You are on page 1of 21

Jurnal Anestesiologi Indonesia

LAPORAN KASUS

Tatalaksana ICU pada Pasien Pasca Laminektomi Servikal


dengan Kesulitan Weaning dan Ekstubasi
ICU Management in Post-Cervical Laminectomy Patient with Difficult
Weaning and Extubation
Pradana Bayu Rakhmatjati*, Calcarina Fitriani R. W**, Johan Arifin***
*
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada/RSUP
Dr. Sardjito, Yogyakarta, Indonesia
**
Departemen Anestesi dan Perawatan Intensif Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan
Keperawatan, Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, Indonesia
***
Departemen Anestesi dan Perawatan Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas
Diponegoro/RSUP Dr. Kariadi, Semarang, Indonesia

Korespondensi: pradanabayu@gmail.com

ABSTRACT
Background: One of the causes of difficult weaning is neuromuscular disorders such as
polyneuropathy, myopathy, and cervical spinal cord injury (SCI) above C5. Extubation
remained fails in 10–20% of general intensive care unit (ICU) cases with a mortality rate
of 25–50%. Long-term mechanical ventilation is often required in patients with spinal
cord injury above C5 segment.
Case: We reported two patients: a 22-year-old man diagnosed with spastic tetraparesis
due to a total transverse lesion of the spinal cord at C5, resulting from a spinal cord
injury; and a 34-year-old man diagnosed with acute tetraplegia due to cervical stenosis
at C1-3, caused by extradural masses and squamous cell carcinoma. Both patients were
diagnosed with ventilator associated pneumonia (VAP) after the laminectomy procedure.
Were administrated empirical antibiotics and de-escalation.
Discussion: Most of the neuromuscular disorders that complicate weaning are acquired
during patient care in the ICU. The function of the respiratory system in patients with
cervical spinal cord injury requires special attention, especially high-level segments due
to the involvement of the phrenic nerve. Early tracheostomy is recommended after
intubation to simplify weaning. Postoperative complications should addresed not to
worsen the patient's outcome.
Conclusion: Weaning and extubation criteria on neuromuscular disorder may differ
between references, but generally involve vital capacity (VC), respiratory rate (RR),
minute ventilation, PaO2, FiO2, PaCO2, rapid shallow breathing index, positive end-
expiratory pressure (PEEP), and the clinical picture of the patient. During weaning, the
ventilation support is temporarily removed and interspersed with periods of rest.

Keywords: cervical; extubation; intensive care unit; laminectomy; weaning

Volume 15, Nomor 2, Tahun 2023 108


Jurnal Anestesiologi Indonesia

ABSTRAK
Latar Belakang: Salah satu penyebab kesulitan weaning adalah gangguan
neuromuskuler seperti polineuropati, miopati, dan spinal cord injury (SCI) segmen
servikal di atas C5. Angka kegagalan ekstubasi berkisar pada 10-20% dari keseluruhan
kasus intensive care unit (ICU) dengan angka kematian 25-50%. Ventilasi mekanik
jangka panjang seringkali diperlukan pada pasien dengan cedera medula spinalis segmen
di atas C5.
Kasus: Kami laporkan 2 pasien; seorang laki-laki 22 tahun dengan diagnosis tetraparese
spastik dengan lesi transversal total medula spinalis C5 et causa spinal cord injury, dan
pada pasien kedua seorang laki-laki 34 tahun dengan diagnosis tetraplegia akut et causa
canal stenosis servikal setinggi C1-3 et causa massa ekstradura et causa squamous cell
carcinoma. Kedua pasien juga didiagnosis mengalami kejadian ventilator associated
pneumonia (VAP), pasca prosedur pembedahan laminektomi. Penatalaksanaan berupa
terapi antibiotik empiris dan de-eskalasi.
Pembahasan: Sebagian besar gangguan neuromuskular yang mempersulit weaning
diperoleh selama perawatan pasien di ICU. Fungsi sistem pernapasan pada pasien dengan
cedera medula spinalis servikal memerlukan perhatian khusus, khususnya segmen level
tinggi oleh karena keterlibatan saraf frenikus. Trakeostomi direkomendasikan dilakukan
lebih awal setelah intubasi untuk menyederhanakan weaning. Komplikasi pascaoperasi
harus diatasi agar tidak memperburuk luaran pasien.
Kesimpulan: Kriteria weaning dan ekstubasi pada gangguan neuromuskuler dapat
berbeda antar referensi, namun secara umum melibatkan vital capacity (VC), respiratory
rate (RR), minute ventilation, PaO2, FiO2, PaCO2, rapid shallow breathing index, positive
end-expiratory pressure (PEEP), dan kondisi klinis pasien. Selama weaning, bantuan
ventilasi dilepas untuk sementara dan diselingi dengan periode istirahat.

Kata Kunci: ekstubasi; laminektomi; servikal; unit perawatan intensif; weaning

PENDAHULUAN weaning dapat disebabkan oleh beberapa


Istilah "weaning" menggambarkan keadaan reversibel, dan gangguan
proses penghentian bantuan ventilator neuromuskuler seperti polineuropati dan
pada pasien secara bertahap. miopati adalah salah satunya.2
Diperkirakan sebesar 40% dari durasi Komplikasi pernapasan sering terjadi
ventilasi mekanik didedikasi untuk pada penderita cedera medula spinalis
proses weaning. Pada tahun 2001, segmen servikal, khususnya cedera di
collective task force menyatakan bahwa atas C3 karena otot inspirasi diafragma
proses uji coba pernapasan spontan dipersarafi oleh segmen medula spinalis
spontaneous breathing trial (SBT) dan C3-C5 dan otot ekspirasi dipersarafi oleh
weaning dimulai dengan menentukan segmen T7-L1.2 Pada pasien dengan
apakah penyebab gagal napas sudah kekuatan otot diafragma yang normal
teratasi berdasarkan beberapa kriteria.1 sekalipun, paralisis otot perut dan dada
Meskipun semua kriteria telah terpenuhi dapat mengganggu pembersihan sekret
dan weaning berhasil dilakukan, saluran napas. Oleh karena itu, ventilasi
ekstubasi masih gagal pada 10-20% mekanik jangka panjang seringkali
kasus unit rawat intensif (ICU) dibutuhkan pada pasien dengan cedera
umumnya dengan angka kematian medula spinalis segmen di atas C5.3
hingga sebesar 25-50%.1 Kesulitan

Volume 15, Nomor 2, Tahun 2023 109


Jurnal Anestesiologi Indonesia

KASUS didapatkan jejas, tes kompresi


KASUS 1 anteroposterior dan laterolateral
Seorang laki-laki usia 22 tahun datang ke didapatkan kesan stabil. Pemeriksaan
IGD dengan keluhan lemah keempat genitalia terpasang kateter urine dengan
anggota gerak setelah mengalami produksi 600 cc gross hematuri, dan
kecelakaan lalu lintas antara motor dan pemeriksaan rectal touche didapatkan
truk sehingga terjatuh dari flyover adanya floating prostate. Pemeriksaan
dengan ketinggian 4 meter. Pasien status neurologis ditemukan kekuatan
sempat mengalami tidak sadarkan diri motorik pada ektremitas atas dan bawah
setelah kejadian. Setelah pasien sadar, menurun, serta hipostesi pada ketinggian
pasien mengeluh tidak dapat dermatom C5-6. Pada pemeriksaan
menggerakkan kedua tangan dan status lokalis regio cruris sinistra
kakinya, serta terasa kebas dari ditemukan adanya skin loss,
ketinggian kedua puting sampai ujung- diskontinuitascutis, dasar otot, dan
ujung jari tangan dan kaki. Pasien juga pedikel di bagian proximal, dan terdapat
tidak dapat mengontrol buang air besar perdarahan. Pemeriksaan laboratorium
dan buang air kecil. darah rutin tanggal 28 Februari 2023
didapatkan hemoglobin 11.4 g/dL,
Keadaan umum pasien tampat sakit berat leukosit 29.000/uL, dan trombosit
dengan glasgow coma scale (GCS) 227.000/uL. Pasien sempat dilakukan
E4M5V6, tekanan darah 87/51 mmHg, pemeriksaan USG FAST dan didapatkan
laju nadi 62 kali/menit, laju pernapasan adanya cairan pada cavum douglasi.
22 kali/menit dominan abdominal, suhu Pasien dilakukan pemeriksaan foto
37oC, dan saturasi oksigen 100% dengan servikal, torakolumbal pada tanggal 1
nasal kanul 3 lpm. Selain kelemahan Maret 2023 didapatkan hasil adanya
anggota gerak, pasien juga mengeluhkan fraktur teardrop pada vertebra C5
nyeri pada panggul dan perut bawah. disertai spondylolistesis posterior C5
Pada pemeriksaan fisik pelvis tidak terhadap C6 (Grade 2).

