Professional Documents
Culture Documents
Abstract
Before UUD 1945 Amendment, MPR/S Provision is a legal product of MPR Institution which was the
highest state institution. It affects the existence of product assessment issued and regulatory in nature
(Regeling), which affects its implication as it becoming a law. The enactment of MPR/S Decree at Law
No. 10 Year 2004 about Establishment of Legislation is because of to maintain consistency in the laws
reference which has function to regulate called “regulation”. This is to ensure so that there will be no
more a question about the term “decision” which has the nature to set. It makes the enactment of
MPR/S doesn’t exist in hierarchy of Laws. Reenactment of MPR/S in the Laws Hierarchy according to
Law No. 12 Year 2011 about the Establishment of Legislation as a means to give a Legal Foundation of
the enactment of MPR/S which has the nature to set (regaling) which has still in effect, also as a means
to strengthen the laws which based on the enactment MPR/S. The Institution which has the right to
verify the enactment is regulated on MPR RI Decree No. II / MPR / 2000 Article 5, which state to verify
the Laws against Constitution and MPR Decree, but MPR RI Decree No. III/MPR/2000 is redacted
and replaced by MPR RI Decree No. I/MPR/20003. But According to principle of “contrariusactus”,
MPR has the right to reevaluate and redact the Decree of MPR/S which is the result of its own law.
Keyword : MPR/S Provision, Hierarcy Of Law
Abstrak
Sebelum Amandemen UUD 1945 Ketetapan MPR/S merupakan produk Hukum dari Lembaga
MPR yang pernah menjadi lembaga Tertinggi Negara, sehingga berimplikasi terhadap eksistensi
dari produk Ketetapan yang dikeluarkan dan bersifat mengatur (regeling) yang membawa implikasi
terhadap keberlakuannya sebagai peraturan perundang-undangan. Dikeluarkanya Ketetapan
MPR/S pada UU No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
pertimbangannya adalah untuk menjaga konsistensi penyebutan peraturan perundang-undangan
yang bersifat mengatur digunakan istilah “Peraturan”. Hal ini dimaksudkan agar tidak lagi terjadi
atau timbul pertanyaan mengenai istilah “Keputusan” yang bersifat mengatur ataupun yang bersifat
penetapan. Sehingga Ketetapan MPR/S tidak tercantum dalam hierarki Peraturan Perundang-
undangan. Dicantumkannya kembali Ketetapan MPR/S di dalam hierarki peraturan perundang-
undangan menurut Undang-undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan, sebagai wujud untuk memberikan jaminan kepastian hukum terhadap
Ketetapan MPR/S yang bersifat mengatur (regeling) yang masih berlaku, serta sebagai wujud untuk
menguatkan Undang-undang yang berlandaskan pada ketetapan MPR/S. Lembaga yang berwenang
menguji Ketetapan MPR/S pernah diatur pada Ketetapan MPR RI No. III/MPR/2000 Pasal 5
yaitu menguji Undang-undang terhadap UUD dan Ketetapan MPR, namun ketetapan MPR RI
No. III/MPR/2000 telah dicabut dengan Ketetapan MPR RI No. I/MPR/2003. Namun berdasarkan
asas “contrarius actus”, MPR berwenang untuk menilai dan mencabut Ketetapan MPR/S yang
merupakan produk hukumnya sendiri.
Kata Kunci : Ketetapan MPR/S, Hierarki Peraturan Perundang-Undangan
Jurnal IUS | Vol V | Nomor 1 | April 2017 | hlm, 120~142
sumber bagi norma hukum yang berada (beschikking), dan (iii) keputusan normatif
di bawahnya.10 yang berisi dan bersifat penghakiman yang
biasa disebut vonis.13
Lihat bagan di bawah ini :
A. Ketetapan MPR/S di Keluarkan dan
dicantumkan Kembali Ke dalam Hier-
arki Peraturan Perundang-undangan
di Indonesia
6. Ketetapan MPR No. XV/MPR/1998 Perlu kita telusuri jalan pikiran para
tentang Penyelenggaraan Otonomi pembentuk UU No. 10 Tahun 2004 Ten-
Daerah, Pengaturan, Pembagian, dan tang Pembentukan Peraturan Perun-
Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang dang-Undangan yang tidak mencantumkan
Berkeadilan,sertaPerimbanganKeuangan Ketetapan MPR/S pada tatanan hierarki.
Pusat dan Daerah dalam NKRI. Kemudian selanjutnya, perlu pula ditelusu-
ri jalan pikiran pembentuk UU No. 12 Ta-
7. Ketetapan MPR No. V/MPR/2000 tentang
hun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Pemantapan Persatuan dan Kesatuan
Perundang-Undangan yang mencantumkan
Nasional.
kembali Ketetapan MPR/S ke dalam hierar-
8. Ketetapan MPR No. VI/MPR/2000 ki Peraturan Perundang-Undangan.
tentang Pemisahan Tentara Nasional
a. Dasar Pertimbangan Pembentuk UU No.
Indonesia dan Kepolisian Negara
10 Tahun 2004, Mengeluarkan Ketetapan
Indonesia.
