Professional Documents
Culture Documents
Standar Sertifikasi Produk Dan Quality Control Standardisasi Adalah Upaya Untuk Menjaga Kualitas Produk Dan Efisiensi Usaha
Standar Sertifikasi Produk Dan Quality Control Standardisasi Adalah Upaya Untuk Menjaga Kualitas Produk Dan Efisiensi Usaha
Standardisasi adalah upaya untuk menjaga kualitas produk dan efisiensi usaha.
Sertifikasi produk dan Quality Control adalah dua hal yang penting untuk
meningkatkan kualitas dan daya saing produk UMKM di Indonesia. Sementara
sertifikasi produk adalah proses pemberian tanda atau label yang menunjukkan
bahwa produk telah memenuhi standar kualitas dan keamanan tertentu, baik
nasional maupun internasional1. Sertifikasi produk dapat memberikan manfaat bagi
pelaku UMKM, seperti meningkatkan kepercayaan konsumen, memperluas pasar,
memenuhi persyaratan hukum, dan meningkatkan nilai tambah produk2.
Quality Control adalah proses pengawasan dan pengecekan kualitas produk yang
dilakukan sebelum produk dipasarkan ke konsumen3. Quality Control bertujuan
untuk mengurangi kerusakan atau cacat produk, meningkatkan efisiensi produksi,
dan memastikan kesesuaian produk dengan standar yang ditetapkan4.
Untuk mendapatkan sertifikasi produk dan menerapkan Quality Control yang bagus
pada produk UMKM di Indonesia, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan,
antara lain:
1. Mengetahui jenis sertifikasi produk yang sesuai dengan bidang usaha. Ada
berbagai jenis sertifikasi produk yang dapat diperoleh oleh pelaku UMKM, seperti
Sertifikat Produksi Pangan-Industri Rumah Tangga (SPP-IRT), sertifikasi halal,
pendaftaran merek, dan izin edar BPOM MD (Makanan Dalam). Pelaku UMKM
harus menyesuaikan jenis sertifikasi produk dengan bidang usaha dan produk
yang dihasilkan.
2. Memenuhi persyaratan dan prosedur sertifikasi produk. Setiap jenis sertifikasi
produk memiliki persyaratan dan prosedur yang berbeda-beda. Pelaku UMKM
harus mempelajari dan mempersiapkan dokumen, peralatan, bahan baku, proses
produksi, dan kemasan yang sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh
lembaga pemberi sertifikat2. Pelaku UMKM juga harus mengikuti proses
verifikasi, inspeksi, pengujian, dan audit yang dilakukan oleh lembaga pemberi
sertifikat.
3. Membuat tim Quality Control. Tim Quality Control adalah kelompok kecil yang
terdiri dari beberapa pekerja dan satu pengawas yang bertanggung jawab untuk
menjaga kualitas produk sebelum dipasarkan4. Tim Quality Control harus
memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi masalah, menyelesaikan masalah,
dan melakukan perbaikan pada proses produksi.
4. Membuat SOP Quality Control. SOP Quality Control adalah pedoman yang
digunakan oleh tim Quality Control untuk melakukan pengecekan kualitas produk
secara sistematis dan terstandar. SOP Quality Control harus mencakup kriteria
kualitas produk, metode pengecekan kualitas produk, alat ukur kualitas produk,
batas toleransi kualitas produk, dan tindakan perbaikan jika terjadi penyimpangan
kualitas produk.
5. Menggunakan alat bantu Quality Control. Alat bantu Quality Control adalah alat
atau teknik yang dapat membantu tim Quality Control dalam melakukan analisis
data kualitas produk4. Beberapa contoh alat bantu Quality Control adalah lembar
periksa (check sheet), diagram pareto, peta kendali (control chart), diagram
tulang ikan (fishbone diagram), dan diagram sebab akibat (cause and effect
diagram)
Jenis-Jenis Standardisasi dan Sertifikasi
Standardisasi dan sertifikasi yang harus dimiliki oleh pengusaha, berupa perizinan
atau regulasi yang diterbitkan oleh instansi pemerintah. Contohnya adalah Izin Edar
BPOM, PIRT, Halal, Batas Maksimal Residu Pestisida dan Batas Kontaminasi
(melalui Sertifikasi Analisis atau COA), dan lain-lain.