432
397 375 407
352
280
260 249

48,7 50,2 55,4 58,0 44,3


37,9 40,5 40,6

2/03 4/03 7/03 11/03 12/03 15/03 17/03 21/03

pCO2 PFR

Grafik 1. Perbandingan harian pCO2 dan PFR

Volume 15, Nomor 2, Tahun 2023 110


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Pemeriksaan foto toraks tanggal 1 Maret dengan dilakukan intubasi di kamar


2023 tidak ditemukan kelainan. operasi dengan video laringoskopi.
Pemeriksan multislice computerized
tomography (MSCT) abdomen dengan Pasien mulai dilakukan weaning
kontras tanggal 1 Maret 2023 ditemukan ventilator secara bertahap dengan
adanya fraktur komplit pada ramus metode progressive ventilator-free
supero-inferior os pubis kanan, fluid breathing (PVFB). Pada tanggal 11
collection minimal dan udara minimal Maret 2023 didapatkan hasil oksigenasi
pada kavum pelvis. Pemeriksaan kultur yang adekuat ditandai dengan nilai PFR
darah tanggal 2 Maret 2023 397 pada fraksi oksigen sebesar 32%,
menunjukkan hasil yang steril. pasien kemudian dilakukan ekstubasi
pada tanggal 12 Maret 2023 dilanjutkan
Pasien kemudian dirawat di ICU dengan dengan pemberian oksigenasi
diagnosis tetraparese spastik dengan lesi menggunakan non rebreathing mask
transversal total medula spinalis C5 et (NRM) 8 lpm. Pemeriksaan analisa gas
causa spinal cord injury, syok darah pada pasien pasca-ekstubasi
neurogenik, fraktur vertebrae C4-5, menunjukkan hasil PaO2/FiO2 ratio
fraktur pelvis lateral kompresi tipe II, (PFR) 375 dengan fraksi oksigen 50%.
ruptur uretra posterior dan skin loss Oksigenasi diturunkan dengan
cruris sinistra sisi lateral. Kemudan menggunakan nasal kanul 3 lpm, hasil
pasien mendapatkan terapi loading analisa gas darah didapatkan PFR 289
ringer lactate 20 cc/KgBB, norepinefrin dengan fraksi oksigen 32%. Setelah 48
0.15 mcg/jam via syringe pump, injeksi jam pasca-ekstubasi pasien mengalami
metilprednisolon 1500 mg loading dose peningkatan work of breathing, dengan
dilanjutkan dengan injeksi tanda vital tekanan darah 137/82 mmHg,
metilprednisolon 250 mg/8 jam denyut nadi 111 kali/menit, laju
intravena, injeksi vitamin B12 500 pernapasan 37 kali/menit, dan saturasi
mcg/12 jam intravena, midazolam 1 oksigen 91% dengan NRM 15 lpm.
mg/jam melalui syringe pump, fentanil Pasien dilakukan re-intubasi dan
20 mcg/jam melalui syringe pump, dihubungkan dengan ventilator.
injeksi ampisilin sulbaktam 1.5 g/8 jam Pemeriksaan foto toraks didapatkan
intravena, injeksi omeprazol 40 mg/12 adanya peningkatan bercak infiltrat pada
jam intravena, infus parasetamol 1000 lapangan paru.
mg/8 jam intravena, injeksi
metoklopramid 10 mg/8 jam intravena, Pada tanggal 15 Maret 2023 pasien
injeksi asam traneksamat 1000 mg/8 jam dilakukan bronkoskopi dan pemeriksaan
Intravena. kultur bronchoalveolar lavage (BAL)
untuk evaluasi pemberian antibiotik
Pasien direncanakan untuk dilakukan karena pasien juga mengalami
program anterior cervikal discectomy peningkatan leukosit dari 11.000/uL
and fusion (ACDF) Kortektomi VC 5-6, menjadi 29.000/uL dengan pemberian
repair uretra dengan endoskopi injeksi ampisilin sulbaktam 1.5 mg/8 jam
realignment dan debridemen regio cruris intravena pada hari pemberian ke-15.
sinistra oleh dokter bedah ortopedi join Hasil kultur sputum 19 Maret 2023
operator urologi dan bedah plastik pada didapatkan adanya pseudomonas
tanggal 6 Maret 2023. Setelah dilakukan aeruginosa sensitif seftazidime,
tindakan, pasien kembali dirawat di sehingga pemberian antibiotik diganti
ruang ICU dengan terpasang ventilator dengan injeksi seftazidime 1 g / 8 jam

Volume 15, Nomor 2, Tahun 2023 111


Jurnal Anestesiologi Indonesia

intravena. Pasien mulai kembali pasien mengalami perbaikan, dengan


dilakukan weaning ventilator dengan laju pernapasan 18 kali/menit dengan
metode PVFB, namun pasien memiliki saturasi oksigen 99% menggunakan
refleks batuk yang lemah sehingga perlu masker trakeostomi 6 lpm. Dari
dilakukan suction berkala. Pasien pemeriksaan laboratorium hasil analisa
direncanakan untuk dilakukan gas darah didapatkan PFR sebesar 432,
trakeostomi secara percutaneus pemeriksaan darah rutin didapatkan
dilational tracheostomy (PDT) pada perbaikan kadar leukosit menjadi
tanggal 17 Maret 2023. Setelah pasien 9.000/uL, dan pemeriksaan foto toraks
dilakukan PDT dengan terpasang pada tanggal 22 Maret 2023 tampak
trakeostomi ukuran 7.5, pasien kembali gambaran bronkopneumonia perbaikan.
dilakukan weaning ventilator dengan Dukungan nutrisi pasien selama
metode PVFB dengan dibantu program perawatan juga diperhatikan untuk
suction berkala dan chest physiotherapy. pemenuhan kalori pasien. Dengan
Hasil pemeriksaan analisa gas darah kondisi pasien perbaikan, pasien
pasien didapatkan oksigenasi yang dipindahkan ke ruang perawatan biasa
adekuat yaitu PFR 407 dengan dengan tetap diprogramkan suction
pemberian masker trakeostomi 6 lpm. berkala dan chest physiotherapy.
Pada tanggal 22 Maret 2023 kondisi