MPR/S dari Hierarki Perundang-
9. Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000 Undangan.
tentang Peran TNI dan Peran Polri. Selama 34 (tiga puluh empat) Ta-
10. Ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 hun TAP MPRS No. XX/MPRS/1966
tentang Etika Kehidupan Berbangsa. berlaku, hingga pada Tahun 2000 MPR
mengeluarkan Ketetapan untuk menyem-
11.Ketetapan MPR No. VII/MPR/2001 purnakan kekurangan yang terdapat pada
tentang Visi Indonesia Masa Depan. TAP MPRS No. XX/MPRS/1966.
12. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/2001 Pada Tahun 2003 MPR mengeluarkan
tentang Rekomendasi Arah Kebijakan produk Ketetapan, hal tersebut merupakan
Pemberantasan dan Pencegahan KKN. amanat dari UUD 1945 yang merupakan
implikasi dari hasil amandemen. Ketetapan
13. Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001
yang dimaksud adalah Ketetapan MPR
tentang Pembaharuan Agraria dan
RI No. I/MPR/2003 Tentang Peninjauan
Pengelolahan Sumber Daya Alam.
Terhadap Materi Dan Status Hukum
Maksud dari Ketetapan MPR/S yang Ketetapan MPRS dan MPR RI Tahun 1960
ateri muatannya bersifat mengatur
m Sampai Dengan Tahun 2002. Pasal 4 dan
(regeling) itu hanya Ketetapan yang ter Ayat (4) pada Ketetapan MPR RI No. I/
tuang dalam Ketetapan MPR No. I/ MPR/2003 dapat dilihat sebagai berikut :25
MPR/2003 Tentang Peninjauan Terhadap
Pasal 4 KetetapanMajelisPermusyawaratan
Materi dan status hukum Ketetapan MPRS
Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis
dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 Sampai
Permusyawaratan Rakyat Republik Indo-
Tahun 2002. Berarti dapat d
ipahami bahwa
nesia sebagaimana dimaksud di bawah ini
hanya 13 Katetapan itulah yang di akui
tetap berlaku sampai dengan terbentuknya
sebagai peraturan perundang -undangan
undang-undang.
sebagaimana tercantum di dalam hierarki
peraturan perundang menurut UU No. Aya t ( 4 ) Ke t e t a p a n M a j e l i s
12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Permusyawaratan Rakyat Republik
Peraturan Perundang-Undangan Pasal 7 Indonesia Nomor III/MPR/2000 tentang
Ayat (1) huruf b. Sumber Hukum dan Tata Urutan Per
aturan Perundang-undangan.
4. Jalan Pikiran Pembentuk Un-
dang-Undang Terhadap Ketetapan 25
Sekretariat Jendral MPR RI, Ketetapan MPR RI
MPR/S No. I/MPR/2003, Cet, Ke 10 (Jakarta : 2010), Hal. 13
Sebagaimana bunyi Pasal 4 dan Ayat (4) Undang Republik Indonesia Tentang
pada Ketetapan MPR RI No. I/MPR/2003 Pembentukan Peraturan Perundang-
tersebut di atas yang merekomendasikan undangan.
untuk terbentuknya suatu UU yang
Jika kita menelusuri risalah proses
menggantikan Ketetapan MPR RI No.
pembahasan rancangan Undang-Undang
III/MPR/2000. Sehingga, Pasal tersebut
Republik Indonesia tentang pembentukan
adalah dasar hukum untuk lahirnya UU
peraturan perundang-undangan, kita dapat
No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan
melihat pada sambutan pemerintah atas
Peraturan Perundang-Undangan. UU No.
persetujuan RUU tentang pembentukan
10 Tahun 2004 Pasal 7 dapat dilihat yaitu:
peraturan perundang-undangan pada
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Tanggal 24 Mei 2004. Bahwa, ada
Indonesia Tahun 1945; beberapa substansi penting dalam
RUU tentang Pembentukan Peraturan
2. Undang-Undang/peraturan pemerintah
Perundang-undangan yang dalam proses
pengganti Undang-Undang;
pembahasannya mendapat perhatian
3. Peraturan Pemerintah; mendalam termasuk “jenis hierarki
peraturan perundang-undangan” dan
4. Peraturan Presiden; ”Istilah Peraturan”. Hal tersebut dapat
5. Peraturan Daerah; dilihat sebagai berikut :27
maupun beberapa UU yang berlandaskan tentang GBHN, GBHN itu ditetapkan oleh
pada Ketetapan MPR/S. Dalam artian MPR, itu berada di bawah, karena pada
keberadaan UU pun akan jelas. saat itu menjabarkan apa isi dari pada
GBHN itu tidak boleh bertentangan dengan
Kejelasan itu dapat dirasakan setelah
batang tubuh untuk dilaksanakan oleh
terbentuknya UU No. 12 Tahun 2011
Presiden. Jadi mengamanatkan kepada kita
Tentang Pembentukan Peraturan
melaksanakan GBHN, GBHN ini tidak boleh
Perundang-undangan Pasal 7 Ayat (1)
bertentangan isi dari pada batang tubuh. Jadi
huruf b. Namun, sebelum UU No. 12 Tahun
TAP MPR itu posisinya di bawah Undang-
2011 disahkan, kita dapat melihat pada
Undang Dasar.29 Berikutnya lagi, Rusli
proses pembahasan RUU tersebut, yakni
Ridwan mengatakan, memang sejak awal
RUU tentang pembentukan peraturan
punya keinginan terhadap TAP MPR harus
perundang-undangan.
