You are on page 1of 7
DIPLOMASI TAKHTA SUCI SEBAGAI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL SUI GENERIS * Agustinus Supriyanto”™ Abstract The Holy See is different from the Vatican. The Vatican is a state, whereas the Holy See is the central governing institution of the Catholic Church. The position of the Holy See is in the Vatican State. The international status of the Holy See is very unique. It is a sui generis subject of international law. Although it is nota state, it enjoys international recognition. Its diplomacy consists of intern and extern aspect. The intern aspect of its diplomacy is that of church interest. The extern aspect is that of diplomacy itself. It is neutral in internationally political interests. Ii focuses on humanitarian and moral diplomacy. Kata kunci : Takhia Suci, diplomasi, sui generis, subjek Hukum Internasional Pendahuluan Menjelang Konsili Vatikan Il, ma- syarakat internasional menyepakati Kon- yensi Wina tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik. 14 Kon- vensi tersebut Paus dapat mengirim nuncios Berdasarkan Pasal dan internuncios ke negara-negara sahabat Dalam prakteknya, Takhta Suci juga me- ngirim observers (peninjau) dalam organ- isasi internasional dan organ-organnya. Paus, membuat perjanjian internasional baik beru- pa international agreements (persetujuan internasional) maupun concordats (konkor- dat). Korkordat merupakan perjanjian inter- nasional antara Takhta Suci dan suatu negara yang isinya menyanghut kepentingan Gereja Katolik di negara tersebut Dikembangkan dari paper berjudul “Diplomasi Ta kepada mahasiswa yang tergabung dalam Kelva (UGM) di Bulaksumur. Yogyakarta, Dalam berdiplomasi Takhta Suci men- dasarkan diri pada hukum cinta kasih. Di- plomasi Takhta Suci pada umumnya berwu- jud diplomasi kemanusiaan. Jika diplomasi multilateral menyangkut kepentingan politik, Takhta Suci bersikap netral. Diplomasi Takh- ta Suci mengandung keunikan tersendiri Sementara itu gereja sendiri seperti sebuah bahtera yang menghadapi berbagai gelombang persoalan dunia. Dalam pengem- baraannya di dunia, gereja juga melakukan refleksi yang antara lain dituangkan dalam dokumen-dokumen Konsili Vatikan Il. Kon- sili ini berlangsung pada tahun 1962 sampai dengan 1964 Bertolak dari uraian latar_belakang singkat di alas, tulisan ini hendak mencari hta Suci Pasca Konsili Vatikan II” yang dipresentasikan Mahasiswa Katolik (KMK) Universitas Gadjah Mada Dosen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 314 MIMBAR HUKUM Volume 18, Nomor 3, Oktober 2006, Halaman 293 - 439 jawaban terhadap pentanyzan mengenai di manakzh letak keunikan dan arti penting di- plomasi Takhta Suci itu. B. Takhta Suci dalam Hubungan Diplo- matik 1. Takhta Suci sebagai Subj Internasional Sui Generis Pertama-tama, hal yang menarik dibi- carakan adalah perbedaan istilah “Vatikan” dan “Takhta Suei”. Bagi kebanyakan orang, k Hukum sering tidak dapat membedakan dengan baik kedua istilah tersebut. Kedua istilah tadi justru sering digabung menjadi satu yaitu Takhta Suci Vatikan. Padahal kedua istilah itu berbeda. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Vatikan itu adalah sebuah negara di dalam Kota Roma. Roma sendiri merupakan ibuko- ta negara Italia. Sementara itu, Takhta Suci bukan negara, Dalam Kitab Hukum Kanon- ik disebutkan bahwa “dengan nama Takhta Apostolik atau Takhta Suci dalam Kitab Hukum ini dimaksudkan bukan hanya Paus, melainkan juga Sekretariat Negara, Dewan Urusan Umum Gereja, Lembaga-lembaga lain Kuria Romawi, kecuali jika dari haki- kat perkara atau konteks pembicaraannya ternyata Jain”! Dengan kata Jain, Takhta Suci merupakan sebuah institusi_pemerin- tahan Gereja yang terdiri dari Paus, Sekre- tariat Negara, Dewan Urusan Umum Gereja, Lembaga-lembaga lain Kuria Roma, yang mengurusi Gereja Katolik seluruh dunia tanyaan lain mana yang merupakan subjek: hukum intemasional ; apakah Vatikan atau- kah Takhta Suci? Sebagai sebuah Negara, Vatikan merupakan subjek hukum internasi~ onal. Hal ini berlaku seperti halnya negara. aja Vatikan ini negara yang lain. Hanya merupakan negara yang Khas. Dilihat dari sejarahnya, dulunya Raja Franken Pippin menganugerahkan sebidang tanah untuk di- manfaatkan demi kepentingan Gereja. Peng- gunaan wilayah ini dilimpahkan kepada Paus Silvester dan para