Gambar 1. Hasil Foto toraks 2 Maret 2023

Gambar 2. Hasil Foto toraks 22 Maret 2023


Volume 15, Nomor 2, Tahun 2023 112
Jurnal Anestesiologi Indonesia

KASUS 2 IGD. Pasien memiliki riwayat hipertensi


Seorang laki – laki usia 34 tahun datang dan rutin mengonsumsi amlodipine 5
dengan keluhan kelemahan keempat mg.
anggota gerak. Empat tahun sebelum
masuk rumah sakit pasien terjatuh, Pasien memiliki beberapa riwayat
kemudian pasien tidak dapat operasi, operasi pertama pasien pernah
menggerakkan keempat anggota menjalani prosedur fiksasi servikal
geraknya, pasien kemudian dibawa ke posterior pada 6 Januari 2017. Operasi
Rumah Sakit Dokter Kariadi dan kedua, operasi fiksasi cervikal dan eksisi
dikatakan terdapat patah tulang leher tumor pada 18 Juli 2017, dan terakhir 8
yang menjepit saraf. Pasien kemudian November 2017 menjalani prosedur
dilakukan operasi dan setelah perbaikan laminectomy dan fusi cranio cervical
pasien pulang. Tiga bulan kemudian (sky high).
pasien mengatakan leher terasa sakit,
dilakukan magnetic resonance imaging Pasien sadar GCS E4M (tidak bisa
(MRI) tulang belakang dan dikatakan dinilai, tetraplegia) vafasia, tampak sakit
terdapat tumor yang menjepit saraf leher, sedang. Tekanan darah 179/109 mmHg,
pasien kemudian dilakukan operasi denyut nadi 97 kali/menit reguler, cukup,
pengambilan tumor dan pemasangan plat laju pernapasan 24 kali/menit, suhu
tulang belakang, 4 bulan kemudian tubuh afebris, dan saturasi oksigen 100%
pasien datang kembali untuk kontrol dan on NRM 15 lpm. Dari pemeriksaan fisik
direncanakan untuk operasi penggantian didapatkan konjungtiva anemis,
plat di tulang leher. pemeriksaan lainya didapatkan normal.
Pemeriksaan status neurologis
Pasien kemudian pulang dan tidak ada didapatkan pada motorik superior dan
keluhan. Tiga minggu sebelum masuk inferior tidak didapatkan kekuatan pada
rumah sakit pasien mengeluh leher terasa keempat ekstremitas, untuk tonus otot
nyeri kembali dan menjalar hingga ke didapatkan normotonus pada keempat
bahu dan kepala belakang, bila menoleh ektremitas, dan eutrofi pada keempat
dan berjalan terasa sakit, saat batuk dan ekstremitas. Refleks fisiologis masih
mengejan juga dirasakan semakin nyeri, dalam batas normal, sensibilitas
pasien juga mengeluh keempat hipesthesia hingga setinggi dermatom
ekstremitas terasa berat bila digerakkan, C2, dan pemeriksaan vegetatif dalam
buang air besar dan buang air kecil tidak batas normal.
ada keluhan, pasien juga mengatakan
kepala belakang dan bahu terasa kebas. Pada pemeriksaan laboratorium
Pasien kemudian dilakukan pemeriksaan menunjukkan hasil dalam batas normal.
MRI tulang belakang dan dikatakan Pemeriksaan analisa gas darah
tumor tumbuh kembali, dan disarankan menunjukkan adanya kesan asidosis
operasi, pasien kemudian kembali respiratorik. Hasil X foto toraks
kontrol ke Rumah Sakit Dokter Kariadi menunjukkan adanya gambaran
dan disarankan untuk rawat inap melalui pneumonia.

Volume 15, Nomor 2, Tahun 2023 113


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Grafik 2. Perbandingan harian pCO2 dan PFR

Gambar 3. Hasil foto toraks 7 April 2022

Gambar 4. Hasil foto toraks 24 April 2022

Volume 15, Nomor 2, Tahun 2023 114


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Pasien seorang laki-laki 34 tahun dengan dengan PFR 261 dan dari hasil
tetraplegia akut, radikular pain sesuai laboratorium didapatkan nilai
dermatome C2, aksial pain setinggi VC2, magnesium 0,7 mg/dL, pasien kemudian
hipesthesia hingga setinggi dermatoma diberikan terapi MgSO4 20% 3 g habis
C2, et causa canal stenosis servikal dalam 6 jam. Nilai magnesium yang
setinggi C1-3 et causa massa ekstradura rendah akan mempengaruhi kekuatan
et causa squamous cell carcinoma otot pernapasan. Pasien diberikan terapi
rekuren pasca re-laminektomi C1-C2 moxifloksasin 400 mg/24 jam intravena,
evakuasi tumor 9 Maret 2022 dengan dilakukan kultur dari sputum dan
risiko gagal napas. didapatkan acinetobacter baumannii
(hanya sensitif kotrimoksazole). Pada 22
Dari pemeriksaan analisa gas darah April 2022 didapatkan hasil analisa gas
tanggal 2 April 2022 didapatkan darah perbaikan, pasien kemudian
peningkatan pCO2 disertai bradipneu kembali dilakukan weaning ventilator
sehingga dilakukan intubasi. Pada 7 bertahap diikuti breathing exercise. Pada
April 2022 pasien dilakukan trakeostomi 23 April 2022 kembali mengalami
dan bronkial toilet dan didapatkan hasil peningkatan work of breathing, dari hasil
analisa gas darah perbaikan, pada 8 April analisa gas darah didapatkan
2022 mulai dilakukan weaning ventilator peningkatan pCO2 dengan PFR 227,
dan breathing exercise. Pada 11 April pasien kembali diberikan bantuan
2022 pasien mengalami peningkatan ventilator. Pada 24 April 2022 kondisi
work of breathing, dan dari hasil analisa pasien semakin menurun dan kemudian
gas darah didapatkan peningkatan pCO2 dinyatakan meninggal dunia.

Tabel 1. Perbandingan kasus I dan kasus II


Kasus I Kasus II
Lokasi Cidera Cervikal 5 Cervikal 1-3
Pencetus Trauma Tumor
Kelemahan anggota Terdapat kelemahan pada Terdapat kelemahan pada
gerak keempat anggota gerak keempat anggota gerak
Penyakit penyerta Tidak ada Hipertensi
Riwayat Operasi Tidak ada Fiksasi servikal posterior tahun
2017
Fiksasi cervikal dan eksisi
tahun 2017
Laminectomy dan Fusi cranio
cervical (sky high) tahun 2017
Kultur sputum Pseudomonas Aeruginosa Acinetobacter baumannii
(sensitif Seftazidime) (Extensively drug-resistant,
hanya sensitif Kotrimoksazole)

Volume 15, Nomor 2, Tahun 2023 115


Jurnal Anestesiologi Indonesia

PEMBAHASAN atau barbiturat, karena obat ini dapat


Pada kasus pertama, pasien dirawat di menyebabkan hipotensi parah pada
ICU dengan diagnosis tetraparese spastik pasien dengan hipovolemia. Ketamine
dengan lesi transversal total medula dapat meningkatkan tekanan aksial,
spinalis C5 et causa spinal cord injury, tetapi efek ini dapat diseimbangkan
syok neurogenik, fraktur vertebrae C4-5, dengan penggunaan obat hipnotik seperti
fraktur pelvis lateral kompresi tipe II, propofol.5
ruptur uretra posterior dan skin loss
cruris sinistra sisi lateral. Pasien Pasien kemudian dilakukan weaning
dilakukan program ACDF kortektomi ventilator secara bertahap dengan
VC 5-6, repair uretra dengan endoskopi metode PVFB dan didapatkan hasil
realignment dan debridemen regio cruris oksigenasi yang adekuat ditandai dengan
sinistra. Pasien dirawat di ruang nilai PFR 397 pada fraksi oksigen
perawatan ICU dengan terpasang sebesar 32%, pasien sempat dilakukan
ventilator. Pasien diintubasi dengan ekstubasi kemudian dilanjutkan dengan
video laringoskop, yang merupakan pemberian oksigenasi menggunakan
pilihan sangat baik karena angulasi dan NRM 8 lpm. 48 jam pasca-ekstubasi
sifat tidak langsungnya membutuhkan pasien mengalami sesak, peningkatan
lebih sedikit upaya untuk melihat area work of breathing sehingga pasien
laringoskopi dan penempatan dilakukan re-intubasi.
endotrakeal tube, serta blade yang relatif
ramping membutuhkan sedikit Pasien dilakukan pemeriksaan foto
pembukaan mulut. Tidak ada aturan toraks didapatkan adanya peningkatan
khusus mengenai penggunaan obat bercak infiltrat pada lapangan paru
anestesi untuk induksi. Yang harus sehingga pasien dilakukan bronkoskopi
diperhatikan selama induksi bila dan pemeriksaan kultur BAL untuk
menggunakan propofol, benzodiazepin, evaluasi pemberian antibiotik.

