayasan Lembaga Bantuan pembentukan lembaga yang otonom dan
Hukum Indonesia (YLBHI). Melalui YLBHI, berbasis pada nilai menjadi hal yang penting.
konsep BHS diperluas jangkauannya hingga ke Dalam konteks tersebut, konsep mengenai
seluruh penjuru negeri (Zen, 2004). otonomi relasional dijadikan kerangka analisis.
BHS tidak hanya mementingkan pemberian Hal demikian berlandaskan pada asumsi, bahwa
layanan hukum saja, melainkan lebih dekat konsepsi otonomi yang memadai diperlukan
dengan wacana pemenuhan kebutuhan terhadap dalam upaya pembebasan dari kondisi subordinat
keadilan yang berbasis nilai, keberpihakan dan dominasi sosial (Nedelsky, 2011).
kepada mereka yang miskin dan termarjinalkan, Pemahaman mengenai otonomi direkonsiliasi
dan upaya pengentasan akar dari masalah menjadi sentralitas nilai-nilai inti yang relasional.
keadilan yang disebabkan struktur yang timpang Lembaga disebut otonom justru ketika terhubung
(Berenschot, & Bedner 2010; Berenschot, & dengan entitas lainnya, dan bukanlah yang paling
Rinaldi, 2011; Nasution, 1985). Kerangka BHS terisolasi dari pihak lain. Yang membentuk
mengutamakan analisis masalah hingga ke akar otonomi, relasi dukungan dan bimbingan untuk
strukturalnya bahkan melampaui dikotomi analisis pengembangan dan pengalaman otonomi
mengenai agen-struktur terutama dalam (Nedelsky, 1989). Selain itu juga mendasarkan
memahami relasi kekuasaan. Hal tersebut pada etika kepedulian dan sentralitas pada
berkonsekuensi pada pengembangan kerangka kebutuhan terutama entitas yang diperjuangkan
hak dan fokus perhatian kepada negara termasuk (Wagner, & Suteki, 2019).
(arah perkembangan) bangsa. Konsekuensi Berdasarkan latar belakang, kesenjangan
berikutnya ialah pilihan model advokasi, yang ada dan menjadi permasalahan coba dilihat

392
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2023, halaman 389-410 Universitas Diponegoro

dari sisi kualitatif. Dalam Undang-Undang Nomor struktural. Dengan demikian, akan dengan
16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum (UU sendirinya dapat memperluas akses terhadap
Bantuan Hukum), terbangun asumsi dengan keadilan.
memberikan bantuan hukum kepada orang Perkembangan diskusi mengenai bantuan
miskin, maka akses keadilan dapat diwujudkan. hukum dan akses terhadap keadilan berkutat
Hal demikian dipadukan dengan ketentuan pada penjelasan mengenai garansi konstitusional
bantuan hukum yang merupakan jasa hukum penyediaan bantuan hukum (Hapsari, 2021;
untuk menyelesaikan permasalahan hukum. Akan Lutfiyah, 2021), pelaksanaan bantuan hukum
tetapi, dalam penerapan pemberian bantuan (Elcaputera, & Suherman, 2021), dilema dalam
hukum masih terjebak dalam pemahamannya idealisme advokat sebagai persoalan undang-
yang tradisional-konvensional, yaitu hanya undang bantuan hukum (Raharjo, Angkasa, &
menyediakan akses terhadap sistem hukum Bintoro, 2016), dan upaya menjelaskan hambatan
semata (Fauzi, & Ningtyas, 2018), dan bukan terwujudnya akses terhadap keadilan (Fauzi, &
akses terhadap keadilan . Ningtyas 2018; Sunggara et.al, 2021). Selain itu,
Upaya menyediakan akses terhadap akses keadilan dikaitkan dengan kondisi
hukum sebagaimana menjadi konsideran pengadilan, biaya perkara, dan ketersediaan
menimbang UU Undang-Undang Bantuan Hukum advokat (Rankin, 2012).
menciptakan bantuan hukum formalitas untuk Diskusi lainnya ialah konteks bantuan
mengakses peradilan (Sunggara et al., 2021). hukum dan paralegalisme yang diharap dapat
Penyediaan bantuan hukum jarang disertai melawan dampak ketidakseimbangan kekuasaan
dengan analisa penyebab ketidaksetaraan (Berenschot, & Rinaldi, 2011). Adapun dalam
(Berenschot, & Rinaldi, 2011). Kesenjangan konteks strategi pemberian bantuan hukum masih
tampak Undang-Undang Bantuan Hukum, di terbatas pada saran untuk memperluas
mana kurangnya pengembangan konsep penerapan bantuan hukum struktural (Huang, &
pendirian lembaga bantuan hukum yang Sharifa, 2019), kebutuhan sinkronisasi aturan
melandaskan layanannya pada upaya maupun memperluas serta meningkatkan
mengentaskan akar ketidaksetaraan seperti dukungan bantuan hukum (Fajriando, 2020), dan
masalah kemiskinan secara struktural. Ketimbang formalisasi penyelenggaraan bantuan hukum oleh
dari sekadar menstimulus berdirinya layanan pemerintah daerah (Baital, 2016). Sementara
pemberian bantuan hukum, yang dibutuhkan dalam orientasi hasil, bantuan hukum dianggap
adalah menyiapkan strategi pengembangan sebagai strategi akses keadilan yang tak dapat
institusi pemberi bantuan hukum yang dapat menciptakan keadilan dengan sendirinya
menyelesaikan akar struktural seperti kemiskinan (Barendrecht, 2011). Sementara itu, dalam

393
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2023, halaman 389-410 Universitas Diponegoro

orientasi proses kehadiran program bantuan Lokasi Penelitian difokuskan di Kalimantan Barat
hukum terhambat oleh otoritarianisme sebagai lokasi dari para individu dan organisasi
administrasi dan mempengaruhi relasi advokat yang menjadi elemen masyarakat sipil yang
dengan hakim (Chaara, Falisse, & Moriceau, memberi dukungan kepada project base LBH
2022). Dalam kasus lain, program bantuan hukum Kalimantan Barat. Agen perubahan dalam riset
berbasis masyarakat mampu meningkatkan aksi ini menetapkan informan kunci (key
pengetahuan hukum masyarakat, khususnya informan) yang dimulai dari dengan kelompok
perempuan, namun konteks sosial mempengaruhi masyarakat sipil Kalimantan Barat yang
keberhasilan program (Mueller et.al, 2018). membentuk lembaga bantuan hukum.
Dari keragaman pembahasan dalam Dengan mengikuti mekanisme snowball,
diskusi di atas, belum ada pembahasan informan kunci menjadi tidak bersifat terbatas.
mengenai strategi spesifik untuk menyiapkan Strategi penelitian menggunakan struktur diskusi
pembentukan institusi bantuan hukum untuk kelompok terfokus (focus group discussion) untuk
menjembatani akses keadilan. Artinya, dorongan mendorong partisipasi. Wawancara tidak
kebaruan dapat difokuskan pada diskusi seputar terstruktur (unstructured interview) bahkan
strategi pengembangan institusi bantuan hukum, wawancara mendalam (depth interview) terhadap
khususnya dalam kerangka bantuan hukum informan kunci melalui mekanisme snowball
struktural. dapat dihadirkan untuk memperkaya perspektif.
Data sekunder juga disiapkan jika dibutuhkan,
B. METODE PENELITIAN berupa studi kepustakaan (library research)
Penelitian ini menggunakan metode terhadap peraturan perundang-undangan,
penelitian kualitatif, dengan menerapkan dokumen-dokumen atau laporan, literatur dan
pendekatan riset aksi partisipatoris. Berbeda hasil-hasil penelitian yang relevan dengan tema
dengan metode konvensional, tradisi metode penelitian ini.
partisipatoris menggunakan pendekatan bottom-
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
up process (Kuntoro, 1994). Tradisi riset aksi
1. Analisis Situasi Daerah dan Inisiasi
mencakup dua aktivitas dasar, yaitu refleksi dan
Pembentukan Lembaga Bantuan Hukum
aksi, atau pemahaman dan tindakan melakukan
Diskusi kelompok terfokus pertama, yang
perubahan secara mendasar (Freire, 1977).
dilakukan pada 26 Agustus 2022, meletakkan
Penelitian ini fokus pada kelompok
basis refleksi mengenai situasi hak asasi manusia
masyarakat sipil Kalimantan Barat yang sedang
dan dinamika demokrasi daerah sebagai langkah
merumuskan pengembangan project base
awal. Pembacaan situasi disertai analisis
lembaga bantuan hukum (LBH) Kalimantan Barat.

