Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
The digitalization era has encouraged the acceleration of technology, it has been proven
by the increasing use of Peer to Peer Lending (P2PL) in Indonesia as an effective and efficient
loan provider. Nevertheless, on the implementation, there are challenges, such as the lack of
protection for creditors against Non Performing Loans. This is contrary to Article 28D paragraph
(1) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia which can result in unequal treatment of
creditors. The study uses a normative juridical method. The approach used was legislation,
conceptual, comparison, and case studies. The type of data used is qualitative data with secondary
data sources. The method of collecting data used was the literature study. In this study, the
authors found that there was still a lack of protection against creditors in the application of P2PL.
Hence, it takes optimum systems and policies in the application of P2PL through a scoring system
and the formation of a P2PL Access Website. With this effort, it is hoped to provide security for
creditors in the P2PL arrangement.
Keywords: Non Performing Loan; Peer to Peer Leanding; Creditors Protection.
ABSTRAK
Era digitalisasi telah mendorong akselerasi kemajuan teknologi, dibuktikan dengan meningkatnya
penggunaan layanan Peer to Peer Lending (P2PL) di Indonesia sebagai penyedia jasa pinjam
meminjam yang efektif dan efisien. Namun, pada implementasinya terdapat permasalahan, seperti
kurangnya perlindungan terhadap kreditur dalam menghadapi Non Performing Loan. Hal tersebut
tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 karena dapat memicu perlakuan yang tidak sama di hadapan hukum bagi
kreditur. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Pendekatan yang digunakan yaitu
perundang-undangan, konseptual, perbandingan, dan studi kasus. Jenis data yang digunakan yaitu
data kualitatif dengan sumber data sekunder. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah
studi kepustakaan. Dalam penelitian ini, penulis menemukan masih lemahnya perlindungan
terhadap kreditur dalam penerapan P2PL. Maka, diperlukan optimalisasi sistem dan kebijakan
dalam penerapan P2PL melalui Scoring System dan pembentukan Website P2PL Access. Dengan
upaya tersebut, diharapkan dapat memberikan jaminan keamanan bagi kreditur dalam
penyelenggaraan P2PL.
Kata Kunci: Non Performing Loan; Peer to Peer Lending; Perlindungan Kreditur.
2
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ruang jamah teknologi digital telah meluas ke seluruh aspek dan bidang
kehidupan manusia, termasuk bidang keuangan. Salah satu inovasi dalam bidang
keuangan adalah financial technology (fintech),1 di mana terjadi pengalihan
kegiatan dan layanan keuangan dari bentuk konvensional ke bentuk digital yang
memungkinkan masyarakat untuk dapat melakukan transaksi secara real time,
dengan prospek kenyamanan, kelancaran, kecepatan, dan kemudahan.
Berdasarkan laporan publikasi CCAF (Cambridge Centre for Alternative
Finance) dalam The 2nd Asia Pacific Region Alternative Finance Industry
Report-Cultivating Growth, pada tahun 2016 terdapat sembilan jenis layanan
keuangan online,2 satu di antaranya adalah Peer to Peer Lending (P2PL) yang
berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diawasi pula
oleh Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non Bank (IKNB). Adapun regulasi
yang menjadi payung hukum kegiatan P2PL di Indonesia saat ini adalah Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, serta peraturan turunan berupa
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 18/SEOJK.02/2017
tentang Tata Kelola dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi Pada Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Pasal 1 angka 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016
menjelaskan terkait definisi P2PL yang isinya:3
“Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi adalah
penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi
1
Adi Setiadi Saputra, ‘Perlindungan Pemberi Pinjaman Selaku Konsumen dan Tanggung Jawab
Penyelenggara Peer to Peer Lending dalam Kegiatan Peer to Peer Lending di Indonesia’ (2019) 5
Jurnal Vej.[239].
2
Muhammad Afdi Nizar, ‘Financial Technology (Fintech): It’s Concept and Implementation in
Indonesia’ (MPRA, 2020) <https://mpra.ub.uni-muenchen.de/98486/>, diakses pada 6 Oktober
2021.
3
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam
Pasal 1 angka 3.
3
4
Adi Setiadi Saputra, ‘Perlindungan Pemberi Pinjaman Selaku Konsumen dan Tanggung Jawab
Penyelenggara Peer to Peer Lending dalam Kegiatan Peer to Peer Lending di Indonesia’, Loc.cit.