Volume 15, Nomor 2, Tahun 2023 116


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Gambar 5. Patofisiologi spinal cord injury4

Hasil kultur sputum pasien didapatkan yang disesuaikan dengan hasil kultur
adanya pseudomonas aeruginosa sensitif sehingga terdapat perbaikan pada
seftazidime, sehingga pemberian gambaran foto toraks. Pasien juga lebih
antibiotik diganti dengan injeksi kooperatif untuk dilakukan weaning dan
seftazidime 1 g / 8 jam IV. Pasien melakukan chest physiotheraphy dengan
dilakukan trakeostomi secara baik. Proporsi pasien yang dilakukan
percutaneus dilational tracheostomy weaning di ICU sangat bervariasi di
(PDT). Hasil pemeriksaan analisa gas antara penelitian, mulai dari 16% hingga
darah pasien didapatkan oksigenasi yang lebih dari 97%. Faktor-faktor yang
adekuat yaitu PFR 407 dengan mungkin berdampak pada variabilitas ini
pemberian masker trakeostomi 6 lpm. seperti tingkat SCI dan komplit atau
Pasien mengalami perbaikan sehingga tidaknya cedera, apakah terdapat
pasien dapat dipindahkan ke ruang beberapa lesi sumsum tulang belakang,
perawatan biasa. dan cedera otak traumatis yang terjadi
bersamaan. Keberhasilan weaning pada
Pasien pada kasus pertama dapat pasien kasus pertama juga disebabkan
merespons baik dengan terapi antibiotik lokasi lesi SCI yang lebih rendah dari C3.

Volume 15, Nomor 2, Tahun 2023 117


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Dalam SCI traumatis, mekanisme cord dan dapat mengevaluasi adanya


utamanya yaitu merusak sel dan memulai edema dan/atau perdarahan. X-ray
kaskade cedera sekunder yang kompleks, cervical walaupun kurang sensitif namun
yang secara siklis menyebabkan dapat mendeteksi adanya fraktur tulang
kematian neuron dan sel glial, iskemia vertebra yang mungkin berhubungan
dan inflamasi. Kaskade ini diikuti oleh dengan SCI.4
perubahan struktural sumsum tulang
belakang, termasuk pembentukan scar Peran faktor-faktor ini juga konsisten
glial dan rongga kistik. Scar glial dan dengan pengecualian pasien dengan SCI
rongga kistik, dalam kombinasi dengan multipel dan cedera otak traumatis, pada
remielinasi endogen yang buruk dan pasien dengan cedera servikal lebih
pertumbuhan kembali aksonal, rendah dari C3 memiliki hasil yang lebih
menyebabkan sumsum tulang belakang baik pada proses weaning dan hari
memiliki potensi pemulihan intrinsik perawatan dengan ventilator yang lebih
yang buruk, sehingga SCI menyebabkan singkat. Analisis regresi univariat dan
defisit neurologis permanen.4 multivariat yang dilakukan dalam
beberapa studi juga menunjukkan peran
Diagnosis dari SCI dapat ditegakkan keparahan lesi / trauma (tercermin
dengan pemeriksaan neurologis (yang dengan adanya lesi komplit, lesi tingkat
mencakup motorik volunter) dan tinggi dan skor keparahan cedera yang
pemeriksaan sensorik dari setiap tinggi), dari akhir transfer ke pusat SCI
ekstremitas serta menggunakan akut khusus, dari kondisi klinis saat
pencitraan tulang belakang (X-ray atau masuk ICU (peningkatan denyut jantung,
CT imaging) jika dicurigai terdapat SCI. volume tidal rendah dan nilai tekanan
Meskipun sangat sensitif untuk akhir ekspirasi positif yang tinggi—dua
mendiagnosis fraktur atau dislokasi yang terakhir mungkin mencerminkan
tulang belakang, CT scan kurang efektif strategi ventilasi yang lebih protektif),
dalam mengevaluasi struktur jaringan dari kondisi klinis yang sudah ada
lunak, seperti diskus intervertebralis, sebelumnya (sejumlah komorbiditas),
ligamen, spinal cord, dan akar saraf, oleh dan adanya trakeostomi dalam
karena itu disarankan menggunakan mengurangi kemungkinan penyapihan
MRI untuk menilai struktur ini. MRI atau meningkatkan waktu yang
14
dapat mengidentifikasi transeksi spinal dibutuhkan untuk mencapainya.

Keterangan :
bis in die (BID), dua kali sehari; ter in die (TID), tiga kali sehari

Gambar 6. Protokol progressive ventilator-free breathing (PVFB)23

Volume 15, Nomor 2, Tahun 2023 118


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Weaning ventilator secara bertahap harus mempertimbangkan luasnya


dengan metode PVFB terdiri dari waktu operasi, komplikasi bedah, seperti cedera
bebas ventilator yang meningkat secara saraf laring berulang, durasi operasi,
bertahap dan mencapai peningkatan posisi tengkurap, tingkat kehilangan
kekuatan otot pada pasien dengan cedera darah dan resusitasi cairan selanjutnya,
servikal tinggi dan rendah. Prosedurnya dan kemudahan intubasi saat akan
dimulai dengan FiO2 10% di atas melakukan ekstubasi. Untuk pasien
baseline respirator dan dengan 5 menit CSCI, insufisiensi pernapasan dapat
pemutusan ventilator per jam, yang mana terjadi tidak hanya segera setelah
secara bertahap waktu bebas ventilator operasi, tetapi juga dapat tertunda.
meningkat sepanjang hari tergantung Pasien-pasien ini memiliki risiko
pada tingkat toleransi pasien, sehingga komplikasi tromboemboli yang sangat
menghindari kelelahan. Oleh karena itu, tinggi. Dengan demikian, profilaksis
interval penyambungan ventilator ke aktif direkomendasikan selama tiga
pernapasan harus cukup untuk bulan, menggunakan kombinasi heparin
pemulihan diafragma sebelum dimulai berat molekul rendah dan tempat tidur
tes berikutnya (sekitar 2 jam). berputar, stoking kompresi elastis atau
Penghentian ventilasi mekanik dapat pneumatik, atau stimulasi listrik. Pasien
diusulkan ketika pasien dapat mentolerir akan mengalami peningkatan kebutuhan
48 jam tanpa dukungan ventilator.9 kalori setelah SCI. Oleh karena itu,
dukungan nutrisi yang tepat harus
Ventilasi pasien dengan SCI akut harus diberikan. Aman bagi pasien SCI untuk
mempertimbangkan efek yang dapat memenuhi kebutuhan kalori dan
mempengaruhi pasien. Pada cedera nitrogen, dan dukungan nutrisi semacam
serviks dan toraks yang tinggi, ventilasi itu bahkan dapat mengurangi efek buruk
akan bergantung hampir secara eksklusif dari proses konsumsi. Nutrisi enteral dini
pada fungsi diafragma, yang akan (dalam 72 jam) aman, tetapi tidak
bertanggung jawab untuk menyediakan mempengaruhi hasil neurologis. Pasien
90% volume tidal. Selanjutnya, CSCI memiliki peningkatan risiko
hilangnya otot ekspirasi menyebabkan infeksi saluran pernapasan dan/atau
gangguan pada kemampuan untuk saluran kemih, terutama dengan
menghasilkan batuk yang efektif, yang penggunaan metilprednisolon.
mengarah ke akumulasi sekresi, Komplikasi lain seperti peritonitis
sehingga peningkatan produksi sekresi okultisme, juga dapat terjadi dan
sekunder akibat disfungsi otonom dapat memerlukan perhatian.15
berkontribusi terjadinya atelektasi.9
Pada pasien kedua dengan diagnosis
Semua pasien dengan SCI akut, terutama tetraplegia akut, radicular pain sesuai
dengan cervical spinal cord injury dermatome C2, axial pain setinggi VC2,
(CSCI) berat, harus dikelola di unit hipesthesia hingga setinggi dermatoma
perawatan intensif untuk pemantauan C2, ec canal stenosis servikal setinggi
neurologis, jantung, hemodinamik, dan C1-3 ec massa ekstradural et causa
pernapasan yang memadai. squamous cell carcinoma rekuren pasca
Ketidakstabilan kardiovaskular yang relaminektomi C1-C2 evakuasi tumor
mengancam jiwa dan insufisiensi dengan risiko gagal napas. Pasien
pernapasan bersifat sementara dan dilakukan weaning ventilator dan
episodik, dan dapat kambuh dalam 7-10 dilakukan pemasangan T-piece, serta
hari pertama setelah cedera. Ahli anestesi dilakukan tracheostomi dan bronkial