394
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2023, halaman 389-410 Universitas Diponegoro

mendalam melibatkan dua narasumber yaitu Malaysia di sebelah barat, dan berbatasan
Stefanus Djuweng dan Hermawansyah beserta langsung dengan negara bagian Sarawak yang
seluruh pengusung pembentukan LBH merupakan wilayah administratif negara Malaysia
Kalimantan Barat. Kedua narasumber merupakan di sebelah utara.
aktivis dan penggerak senior Kalimantan Barat Dengan gambaran kondisi umum di atas, di
yang dapat memantik refleksi dan analisis sisi lain keberadaan lembaga bantuan hukum dan
mendalam. Dari diskusi kelompok terfokus kerja-kerja pemberian bantuan hukum di
didapatkan sejumlah analisa mendalam yang Kalimantan Barat masih dirasa terbatas. Semisal
dikombinasikan dengan dokumen pengusungan dari sisi kuantitas, Berdasarkan Keputusan
yang telah dikirimkan oleh pengusung kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Indonesia Nomor: M.HH-01.HN.07.02 TAHUN
(YLBHI), dan sumber-sumber pustaka terkait. 2018 Tentang Lembaga/Organisasi Bantuan
Analisis situasi daerah yang melatarbelakangi Hukum Yang Lulus Verifikasi Dan Akreditasi
aksi inisiatif membentuk lembaga LBH Sebagai Pemberi Bantuan Hukum Periode Tahun
Kalimantan Barat, menjadi tahap mendefinisikan 2019 S.D. 2021, dari tahun 2019 s/d 2021 hanya
ketidakadilan (naming) serta tahap mencari terdapat 5 organisasi bantuan hukum (OBH) di
penyebab (blaming). Adapun analisis Kalimantan Barat yang telah terverifikasi dan
sebagaimana dimaksud dijelaskan sebagai terakreditasi di Kementerian Hukum dan HAM.
berikut: Hal demikian belum termasuk dari sisi kualitas
Provinsi Kalimantan Barat dengan Kota layanannya, terutama dalam hal layanan bantuan
Pontianak sebagai ibukotanya, memiliki luas hukum yang belum menggunakan konsep
wilayah sekitar 14,7 juta hektar (Provinsi terluas bantuan hukum struktural.
ke-3 di Indonesia setelah Provinsi Papua dan Dengan gambaran kondisi umum
Provinsi Kalimantan Tengah). Berdasarkan Kalimantan Barat itu, para pengusung
sensus penduduk tahun 2020, Kalimantan Barat pembentukan LBH Kalimantan Barat
memiliki jumlah penduduk sekitar 5,41 juta jiwa. menunjukkan potensi penerima layanan bantuan
Jumlah penduduk tersebut, secara administratif hukum dan keluasan area yang harus dijangkau
tersebar di 12 Kabupaten dan 2 Kota, yang oleh layanan bantuan hukum. Tantangan
terbagi dalam 174 Kecamatan, 99 Kelurahan, dan geografis tidak hanya bersifat lokal, melainkan
2031 Desa. Kondisi administratif dan demografis juga bersifat nasional bahkan trans-nasional.
tersebut ditambah pula dengan fakta geografis Untuk itu terdapat urgensi dan kebutuhan
letak wilayah yang langsung menghadap Laut jangkauan layanan bantuan hukum yang lebih
Natuna, Selat Karimata dan Semenanjung

395
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2023, halaman 389-410 Universitas Diponegoro

luas dan masif (Pengusung Pendirian Project sejak masa pasca kemerdekaan, dinamika politik
Base LBH Kalimantan Barat, n.d.). yang bertaut dengan persoalan intoleransi, di
Selain kondisi umum terdapat kondisi mana konflik di Kalimantan Barat mengalami
khusus yang berkaitan dengan kondisi dinamika pasang surut, dan konflik etnis mendominasi.
kemasyarakatan dan dinamika demokrasi. Arafat mencatat sejak 1933 hingga 1997 terjadi
Kondisi khusus tersebut meliputi sejumlah isu 10 kali konflik dengan kekerasan (Arafat, 1998).
yang berkaitan dengan isu hukum, ekonomi, Alqadrie menyatakan sejak 1962 sampai 1999
sosial dan budaya. Dalam pengusungan terjadi setidaknya 11 kali (Alqadrie, 1999).
pembentukan LBH kalimantan Barat, isu hukum Sementara Petebang dan Sutrisno mencatat
dan dinamika isu menjadi basis analisis untuk sejak 1952 hingga 1999 telah terjadi setidaknya
menunjukkan urgensi pembentukan. Untuk isu 12 kali konflik (Petebang, & Sutrisno, 2000).
hukum (Gramatikov et.al, 2014) mencatat bahwa Bahkan, menurut catatan Kristianus, antara tahun
sebagian besar masalah didominasi oleh masalah 1966-67 hingga tahun 2008 terdapat 17 konflik
pertanahan, dan gelombang skeptisisme yang terjadi di Kalimantan Barat (Kristianus,
terhadap keadilan sangat besar. Bahkan, 2011).
disebutkan bahwa masyarakat Kalimantan Barat Sedangkan sejumlah peristiwa dan kasus
memahami pengadilan pada dasarnya bias dalam kekinian menunjukkan bahwa rantai intoleransi,
memberikan keadilan. Para pengusung pendirian konflik dan kekerasan ternyata belum terputus.
LBH Kalimantan Barat mendasarkan inisatif Situasi ini ditunjukkan antara lain oleh
mereka berfokus pada tiga isu yang dipandang ketegangan aksi bela ulama 205 yang bersamaan
paling urgent untuk direspon oleh pendirian dengan penyelenggaraan Festival Gawai Dayak
lembaga bantuan hukum. Ketiga isu tersebut pada 20 Mei 2017 yang memaksa pihak
meliputi isu konflik etnis, kebebasan beragama, keamanan menetapkan status siaga. Kasus
dan berkeyakinan; isu kelompok rentan berbasis lainnya, yaitu insiden dalam peringatan Hari Tari
gender; dan isu sumber daya alam. Dunia pada tahun 2018 yang seharusnya menjadi
Dalam isu konflik etnis, kebebasan ruang perjumpaan untuk menampilkan tarian dan
beragama dan berkeyakinan, pengusung kegiatan kesenian multikultur, namun justru
pendirian LBH Kalimantan Barat melandaskan menjadi panggung kekerasan dan intoleransi oleh
analisanya secara historis dan kemudian sekelompok organisasi kemasyarakatan berbasis
dikontekskan dengan kondisi kekinian. suku dan keagamaan. Pada tahun 2018, juga
Mendasarkan pada Human Right Watch sempat terjadi penolakan pendirian rumah
Kalimantan Barat digolongkan sebagai daerah ibadah. Ada pula kasus kerusuhan pada 22 Mei
rawan konflik (Sudagung, 2001). Secara historis 2019 pasca Pemilu 2019 yang menyebabkan 10