masuk dalam hierarki, pertimbangannya itu
RUU tentang Pembentukan Peraturan adalah dalam rangka daya laku, daya guna,
Perundang-undangan adalah RUU Usul sekaligus juga kepastian hukum. 30
Inisiatif DPR RI yang dipersiapkan oleh
Pandangan selanjutnya disampaikan
Badan Legislasi dan disampaikan kepada
oleh Fraksi Partai Demokrat Himmatul
Pimpinan DPR RI pada tanggal 25 Agustus
Alyah Setiawati mengatakan :31
2010. Atas dasar itu melalui proses di DPR
RI telah membentuk Pansus RUU tentang “Sebenarnya ini prinsip karena kebetulan
Pembentukan Peraturan Perundang- saya juga sama Pak Tjipto kan kita ada di
undangan yang pembentukannya telah Tim MPR dan saya ada di sosialisasi un-
disahkan pada Rapat Paripurna Dewan tuk TAP MPR, jadi ini jadi gongnya jadi
pada Tanggal 27 September 2010.28 Demokrat bahwa kedudukannya bahkan
Di dalam rapat pansus RUU pembentu- kalau bisa langsung di bawah Undang-
kan peraturan perundang-undangan me Undang Dasar karena kembali kepada
munculkan berbagai pandangan yang terjadi susunan sebelum ada perubahan Undang-
dalam risalah rapat tersebut yang berkaitan Undang Dasar 1945”.
dengan eksistetnsi dari Ketetapan MPR/S
untuk kembali tercantum pada tatanan Hingga pada hari Jum’at, 22 Juli 2011
hierarki peraturan perundang -undangan. diperoleh kesepakatan antara DPR dan
Upaya tersebut menempatkannya kembali Pemerintah yang diwakilkan oleh Menteri
berada di bawah Undang -Undang Dasar Hukum dan HAM Parialis Akbar, dengan
1945. menyetujui RUU Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan. Kesepakatan ini
Rusli Ridwan misalnya, dari Fraksi PAN dicapai dalam rapat paripurna DPR.32
mengatakan Undang-Undang Dasar 1945
adalah aturan pokok, dan TAP MPR juga Dapatlah kita lihat, dari pengusulan
merupakan aturan pokok, hanya saja aturan hingga kesepakatan mencantumkan
pokok yang dituangkan dalam TAP MPR 29
www.dpr.go.id, Layanan Informasi Publik, Pejabat
itu adalah merupakan penjabaran kebijakan Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Sekretar-
dari batang tubuh Undang-Undang Dasar. iat Jendral DPR RI, Lebih lengkapnya lihat Pandangan
Rusli Ridwan Fraksi PAN, dalam Risalah Rapat Panitia
Pada Pasal 3 dulu sebelum perubahan Khusus Rancangan Undang-Undang Tentang Pemben-
tukan Peraturan Perundang-Undangan, Jenis Rapat :
28
www.dpr.go.id, Layanan Informasi Publik, Peja- Raker IV Tanggal 2 Maret 2011. Hal 27
bat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Sek- 30
bid. Hal 22
retariat Jendral DPR-RI, Risalah Rapat Panitia Khusus 31
Ibid.
Rancangan Undang-Undang Tentang Pembentukan 32
www.hukumonline.com, Hierarki Peraturan Pe-
Pertaturan Perundang-Undangan, Jenis Rapat : Raker I rundang-undangan Berubah, (Jum’at 22 Juli 2011), di
Tanggal : 13 Desember 2010. Hal. 3 akses oleh penulis pada Tanggal, 20 Desember 2015.
menginginkan Ketetapan MPR/S agar kelu- Kita bisa melihat di sini, ada beberapa
ar dari tatanan hierarki karena, yang perta- permasalahan yang saya akan … ke-
ma : terjadinya kekosongan norma hukum beradaan TAP MPR di Undang-Undang
terhadap lembaga yang menguji Ketetapan Nomor 10 tidak diakui. Akan tetapi, nor-
MPR/S, Kedua : Masyarakat menjadi bin- ma yang diatur dalam setiap TAP MPR
gung, mau di uji kemana Ketetapan MPR/S sejak tahun 1966, Anda ini halaman 10,
yang masih berlaku.
nomor 6, sejak tahun 1966 hingga tahun
Mengutip bagian dari pernyataan 2002, tetap diakui sebagai produk hukum
Hakim Konsitusi Maria Farida Indarti, yang berlaku, sepanjang tidak diganti-
dalam risalah sidang Mahkamah Konstitusi kan dengan undang-undang formal yang
Perihal Pengujian UU No. 12 Tahun 2011 ditetapkan setelahnya.
Terhadap UUD 1945 adalah :
Berarti, Anda mengatakan Anda setuju
“Nah, di sini tadi warga negara Anda bahwa TAP MPR yang masih ada sejak
mengatakan Pemohon adalah Pemohon tahun 1966 sampai sekarang, saya rasa
memberi kepentingan konstitusional atas itu hanya 13 itu, kalau dia belum diatur
diberlakukannya Pasal 7 ayat (1) dan dengan undang-undang, maka dia masih
Pemohon bisa merugikan hak konstitu- tetap berlaku. Kalau demikian, mau dil-
sional Pemohon maupun warga negara In- etakkan di mana TAP MPR itu? Kalau
donesia. Kalau Anda melihat pada TAP- tidak masuk di dalam hierarki perun-
TAP MPR, TAP itu sebetulnya mengatur dang-undangan.