penggantinya. Peristiwa penganugerahan ini terjadi pada tahun 756, Penggunaannya yang pertama dilakukan_ oleh Paus Leo IX pada tahun 1054. Wilayah ini kemudian menjadi Negara Kepausan. Menurut Hans Kelsen, community of individuals which, although not having the character of a state, is a subject of interna tional law, is the Roman Catholic Church” represented by the Pope, the so-called Holy See. For national law, as the law of one state, cannot impose obligations or confer” rights upon the Pope as Head of the Church, or what amounts to the same, upon the Catholic Church as such, since the Church’ tance of which extends beyond the sphere of validity of any’ national legal order. The Church is an order constituring @ community which comprises the Catholics of the whole world. ? Secara singkat dapat dikatakan bahwa Hans Kelsel berpendapat bahwa Takhta Suci merupaki subjek hukum internasional is a community the legal abad, hubungan diplomatik Takhta Suci dengan negara-negara antara tahun 1870- 1929 sangatlah menarik untuk diperhatikan: Walaupun wilayah kekuasaan duniawi Paus direbut oleh Kerajaan Italia, dalam rentang ‘waktu tersebut korps diplomatik yang diakre- ditasikan di Vatikan jumlahnya bertambah. Pada tahun 1890 terdapat 18 perwakilan tetap di Vatikan. Jumlah ini menjelang Pe- rang Dunia ] turun menjadi 14, tetapi naik Jagi menjadi 24 dalam tahun 1921. Pada saat dibuat Lateran Treaty tahun 1929 terdapat 27 perwakilan diplomatik tetap di Vatikan* Takhta Suci selama masa tersebut juga membuat perjanjian internasional dengan negara-negara, Pada masa Leo XIII (1878- 1903) dan Pius X (1903-1914) telah dibuat beberapa kesepakatan dengan negara-ne! ra, Pius XI telah membuat beberapa perjanji- ‘an internasional dari tahun 1922-1928. Pada fahun 1924 sebuah konkordat telah ditan- ‘datangani dengan Bavaria. Pada tahun 1925 — dicapailah perjanjian antara Takhta Suci dengan Latvia dan Polandia. Selanjutnya Pada tahun 1927 ditandatangani perjanjian dengan Romania dan Lithuania. Akhirnya ‘Pada tahun 1928 Takhta Suci membuat per- jian dengan Portugal. ~ Di masa lampau Pemerintah Sovict likenal membuat perjanjian dengan Takhta uci dalam rangka mengatur kepentingan- cepentingan yang bersifat umum, Pada tahun 1920-192}, sebagai contoh, Uni Soviet me- Supriyanto, Diplomasi Takhta Suci 315 nerima tawaran Takhta Suci untuk membantu penduduk yang dilanda kelaparan dan wabah penyakit yang menyertai kelaparan tersebut.> Hubungan diplomatik Takhta Suci berlangsung terus melewati masa sulit pada Perang Dunia I. Selanjutnya, Robert A. Gra- ham mencatat bahwa a few Catholic states in recent concordats have formally recognized the Church as a perfect society in the sense discribed above by Leo XIII. For example, art. 2 of the Spanish concordat of August 27, 1953 declares: “The Spanish state recog- nizes in the Catholic Church the character of perfect society and guarantees it the free and full exercise of its spiritual power and of its jurisdiction ....” A similar article is found in the concordat of the Dominican Republic signed shortly after, on June 16, 1954. Such a declaration is a recent innovation in con- cordats. For, in most cases the states do not feel compelled to interpret their diplomatic relations in the same terms as those used by Leo XIN. What is relevant here is what the Church herself considers to be its juridical nature as a society.® Dari paparan Robert A. Graham terse- but, dapat dikatakan bahwa kapasitas Takhta Suci dalam mengadakan hubungan inter- nasional semakin diakui dalam masyarakat internasional modern. Kapasitas ini juga dimiliki Takhta Suci dalam kegiatan diplo- matik di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diuraikan sebagai berikut Robert A..Graham, 1960, Vatican Diplomacy: A Study of Church and Stare’on the International Plane, Second Printing, Princeton University Press, p. 25. Frank J. Coppa, ed., 1999, Controversial Concordats: The Vatican Relations with Napoleon, Mussolini, and Hitler. The Catholic University of America Press. Washington, D.C.. him. 81, 87, Chistian Nwachukwu Okeke, 1973, The Expansion of New Subjects of Contemporary International Law through Their Treaty-Makine Capacity: An Insight into the Legal Place of the Proliferating Controversial dhiernational Legal Persons, Universitaire Pers Rotterdam, hlm. 71 Robert A. Graham. op. cit. him. 219. Meskipun hubungan __internasion Takhta Suci sudah berlangsung berabad: Selanjutnya, mana yang dapat menga- dakan hubungan intemasional ? Dengan per- aa ES Te ' Konferensi Waligereja Indonesia, 1991, Kitab Hukian Kanonik, (Codex luris Canonict). Penerbit Obor, Jae Karta, him, 123 (Kan, 361). : Hans Kelsen, 1952, Principles of Imernarional Law, Rinehart & Company Inc., New York, p. 159. 