You are on page 1of 1
omsetnya juga sepertinya lumayan. Papa juga doyan kopi kan” ucapnya dengan penuh semangat “Papa juga bisa jadi pelanggan tetap warungku’” sambungnya lagi. “Hahaha...hahaaa...” tawaku lantang “tapi, apakah tidak ada kerjaan lain?” tanyaku kembali penasaran. “Pah, sekarang bukan waktunya lagi cari kerja. Tapi waktunya untuk kasi kerja. Rugi sekolah lama-lama, bayar mahal-mahal tapi tidak bisa bikin sesuatu yang baru” jelas Pauline. “Ya kalau gitu jangan bikin warung to... beri nama yang lebih menarik kan bisa. Teman Papa punya tempat ngumpul tukang ngopi diberi nama Kedai ABG. Kamu kan bisa bikin seperti itu juga.” “Boleh juga tuh.. tapi Papa bantu Pauline ya untuk cari tempat” “Gampang soal cari tempat... tapi modalnya dari mana?” ucapku penasaran. “Ada kok Pa... tenang saja” Satu bulan kemudian. Setelah memikirkan rencanaya matang-matang dan survei ke beberapa tempat Pauline kemudian memperoleh tempat untuk dijadikan kedai kopinya. Pauline rupaya memilih Mendoyo sebagai tempat usaha, ya itu adalah tempat kakek dan neneknya tinggal. Tempat itu persis di tepi jalan Denpasar-Gilimanuk. la memberi nama kedai kopinya dengan nama Kairos Kopi. Bulan pertama usaha kedai kopinya tampak lesu, tidak banyak yang berminat untuk singgah minum kopi di kedainya. Hanya sesekali orang lewat untuk istirahat yang mampir minum kopi di kedainya. Keputusannya untuk membuka kedai di Mendoyo menye— babkan kami menjadi berpisah. Setiap minggu, Pauline selalu memberikan informasi tentang perkembangan kedainya danren- cana pengembangan usahanya. 24 | Chu, Dia dan Morcha (Sebuah Kumpulan Corpan) — f~

You might also like