Professional Documents
Culture Documents
LP Anemia Randi Saiselar
LP Anemia Randi Saiselar
ANEMIA
DISUSUN OLEH:
RANDI SAISELAR
1490123088
XXXI BANDUNG
2023
PENDAHULUAN
1. Defenisi
Anemia merupakan kondisi klinis akibat kurangnya suplai sel darah merah sehat,
volume sel darah merah dan jumlah hemoglobin. Hipoksia terjadi karena tubuh
kekurangan suplai oksigen. Anemia juga mencerminkan kondisi patogenik yang
mengarah pada abnormalitas jumlah, struktur dan fungsi sel darah merah dalam tubuh
(Joyce & Jane, 2014).
Anemia juga dapat dikatakan sebagai keadaan dimana, masa eritrosit dan masa
hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan tubuh. Secara labolatorium anemia terjadi karena penurunan kadar hemoglobin
serta nilai eritrosit yang tidak normal.
Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin (protein
pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya
untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer sehingga pengiriman
O2 ke jaringan menurun. Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel
darah dan kadar hematokrit dibawah normal. anemia merupakan penyakit kurang darah
yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah
dibandingkan normal (Soebroto, 2015).
Anemia adalah suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari
normal, berdasarkan kelompok jenis kelamin orang dewasa, batas normal dari kadar Hb
dalam darah dapat dilihat pada tabel berikut :
Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa anemia merupakan kurangnya suplai sel
darah merah (eritrosit) dan jumlah hemoglobin dalam tubuh menurun sehingga dapat
mengakibatkan hipoksia, karena kurangnya suplai oksigen didalam tubuh.
2. Anatomi Fisiologi
Eritrosit merupakan bagian utama dari sel darah. Jumlah eritrosit pada pria
dewasa sekitar 5 juta sel/cc darah dan pada wanita sekitar 4 juta sel/cc darah. Sel
darah merah berbentuk Bikonkaf, dan warna merah disebabkan oleh Hemoglobin
(Hb). Fungsi dari sel darah merah sendiri untuk mengikat Oksigen. Sehingga kadar
Hb yang dijadikan patokan dalam menentukan penyakit Anemia. Usia eritrosit
didalam tubuh manusia sekitar 120 hari. Lalu sel yang telah tua dihancurkan di
Limpa. Sehinnga hemoglobin dirombak, kemudian dijadikan pigmen Bilirubin
(pigmen empedu).
2. Aplasia Eritrosit terjadi akibat adanya gangguan yang sering mengalami remisi
spontan atau sebagai respon terhadapa terapi kortikosteroid. Aplasia eritrosit yang
di dapat biasanya merupakan komplikasi sementara yang terjadi pada anemi
hemolitik kongental (misalnya anemia sel sabit).
3. Anemia penggantian sumsum (leukoeritroblastik) akibar dari terkenanya rongga
sumsum tulang oleh neoplasma metastatik, limfoma atau leukimia, penyakit
granulomatosa diseminata (misalnya tuberkulosis), ribrosa atau abses multipel
memindahkan dan menggantikan unsur-unsur sumsum normal. Penggantian sel-sel
sumsum yang berproliferse dengan derajat mamadai dapat mengakibatkan anemia,
leukopenia atau trombositopenia.
4. Anemia megaloblastik adalah bagian anemia makrositik yang terjadi karena
kelainan maturasi fase eritropoiesis dalam sumsum tulang. Mengakibatkan
prekursor eritroid membesar dan menunjukkan kegagalan maturasi inti (Black J &
Hawks J, 2014).
5. Anemia pernisiosa adalah bentuk anemia megaloblastik yang disebabkan oleh
kekurangan vitamin B12.
6. Anemia defisiensi besi adalah penyebab anemia tersering diseluruh dunia. Anemia
defisiensi besi sering terjadi karena infeksi cacing tambang. Keseimbangan besi
normal diatur terutama oleh perubahan pada absorpsi besi dalam usus untuk
menyesuaikan kehilangan zat besi normal didalam tubuh akibat sekresi, sel-sel
tereksfoliasi dan darah menstruasi. Besi plasma berkompleksi dengan protein
transferin pengikat besi. Plasma normal memiliki transferin yang cukup (kapasitas
pengikat besi) untuk mengikat 250-400 µg besi desiliter darah. Pada orang dewasa
normal, sekitar 30% transfersin mengalami saturasi, besi plasma normal adalah
sebesar 50-150 µ/dl.