316 MIMBAR HUKUM Volume 18, Nomor 3, Oktober 2006, Halaman 293 - 439 2. Takhta Suci Sebagai Peninjau di PBB Sebagai Peninjau Dalam organisasi internasional bisa ter- jadi ada tiga macam keanggotaan yaitu anggota penuh (full member), anggota afiliasi (affiliate member), dan ang- gota bagian (partial member). Anggota penuh adalah anggota yang berhak ikut serta dalam semua aktivitas organisasi internasional dengan hak penuh. Ang- gota afiliasi adalah anggota yang hak- haknya terbatas. Anggota afiliasi di- perkenankan ikut serta dalam hak suara pada organ pokok. Anggota bagian yai- tu anggota yang boleh ikut serta hanya dalam beberapa aktivitas. Negara Vatikan tidak termasuk ke dalam. ketiga macam keanggotaan tersebut da- lam Perserikatan PBB. Dalam organisasi internasional ini, Vatikan berkedudukan sebagai peninjau (observer). Status ini disandangnya mengingat Vatikan meru- pakan negara mini dan yang terpenting adalah negara netral. Netralitas Vatikan dalam Masyara- kat Internasional Mengapa Vatikan mempunyai status netral dalam masyarakat internasional? Secara normatif pertanyaan ini dapat dijawab oleh Pasal 24 Lateran Treaty 1929, Di sini dikatakan sebagai berikut. With regard to the sovereignty belong- ing to it in international matiers, the Holy See declares that it remains and shall remain outside all temporal rival- ries between other States and shall take no part in international congresses summoned to settle such maiters, un- less the parties in dispute make jointly appeal to its mission of peace; in any case, however, the Holy See reserves the right of exercising its moral and spiritual power. Consequently, the Vari- can City shall always and in any event be considered as neutral and inviolable territory. Hal ini berarti bahwa Vatikan. merupakan wilayah yang netral dengan pertimbangan bahwa Takhta Suci telah berjanji dalam Lateran Treaty bahwa Takhta suci tetap berada di luar dari perselisihan antar negara dan tidak akan mengambil bagian dalam kongres internasional yang bertujuan untuk me- nyelesaikan persengketaan tersebut Dalam Pasal 3 Lateran Treaty disebut- kan antara lain sebagai berikut. Italy recognizes the full ownership, abso- lute power, and sovereign jurisdiction of the Holy See over the Vatican as it is constituted now with all its appurte- nances and endowments, thus creating for the special ends and under the con- ditions stated in the present Treaty the Vatican City (“la Citta del Vaticano). The boundaries of the said City are indicated on the plan which forms the {first annex to the present Treaty and is an integral part thereof. Se a sing: kal ketentuan ini menunjukkan bahwa berdasarkan Lateran Treaty, jurisdiksi Takhta Suci atas Vatikan diakui ber- dasarkan hukum internasional. Relevansi Lateran Treaty 1929, Sol- licitudo Omnium Ecclesiarum, Kitab Hukum Kanonik, dan Revised Late- ran Pacts 1985 Lateran Treaty 1929 Pada tahun 1922 pemimpin fasis di Italia meminta Count Carlo Santucci, seorang teman pribadi Paus Benediktus XY, untuk menyusun suatu wawancara dengan Kardinal Gasparri, sekretaris negara kepausan. Dalam percakapan yang panjang Mussolini mencoba un- tuk mengakses suatu situasi yang mana Vatikan dapat menyetujui penyelesaian atas “Masalah Roma” dengan Pemerin- tah Italia. Mussolini mengharapkan diri- nya dikenal sebagai orang yang dapat memberikan penyelesaian penting dan berjanji untuk menempatkan penyele- saian ini sebagai prioritasnya. Apa yang telah dilakukan oleh Mussolini sebagai langkah permulaan dalam dicapainya Lateran Treaty 1929 ini. Langkah awal tersebut dilanjutkan pada tahun 1923 di mana Mussolini menyelenggarakan pertemuan rahasia dengan Kardinal Gasparri di Piazza della Pigna. Per- temuan rahasia ini dilanjutkan pada tahun 1926 di mana Vatikan diwakili oleh Francesco Pacelli dan Italia di- wakili oleh Domenico Barone. Sikap Mussolini dalam