siapa. TAP itu mengatur rakyat, menga-
tur kita, atau mengatur presiden, nah di Permasalahannya sebetulnya di dalam
situ ditetapkan. Kalau ada TAP yang secara teori, kita bisa melihat bahwa ka-
keliru Tapi bahwa TAP MPR itu dibuat lau kita mengatakan dengan hierarki per-
untuk presiden karena presiden dulu ada- aturan-peraturan negara, tidak masalah
lah mandatarisnya MPR. Jadinya, ka- kita mengatakan Undang-Undang Dasar
lau Anda mengatakan Pemohon apakah Tahun 1945, TAP MPR, tapi kalau kita
Anda terkena dengan TAP-TAP MPR melihat pada hierarki perundang-undan-
tersebut katanya ya kan? Itu dilihat. gan, maka secara teori yang termasuk
perundang-undangan itu adalah undang-
Kemudian kita bisa melihat di sini bahwa undang ke bawah.
dalam alasan permohonan Anda, Anda
mengatakan struktur ketatanegaraan Nah, sekarang kalau ada TAP MPR yang
yang semua terbagi lembaga tertinggi dan masih ada dan oleh lembaga yang mem-
tinggi negara menjadikan tidak ada lem- bentuknya sendiri dikatakan dia masih
baga tertinggi negara. Kesamaan posisi tetap berlaku, apakah kita telantarkan itu?
dari lembaga negara yang ada, menun- Di sini, Anda juga mengutip bahwa dapat
jukkan adanya kewenangan satu dengan dikatakan sebagai salah satu sumber hu-
yang lain yang pada tugasnya masing- kum. Kalau ada TAP tentang reformasi
masing tidak saling menjatuhkan satu agraria, yang memerintahkan perlunya
terhadap yang lain. Ya kan? Memang ada ada undang-undang yang mereformasi
yang bisa menjatuhkan di sini? Kecuali agraria, undang-undang yang sampai
MPR bisa memecat presiden. Tapi dengan sekarang belum ada, mereka melihat pada
prosedur DPR. Mengajukan ke MK dulu, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960.
ya kan? Apakah itu tidak bisa menjadikan sumber
tersebut. Berarti Ketetapan MPR/S haruslah MPR/S yang masih berlaku, ini berkaitan
tercantum dalam hierarki peraturan dengan teori yang bisa penulis analogikan
prundang-undangan untuk memperkuat dengan Teori Adolf Melker (Teori Dua
Lembaga KPK dan UU Pemberantasan Wajah Norma Hukum) yaitu, pertama : yang
Tindak Pidana Korupsi yang menjalankan mana satu wajah ke atas yang artinya suatu
Amanat Ketetapan MPR No. IX/MPR/1998 norma hukum bersumber dan berdasar
dan Ketetapan MPR No.VIII/MPR/2001. pada norma hukum di atasnya (berarti,
norma hukum yang ada di bawah sudah
Dalam risalah sidang Perkara Nomor 86/
pasti mengikuti perintah norma yang ada
PUU-XI/2013 pengujian Pasal 7 Ayat (1)
di atasnya, sehingga norma di bawah tidak
huruf b UU No. 12 Tahun 2011 terhadap
boleh bertentangan dengan norma hukum
UUD 1945, Hakim Konstitusi Maria Farida
yang lebih tinggi). Apabila bertentangan
menyatakan untuk meluruskan paradigma
otomatis norma di bawah harus dicabut.
para pemohon, Maria Farida Indarti
Kemudian yang kedua : pada wajah lainnya
menyatakan :
ke bawah norma hukum tersebut sekaligus
“…Anda benar juga ada Tap yang bisa pula menjadi sumber bagi norma hukum
sampai kiamat, kalau Anda melihat pada yang berada di bawahnya. Sehingga penulis
Tap Nomor XI Tahun 1998 tentang Pe- memahami apa yang dinyatakan Adolf
Melker dalam teori dua wajah norma hukum
nyelenggaraan Negeri yang Bersih Dan
tersebut, Ketika norma di atas dicabut
Bebas Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme,
maka sistem norma yang ada di bawah
itu oleh Tap Nomor 1 Tahun 2003 dika-
akan rusak atau tercabut pula. Sehingga
takan Tap ini masih tetap berlaku sampai ketika Ketetapan MPR/S ditiadakan
terpenuhinya seluruh ketentuan di dalam dalam tatanan hierarki, otomatis UU yang
Tap itu. Sekarang Anda mesti tanya, ka- berlaku yang berlandaskan pada Ketetapan
pan Indonesia itu bebas korupsi? Kalau MPR/S menjadi tidak jelas terhadap
korupsinya itu sudah bebas, baru Tap itu keberlakuannya (ketidak pastian hukum)
tercabut, gitu kan. Nah, jadi ada Tap-Tap apalagi Ketetapan MPR/S dicabut, maka
yang seperti itu. Tapi Tap itu kalau Anda UU yang berladaskan Ketetapan MPR/S
cabut, Anda hilangkan, nanti KPK juga harus dicabut pula bahkan imbasnya pada
tercabut itu karena KPK itu sumbernya lembaga KPK yang harus dibubarkan. Maka
dari Tap Nomor XI Tahun 1998 ini. Nah, dari itu, Ketetapan MPR/S harus tercantum
jadi kita bisa melihat di sini bahwa kita dalam hierarki peraturan perundang-
undangan untuk memberikan jaminan
mengatakan ini boleh diuji atau tidak, ini
kepastian hukum dalam sistem hukum
dihilangkan atau tidak itu harus dilan-
Nasional Negara Republik Indonesia.