396
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2023, halaman 389-410 Universitas Diponegoro

orang harus dirawat dan 1 anak tewas. pada digambarkan melalui berbagai ruang terjadinya
tahun yang sama, juga terjadi ketegangan karena kekerasan seksual, berbagai latar belakang
ada kelompok yang menolak barongsai dengan pelaku, hingga jumlah terjadinya kasus oleh para
alasan menodai agama (Pengusung Pendirian pengusung. Seperti kasus pada September 2020
Project Base LBH Kalimantan Barat, n.d.). di Hotel Garuda Pontianak, di mana terdapat
Kasus paling terbaru ialah kasus anggota Kepolisian memperkosa anak di bawah
pelarangan aktivitas Jemaat Ahmadiyah di umur bermodus tilang pelanggaran lalu lintas.
Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang. Bagi Kasus lain terjadi pada Maret 2021 di Kuala Dua,
para pengusung pendirian LBH Kalimantan Barat, Kabupaten Kubu Raya, di mana pengasuh
dalam kasus tersebut pemerintah kabupaten pondok pesantren memperkosa santrinya yang
bertindak afirmatif terhadap tuntutan kelompok masih di bawah umur dengan dalih nikah batin.
intoleran. Tindakan afirmatif tersebut berkembang Selain dua kasus tersebut, disoroti pula sejumlah
menjadi tindakan nyata berupa penyegelan kasus lain seperti kasus anggota aparatur sipil
masjid oleh pemerintah setempat. Bahkan, kasus negara yang memperkosa anak penyandang
di Sintang berujung pada aksi kekerasan pada 3 disabilitas, kasus Kepala Imigrasi Entikong,
September 2021, di mana kelompok intoleran hingga maraknya kasus begal payudara di ruang
merusak Masjid Jemaat Ahmadiyah tersebut. publik (Pengusung Pendirian Project Base LBH
Masih pada September 2021, para pengusung Kalimantan Barat, n.d.).
juga menjelaskan telah terjadi upaya penolakan Para pengusung juga menyoroti isu
terhadap dua aktivitas gereja (GPdI El Shaddai kekerasan seksual secara kuantitatif, di mana
dan GKE Pintu Elok) di Pontianak, di mana Kalimantan Barat memiliki angka kekerasan
pemerintah setempat juga bersifat afirmatif seksual sangat tinggi pada. Badan
terhadap tuntutan kelompok intoleran. Bagi para Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga
pengusung, sejumlah kasus yang disampaikan di Berencana (BPAKB) mencatat setidaknya
atas, pada dasarnya melibatkan pula keputusan terdapat 800 kasus kekerasan seksual terhadap
(beschikking), instruksi, maupun framing oleh elit anak. Selain itu, berdasarkan Komisi
politik bahkan aktor pemerintahan. Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah
Para pengusung pendirian Project Base (KPPAD) Kalbar, pada masa pandemi Covid-19,
LBH Kalimantan Barat juga menyertakan analisis sejak Januari hingga Juni 2020 saja tercatat 185
terhadap dinamika isu kelompok rentan berbasis pengaduan dan non-pengaduan kasus kekerasan
gender. Dalam isu ini, para pengusung menyoroti seksual terhadap anak di Kalbar (Pengusung
kondisi daerah yang dipahami sedang dalam Pendirian Project Base LBH Kalimantan Barat,
darurat kekerasan seksual. Hal demikian n.d.).

397
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2023, halaman 389-410 Universitas Diponegoro

Isu terakhir yang menjadi latar belakang dan taman nasional, hingga deforestasi
pengusungan untuk mendirikan lembaga bantuan (Pengusung Pendirian Project Base LBH
hukum merujuk pada dinamika isu sumber daya Kalimantan Barat, n.d.).
alam. Pada isu ini, para pengusung menyoroti Sorotan juga disampaikan tentang dampak
kondisi alam Kalimantan Barat sebagai bagian dari kerusakan alam. Berdasarkan data Badan
dari Pulau Kalimantan dan dunia, yang terancam Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
menghadapi kebangkrutan ekologis. Hal demikian Kalbar, sejak kebakaran hutan besar pada 2015,
ditambah dengan kondisi ketimpangan telah terjadi kembali peningkatan kebakaran
penguasaan dan pemanfaatan sumber daya lahan hingga tahun 2020, di mana pada 2016
alam. Bagi para pengusung, hal demikian terdapat 3710 hotspot, 3488 hotspot pada 2017,
merupakan konsekuensi dari masif dan 12.053 hotspot pada 2018, dan terus meningkat
terstrukturnya penghancuran sumber daya alam hingga lebih dari 100 persen yaitu 26.325 hotspot
oleh industri ekstraktif, dan kebijakan ruang dan pada tahun 2019 sebelum pandemi Covid-19
perizinan yang berpihak pada oligarki. Hal itu juga (Badan Penanggulangan Bencana Daerah
termasuk dengan kebijakan pembangunan yang Provinsi Kalimantan Barat, 2021).
ambisius namun tidak memperhatikan Disoroti pula terkait bencana hidrologis
keberlanjutan ekologis (Pengusung Pendirian seperti banjir, di mana tampak jumlah kejadian
Project Base LBH Kalimantan Barat, n.d.). bencana terus meningkat yang berkorelasi
Para pengusung menyampaikan, bahwa dengan meningkatnya jumlah korban yang harus
politik ruang di Kalimantan Barat tidak berpihak mengungsi akibat banjir. Pada 2015 terdapat
pada rakyat, di mana alokasi ruang untuk hutan 1791 pengungsi, 2452 orang pengungsi pada
rakyat dan lahan pertanian hanya seluas 1 juta 2017, dan 3711 orang pengungsi pada 2019
hektar, sementara alokasi untuk industri ekstraktif (Pengusung Pendirian Project Base LBH
mencapai lebih dari 4,5 juta hektar. Walhi Kalimantan Barat, n.d.). Bagi para pengusung
Kalimantan Barat bahkan menyampaikan, dari bencana tersebut, terutama yang bersifat
total lahan seluas 14,7 juta hektar tercatat sekitar hidrologis merupakan bencana yang tak semata
13,6 juta hektar sudah dikeluarkan izinnya untuk akibat intensitas hujan atau fenomena alam,
industri ekstraktif. Dari 13,6 juta hektar itu, terdiri melainkan melibatkan pula aktivitas proyek
378 izin perkebunan sawit seluas 4,9 juta ha, 721 pembangunan skala besar, deforestasi, dan alih
izin pertambangan dengan luas 5,07 juta ha, dan fungsi karena industri ekstraktif. Para pengusung
76 IUPHHK dengan luas 3,6 juta hektar. Hal juga memahami bencana bukan satu-satunya
demikian belum termasuk tumpang tindih konsekuensi dari perusakan dan politik ruang
berbagai industri ekstraktif dengan wilayah rakyat yang tidak adil. Selain bencana, ketimpangan