upaya penye- lesaian masalah tersebut adalah hara- Pan supaya Takhta Suci bersedia me- nyepakati suatu perjanjian yang secara as ee Frank J. Coppa, ed., op. cit., hlm. 85, 87, 92-95, Supriyanto, Diplomasi Takhta Suci_ 317 definiti? menutup Masalah Roma. Se- baliknya sikap Takhta Suci adalah di- capainya kesepakatan atas kedaulatan wilayah yang dimiliki oleh Takhta Suci dan penyelesian masalah keuangan sebagai ganti rugi atas didudukinya negara kepausan oleh Kerajaan Italia Dari Agustus hingga Oktober 1926 pembicaraan kedua belah pihak meng- hasilkan kemajuan substansial sehingga keduanya sepakat untuk melanjutkan pertemuan rahasiamereka, Draftpertama yang telah disepakati telah direvisi_ dan diperhalus selama tahun 1927. Selanjut- nya perundingan resmi diselenggarakan pada tahun 1928. Akhimya kesepakatan dicapai pada tanggal 11 Pebruari 1929 di antara kedua belah pihak.’ Adapun nama resmi perjanjian tersebut adalah The Concordat of the Lateran Pacts of 1929.° Perjanjian internasional ini ditandatangani oleh Kardinal Gas- parri dan Benito Mussolini. Treaty ini terdiri dari tiga dokumen yang terdiri atas (1) Treaty of the Lateran, (2) Con- cordat between the Holy See and Italy, dan (3) Financial Convention. ° Treaty of the Lateran mengatur tentang dihen- tikannya Masalah Roma. Concordat between the Holy See and faly men- gatur mengenai hubungan Gereja dan Negara di Italia. Financial Convention mengatur tentang kompensasi yang di- berikan oleh Pemerintah Italia kepada Vatikan sebagai ganti kerugian atas Mengenai Diplomasi Vatikan sehubungan dengan Lateran Treaty ini dapat dibaca dalam Agustinus Supri- yanto, “Lateran Treaty dalam Diplomasi Vatikan", Justitia Et Pax, 2005, Vol. 25, No. 1, Juni 2005, him, 94-105 Naskah The Concordat of the Lateran Pacts of 1929 dalam talisan ini diambil dari Sidney Z. Ehler and John B. Morrall, 1954, Church and Stare through rhe Cenuries: A Collection of Historic Documents with Commenta: 318 MIMBAR HUKUM Volume 18, Nomor 3, Oktober 2006, Halaman 293 - 439 Supriyanto, Diplomasi Takhta Suci 319 dianeksasinya Negara Kepausan oleh Kerajaan Italia. Materi pokok yang diatur dalam Treaty of the Lateran dapat disebutkan sebagai berikut. Art. 1. Italy recognizes and reaffirms the principle contained in Article I of the Statute of the Kingdom of March 4, 1848, according to which the Catholic Apostolic and Roman Religion is the sole reli- gion of the State. Art, 2. Italy recognizes the sovereignty of the Holy See in international matters as being an atiribute in- herent in its nature and in con- voted to public worship. The Iral- ian authorities shall, therefore, abstain from ascending the steps and approaching the Basilica un- less their intervention is asked for by the competent authority. Whenever the Holy see may con Sider it necessary to interrupt tem- porarily, for some particular pur- poses, the free traffic of the public in St. Peter's Square, the Italian authorities shall withdraw, unless invited by the competent authority to do otherwise, beyond the exter- nal lines of the Bernini Colonnade and their prolongation institutions and bodies, the Holy See shall make arrangements as to its relations to them directly, without involving the Italian State in the matter. 9. In accordance with the rules of International Law all persons having permanent residence in the Vatican City are subject to the sovereignty of the Holy See. Such residence shall not be forfeited by the mere fact of dwelling tempo- rarily elsewhere, unless accom- panied by loss of domicile in the Vatican City or by other circum- stances proving the abandonment of the said residence. Art. 12. ltaly recognizes the right of Le- gation to the Holy See, active and passive, according 10 the general rules of international Law. The envoys of the foreign Governments 10 the Holy See shall continue to enjoy in the Kingdom all preroga- tives and immunities appertaining to diplomatic agents under Inter- national Law, and their residences may continue to be situated within Italian territory enjoying the im- munities due to them according to International Law, even if their States have no diplomatic rela- tions with Italy. formity with its tradition and the Art. 4. The sovereignty and exclusive it is understood that Italy engages requirements of its