Volume 15, Nomor 2, Tahun 2023 119


Jurnal Anestesiologi Indonesia

toliet, namun pasien mengalami Cedera diatas cervikalis 3 menyebabkan


peningkatan work of breathing. Dari kelumpuhan otot pernapasan yang
pemeriksaan kultur sputum didapatkan hampir komplit sehingga memerlukan
acinetobacter baumannii. Pasien bantuan napas untuk mencegah
kemudian dilakukan weaning ventilator hiperkapnia dan hipoksemia, sedangkan
bertahap dan dilakukan trakeostomi serta pada cedera dibawah cervikalis 3, beban
breathing exercise namun pasien kerja pernapasan sangat tergantung pada
kembali mengalami peningkatan work of kontribusi efektif dari diafragma. Tidak
breathing, dari analisa gas darah adanya fungsi otot interkostal yang terus-
didapatkan peningkatan kesan asidosis menerus dan otot-otot perut yang lumpuh
respiratorik. Kondisi pasien mengalami dapat membatasi ekspirasi dan
penurunan dan dinyatakan meninggal membatasi kemampuan batuk secara
dunia. efektif.5

Gambar 7. Fungsi sistem respirasi sesuai level cedera vertebra4

Medulla spinalis level servikal kegagalan ventilasi (22,6%). Dilaporkan


merupakan daerah yang sangat rentan bahwa kegagalan ventilasi dan aspirasi
terhadap trauma. Hal ini disebabkan terjadi lebih awal setelah cedera (rata-
karena vertebra servikal merupakan rata 4,5 hari). Studi tersebut juga
bagian yang paling mobile. Spinal cord menunjukkan bahwa komplikasi
injury level servikal pun membutuhkan pernapasan berkorelasi dengan tingkat
airway definitive yaitu intubasi cedera yang lebih besar dan durasi yang
endotrakea dan bantuan ventilator lebih lama ketika cedera terjadi di daerah
mekanik.6 servikal (C1-C4).6

Komplikasi pernapasan merupakan Seringkali, SCI segera diikuti oleh spinal


penyebab utama morbiditas dan syok yang mengakibatkan kelumpuhan
mortalitas pada pasien SCI dengan otot di bawah level cedera. Fase syok
kejadian yang dilaporkan hingga 83% akut ini, yang dapat berlangsung selama
pada pasien dengan cedera tingkat (C1- beberapa hari hingga beberapa bulan,
C4). Pada sebuah studi prospektif selama menyebabkan gangguan pernapasan
5 tahun, dari 261 pasien mengalami yang signifikan, termasuk batuk,
komplikasi respiratori berupa atelektasis kemampuan yang terbatas untuk
(36,4%), pneumonia (31,4%), dan membersihkan sekret paru, dan
Volume 15, Nomor 2, Tahun 2023 120
Jurnal Anestesiologi Indonesia

penurunan kapasitas vital serta kapasitas pneumonia, dan infeksi saluran kemih
inspirasi. Lebih lanjut, pasien dengan setelah rawat inap pasien yang sakit
SCI servikal dapat mengalami parah. Karena terapi non-empiris dan
hipersekresi mukus pada bronkus akibat penggunaan antibiotik yang berlebihan,
hilangnya kontrol simpatik atas kelenjar infeksi ini menjadi resisten terhadap
lendir bronkial.7 banyak antimikroba.7

Karena gangguan kapasitas inspirasi, Menurut Sentry Antimicrobial


paralisis otot pernapasan, regurgitasi isi Surveillance Program, resistensi A.
perut, dan penurunan pembersihan sekret baumannii masing-masing dilaporkan
bronkus, pasien SCI berada pada risiko dalam kisaran 68%, 65%, dan 48%
yang signifikan untuk terjadi atelektasis. terhadap ceftazidime, ciprofloxacin, dan
Peterson et al, mengamati bahwa 60% ampisilin sulbaktam. Sebagian besar
pasien berventilasi dengan cedera C3 penelitian yang berfokus pada resistensi
atau C4 pada saat transfer ke fasilitas terhadap beberapa kelas antibiotik
perawatan tersier telah mengalami menunjukkan adanya hubungan dengan
atelektasis.6 kematian. Al Jarousha el menemukan
angka kematian sebesar 37,5% pada
Penyebab kematian pada pasien kedua pasien neonatal intensive care unit
mungkin disebabkan karena berbagai (NICU) yang terinfeksi multi drug
faktor. Pertama, pasien mengalami resistance (MDR) Acinetobacter spp.
sepsis dan diikuti dengan syok sepsis dibandingkan dengan hanya 12% pada
dengan hasil kultur pasien ditemukan kontrol. Namun, kontrol tidak terinfeksi,
adanya acinetobacter baumannii. Infeksi sehingga hasilnya mungkin lebih
yang didapat di rumah sakit / hospital disebabkan oleh infeksi itu sendiri
acquired infections (HAIs) adalah salah daripada yang resisten antibiotik. Folgori
satu penyebab utama morbiditas dan et al menemukan tingkat kematian 30
mortalitas yang berat di antara unit hari sebesar 19% pada pasien dengan
perawatan intensif, di mana pasien kritis HAI yang disebabkan oleh strain MDR
dikelola. Salah satu HAIs ini disebabkan dibandingkan dengan 13% pada strain
oleh acinetobacter baumannii yang yang rentan (p = 0,06) pada neonatus dan
merupakan bakteri gram negatif aerobik anak-anak. Lainnya melaporkan hasil
oportunistik yang ada di mana-mana yang serupa dengan tingkat kematian
dengan metabolisme non-fermentatif 16% pada pasien dengan sepsis yang
yang ditemukan di habitat lembab dan disebabkan oleh bakteri MDR
banyak ditemukan hingga 10% pasien dibandingkan dengan 12% pada mereka
yang mendapatkan perawatan ICU di dengan strain yang rentan dan 8% pada
negara barat, sedangkan di negara kontrol dengan kultur sepsis negatif.20
berkembang tingkat kejadian infeksi Kedua, penyebab kematian pada pasien
tetap hingga 60 %. HAIs berbasis A. kedua adalah adanya riwayat lokasi lesi
baumannii telah menunjukkan angka hingga setinggi dermatoma C2, et causa
kematian mulai dari 5% di bangsal canal stenosis servikal setinggi C1-1 C2-
rumah sakit umum hingga 54% di ICU. 3 et causa massa ekstradural et causa
Di lingkungan yang lembab, A. baumanii squamous cell carcinoma rekuren pasca
menampilkan beberapa profil resistensi relaminektomi C1-C2 evakuasi tumor
antimikroba, yang bertanggung jawab dengan risiko gagal napas. Tingkat SCI
atas kematian yang signifikan. Bakteri servikal yang lebih tinggi sebelumnya
ini adalah penyebab umum sepsis, telah dikaitkan dengan mortalitas dini.7