Standardisasi dan sertifikasi yang tidak wajib namun dibutuhkan/dituntut oleh pasar
pada umumnya (diterbitkan oleh instansi pemerintah maupun swasta). Contohnya
adalah Halal, Good Agricultural Practices (GAP), Good Manufacturing
Practices (GMP), Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP), Standar
Nasional Indonesia (SNI), ISO tertentu, serta terkait HKI (Hak Kekayaan Intelektual)
seperti Merek dan Paten.
Standardisasi dan sertifikasi yang diminati oleh segmen pasar tertentu (diterbitkan
oleh instansi pemerintah maupun swasta). Contohnya Organik, Eco-friendly, Fair
Trade, Vegan. Disini terdapat juga standar spesifikasi teknis terkait kualitas produk
seperti bentuk, rasa, bahan untuk memenuhi kebutuhan segmen pembeli/konsumen
tertentu.
Beberapa masalah standarisasi/sertifikasi yang dihadapi oleh UKM
Meskipun standardisasi/sertifikasi sangat penting untuk meningkatkan daya saing di
pasar domestik dan pasar global, namun terdapat beberapa hal yang perlu kita
hadapi untuk bisa mengurusnya, antara lain adalah :
Pelaku usaha disarankan untuk lebih proaktif dalam mencari informasi mengenai hal
ini. Salah satu caranya adalah dengan bergabung dengan organisasi usaha yang
sejenis atau koperasi, karena biasanya organisasi akan memberikan pelatihan
tentang jenis sertifikasi apa saja yang dibutuhkan dan lembaga kompetensi mana
yang benar kompeten. Penting untuk mencari lembaga sertifikasi yang kompeten
agar sertifikat yang dimiliki diakui secara nasional maupun internasional
Hal ini karena banyaknya uji kompetensi yang harus dilakukan sebelum suatu
produk dinyatakan memenuhi standar, sehingga dikenakan biaya yang tidak murah.
Namun, ketahuilah bahwa kita juga akan mendapatkan peningkatan penjualan yang
lebih besar daripada biaya pengurusan sertifikat ini.
Untuk standar ekspor, termasuk di ASEAN, pasar global menuntut tidak hanya
produknya yang memiliki sertifikat, tapi juga dalam sertifikasi untuk usahanya seperti
sistem manajemen. Misalnya, UKM yang menghasilkan produk jamu, selain
sertifikasi Halal untuk produknya, perusahaan produsen jamunya pun harus memiliki
sertifikasi sistem manajemen seperti ISO 22000. Jadi bisa saja produk itu gagal
dijual ke luar negeri, karena perusahaannya tidak bersertifikat sistem manajemen.
Regulasi (Aturan Cross Border dan Pajak)
Aturan Cross Border adalah aturan yang mengatur tentang perdagangan lintas batas
melalui platform e-commerce. Aturan ini bertujuan untuk melindungi UMKM lokal dari
serbuan produk asing yang dijual dengan harga sangat murah dan tidak sesuai
dengan standar kualitas dan keamanan. Pemerintah telah mengeluarkan beberapa
regulasi terkait aturan cross border, antara lain:
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK/010/2019 yang
menurunkan ambang batas bea masuk barang kiriman dari 75 dolar AS
menjadi 3 dolar AS1. Kebijakan ini diambil untuk memberikan perlindungan
tarif bagi produk UMKM lokal.
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perdagangan Melalui
Sistem Elektronik (PP 7/2021) yang mengatur tentang kewajiban pelaku
usaha e-commerce asing untuk memiliki izin usaha, membayar pajak, dan
mematuhi ketentuan hukum Indonesia2. Kebijakan ini diambil untuk
menciptakan persaingan yang sehat dan adil antara pelaku usaha e-
commerce lokal dan asing.
Peraturan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-3/BC/2023 tentang
Tata Cara Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat (TPPB) yang mengatur
tentang mekanisme pemasukan, pengeluaran, dan pengawasan barang
kiriman di TPPB3. Kebijakan ini diambil untuk memberikan kemudahan
pelayanan kepabeanan dan cukai bagi pelaku usaha e-commerce yang ingin
mengikuti pameran berikat.
Praktik perdagangan lintas negara berbasis elektronik atau cross border menyimpan
bahaya yang berpotensi mematikan keberlangsungan UMKM-UMKM lokal. Sejauh
ini, regulasi impor barang melalui sektor perdagangan berbasis elektronik atau e-
commerce masih belum juga terlihat wujudnya. Regulasi terhadap praktik cross
border jelas diperlukan. Jika tidak, maka banyak pihak yang merugi akibat praktik
cross border.
