You are on page 1of 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ANEMIA

DISUSUN OLEH:

RANDI SAISELAR

1490123088

INSTITUT KESEHATAN IMMANUEL

PROGRAM PROFESI NERS PPN

XXXI BANDUNG

2023
PENDAHULUAN
1. Defenisi
Anemia merupakan kondisi klinis akibat kurangnya suplai sel darah merah sehat,
volume sel darah merah dan jumlah hemoglobin. Hipoksia terjadi karena tubuh
kekurangan suplai oksigen. Anemia juga mencerminkan kondisi patogenik yang
mengarah pada abnormalitas jumlah, struktur dan fungsi sel darah merah dalam tubuh
(Joyce & Jane, 2014).
Anemia juga dapat dikatakan sebagai keadaan dimana, masa eritrosit dan masa
hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan tubuh. Secara labolatorium anemia terjadi karena penurunan kadar hemoglobin
serta nilai eritrosit yang tidak normal.
Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin (protein
pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya
untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer sehingga pengiriman
O2 ke jaringan menurun. Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel
darah dan kadar hematokrit dibawah normal. anemia merupakan penyakit kurang darah
yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah
dibandingkan normal (Soebroto, 2015).

Anemia adalah suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari
normal, berdasarkan kelompok jenis kelamin orang dewasa, batas normal dari kadar Hb
dalam darah dapat dilihat pada tabel berikut :
Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa anemia merupakan kurangnya suplai sel
darah merah (eritrosit) dan jumlah hemoglobin dalam tubuh menurun sehingga dapat
mengakibatkan hipoksia, karena kurangnya suplai oksigen didalam tubuh.

2. Anatomi Fisiologi

Darah merupakan cairan di dalam pembuluh darah yang mempunyai fungsi


transportasi oksigen, karbohidrat dan metabolik, mengatur keseimbangan asam dan basa,
mengatur suhu tubuh dengan cara konduksi (hantaran), membawa panas tubuh dari pusat
produksi panas (hepar dan otot) untuk didistribusikan ke seluruh tubuh, pengaturan
hormon dengan membawa dan menghantarkan dari kelenjar ke sasaran. Darah adalah
cairan yang berwarna merah tergantung dengan kadar oksigen dan karbon dioksida yang
ada didalamnya. Darah berada dalam tubuh karena kerja pompa jantung. Darah bersifat
cair apabila berada di dalam pembuluh darah, dan apabila berada diluar pembuluh darah
akan membeku (Syaifuddin. 2013). Karakteristik Darah adalah sejenis jaringan ikat yang
sel-selnya (elemen pembentuknya) tertahan dan berada dalam matriks cairan (plasma).
Darah lebih berat dan lebih kental dari pada air yaitu memiliki berat jenis 1,041-1,067
dengan temperatur 380C dan PH 7,37-7,45. Warna darah bervariasi dari merah terang
sampai merah tua kebiruan, tergantung pada kadar oksigen yang di bawa sel darah merah.
Darah pada tubuh manusia mengandung 55% plasma darah (cairan darah) dan 45% sel-
sel darah (darah padat). Jumlah darah pada tubuh orang dewasa sebanyak kira-kira 1/13
dari berat badan atau sekitar 4-5 liter. Jumlah darah tersebut pada setiap orang berbeda-
beda. Tergantung kepada umur, ukuran tubuh, dan berbanding terbalik dengan jumlah
jaringan adiposa pada tubuh. Di dalam darah terdapat beberapa sel diantaranya adalah:
a. Eritrosit (Sel Darah Merah)

Eritrosit merupakan bagian utama dari sel darah. Jumlah eritrosit pada pria
dewasa sekitar 5 juta sel/cc darah dan pada wanita sekitar 4 juta sel/cc darah. Sel
darah merah berbentuk Bikonkaf, dan warna merah disebabkan oleh Hemoglobin
(Hb). Fungsi dari sel darah merah sendiri untuk mengikat Oksigen. Sehingga kadar
Hb yang dijadikan patokan dalam menentukan penyakit Anemia. Usia eritrosit
didalam tubuh manusia sekitar 120 hari. Lalu sel yang telah tua dihancurkan di
Limpa. Sehinnga hemoglobin dirombak, kemudian dijadikan pigmen Bilirubin
(pigmen empedu).

b. Lekosit (Sel Darah Putih)

Leukosit memiliki nukleus akan tetapi tidak memiliki hemoglobin. Rentang


hidup lekosit didalam tubuh hanya beberapa hari hingga beberapa jam saja. Lekosit
ini biasanya bersifat amuboid atau tidak memiliki bentuk yang tepat. Orang yang
memiliki kelebihan lekosit biasanya memiliki riwayat penyakit leukimia, sedangkan
orang dengan kekurangan leukosit memiliki riwayat penyakit leukopenia. Jumlah
lekosit didalam tubuh sekitar 4000-11000

Leukosit digolongkan menjadi 2 bagian, yaitu granulosit dan agranulosit. ciri


dari glanulosit atau granula, memiliki granula pada sitoplasmanya. Ada 3 macam
granulosit, yaitu netrofil atau polimorf (10-12 m), eosinofil (10-12 m) dan basofil
(8-10 m). Ciri dari agranulosit adalah tidak memiliki granula pada sitoplasma.
Adapun 2 macam dari agranulosit yaitu limfosit (7-15 m) dan monosit (14-19 m).
Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas untuk
memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh, misal
virus atau bakteri. Secara rinci, fungsi dari masing-masing jenis lekosit adalah:

