Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
ABSTRACT
Background: One of the causes of difficult weaning is neuromuscular disorders such as
polyneuropathy, myopathy, and cervical spinal cord injury (SCI) above C5. Extubation
remained fails in 10–20% of general intensive care unit (ICU) cases with a mortality rate
of 25–50%. Long-term mechanical ventilation is often required in patients with spinal
cord injury above C5 segment.
Case: We reported two patients: a 22-year-old man diagnosed with spastic tetraparesis
due to a total transverse lesion of the spinal cord at C5, resulting from a spinal cord
injury; and a 34-year-old man diagnosed with acute tetraplegia due to cervical stenosis
at C1-3, caused by extradural masses and squamous cell carcinoma. Both patients were
diagnosed with ventilator associated pneumonia (VAP) after the laminectomy procedure.
Were administrated empirical antibiotics and de-escalation.
Discussion: Most of the neuromuscular disorders that complicate weaning are acquired
during patient care in the ICU. The function of the respiratory system in patients with
cervical spinal cord injury requires special attention, especially high-level segments due
to the involvement of the phrenic nerve. Early tracheostomy is recommended after
intubation to simplify weaning. Postoperative complications should addresed not to
worsen the patient's outcome.
Conclusion: Weaning and extubation criteria on neuromuscular disorder may differ
between references, but generally involve vital capacity (VC), respiratory rate (RR),
minute ventilation, PaO2, FiO2, PaCO2, rapid shallow breathing index, positive end-
expiratory pressure (PEEP), and the clinical picture of the patient. During weaning, the
ventilation support is temporarily removed and interspersed with periods of rest.
ABSTRAK
Latar Belakang: Salah satu penyebab kesulitan weaning adalah gangguan
neuromuskuler seperti polineuropati, miopati, dan spinal cord injury (SCI) segmen
servikal di atas C5. Angka kegagalan ekstubasi berkisar pada 10-20% dari keseluruhan
kasus intensive care unit (ICU) dengan angka kematian 25-50%. Ventilasi mekanik
jangka panjang seringkali diperlukan pada pasien dengan cedera medula spinalis segmen
di atas C5.
Kasus: Kami laporkan 2 pasien; seorang laki-laki 22 tahun dengan diagnosis tetraparese
spastik dengan lesi transversal total medula spinalis C5 et causa spinal cord injury, dan
pada pasien kedua seorang laki-laki 34 tahun dengan diagnosis tetraplegia akut et causa
canal stenosis servikal setinggi C1-3 et causa massa ekstradura et causa squamous cell
carcinoma. Kedua pasien juga didiagnosis mengalami kejadian ventilator associated
pneumonia (VAP), pasca prosedur pembedahan laminektomi. Penatalaksanaan berupa
terapi antibiotik empiris dan de-eskalasi.
Pembahasan: Sebagian besar gangguan neuromuskular yang mempersulit weaning
diperoleh selama perawatan pasien di ICU. Fungsi sistem pernapasan pada pasien dengan
cedera medula spinalis servikal memerlukan perhatian khusus, khususnya segmen level
tinggi oleh karena keterlibatan saraf frenikus. Trakeostomi direkomendasikan dilakukan
lebih awal setelah intubasi untuk menyederhanakan weaning. Komplikasi pascaoperasi
harus diatasi agar tidak memperburuk luaran pasien.
Kesimpulan: Kriteria weaning dan ekstubasi pada gangguan neuromuskuler dapat
berbeda antar referensi, namun secara umum melibatkan vital capacity (VC), respiratory
rate (RR), minute ventilation, PaO2, FiO2, PaCO2, rapid shallow breathing index, positive
end-expiratory pressure (PEEP), dan kondisi klinis pasien. Selama weaning, bantuan
ventilasi dilepas untuk sementara dan diselingi dengan periode istirahat.