Contohnya, pelaku UMKM lokal akan mengalami kerugian karena produk mereka
kalah bersaing dengan produk lintas negara yang harganya jauh lebih murah, salah
satunya karena tidak kena pajak yang seharusnya. Praktik cross border di e-
commerce dapat membunuh UMKM karena pemain e-commerce asing ini menjual
dengan harga sangat murah.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja)
yang memberikan beberapa fasilitas perpajakan bagi UMKM, seperti penurunan
tarif PPh final dari 0,5% menjadi 0,25%, penghapusan PPh pasal 22 impor bagi
UMKM tertentu, dan pembebasan PPN bagi UMKM dengan omzet di bawah
Rp4,8 miliar per tahun. Kebijakan ini diambil untuk mendorong pertumbuhan dan
produktivitas UMKM di Indonesia.
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan
dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran
Bruto Tertentu (PP 55/2022) yang memberikan ketentuan baru tentang pajak
UMKM, yaitu adanya omzet hingga Rp500 juta tidak kena pajak, adanya opsi tarif
progresif bagi UMKM dengan omzet lebih dari Rp4,8 miliar per tahun, dan
adanya kemudahan pelaporan SPT tahunan bagi UMKM dengan omzet di bawah
Rp4,8 miliar per tahun. Kebijakan ini diambil untuk memberikan insentif dan
kemudahan perpajakan bagi UMKM di Indonesia.
Regulasi pajak bagi UMKM diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
2018 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan dari Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah. Peraturan ini mengatur bahwa UMKM dengan peredaran bruto
tahunan tidak lebih dari Rp4,8 miliar per tahun dikenakan tarif PPh sebesar 0,5%.
Regulasi ini dinilai sudah cukup untuk melindungi UMKM dari beban pajak yang
terlalu berat. Namun, masih ada beberapa hal yang perlu disempurnakan, seperti
perlu ada definisi yang jelas tentang UMKM, agar tidak ada pelaku usaha yang
memanfaatkan celah untuk tidak membayar pajak, perlu ada kemudahan dalam
proses administrasi pajak bagi UMKM, agar mereka tidak terbebani dengan biaya
dan waktu yang terlalu banyak.
Dengan payung hukum di atas sebenarnya sudah cukup bagi Menteri Keuangan
dapat segera mengeluarkan kebijakan pemungutan pajak atas kegiatan ekonomi
digital. Regulasi setingkat Peraturan Menteri Keuangan sebagai landasan
pelaksanaan sudah cukup kuat, misalnya dimulai dengan peraturan yang mengatur
tentang pemungutan pajak atas transaksi e-commerce. Dengan isi pengaturan
antara lain: pertama, untuk meningkatkan kepatuhan pelaku bisnis e-commerce dan
dengan mempertimbangkan bahwa sebagian besar penjual dalam platform
marketplace adalah UMKM, aturan perpajakan bagi pelaku bisnis e-commerce
disamakan dengan aturan perpajakan bagi pelaku bisnis UMKM, misalnya dengan
pengenaan PPh Final dengan tarif 0,5% dari omzet transaksi. Kedua, untuk
memudahkan pengenaan tarif PPh dan PPN, threshold bagi pelaku bisnis e-
commerce disamakan dengan threshold bagi pelaku bisnis UMKM yakni sebesar
Rp4,8 miliar. Ketiga, pengaturan perpajakan e-commerce dengan menunjuk
penyedia platform marketplace sebagai WP Wajib Potong-Pungut (WAPU) dengan
tetap memperhatikan asas keadilan atau perlakuan yang sama (level playing field)
dalam sistem perpajakan e-commerce, baik untuk platform marketplace,
perdagangan online melalui media sosial, dan konvensional.