5
Regita Wijayani, ‘Perlindungan Hak Konsumen Selaku Debitur dan Kreditur pada Tansaksi Peer
to Peer (PTP) Lending Financial Technology’ (Tesis, Magister Universitas Gajah Mada 2017).[4].
6
Adi Setiadi Saputra, Op.Cit.[241].
4
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat diangkat
yaitu sebagai berikut:
7
Adi Setiadi Saputra, Op.Cit.[240-241].
8
Ibid.,[241].
5
Tujuan Penelitian
Tujuan diadakannya penulisan ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk menganalisis perlindungan hukum terhadap kreditur dalam penerapan
peer to peer lending di Indonesia saat ini.
b. Untuk menganalisis upaya perlindungan terhadap kreditur dalam
penyelengaraan peer to peer lending melalui perumusan Website P2PL
Access dan Scoring System.
Manfaat Penelitian
Penulisan ini diharapkan tidak hanya dapat memberikan manfaat bagi
penulis dan pembaca, tetapi juga dapat memberikan kontribusi secara nyata bagi
pemerintah dalam upaya untuk mewujudkan perlindungan terhadap kreditur.
a. Manfaat Teoritis
Penulisan ini diharapkan dapat menjadi media edukasi serta sumber wawasan
bagi para pembaca mengenai upaya perlindungan kreditur dalam penerapan
fintech P2PL. Selain itu, penulisan ini juga diharapkan dapat memberikan
sumbangsih bagi khazanah keilmuan dalam lapangan hukum di Indonesia
serta dalam bidang financial technology, khususnya P2PL.
b. Manfaat Praktis
Penulisan ini mengandung konsep dan ide yang dapat dijadikan rujukan bagi
pemerintah, terkait upaya peningkatan perlindungan kreditur dalam layanan
P2PL di Indonesia melalui gagasan inovasi berbasis teknologi.
6
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Penulisan ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, yaitu metode
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan sekunder atau bahan
kepustakaan.9 Hal ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan
menghubungkannya dengan permasalahan yang dibahas. Melalui metode yuridis
normatif, bahan kepustakaan atau bahan sekunder tersebut akan dikaji dari
berbagai aspek, seperti aspek teori, perbandingan, struktur/komposisi, penjelasan
umum dan kekuatan mengikat suatu undang-undang, serta bahasa yang digunakan
adalah bahasa hukum. Metode berpikir yang digunakan adalah metode berpikir
deduktif, yaitu cara berpikir dalam penarikan kesimpulan yang ditarik dari sesuatu
yang sifatnya umum dan kesimpulan itu ditujukan untuk sesuatu yang
sifatnyakhusus.
Jenis Pendekatan
Penulisan ini menggunakan empat jenis pendekatan, yaitu pendekatan
undang-undang (legislation approach), pendekatan konseptual (conseptual
approach), pendekatan perbandingan (comparative approach) dan pendekatan
kasus (case approach). Pendekatan undang-undang (legislation approach)
dilakukan dengan mengkaji semua undang-undang dan regulasi yang berkaitan
dengan isu hukum yang dibahas.10 Pendekatan konseptual (conseptual approach)
dilakukan dengan beranjak dari pemahaman terhadap doktrin yang berkembang
dalam ilmu hukum yang dapat menjadi landasan untuk membangun argumentasi
hukum ketika menyelesaikan isu hukum yang dibahas. Pendekatan perbandingan
(comparative approach) dilakukan dengan cara membandingkan cara kerja dan
sistem yang dimiliki oleh dua lembaga/instansi hukum yang ada di Indonesia dan
yang berada di luar negeri. Pendekatan kasus (case approach) dilakukan dengan
mengkaji berbagai kasus yang memiliki relevansi dengan isu hukum yang
dibahas.
9
Henni Muchtar, ‘Analisis Yuridis Normatif Sinkronisasi Peraturan Daerah dengan Hak Asasi
Manusia’ (2015) XIV Humanus.[80].
10
Peter Mahmud Marzuki, Penelitan Hukum (Kencana 2005).[93].