432
397 375 407
352
280
260 249
pCO2 PFR
Pasien seorang laki-laki 34 tahun dengan dengan PFR 261 dan dari hasil
tetraplegia akut, radikular pain sesuai laboratorium didapatkan nilai
dermatome C2, aksial pain setinggi VC2, magnesium 0,7 mg/dL, pasien kemudian
hipesthesia hingga setinggi dermatoma diberikan terapi MgSO4 20% 3 g habis
C2, et causa canal stenosis servikal dalam 6 jam. Nilai magnesium yang
setinggi C1-3 et causa massa ekstradura rendah akan mempengaruhi kekuatan
et causa squamous cell carcinoma otot pernapasan. Pasien diberikan terapi
rekuren pasca re-laminektomi C1-C2 moxifloksasin 400 mg/24 jam intravena,
evakuasi tumor 9 Maret 2022 dengan dilakukan kultur dari sputum dan
risiko gagal napas. didapatkan acinetobacter baumannii
(hanya sensitif kotrimoksazole). Pada 22
Dari pemeriksaan analisa gas darah April 2022 didapatkan hasil analisa gas
tanggal 2 April 2022 didapatkan darah perbaikan, pasien kemudian
peningkatan pCO2 disertai bradipneu kembali dilakukan weaning ventilator
sehingga dilakukan intubasi. Pada 7 bertahap diikuti breathing exercise. Pada
April 2022 pasien dilakukan trakeostomi 23 April 2022 kembali mengalami
dan bronkial toilet dan didapatkan hasil peningkatan work of breathing, dari hasil
analisa gas darah perbaikan, pada 8 April analisa gas darah didapatkan
2022 mulai dilakukan weaning ventilator peningkatan pCO2 dengan PFR 227,
dan breathing exercise. Pada 11 April pasien kembali diberikan bantuan
2022 pasien mengalami peningkatan ventilator. Pada 24 April 2022 kondisi
work of breathing, dan dari hasil analisa pasien semakin menurun dan kemudian
gas darah didapatkan peningkatan pCO2 dinyatakan meninggal dunia.
Hasil kultur sputum pasien didapatkan yang disesuaikan dengan hasil kultur
adanya pseudomonas aeruginosa sensitif sehingga terdapat perbaikan pada
seftazidime, sehingga pemberian gambaran foto toraks. Pasien juga lebih
antibiotik diganti dengan injeksi kooperatif untuk dilakukan weaning dan
seftazidime 1 g / 8 jam IV. Pasien melakukan chest physiotheraphy dengan
dilakukan trakeostomi secara baik. Proporsi pasien yang dilakukan
percutaneus dilational tracheostomy weaning di ICU sangat bervariasi di
(PDT). Hasil pemeriksaan analisa gas antara penelitian, mulai dari 16% hingga
darah pasien didapatkan oksigenasi yang lebih dari 97%. Faktor-faktor yang
adekuat yaitu PFR 407 dengan mungkin berdampak pada variabilitas ini
pemberian masker trakeostomi 6 lpm. seperti tingkat SCI dan komplit atau
Pasien mengalami perbaikan sehingga tidaknya cedera, apakah terdapat
pasien dapat dipindahkan ke ruang beberapa lesi sumsum tulang belakang,
perawatan biasa. dan cedera otak traumatis yang terjadi
bersamaan. Keberhasilan weaning pada
Pasien pada kasus pertama dapat pasien kasus pertama juga disebabkan
merespons baik dengan terapi antibiotik lokasi lesi SCI yang lebih rendah dari C3.
Keterangan :
bis in die (BID), dua kali sehari; ter in die (TID), tiga kali sehari
penurunan kapasitas vital serta kapasitas pneumonia, dan infeksi saluran kemih
inspirasi. Lebih lanjut, pasien dengan setelah rawat inap pasien yang sakit
SCI servikal dapat mengalami parah. Karena terapi non-empiris dan
hipersekresi mukus pada bronkus akibat penggunaan antibiotik yang berlebihan,
hilangnya kontrol simpatik atas kelenjar infeksi ini menjadi resisten terhadap
lendir bronkial.7 banyak antimikroba.7
2), trapezius (C1-4), skalene, dan vertikal kurang dari 10 mm atau gerakan
pektoralis (C4-8). Inspirasi melibatkan paradoks merupakan prediktor
kontraksi diafragma dan otot interkostal kegagalan weaning dini dan tertunda.20
eksterna sehingga dinding dada
mengembang. Otot-otot aksesori Fungsi sistem pernapasan pada pasien
direkrut untuk membantu proses ini pada dengan cedera medula spinalis pada
aktivitas berat. Otot-otot ekspirasi segmen leher memerlukan perhatian
meliputi otot oblik internal dan eksternal khusus. Pada sebagian besar kasus,
(T7-12), abdominus transversus (T7- kontrol jalan napas definitif, intubasi
L1), rektus abdominus (T7-L1), dan otot dini, trakeostomi, dan ventilator
interkostal lateral (T1-12). Sebagian sangatlah dibutuhkan.3 Studi oleh
besar proses ekspirasi bersifat pasif, Claxton et al menunjukkan bahwa
tetapi dapat diperkuat oleh otot perut.3,4 kebutuhan akan ventilasi mekanik dapat
Oleh karena itu, pasien dengan cedera diprediksi pada cedera medula spinalis
medula spinalis di atas C3 mengalami segmen C5 dan di atasnya.10 Harrop dkk.