Volume 15, Nomor 2, Tahun 2023 121


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Temuan kami sesuai dengan yang kardiopulmoner disingkirkan, gangguan


dilaporkan sebelumnya. SCI servikal neuromuscular harus dipertimbangkan.17
komplit pada level C3 atau di atas level
C3 dapat mengganggu persarafan ke Sebagian besar gangguan neuromuskular
diafragma dan otot interkostal. Pasien- mempersulit weaning yang didapatkan
pasien ini memerlukan ventilasi mekanis selama perawatan pasien di ICU. Paresis
segera dan sering meninggal segera akibat krisis miopati atau polineuropati
setelah SCI sekunder akibat gagal napas yang didapat di ICU adalah prediktor
dan/atau disfungsi kardiovaskular. Pada independen weaning yang sulit dan
pasien dengan SCI servial komplit di berkepanjangan. Paresis yang diperoleh
bawah level C4, kejadian kematian dini di ICU 2-3 kali lebih sering ditemukan
menurun secara signifikan dibandingkan dibandingkan gangguan neuromuskular
dengan level di atas C3. Namun, karena primer seperti sindrom Guillain-Barré,
ada beberapa neuron motorik atas saraf miopati, atau penyakit motor neuron.2
frenikus di sumsum tulang belakang Paresis saraf segmen C5 setelah operasi
leher pada tingkat C4, SCI servikal medula spinalis servikal dapat terjadi
komplit pada tingkat ini dapat pada 30% kasus. Komplikasi tersebut
memengaruhi fungsi motorik diafragma berkaitan dengan pendekatan anterior
sampai batas tertentu, dan pasien dan posterior, serta teknik laminektomi
mungkin masih rentan terhadapnya. dan fusi.18
kematian dini akibat gagal napas.
Tingkat kematian terus menurun karena Malnutrisi dapat mengakibatkan
tingkat tulang belakang leher yang hipofosfatemia, hipomagnesemia,
terlibat menurun. Pada pasien dengan hipokalsemia dan hipokalemia yang
SCI servikal di bawah level C4, fungsi dapat menyebabkan kelemahan pada
diafragma tetap utuh meskipun otot otot pernapasan. Hal ini dapat
interkostal telah kehilangan fungsi mengakibatkan terjadinya kegagalan
sepenuhnya. Sebagian besar pasien pernapasan serta menghambat proses
masih dapat mempertahankan ventilasi weaning ventilator. Kekurangan kalori
paru yang adekuat melalui kompensasi dan protein tubuh juga dapat
diafragma.16 mengakibatkan penurunan massa otot
diagfragma, hal ini mengakibatkan
Kesulitan weaning didefinisikan sebagai pemberian kalori tambahan harus
kegagalan weaning awal yang dilakukan. Pasien dengan status nutrisi
memerlukan hingga 3 SBT atau kurang baik mungkin dapat dilakukan
kebutuhan interval waktu selama 7 hari weaning ventilator dengan cepat, namun
dari SBT pertama untuk mencapai mereka tidak memiliki daya tahan,
weaning yang sukses. Kondisi ini sehingga sangat besar kemungkinan
menandakan bahwa percobaan weaning dilakukan reintubasi sebelum 24 jam.19
lebih lanjut harus ditunda dan patologi Otot utama yang menghasilkan tekanan
yang memungkinkan perlu diselidiki intratoraks negatif selama inspirasi
secara menyeluruh dan sistematis. berlangsung adalah diafragma yang
Sebagian besar kasus kesulitan weaning dipersarafi oleh nervus frenikus (C3-5).
disebabkan oleh gangguan Usaha tambahan dihasilkan oleh otot-
kardiopulmoner, dimana disfungsi otot interkostal eksternal yang
jantung menyebabkan penurunan dipersarafi oleh saraf interkostal T1-12
komplians paru dan meningkatkan beban dan otot aksesoris, yaitu otot
kerja pernapasan. Setelah etiologi sternokleidomastoid (saraf aksesori, C1-

Volume 15, Nomor 2, Tahun 2023 122


Jurnal Anestesiologi Indonesia

2), trapezius (C1-4), skalene, dan vertikal kurang dari 10 mm atau gerakan
pektoralis (C4-8). Inspirasi melibatkan paradoks merupakan prediktor
kontraksi diafragma dan otot interkostal kegagalan weaning dini dan tertunda.20
eksterna sehingga dinding dada
mengembang. Otot-otot aksesori Fungsi sistem pernapasan pada pasien
direkrut untuk membantu proses ini pada dengan cedera medula spinalis pada
aktivitas berat. Otot-otot ekspirasi segmen leher memerlukan perhatian
meliputi otot oblik internal dan eksternal khusus. Pada sebagian besar kasus,
(T7-12), abdominus transversus (T7- kontrol jalan napas definitif, intubasi
L1), rektus abdominus (T7-L1), dan otot dini, trakeostomi, dan ventilator
interkostal lateral (T1-12). Sebagian sangatlah dibutuhkan.3 Studi oleh
besar proses ekspirasi bersifat pasif, Claxton et al menunjukkan bahwa
tetapi dapat diperkuat oleh otot perut.3,4 kebutuhan akan ventilasi mekanik dapat
Oleh karena itu, pasien dengan cedera diprediksi pada cedera medula spinalis
medula spinalis di atas C3 mengalami segmen C5 dan di atasnya.10 Harrop dkk.
kehilangan kapasitas inspirasi dan menunjukkan bahwa sebesar 79% kasus
ekspirasi secara total. Selain itu, paralisis cedera medula spinalis komplit yang
otot perut juga akan menyebabkan melibatkan segmen C5 dan di atasnya
penurunan kemampuan batuk dan memerlukan trakeostomi.11 Laporan
pengeluaran sekret yang berujung pada kasus oleh Andrew et al menyajikan
insufisiensi pernapasan. Hal ini pasien yang mengeluhkan sesak napas 3
mencerminkan bahwa level cedera minggu setelah operasi medula spinalis
medula spinalis menentukan servikal akibat cedera saraf frenikus
keberhasilan weaning dari ventilator. hingga menyebabkan paralisis diafragma
Keberhasilan weaning lebih dari 85% unilateral. Pasien tersebut menerima
pada level C4 dan di bawahnya, 60% suplementasi oksigen sebanyak 3 lpm
pada C3, 28% pada C2, dan 15% pada dan ventilasi tekanan positif dengan
C1.24 BiPAP sebagai dukungan ventilasi.25

Terdapat beberapa penelitian terkait Respiratory information on spinal cord


prediktor weaning ventilator pada injury (RISCI) merekomendasikan
individu dengan cedera medula spinalis trakeostomi segera setelah pasien
servikal tingkat tinggi. Sebuah tinjauan diintubasi.12 International Symposium
retrospektif menemukan bahwa 7 dari 33 on Intensive Care and Emergency
pasien dengan cedera medula spinalis Medicine ke-26 pada tahun 2006 juga
segmen C1-4 dan paralisis diafragma menitikberatkan korelasi yang signifikan
menjalani weaning ventilator dalam 40 – antara cedera medula spinalis servikal
292 hari. Dalam penelitian tersebut, data level tinggi dan gangguan pernapasan
seperti pemeriksaan fluoroskopi yang memerlukan trakeostomi, dengan
diafragma dan hasil spirometri rasio risiko relatif >1,0.13 Trakeostomi
digunakan secara prospektif dalam menyederhanakan weaning, menekan
evaluasi pasien yang bergantung pada kebutuhan sedasi, meningkatkan
ventilator.8 Dalam studi terbaru, kemampuan berbicara pasien, dan
ultrasonografi diafragma menggunakan memungkinkan pembersihan sekresi
M-mode dapat mengidentifikasi pasien yang lebih efisien. Tidak ada preferensi
yang berisiko tinggi mengalami untuk melakukan trakeostomi perkutan
kesulitan weaning. Disfungsi diafragma dibandingkan bedah kecuali pada
yang ditandai dengan penyimpangan penderita fraktur servikal tidak stabil,

