Professional Documents
Culture Documents
RESUME VIDEO
KONFERENSI HUKUM TATA NEGARA KE-7 TAHUN
PASCA PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945
NAMA
Ilham agusyanda
NPM
B1A022007
KELAS
G
DOSEN PENGAMPU
PEMATERI KEDUA
Dr.Charles Simamora
PEMATERI TERAKHIR
Prof. Dr. Saldi Isra
poin-poin terkait dengan perkembangan demokrasi konstitusional
terutama 20 tahun setelah perubahan konstitusi, dua dekade perkembangan
demokrasi konstitusional di Indonesia pertama,gagasan-gagasan besar yang
pernah didorong beriringan dengan awal reformasi di Indonesia yang
kemudian berujung pada reformasi konstitusi,jika dilihat pada konteks awal
reformasi konstitusi sampai pada sebuah kesimpulan awal reformasi di
Indonesia yang kemudian berujung pada reformasi konstitusi jika dilihat di
konteks awal reformasi konstitusi Yang disuarakan oleh kelompok reformis
terutama yang berasal dari kalangan kampus ketika itu adalah bagaimana
mereka hingga pada sebuah kesimpulan bahwa kemendekan sistem
ketatanegaraan Indonesia di era sebelum adanya reformasi atau di era baik
itu orde lama maupun orde baru karena bertumpu pada satu poin, yakni
terjadinya penumpukan kekuasaan pada satu tangan. Yang menjadi tempat
bertumpunya kekuasaan itu adalah Presiden maka dari itu ketika ada upaya
untuk mengubah undang-undang dasar mendorong untuk mengubah undang-
undang dasar, Sentral pembicaraannya adalah bagaimana mendesain ulang
posisi lembaga kepresidenan sehingga kemudian tidak menjadi posisi yang
paling Sentral atau yang paling menentukan dalam desain ketatanegaraan.
Misalnya undang-undang Dasar 1945 sebelum diubah,rumusnya sangat
fleksibel. Sistem presidensial di Indonesia terutama berkaitan dengan posisi
wakil presiden kajian-kajian yang terkait dengan kewenangan besarnya
kekuasaan presiden dalam praktek ketatanegaraan Indonesia baik pada masa
orde lama maupun Orde Baru itu karena memang konstitusi bangsa ini yakni
undang-undang dasar yang dibuat oleh para pendiri awal negara memang
memberikan semua kekuasaan pada presiden. Menjadi pertanyaan Apakah
menggunakan sistem pemerintahan presidensial, Apakah menggunakan
sistem parlementer atau sistem campuran diantara keduanya yang kalau
dilihat pada konteks-konteks awal penyusunan konstitusi pada tahun 1945,
para pendiri negara mengatakan ini adalah sistem sendiri sistem yang di
desain sendiri, jika dibandingkan misalnya pada proses perumusan penemuan
modal sistem pemerintahan dalam sistem Amerika Serikat yang menjadi
salah satu rujukan utama saat menjelaskan sistem presidensil di awal
perdebatan konstitusi Amerika Serikat juga dipikirkan oleh para pendiri
negara Amerika Serikat mendesain pola hubungan antar lembaga yang itu
memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada Presiden. Namun kemudian
para pendiri negaranya berpikir untuk memberikan kekuasaan besar kepada
Presiden tapi tidak menjadikan presiden otoriter tidak bisa dibatasi sama
sekali di desainlah mekanisme yang lebih cek and Balance. Tapi ada elemen
lain yang kemudian membuat desain pemerintahan dalam konstitusi ini
menjadi bermasalah ketika dilaksanakan, apa elemen lain itu yang dianggap
menjadi semacam kelemahan utama karena konstitusi yang dihasilkan oleh
para pendiri negara undang-undang Dasar 1945, sama sekali tidak pernah
menyebutkan Bagaimana kekuasaan presiden itu diisi dalam konteks
dikaitkan dengan daulat Raya kedaulatan yang terdapat pada undang-undang
Dasar 1945. Awal itu sama sekali tidak menyentuh ada yang namanya salah
satu institusi politik penting yaitu pemilu jadi dapat kembali di cek pada
undang-undang Dasar 1945 yang sama sekali tidak memiliki untuk mengatur
pembahsan tentang Pemilu. Ada proses pengisian presiden jabatan presiden
dan wakil presiden namun hal tersebut dilakukan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat hal tersebut lah yang sebenarnya menjadi salah