kehilangan kapasitas inspirasi dan menunjukkan bahwa sebesar 79% kasus
ekspirasi secara total. Selain itu, paralisis cedera medula spinalis komplit yang
otot perut juga akan menyebabkan melibatkan segmen C5 dan di atasnya
penurunan kemampuan batuk dan memerlukan trakeostomi.11 Laporan
pengeluaran sekret yang berujung pada kasus oleh Andrew et al menyajikan
insufisiensi pernapasan. Hal ini pasien yang mengeluhkan sesak napas 3
mencerminkan bahwa level cedera minggu setelah operasi medula spinalis
medula spinalis menentukan servikal akibat cedera saraf frenikus
keberhasilan weaning dari ventilator. hingga menyebabkan paralisis diafragma
Keberhasilan weaning lebih dari 85% unilateral. Pasien tersebut menerima
pada level C4 dan di bawahnya, 60% suplementasi oksigen sebanyak 3 lpm
pada C3, 28% pada C2, dan 15% pada dan ventilasi tekanan positif dengan
C1.24 BiPAP sebagai dukungan ventilasi.25
istirahat perlu diperpanjang atau waktu kelumpuhan medula spinalis level C5,
VFB dikurangi.21 dan durotomi insidental. Sementara itu,
komplikasi jangka panjang yang paling
Selama prosedur weaning, parameter umum meliputi degenerasi segmen yang
biokimia dan status gizi pasien perlu berdekatan, kifosis junctional, dan
diperhatikan. Gastrostomi pseudoartrosis. Terdapat tiga mekanisme
direkomendasikan untuk penderita yang berkontribusi pada terjadinya
cedera medula spinalis servikal dan komplikasi di atas. Pertama, jumlah
kandidat kesulitan weaning. Nebulisasi tingkat fusi yang lebih tinggi, obesitas,
salbutamol secara teratur dapat dan patologi yang lebih kompleks
meningkatkan fungsi otot napas. meningkatkan invasi dari prosedur yang
Ventilator free breathing (VFB) harus direncanakan, sehingga meningkatkan
dilakukan dengan posisi pasien komplikasi. Kedua, penyembuhan luka
terlentang dan bukan duduk oleh karena dan arthrodesis dapat terganggu akibat
adanya penurunan VC hingga sebesar aliran darah yang buruk karena berbagai
20% dalam posisi duduk. Sekret faktor, seperti merokok, diabetes
dibersihkan sebelum periode VFB. melitus, penggunaan steroid, dan
Dahak yang kental dapat ditangani komorbid lain. Ketiga, peningkatan
dengan karboksistein oral atau nebulasi tekanan biomekanik pada upper dan
asetilsistein. Terdapat beberapa bukti lowest instrumented vertebra dapat
bahwa saat periode istirahat, ventilasi berujung pada degenerasi kronis hingga
volume tidal yang tinggi sembari mengenai segmen yang berdekatan.
mempertahankan normokarbia Mengurangi faktor risiko yang dapat
mempercepat weaning karena dapat dimodifikasi sebelum operasi dapat
mengurangi atelektasis.21 menurunkan tingkat komplikasi secara
keseluruhan. Defisit neurologis
Pasien yang telah berhasil menjalani dikurangi dengan dekompresi elemen
weaning atau yang bebas ventilator saraf intraoperatif yang memadai.
masih berisiko mengalami Infeksi lokasi operasi dikurangi dengan
dekompensasi pernapasan. Setelah penutupan luka yang teliti yang
weaning, terdapat penurunan kapasitas meminimalkan ruang mati, penempatan
residual fungsional dan kekuatan otot drainase, dan penggunaan antibiotik.
inspirasi. Intermittent positive pressure Desain fusi yang cermat dengan
breathing (IPPB) atau hiperinflasi mempertimbangkan keselarasan tulang
manual bermanfaat untuk mengurangi belakang dan biomekanik dapat
atelektasis.21 membantu mengurangi tingkat masalah
junctional. Ahli bedah tulang belakang
Teknik dekompresi dan fusi servikal harus menyadari komplikasi yang terkait
posterior / posterior cervical dengan PCF dan strategi pencegahan
decompression and fusion (PCF) yang sesuai mengoptimalkan hasil
berisiko meningkatkan berbagai pasien.22
komplikasi yang memperburuk luaran
pasien. Tingkat komplikasi keseluruhan KESIMPULAN
PCF diperkirakan berkisar dari sekitar Kesulitan weaning dan ekstubasi
15% sampai 25% dalam literatur saat ini. mencerminkan adanya suatu patologi
Komplikasi langsung yang paling umum mendasar yang perlu diselidiki lebih
termasuk anemia akibat kehilangan lanjut. Salah satu penyebabnya adalah
darah akut, infeksi lokasi bedah, gangguan neuromuskular, seperti akibat