1. Netrofil berfungsi untuk melakukan fagositosi (mematikan agen yang dapat


meyerang siistem kekebalan tubuh seperti bakteri)
2. Eosinofil yang berfungsi untuk melindungi diri dari alergen
3. Basofil yang berfungsi untuk melindungi diri dari alergen
4. Limfosit berfungsi untuk menghasilkan antibiotik untuk melawan antigen
5. Monosit berfungsi untuk melakukan fagositosis
c. Trombosit (Keping Darah)
Trombosit dapat juga disebut sebagai sel darah pembeku. Jumlah sel pada
orang dewasa sekitar 200.000 – 500.000 sel/cc. Di dalam trombosit terdapat banyak
sekali faktor pembeku (Hemostasis) antara lain adalah Faktor VIII (Anti Haemophilic
Factor). Jika seseorang secara genetis trombositnya tidak mengandung faktor tersebut,
maka orang tersebut biasanya mengalami gangguan Hemofili.
3. Etiologi
Anemia merupakan suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh berbagai macam
penyebab. Berdasarkan penyebabnya anemia dapat dibedakan menjadi 4 yaitu (Black J &
Hawks J, 2014):
A. Akibat Penurunan Produksi Eritrosit
1. Anemia Aplastik terjadi akibat kegagalan produksi, supresi atau destruksi sel induk
di dalam sumsum tulang yang menyebabkan penurunan produksi eritrosit, leukosit
dan trombosit (pansitopenia). Sumsum tulang menunjukkan penurunan yang nyata
pada selularitas.

2. Aplasia Eritrosit terjadi akibat adanya gangguan yang sering mengalami remisi
spontan atau sebagai respon terhadapa terapi kortikosteroid. Aplasia eritrosit yang
di dapat biasanya merupakan komplikasi sementara yang terjadi pada anemi
hemolitik kongental (misalnya anemia sel sabit).
3. Anemia penggantian sumsum (leukoeritroblastik) akibar dari terkenanya rongga
sumsum tulang oleh neoplasma metastatik, limfoma atau leukimia, penyakit
granulomatosa diseminata (misalnya tuberkulosis), ribrosa atau abses multipel
memindahkan dan menggantikan unsur-unsur sumsum normal. Penggantian sel-sel
sumsum yang berproliferse dengan derajat mamadai dapat mengakibatkan anemia,
leukopenia atau trombositopenia.
4. Anemia megaloblastik adalah bagian anemia makrositik yang terjadi karena
kelainan maturasi fase eritropoiesis dalam sumsum tulang. Mengakibatkan
prekursor eritroid membesar dan menunjukkan kegagalan maturasi inti (Black J &
Hawks J, 2014).
5. Anemia pernisiosa adalah bentuk anemia megaloblastik yang disebabkan oleh
kekurangan vitamin B12.
6. Anemia defisiensi besi adalah penyebab anemia tersering diseluruh dunia. Anemia
defisiensi besi sering terjadi karena infeksi cacing tambang. Keseimbangan besi
normal diatur terutama oleh perubahan pada absorpsi besi dalam usus untuk
menyesuaikan kehilangan zat besi normal didalam tubuh akibat sekresi, sel-sel
tereksfoliasi dan darah menstruasi. Besi plasma berkompleksi dengan protein
transferin pengikat besi. Plasma normal memiliki transferin yang cukup (kapasitas
pengikat besi) untuk mengikat 250-400 µg besi desiliter darah. Pada orang dewasa
normal, sekitar 30% transfersin mengalami saturasi, besi plasma normal adalah
sebesar 50-150 µ/dl.
7. Anemia penyakit kronik terjadi akibat dari komplikasi penyakit kronik (misal,
infeksi kronik, penyakit kolagen dan neoplasma ganas). Anemia pada kasus ini
disebabkan oleh kegagalan pengankutan cadang besi menuju plasma dan menuju
eritrosit yang sedang berkembang. Han ini menyebabkan kegagalan
hemoglobinisasi dan anemia.
8. Anemia akibat gagal ginjal kronik biasanya terjadi pada pasien gagal ginjal kronik
karena mengalami anemia normokrom normositik yang disebabkan oleh kegagaln
sekresi eritropoietin normal oleh ginjal. Sumsum tulang dapat menunujukkan
hipoplasia ringan pada rangkaian eritroid.
9. Anemia sideroblastik ditandai dengan gambaran eritrosit darah tepi yang
hiprokomik, mikrositik atau dimorfik. Gambaran darah tepi dimorfik adalah
gambaran yang memiliki campuran eritrosit hipokrom mikrositik dan eritrosit
hipokrom makrositik.
B. Anemia Akibat Kehilangan Darah
1. Kehilangan darah akut
Pendarahan akut mengakibatkan hilangnya darah lengkap dari kompartemen
vaskular, menyebabkan hipovolemia dan mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan perfusi organ vital. Pada fase pendarahan akut, nilai darah
meliputi jumlah eritrosit, hemoglobin, dan hematorik adalah normal, karena
jumlah yang hilang seimbang. Kompensasi penting hipovolemia adalah retensi air
dan elektrolit oleh ginjal untuk memulihkan volume darah.
2. Kehilangan darah kronik
Pendarahan kronik pada awalnya dikompensasi oleh hiperplasia eritroid sumsum
tulang dan peningkatan produksi eritrosit. Hal ini berlangsung hingga cadangan
besi habis, yang pada saat itu defisiensi besi menjegah kompensasi yang adekuat.
Oleh karena itu, anemia yang disebabkan oleh kehilangan darah kronik
merupakan anemia defisiensi besi dan dibahas dibawah judul tersebut.

C. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik adalah kondisi dimana hancurnya eritrosit lebih cepat
dibandingkan dengan penbentukannya. Anemia hemolitik disebabkan oleh
peningkatan kecepatan destruksi eritrosit yang diikuti dengan ketidakmampuan
sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit untuk memenuhi kebutuhan tubuh
terhadap berkurangnya sel eritrosit. Penghancuran sel eritrosit yang berlebih dapat
menyebabkan terjadinya hiperplasi sumsum tulang shingga prosuksi sel eritrosit akan
meningkat dari angka normalnya. Hal ini terjadi apabila umur eritrosit kurang dari
120 hari menjadi 15-20 hari tanpa diikuti dengan anemia. Namun bila sumsum tulang
tidak mampu mengatasi kedaan tersebut akan mengakibatkan anemia (Reni & Dwi.
2018).

D. Anemia hemolitik diperantarai imun


1. Anemia hemolitik autoimun adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan
hemolisis yang terjadi akibat adanya autoantibodi, dengan spesififitas terhadap
antigen golongan darah. Terikatnya autoantibodi pada membram eritrosit dapat
terjadi secara maksimal pada suhu tubuh (37℃, antibodi hangat) atau pada 4 ℃
(antibodi dingin).
2. Anemia hemolitik isoimun adalah anemia yang setiap eritrositnya mengalami lisis
akibat aktivitas antibodi individu pada tranfusi darah (eritrosit donor yang tidak
cocok dilisinya oleh antibodi di dalam plasma resipien) maupun pada penyakit
hemolisis bayi baru lahir (eritrisot janinnya dilisis oleh antibodi maternal yang
telah melewati plasenta).

4. Patofisiologi
Transpor oksigen akan terganggu oleh anemia. Kurangnya hemoglobin atau rendahnya
jumlah sel darah merah, menyebabkan kurangnya pasokan oksigen ke jaringan dan
meyebabkan hipoksia. Tubuh berusaha mengompensasi hipoksia jaringan dengan
meningkatkan kecepatan produksi sel darah merah, meningkatkan curah jantung dengan
meningkatkan volume atau frekuensi denyut jantung, distribusi ulang darah dari jaringan
yang membutuhkan sedikit oksigen ke daerah yang membutuhkan banyak oksigen, serta
menggeser kurva disosiasi hemoglobin oksigen ke arah kanan untuk mempermudah
pelepaan oksigen ke jaringan pada tekanan parsial oksigen yang sama (Black J & Hawks
J, 2014)
PATHWAYS

- Agen neoplastik
- Radiasi
- 0bat-obatan
- Infeksi

Gangguan Hemapoetik

Leukopenia Eritropetik Trombositopeni


a

Anemia Hb turun
Depresi sistem imun

Mual-muntah Aliran darah hermoglobin turun


Pertahanan sekunder
terganggu perifer menurun

Nafsu Perfusi jaringan tidak


makan efektif
Risiko infeksi Penurunan transportasi
menurun
oksigen kejaringan
Gangguan
Kompensasi jantung pertukaran gas
Asupan makan
menurun
Metabolisme aerob
turun, anaerob naik Reepirasi Pola nafas tidak
Intake nutrisi meningkat, nadi efektif
Hipoksia pucat kurang meningkat
Keletihan

Cardiomegali
Intoleran
aktivitas Defisit nutrisi
Devisit
perawatan diri
Gagal jantung
RIsiko jatuh/Risiko cedera
5. Tanda dan gejala
Anemia adalah suatu kondisi yang terjadi saat seseorang tidak memiliki jumlah sel darah
merah yang cukup untuk membawa oksigen ke jaringan tubuh. Salah satu alasannya adalah
terjadinya kekurangan zat besi dan vitamin B12 untuk membuat sel darah merah. Hemoglobin
adalah protein yang terkandung dalam sel darah merah yang membantu membawa oksigen ke seluruh
tubuh . Hemoglobin dalam pembentukannya membutuhkan zat besi dan vitamin seperti vitamin
mecobalamin ( B12 ) dan asam folat ( B9 )
Seseorang yang jumlah sel darah merahnya tidak cukup, tubuhnya akan kekurangan oksigen, sehingga
tubuh lemas, lemah dan mengalami nafas pendek.
Tipe anemia akibat kekurangan B12 atau B6 menyebabkan tubuh menghasilkan sel darah merah yang
berukuran lebih besar dari normalnya dan tidak dapat berfungsi secara normal
Sel darah merah yang terlalu besar ukuranya sulit keluar dari sumsum tulang untuk masuk ke
pembuluh darah dan membawa oksigen ke seluruh tubuh. Anemia ini sering disebut anemia
makrositik atau anemia megaloblastic atau pernisiosa.

