You are on page 1of 3

Saat politik dianggap sebuah antesis dalam dinamika kehidupan bernegara, pemuda

harus hadir untuk memberikan nilai yang berbeda bahwa politik apabila dimaknai secara
luas maka nilai prakmatis dalam memaknai politik yang beranggapan bahwa politik hanya
berkaitan dengan perebuatan kekuasaan, regulasi dan hukum yang tidak memposisikan
masyarakat menjadi bagian istimewa dalam kedudukan bernegara. Maka partisipasi rakyat
dalam konteks politik modern menjadi aspek penting dalam kehidupan bernegara.
Berpartisipasi dalam politik khususnya anak muda dalam keterlibatan langsung tidak
hanya pada aktivitas-aktivitas publik. Namun harus mecakup berbagai aspek sosial lainnya
untuk membantu warga negara, agar warga negara bukan hanya dijadikan sebuah eksesoris
politik demokrasi, disini pemuda hadir mejadi pijar revolusi akan tendensi-tendensi krisis
dalam masyarakat untuk menimbulkan harapan agar para pemimpin tidak mengabdi kepada
kepentingan kapitalisme dan oligarki pada kelas-kelas penguasa. Dalam masyarakat yang
pluralistis pemuda harus menggunakan pendekatan demokrasi deliberatif untuk menyikapi
paradikma perubahan dan sikap kritis masyarakat. Maka pemuda dalam berpolitik dan
menyuarakan hak-hak rakyat perlu berpikir konstruktif menerapkan rumusan tentang cara
berpikir rasionalisasi dan rasio komunikatif. Sejak arah perpolitikan Indonesia berganti wajah
baru pada reformasi 1998, karena sejak 1960 pergerakan politik kita bergumul tentang
melawan kolonialisme dan komunisme. Namun sejak 1998 politik kita berubah arah yaitu
politik demokrasi dan perlawanan terhadap musuh musuh negara dalam praktek korupsi,
kolusi, dan nepotisme, kekuatan kapitalisme dan oligarki. Maka dibawah payung gerakan
demokrasi, hak-hak asasi manusia dan pemberantasan korupsi, politik bangsa kita menuju
gerbang baru yang lebih terbuka dengan tawaran-tawaran ideologi profan dan religius yang
menampilkan diri lebih terbuka sebagai peserta aktif politik. Politik telah berubah wajahnya
bukan hanya hal-hal tentang ekonomi, keuangan, budaya, sosial namun menjadi lebih liberal
yang membutuhkan keterlibatan banyak orang dalam interaksi politik untuk
penyelenggaraan negara tampa monopoli dalam mengambil keputusan-keputusan untuk
masyarakat bangsa.
Negara harus dipimpin oleh negarawan yang cerdas, bermoral dan tertip hukum
dengan konstitusi yang disepakati rakyat, karena hanya dalam sebuah negara hukum yang
demokratis kemakmuran, perdamaian dan kesejahteraan terwujud. Demokrasi tidak akan
terbentuk dengan baik apabila tidak ada hukum yang baik didalamnya, karena dalam
demokrasi dengan hukum yang baik masyarakat mendaptkan tempat istimewa tampa ada
demagog didalamnya. Karena hak-hak dasar, kebebasan serta harga diri warga negara akan
lahir dari cara berpolitik yang sehat hal ini serupa dengan pemikiran Aristoterles tentang
“rule of law” untuk mematikan totaliterianisme yang mencegah manusia menjadi mayat
hidup dan hanya ditempatkan sebagai objek politik. Negara yang tunduk pada
konstitusionalisme harus menciptakan kekuasaan sebagai pusat komunikasi dan dialog antar
warga. Politik merupakan sebuah praksis kehidupan yang dibangun atas dialog langsung
dengan hidup dan tindakan bersama. Sebuah keputusan Bersama harus diambil secara
kolektif kolegial membangun kondisi pemikiran publik yang bebas entah dalam penyelesaian
masalah atau merumuskan sebuah kebijakan. Masyarakat jangan hanya diminta
partisipasinya pada saat pelaksanaan keputusan atau hanya dimobilisasi untuk mendukung
dan menyukseskan apa yang diputuskan oleh pihak lain. Masyarakat tidak boleh dibiarkan
pada pemahaman reduksionis namun harus diberi keterlibatan aktif dan turut serta dalam
pelaksanaan pengambilan keputusan baik dalam perumusan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Perlunya pemahaman akan kesadaran berpartisipasi dalam politik dengan pemaknaan term