7
Sumber Data
Metode pengumpulan data dalam penulisan ini dilakukan dengan
menghimpun data-data melalui penelaahan dan pengkajian bahan kepustakaan
atau data sekunder. Data sekunder yang digunakan dalam penulisan ini meliputi
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, baik
berupa dokumen-dokumen maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bahan hukum tertulis atau data sekunder diperinci dalam berbagai macam
tingkatan, yaitu:
1. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri atas peraturan
perundang-undangan dan dokumen resmi negara.11 Bahan hukum primer
yang digunakan dalam penulisan ini terdiri dari peraturan perundang-
undangan yaitu:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan;
a. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik;
b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi;
c. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.02/2018 tentang
Inovasi Keuangan Digital;
d. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.07/2018 tentang
Layanan PengaduanKonsumen di Sektor Jasa Keuangan;
e. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 40/POJK.03/2019 tentang
Penilaian Kualitas Aset Bank Umum;
f. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/SEOJK.02/2017 tentang
Tata Kelola dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi Pada Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi; dan
11
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris (Pustaka
Pelajar 2009).[42].
8
12
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian hukum Normatif (Rajawali Pers 2001).[251-
252].
9
BAB II
LANDASAN TEORI
13
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 40/POJK.03/2019 tentang
Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Pasal 1 angka 9.
14
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (KBBI, 2021) <https://kbbi.web.id> diakses pada 9 Oktober
2021.
15
Samsul Amri, ‘Pengukuhan Kredit Bermasalah terhadap Likuiditas PT. Pegadaian Nasional
Produk Syari’ah’ (Skripsi Sarjana Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten
2017).[42].
10
Menurut Ismail, kredit bermasalah yaitu suatu keadaan di mana nasabah sudah
tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti
yang telah diperjanjikan.16 Dalam definisi lainnya, Hermanto menjelaskan bahwa
kredit macet adalah piutang tak tertagih atau kredit yang mempunyai kriteria
kurang lancar, diragukan karena mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya
faktor-faktor tertentu.17
NPL dapat digunakan sebagai parameter atau indikator untuk mengetahui
tingkat risiko kredit di suatu lembaga keuangan. Semakin rendah tingkat rasio
NPL, maka akan semakin rendah tingkat kredit bermasalah yang terjadi. Menurut
Riyanto, semakin tinggi rasio NPL, maka mengindikasikan bahwa semakin buruk
kualitas kredit.18
NPL dapat terjadi karena banyak faktor. Menurut Hariyani, kredit macet
dapat disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal penyebab
kredit macet yaitu:19
1. kebijakan perkreditan yang ekspansif;
2. menyimpang dalam pelaksanaan prosedur perkreditan;
3. itikad kurang baik dari pemilik;
4. pengurus atau pegawai lembaga keuangan; dan
5. lemahnya sistem informasi kredit macet.
Sedangkan faktor eksternal penyebab kredit macet yaitu:
1. kegagalan usaha debitur;
2. pemanfaatan iklim persaingan perbankan yang tidak sehat oleh debitur; serta
3. menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya suku bunga kredit.
16
Luh Dina Puspita dan I Ketut Mustanda, ‘Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Loan To Depocit
Ratio, dan Non Performing Loan terhadap Profitabilitas LPD’, (2019) 8 E-Jurnal
Manajemen.[4028].
17
Sari Mukhsinati, ‘Analisis Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kredit Macet pada Bank “X” di
Kabupaten Jember’ (Skripsi Sarjana Universitas Jember 2011).[1].
18
Octa Artarinadan Gregorius N. Masdjojo, ‘Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rentabilitas pada
BPR di Kabupaten Blora’ (2013) 2 Dinamika Akuntansi, Keuangan, dan Perbankan.[45].
19
Andi Nursyahriana, et., al, ‘Analisis Faktor Penyebab Terjadinya Kredit Macet’ (2017) 19
Forum Ekonomi.[2].
11
20
Salsabila Yuharnita, ‘Kebijakan Restrukturisasi Pinjaman Pada Peer to Peer Lending’ (2021) 4
Media Iuris.[93].
21
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam
Pasal 1 angka 3.
22
Mahendra Galih Prasaja, ‘Tantangan dan Masa Depan Financial Technology Terhadap
Perkembangan Industri Keuangan Syariah di Era RevolusiIndustri 4.0’ (2020) 16 Jurnal
Manajmen dan Bisnis.[73].