398
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2023, halaman 389-410 Universitas Diponegoro

yang ada juga menyebabkan konflik sosial. yang inklusif. Kesadaran bersama mendorong
Laporan dari Gemawan menyampaikan telah pengusung pembentukan LBH Kalimantan Barat,
terjadi total 69 konflik antara masyarakat lokal yang dikorelasikan dengan konsep bantuan
dan perusahaan terkait pembangunan dan hukum struktural. Layanan hukum untuk
pengelolaan kelapa sawit hanya dalam dua mengakses keadilan dirasa membutuhkan lebih
dekade terakhir (Cipta et al., 2020). dari sekedar layanan hukum konvensional, tetapi
Dari gambaran situasi dan dinamika yang membutuhkan kerangka strategi pengembangan
telah dijelaskan di atas, para pengusung untuk memahami akar masalah sosial yang ada.
menyadari bahwa kebutuhan akses terhadap Layanan hukum yang mencakup pengacara,
keadilan, lembaga pemberi bantuan hukum, dan paralegal, dan/atau sumber bantuan formal
konsep bantuan hukum struktural bersifat lainnya, yang pada dasarnya menggunakan
relasional sebagai wacana yang perlu hukum untuk membantu warga, tidak terbatas
dikonkritkan. Inisiasi membentuk institusi menjadi pada masalah yang berdimensi hukum dan non
pilihan sadar demi menambah supporting system hukum (ekstra legal) (Pengusung Pendirian
yang sudah ada di Kalimantan Barat dalam Project Base LBH Kalimantan Barat, n.d.).
menanggapi berbagai isu permasalahan yang Kebutuhan hukum yang berkembang
berkelindan di Kalimantan Barat. menjadi kebutuhan untuk mengakses keadilan
2. Akses Keadilan dan Bantuan Hukum telah dikaitkan dengan ketersediaan layanan
Struktural hukum (Paterson, 2011) (Trebilcock, Duggan, &
Diskusi kelompok terfokus kedua Sossin, 2012) (Pleasence, & Macourt, 2013).
dilaksanakan pada 27 Agustus 2022 dengan Dalam sistem hukum di Indonesia, pemberian
memfokuskan pada internalisasi pemahaman layanan hukum bagi kelompok masyarakat tidak
mengenai bantuan hukum struktural (BHS), serta mampu, tercatat dalam dua dokumen hukum
konsolidasi harapan di antara para pengusung negara yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun
pembentukan LBH Kalimantan Barat. Pada 2003 Tentang Advokat dan Undang-Undang
diskusi kelompok terfokus ini, menghadirkan Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum
Muhammad Isnur dari YLBHI dan Furbertus Ipur (Utama, 2021). Lembaga bantuan hukum (LBH)
dari Elpagar sebagai pemantik diskusi, yang merupakan sarana yang secara spesifik
kemudian dilanjutkan pada diskusi konstruktif dirancang untuk memberikan layanan hukum
bersama seluruh pengusung. Berdasarkan secara cuma-cuma. Tetapi, sebelum dan pasca
refleksi pada hari sebelumnya, terdapat berbagai terbitnya Undang-Undang Bantuan Hukum,
isu permasalahan, kebutuhan akses terhadap wacana tentang bantuan hukum terjebak dalam
keadilan, dan cita-cita mewujudkan masyarakat

399
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2023, halaman 389-410 Universitas Diponegoro

konsepnya yang konvensional, sehingga dinilai memperantarai kesenjangan struktural. Sifat


tidak terlalu setimpal. bantuan hukum menjadi berorientasi pada
Disebutkan bahwa bantuan hukum sipil pinggiran dan pedesaan dalam menghadapi
menjadi strategi yang cukup mahal dan hegemoni kota. BHS juga harus bersifat aktif
cenderung memproduksi keadilan dengan untuk memperbanyak pintu masuk terhadap
sendirinya. Disebutkan, bahwa “Hakim tanpa keadilan yang di perjuangkan. Pendekatan BHS
pengacara lebih berharga daripada pengacara harus mendayagunakan pendekatan di luar
tanpa hakim” (Barendrecht, 2011). Dalam wacana hukum atau bukan hukum. Jejaring yang terbuka
demokrasi yang lebih luas, lembaga bantuan dengan organisasi sosial non hukum dan
hukum di Indonesia memberikan pengaruh besar organisasi basis rakyat juga penting dalam BHS.
termasuk dalam upaya mengawal wacana politik Bantuan hukum harus menjadi suatu gerakan
Indonesia. Efektifitas lembaga bantuan hukum sosial untuk mencipta power resources sebagai
bahkan lebih baik daripada lembaga publik atau tujuan dari BHS (Lubis, 1986).
swasta lainnya di tengah sistem hukum yang Setelah tahap claiming dan blaming,
buruk, fenomena ketidakadilan politik, serta tahapan menyampaikan tuntutan (claiming),
ketimpangan sosial dan ekonomi (Lev, 2000). mengakses forum (accessing a forum), dan tahap
Dalam refleksi mengenai bantuan hukum menangani tuntutan (handling) tentu belum dapat
struktural, pelaksanaan kedua kebijakan diwujudkan pada awal pembentukan institusi.
struktural tersebut masih terjebak pada Namun, dari refleksi yang dilakukan, pengusung
pendekatan pemberian bantuan hukum secara pendirian LBH Kalimantan Barat berupaya
tradisional-konvensional. Disisi lain, kehadiran mengkonsolidasikan harapan, sebagai jembatan
bantuan hukum berciri struktural seperti YLBHI menuju langkah berikutnya. LBH diharapkan
dibutuhkan, di mana belum ada kantor atau pos dapat menjadi bagian dari support system warga
YLBHI di Kalimantan Barat. Harapannya, institusi dalam menyampaikan tuntutan serta mengklaim
bantuan hukum yang menggunakan konsep BHS hak-hak warga yang termarjinalkan serta
dapat menambah supporting system yang telah terdiskriminasi oleh penyebab-penyebab
ada di Kalimantan Barat, terutama dalam konteks struktural (claiming). Cara yang diharapkan dapat
bantuan hukum. ditempuh ialah dengan menggunakan
Dalam diskusi mengenai BHS, dapat mengembangkan gerakan bantuan hukum,
dipahami bahwa diperlukan pemihakan total memperluas pengorganisiran warga, memperluas
kepada kasus-kasus yang mempunyai dampak advokasi struktural, mengembangkan cara-cara
struktural. Strukturalisme dalam BHS juga penyadaran publik termasuk melalui pendidikan
meletakkan fokus pada sistem hukum yang hukum kritis. Seluruh harapan tersebut