politik sebagai kunci partisipasi dalam politik. Term politik tidak hanya membatasi
sekelompok atau individu untuk mendominasi tapi memberikan hak-hak istimewa kepada
minoritas agar tercipatanya term yang tidak berpotensi konfliktual sebagai upaya
menciptakan term yang tertip dan berkeadilan, kekuasaan hadir untuk menjamin suatu
model hidup yang damai, adil untuk mencapai kesejahteraan material dan spiritual semua
werga negara.
Dalam konteks negara ideal yang dibicarakan Plato dan Aristoteles, politik hanyalah
sarana untuk menginteregasikan orang kedalam negara untuk secara Bersama untuk
menciptakan sebuah negara ideal. Term politik jangan hanya dipahami sebatas kompetisi
pengambialihan kekuasan, regulasi dan hukum, karena dalam pemahaman tertentu bahwa
kata politik, orang cenderungn berpikir tentang siapa yang memutuskan apa yang harus
dilakukan negara, untuk berapa lama dan berapa biaya yang dibutuhkan. Maka disini arti
politik hanya dimiliki kaum elit politik atau orang yang melaksanakan kekuasaan politik
karena hanya mereka yang bisa mendisdribusikan dan melaksanakan kekuasaan politik atas
nama negara. Politik hanya dipandang sebagai praxis penyelenggaraan kekuasaan,
kecerdasan untuk memenagkan kepentingan kekuasaan, politik hanya dipandang sebagai
pertempuran kekuasaan. Machiavelli menegaskan bahwa politik tidak lebih dari seni
tipudaya dengan tujuan mendapatkan hasil, dalam pemahaman Machiavelli politik harus
bertrasformasi dengan mangandalkan kecerdasan hal ini memberi politik sebagai suatu
wilayah yang otonom tampa memiliki hubungan erat dengan menjadi manusia yang baik
seperti digambarkan oleh Aristoteles, dalam perspektif otonomi politik tersebut Imanuel
Kant membuka kebuntuhan pemikiran Aristoteles dan Machiavelli, Emanuel Kant memiliki
perhatian pada hubungan antara politik dan moral dengan menulisakan “Zum ewigen
Frieden” Pernyataan Politik : “hendaklah cerdas seperti ular” Pernyataan Moral “dan selalu
lembu tampa kesalahan seperti merpati”. Dengan pernytaan Kant tersebut maka ranaisans
dalam politik pantas dihargai dan kecerdasan sebagai keutamaan politik tidak dapat
didiskreditkan. Kecerdasan politik harus dilandaskan dengan moral agar politik tidak serta
merta menjadikan orang lain semata-mata sebagai sarana untuk kepentingannya sendiri.
Dengan asumsi tersebut kita harus memperhatikan hubungan antara politik dan etika dalam
pemikiran Aristoteles menegaskan bahwa refleksi etika politik tidak dapat diabaikan dalam
politik, Aristoteles memberikan peringatan bahwa “banyak yang dirusakan oleh uang mereka
sendiri dan sebagian lain dirusakan oleh keberanian mereka sendiri”. Refleksi semacam ini,
etika menjadi alasan penting dan paling mendasar untuk memberikan penghargaan
terhadap martabat manusia, tanggung jawab dan keadilan untuk mengkeritik korupsi politik
terhadap praktek pemanfaatan kekuasaan dan ideologis. Maka etika menjadi alasan untuk
menjadi dasar membentuk negara sebagai manusia dan sebagai warga negara.
Indonesia mempunyai tugas baru membangun gagasan politiknya sendiri, dengan
pemikiran modern menekankan pada dimensi dialog, hukum dan hak-hak asasi manusia,
politik harus dimaknai sebagai praksis hidup bersama antara manusia dengan mengispirasi
kebudayaan dan agama. Negara memiliki kekuasaan yang luar biasa Hobbes menamai
negara deus mortalis namun omnipotens karena negara bukan actus purus karena itu
hadirnya masyarakat untuk melawan tendensi diktatur faktisitas, apa yang ada dan
diparkatekan itulah dipandang sebagai yang benar. Politik harus hadir sebagai upaya
pengelolahan bangsa dan masyarakat menuju bonum publicum artinya politik harus diwarnai
sebagai kisi-kisi seni atau kepandaian, seni dan teknik mengelola kehidupan bersama
Bersama rakyat.

You might also like