You are on page 1of 1
‘Tarmin, kepala dusun itu, kemudian berkata, “Suami ibu ini tadi malam diculik orang, juga Turman yang tinggal di ujung dusun.” "Oleh siapa?” tanyaku. Belum tahu.” Tangis ibu Saleh tak henti- henti. Kepala dusun pagi sekali menghubungi ketiga belas keluarga yang tinggal di perhumaan itu. Kami berkumpul di rumahnya. Yang hadir hanya sebelas kepala keluarga. Dua orang yang hilang pada malam itu. Saleh dan Turman. Saleh si pendiam namun mudah menolong orang. Turman si pemberani yang mendorong kami memulai menggarap tanah di pinggir hutan itu Menurut kami, kedua orang itu adalah teladan dalam segala hal. Kurang lebih setahun sebelumnya, kami membulka ladang baru, tanah huma. Jauh dari kampung halaman kami. Jarak kampung halaman kami lebih seratus kilometer, dan untuk sementara kami meninggalkan anak-anak bersama kakek-nenek di tanah leluhur yang sudah sesak penduduk. Sebagai ladang baru, hasilnya lumayan. Tanah huma membuat tanaman subur, pada panen pertama tentunya. Kami memasuki tahun kedua dalam suasana dusun yang tenang, Rasa persahabatan dan kekeluargaan lebih menonjol daripada sikap bersaing. Kami mengalami nasib yang sama di tanah leluhur yang semakin sempit karena pertambahan penduduk. Rasa persaudaraan yang tinggi terbentuk karena penderitaan yang sama, dan memiliki harapan yang sama. Mengubah nasib. Walaupun di ladang yang sangat bergantung kepada kemurahan alam, hujan. Pertemuan hari itu sarat dengan usul cara menjaga keamanan dusun, "Tapi penculikan ini, melihat dari jejak kaki," kata Sahir, bersenjata api.” asanya adalah jejak kaki orang Yang lain-lain terdiam. “Jangan-jangan ketika kita jaga malam, justru dengan lebih mudah diculik satu demi satu, katanya melanjutkan. Seminggu kemudian, dalam kantuk yang penat, menjelang subub aku tertidur lelap. Baru saja beberapa menit terlelap, aku mendengar pintu digedor dan tiba-tiba menganga karena didobrak dari luar. Dalam sekejap beberapa sosok tubuh merangsek ke dalam membuat istriku tiba- tiba menjerit. Tamparan di mukanya membuatnya terhuyung dan diam dalam Jerembab, Beberapa tangan yang kokoh menarik kedua tangan dan kakiku. Aku diseret dalam kegelapan malam. Mereka menggelandang tubuhku dan mengikat kedua tanganku ke belakang, Mulutku dibekap dengan sepotong kain. Dalam gigitan malam yang dingin menyengat, mereka melemparkan tubuhku ke dalam sebuah truk yang menunggu di tepi Jalan. Aku merintih kesakitan. Kutahu ada orang lain di dalam truk itu karena kaki mereka bersentuhan dengan kakiku.

You might also like