Dari data yang dicantumkan diatas terlihat bahwa invasi dari internet sangatlah
besar dan berpengaruh terutama bagi masyarakat Indonesia, terutama dalam
bidang E-Commerce. Tetapi perlu disoroti bahwa meskipun besarnya penggunaan
yang sudah tertulis, tidak semua masyarakat mampu memaksimalkan penggunaan
E-Commerce dengan baik. Perlunya peran dari pemerintah untuk mengedukasi
masyarakat Indonesia tentang pengenalan Internet dan E-Commerce. Karena
banyak pelaku usaha yang belum mengaplikasikan usaha mereka ke dalam dunia
digitalisasi seperti E-Commerce. Edukasi ini perlu dilakukan secara komprehensif
dan tepat sasaran agar dapat mencapai tujuannya. Berikut adalah beberapa cara
yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk melakukan edukasi e-commerce
kepada masyarakat:
1. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 80
Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang
mengatur tentang aspek-aspek hukum, teknis, dan ekonomi dari bisnis e-
commerce1. Peraturan ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum,
perlindungan konsumen, dan iklim usaha yang kondusif bagi pelaku e-commerce
di Indonesia
2. Salah satu program prioritas dalam peta jalan e-commerce adalah pendidikan
dan SDM. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas
SDM di bidang e-commerce, baik sebagai pelaku usaha maupun sebagai
konsumen. Pendidikan dan SDM terdiri dari kampanye kesadaran e-commerce,
program inkubator nasional, kurikulum e-commerce, dan edukasi e-commerce
kepada konsumen, pelaku, dan penegak hukum
3. Penyelenggaraan sosialisasi dan pelatihan. Pemerintah dapat
menyelenggarakan sosialisasi dan pelatihan mengenai e-commerce di berbagai
daerah. Sosialisasi dapat dilakukan melalui berbagai media, seperti televisi,
radio, dan media sosial. Pelatihan dapat dilakukan oleh pemerintah sendiri atau
bekerja sama dengan pihak swasta.
4. Pengembangan materi edukasi. Pemerintah dapat mengembangkan materi
edukasi e-commerce yang mudah dipahami oleh masyarakat. Materi edukasi
dapat mencakup berbagai aspek, seperti manfaat e-commerce, cara
menggunakan e-commerce, dan tips belanja aman di e-commerce.
5. Selain itu, pemerintah juga melakukan berbagai inisiatif untuk mendukung
pengembangan e-commerce di Indonesia, seperti: (1) meluncurkan program e-
Smart IKM yang bertujuan untuk membantu Industri Kecil Menengah (IKM)
memasarkan produknya melalui platform e-commerce; (2) menyelenggarakan
Indonesia E-commerce Summit and Expo yang merupakan ajang pertemuan
antara pelaku industri, pemerintah, akademisi, dan masyarakat terkait
perkembangan e-commerce di Indonesia; dan (3) menggandeng berbagai pihak,
seperti asosiasi industri, perguruan tinggi, lembaga riset, dan media massa untuk
membangun ekosistem e-commerce yang sehat dan berdaya saing
Edukasi mengenai e-commerce merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh
pemerintah. Edukasi ini dapat membantu masyarakat untuk memahami manfaat e-
commerce dan memanfaatkannya secara optimal. Dengan edukasi yang tepat, e-
commerce dapat menjadi sarana untuk meningkatkan perekonomian masyarakat
dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pelatihan pra-kerja yang dilakukan oleh pemerintah untuk pelaku usaha UMKM
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh pelaku usaha UMKM di Indonesia
adalah persaingan global yang semakin ketat. Untuk dapat bertahan dan
berkembang di era digital, pelaku usaha UMKM harus mampu meningkatkan
kualitas dan produktivitas usahanya. Pelatihan kerja adalah salah satu strategi
penting yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan
dan daya saing pelaku usaha UMKM di Indonesia. Dengan mengikuti pelatihan
kerja, pelaku usaha UMKM dapat memperoleh berbagai pengetahuan, keterampilan,
dan bantuan yang sesuai dengan bidang usaha dan kebutuhan mereka. Salah satu
tantangan terbesar yang dihadapi oleh pelaku usaha UMKM di Indonesia adalah
persaingan global yang semakin ketat. Untuk dapat bertahan dan berkembang di era
digital, pelaku usaha UMKM harus mampu meningkatkan kualitas dan produktivitas
usahanya.
Pelatihan kerja juga dapat membantu pelaku usaha UMKM untuk menghadapi
tantangan dan peluang di era digital, seperti persaingan global, perubahan pasar,
dan perkembangan teknologi. Oleh karena itu, pemerintah harus menyediakan
pelatihan kerja yang berkualitas, terjangkau, dan mudah diakses oleh pelaku usaha
UMKM di seluruh Indonesia. Selain itu, pemerintah juga perlu memastikan bahwa
pelatihan kerja tersebut dapat diakses oleh semua pelaku usaha UMKM, termasuk
mereka yang berada di daerah terpencil atau memiliki keterbatasan akses.
Pemerintah dapat bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti lembaga pelatihan,
perguruan tinggi, dan pelaku usaha UMKM, untuk menyediakan pelatihan yang
berkualitas dan terjangkau.