daskan dengan teori-teori yang ada dan
fakta yang ada. Karena Tap-Tap MPR Suatu upaya untuk merevisi UU KPK
itu juga kemudian ditindaklanjuti oleh menjadi program Legislasi nasional pada
undang-undang yang ada.” 38 tahun 2016, namun dari pemberitaan di
media-media, dalam draf rancangan UU
Berkaitan dengan pernyataan Hakim MK KPK (RUU KPK) ternyata bertentangan
Maria Farida Indarti, penulis berpendapat dengan Ketetapan MPR No.VIII Tahun
pentingnya Ketetapan MPR/S tercantum 2001 Tentang Rekomendasi Arah Kebijakan
dalam hierarki peraturan perundang- Pemberantasan Kebijakan KKN. Menurut
undangan, karena akan berimplikasi pada Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi
kepastian hukum terhadap ketetapan (MK) Mahfud MD, Kamis, 8-10-2015 RUU
inisiatif DPR RI ini sebagai “pembunuhan”
38
Ibid. Hal. 6-7
terhadap KPK dipastikan tidak berlaku Ketetapan MPR/S diakui di dalam hierarki
walau itu sudah disahkan. Persoalannya, peraturan perundang-undangan. Sehingga
kedudukan Ketetapan MPR RI lebih tinggi ketika ada UU yang bertentangan dengan
dibandingkan dengan UU.39 Ketetapan MPR/S, maka UU tersebut harus
dicabut.
Ketetapan MPR Kedudukannya lebih
tinggi dari UU yang dibuat DPR, itu diatur Berkaitan dengan pentingnya Ketetapan
di dalam UU No. 12 Tahun 2011. apabila MPR/S tercantum dalam hirarki, maka hal
itu bertentangan dengan Ketetapan MPR, ini diperkuat oleh putusan MK No. 86/
maka tidak boleh dilakukan. Pasalnya, tidak PUU-XI/2013, Perihal pengujian UU No.
boleh teori yang menjadi doktrin, teori 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
perjenjangan yang isinya sebuah peraturan Peraturan Perundang-Undangan Terhadap
yang lebih rendah tidak boleh bertentangan UUD 1945. Dalam amar putusannya MK
dengan peraturan yang lebih tinggi.40 “menyatakan permohonan para pemohon
tidak dapat diterima”.43 Sehingga dengan
Dalam padangannya, tentang draf RUU
dasar putusan tersebut kedudukan
KPK Mahfud MD menyayangkan sikap
Ketetapan MPR/S tetap berada di bawah
DPR yang ingin mengebiri kewenangan
UUD, oleh karena itu penulis berpendapat
KPK, bahkan ingin “membunuh” lembaga
bahwa keberadaan dari Ketetapan MPR/S
yang menjadi harapan masyarakat dalam
dalam hierarki peraturan perudang-
pemberatasan korupsi. Seyogyanya para
undangan adalah sebagai bentuk untuk
Anggota Dewan membaca dulu Ketetapan
memberikan jaminan kepastian hukum
MPR tentang pendirian KPK sebelum
terhadap Ketetapan MPR/S maupun
membuat draf UU yang akhirnya malah
beberapa UU yang berlandaskan pada
menimbulkan kontroversi.41
Ketetapan MPR/S.
Dalam pemberitaan di media yang
B. Lembaga Yang Berwenang Menguji
menuai pro dan kontra terhadap pembatasan
Ketetapan MPR/S
kewenangan KPK, ada beberapa pasal
dalam draf RUU KPK yang diajukan DPR 1. Sejarah pengujian Norma Hukum
memang sangat bertentangan dengan
Ketetapan MPR No. VIII Tahun 2001. Gagasan pengujian norma hukum
Pasal-pasal yang bertentangan antara lain tersebut bukan merupakan hal yang baru
soal pembatasan umur KPK hanya menjadi dilakukan. Gagasan ini merupakan suatu
12 Tahun dan membuat KPK yang lebih gagasan yang telah lama diupayakan
fokus ke pencegahan Korupsi.42 sejak priode kolonial atau sejak jaman
prakemerdekaan. Dalam Praktik pengujian
Menurut penulis dengan berbagai peraturan oleh para hakim dipengadilan
pemberitaan media tentang pembatasan sebenarnya telah ada sejak jaman kolonial,
kewenangan KPK, maka keberadaan Keteta- terutama masa pendudukan Belanda jauh
pan MPR/S dalam hierarki harus tetap ek- sebelum Muhammad Yamin mengemukakan
sis atau tercantum di dalam UU dan berlaku pemikiran itu dalam sidang pleno Badan
sebagai peraturan perundang-undangan. Penyelidik Persiapan Kemerdekaan
Sehingga upaya-upaya pelemahan KPK (BPUPK) 1945. Hanya saja dalam sejarah
tidak akan tercapai karena eksistensi dari Ketatanegaraan lajim dikatakan bahwa ide
pengujian peraturan itu muncul pertama
39
www.Parlementaria.com, RUU “Pembunuhan”
KPK Bertentangan dengan TAP MPR, Tanggal, 20-11-
2015 Pukul. 20.00 WITA 43
Lihat Putusan MK No. 86/PUU-XI/2013 Perihal
40
Ibid. Pengujian Pasal 7 Ayat (1) huruf b UU No. 12 Tahun
41
Ibid. 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-un-
42
bid. dangan terhadap UUD.