400
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2023, halaman 389-410 Universitas Diponegoro

dikembangkan untuk mengakses forum diskursus bersama. Adanya rasa kepemilikan bersama
daerah, nasional hingga internasional, semata- menjadi penting untuk menggerakkan harapan
mata untuk memperjuangkan rakyat (accesing a menjadi kontribusi yang saling menumbuhkan.
forum). Pengembangan perlu dilakukan secara Perumusan kerangka kerja strategis yang
kolaboratif dan partisipatif sebagai cara telah dimulai pada diskusi kelompok terfokus
menangani nilai-nilai yang diperjuangkan demi pada 27 Agustus 2022 diperkaya dengan
melakukan pembaharuan hukum yang dilaksanakannya sejumlah diskusi internal para
berkeadilan (handling) sebagai tujuan utama dari pengusung, diskusi dalam launching LBH
BHS. Kalimantan Barat pada 21 September 2022,
3. Strategi Relasional Menumbuhkan Gerakan hingga diskusi kelompok terfokus terakhir pada
Bantuan Hukum 12 Desember 2022. LBH Kalimantan Barat yang
Diskusi kelompok terfokus pada 27 dibentuk diharapkan menjadi supporting system
Agustus 2022 juga menyepakati, bahwa Inisiasi tidak hanya agar memenuhi kebutuhan
pembentukan LBH sebagai jembatan akses tersedianya akses keadilan bagi warga, namun
terhadap keadilan membutuhkan kerangka turut melakukan upaya penyadaran hukum
strategis untuk menumbuhkan institusi yang secara meluas, serta berupaya melakukan
otonom. Kerangka strategis tersebut perlu pembaharuan hukum. Namun, supporting system
dipahami bukan semata-mata dalam bentuk itu tidak bisa ada tanpa sebelumnya terdapat
program kerja, tersedianya berbagai perangkat dukungan dari pemberi harapan melalui para
kelembagaan, dan terdapat pengacara yang pengusung pembentuk. Para pengusung
kompeten. YLBHI dan pengusung pembentukan pembentukan merupakan individu dan kelompok
LBH Kalimantan Barat sedari awal menggunakan yang pada dasarnya telah menjadi bagian sistem
kerangka konsep yang bersifat relasional untuk dukungan (support system) di Kalimantan Barat
menumbuhkan nilai dan kesadaran. YLBHI seperti akademisi, jurnalis, lembaga pers,
sebagai induk bagi bakal institusi yang hendak lembaga pemberdayaan, hingga lembaga
dibentuk merumuskan konsep berupa kantor advokasi. Dengan demikian kesadaran untuk
persiapan (project base) dan mensyaratkan mengentaskan berbagai permasalahan
keterlibatan dan kontribusi kelompok masyarakat menggerakkan aksi kolaboratif, kontributif
sipil lokal. Konsep ini menjadi awal dari sekaligus partisipatif. Berdasarkan sejumlah
pendekatan relasional yang secara prinsip serangkaian diskusi yang dilakukan sebagaimana
menggeser kuasa modal material menjadi lebih telah dijelaskan sebelumnya, beberapa tahapan
mementingkan modal sosial berupa kesadaran yang dilakukan dalam pembentukan LBH
bersama yang akan membentuk kepemilikan Kalimantan Barat ialah sebagai berikut:

401
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2023, halaman 389-410 Universitas Diponegoro

a. Membangun Kesadaran dan Jejaring lembaga menjadi utama, dan pembagian peran
Kolektif yang Bersifat Bottom-Up kepada lembaga induk hanya sebagai rekan
Hal yang terutama dan pertama ialah belajar yang baik untuk memberikan dukungan
bagaimana kesadaran bersama mengenai demi menumbuhkan otonomi sejak dari awal.
kebutuhan tersedianya akses keadilan dibentuk Dengan demikian, inisasi dan peran
dalam suatu jejaring kolektif. Disebut kesadaran dirancang agar tidak bersifat subordinat sejak
bersama karena kesadaran awal mungkin berasal awal perumusannya. Bagi lembaga induk, standar
dari satu individu atau satu kelompok saja, namun kelembagaannya tetap dipertahankan dengan
proses menularkan kesadaran dan merangkai sentuhan tambahan berupa upaya memahami
jejaring yang memiliki kesadaran yang sama kondisi keterbatasan yang ada. Dalam konteks
menjadi penting. Kepentingan ini sebagai raison pengembangan organisasi oleh YLBHI, inisiasi
d’etre untuk memulai gerak berikutnya. dalam bentuk usulan pembentukan kantor dimulai
Kesadaran kolektif pada awal proses juga dengan tahapan pembentukan kantor persiapan
berkepentingan untuk membentuk relasi kuasa (project base) dari inisiasi lokal. Usulan tersebut
yang egaliter dan konstruktif sejak dari awal. kemudian dibawa dalam rapat kerja nasional
Kesadaran dan jejaring kolektif ini sebisa mungkin kelembagaan untuk disetujui agar dimasukkan
dibentuk dari bawah (dari daerah locus rencana dalam program strategis kelembagaan secara
pembentukan) dengan tetap mendapat dukungan nasional.
dari lembaga induk. Dengan demikian, yang c. Internalisasi Konsep Bantuan Hukum
menyusun inisiasi sebagai gerak berikutnya tidak Struktural, Konsolidasi Harapan, dan
menjadi kepentingan partikular satu individu atau Refleksi Gerakan
satu kelompok tertentu dan menjadi langkah Dalam konteks LBH-YLBHI dan konsep
kolektif yang egaliter dan bersifat bottom up. BHS, YLBHI tetap bersifat sentral sebagai
b. Inisiasi, aksi kolaborasi, dan Pembagian lembaga induk bagi bakal lembaga yang
Peran dibentuk. Setelah inisiasi digerakkan, pembagian
Setelah tumbuhnya kesadaran dan jejaring peran dan aksi kolaborasi diteruskan ke tahap
kolektif dari daerah sebagai suatu reason of berikutnya dengan upaya menginternalisasi
existance yang bersifat bottom up, selanjutnya konsep BHS kepada kelompok pengusung yang
ialah mengkristalisasi kesadaran kolektif tersebut menjadi inisiator lokal. Proses internalisasi ini
menjadi suatu inisiasi bersama. Dalam inisiasi ini, penting, karena tidak semua pihak memahami
kerja-kerja kolaboratif dirumuskan dengan tetap konsep BHS, terlebih konsep BHS yang
mempertahankan sifat bottom up. Pembagian membedakan LBH-YLBHI dengan bantuan
peran di antara para pengusung pembentukan hukum konvensional. Proses internalisasi konsep

402
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2023, halaman 389-410 Universitas Diponegoro