Salah satu transisi yang harus dilakukan oleh pemerintah misalnya melakukan
sebuah transisi sistem pemasaran menggunakan teknologi digital. Mengingat bahwa
sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memainkan peran yang sangat
penting dalam perekonomian nasional. UMKM sering dianggap sebagai tulang
punggung perekonomian karena kontribusi mereka dalam menciptakan lapangan
kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan mendorong pertumbuhan
ekonomi. Oleh karena itu, peningkatan daya saing UMKM adalah hal yang sangat
penting bagi pemerintah.
Salah satu strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing UMKM
adalah melalui transisi sistem pemasaran menggunakan teknologi digital. Berikut
adalah beberapa alasan mengapa ini penting:
1. Akses ke Pasar yang Lebih Luas
Melalui teknologi digital, UMKM dapat mencapai pasar yang lebih luas, bahkan
secara internasional. Mereka dapat menggunakan platform e-commerce dan
media sosial untuk mempromosikan produk dan layanan mereka kepada
pelanggan potensial di berbagai lokasi.
2. Efisiensi Operasional
Teknologi digital dapat membantu UMKM mengelola bisnis mereka dengan lebih
efisien. Ini termasuk manajemen stok, pemrosesan pembayaran, dan pengiriman
barang. Dengan alat-alat digital yang tepat, UMKM dapat menghemat waktu dan
sumber daya.
3. Analisis Data
Data yang dihasilkan oleh teknologi digital dapat membantu UMKM memahami
perilaku pelanggan dan tren pasar. Dengan menganalisis data ini, mereka dapat
membuat keputusan yang lebih baik tentang strategi pemasaran dan
pengembangan produk.
4. Peningkatan Branding
Media sosial dan situs web memungkinkan UMKM untuk membangun merek
mereka sendiri secara online. Ini memungkinkan mereka untuk menciptakan citra
yang kuat dan mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan pelanggan
mereka.
5. Kemudahan Bertransaksi
Dengan teknologi digital, pelanggan dapat dengan mudah melakukan pembelian
secara online, yang membuat proses bertransaksi menjadi lebih praktis. Ini dapat
meningkatkan penjualan dan meningkatkan kepuasan pelanggan.
Tak hanya berfokus pada capaian kegiatan, Pemerintah juga akan melakukan tindak
lanjut pelatihan dengan memberikan dukungan pendampingan bagi UMKM secara
berkelanjutan. Selain itu juga akan dilakukan monitoring terkait perkembangan
permohonan sertifikasi halal yang sudah diajukan oleh KUMKM dan wirausaha.
Dengan melanjutkan upaya untuk mengintegrasikan teknologi digital ke dalam
operasi UMKM, pemerintah dapat membantu meningkatkan daya saing sektor ini,
menciptakan lebih banyak peluang kerja, dan mendukung pertumbuhan ekonomi
nasional.
Kampanye “Cintai Produk Lokal”
Kampanye "Cintai Produk Lokal" adalah langkah yang sangat positif untuk
mendukung produk usaha UMKM di Indonesia. Kampanye semacam ini dapat
memiliki dampak positif yang signifikan pada perekonomian lokal dan juga
membantu mempromosikan produk-produk berkualitas yang diproduksi oleh UMKM.
Kampanye “Cintai Produk Lokal” adalah sebuah gerakan yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran dan apresiasi masyarakat terhadap produk-produk buatan
Indonesia, khususnya yang dihasilkan oleh usaha mikro, kecil, dan menengah
(UMKM). Kampanye ini diharapkan dapat membantu UMKM untuk bersaing di pasar
global, memperkuat perekonomian nasional, dan menciptakan kemandirian industri
dalam negeri.
Agar Kampanye “Cintai Produk Lokal” dapat dikenal luas oleh masyarakat, hal ini
dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain:
1. Pendidikan dan sosialisasi
Pendidikan dan sosialisasi tentang pentingnya membeli produk lokal dapat
dilakukan melalui berbagai media, seperti media massa, media sosial, dan
pendidikan formal. Pendidikan dan sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan
pemahaman kepada masyarakat tentang manfaat membeli produk lokal, baik
secara ekonomi, sosial, maupun budaya.
Kami mendukung kampanye ini karena saya percaya bahwa produk lokal
memiliki kualitas dan kreativitas yang tinggi, serta mampu memenuhi kebutuhan
dan selera masyarakat Indonesia. Kami juga bangga dengan produk lokal karena
mereka merupakan hasil karya dari para wirausahawan industri yang berbakat
dan bersemangat.