satu titik lemah ketika undang-undang Dasar 1945 dengan menerapkan
sistem pemerintahan yang di desain.Oleh karena itu ketika ada rencana ingin
mengubah undang-undang dasar 1945 fokusnya adalah Bagaimana
membatasi kekuasaan presiden namun Ketika ini dibahas muncullah
perdebatan-perdebatan, undang-undang Dasar 1945 kelima sebelum
dilakukan perubahan apa yang keliru itu yakni ketika menganut sistem
presidensil misalnya maka kemudian di situ tidak disebutkan ada pemilihan
langsung oleh rakyat untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Maka dari
itu kita kita fokus kepada penataan sistem pemerintahan di dalam periode
perubahan undang-undang Dasar 1945 hal tersebut terlihat sekali tahapan-
tahapan segmen-segmen dari proses perubahan sendiri mulai melihat betapa
besarnya kekuasaan presiden. Lalu disaat ingin membatasi kekuasaan
presiden itu tidak cukup dengan hanya melakukan atau menyentuh pasal-
pasal yang terkait dengan Presiden, mulailah hal tersebut muncul ke ranah
lain seperti membatasi kekuasaan legislatif, juga harus diperkuat. Bagaimana
dengan judicial power dan segala halnya, jadi perubahan mendasar Salah
satunya yang mendasar dari undang-undang Dasar 1945 itu adalah
mengadopsi atau menginjeksikan Model pengisian jabatan presiden dan
jabatan legislatif karena dengan begitu para pengubah undang-undang Dasar
1945 membuat kesepakatan bahwa kita akan mempertahankan sistem
presidensil maka tidak bisa tidak di karakteristik sistem presidensil itu, harus
diadopsi ke dalam kondisi.Pada bebrapa buku yang dibuat, mengatakan jika
undang-undang Dasar 1945 itu diletakkan ke dalam karakteristik sistem
presidensil maka hampir semua karakteristik utama sistem presidensial itu
sudah diadopsi di dalam konstitusi Indonesia dalam undang-undang Dasar
1945. Hasil perubahan mulai dari penegasan soal posisi presiden yang
dualisme itu kepala negara dan kepala pemerintahan lalu tentang dipilih
langsung oleh rakyat, Bagaimana relasi dengan kekuasaan legislatif,
Bagaimana pertanggungjawaban, Bagaimana masa jabatan itu sudah diatur
sedemikian rupa jika ada yang sedikit menyimpang baik secara teks
konstitusinya saja. Pertanyaan dasar saat ini adalah bagaimana hal tersebut
setelah 20 tahun.Reduksi di undang-undang dan salah satu reduksi yang bisa
dilihat secara jelas itu yakni berkaitan dengan pemilihan presiden dan wakil
presiden,dengan desain pemilihan presiden dan wakil presiden ada upaya
untuk kemudian memberikan pemaknaan baru terhadap cara pengisian
jabatan presiden terutama karena Pasal 6 telah menjelaskan bahwa
Pasangan calon presiden diajukan oleh partai politik atau gabungan partai
politik peserta pemilu hal tersebut kemudian berkembang terus-menerus dan
mengalami distorsi jika dilihat dari kajian hukum tata negara ada yang
namanya ambang batas pengajuan calon presiden yang dari pemilu 2004
kemudian membesar menjadi lebih besar lagi angka Pemilu Berikutnya. Ini
soal debat hukum tata negara yang sampai sekarang ini belum selesai masih
terus dibicarakan.Kemudian dikuatkan didalam Putusan sejak Pemilu
pemilihan langsung presiden 2004 sampai terakhir sekalipun setiap putusan
tersebut tidak didukung oleh 9 hakim konstitusi selalu hal tersebut ada yang
memiliki pandangan berbeda dibandingkan pandangan mayoritas tapi secara
hukum yang dianggap orang-orang atau Hakim yang pernah memiliki
pendapat berbeda itu bukan posisi hukum utama. Posisi hukum utamanya
dapat dilihat pada apa diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi ini. Satu hal
yang dapat akan terus menjadi isu Sentral ketika menjelaskan soal
Bagaimana sistem presidensial ini di laksanakan setelah perubahan undang-
undang Dasar 1945 dan yang kedua yang terkait dengan desain sistem
presidensil dengan konstitusi undang-undang Dasar 1945 itu dalam hal relasi,
antara Presiden dengan pembantu presiden terutama dengan para menteri.
