Professional Documents
Culture Documents
F Ringkasan Kajian Arsitektur Tradisional Puskim Puskim 2015
F Ringkasan Kajian Arsitektur Tradisional Puskim Puskim 2015
ARSITEKTUR TRADISIONAL
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
Dewan editor :
DR. Ir. Mohammad Muqqofa, MT.
DR. Ir. Purnama Salura, MT.
DR. Dra. Sri Astuti, MSA.
Keragaman tempat bernaung dari kondisi iklim dan geografis Nusantara yang membentang dari Barat ke Timur tampak dari berbagai kemampuan
yang responsif terhadap kondisi tempat bermukim. Puslitbang Perumahan dan Permukiman membagi wilayah kajian dalam tiga zona yaitu wilayah
Barat, Tengah dan Timur. Wilayah Barat dalam lingkup Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Medan (Balai PTPT Medan) mengkaji
permukiman dan rumah tradisional di pulau Sumatera dan sekitarnya. Wilayah Tengah menjadi tugas Balai PTPT Denpasar dengan wilayah kajian Pulau
Jawa, Bali, NTT, dan Kalimantan. Sedangkan Wilayah Timur dengan wilayah pengkajian Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Papua merupakan
wilayah kajian Balai PTPT Makassar.
Bidang kajian teknis yang telah dilakukan mencakup arsitektur, bahan bangunan, struktur dan konstruksi, kenyamanan termal, air bersih dan
penyehatan lingkungan permukiman. Pengkajian non teknis mencakup kondisi sosial ekonomi, dan budaya bermukim masyarakat tradisional. Hasil
kajian secara umum menunjukkan bahwa warisan pengetahuan tentang teknik membangun rumah dan penataan kawasan rumah tradisional sangat
kaya akan nilai filosofi, budaya sehingga menghasilkan bentuk-bentuk bangunan yang sarat makna. Warisan bangunan tradisional juga mengajarkan
kepada penerusnya penghargaan atas kekayaan alam melalui kearifan untuk memanfaatkan potensi alam dengan cara menjaga lingkungan agar
tetap berkelanjutan dan memanfaatkan potensi tanpa merusaknya. Menyikapi perubahan bentuk dan makna yang dikandung dalam arsitektur
tradisional, akibat keterbatasan yang dihadapi di masa kini, maka penerapan metode transformasi untuk mengkaji nilai-nilai arsitektural yang esensial
dan permanen diterapkan pada bangunan masa kini agar tetap memiliki bentuk dan makna.
Tujuan dari penyusunan buku ini adalah sebagai upaya peneliti-peneliti arsitektur tradisional Pusat Litbang Perumahan dan Permukiman untuk
merumuskan local knowledge yang selama ini belum tercatat dalam sebuah dokumen yang komprehensif. Akhir kata ucapan terima kasih dan
penghargaan kepada seluruh stakeholders yang sudah menyumbangkan pikiran dan saran dalam membantu penelitian arsitektur tradisional di daerah
sebagai bentuk keikutsertaan dalam mewujudkan kelestarian nilai-nilai warisan budaya Indonesia.
Analisis
Analisis struktur pada model rumah tradisional dilakukan dengan analisa 3 dimensi pada Program SAP (Structure Analysis Program) di mana model
tersebut dibuat sebagai portal rangka ruang. Model struktur dianalisa dengan pembebanan gempa El Centro yang diperoleh dari data, yang dikeluarkan
oleh USGS. Dalam proses pemodelan struktur, pendefinisian perilaku struktur dan perilaku pembebanan yang terjadi sangat perlu untuk memperoleh
hasil simulasi yang mendekati perilaku riil struktur tersebut.
Manfaat
Dari analisa gempa di atas dapat diambil manfaat bahwa sistem kontrol seismik pada Rumah Tradisional Batak Toba dapat melindungi bangunan
terhadap kerusakan dan keruntuhan akibat gempa besar.
–Heri Lumban Tobing–
–Dian Taviana–
–Asnah Rumiawati–
a b c
Bergonjong 8
(Simetri)
Tipologi Anjeung (a) kolom penuh (b) Kantilever (c) Satu Kolom
–Yuri Hermawan Prasetyo–
- Pemerintah sebagai - Pengelolaan prasarana - Pendekatan masyarakat - Penataan lingkungan per - Masyarakat dilokasi
fasilitator dalam permukiman, dari melalui Tridaya dalam mukiman di KTM, melalui sasaran kembali kepada
pengelolaan prasarana tradisional menuju KTM, pengelolaan fasilitas pendekatan Tridaya kebiasaan hidup yang
permukiman dari merupakan salah satu umum di lokasi sasaran diharapkan membawa lama, seperti kebiasaan
tradisional ke Kota program pemerintah dalam operasi dan perubahan terhadap membuang sampah dan
Terpadu Mandiri. secara terpadu. pemeliharaan, belum masyarakat di lokasi limbah ke sungai.