Gejala anemia karena kekurangan asam folat dan mecobalamin secara umum meliputi :
- Kekurangan energi ( Lemah, letih, lesu )
- Kelemahan otot
- Rasa Lelah yang berlebihan
- Kulit menjadi pucat atau kekuningan
- Denyut jantung tidak teratur
- Sesak
- Pusing
- Nyeri dada
- Tangan dan keringat dingin
- Perubahan personalitas
- Kebingungan atau mudah lupa
6. Penatalaksanaan Medis
Dalam penangnanan anemia tujuan utamanya untuk menidentifikasi dan perawatan
yang dikarenakan terjadinya destruksi sel darah atau penurunan produksi sel darah
merah. Sedangkan penanganan pada pasien yang mengalami hipovelemik antara lain:
1) pemberian tambahan oksigen, pemberian cairan intravena,
2) resusitasi pemberian cairan kristaloid dengan normal salin.
3) tranfusi kompenen darah sesuai indikator
Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut (Black J & Hawks J, 2014):
1. Terapi Oksigen : diberikan kepada klien dengan anemia berat, karena darah
mengalami penurunan mengikuti oksigen. Oksigen dapat mencegah hipoksia dan
mengurangi beban jantung karena rendahnya kadar HB
2. Eritripoetin : injeksi eritropoetin dari subkutan diberikan kepada pasien anemia
kronik, karena obat ini akan membantu meningkatkan produksi sel darah merah.
supaya terapi ini efektif, pasien diharuskankan memiliki sumsul tulang yang
normal dan asupan nutrisi yang memadai.
3. Penggantian zat besi : zat besi ni diberikan per oral pada kebuthan yang segera atau
pada saat kebutuhan tubuh diatas normal (biasanya pada kehamilan). pemberian
per oral ini dilakukan karena mudah dan harganya yang relatif murah. Biasanya
obat yang digunakan yaitu fero sulfat (feosol) atau fero glukanat (fergon), 200-325
mg dosis dengan melalui oral ¾ kali pemberian/hari setelah makan. konsumsi zat
besi dengan vitamin C akan membantu penyerapan dari zat besi. pasien biasanya
menerima suplementasi zat besi selama 6 bulan agar dapat disimpan dalam tubuh.
efek samping dari hal tersebut biasanya terjadi mual, muntah, konstipasi atau diare
dan feses berwarna hitam.
4. Terapi komponen darah: terapai ini digunakan untuk terapi penyakit hematologi
dan beberapa prosedur bedah yang bergantung pada produksi darah. produksi darah
yang didapatkan dari orang lain disebut homolog, sedangkan prosuksi darah yang
diinfuskan kembali daru tubuh pasien sendiri disebut autolog.
7. Kemungkinan data focus
Pengkajian keperawatan dilakukan dengan cara pengumpulan data secara
subjektif (data yang didapatkan dari pasien/keluarga) melalui metode anamnesa dan
data objektif (data hasil pengukuran atau observasi). Menurut Biasanya data fokus
yang didapatkan dari pasien penderita anemia/keluarga seperti pasien mengatakan
lemah, letih dan lesu, pasien mengatakan nafsu makan menurun, mual dan sering
haus. Sementara data objektif akan ditemukan pasien tampak lemah, berat badan
menurun, pasien tidak mau makan/tidak dapat menghabiskan porsi makan, pasien
tampak mual dan muntah, bibir tampak kering dan pucat, konjungtiva anemis serta
anak rewel.

Menurut Muscari (2014:284-285) dan Wijaya (2013:138) penting untuk


mengkaji riwayat kesehatan pasien yang meliputi:

1. Keluhan utama/alasan yang menyebabkan pasien pergi mencari pertolongan


profesional kesehatan. Biasanya pada pasien anemia, pasien akan mengeluh lemah,
pusing, adanya pendarahan, kadang-kadang sesak nafas dan penglihatan kabur.

2. Kaji apakah didalam keluarga ada yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien atau di dalam keluarga ada yang menderita penyakit hematologis.

3. Anemia juga bisa disebabkan karena adanya penggunaan sinar-X yang berlebihan,
penggunaan obat-obatan maupun pendarahan. Untuk itu penting dilakukan anamnesa
mengenai riwayat penyakit terdahulu.

Untuk mendapatkan data lanjutan, perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan juga
pemeriksaan penunjang pada anak dengan anemia agar dapat mendukung data
subjektif yang diberikan dari pasien maupun keluarga. Pemeriksaan fisik dilakukan
dengan 4 cara yaitu inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi secara head to toe
sehingga dalam pemeriksaan kepala pada anak dengan anemia didapatkan hasil
rambut tampak kering, tipis, mudah putus, wajah tampak pucat, bibir tampak pucat,
konjungtiva anemis, biasanya juga terjadi perdarahan pada gusi dan telinga terasa
berdengung. Pada pemeriksaan leher dan dada ditemukan jugular venous pressure
akan melemah, pasien tampak sesak nafas ditandai dengan respiration rate pada
kanak-kanak (5-11 tahun) berkisar antara 20-30x per menit. Untuk pemeriksaan
abdomen akan ditemukan perdarahan saluran cerna, hepatomegali dan kadang-kadang
splenomegali. Namun untuk menegakkan diagnosa medis anemia, perlunya dilakukan
pemeriksaan lanjutan seperti pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan fungsi
sumsum tulang.

8. Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah


1. DO: Mual-muntah Defisit nutrisi
- Berat badan menurun minimal
10% dibawah rentang ideal Nafsu makan menurun
DS:-
Asupan makan
menurun

Intake nutrisis kurang

Defisit nutrisi
2. DO: Anemia aplastik Keletihan
- Tidakmampu mempertahankan
aktifitas rutin
- Tampak lesu Kadar eritrosit rendah
DS:
- Merasa energi tidak pulih Suplai oksigen tidak
walaupun telah tidur adekuat
- Merasa kurang tenaga
- Mengeluh lelah Metabolisme tubuh
menurun

Energi yang dihasilakan


rendah

Keletihan
3. DO:- Produksi sel darah putih Risiko Infeksi
menurun (leukopenia)
DS:- dan terapi medis yang
diberikan

sistem kekebalan tubuh


menurun disertai
prosedur invasif

Resiko infeksi
4 DO: Penyumbatan pembuluh Intoleransi aktifitas
- Frekuensi jantung meningkat darah
>20% dari kondisi istirahat
DS: Vasokontriksi
- Mengeluh lelah
Gangguan sirkulasi

Afterload meningkat

Kelelahan /fatigue

Intoleransi aktifitas

Diagnosa Keperawatan (Sesuai dengan prioritas)

Berdasarkan SDKI

1. Defisit nutrisi b.d kurang asupan makan dan ketidakmampuan makan d.d kurang
minat pada makanan
2. Keletihan b.d kelesuan fisiologis dan kelesuan fisik d.d kurang energi
3. Risiko infeksi b.d imunosupresi dan prosedur invasif
4. Intolenran aktifitas b.d ketidakcukupan energi untuk melakukan aktifitas sehari-hari
Intervensi

No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasioanl TDD


1. Defisit Setelah dilakukan Manajemen Gangguan Makan Observasi: HS
nutrisi tindakan keperawatan (1030) 1. untuk memudahkan tindakan
selama 2x24 jam Observasi: keperawatan yang selanjutnya
diharapkan: 1. Kolaborasi dengan tim 2. untuk meningkatkan nafsu
Kriteria Hasil kesehatan untuk makan klien
Nafsu Makan (1014): mengembangkan rencana 3. supaya klien merasa nyaman
1. Hasrat/keinginan perawatan dengan melibatkan dan dihargai dalam kondisi yang
untuk makan klien dan orang terdekat dengan sakit
ditingkatkan dari tepat 4. untuk memudahkan klien dalam
skala 2 (bayak 2. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaan yang
terganggu) ke skala 5 mendiskusikan makanan yang dialami sehingga nafsu makan
(tidak terganggu) disukai bersama dengan ahli gizi dapat meningakat
2. Menyenangi 3. Kembangkan hubungan yang
makanan mendukung dengan klien Terapeutik:
ditingkatkan dari 4. Berikan dukungan (misal, terapi 1. menarik nafsu makan klien
skala 2 (bayak relaksasi, latihan desentisasi, 2. untuk kenyamanan klien dalam
terganggu) ke skala 5 kesempatan untuk membicaraka makan
(tidak terganggu) perasaan) sembari klien juga 3. untuk kenyamanan dalam
3. Intake makanan berusaha mengintregasikan
ditingkatkan dari perilaku makan yang baru, makan
skala 2 (banyak perubahan citra tubuh dan
Edukasi:
terganggu) ke skala 5 perubahan gaya hidup.
1. menghindari terjadinya alergi
(tidak terganggu) Bantuan Perawatan Diri:
makanan pada klien
4. Rangsangan untuk Pemberian Makan (1803)
2. untuk memberikan makanan
makan ditingkatkan Terapeutik:
yang disukai pasien sesuai
dari skala 2 (bayak 1. Atur meja dan nampan makanan
dengan kebutuhan
terganggu) ke skala 5 agar terlihat menarik 3. untuk memenuhu gizi klien
(tidak terganggu) 2. Berikan kebersihan mulut 4. untuk menarik nafsu makan
Kelelahan: Efek yang sebelum makan klien yang mengandung gizi
Menggangu (0008) 3. Posisikan pasien dalam posisi
Kolaborasi:
1. Gangguan dengak makan yang nyaman
1. untuk mengengetahui penyebab
aktifitas sehari-hari Manajemen Nutrisi (1100)
kelelahan klien
ditingkatkan dari Edukasi:
2. untuk mengontrol aktivitas yang
skala 2 (cukup berat) 1. Identifikasi adanya alergi atau
menyebabkan kelelahan
ke skala 5 (tidak ada) intoleransi makanan yang
3. untuk menangani kelelahan
2. Gangguan pada dimiliki pasien
yang terjadi pada klien
rutinitas ditingkatkan 2. Tentukan apa yang menjadi
4. untuk menjaga kekebalan tubuh
dari skala 2 (cukup prefensi makanan bagi pasien
klien
berat) ke skala 5 3. Tentukan jumlak kalori dan
(tidak ada) jenis nutrisi yang dibutuhkan
3. Nafsu makan untuk memenuhi persyaratan
menurun gizi
ditingkatkan dari 4. Tawarkan makanan ringan yang
skala 2 (cukup berat) padat gizi
ke skala 5 (tidak ada) Manajemen Energi (0108)
4. Gangguan aktivitas Kolaborasi:
fisik ditingkatkan 1. Kaji status fisisologi pasien
dari skala 2 (cukup yang menyebabkan kelelahan
berat) ke skala 5 sesuai dengan konteks usia dan
(tidak ada) perkembangan
Status Nutrisi: Energi 2. Tentukan persepsi pasien/orang
(1007) terdekat dengan pasien
1. Stamina ditingkatkan mengenai penyebab kelelahan
dari skala 2 (banyak 3. Pilih intervensi untuk
menyimpang dari mengurangi kelelahan baik
rentan normal) ke secara farmakologi atau non
skala 5 (tidak farmakologi dengan tepat
menyimpang dari 4. monitor intake/asupan nutrisis
rentang normal) untuk menentukan sumber enrgi
2. Daya tahan yang adekuat
ditingkatkan dari
skala 2 (banyak
menyimpang dari
rentan normal) ke
skala 5 (tidak
menyimpang dari
rentang normal)
3. Resisten infeksi
ditingkatkan dari
skala 2 (banyak
menyimpang dari
rentan normal) ke
skala 5 (tidak
menyimpang dari
rentang normal)

