Professional Documents
Culture Documents
RESUME VIDEO
KONFERENSI HUKUM TATA NEGARA KE-7 TAHUN
PASCA PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945
NAMA
Ilham agusyanda
NPM
B1A022007
KELAS
G
DOSEN PENGAMPU
In Indonesia’s 20 years of constitutionalism reform, reform affects the politics and the
court. A court should take count democracy as a value in the constitutional process of
construction. Democracy should be taken as a guide. The Court of Indonesia’s constitutional
court are well positioned as the protector and promoter the democracy. Indonesian
constitutional court can be an adaption of responsive law/regulation ideas- not directly to the
applicant. A court function is a very important thing, courts can help counter three broad
sources of democratic Dysfunction Through their decisions :
Electoral and institutional monopoly power.
Democratic burdens of inertia.
Democratic blind spot.
The constitutional court can maintain the balance of the politic so that the power can be
distributed. And the court can maintain checks and balances. A court can see if there is a law
norm that does not match the constitutional norm.
Courts can also create or contribute to new sources of dysfunction and must be mindful of
this in engaging in a constitutional judicial review such as :
Reverse burdens.
Democratic backlash.
Democratic debilitation.
Jurisprudential implications :
Variable scope and intensity of judicial review.
Mahfud Court: As long as the statutory text brings a sense of justice, the court will
rely on it in the decision-making process. But if the statutory text will not render
justice, the court could ignore it and then make its own decision. That is the essence.
of responsive law or progressive law.
Variable legitimacy of implications :
1. Protecting the democratic minimum core legitimate.
2. Responding to serious and irreversible threats to human dignity.
- Calibrated proportionality – as US- European hybrid
Strong/weak or weak/strong judicial review
Dimensions- design and doctrine things like
1. suspended declaration.
2. Delayed effect.
3. Conditional constitutionality.
Functions
1. Safety valve.
2. Disagreement.
3. Practical adjustment.
There is a difference between Weak-Strong, not Weak Review
The problem of persistent inertia
- Persistent and complex inertia – eg Simultaneous and presidential IX case
Crafting weak-strong reviews and penalty defaults
- Lobbying defaults and independent candidate case
Democratic dialogue v backsliding- compare the Agus Rahardj case ( dismissing a
challenge to anti-corruption law), the Islamic University of Indonesia case (partially
upholding through conditional constitutionality)
Responsive Judging and Judicial Statecraft
Weak-strong remedies, engagement and civil society.
Author and judicial voice.
Tone.
Local and global/particularly v universal narratives.
Conclusion: A global or particularized theory?
Potential global scope - civil and common law, consolidated and emerging or fragile
democracies, Global North and South, abstract and concrete review.
Preconditions – judicial independence, support structure for review, judicial remedies +
legal culture/judicial role-conception.
Judicial capacity – Who, how and how many judges
the scope and intensity of the judicial review mention that the problems of the
presidential election allow the courts to control the progressive essence of legal decisions
proposed by Rosalind Dixon, that in some ways judicial review is carried out more
rigorously than legislatively, so quickly against the risk of dysfunctional democracy, one
way minimize the risk of dysfunction or irreversible risks to human dignity caused by
democratic blind spots or burdens of inertia. legal legitimacy which has scope is
suggested to change the proportionate of courts in a democratic context to counter
democratic dysfunction by the judicial review which can be carried out in several ways
namely, deferred declaration, delayed effect, and conditional constitutionality, so these
three points strengthen or weaken this judicial review. have functions such as, safeguard
against reactions of independent candidates, objectors right, and practical adjustments
improve justice for individuals with the best solutions in the political branch.