Volume 15, Nomor 2, Tahun 2023 123


Jurnal Anestesiologi Indonesia

dimana pergerakan tulang belakang cenderung bekerja lebih baik


lebih jarang terjadi pada teknik bedah. dibandingkan spirometer elektronik.
Penggantian selang untuk pasien yang Manuver VC dilakukan oleh pasien
membutuhkan trakeostomi jangka kooperatif yang sepenuhnya bebas dari
panjang lebih mudah dilakukan pada dukungan ventilasi. Jika pasien masih
teknik bedah. Selang dengan diameter pada PEEP yang relatif tinggi, maka
internal 8 mm adalah pilihan yang paling disarankan untuk mengambil beberapa
sesuai untuk orang dewasa. Kanula usaha napas sebelum pengukuran
dalam yang dapat dilepas dilakukan. Ambang VC sebesar 150 ml
direkomendasikan pada tahap dini. dianggap cukup untuk memulai
Tabung hisap subglotis mungkin sangat weaning. Vital capacity (VC) yang
bermanfaat. Tidak terdapat bukti mendekati 1000 ml memprediksi
manfaat tabung fenestrated, namun ada weaning secara langsung. Pada kasus
bukti bahwa itu berkaitan dengan cedera medula spinalis segmen C4 dan di
overgranulasi.21 atasnya, uji apnea di bawah sedasi dapat
dilakukan jika terdapat keraguan
Tidak ada penelitian atau pedoman yang mengenai aktivitas diafragma. Hal ini
jelas mengenai kriteria weaning dan mencerminkan aktivitas otot aksesoris
ekstubasi pasca cedera medula spinalis ketika PaCO2 naik di atas 6 KPa tanpa
servikal tingkat tinggi. Kapasitas vital aktivitas diafragma apabila cedera
(VC) lebih dari 10 mL/kg, laju medula spinalis melibatkan saraf
pernapasan 12 – 20 kali/menit, minute frenikus.21 Dalam weaning, semua
ventilation kurang dari 10 L/menit, PaO2 dukungan ventilasi dilepas untuk waktu
lebih dari 80 mmHg dengan FiO2 0,4, tertentu sehingga pasien dapat bernapas
PaCO2 kurang dari 45 mmHg, dan rapid spontan / ventilator free breathing
shallow breathing index kurang dari 105 (VFB) sebelum kemudian ventilator
denyut/menit/L merupakan parameter dipasang kembali sebagai periode
weaning populasi umum yang sering istirahat. Waktu VFB yang disarankan
direkomendasikan.3 Menurut RISCI, berbeda-beda tergantung pada VC
syarat weaning meliputi komplians paru pasien. Jika VC kurang dari 250 mL,
lebih dari 50 mL/cmH2O, FiO2 kurang weaning dimulai dengan VFB 5 menit.
dari 0,4, positive end-expiratory Jika VC kurang dari 500 mL, weaning
pressure (PEEP) 5 cmH2O, serta pasien dimulai dengan VFB 15 menit. Jika VC
dalam kondisi sadar dan kooperatif, lebih besar dari 750 mL, weaning
opiat minimal, tidak menderita delirium dimulai VFB dengan 30 menit. Periode
atau sepsis, dan menunjukkan aktivitas istirahat di ventilator setidaknya
napas spontan. Weaning juga akan berlangsung selama 1-2 jam. Uji coba
berlangsung lebih efisien jika terdapat VFB dapat diulang pada siang hari sesuai
tim khusus yang bertanggung jawab atas dengan status pasien. Perkembangan
proses tersebut. Dasar pemikiran weaning dicapai dengan meningkatkan
weaning adalah bahwa terdapat beberapa waktu VFB dalam jumlah tertentu
aktivitas pernapasan namun tidak tergantung pada hasil di hari
adekuat, dan diperlukan pelatihan ulang sebelumnya. Pasien perlu dipastikan
otot pernapasan. Untuk menilai hal agar tidak mengalami kelelahan dengan
tersebut, parameter fungsi paru yang mengukur ulang VC pada akhir periode
paling praktis adalah VC. Pada kondisi VFB. Jika VC pasca weaning kurang
dengan laju aliran dan volume udara dari 70% VC pra-weaning, periode
yang rendah, spirometer Wright mekanis

Volume 15, Nomor 2, Tahun 2023 124


Jurnal Anestesiologi Indonesia

istirahat perlu diperpanjang atau waktu kelumpuhan medula spinalis level C5,
VFB dikurangi.21 dan durotomi insidental. Sementara itu,
komplikasi jangka panjang yang paling
Selama prosedur weaning, parameter umum meliputi degenerasi segmen yang
biokimia dan status gizi pasien perlu berdekatan, kifosis junctional, dan
diperhatikan. Gastrostomi pseudoartrosis. Terdapat tiga mekanisme
direkomendasikan untuk penderita yang berkontribusi pada terjadinya
cedera medula spinalis servikal dan komplikasi di atas. Pertama, jumlah
kandidat kesulitan weaning. Nebulisasi tingkat fusi yang lebih tinggi, obesitas,
salbutamol secara teratur dapat dan patologi yang lebih kompleks
meningkatkan fungsi otot napas. meningkatkan invasi dari prosedur yang
Ventilator free breathing (VFB) harus direncanakan, sehingga meningkatkan
dilakukan dengan posisi pasien komplikasi. Kedua, penyembuhan luka
terlentang dan bukan duduk oleh karena dan arthrodesis dapat terganggu akibat
adanya penurunan VC hingga sebesar aliran darah yang buruk karena berbagai
20% dalam posisi duduk. Sekret faktor, seperti merokok, diabetes
dibersihkan sebelum periode VFB. melitus, penggunaan steroid, dan
Dahak yang kental dapat ditangani komorbid lain. Ketiga, peningkatan
dengan karboksistein oral atau nebulasi tekanan biomekanik pada upper dan
asetilsistein. Terdapat beberapa bukti lowest instrumented vertebra dapat
bahwa saat periode istirahat, ventilasi berujung pada degenerasi kronis hingga
volume tidal yang tinggi sembari mengenai segmen yang berdekatan.
mempertahankan normokarbia Mengurangi faktor risiko yang dapat
mempercepat weaning karena dapat dimodifikasi sebelum operasi dapat
mengurangi atelektasis.21 menurunkan tingkat komplikasi secara
keseluruhan. Defisit neurologis
Pasien yang telah berhasil menjalani dikurangi dengan dekompresi elemen
weaning atau yang bebas ventilator saraf intraoperatif yang memadai.
masih berisiko mengalami Infeksi lokasi operasi dikurangi dengan
dekompensasi pernapasan. Setelah penutupan luka yang teliti yang
weaning, terdapat penurunan kapasitas meminimalkan ruang mati, penempatan
residual fungsional dan kekuatan otot drainase, dan penggunaan antibiotik.
inspirasi. Intermittent positive pressure Desain fusi yang cermat dengan
breathing (IPPB) atau hiperinflasi mempertimbangkan keselarasan tulang
manual bermanfaat untuk mengurangi belakang dan biomekanik dapat
atelektasis.21 membantu mengurangi tingkat masalah
junctional. Ahli bedah tulang belakang
Teknik dekompresi dan fusi servikal harus menyadari komplikasi yang terkait
posterior / posterior cervical dengan PCF dan strategi pencegahan
decompression and fusion (PCF) yang sesuai mengoptimalkan hasil
berisiko meningkatkan berbagai pasien.22
komplikasi yang memperburuk luaran
pasien. Tingkat komplikasi keseluruhan KESIMPULAN
PCF diperkirakan berkisar dari sekitar Kesulitan weaning dan ekstubasi
15% sampai 25% dalam literatur saat ini. mencerminkan adanya suatu patologi
Komplikasi langsung yang paling umum mendasar yang perlu diselidiki lebih
termasuk anemia akibat kehilangan lanjut. Salah satu penyebabnya adalah
darah akut, infeksi lokasi bedah, gangguan neuromuskular, seperti akibat