BHS dan serba-serbi kerja bantuan hukum LBH Kantor yang telah ada, dan dengan
dilakukan secara dialogis antara setiap memperhatikan kondisi yang ada pada tingkat
pengusung dan lembaga induk. lokal. Ketiga SPO yang menjadi standar minimal
Dialog kemudian dilanjutkan dengan upaya penuh dengan nilai-nilai inti operasionalisasi BHS
mengkonsolidasikan setiap harapan terhadap baik yang bersifat ke dalam (internal) maupun ke
lembaga yang hendak dibentuk oleh masing- luar (eksternal) kelembagaan.
masing pihak pengusung. Proses internalisasi Standar mengenai manajemen SDM dan
konsep BHS dan konsolidasi harapan ini penanganan konflik berfungsi sebagai peletak
kemudian ditambahkan dengan refleksi gerakan dasar nilai internal, dasar pengambilan keputusan
lokal. Proses ini menjadi sarana untuk saling lembaga, penjenjangan SDM, hingga perlakuan
mamahami di antara para pihak serta upaya terhadap berbagai permasalahan internal yang
mengelola harapan. Ujung dari tahapan ini ialah potensial terjadi. Standar mengenai manajemen
penyusunan nota kesepahaman yang kemudian keuangan spesifik bicara tentang nilai-nilai inti
disepakati dan disahkan secara bersama-sama. akuntabilitas dan transparansi, dasar pengelolaan
Proses itu kemudian membuat harapan dapat keuangan lembaga, dasar perluasan lini usaha,
dikelola dan menggerakkan para pihak dapat hingga mitigasi ancaman krisis keuangan.
memperjelas kontribusinya bagi bakal lembaga Sedangkan standar mengenai penanganan kasus
yang akan dibentuk. menjadi peletak dasar nilai-nilai dan prinsip utama
d. Merumuskan dan Menyusun Standar BHS, hak dan kewajiban, manajemen advokasi,
Operasional serta Standar Manajemen hingga mekanisme keamanan dasar dalam
Tahapan yang juga penting ialah penanganan kasus. Dengan demikian kerja
menyusun perangkat dasar kelembagaan. bantuan hukum digerakkan oleh mekanisme yang
Perumusan mengenai standar prosedur diharapkan dapat terjaga akuntabilitasnya dan
operasional (SPO) didorong oleh YLBHI sebagai menjauhkan dominasi oleh satu orang saja.
syarat pembentukan kantor persiapan. Paling e. Merumuskan Rencana Kerja Strategis
minimal lembaga yang dibentuk wajib memililiki Langkah berikutnya ialah merumuskan
SPO tentang manajemen sumber daya manusia rencana kerja strategis kelembagaan. Dalam
dan penanganan konflik, SPO tentang perumusan perencanaan lembaga ini, fokus
manajemen keuangan, dan SPO tentang utama ialah penguatan secara internal yang
penanganan kasus. Penyusunan standar berbasis pada analisis kekuatan, kelemahan,
manajemen kelembagaan ini dilakukan dengan peluang, dan ancaman (SWOT) serta pemetaan
menginternalisasi pedoman umum yang dimiliki peran kontributif dari setiap anggota pengusung.
YLBHI sebagai lembaga induk, mereplikasi SPO Sementara untuk perencanaan yang bersifat

403
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2023, halaman 389-410 Universitas Diponegoro

eksternal seperti penanganan isu dan kasus, memulai kerja BHS. Selain itu, peluncuran juga
dimulai dengan melakukan pembacaan situasi memberikan makna deklaratif dalam memulai inti
daerah, situasi hak asasi manusia, serta pembentukan lembaga, yaitu gerakan bantuan
pemetaan aktor. Langkah ini penting hukum struktural.
memperhatikan sumber daya yang tersedia, Sedangkan fokus mengenai pemberian
pembacaan tentang isu internal, serta analisis mandat ialah penyerahan mandat kelembagaan
risiko. Dengan demikian, program yang didorong dari YLBHI sebagai lembaga induk dan mandat
tidak bersifat ambisius, dapat memfasilitasi dan berupa harapan tersedianya akses yang luas
menumbuhkan harapan operasionalisasi BHS, terhadap keadilan dari elemen pengusung serta
dan sadar akan risiko. Rencana kerja ini publik. Dalam pemberian mandat ini, tetap
merupakan rencana jangka pendek yang disandarkan pada kesadaran kolektif bahwa
berdurasi setahun sebagai perencanaan untuk lembaga yang baru saja terbentuk membutuhkan
menumbuhkan ekosistem kelembagaan yang dukungan untuk menumbuhkan nilai-nilai inti
pada gilirannya dapat menumbuhkan nilai-nilai inti seperti otonomi, sebelum dapat menjadi bagian
kelembagaan, dan konsep bantuan hukum dari supporting system bagi semua pihak.
struktural.
Perencanaan juga termasuk dengan D. SIMPULAN
rencana peluncuran lembaga, merencanakan Dari hasil pemahaman dan
berbagai kebutuhan kelembagaan dasar seperti pembahasannya, didapatkan sejumlah simpulan
ketersediaan kantor serta perangkat mengenai strategi pengembangan institusi
kelembagaannya, personil awal, dan yang paling pemberi bantuan hukum sebagai jembatan akses
penting ialah kontribusi dari masing-masing pihak keadilan, ialah sebagai berikut: Pertama, Para
dalam memberi support bagi personil awal pengusung pembentukan LBH Kalimantan Barat
menjalankan lembaga. menyadari bahwa kebutuhan akses terhadap
f. Peluncuran Kantor Persiapan dan keadilan, lembaga pemberi bantuan hukum, dan
Pemberian Mandat konsep bantuan hukum struktural bersifat
Sebagai bagian akhir proses pembentukan relasional sebagai wacana yang perlu
institusi ialah melakukan peluncuran kantor dikonkritkan. Inisiasi membentuk institusi menjadi
persiapan (project base) ke publik yang diikuti pilihan sadar demi menambah supporting system
dengan pemberian mandat. Fokus mengenai yang sudah ada di Kalimantan Barat dalam
peluncuran kantor berbicara mengenai upaya menanggapi berbagai isu permasalahan yang
akhir untuk mengkonsolidasikan dukungan dari berkelindan di Kalimantan Barat, memperluas
jejaring terdekat dan publik sebelum lembaga aksi penyadaran publik, dan memperjuangkan

404
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2023, halaman 389-410 Universitas Diponegoro

perubahan (terutama perubahan hukum) menjadi =wf7WvFOuLcUTc3i2Qiin4boL1LMF4MnJ3


lebih berkeadilan bagi seluruh warga beserta c%2FFDn7Tfbw%3D
kesatuan ruang hidupnya. Baital, B. (2016). Urgensi Penyelenggaraan
Kedua, Konsep BHS kemudian tidak hanya Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin
menginginkan perubahan tatanan sosial menjadi Oleh Pemerintah Daerah. SALAM: Jurnal
berkadilan, tapi juga dapat menumbuhkan nilai- Sosial Dan Budaya Syar-I, Vol.3, (No.2),
nilai inti kehidupan dan berbasis pada kebutuhan pp.137–152. https://doi.org/10.15408/sjsbs.
kehidupan rakyat; dan ketiga, Kerangka strategis v3i2.7854
untuk menumbuhkan institusi yang otonom Barendrecht, M. (2011). Legal aid, accessible
memerlukan aksi kolaboratif, kontributif sekaligus courts or legal information? Three access to
partisipatif dengan beberapa tahapan yaitu: (1) justice strategies compared. Global Jurist,
membangun Kesadaran dan Jejaring Kolektif Vol.11,(No.1),pp.3–16. https://doi.org/10.
yang Bersifat Bottom Up; (2) Inisiasi, aksi 2202/1934-2640.1374
kolaborasi, dan Pembagian Peran; (3) Chaara, Imane., Falisse, Jean-Benoit., &
Internalisasi Konsep Bantuan Hukum Struktural, Moriceau, Julien. (2022). Does legal aid
Konsolidasi Harapan, dan Refleksi Gerakan; (4) improve access to justice in „fragile‟
Merumuskan dan Menyusun Standar Operasional settings? Evidence from Burundi. Journal of
serta Manajemennya; (5) Merumuskan Rencana Peace Research, Vol.59, (No.6), pp.810–
Kerja Strategis; dan (6) Peluncuran Kantor 827. https://doi.org/10.1177/0022343321105
Persiapan dan Pemberian Mandat. 5633
Currie, A. (2009). The legal problems of everyday
DAFTAR PUSTAKA life. Sociology of Crime Law and Deviance,
JURNAL Vol.12,(Issue2009).https://doi.org/10.1108/S
Abbott, M. (2018). The Right of Early Access to 1521-6136(2009)0000012005
Criminal Legal Aid in Indonesia: Clear Rule, Elcaputera, Arie., & Suherman, Asep. (2021).
Clearer Violations. Indonesia Law Review, Pelaksanaan Bantuan Hukum Bagi
Vol.8,(No.1),pp.1-15. Masyarakat Tidak Mampu Dalam
https://doi.org/10.15742/ilrev.v8n1.380 Memperoleh Akses Keadilan Di Kota
Alqadrie, Syarif I. (1999). Konflik Etnis di Ambon Bengkulu. Jurnal Kertha Semaya,
dan Sambas: Suatu Tinjauan Sosiologis. Vol.9,(No.10),pp.1777–1795. https://doi.org/
Jurnal Antropologi Indonesia, Vol.XXIII, 10.24843/KS.2021.v09.i10.p05
(No.58),pp.36–58. https://www.proquest. Fajriando, H. (2020). Revisi UU Bantuan Hukum
com/docview/2461854706?parentSessionId demi Meningkatkan Pemenuhan Hak