berjalan sesuai yang sasaran.
diharapkan
–Puthut Samyahardja–
Penulis KTI : Ni Made Dwi Sulistia Budhiari dan Desak Putu Damayanti
Keaslian adat dan budaya masing – masing daerah di era global ini juga 1. Pola spasial kampung yang masih dipertahankan keseragamannya
merupakan komoditi yang dapat meningkatkan perekonomian bangsa, sebagaimana aslinya perubahan pada karang kerti yang terdapat
khususnya dalam bidang pariwisata (tourism). Dalam pengembangan pada akses internal hanya boleh pada bale dauh (bangunan tempat
kegiatan pariwisata alam terdapat dampak positif dan dampak negatif, istirahat), selainnya harus tetap dipertahankan.
baik masalah ekonomi, sosial dan lingkungan. 2. Potensi hasil bambu dengan kualitas baik yang terdapat pada
Oleh sebab itu diperlukan pola pengembangan konservasi untuk hutan bambu di sekeliling desa dengan sistem tebang pilih dengan
melindungi potensi-potensi yang ada pada pola lingkungan tradisional menebang bambu yang sudah tua saja atau yang layak digunakan.
dan mengembangkan potensi yang bisa diolah lebih baik merupakan cara 3. Melarang menjual tanah kepada warga desa di luar desa adat
paling efektif untuk saat ini dalam tetap menjaga eksistensinya. Penglipuran. Hal ini untuk mempertahankan sistem ayahan (kewajiban
Salah satu upaya yang digunakan untuk melindungi potensi-potensi terhadap desa adat).
tersebut yang berkaitan dengan konservasi wilayah lingkungan tradisional 4. Sistem musyawarah dalam masyarakat yang terus selalu dijaga.
adalah Hukum Adat yang berdasarkan pada keanekaragaman adat dan 5. Larangan bagi masyarakat atau krama desa untuk melakukan poligami,
kebudayaan merupakan potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam apabila ada masyarakat atau krama desa yang berpoligami maka tidak
(ODTWA), yang dimiliki oleh setiap suku dan etnis di wilayah nusantara ini. diperkenankan untuk tinggal di wilayah desa adat.
Penelitian ini merupakan hasil dari kegiatan penelitian Ilmu Pengetahuan
Terapan ”Konservasi dan Pengembangan Pola Spasial Pada Lingkungan Berdasarkan beberapa awig-awig (aturan hukum yang mengikat atau
Tradisional” pada Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional mengatur masyarakat desa adat Bali) di atas, dapat dilihat Desa Adat
Denpasar, yang dilakukan terhadap masyarakat lingkungan tradisional di Penglipuran memiliki aturan dalam upaya menjaga hak ulayatnya, baik
Desa Adat Penglipuran Bali. untuk luas wilayah maupun sumber daya alam lainnya.
Metode yang digunakan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif untuk Menurut ilmu lingkungan, kawasan/wilayah konservasi dapat diartikan
mengeksplorasi dan mendalami aspek-aspek tata nilai serta tradisi di desa sebagai wilayah darat maupun laut yang dicanangkan dan diwujudkan
tersebut. Analisis kualitatif lebih difokuskan untuk mengolah data terkait untuk melindungi keanekaragaman hayati dan budaya terkait, serta
dengan tata nilai, norma, tradisi dan aspek budaya lainnya. dikelola secara legal dan efektif, termasuk di dalamnya menjaga
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada aturan hukum yang mengikat ketersedian sumber daya alam untuk mendukung kehidupan sosial
masyarakat desa adat di Bali disebut dengan istilah awig-awig. masyarakat adat, sebagai contoh pengaturan mengenai sistem tebang
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bendesa Ada atau pemimpin desa, pilih untuk hutan bambu.
Desa adat Penglipuran memiliki awig–awig (aturan hukum yang mengikat
atau mengatur masyarakat desa adat Bali) sebagai berikut :
Aplikasi bambu laminasi pada model bangunan tradisional Bali antara lain :
a. Sebagai komponen struktur tiang dan balok.
b. Sebagai komponen rangka atap (pemucu, pemade, langit-langit, dan iga-iga).
c. Diaplikasikan penutup dinding atau partisi.
d. Diaplikasikan sebagai daun pintu.
e. Diaplikasikan sebagai penutup lantai (parquet).
f. Diaplikasikan sebagai elemen ornamentasi.
–I Ketut Suwantara–
Bangunan Uma Ruka terdiri dari 4 ruangan, yaitu 2 buah kamar tidur, dapur
dan ruang keluarga. Rekapitulasi rasio interaksi tegangan yang terjadi
dengan koefisien friksi yang bervariasi antara 0,3-0,7 terlihat bahwa beban
gempa kembali teredam pada koefisien yang lebih kecil. Kekuatan lateral
bangunan ini hanya bergantung kepada kekakuan sambungan persegi
yang menggunakan pasak, tanpa ada bresing-bresing yang kaku. Pada
elemen struktural juga terlihat adanya bagian balok yang tidak menerus.