12
P2PL ini sering disamakan dengan marketplace, yaitu hanya melalui sebuah
platform online debitur dapat dipertemukan dengan kreditur untuk selanjutnya
melakukan transaksi pinjam meminjam uang secara online. P2PL ini tidak sama
dengan layanan keuangan lainnya, selain dapat dilakukan dengan mudah dan
praktis karena hanya membutuhkan smartphone dalam pelaksanaannya, P2PL
juga tidak menetapkan agunan atau jaminan dalam prosesnya, sehingga hal inilah
yang dapat menarik minat masyarakat dan membuat banyak penyedia layanan
pinjam meminjam online bermunculan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh
OJK, sampai dengan 29 Juni 2021 terdapat sekitar 124 perusahaan Financial
Technology Lending atau P2PL yang telah terdaftar.23
Di samping semua kepraktisan yang berhasil ditawarkan oleh P2PL
tersebut, masyarakat juga harus tetap berhati-hati dalam melakukan peminjaman
secara online melalui platform P2PL. Hal ini dikarenakan saat ini terdapat banyak
P2PL yang berjalan tanpa mengantongi izin dari OJK (ilegal). Dikutip dari situs
Investor.Id, terdapat 172 penyelenggara fintech lending ilegal yang berhasil
ditutup oleh Satgas Waspada Investasi (SWI) per Juli 2021.24 Angka ini tentu
bukan angka yang kecil, bahkan angka ini menunjukkan bahwa lebih banyak
jumlah P2PL ilegal dibandingkan P2PL legal yang ada di Indonesia. Maka dari
itu, masyarakat diharapkan hanya menggunakan fintech lending yang telah
terdaftar di OJK guna dapat menjamin keamanan bertransaksi pinjam meminjam
secara online yang dilakukan, serta guna menghindari hal-hal lainnya yang dapat
merugikan masyarakat.
Perlindungan Kreditur
Kata perlindungan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan
sebagai tempat berlindung, memperlindungi. Sedangkan kata kreditur dalam
23
Otoritas Jasa Keuangan, ‘Penyelenggara Fintech Lending Terdaftar dan Berizin di OJK per 29
Juni 2021’ (Otoritas Jasa Keuangan, 2021) <https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/financial-
technology/Pages/Penyelenggara-Fintech-Lending-Terdaftar-dan-Berizin-di-OJK-per-29-Juni-
2021.aspx>, diakses pada 9 Oktober 2021.
24
Prisma Ardianto, ‘Tambah 172 Entitas, Satgas Waspada Investasi Tindak 3.365 Fintech Lending
Illegal’ (Investor.Id, 2021) <https://investor.id/finance/255749/tambah-172-entitas-satgas-
waspada-investasi-tindak-3365-fintech-lending-ilegal>, diakses pada 9 Oktober 2021.
13
25
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (KBBI, 2021) <https://kbbi.web.id> diakses pada 9 Oktober
2021.
26
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia (Bina Ilmu 1987).[1-3].
27
Nadia Intan Rahmahanida, ‘Perlindungan Hukum Pihak Pemberi Pinjaman pada Layanan
Pinjaman Pendidikan Berbasis Teknologi Informasi terhadap Risiko Gagal Bayar’ (2020) 3 Jurist-
Diction.[553].
14
kreditur dan debitur.28 Dikaitkan dengan P2PL, bahwa sudah terdapat regulasi
terkait dengan perlindungan kreditur, salah satunya Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis
Teknologi Informasi. Namun, dalam penerapan P2PL saat ini, perlindungan
terhadap kreditur belum dilakukan secara efektif, hal tersebut didasari karena
masih tingginya angka kredit macet (NPL) oleh debitur. Tingginya NPL pada
penyelenggaraan P2PL mengakibatkan adanya kerugian pada pihak kreditur
sebagai pihak pemberi pinjaman.
28
Dikdik M, et., al, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi, (Refika Aditama 2005).[158].
15
BAB III
PEMBAHASAN
29
Cheyzsa Mega Andhini S.P, ‘Problematika Hukum Pada Peer to Peer Lending di Indonesia
Dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha’ (2019) 2 Jurnal Jurist-Diction.[2028].
16
30
Pitadata, ‘Duh, OJK Catat Kredit Macet di Fintech Lending Capai Rp 462 Miliar’ (Pitadata,
2021) <https://pitadata.com/duh-ojk-catat-kredit-macet-di-fintech-lending-capai-rp462-miliar/>,
diakses pada 7 Oktober 2021.