PEMATERI KEDUA
Dr.Charles Simamora
Sebuah tradisi yang selalu dibangun saat pelaksanaan konferensi hukum tata negara
dan telah melakukan penelitian sebanyak 6 kali dan hasil riset tersebut dijadikan ppt dengan
judul performa konstitusi 20 tahun pasca perubahan.Konstitusi ini kemudian diteliti dengan
berbagai bantuan. Adapun penilaian-penilaian terhadap performa konstitusi dengan
menggunakan tiga indikator, yang mana dua indikator yang digunakan yakni faktor
eksternal dan internal, namun ada tiga isu yang kemudian dimunculkan. pertama terkait
dengan hubungan eksekutif legislatif yang kedua terkait dengan penyelenggaraan pemilu
yang demokratis lalu lalu ketiga tarik ulur dengan kewenangan Mahkamah kewenangan dari
Majelis Permusyawaratan Rakyat.Didalam ppt ini juga kami masukan dari temuan-temuan
kami dari penelitian ketika melakukan wawancara dengan berbagai narasumber,yang mana
secara umum saat ini tahun 2022 MPR telah menyelesaikan perubahan konstitusi.Kenapa
kemudian dulu melakukan reformasi konstitusi,isu yang pertama secara umum terjadi
resentralisasi pasca undang-undang nomor 22 tahun 1999,undang-undang nomor 32 tahun
2004,undang-undang nomor 23 tahun 2014,undang-undang cipta kerja dan beberapa undang-
undang sektoral lainnya. 20 tahun otonomi daerah masih melahirkan Tarik menarik kebijakan
terutama dalam kerangka desentralisasi asimetris.banyak saat ini yang seakan tidak
menyetujui dari desentralisasi otonomi daerah ini.hal yang terbarunya saat pengesahan
otonomi daerah di papua,kemudian Sumatra utara yang bertahun-tahun mengajukan
pemekaran hingga saat ini tidak dikabulkan atau tidak disetujui.namun provinsi papua dengan
cepatnya telah melakukan pemekaran dengan menambah 7 provinsi.lalu kemudian beberapa
waktu lalu sebelum undang-undang perimbangan keuangan pusat dan daerah atau hubungan
keuangan pusat dan daerah yang telah diterima beberapa provinsi Kalimantan Timur
misalnya mengajukan yudisial review terkait dengan perimbangan keuangan dan lahir juga
beberapa undang-undang baru penyesuaian terhadap pembentukan daerah provinsi di
beberapa provinsi di Indonesia,sampai provinsi Bali yang hingga saat ini masih berusaha
mendapatkan perimbangan keungan dengan potensi wisata yang dimiliki,namun yang
didapatkan bukanlah perlakuan khusus dari pemerintah melainkan ekonomi khusus yang
didapat,dan yang terakhir yaitu IKN yang melahirkan model pemerintahan baru baik dalam
sistem ketatanegaraan maupun sistem daerah pemerintahan Indonesia.hal inilah yang
dirasakan diujung-ujung reformasi konstitusi bangsa Indonesia saat ini.Pembagian urusan
menjadi 3 lapis yakni pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten atau kotadimana semula
diberikan kepada kabupaten atau kota atau provinsi perlahan-lahan ditarik menjadi wewenang
pemerintah pusat.Pada contoh kasus konkrit nya pada wewenang pertambangan mineral
batubara dengan undang-undang cipta kerja ditarik wewenang nya dan tiba-tiba diberikan
Kembali melalui peraturan presiden nomor 55 tahun 2022 hal ini menjadi permasalahan yang
kemudian diantaranya menyangkut perizinan,tata ruang, hubungan keuangan pusat dan
daerah,kepegawaian, penentuan NPSK, penyusunan produk hukum ,hingga saat ini masalah
yang menyangkut honorer saja,pemerintah pusat yang menentukan bagaimana pemerintah
pusat menghapuskan honorer walaupun ditolak keras oleh pemerintah daerah
setempat,termasuk juga produk hukum yang saat inijuga termasuk bagian yang
tersentralisasi,dengan hal tersebut yang ditemukan adalah pemerintah pusat tidak mau
direpotkan dengan berbagai dinamika didaerah atau karakteristik local yang ada, segala
bentuk pemanfaatan sumber daya alam yang ‘’strategis’’ ditentukan oleh pusat yang
peruntukannya dengan bungkus ‘’proyek strategis nasional,hak-hak masyarakat jelas
terpinggirkan dengan berbagai proyek tersebut yang bisa dibuktikan hingga saat ini proyek
strategis nasional hamper sepenuhnya bermasalah yang menuai pro dan kontra ditengah-
tengah masyarakat.