2. Keletihan Setelah dilakukan Manajemen Lingkungan (6480) Observasi: HS


tindakan keperawatan Obseravasi; 1. untuk kenyamanan klien
selama 2x24 jam 1. Ciptakan lingkungan yang aman 2. untuk meningkatkan ketenangan
diharapkan: bagi pasien klien
Kriteria Hasil 2. Berikan kamar terpisah seperti 3. digunkan sebagai pendukung
Tingkat Kelelahan yang diindikasikan ketenangan klien
(0007) 3. sediakan tempat tidur dan 4. dugunakan untuk kenyamama
1. Kelelahan lingkungan yang bersih dan klien
ditingkatkan dari nyaman
Terapeutik:
skala 2 (cukup berat) 4. Sediakan kasur yang kokoh
1. untuk mengontrol aktivitas klien
ke skala 5 (tidak ada) Terapi Aktifitas (4310) 2. untuk mengantisipasi terjadinya
2. Kelesuhan Terapeutik: keletihan pada klien
ditingkatkan dari 1. Pertimbangkan kemampuan 3. membantu klien dalam
skala 2 (cukup berat) klien dalam berpartisipasi melakuan aktivitas kerja supaya
ke skala 5 (tidak ada) melalui aktivitas spesifik tidak terjadi keletihan
3. Kehilangn selera 2. Pertimbangkan komitmen klien
makan ditingkatkan Edukasi:
untuk meningkatkan frekuensi
dari skala 2 (cukup 1. memberikan dukungan pada
dan jarak aktivitas
berat) ke skala 5 3. Bantu klien untuk kenyamanannya
kilen untuk
(tidak ada) 2. agar klien dapat memahami
mengeksplorasi tujuan personal
4. Kegiatan sehari-hari kondisinya
dari aktivitas yang dilakukan
ditigkatkan dari skala 3. digunakan untuk kenyamanan
(misal, bikerja)
2 (banyak terganggu) klien
Pengurangan Kecemasan (5820)
ke skala 5 (tidak 4. untuk menghindari terjadinya
Edukasi:
terganggu) kecemasak pada klien
1. Gunakan pendekatan yang
Perawatan Diri: Kolaborasi:
tenang dan meyakinkan
Aktifitas Sehari-hari 2. Berikan informasi faktual terkait 1. untuk meminimalkan terjadinya
(0300) diagnosa, perawatan dan keletihan pada saat latihan
1. Makan ditingkatkan pronosis 2. untuk mengetahui latihan yang
dari skala 2 (banyak 3. Berada disisi pasien untuk harus dilakukan oleh klien untuk
terganggu) ke skala 5 meningkatkan rasa aman dan meninhkatkan kekuatan
(tidak terganggu) mengurangi ketakutan 3. untuk mengontrol latihan klien
2. Kebersihan mulut 4. Bantu pasein mengidentifikasi
ditingkatkan dari situasi yang memicu kecemasan
skala 2 (banyak Peningkatan Latihan: Latihan
terganggu) ke skala 5 Kekuatan (0201)
(tidak terganggu) Kolaborasi:
3. Berjalan ditingkatkan 1. Lakukan skrining kesehatan
dari skala 2 (banyak sebelum memulai latihan untuk
terganggu) ke skala 5 mengidentifikasi risiko dengan
(tidak terganggu) mengguankan skala kesiapan
Tidur (0004) latian fisik terstandar atau
1. Jam tidur melengkapi pemeriksaan
ditingkatkan dari riwayat kesehatan dan fisisk
skala 3 (cukup 2. Dapatkan persetujuan medis
terganggu) ke skala 5 untuk memulai program latian
(tidak terganggu) kekuatan, jika diperlukan
2. Pola tidur 3. Spesifikkan tipe dan durasi dari
ditingkatkan dari aktivitas pemanasan dan
skala 3 (cukup pendinginan (misal, berjalan)
terganggu) ke skala 5
(tidak terganggu)
3. Kualitas tidur
ditingkatkan dari
skala 3 (cukup
terganggu) ke skala 5
(tidak terganggu)
4. Tidur rutin
ditingkatkan dari
skala 3 (cukup
terganggu) ke skala 5
(tidak terganggu)
5. Merokok
ditingkatkan dari
skala 2 (cukup berat)
ke skala 5 (tidak ada)