kali saat yamin melontarkan dalam sidang Ayat (1) Mahakamah Konstitusi
BPUPK 1945 untuk menyiapkan rancangan berwenang mengadili pada tingkat
hukum dasar untuk Negara Republik pertama dan terakhir yang putusannya
Indonesia yang merdeka dan berdaulat bersifat final untuk memutus sengketa
sebagaimana yang dijanjikan kemaharajaan sengketa kewenangan lembaga Negara
Jepang pada 1944.44 yang kewenangannya diberikan oleh
Undang-Undang Dasar, memutus
Praktik pengujian peraturan perundang-
pembaharuan partai politik, dan memutus
undangan oleh badan peradilan pada masa
perselisihan tentang hasil pemilihan
kolonial berkaitan erat pada sistem hukum
umum.
pada masa itu.
Sebagaimana yang tertuang di dalam
2. Kewenangan Mahkamah Agung
Pasal 24C Ayat (1) jelas bahwa Mahkamah
(MA) dan Mahkamah Konstitusi
Konstitusi dapat menguji Undang-undang
(MK) Dalam Menguji Norma Hu-
terhadap UUD 1945. Pengujian terhadap
kum
Ketetapan MPR/S bukan merupakan
Produk hukum yang dapat di uji oleh MA kewenangan dari MK, karena kedudukan
dan MK tentu berbeda lingkup kewenangan dari Ketetapan MPR/S dalam hierarki
mengujinya sebagaimana yang tertuang di berada di atas Undang-undang sehingga
dalam UUD Tahun 1945 Pasal 24A Ayat MK tidak dapat menguji Ketetapan
(1) dan Pasal 24C Ayat (1). Kewenangan MPR/S. Meskipun lembaga tersebut
tersebut dapat dilihat sebagai berikut : adalah lembaga pengawal konstitusi.
Ketiga bentuk norma hukum di atas sama- hak.47 Sehingga penulis memahami bahwa
sama dapat di uji kebenarannya melalui pengujian Ketetapan MPR/S tidak dapat
mekanisme peradilan (justisial) ataupun dilakukan oleh lembaga lain meskipun
mekanisme no-justisial. Jika pengujian itu kedudukan antar lembaga sama derajatnya.
dilakukan oleh lembaga peradilan, maka
Pengujian terhadap peraturan
proses pengujian itu disebut sebagai judicial
perundang-undangan, di dalam teori hukum
review. Namun jika pengujian itu bukan
apabila ada peraturan perundangan sudah
dilakukan oleh lembaga peradilan maka
jelas mengatur undang-undang diuji oleh
hal itu tidak dapat disebut sebagai judicial
MK, kemudian di bawah undang-undang
review.46
di uji oleh MA. Sekarang, kalau begitu TAP
Sebelum dibentuknya MK, MPR MPR itu memang tidak ada yang menguji
berwenang menguji UU dan Ketetapan (judicial review). Namun Kalau misalnya itu
MPR/S terhadap UUD 1945. Kewenangan perkembangan politik dan konstelasi politik
tersebut pernah diatur dalam Ketetapan yang ada di MPR yang terdiri dari DPR dan
MPR RI No. III/MPR/2000 Tentang DPD menganggap TAP MPR itu keliru,
Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan otomatis mereka yang membuat, mereka
Perundang-Undangan yakni : yang mencabut.48 Dengan demikian, ketika
terjadinya kekosongan norma hukum yang
Pasal 5
mengatur tentang lembaga yang menguji
Ayat (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat ketetapan MPR/S, maka satu-satunya
berwenang menguji Undang-Undang ter- cara untuk menjawab persoalan tersebut
hadap Undang-Undang Dasar, dan Keteta- adalah dengan mengajukan ke lembaga
pan Majelis Permusyawaratan Rakyat. MPR, mengapa demikian? karena MPR
adalah lembaga yang mengeluarkan produk
Dalam TAP III/MPR/2000 dikatakan hukum (ketetapan), berarti hanya MPR
dalam Pasal 5 apabila ada undang-undang yang berwenang untuk menilai/menindak
bertentangan dengan TAP MPR atau ber- lanjuti apakah produk hukumnya itu masih
tentangan dengan Undang-Undang Dasar, layak untuk diberlakukan sebagai peraturan
maka yang menguji MPR, Tapi apabila perundang-undangan atau tidak, dengan
peraturan di bawah undang-undang ber- kata lain apakah bertentangan dengan
tentangan dengan undang-undang maka UUD 1945 atau tidak. Jika bertentangan
diujinya ke Mahkamah Agung. Nah, pe- tentu Lembaga MPR dapat mencabut
rubahan konstitusi kemudian mengatakan Ketetapannya yang bersifat regeling, karena
Apabila ada undang-undang bertentangan secara teori norma yang ada di bawah tidak
dengan Undang-Undang Dasar maka diuji boleh bertentangan dengan norma yang
ke Mahkamah Konstitusi. Apabila ada pera- lebih tinggi, apabila bertentangan tentu
turan di bawah undang-undang bertentan-
gan dengan undang-undang maka diuji ke 47
Periksa Risalah Sidang Mahkamah Konstitusi,
Mahkamah Agung. Nah, sekarang apabila Perkara No. 86/PUU-XI/2013. Di dalam naskah asli
ada undang-undang bertentangan dengan risalah sidang tersebut ditulis TAP 1 Tahun 2003 Pas-
al 4, Kemungkinan terjadi kesalahan dalam penulisan.