mission in the jurisdiction of the Holy See over If ceasing to be subject 10 the 10 leave free always and in every world. the Vatican. City, which’ Til sovereignty of the Holy See, those case the correspondence of all Art, 3. Italy recognizes the full owner- recognizes, implies that no inter- persons mentioned in the preced- States-including belligerent—with shies abinokihd: Woe; i wove {ference on the part of the hala ing paragraph who shall not be the Holy See and vice versa, as Veiga jutctsdiction Gf the Hily See Gowérmwidne tun: be exec regarded — according to the pro- well as the access of the bishops of over the Vatican as it is constitut- it and that there can not be any visions of the Italian Law and in- the whole world to the Apostolic ed now with all its appurtenances other authority there than that of dependently from the factual cir- See. and eidoninents thls 1ereating the'Holy Sed cumstances referred to above — as The High Contracting Parties for the special ends and under the Art. 5. For the purpose of the execu- Possessing some other citizenship, undertake to establish normal conditions stated in the present Treaty the Vatican City (“la Citta del Vaticano). The boundaries of the said City are indicated on the plan which forms the first annex to the present Treaty and is an inte- gral part thereof. It is, however, agreed that St. Pe- ter’s Square, while being a part public and subject to the police power of the ltalian authorities; this power shall cease to operate at the foot of the steps to the Ba- silica which continues to be de- tion of the provisions contain in the preceding Article before the present Treaty enters into force, the territory forming the Vatican City shall be freed from any bur- den and from possible occupants by the care of the Italian Govern= ment. The Holy See shall provide for closing the access thereto, en= closing the open part of it with tl exeption of St. Peter's Square. Moreover, it has been agreed tl with regard to the buildings theré existing which belong to religious Shall be considered in Italy with- our question as Italian nationals. To these persons, while subject to the sovereignty of the Holy See, the provisions of the lalian Law shall be applicable within the ter- ritory of the Kingdom of Italy even in matters in which personal law should be ovserved (unless they are covered by legal provisions emanating from the Holy See) or, in the case of persons having a Soreign nationality, the law of the State to which they belong. diplomatic relations _ between themselves by accrediting an Itali- an ambassador to the Holy See and a Papal Nuncio to Italy, who shall be the Doyen of the Diplo- matic Corps in accordance with the customary law recognized by the Congress of Vienna in its Act of June 9, 1815. In consequence of the recognized sovereignty and without prejudice to the provisions of Art. 19 below, the diplomats of the Holy See and the couriers sent in the name of the Supreme Pontiff i aie 320 MIMBAR HUKUM Volume 18, Nomor 3, Oktober 2006, Halaman 293 - 439 shall enjoy in the territory of the Kingdom, even in time of war, the same treatment as enjoyed by dip- lomats and diplomatic couriers of other Governments according to the rules of International Law. 19. The diplomats and envoys of the Holy See, the diplomats and envoys of the foreign Gover- ments accredited to the Holy see, and the dignitaries of the Church coming from abroad direct to the Vatican City and provided with passports of the States from which they come, and with due visas of Papal _reprisentatives abroad, can proceed without any formali- ties across the lialian territory to the said City. The same applies to the afore-mentioned persons who, provided with regular Pontifical passports, shall go abroad from the Vatican City. Art. 24. With regard to the sovereignty belonging 10 it in international Art. matters, the Holy See declares that it remains and shail remain out- side all temporal rivalries between other States and shall take no part in international congresses sum- moned to settle such matters, unless the parties in dispute make jointly appeal to its mission of peace; in any case, however, the Holy See reserves the right of exercising its moral and spiritual power. Consequenily, the Vatican City shall always and