3. Risiko Setelah dilakukan Perlindungan Infeksi (6550) Observasi: HS


infeksi tindakan keperawatan Observasi: 1. untuk mengidentifikasi
selama 2x24 jam 1. Monitor adanya tanda terjadinya infeksi
diharapkan: dan gejala infeksi 2. untuk menghindari terjadinya
Kriteria Hasil sistemik dan local infeksi
Status Nutrisi (1004) 2. Monitor kerentanan 3. untuk meningkatkan daya tahan
1. Asupan Gizi terhadap infeksi tubuh klien
ditingkatkan dari 3. Tingkatkan asupan 4. untuk menghindari terjadinya
skala 2 (banyak nutrisi yang cukup kelemahan klien
menyimpang dari 4. Pantau adanya perubahan 5. sebagai latihan otot klien agar
rentan normal) ke tingkat energi dan tidak lemas
skala 5 (tidak malaise 6. untuk mengetahui tindakan yang
meyimpang dari 5. Anjurkan peningkatan harus diberikan kepada klien
rentan normal) mobilitas dan latihan, pada saat terkena infeksi
2. Asupan makan dengan tepat 7. untum menjaga kesehatan
ditingkatkan dari 6. Ajarkan pasien dan
Terapeutik:
skala 2 (banyak keluarga mengenai tanda
1. untuk memantau nutrisi klien
menyimpang dari dan gejala infeksi dan
2. untuk memnuhi bebutuhan gizi
rentan normal) ke kapan harus
klien
skala 5 (tidak melaporkannya kepada
3. mengontrol aktivitas dan status
meyimpang dari pemberi layanan
nutrisi klien
rentan normal) kesehatan
4. untuk melatih kemampuan
3. Energi ditingkatkan 7. Ajarkan pasien dan
keluarga bagaimana cara
dari skala 2 (banyak menghindari infeksi aktivitas klien
menyimpang dari Monitor Nutrisi (1160) 5. untuk mengontrol gizi klien
rentan normal) ke Terapeutik:
Edukasi:
skala 5 (tidak 1. Monitor adanya mual muntah
1.Alokasikan kesesuaian luas ruang
meyimpang dari 2. Monitor diet dan asupan kalori
perklien sesuai ketentuan
rentan normal) 3. Identifikasi perubahan nafsu 2. Bersihkan lingkungan dengan
Kontrol Risiko: Proses makan dan aktivitas akhir-akhir baiksetelah digunakan untuk semua
Infeksi (1924) ini klien
1. Mencari informasi 4. Monitor tipe dan banyaknya 3. Ganti peralatan perawatan
terkait konrol infeksi latihan yang bisa dilakukan per pasiensesuai protocol institusi
ditingkatkan dari 5. Tentukan Pola makan (misal, 4. Isolasi klien yang menderita
skala 2 (jarang makana yang disukai dan tidak penyakitmenular
menunjukkan) ke disukai, konsumsiyang 5. Tempatkan isolasi sesuai
skala 5 (secara berlebihan terhadap makanan tindakanpencegahan yang sesuai
konsisten siap saji, makan yang terlewati) 6. Batasi jumlah pengunjung
menunjukkan) Kontrol infeksi (0128) 7. Ajarkan cara cuci tangan bagi
2. mengidentifikasi Edukasi: tenagakesehatan
faktor risiko infeksi 1.Alokasikan kesesuaian luas ruang 8. Anjurkan keluarga klien
ditingkatkan dari perklien sesuai ketentuan mengenaiteehnik mencuci tangan
skala 2 (jarang 2. Bersihkan lingkungan dengan pada saatmemasuki, berhubungan
menunjukkan) ke baiksetelah digunakan untuk semua dengan kliendan meninggalkan
skala 5 (secara klien ruangan klien sesuaiprotocol
konsisten 3. Ganti peralatan perawatan 9. Pakai sarung tangan
menunjukkan) per pasiensesuai protocol institusi sebagaimanadianjurkan oleh
3. Mengenali faktor 4. Isolasi klien yang menderita kebijakan pencegahanuniversal/
risiko individu terkait penyakitmenular Universal Precautions
infeksi ditingkatkan 5. Tempatkan isolasi sesuai 10. Pastikan penanganan
dari skala 2 (jarang tindakanpencegahan yang sesuai aseptikdari semua saluran IV
menunjukkan) ke 6. Batasi jumlah pengunjung 11. Pastikan tehnik perawatan luka
skala 5 (secara 7. Ajarkan cara cuci tangan bagi yang tepat
konsisten tenagakesehatan 12. Tingkatkan intake nutrisi yang
menunjukkan) 8. Anjurkan keluarga klien tepat
4. Mengetahui perilaku mengenaiteehnik mencuci tangan 13. Berikan terapi antibiotic yang
yang berhubungan pada saatmemasuki, berhubungan tepat
dengan infeksi dengan kliendan meninggalkan 14. Berikan imunisasi yang tepat
ditingkatkan dari ruangan klien sesuaiprotocol 15. Ajarkan pada keluarga klien
skala 2 (jarang 9. Pakai sarung tangan tanda dangejala infeksi
menunjukkan) ke sebagaimanadianjurkan oleh 16. Ajarkan pada keluarga klien car
skala 5 (secara kebijakan pencegahanuniversal/ a menghindari infeksi
konsisten Universal Precautions
menunjukkan) 10. Pastikan penanganan
5. Mengidenfitikasi aseptikdari semua saluran IV
resiko infeksi dalam 11. Pastikan tehnik perawatan luka
aktifitas sehari-hari yang tepat
ditingkatkan dari 12. Tingkatkan intake nutrisi yang
skala 2 (jarang tepat
menunjukkan) ke 13. Berikan terapi antibiotic yang
skala 5 (secara tepat
konsisten 14. Berikan imunisasi yang tepat
menunjukkan) 15. Ajarkan pada keluarga klien
6. Menggunakan alat tanda dangejala infeksi
pelindung diri 16. Ajarkan pada keluarga klien cara
ditingkatkan dari menghindari infeksi
skala 2 (jarang
menunjukkan) ke
skala 5 (secara
konsisten
menunjukkan)
4. Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen Energi (I.12379) Observasi :
tindakan asuhan Observasi : 1.Untuk mengetahui gangguan
aktifitas
keperawatan selama 1.Identifikasi gangguan fungsi fungsi tubuhyang dialami
2x24jam diharapkan. tubuh yang mengakibatkan pasien akibat kelelahan
Dengan Kriteria Hasil: kelelahan 2.Untuk mengetahui tingkat
–Frekuens nadi 2.Monitor kelelahan fisik dan kelelahan fisik dan emosional
meningkat (5) emosional pasien.
–Saturasi oksigen 3.Monitor pola tidur 3.Untuk mengetahui pola tidur
meningkat (5) 4.Monitor lokasi dan pasien apakah teratur atau
– Kemudahan ketidaknyamana selama
tidak.
dalam melakukan aktivitas 4.Untuk mengetahui lokasi dan
melakukan Terapeutik : tingkat ketidaknyamanan
aktivitas sehari- 1.Sediakan lingkungan nyaman pasien selama melakukan
hari meningkat dan rendah stimulus
aktivitas.
(5) (mis.cahaya,suara,kunjungan)
Terapeutik :
– Kecepatan 2.Lakukan latihan gerak rentang
1.Untuk memberikan rasa
berjalan pasif dan/atau aktif nyaman bagi pasien
meningkat (5) 3.Berikan aktivitas distraksi yang
2.Untuk meningkatkan dan
– Jarak berjalan menenangkan melatih massa otot dan gerak
meningkat (5) 4.Fasilitasi duduk disisi tempat
ektremitas pasien untuk
– Kekuatan tubuh tidur,jika tidak dapat berpindah
mengalihkan rasa
bagian atas atau berjalan ketidaknyamanan yang dialami
meningkat (5) Edukasi : pasien.
– Kekuatan tubuh 1. Anjurkan tirah baring 4.Untuk melatih gerak mobilisasi
bagian bawah 2. Anjurkan melakukan aktivitaspasien selama dirawat.
meningkat (5) secara bertahap Edukasi :
– Toleransi dalam 3. Anjurkan menghubungi 1.Untuk memberikan
menaiki tangga perawat jika tanda dan gejala kenyamanan pasien saat
meningkat (5) kelelahan tidak berkurang beristirahat agar menunjang
– Keluhan lelah ajukan strategi koping untuk proses kesembuhan pasien
menurun mengurangi kelelahan secara bertahap
- Dispnea saat Kolaborasi : 3.Agar perawat bisa dengan
aktivitas menurun 1.Kolaborasi dengan ahli gizi segera mengkaji dan
(5) merencanakan kembal
tentang cara meningkatkan tindakan keperawatan yang
- Dispnea setelah
aktivitas menurun asupan makanan. bisa diberikan.
(5) 4.Agar pasien dapat mengatasi
- Perasaan lemah kelelahannya secara mandiri
menurun (5) dengan mudah.
- Aritmia saat Kolaborasi :
aktivitas menurun 1.Untuk memaksimalkan proses
(5) penyembuhan pasien
- Aritmia setelah
aktivitas menurun
(5)
- Sianosis menurun
(5)
- Warna kulit
membaik (5)
- Tekanan darah
membaik (5)
- Frekuensi napas
membaik (5)
- EKG iskemia
membaik (5)
Daftar Pustaka