Selanjutnya,bagaimana dengan dinamika Lembaga negara,terjadi pelemahan peran Lembaga-
lembaga negara yang dibentuk paska amandemen baik yang dibentuk atas dasar konstitusi
maupun undang-undang,seperti KY, KPK, DPD, MK, Komnas HAM, ombudsman.Lalu
meminjam 3 model pelemahan yang disampaikan oleh Tom Ginsburg terhadap Lembaga
demokrasi termasuk kekuasaan kehakiman ada gejala untuk melakukan yang biasa disebut
dengan 3 I yakni
Ignore (pengabaian rekomendasi atau putusan)
Intimidate(serangan fisik dan psikis,ancaman kriminalisasi
Interfere( proses rekrutmen bahkan melalui jalur konstitusional)
Bahkan BI juga mau di intervensi oleh orang-orang partai,sehingga revisi undang-undang BI
artinya yang dapat disimpulkan yakni adanya penguatan peran DPR dan memudarnya
akuntabilitas dalam proses pengisian hamper seluruh Lembaga negara.Gejala politisasi
Lembaga-lembaga negara dengan mengizinkan ‘’orang-orang partai politik’’mengisi
Lembaga tersebut baik orang partai sungguhan maupun orang yang terafiliasi oleh partai
politik tersebut.sungguh memprihatinkan terlebih banyak sekali kasus-kasus yang
menyangkut dari Lembaga negara di Indonesia saat ini.selanjutnya apa yang ditemukan dari
hubungan legislatif dan eksekutif Model koalisi mayoritarian dan semakin menghilangnya
oposisi di parlemen fungsi lembaga legislatif hanya menjadi stempel penguasa,melemahnya
fungsi pengawasan DPR karena ketimpangan komposisi parlemen dan proses legislasi hanya
menjadi alat legitimasi adanya dugaan Pelanggaran atas sebuah undang-undang hilang
separuh dari hak DPR, hanya menjadi politik tanpa Memberikan manfaat bagi publik.
Berbagai proses legislasi lahir dengan model yang jauh dari nilai konstitusionalisme bahkan
seperti menyatakan sebagai salah satu bentuk konstitusi Bagaimana dengan relaksasi proyek
Mas dalam periode 4 terakhir
Realisasi Prolegnas dalam 4 periode terakhir
2004-2009: 71,7%
2010-2014: 29,54%
2015-2019: 13,6%
2020-2024: 8,37%
Terkait dengan penyelenggaraan pemilu juga mengalami permasalahan yang dibuat oleh
pemerintah permasalahan tersebut diantaranya
Lembaga pemilu yang mengalami gejala 3i(ignore,intimidate,interfere) sebagaimana
dialami Lembaga lainnya
Dominasi partai politik peserta pemilu yang hendak mengatur komposisi
penyelenggaraa termasuk menentukan hasil pemilu
Presidential threshold masih menjadi tantangan tersendiri dalam pilpres karena pada
akhirnya membatasi hak pilih warga dan kompetisi yang sehat dalam pemilu
Gugatan atas hasil pemilu sehingga melahirkan berbagai model dan instrument
penyelesaian sengketa dan pelanggaran pemilu
Dorongan Kembali pada proporsional tertutup,kompetisi antar penyelenggara
pemilu,pemanfaatan teknologi dalam pemilu
Tarikan pilkada tak langsung,gejala kotak kosong(calon tunggal atau calon boneka)
Melemahnya keterwakilan perempuan baik sebagai penyelenggara maupun peserta
pemilu
PEMATERI TERAKHIR
Prof. Dr. Saldi Isra