Volume 15, Nomor 2, Tahun 2023 125


Jurnal Anestesiologi Indonesia

cedera medula spinalis. Cedera medula 2. Sanfilippo F, Di Falco D, Noto A,


spinalis di atas segmen C5 menyebabkan Santonocito C, Morelli A, Bignami
paralisis otot diafragma dan otot perut E, et al. Association of weaning
yang berujung pada hilangnya kapasitas failure from mechanical ventilation
pernapasan serta kemampuan batuk dan with transthoracic
pengeluaran sekret saluran napas. Oleh echocardiography parameters: a
sebab itu, sebagian besar kasus cedera systematic review and meta-
medula spinalis servikal memerlukan analysis. Br J Anaesth [Internet].
kontrol jalan napas definitif, intubasi, 2021;126(1):319–30. Available
trakeostomi, dan ventilator. Terdapat from:
sedikit perbedaan kriteria weaning dan https://doi.org/10.1016/j.bja.2020.0
ekstubasi dari beberapa referensi untuk 7.059
cedera medula spinalis servikal tingkat 3. Jhou HJ, Chen PH, Ou-Yang LJ, Lin
tinggi, namun secara umum dapat C, Tang SE, Lee CH. Methods of
melibatkan VC, RR, minute ventilation, Weaning From Mechanical
PaO2, FiO2, PaCO2, rapid shallow Ventilation in Adult: A Network
breathing index, PEEP, dan kondisi Meta-Analysis. Front Med.
klinis pasien. Saat weaning, dukungan 2021;8(October):1–11.
ventilasi dilepas untuk sementara waktu 4. Surya Atmadja A, Sekeon SAS,
dan diselingi dengan periode istirahat. Ngantung DJ. Diagnosis and
Parameter biokimia, status nutrisi, dan Treatment of Traumatic Spinal Cord
fungsi pernapasan pasien juga perlu Injury Diagnosis Dan Tatalaksana
dipantau, baik selama maupun sesudah Cedera Medula Spinalis Traumatik.
weaning. Pasien akan mengalami J Sinaps. 2021;4(1):25–35.
peningkatan kebutuhan kalori setelah 5. Bao FP, Zhang HG, Zhu SM.
SCI, oleh karena itu dukungan nutrisi Anesthetic considerations for
yang tepat harus diberikan. SCI patients with acute cervical spinal
menyebabkan komplikasi utama pada cord injury. Neural Regen Res.
sistem pernapasan, dimana pada SCI 2018;12(3):499–504.
dapat mengakibatkan infeksi sekunder doi:10.4103/1673-5374.202916
berupa pneumonia. Pasien SCI dengan 6. Alonso AR, Rodríguez EO.
infeksi sekunder berupa pneumonia yang Traumatic spinal cord injury in
bersifat extensively drug-resistant Asturias: clinical features,
ataupun pan drug-resistant akan complications and patient support.
memperberat komplikasi sistem Enferm Glob. 2020;19(4):336–48.
pernapasan dan merupakan penyebab 7. Wang TY, Park C, Zhang H,
utama kematian. Infeksi akibat A. Rahimpour S, Murphy KR,
Baumannii telah menunjukkan angka Goodwin CR, et al. Management of
kematian yang bermakna baik perawatan Acute Traumatic Spinal Cord
bangsal rumah sakit, maupun perawatan Injury: A Review of the Literature.
di ICU. Vol. 8, Frontiers in Surgery. 2021.
8. Berlowitz DJ, Wadsworth B, Ross J.
DAFTAR PUSTAKA Respiratory problems and
1. Sengupta S, Chakravarty C, Rudra management in people with spinal
A. Evidence-Based Practice of cord injury. Breathe.
Weaning from Ventilator : A 2016;12(4):328–40.
Review. World Fed Soc 9. Liu J, Liu HW, Gao F, Li J, Li JJ.
Anesthesiol. 2018;(February):1–6. Epidemiological features of

Volume 15, Nomor 2, Tahun 2023 126


Jurnal Anestesiologi Indonesia

traumatic spinal cord injury in 15. Okereke I, Mmerem K,


Beijing, China. J Spinal Cord Med. Balasubramanian D. The
2022;45(2):214–20. management of cervical spine
10. Hendershot KA, O’Phelan KH. injuries – a literature review. Orthop
Respiratory Complications and Res Rev. 2021;13:151–62.
Weaning Considerations for 16. Kamp O, Jansen O, Lefering R,
Patients with Spinal Cord Injuries: Aach M, Waydhas C, Dudda M, et
A Narrative Review. J Pers Med. al. Survival among patients with
2023;13(1). severe high cervical spine injuries –
11. Montoto-Marqués A, Trillo-Dono a TraumaRegister DGU® database
N, Ferreiro-Velasco ME, Salvador- study. Scand J Trauma Resusc
De La Barrera S, Rodriguez-Sotillo Emerg Med. 2021;29(1):4–11.
A, Mourelo-Fariña M, et al. Risks 17. Riascos LE, García-Perdomo HA.
factors of mechanical ventilation in Risk factors associated with failed
acute traumatic cervical spinal cord weaning from mechanical
injured patients. Spinal Cord ventilation in septic patients
[Internet]. 2018;56(3):206–11. admitted to an intensive care unit: a
Available from: case-control study. Rev Fac Med.
http://dx.doi.org/10.1038/s41393- 2022;70(4):1–11.
017-0005-7 18. Moon AS, Pearson JM, Pittman JL.
12. Schreiber AF, Garlasco J, Vieira F, Phrenic Nerve Palsy after Cervical
Lau YH, Stavi D, Lightfoot D, et al. Laminectomy and Fusion. North
Separation from mechanical Am Spine Soc J. 2020
ventilation and survival after spinal Dec;4:100022.
cord injury: a systematic review and 19. Osman Elew ANE, Abd Alrahman
meta-analysis. Ann Intensive Care AAH, El Khayat HMH, Badawy
[Internet]. 2021;11(1). Available FA. Weaning from Mechanical
from: Ventilation: Review Article. Egypt J
https://doi.org/10.1186/s13613- Hosp Med. 2022;87(1):1000–5.
021-00938-x 20. Yildirim F, Karabacak H, Kaya IO.
13. Lippi L, D’Abrosca F, Folli A, Factors affecting weaning failure in
Turco A, Curci C, Ammendolia A, critically-ill patients undergoing
et al. Rehabilitation interventions emergency gastrointestinal surgery.
for weaning from mechanical J Crit Intensive Care. 2020;11(1):8–
ventilation in patients with spinal 14.
cord injury: A systematic review. J 21. Magalhães PAF, Camillo CA,
Back Musculoskelet Rehabil. Langer D, Andrade LB, Duarte M
2023;1:1–17. do CMB, Gosselink R. Weaning
14. Sandoval Moreno LM, Casas failure and respiratory muscle
Quiroga IC, Wilches Luna EC, function: What has been done and
García AF. Efficacy of respiratory what can be improved? Respir Med
muscle training in weaning of [Internet]. 2018;134:54–61.
mechanical ventilation in patients Available from:
with mechanical ventilation for 48 https://doi.org/10.1016/j.rmed.2017
hours or more: A Randomized .11.023
Controlled Clinical Trial. Med
Intensiva. 2019;43(2):79–89.

Volume 15, Nomor 2, Tahun 2023 127


Jurnal Anestesiologi Indonesia

22. Badiee RK, Mayer R, Pennicooke B, 23. Fenton JJ, Warner ML A


Chou D, Mummaneni P V., Tan LA. Comparison of High vs Standard
Complications following Posterior Tidal Volumes in Ventilator eaning
Cervical Decompression and for Individuals with Sub-acute
Fusion: A Review of Incidence, Spinal Cord Injuries : a Site- specific
Risk Factors, and Prevention Randomized Clinical Trial. 2016.
Strategies. Vol. 6, Journal of Spine Spinal Cord (54). National Jewish
Surgery. AME Publishing Health.
Company; 2020. p. 323–33.

Volume 15, Nomor 2, Tahun 2023 128

You might also like