405
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2023, halaman 389-410 Universitas Diponegoro

Korban untuk Mendapatkan Bantuan Kuntoro, A. (1994). Action Reaserch : Metode


Hukum. Jurnal HAM, Vol.11, (No.3), p.467. Pengembangan dan Partisipasi. Cakrawala
https://doi.org/10.30641/ham.2020.11.467- Pendidikan,Vol.13,(No.2),pp.147–158.
486 https://doi.org/10.21831/cp.v2i2.9127
Fauzi, Sayogi Imam., & Ningtyas, Inge Puspita. Lutfiyah, K. (2021). Equality before the Law
(2018). Optimalisasi Pemberian Bantuan Principle and the Legal Aid for the Poor: An
Hukum Demi Terwujudnya Access to Law Indonesian Insight. The Indonesian Journal
and Justice Bagi Rakyat Miskin. Jurnal of International Clinical Legal Education,
Konstitusi,Vol.15,(No.1),p.50. Vol.3,(No.4),pp.517–536.
https://doi.org/10.31078/jk1513 https://doi.org/10.15294/ijicle.v3i4.48292
Hapsari, Judith P. (2021). The Poor and Justice: Mueller, Valerie., Billings, Lucy., Mogues,
Implementation of Legal Aid for the Poor in Tewodaj., Peterman, Amaber., & Wineman,
Indonesia (Problems and Solutions). The Ayala. (2018). Filling the legal void? Impacts
Indonesian Journal of International Clinical of a community-based legal aid program on
Legal Education, Vol.3,(No.4),pp.553–568. women‟s land-related knowledge, attitudes,
https://doi.org/10.15294/ijicle.v3i4.48274 and practices. Oxford Development Studies,
Kusumawati, Mustika P. (2016). Peranan Dan Vol.46,(No.4),pp.453–469. https://doi.org/10.
Kedudukan Lembaga Bantuan Hukum 1080/13600818.2017.1414174
Sebagai Access To Justice Bagi Orang Nedelsky, J. (1989). Reconceiving Autonomy:
Miskin. Arena Hukum, Vol.9, (No.2), Sources, Thoughts and Possibilities. Yale
pp.190–206.https://doi.org/10.21776/ub. Journal of Law & Feminism, Vol.1, (No.1),
arenahukum.2016.00902.3 pp.7–36.https://doi.org/http://hdl.handle.net/
Huang, Septeven., & Sharifa, Aisyah. (2019). 20.500.13051/6827
Penggunaan Konsep Bantuan Hukum Pleasence, Pascoe., & Macourt, Deborah. (2013).
Struktural Sebagai Pembangunan Budaya What Price Justice? Income and the Use of
Hukum Nasional Indonesia. Majalah Hukum Lawyers. Updating Justice, No.31, pp.1–8.
Nasional,Vol.49,(No.1),pp.181–201. http://www.lawfoundation.net.au/ljf/site/templ
https://doi.org/10.33331/mhn.v49i1.97 ates/UpdatingJustice/$file/UJ_31_Lawyer_u
Kristianus. (2011). Nasionalisme etnik di se_and_income_FINAL.pdf
kalimantan barat. Jurnal Masayarakat Raharjo, Agus., Angkasa, A., & Bintoro, Rahadi
Indonesia,Vol.37,(No.2),pp.147–176. Wasi. (2016). Akses Keadilan Bagi Rakyat
https://doi.org/https://doi.org/10.14203/jmi.v3 Miskin (Dilema Dalam Pemberian Bantuan
7i2.637 Hukum Oleh Advokat). Mimbar Hukum,

406
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2023, halaman 389-410 Universitas Diponegoro

Vol.27,(No.3),p.432. Hukum Bagi Masyarakat Kurang Mampu.


https://doi.org/10.22146/jmh.15881 Solusi,Vol.19,(No.2),pp.138–154.
Raharusun, A. (2019). Access To Justice Through https://doi.org/10.36546/solusi.v19i2.360
Pro Bono Legal Aid. Papua Law Journal, Sutiyoso, Bambang., Aji, Atqo Darmawan., &
Vol.3,(No1),pp.30–48. Mahendro, Guntur. (2023). Peran Dan
https://doi.org/10.31957/plj.v3i1.630 Tanggung Jawab Organisasi Bantuan
Rochman, A. (2020). Legal Aid Institutions as a Hukum Dalam Memberikan Akses Keadilan
State Solution for the Poor in Getting Legal Secara Prodeo Di Daerah Istimewa
Protection. Indonesian Journal of Advocacy Yogyakarta. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum,
and Legal Services, Vol.2, (No.2), pp.211– Vol.30,(No.1),pp.200–223. https://doi.org/10.
222.https://doi.org/10.15294/ijals.v2i2.38147 20885/iustum.vol30.iss1.art10
Rankin, Micah B. (2012). Access To Justice and Syahara, Tiara P. (2021). Implementation of Legal
the Institutional Limits of Independent Aid by the Local Government (Case Study
Courts. The Windsor Yearbook of Access to of the Local Government of Jember
Justice,Vol.30,(No.1),p.101. Regency). The Indonesian Journal of
https://doi.org/10.22329/wyaj.v30i1.4362 International Clinical Legal Education,
Sanjaya, Fanny D. (2020). Legal Aid in Indonesia: Vol.3,(No.4),pp.499–516.
A Study of Legal Aid with a Transcendental https://doi.org/10.15294/ijicle.v3i4.48282
Dimension. Journal of Transcendental Law, Trebilcock, Michael., Duggan, Anthoni., & Sossin,
Vol.2,(No.2),pp.83–99. Lorne. (2012). Middle Income Access to
https://doi.org/10.23917/jtl.v2i2.11854 Justice. University of Toronto Law Journal,
Santiadi, K. (2019). Expanding Access To Justice Vol.65,(No.4),pp.434–444.
Through E-Court In Indonesia. Prophetic https://doi.org/10.3138/utlj.2015.1
Law Review, Vol.1, (No.1), pp.75-89. Utama, Ananda Luhung C. (2021). Go-access to
https://doi.org/10.20885/plr.vol1.iss1.art5 justice system: optimizing prodeo legal aid
Sundari, E. (2014). Legal Aid Scheme in as a strategic effort to create legal aid
Indonesia: Between the Policy and the institutions with integrity and dignity. The
Implementation. Jurnal Hukum Ius Quia Indonesian Journal of International Clinical
Iustum,Vol.20,(No.4),pp.545–562.https:// Legal Education, Vol.3, (No.4), pp.411–424.
doi.org/10.20885/iustum.vol20.iss4.art3 https://doi.org/10.15294/ijicle.v3i4.48298
Sunggara, Muhamad Adystia., Meliana, Yang., Yunus, Nirwan., & Djafaar, Lucyana. (2008).
Gunawan, Arifin Faqih., & Yuliana, Sri. Eksistensi Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
(2021). Penerapan Dan Pemberian Bantuan Dalam Memberikan Layanan Hukum

407
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2023, halaman 389-410 Universitas Diponegoro

Kepada Mayarakat Di Kabupaten Gorontalo. Kalimantan Barat. Universitas Gadjah Mada.