Arwin N. M, Suyud. 2016. Pajanan Pestisida dan Kejadian Anemia Pada Petani Holistik Di
Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut. BKM Journal Of Community Medicine And
Public Healt Vol 32 No 7

Astutik R.Y, Ertiana D. 2018. Anemia Dalam Kehamilan. Jember: Pustaka Abadi

Black J.M, Hawks J. H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Singapore: Elsevier

Chandrasoma P, Taylor C. R. 2020. Patologi Anatomi. Jakarta: EGC

Fakhidah, L. N. Putri, K. S. E. 2016. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status


hemoglobin pada remaja putri. Maternal, Vol 1 No 1

Handayani W, Haribowo A. S. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan


Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba

Kemenkes RI. 2013. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI

Priyanto L. D. 2018. Hubungan Umur, Tingkat Pendidikan, Dan Aktivitas Fisik Santriwati
Husada Dengan Anemia. Jurnal Berkala Epidemiologi Vol 6 No 2

Soebroto, I. 2014. Cara Mudah Mengatasi Problem Anemia. Yogyakarta: Bangkit

Sudargo T, Kusmayanti N. A, Hidayati N. L. 2018. Defisiensi Yodium, Zat Besi, Dan


Kecerdasan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pres

Suryani, D., Hafiani, R., & Junita, R. (2015). Analisis pola makan dan anemia gizi besi pada
remaja putri Kota Bengkulu. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 10(1), 11– 18.

Syaifuddin. 2016. Anatomi Dan Fisisologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk


Keperawatan Dan Bidan, Eb 4. Jakarta: EGC

Silalahio V, Aritonang E, Ashar T. 2016. Potensi Pendidikan Gizi Dalam Meningkatkan


Asupan Gizi Pada Remaja Putri Yang Anemia Di Kota Medan. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Vol 11 No 2

Tarwoto. 2018. Buku Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta :
TIM

You might also like