17
macet saat ini. Berbicara terkait kredit macet, kondisi pandemi yang terjadi saat
ini menjadi salah satu faktor meningkatnya angka kredit macet.
Contoh konkrit dari permasalahan di atas dapat dilihat pada perusahaan
P2PL “Modalku” yang mengalami jumlah kredit macet mencapai satu persen saat
awal pandemi, dimana sebelum pandemi hanya berkisar 0,5 persen.31 Seiring
dengan lamanya kondisi pandemi Covid-19, berdasarkan data yang didapatkan per
Juni 2021, tingkat kredit macet pada perusahaan Modalku mencapai 5,57 persen
dan tingkat keberhasilan pengembalian pinjaman 90 hari (TKB90) di 94,43
persen.32 Kemudian, saat ini TKB90 di Modalku mencapai 95,46 persen, yang
artinya kredit macet berkisar 4,54 persen.33 Paparan data di atas menunjukkan
kondisi yang fluktuatif terkait jumlah kredit macet di Modalku, namun dari data
tersebut dapat dikatakan bahwa masih tingginya angka kredit macet pada
perusahaan Modalku yang menjadi salah satu perusahaan P2PL terbesar di
Indonesia karena wilayah operasinya mencakup Indonesia, Malaysia, Vietnam,
dan Singapura.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dalam Pasal 19
dan Pasal 20 yang mengatur perjanjian antara para pihak dalam P2PL tidak
mengatur adanya jaminan kredit dalam perjanjian pinjam meminjam. OJK sebagai
pihak pengawas penyelenggaraan P2PL di Indonesia seharusnya dapat
menginisiasi pemberian perlindungan hukum terhadap kreditur terkait dengan
permasalahan kredit macet atau NPL ini. Permasalahan kredit macet dapat
dikategorikan sebagai perbuatan wanprestasi, hal tersebut disebabkan karena salah
satu pihak (debitur) tidak melaksanakan kewajibannya, yaitu mengembalikan
pinjaman dalam tenggat waktu yang telah disepakati. Tindakan tersebut akan
31
Fahmi Ahmad Burhan, ‘Kredit Macet Melonjak Saat Pandemi, Fintech Modalku Perketat
Pinjaman’ (Katadata.co.id, 2020)
<https://katadata.co.id/desysetyowati/digital/5f212ead799e3/kredit-macet-melonjak-saat-pandemi-
fintech-modalku-perketat-pinjaman>, diakses pada 7 Oktober 2021.
32
Aziz Rahardyan, ‘Mitigasi Risiko, Modalku Dorong Lender Diversifikasi Pembiayaan di
Berbagai Sektor’ (Finansial, 2021)
<https://finansial.bisnis.com/read/20210708/563/1415576/mitigasi-risiko-modalku-dorong-lender-
diversifikasi-pembiayaan-ke-berbagai-sektor>, diakses pada 9 Oktober 2021.
33 (Modalku, 2021) <https://modalku.co.id/>, diakses pada 9 Oktober 2021.
18
berujung terjadinya sengketa oleh kedua pihak. Dalam setiap perjanjian perlu
adanya klausul mengenai mekanisme penyelesaian sengketa apabila salah satu
pihak melakukan wanprestasi.34
Mengenai adanya mekanisme penyelesaian sengketa, hal tersebut telah
dijelaskan dalam Pasal 20 ayat (2) huruf l Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi bahwa dalam dokumen elektronik pinjam meminjam
berbasis online harus memuat mekanisme penyelesaian sengketa. Namun, masih
kurangnya perlindungan hukum terhadap kreditur menyebabkan penyelesaian
sengketa tersebut belum berjalan secara optimal. Hal tersebut dibuktikan dengan
tingginya jumlah kredit macet yang dapat memberikan kerugian kepada kreditur
sebagai pihak pemberi pinjaman. Berkaitan dengan hal tersebut, OJK sebagai
pihak pengawas belum merumuskan suatu kebijakan dalam rangka meminimalisir
angka kredit macet.
Dari adanya hal tersebut, penulis beranggapan bahwa terdapat urgensi
perumusan kebijakan konkrit terkait penerapan peer to peer lending yang
orientasinya untuk memberikan penguatan serta perlindungan terhadap pihak
kreditur dalam menghindari peningkatan angka kredit macet.