TAP MPR ke mana? Kalau ada TAP MPR Maksud dari penulisan tersebut sebenarnya Ketetapan
bertentangan dengan Undang-Undang MPR/III/2000 Pasal 5. Sehingga penulis merubah den-
gan mengacu pada TAP III/2000 karena di dalam TAP
Dasar ke mana? Tentunya itu tidak diada- tersebut pada Pasal 5 mengatur kewenangan MPR men-
kan judicial review, pasti dengan political guji UU terhadap UUD dan Ketetapan MPR. Lihat juga
pada penulisan tersebut penulis menggunakan Istilah
review. Siapa yang berhak? Kalau kita lihat Political Review, karena menurut penulis istilah politi-
pada Pasal itu, maka MPR-lah yang ber- cal review lebih tepat karena MPR merupakan lembaga
politik. Dalam naskah asli di tulis dengan Constitutional
46
Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Un- Review, Op. Cit. Hal. 4
dang-Undang, Op. Cit Hal. 1 48
Ibid. Hal. 11
norma yang ada di bawah tersebut harus Berkaitan dengan peran asas hukum
dicabut. untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi,
maka penulis mengutip pendapat “Satjipto
Untuk melihat bahwa, MPR berwenang
Raharjo” sebagaimana dikutip dari bukunya
untuk menilai Ketetapan MPR/S yang
Sirajuddin, Fakthurohman & Zulkarnain:
merupakan produk hukumnya sendiri, maka
Satjipto Raharjo menyatakan bahwa, asas
di dalam asas “Contrarius Actus” dalam
hukum merupakan “jantungnya” peraturan
hukum administrasi Negara adalah asas
hukum. Karena menurut Satjipto, asas
yang menyatakan badan atau pejabat tata
hukum merupakan landasan yang paling
usaha Negara yang menerbitkan keputusan
luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum.
tata usaha Negara dengan sendirinya juga
Ini berarti, peraturan-peraturan hukum
berwenang untuk membatalkannya. Asas
itu pada akhirnya bisa dikembalikan
ini berlaku meskipun dalam keputusan tata
pada asas-asas tersebut. Kecuali disebut
usaha Negara tersebut tidak ada klausula
landasan, asas hukum layak disebut sebagai
pengaman yang lazimnya berbunyi : Apabila
alasan bagi lahirnya peraturan hukum,
dikemudian hari ternyata ada kekeliruan
atau merupakan ratio legis dari peraturan
atau kekhilafan maka keputusan ini akan
hukum. Asas hukum tidak akan habis
ditinjau kembali.49
kekuatannya dengan melahirkan suatu
“Asas Contrarius Actus” ini berlaku tidak peraturan hukum, melahirkan akan tetap
hanya untuk Keputusan Administrasi saja ada akan melahirkan peraturan-
Negara, namun juga asas peraturan pe- peraturan selanjutnya.52
rundang-undangan. Sehingga yang ber- Asas hukum sangat berperan penting
hak mencabut adalah pembentuknya itu untuk menjawab persoalan yang terjadi
sendiri dan tidak dapat dilakukan oleh dalam penulisan ini. Oleh karena itu, hal
peraturan atau lembaga yang lebih ren- lain yang dapat pula penulis berikan contoh
dah.50 Dengan demikian apabila suatu yang berkaitan dengan adanya ketentuan
Ketetapan dianggap bertentangan dengan yang mengatur bahwa MPR dapat menilai
UUD, maka pengajuannya harus ke lem- produk hukum yang dikeluarkannya maka,
baga MPR, Karena berdasarkan asas Con- seperti yang tertuang dalam Pasal 3 Ayat (1)
Undang-Undang Dasar 1945 yakni :
trarius Actus MPR memiliki kewenangan
untuk menilai produk hukumnya sendiri. Ayat (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat
berwenang mengubah dan menetapkan
Asas ini juga sering digunakan sebagai
Undang-Undang Dasar.
dasar putusan pengadilan tidak dapat
mencabut dan membatalkan berlaku Ini artinya hanya MPR yang dapat
mengikatnya sebuah peraturan perundang- menafsirkan UUD 1945, berarti MPR
undangan. Asas ini dahulu digunakan pun dapat pula menilai dan menafsirkan
sebagai dasar oleh Mahkamah Agung dalam Ketetapan MPR/S, Karena keduanya sama-
pengujian peraturan di bawah Undang- sama merupakan produk hukum dari MPR
undang (UU) dan hanya berwenang dan sama-sama berada di dalam tatanan
menyatakan tidak sah, sedangkan yang hierarki, dimana di dalam UU No. 12 Tahun
berwenang mencabut dan membatalkan 2011 pada Pasal 7 Ayat (1) kedudukan
adalah pembentuknya sendiri.51 UUD 1945 berada pada urutan pertama
dan Ketetapan MPR/S berada pada urutan
49
http://www.miftakhulhuda.com/Contrarius Ac- 52
Sirajuddin, Fatkhurohman, et all. Legislatif Draft-
tus. di akses pada Tanggal 27 Desember 2015 ing Pelembagaan Metode Partisipatif Dalam Pembentu-
50
Ibid. kan Peraturan Perundang-Undangan, (Jakarta : Setara
51
Ibid. Press, 2015). Hal. 30
kedua. Sehingga pengujian tersebut tidak (2) Panitia ad hoc MPR melaporkan
dapat dilakukan oleh lembaga MK secara pelaksanaan tugas sebagaimana
Judicial Review, melainkan hanya dengan dimaksud Pada Ayat (1) dalam siding
menilai dan mencabut yang dapat dilakukan paripurna MPR.
oleh Lembaga MPR yang merupakan
(3) Panitia ad hoc MPR dibubarkan setelah
Lembaga yang membuat produk Ketetapan
tugasnya selesai.
tersebut yang bersifat regeling.