7. Anemia penyakit kronik terjadi akibat dari komplikasi penyakit kronik (misal,
infeksi kronik, penyakit kolagen dan neoplasma ganas). Anemia pada kasus ini
disebabkan oleh kegagalan pengankutan cadang besi menuju plasma dan menuju
eritrosit yang sedang berkembang. Han ini menyebabkan kegagalan
hemoglobinisasi dan anemia.
8. Anemia akibat gagal ginjal kronik biasanya terjadi pada pasien gagal ginjal kronik
karena mengalami anemia normokrom normositik yang disebabkan oleh kegagaln
sekresi eritropoietin normal oleh ginjal. Sumsum tulang dapat menunujukkan
hipoplasia ringan pada rangkaian eritroid.
9. Anemia sideroblastik ditandai dengan gambaran eritrosit darah tepi yang
hiprokomik, mikrositik atau dimorfik. Gambaran darah tepi dimorfik adalah
gambaran yang memiliki campuran eritrosit hipokrom mikrositik dan eritrosit
hipokrom makrositik.
B. Anemia Akibat Kehilangan Darah
1. Kehilangan darah akut
Pendarahan akut mengakibatkan hilangnya darah lengkap dari kompartemen
vaskular, menyebabkan hipovolemia dan mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan perfusi organ vital. Pada fase pendarahan akut, nilai darah
meliputi jumlah eritrosit, hemoglobin, dan hematorik adalah normal, karena
jumlah yang hilang seimbang. Kompensasi penting hipovolemia adalah retensi air
dan elektrolit oleh ginjal untuk memulihkan volume darah.
2. Kehilangan darah kronik
Pendarahan kronik pada awalnya dikompensasi oleh hiperplasia eritroid sumsum
tulang dan peningkatan produksi eritrosit. Hal ini berlangsung hingga cadangan
besi habis, yang pada saat itu defisiensi besi menjegah kompensasi yang adekuat.
Oleh karena itu, anemia yang disebabkan oleh kehilangan darah kronik
merupakan anemia defisiensi besi dan dibahas dibawah judul tersebut.
C. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik adalah kondisi dimana hancurnya eritrosit lebih cepat
dibandingkan dengan penbentukannya. Anemia hemolitik disebabkan oleh
peningkatan kecepatan destruksi eritrosit yang diikuti dengan ketidakmampuan
sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit untuk memenuhi kebutuhan tubuh
terhadap berkurangnya sel eritrosit. Penghancuran sel eritrosit yang berlebih dapat
menyebabkan terjadinya hiperplasi sumsum tulang shingga prosuksi sel eritrosit akan
meningkat dari angka normalnya. Hal ini terjadi apabila umur eritrosit kurang dari
120 hari menjadi 15-20 hari tanpa diikuti dengan anemia. Namun bila sumsum tulang
tidak mampu mengatasi kedaan tersebut akan mengakibatkan anemia (Reni & Dwi.
2018).
4. Patofisiologi
Transpor oksigen akan terganggu oleh anemia. Kurangnya hemoglobin atau rendahnya
jumlah sel darah merah, menyebabkan kurangnya pasokan oksigen ke jaringan dan
meyebabkan hipoksia. Tubuh berusaha mengompensasi hipoksia jaringan dengan
meningkatkan kecepatan produksi sel darah merah, meningkatkan curah jantung dengan
meningkatkan volume atau frekuensi denyut jantung, distribusi ulang darah dari jaringan
yang membutuhkan sedikit oksigen ke daerah yang membutuhkan banyak oksigen, serta
menggeser kurva disosiasi hemoglobin oksigen ke arah kanan untuk mempermudah
pelepaan oksigen ke jaringan pada tekanan parsial oksigen yang sama (Black J & Hawks
J, 2014)
PATHWAYS
- Agen neoplastik
- Radiasi
- 0bat-obatan
- Infeksi
Gangguan Hemapoetik
Anemia Hb turun
Depresi sistem imun
Cardiomegali
Intoleran
aktivitas Defisit nutrisi
Devisit
perawatan diri
Gagal jantung
RIsiko jatuh/Risiko cedera
5. Tanda dan gejala
Anemia adalah suatu kondisi yang terjadi saat seseorang tidak memiliki jumlah sel darah
merah yang cukup untuk membawa oksigen ke jaringan tubuh. Salah satu alasannya adalah
terjadinya kekurangan zat besi dan vitamin B12 untuk membuat sel darah merah. Hemoglobin
adalah protein yang terkandung dalam sel darah merah yang membantu membawa oksigen ke seluruh
tubuh . Hemoglobin dalam pembentukannya membutuhkan zat besi dan vitamin seperti vitamin
mecobalamin ( B12 ) dan asam folat ( B9 )
Seseorang yang jumlah sel darah merahnya tidak cukup, tubuhnya akan kekurangan oksigen, sehingga
tubuh lemas, lemah dan mengalami nafas pendek.