34
Salim HS., et., al, ‘Perancangan Kontrak & Memorandum Understanding (MoU) (Sinar Grafika
2017).[85].
19
35 Inda Rahadiyan dan Nikamh Mentari, ‘Keterbukaan Informasi Sebagai Mitigasi Risiko Peer to
Peer Lending (Perbandingan Antara Indonesia dan Amerika Serikat)’ (2021) 28 Ius Quia
Iustum.[338].
36
Arya Anggara Putra, ‘Uraian Singkat Pengaturan Mitigasi Risiko Peer-to-Peer Lending
Amerika Serikat’ (Linkedin, 2020) <https://id.linkedin.com/pulse/uraian-singkat-pengaturan-
mitigasi-risiko-lending-amerika-putra>, diakses pada 8 Oktober 2021.
20
37
Inda Rahadiyan dan Nikamh Mentari, Op. Cit.[339].
21
sehingga pengawasan terkait keamanan data ini dapat terjamin. Hal ini
dikarenakan, jika terjadi kebocoran data dalam satu server, maka server yang lain
dapat mencegahnya untuk selanjutnya menghentikan tindakan peretasan tersebut.
Sharing security merupakan sistem keamanan berlapis yang bertujuan untuk
mempersulit peretas masuk ke dalam sistem penyimpanan data website. Sharing
security bekerja layaknya banyak gembok yang digunakan dalam satu pintu, agar
dapat masuk dan mencuri data pribadi, peretas tidak hanya cukup melewati satu
pintu saja, tetapi juga harus melewati pintu-pintu yang lainnya, dimana tiap-tiap
pintu itu telah terkunci secara aman dengan kehadiran sistem peer to peer.
Untuk dapat mengakses Website P2PL Access, pihak penyelenggara P2PL
harus mempunyai izin yang dikeluarkan oleh OJK dan Lembaga Online Single
Submission (OSS) terlebih dahulu. Izin tersebut didapatkan melalui beberapa
prosedur yang digambarkan dalam bagan berikut.
Kemkominfo Memberikan
Pendaftaran Prizinan
Hak Untuk Dapat Masuk dan
P2PL ke OJK dan
Dapat Mengakses Website
Lembaga OSS
P2PL Access
38
Smartlegal.Id, ‘Prosedur Perizinan Penyelenggara Peer to Peer Lending di Indonesia’
(Smartlegal.Id, 2019) <https://smartlegal.id/badan-usaha/2019/08/05/peer-to-peer-lending-
indonesia/>, diakses pada 8 Oktober 2021.
23
BAB IV
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
a. Perlindungan hukum terhadap pihak kreditur dalam penerapan peer to peer
lending di Indonesia belum dilakukan secara optimal, hal tersebut dibuktikan
dengan masih tingginya angka kredit macet atau Non Performing Loan.
Permasalahan ini menjadi suatu kerugian bagi kreditur sebagai pihak yang
memberikan pinjaman. Hal tersebut yang mendasari perlu adanya sistem dan
kebijakan yang berorientasi untuk meminimalisir angka kredit macet dalam
penerapan peer to peer lending di Indonesia.
b. Perlindungan terhadap kreditur dalam penyelenggaraan peer to peer lending
dilakukan dengan dua upaya, yaitu merumuskan sebuah Website P2PL Access
yang mana dibentuk dengan konsep yang komprehensif, serta melalui upaya
lain yaitu kebijakan Scoring System. Perumusan kebijakan tersebut ditujukan
untuk menjamin keamanan bertransaksi bagi semua pihak, khususnya bagi
kreditur dalam menghadapi permasalahan kredit macet.
Saran
Perlindungan terhadap kreditur dalam penerapan peer to peer lending yang
masih lemah mendorong penulis untuk memberikan gagasan yaitu perumusan
sebuah Website dengan nama P2PL Access yang dikonsep dengan tatanan yang
lengkap dan terstuktur. Selain itu, diperlukan juga penetapan Scoring System
dalam penyelenggaraan P2PL. Penerapan website dan Scoring System tersebut
perlu untuk dijamin dalam sebuah regulasi agar mampu berlaku mengikat secara
umum. Maka dari itu, agar solusi di atas dapat diterapkan oleh seluruh
penyelenggara P2PL yang ada di Indonesia, penulis menyarankan dibentuk
sebuah regulasi bersifat mengikat yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan
terkait dengan gagasan yang diajukan.