Pada alat kelengkapan MPR tersebut
Seiring dengan tidak adanya lembaga
panitia Ad Hoc dapat mempersiapkan
Judicial yang mengujinya secara Judicial
bahan sidang, sehingga prosesnya dapat
Review, maka di masa yang akan datang
dilakukan pada lembaga MPR sebagai
jika ada masyarakat yang ingin mengaju-
lembaga satu-satunya yang dapat menilai
kan pengujian Ketetapan MPR/S terhadap
dan mempertimbangkan Ketetapan MPR/S
UUD 1945, tentu harus melalui Lembaga
yang bertentangan dengan UUD 1945 atau
MPR. Akan tetapi, menurut penulis tidak
tidak, karena Ketetapan MPR/S merupakan
dalam konteks menguji, melainkan Lemba-
produk hukumnya sendiri.
ga MPR hanya dapat menilai apakah Keteta-
pan MPR/S bertentangan dengan UUD Simpulan
1945 atau tidak. Jika bertetangan maka
MPR hanya dapat menilai Produk keteta- Berdasarkan apa yang telah diuraikan
pannya hingga mencabut produk yang ber- dalam tulisan ini tentang eksistensi
sifat regeling tersebut, karena saat ini pen- Ketetapan MPR/S dalam hierarki peraturan
gujian Ketetapan MPR/S tidak diatur lagi. perundang-undangan di Indonesia, maka
Sehingga prosesnya secara political review, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut
oleh karena itu lembaga MPR memiliki alat yaitu :
kelengkapan yang terdiri dari pimpinan
dan panitia ad hoc sebagaimana diatur da- 1. Ketetapan MPR/S dikeluarkan dan
lam UU No. 17 Tahun 2014 Tentang MPR, dicantumkan kembali dalam hierarki
DPR, DPD (MD3) yaitu:53 peraturan perundang-undangan di
Indonesia yaitu :
Pasal 14 Alat kelengkapan MPR terdiri atas :
- Dikeluarkannya Ketetapan MPR/S
a. Pimpinan ; dan pada tatanan hierarki peraturan
b. Panitia ad hoc MPR perundang-undangan menurut
UU No. 10 Tahun 2004 Tentang
Panitia Ad Hoc dapat melaksanakan
Pembentukan Peraturan Perundang-
tugasnya sebagaimana yang tertuang pada
undangan, pertimbangannya adalah
Pasal 22 yaitu dapat dilihat sebagai berikut
untuk menjaga konsistensi penyebutan
:54
peraturan perundang-undangan yang
Pasal 22 bersifat mengatur digunakan istilah
Ayat (1) Panitia ad hoc MPR bertugas : “Peraturan”. Hal ini dimaksudkan agar
tidak lagi terjadi atau timbul pertanyaan
a. Mempersiapkan bahan sidang MPR ; mengenai istilah “Keputusan” yang
dan bersifat mengatur ataupun yang
b. Menyusun rancangan putusan MPR. bersifat penetapan. Sehingga Ketetapan
MPR/S tidak tercantum dalam hierarki
Peraturan Perundang-undangan.
53
Indonesia, UU No. 17 Tahun 2014 Tentang MPR,
DPR, DPD (MD3).
54
Ibid.
Peraturan Perundang-Undangan,
Jenis Rapat : Raker IV Tanggal 2
Maret 2011.
Peraturan-peraturan
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945,
2014 dilengkapi dengan Kabinet
Kerja Periode 2014-2019, Cet 1
(Yogyakarta : Pustaka Baru Press).
Indonesia, Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat
Sementara Republik Indonesia
Nomor. III/MPR/2000 Tentang
Sumber Hukum dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-Undangan.
Indonesia, Ketetapan MPR RI No.
VIII/2001 Tentang Rekomendasi
Arah Kebijakan Pemberantasan
dan Pencegahan Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme.
Indonesia, Ketetapan Majelis Permusya-
waratan Rakyat Sementara Re-
publik Indonesia Nomor. III/
MPR/2000 Tentang Sumber Hu-
kum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-Undangan.
Indonsia Majelis Permusyawaratan Rakyat
Indonesia, Ketetapan MPR RI
No. I/MPR/2003, Cet. Ke 10,
Sekretariat Jendral MPR RI 2011
Indonesia, UU No. 17 Tahun 2014 Tentang
MPR, DPR, DPD (MD3). LN No.
182 Tahun 2014 TLN No.5568
Indonesia, Undang-Undang No. 12 Tahun
2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
LN No. 82 Tahun 2011, TLN No.
5234
Indonesia, Undang-undang No. 10 Tahun
2004 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
LN No. 53 Tahun 2004, TLN No.
4389.