Konstitusi mengatakan bahwasannya menteri itu adalah pembantu presiden
yang diangkat dan diberhentikan oleh presiden tapi kemudian dalam praktek
itu terjadi pergeseran-pergeseran.Jikalau dilihat presiden tidak menjadikannya
memiliki daulat yang sepenuhnya Untuk menentukan siapa yang akan jadi
menteri.di Amerika misalnya presiden juga tidak berdaulat Tapi lebih ke
halnya pada soal konfirmasi yang disampaikan. Jika dalam praktek yang
terjadi di Indonesia pada pengisian-pengisian posisi menteri sebagaimana
diatur dalam pasal 17 undang-undang Dasar 1945 yang kemudian selalu
terjadi upaya untuk mengkompromikan kewenangan presiden, kewenangan
konstitusional presiden terkait dengan partai politik yang secara praktek itu.
Kemudian memberikan support kepada Presiden, sehingga secara praktek
Ketika tidak bisa menghindari pada sistem presidensial ini maka sistem
multiple partai yang tidak dapat dikatakan sederhana, karena banyak sekali
jumlah partai politiknya yang kemudian partai-partai politik mendukung calon
presiden dan kompensasinya salah satunya presidensial baik itu harta-harta
atau benda-benda milik Presiden yang bisa digunakan untuk menopang
kekuasaan presiden itu adalah soal menentukan menteri dan posisi menteri di
Kabinet itu biasanya sesuatu yang kemudian sering sekali digantikan untuk
menopang kekuasaan presiden, yang kedua adalah yang menjadi perhatian
Bersama, yang ketiga yakni poin terakhir adalah soal fakta desain konstitusi
setelah perubahan undang-undang dasar itu memang membatasi kekuasaan
legislatif untuk kemudian dengan kekuasaan konstitusional presiden yang
dapat dilihat misalnya tidak ada lagi pertanggungjawaban presiden kepada
MPR karena itu mengkonsekusi logis dari sistem presidensial. Jadi presiden
tidak bertanggung jawab kepada lembaga perwakilan dan di luar itu presiden
juga tidak bisa diberhentikan oleh lembaga perwakilan kecuali karena sebab
yang ditentukan oleh konstitusi dan soal pemberhentian presiden dalam masa
jabatan dan sekarang memang sedang beralih Apakah kemudian akan
memberikan kewenangan ini kepada Presiden atau kepada lembaga
perwakilan, sehingga presiden memulainya tergantung dengan lembaga
perwakilan atau akan kembali ke titik tengah Dimana adanya bangunan check
and balance antara Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dengan
kekuasaan legislatif dalam hal ini harus hati-hati menjelaskan jika kemudian
legislatif mau mengambil peran sehingga nanti menimbulkan kesan presiden
menjadi seolah-olah bertanggung jawab lagi kepada lembaga perwakilan.
Maka sekalipun undang-undang Dasar 1945 telah mendesain sistem
presidensial dekat dengan karakteristik sistem presidensial yang murni,
namun membiarkan gejala ini berkembang terus-menerus kita akan kembali
mencampur adukkan antara praktek parlementer dengan praktek presidensil
di konstitusi Indonesia.