27
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Dikdik M, et., al, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi (Refika Aditama
2005).
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris (Pustaka Pelajar 2009).
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Kencana 2005).
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia (Bina Ilmu
1987).
Salim HS, et., al, Perancang Kontak & Memorandum Understanding (MoU)
(Sinar Grafika 2017).
Soerjono Soekanto dan Siti Mamuji, Penetian Hukum Normatif (Rajawali Pers
2001).
Jurnal:
Adi Setiadi Saputra, ‘Perlindungan Pemberi Pinjaman Selaku Konsumen dan
Tanggung Jawab Penyelenggara Peer To Peer Lending dalam Kegiatan
Peer To Peer Lending di Indonesia’ (2019) 5 Vej.
Andi Nursyahriana, et., al, ‘Analisis Faktor Penyebab Terjadinya Kredit Macet’
(2017) 19 Forum Ekonomi.
Cheyzsa Mega Andhini, ‘Problematika Hukum Pada Peer to Peer Lending di
Indonesia Dalam Perspestif Hukum Persaingan Usaha’ (2019) 2 Jurist-
Diction.
Henni Muchtar, ‘Analisis Yuridis Normatif Singkronisasi Peraturan Daerah
dengan Hak Asasi Manusia’ (2015) XIV Humanus.
Inda Rahardyan dan Nikamh Mentari, ‘Keterbukaan Informasi Sebagai Mitigasi
Risiko Peer to Peer Lending (Pertandingan Antara Indonesia dan
Amerika Serikat)’ 28 Ius Quia Iustum.
Luh Dina Puspita dan I Ketut Mustanda, ‘Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Loan
to Depocit Ratio, dan Non Performing Loan Terhadap Profitabilitas
LPD’ (2019) 8 E-Jurnal Manajemen.
28
Fahmi Ahmad Burhan, ‘Kredit Macet Melonjak saat Pandemi, Fintech Modalku
Perketat Pinjaman’ (Katadata.co.id, 2020)
<https://katadata.co.id/desysetyowati/digital/5f212ead799e3/kredit-
macet-melonjak-saat-pandemi-fintech-modalku-perketat-pinjaman>
diakses pada 7 Oktober 2021.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (KBBI, 2021) <https://kbbi.web.id> diakses pada
9 Oktober 2021.
Modalku, (Modalku, 2021) <https://modalku.co.id/> diakses pada 9 Oktober
2021.
Muhammad Afdi Nizar, ‘Financial Technologi (Fintech): It’s Concept and
Implementation in Indonesia’ (MPRA, 2020) <https://mpra.ub.uni-
muenchen.de/98486/> diakses pada 6 Oktober 2021.
Otoritas Jasa Keuangan, ‘Penyelenggaraan Fintech Lending Terdaftar dan Berizin
di OJK per Juni 2021’ (Otoritas Jasa Keuangan, 2021)
<https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/financial-
technology/Pages/Penyelenggara-Fintech-Lending-Terdaftar-dan-
Berizin-di-OJK-per-29-juni-2021.aspx> diakses pada 9 Oktober 2021.
Pitadata, ‘Duh OJK Cata Kredit Macet di Fintech Lending Capai RP 462 Miliar’
(Pidata, 2021) <https://pitadata.com/duh-ojk-catat-kredit-macet-di-
fintech-lending-capai-rp462-miliar/> diakses pada 7 Oktober 2021.
Prisma Ardianto, ‘Tambah 172 Entitas, Satgas Waspada Investasi Tindak 3.365
Fintech Lending Ilegal’ (Investor.Id, 2021)
<https://invertor.id/fiance/255749/tambah-172-entitas-satgas-waspada-
investasi-tindak-3365-fintech-lending-ilegal> diakses pada 9 Oktober
2021.
Smartlegal.Id, ‘Prosedur Perizinan Penyelenggara Peer to Peer Lending di
Indonesia’ (Smartlegal.Id, 2019) <https://smartlegal.id/badan-
usaha/2019/08/05/peer-to-peer-lending-indonesia/>, diakses pada 8
Oktober 2021.
Peraturan dan Perundang-undangan:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
30