in any event be considered as neutral and invio- lable territory. Ketentuan-ketentuan tersebut di atas sebenamya mempertegas pengakuan ter- hadap Takhta Suci sebagai subjek hukum intemasional. Selain itu, dalam pertentan- gan atau konflik antar negara, Takhta Suci bersikap netral. Sebagai tempat keberadaan, Takhta Suci, Vatikan merupakan nega yang netral, 2. Sollicitudo Omnium Ecclesiarum Sesudah Konsili Vatikan Il, meng ingat arti penting diplomasi ini bagi pelay- anan umat manusia, pada tanggal 24 Juni 1969 Paus Paulus VI menetapkan Motw Proprio Sollicitudo Omnium Ecclesiar Dalam Motu Proprio ini antara lain dis butkan bahwa para utusan Paus ditugaskan untuk (1) bekerjasama dengan semua ora guna memajukan umat manusia baik seca spiritual, moral, dan material, dan (2) majukan hubungan harmonis antara G Katolik dengan komunitas Kristen lainny: maupun mendorong hubungan baik deng _papal representative has the duty ofpro- tecting the interests of the Church and the Holy See before the civil authorities of the place where he is exercising his office. This work is also part of the re- ‘mit of those papal legates who are not jplomats and so they should make it their concern 10 maintain friendly rela~ “tions with local authorities. _ As instructed by the competent authori- ties within the Holy See and in accord _ with the wishes of local hierarchies-es- pecially with the Eastern Patriarcha- tes-the papal representative, as the en- “voy of the supreme pastor of souls, will “promote suitable contacts between the Catholic Church and other Christian communities and will encourage cordial ‘relations with non-Christian religion. Dari paparan di atas, dapatlah dike- in secara lebih ringkas bahwa utusan $memang mempunyai tugas melindungi itingan gereja. Namun, di samping itu Paus juga bertugas untuk memaju- n hubungan baik antara Gereja Katolik n Komunitas semua agama. Lebih dari itu, Paus juga mempunyai gas untuk lajukan dan mendorong kerjasama di & spiritual, moral, dan kesejahteraan umat manusia. Tugas-tugas demiki- tu juga diamanatkan oleh Kitab Hukum onik yang diuraikan sebagai berikut. Diplomasi Kepausan Menurut Kitab Hukum Kanonik Seperti yang telah diuraikan di atas Awa Takhta Suci merupakan sui generis hukum internasional. Dalam melaku- Kegiatan diplomatik, Takhta Suci juga agama lainnya. Pertama-tama berikut ini dipapa Mow Proprio Sollicitudo Omnium Ect siarum. 1. The primary and specific purpose of U mission of the pope's representative Is to strengthen the bonds between Holy See and local churches and them more effective. 2. He also voices the pope's concern fo the welfare of the country in which h is exercising this mission; he has a sp cial obligation 10 work zealously peace, progress and co-operation b ween peoples to improve the sp moral and material well-being of th whole human family. 3. In co-operation with local Bishops, thé Supriyanto, Diplomasi Takhta Suci 321 bersifat sui generis. Diplomat Takhta Suci melaksanakan dua tugas sckaligus yaitu tugas diplomatik dan tugas gereja. Oleh karena itu diplomat Takhta Suci juga disebut sebagai Apostolic Nuncio. Diplomat pada umumnya memperjuang- kan suatu wilayah, militer ataupun kepentingan strategis lainnya. Sebagai Apostolic Nuncio, diplomat Takhta Suci tidak memperjuangkan hal-hal tersebut. Diplomat Takhta Suci bertu- gas memperjuangkan eksistensi gereja, kebe- basan beragama dari semua agama, dan di atas semua itu ia mempunyai misi memperjuang- kan dan mempromosikan hak-hak asasi manu- sia dan perdamaian di seluruh dunia. Dari paparan tersebut di atas, dapat- lah dikemukakan bahwa perutusan kepausan dalam diplomasi mempunyai dua tugas yang bersifat intem dan ekstem. Tugas intern me- liputi tugas gereja, sedangkan tugas ekstem merupakan tugas diplomatik. Dalam Kitab Hukum Kanonik disebut- kan antara lain sebagai berikut. Paus mem- punyai hak asli dan independen untuk meng- angkat dan mengutus duta-dutanya baik ke gereja-gereja partikular pada pelbagai bangsa atau di pelbagai kawasan, maupun sekaligus ke mnegara-negara dan penguasa-penguasa publik, demikian pula untuk memindahkan dan memanggil mereka kembali, dengan tetap mengindahkan norma-norma hukum inter- nasional yang menyangkut pengutusan dan pemanggilan kembali para duta pada negara- negara.!” Hal ini berarti bahwa Paus mempun- yai active and passive right of legation sesuai dengan hukum intemasional Selanjuinya disebutkan pula bahwa “kepada duta-duta Paus dipercayakan tugas _ Ties, First Published, Burns & Oates, London, him. 382-407 322 MIMBAR HUKUM Volume 18, Nomor 3, Oktober 2008, Halaman 293 - 439 untuk secara telap mewakili pribadi Paus sendiri pada gereja-gereja partikular atau juga pada negara-negara dan penguasa-pe- nguasa publik di mana mereka diutus.”