Tipe anemia akibat kekurangan B12 atau B6 menyebabkan tubuh menghasilkan sel darah merah yang
berukuran lebih besar dari normalnya dan tidak dapat berfungsi secara normal
Sel darah merah yang terlalu besar ukuranya sulit keluar dari sumsum tulang untuk masuk ke
pembuluh darah dan membawa oksigen ke seluruh tubuh. Anemia ini sering disebut anemia
makrositik atau anemia megaloblastic atau pernisiosa.
Gejala anemia karena kekurangan asam folat dan mecobalamin secara umum meliputi :
- Kekurangan energi ( Lemah, letih, lesu )
- Kelemahan otot
- Rasa Lelah yang berlebihan
- Kulit menjadi pucat atau kekuningan
- Denyut jantung tidak teratur
- Sesak
- Pusing
- Nyeri dada
- Tangan dan keringat dingin
- Perubahan personalitas
- Kebingungan atau mudah lupa
6. Penatalaksanaan Medis
Dalam penangnanan anemia tujuan utamanya untuk menidentifikasi dan perawatan
yang dikarenakan terjadinya destruksi sel darah atau penurunan produksi sel darah
merah. Sedangkan penanganan pada pasien yang mengalami hipovelemik antara lain:
1) pemberian tambahan oksigen, pemberian cairan intravena,
2) resusitasi pemberian cairan kristaloid dengan normal salin.
3) tranfusi kompenen darah sesuai indikator
Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut (Black J & Hawks J, 2014):
1. Terapi Oksigen : diberikan kepada klien dengan anemia berat, karena darah
mengalami penurunan mengikuti oksigen. Oksigen dapat mencegah hipoksia dan
mengurangi beban jantung karena rendahnya kadar HB
2. Eritripoetin : injeksi eritropoetin dari subkutan diberikan kepada pasien anemia
kronik, karena obat ini akan membantu meningkatkan produksi sel darah merah.
supaya terapi ini efektif, pasien diharuskankan memiliki sumsul tulang yang
normal dan asupan nutrisi yang memadai.
3. Penggantian zat besi : zat besi ni diberikan per oral pada kebuthan yang segera atau
pada saat kebutuhan tubuh diatas normal (biasanya pada kehamilan). pemberian
per oral ini dilakukan karena mudah dan harganya yang relatif murah. Biasanya
obat yang digunakan yaitu fero sulfat (feosol) atau fero glukanat (fergon), 200-325
mg dosis dengan melalui oral ¾ kali pemberian/hari setelah makan. konsumsi zat
besi dengan vitamin C akan membantu penyerapan dari zat besi. pasien biasanya
menerima suplementasi zat besi selama 6 bulan agar dapat disimpan dalam tubuh.
efek samping dari hal tersebut biasanya terjadi mual, muntah, konstipasi atau diare
dan feses berwarna hitam.
4. Terapi komponen darah: terapai ini digunakan untuk terapi penyakit hematologi
dan beberapa prosedur bedah yang bergantung pada produksi darah. produksi darah
yang didapatkan dari orang lain disebut homolog, sedangkan prosuksi darah yang
diinfuskan kembali daru tubuh pasien sendiri disebut autolog.