Mimbar Hukum, Vol.20,(No.3),pp.547–558. Sudagung, Hendro S. (2001). Mengurai
https://doi.org/10.22146/jmh.16295 Pertikaian Etnis, Migrasi Swakarsa Orang
Wagner, Ivan., & Suteki. (2019). Independensi Madura ke Kalimantan (Program Doktoral).
Penilaian Amdal Sebagai Wujud Universitas Gadjah Mada.
Perlindungan Terhadap Lingkungan Hidup.
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, BUKU
Vol.1,(No.3),pp.404–424. Albright, Madeleine K., & de Soto, Hernando.
https://doi.org/10.14710/jphi.v1i3.404-424 (2009). Making the Law Work for Everyone,
Zen, A Patra M. (2004, December). Indonesian Vol.1; Report of the Commission on Legal
Legal Aid Foundation : Struggling for Empowerment of the Poor. New York:
Democracy and its Own Sustainability. Focus UNDP.
Asia-Pacific News; The Asia-Pacific Human Berenschot, Ward., Bedner, Adriaan., Laggut-
Rights Information Center (HURIGHTS Terre, Riyadi., & Novirianti, Dewi. (2011).
OSAKA),Vol.38,(No.1),pp.1–5. Akses Terhadap Keadilan : Perjuangan
https://www.ylbhi.or.id/wp-content/uploads/ Masyarakat Miskin Dan Kurang Beruntung
2013/05/20040000_indonesian_legal_aid_fou Untuk Menuntut Hak di Indonesia. Jakarta:
ndation_struggling_for_democracy.pdf HuMa.
Freire, P. (1977). Pedagogy of the Oppressed.
PROSIDING London: Penguin Books.
Singh, Naresh C. (2009). Is Legal Empowerment Gramatikov, M., Muller, Sam., Barendrecht,
Good for the Poor ?. In Proceedings of the Maurits., Osborne, David., Motiejunas,
ASIL Annual Meeting, Vol.103 (pp.147– Gediminas., & Porter, Robert. (2014).
150).London: Cambridge University Justice Needs in Indonesia 2014: Problems,
Vien P.H, Rima., Indria L, Siany.,& Catur B, Atik. Processes and Fairness. Netherland: Hiil
(2018). Existence of Paralegals in Providing Inovating Justice
Legal Aid in Indonesia. In Proceedings of Lev, Daniel S. (2000). Legal Evolution and
the Borneo International Conference on Political Authority in Indonesia; selected
Education and Social Sciences (BICESS) – essays. London: Kluwer Law International.
Vol.1(pp.477–481).Banjarmasin: Scitepress. Lubis, Todung M. (1986). Bantuan Hukum dan
Kemiskinan Struktural. Jakarta: LP3ES.
DISERTASI Nasution, A. B. (1985). The Legal Aid Movement
Arafat. (1998). Konflik Dayak-Madura di in Indonesia: Towards the Implementation of

408
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2023, halaman 389-410 Universitas Diponegoro

the Structural Legal Aid Concept. In H. M. an-hukum-struktural-sejarah-teori-dan-


Scoble & L. S. Wiseberg (Eds.), Access to pembaruan/.
justice : human rights struggles in South Badan Penanggulangan Bencana Daerah
East Asia (Third Worl). Zed Books. Provinsi Kalimantan Barat. (2021). Data
Nedelsky, J. (2011). Law’s Relations; A Relational Hotspot 2021. Satu Data Kalbar. Retriveved
Theory of Self, Autonomy, and Law. Oxford: from https://data.kalbarprov.go.id/organizati
Oxford University Press. on/badan-penanggulangan-bencana-
Paterson, A. (2011). Lawyers and the Public daerah-prov-kalbar
Good; Democracy in Action? London: Berenschot, Ward., & Bedner, Adriaan. (2010).
Cambridge University Press. Akses terhadap keadilan : An introduction to
Petebang, Edi., & Sutrisno, Eri. (2000). Konflik Indonesia‟s struggle to make the law work
Etnis di Sambas. Jakarta: Institut Arus for everyone. Retrieved from https://www.
Informasi. academia.edu/1417878/Akses_terhadap_ke
Pleasence, Pascoe., Balmer, Nigel J., & adilan_An_introduction_to_Indonesias_strug
Sandefur, Rebecca L. (2013). Paths to gle_to_make_the_law_work_for_everyone
Justice: A Past, Present and Future Berenschot, Ward., & Rinaldi, Taufik. (2011).
Roadmap. London: UCL Centre for Paralegalism and Legal Aid in Indonesia
Empirical Legal Studies. Enlarging the Shadow of the Law.
Sadurski, W. (1985). Giving Desert Its Due; Social Paralegalism and Legal Aid in Indonesia
Justice and Legal Theory. Holland: D. Enlarging the Shadow of the Law. Retrieved
Riedel Publishing Company. from https://grassrootsjusticenetwork.org/re
Winarta, Frans H. (2009). Probono Publico, Hak sources/paralegalism-and-legal-aid-in-
Konstitusional Fakir Miskin Untuk indonesia-2011/
Memeperoleh Bantuan Hukum. Jakarta: PT. Cipta, Hendra., Siahaan, Rikson., Pranajaya,
Gramedia Pustaka Utama. Daniel., Rahmawati, Dhiaulhaq, Ahmad.,
YLBHI. (2014). Panduan Bantuan Hukum di Berenschot, Ward., & Afrizal. (2020).
Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Menyelesaikan Konflik Kelapa Sawit di
Indonesia. Kalimantan Barat; Evaluasi terhadap
efektivitas berbagai mekanisme resolusi
SUMBER ONLINE konflik. Laporan Kebijakan No. 3. Retrieved
Asfinawati. (2019). Bantuan Hukum Struktural: from https://www.kitlv.nl/wp-content/uploads/
Sejarah, Teori, Dan Pembaruan. Retrieved 2021/01/Kalbar_Indonesia_Policy-
from https://ylbhi.or.id/publikasi/artikel/bantu report_Pocaji- final.pdf

409
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2023, halaman 389-410 Universitas Diponegoro

OECD, & Open Society Foundations. (2016).


Leveraging SDGs for Inclusive Growth:
Delivering Access to Justice for All.
Retrieved from https://grassrootsjusticenet
work.org/resources/leveraging-the-sdgs-for-
inclusive-growth-delivering-access-to-
justice-for-all/
OECD, & Open Society Foundations. (2019).
Legal Needs Surveys and Access to Justice.
Retrieved from https://read.oecd-ilibrary.
org/governance/legal-needs-surveys-and-
access-to-justice_g2g9a36c-en#page1
Pleasence, P. (2016). ‘Legal Need’ And Legal
Needs Surveys : A Background Paper.
Retrieved from https://grassroots justicenet
work.org/resources/legal-need-and-legal-
needs-surveys-a-background-paper/

SUMBER YANG TIDAK DIPUBLIKASI


Pengusung Pendirian Project Base LBH
Kalimantan Barat. (n.d.). Surat Permohonan
dan Pengusungan Pembentukan Project
Base LBH Kalimantan Barat kepada
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia.

410

You might also like