!! Ketentuan ini mencakup dua hal sekaligus yang bersifat intern dan ekstern. Tugas intern menyangkut kepentingan gereja, sedangkan tugas ektern menyangkut hubungan dengan negara-negara yang bersifat publik. Takhta Apostolik juga diwakili oleh mereka yang sebagai utusan atau pengamat ditugaskan dalam misi kepausan pada de- wan-dewan internasional atau konferensi- konferensi dan pertemuan-pertemuan.!? Hal inilah yang menjadi dasar bahwa Paus me- ngirim utusannya ke organisasi-organisasi internasional. Hal yang lebih menarik lagi untuk dikemukakan di sini menyangkut tugas-tu- gas yang diemban oleh duta kepausan. Tugas utama duta kepausan ialah agar makin hari makin kuat dan makin berhasil ikatan-ikatan kesatuan yang ada antara Takhta Aposto- lik dan gereja-gereja partikular. Maka duta kepausan sesuai dengan lingkup kerja ma- sing-masing bertugas: (1) mengirim kepada Takhta Apostolik laporan tentang keadaan gereja-gereja partikular dan tentang segala sesuatu yang menyangkut hidup gereja send- iri dan kesejahteraan umat, (2) mendampingi para uskup dengan kegiatan dan nasihat, tetapi tanpa mengurangi pelaksanaan kuasa legitim mereka, (3) memupuk hubungan erat dengan konferensi waligereja, memberinya pelbagai bantuan, (4) dalam hal pengangkat- an uskup, menyampaikan atau mengajukan © Kan. 362. "Kan, 363. par. | = Kan, 363, par. 2 » Kan, 364, nama-nama para calon kepada Takhta Apo g) dalam Konsili Vatikan II. Amandemen tolik, dan juga menyelenggarakan pros. informatif mengenai para calon yang aka diangkat, menurut norma-norma yang dj berikan oleh Takhta Apostolik, (5) berusah agar dikembangkan hal-hal yang menyan, kut perdamaian, kemajuan dan kerjasam t tertuang dalam Revised Lateran 5 (RLP) yang diratifikasi pada 3 Juni 985. Berdasarkan GS, “Gereja tidak mena- harapan atas hak-hak istimewa yang di: warkan oleh pemerintah. Bahkan Gereja melepaskan penggunaan hak-hak ter- yang diperolehnya secara sah, apabila ata penggunaannya justru mengaki- ketulusan kesaksian Gereja menjadi an.” Itulah dasar Takhta Suci tidak ampuri urusan politik praktis. Diplomasi Takhta Suci telah berlang- berabad-abad lamanya. Manfaatnya | dinikmati oleh masyarakat internasi- | hingga kini. Melalui diplomasi dengan -a dan organisasi internasional, berbagai a internasional dibangun dan kon- para bangsa, (6) berusaha bersama p: uskup, agar dibina hubungan baik antara reja Katolik dengan gereja-gereja lain ata persckutuan gerejawi, bahkan juga denj agama-agama bukan kristiani, (7) bek sama dengan para uskup melindungi hal- yang termasuk misi Gereja dan Takhta Apo tolik di hadapan pimpinan Negara, dan (8 selain itu menjalankan kewenangannya d menyelesaikan tugas-tugas yang diperc; akan Takhta Apostolik kepadanya.!? Du kepausan yang sekaligus menjalankan pe wakilan pada negara menurut norma-norm hukum internasional, juga mempunyai tu; khusus untuk: (1) memajukan dan membit hubungan-hubungan antara Takhta Apost lik dan penguasa-penguasa negara, dan ( membahas masalah-masalah yang meny: kut hubungan antara gereja dan negara: secara khusus berunding mengenai kordat-konkordat dan_perjanjian-perjanj semacam itu yang harus dibuat dan dis saikan.'* 4, Revised Lateran Pacts 1985 Mengingat zaman telah banyak b ubah, pada tanggal 15 November 1984 Tak! ta Suci dan Pemerintah Italia mengamandé men Lateran Treaty 1929. Amandemen sangat dipengaruhi oleh Gaudium et antar bangsa diselesaikan dengan peran- para nuncious dan internuncious. Sekilas Aktivitas Konkrit Takhta " Suci di Masyarakat Internasional “Dalam kehidupan masyarakat inter- ional Takhta Suci menyampaikan aja- ajaran yang tidak hanya diperuntukkan Penganut Katolik semata, tetapi jarannya dialamatkan kepada ke- umat manusia khususnya yang angkut kemanusiaan dan etika inter- onal. Dalam hubungannya dengan misi lanusiaan, Takhta Suci terlibat dalam in pengembangan kemanusiaan