7. Kemungkinan data focus
Pengkajian keperawatan dilakukan dengan cara pengumpulan data secara
subjektif (data yang didapatkan dari pasien/keluarga) melalui metode anamnesa dan
data objektif (data hasil pengukuran atau observasi). Menurut Biasanya data fokus
yang didapatkan dari pasien penderita anemia/keluarga seperti pasien mengatakan
lemah, letih dan lesu, pasien mengatakan nafsu makan menurun, mual dan sering
haus. Sementara data objektif akan ditemukan pasien tampak lemah, berat badan
menurun, pasien tidak mau makan/tidak dapat menghabiskan porsi makan, pasien
tampak mual dan muntah, bibir tampak kering dan pucat, konjungtiva anemis serta
anak rewel.
2. Kaji apakah didalam keluarga ada yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien atau di dalam keluarga ada yang menderita penyakit hematologis.
3. Anemia juga bisa disebabkan karena adanya penggunaan sinar-X yang berlebihan,
penggunaan obat-obatan maupun pendarahan. Untuk itu penting dilakukan anamnesa
mengenai riwayat penyakit terdahulu.
Untuk mendapatkan data lanjutan, perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan juga
pemeriksaan penunjang pada anak dengan anemia agar dapat mendukung data
subjektif yang diberikan dari pasien maupun keluarga. Pemeriksaan fisik dilakukan
dengan 4 cara yaitu inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi secara head to toe
sehingga dalam pemeriksaan kepala pada anak dengan anemia didapatkan hasil
rambut tampak kering, tipis, mudah putus, wajah tampak pucat, bibir tampak pucat,
konjungtiva anemis, biasanya juga terjadi perdarahan pada gusi dan telinga terasa
berdengung. Pada pemeriksaan leher dan dada ditemukan jugular venous pressure
akan melemah, pasien tampak sesak nafas ditandai dengan respiration rate pada
kanak-kanak (5-11 tahun) berkisar antara 20-30x per menit. Untuk pemeriksaan
abdomen akan ditemukan perdarahan saluran cerna, hepatomegali dan kadang-kadang
splenomegali. Namun untuk menegakkan diagnosa medis anemia, perlunya dilakukan
pemeriksaan lanjutan seperti pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan fungsi
sumsum tulang.
8. Analisa Data
Defisit nutrisi
2. DO: Anemia aplastik Keletihan
- Tidakmampu mempertahankan
aktifitas rutin
- Tampak lesu Kadar eritrosit rendah
DS:
- Merasa energi tidak pulih Suplai oksigen tidak
walaupun telah tidur adekuat
- Merasa kurang tenaga
- Mengeluh lelah Metabolisme tubuh
menurun
Keletihan
3. DO:- Produksi sel darah putih Risiko Infeksi
menurun (leukopenia)
DS:- dan terapi medis yang
diberikan
Resiko infeksi
4 DO: Penyumbatan pembuluh Intoleransi aktifitas
- Frekuensi jantung meningkat darah
>20% dari kondisi istirahat
DS: Vasokontriksi
- Mengeluh lelah
Gangguan sirkulasi
Afterload meningkat
Kelelahan /fatigue
Intoleransi aktifitas
Berdasarkan SDKI
1. Defisit nutrisi b.d kurang asupan makan dan ketidakmampuan makan d.d kurang
minat pada makanan
2. Keletihan b.d kelesuan fisiologis dan kelesuan fisik d.d kurang energi
3. Risiko infeksi b.d imunosupresi dan prosedur invasif
4. Intolenran aktifitas b.d ketidakcukupan energi untuk melakukan aktifitas sehari-hari
Intervensi
Arwin N. M, Suyud. 2016. Pajanan Pestisida dan Kejadian Anemia Pada Petani Holistik Di
Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut. BKM Journal Of Community Medicine And
Public Healt Vol 32 No 7
Astutik R.Y, Ertiana D. 2018. Anemia Dalam Kehamilan. Jember: Pustaka Abadi
Kemenkes RI. 2013. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI
Priyanto L. D. 2018. Hubungan Umur, Tingkat Pendidikan, Dan Aktivitas Fisik Santriwati
Husada Dengan Anemia. Jurnal Berkala Epidemiologi Vol 6 No 2
Suryani, D., Hafiani, R., & Junita, R. (2015). Analisis pola makan dan anemia gizi besi pada
remaja putri Kota Bengkulu. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 10(1), 11– 18.
Tarwoto. 2018. Buku Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta :
TIM