se- integral. Kan. 365, par. 1 Per es Dupuy, 2003, Words That Matter The Holy See in Multilateral Diplomacy: Anthology (1970-2000), ath to Peace Foundation, New York City, p. 50, 54-55. Zan Takhta Suci sebagai mediator ini antara lain dapat dibaca dalam: John Patrick Donnelly Supriyanto, Diplomasi Takhta Suci 323 Tahkta Suci sejauh ini juga memberi- kan dukungan moral bagi organisasi-or- ganisasi internasional untuk bersama-sama. membangun pertumbuhan ekonomi, mema- jukan kemajuan bangsa-bangsa di bidang sosial, intelektual, dan moral. Oleh karena itu, Tahkta Suci dalam diplomasinya mem- berikan sumbangan yang besar bagi konsoli- dasi dan perdamaian umat manusia. '* Untuk mewujudkan hal tersebut, kerjasama inter- nasional dilakukan oleh Takhta Suci dengan misalnya UNESCO, UNICEF, FAO, WHO, UNHCR, dan ILO. Sementara itu, Takhta Suci juga ber- pengalaman sebagai mediator dalam me- nyelesaikan berbagai konflik antar bangsa. Sebagai satu contoh, “Takhta Suci berperan sebagai mediator dalam penyelesaian seng- keta perbatasan antara Argentina dan Chile antara tahun 1979 sampai dengan 1985.”'6 Saat ini masyarakat dunia dilanda kesenjangan antara negara-negara kaya dan negara-negara miskin. Apalagi dengan diterapkannya ideologi neoliberalisme oleh negara-negara industri, kesenjangan tersebut semakin sulit untuk dihapus. Dalam meng- hadapi hal tersebut, pada tanggal 1 Juni 1971 Takhta Suci menyampaikan pesannya kepa- da United Nations Mdustrial Development Organization bahwa tidak ada pemban- gunan yang sejati selain pembangunan itu difokuskan pada manusia itu sendiri. Tujuan industri harus diarahkan pada kesejahteraan manusia itu sendiri.!7 Pesan tersebut dis- ntonio Pe Ee auto As Papal Mediator between Emperor Rudolf I and King Stephan Bathory”, Commentarii Historict, ‘lumen LXIX, 2000, lm. 3-56. 324 MIMBAR HUKUM Volume 18, Nomor 3, Oktober 2006, Halaman 293 - 439 ampaikan pada saat Inggeris dan Amerika Serikat sedang giat-giatnya memperjuang- kan ideologi neoliberalisme masuk dalam perdagangan dunia. Pesan tersebut mengi- syaratkan supaya pembangunan industri dan ekonomi diarahkan untuk tidak semata-mata demi kepentingan akumulasi kapital. FE. Penutup TakhtaSucimerupakanentitastersendi- ri yang merupakan subjek hukum interna- sional. Takhta Suci sendiri berkedudukan di negara Vatikan. Sebagai subjek hukum intemasional yang sui generis, Takhta Suci mempunyai keunikan dalam melakukan kegiatan diplomasinya, Keunikan terse- but terletak pada tugas diplomatnya yang melaksanakan tugas gereja dalam diplomasi. Oleh karena itu, diplomasi Takhta Suci lebih menekankan kegiatan di bidang kemanv- siaan, pendidikan, solidaritas antar bangsa, sosial, etika, dan moral. Status Takhta Suci sebagai peninjau, bukan anggota, dalam or ganisasi-organisasi intemasional menjamin posisinya yang netral dalam percaturan poli- Uk intemnasional. DAFTAR PUSTAKA Coppa, Frank J. (Ed)., 1999, Controversial Concordats: The Vatican Relations with Napoleon, Mussolini, and Hitler, The Catholic University of America Press, Washington, D.C. Donnelly, John Patrick “Antonio Possevino As Papal Mediator between Emperor Rudolf Il and King Stephan Batho- ty”, Commentarii Historici, Volumen LXIX, 2000, pp. 3-56. Dupuy, André, 2003, Words That Matter The Holy See in Multilateral Diploma- cy: Anthology (1970-2000), The Path to Peace Foundation, New York City. Ehler, Sidney Z., and John B. Morrall, 1954, Church and State through the Centu- ries: A Collection of Historic Docu- ments with Commentaries, First Pu- blished, Burns & Oates, London. "Ibid. him. 182 Graham, Robert A., 1960, Vatican Diploma- cy: A Study of Church and State on the International Plane, Second Printing, Princeton University Press. Kelsen, Hans, 1952, Principles of Interna- tional Law, Rinehart & Company Inc., New York. Konferensi Waligereja Indonesia, 1991, Kitab Hukum Kanonik (Codex luris Canonici), Penerbit Obor, Jakarta. Okeke, Christian Nwachukwu, 1973, The Expansion of New Subjects of Contem- porary International Law through Their Treaty-Making Capacity: An Insight into the Legal Place of the Prolifera- ting Controversial International Legal Persons, Universitaire Pers Rotterdam. Supriyanto, Agustinus, “Lateran Treaty dalam Diplomasi Vatikan”, Justitia Et Pax, Vol. 25, No. 1, Juni 2005.

You might also like