Hal ini akan mempengaruhi kekakuan bangunan secara keseluruhan
dan juga mengurangi kekuatan bangunan untuk dapat menahan beban
lateral. Kolom struktur adalah menerus dari pondasi umpak hingga balok
atap, faktor tekuk dihitung dan dikontrol terhadap kelangsingan dan
Penulis KTI : Desak Putu Damayanti, I Putu Agus Wira Kasuma dan Iwan Suprijanto
Barat. Selain permukiman, terletak lapangan nelayan, tidak serta merta menempatkan Rae
terbuka di tengah kampung, disebut telora Kowa mereka di daerah pantai, namun di daerah
rae (telora = tengah), di dalamnya terdapat lereng-lereng perbukitan. Lokasi perbukitan
altar yang disebut nada rae (nada = altar). Pola dipilih untuk menghindari kencangnya
permukiman tersebut dikenal dengan nama hempasan angin yang dapat mengancam
Heleo ne rae pa wumu atau termasuk pola keselamatan bangunan. Pemilihan lokasi
menyebar. Pola tersebut sangat tepat untuk perkampungan ini merupakan kecerdasan lokal
memenuhi pengkondisian ruang secara alami masyarakat yang sangat memahami bahasa dan
karena mampu secara optimum menggerakkan potensi daerahnya.
angin ke dalam bangunan. Secara ekologi Seperti pula makna Rae Kowa, rumah Sabu
dapat juga dikatakan bahwa pola menyebar (Ammu Hawu) juga memiliki pemaknaan
Pulau yang disebut Hawu dalam bahasa memungkinkan terjadinya pendistribusian bagian haluan/anjungan dan buritan yang
lokal, Sabu dalam bahasa Indonesia, dan angin ke dalam ruang (Sangkertadi, 1997). terletak di bagian Timur atau Barat. Bagian
Savu dalam bahasa Inggris terletak di Pada dasarnya lokasi Rae Kowa berkaitan erat anjungan disebut Duru dan bagian buritan
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), di mana dengan mata pencaharian penduduknya. disebut Wui. Ammu yang menyalahi aturan ini
hunian tradisional masyarakat lokal dikenal Masyarakat yang dominan bekerja sebagai akan mendapatkan masalah / mendatangkan
dengan istilah Ammu Hawu. Dari sejarahnya, malapetaka yaitu terekspos angin selatan atau
masyarakat Sabu memiliki makna tersendiri atap bangunan akan mudah bocor. Nilai gender
terhadap pulaunya, mereka melambangkan juga secara tegas diterapkan pada Ammu Hawu.
pulaunya sebagai sebuah perahu. Sebelah Barat Bagian Duru merupakan area untuk kaum
diibaratkan sebagai anjungan perahu, disebut pria, sedangkan Wui merupakan area untuk
duru rei. Sebelah Timur dilambangkan sebagai kaum perempuan. Pembedaan gender yang
buritan perahu yang disebut wui rei. Sedangkan diterapkan pada penggunaan ruang di rumah
kampung-kampung tradisional yang asli disebut Sabu, dianggap sebagai konsep keseimbangan.
dengan “rae kowa”. Rae berarti kampung, dan Diibaratkan keseimbangan antara gelap dan
kowa berarti perahu (Kana, 1978). terang, maka begitu pula di dalam rumah
Di dalam kampung didirikan deretan rumah terdapat area khusus pria dan khusus wanita.
yang memanjang sesuai arah Timur dan
dari penulisan ini adalah untuk mengetahui perilaku bangunan tradisional Usuk miring atap bagian 1,23 2,51 2,68 0,22 Kuda-kuda kurang kuat jika
ujung 5x12 cm terjadi gempa
Ammu Hawu dengan sistem base isolation dalam menerima beban lateral.
Balok 6x12 cm (Bangu/balok 2,69 3,20 3,40 0,50 Kuda-kuda kurang kuat
Data primer dikumpulkan melalui observasi lapangan, pada model bubungan, Ae/Balok lantai)
sambungan, material, dimensi, dan beban-beban yang bekerja pada struktur. Balok Tembok 12x6 cm 2,14 3,64 3,09 0,46 angka kelangsingan tidak
Uji skala parsial sambungan di laboratorium, diantaranya: sambungan balok (Kebiye/Aemerai/Taga Batu) cukup, penampang dipasang
pada sumbu lemah kurang
kolom yang terkritis dan sambungan antara pondasi dengan tiang kayu efektif
Lontar. Hasil uji tersebut menghasilkan nilai kekakuan pada sambungan dan Balok Lantai 15x5 cm (Kelaga 0,86 1,21 1,27 0,11 tidak memenuhi persyaratan
Rae)
koefisien friksi pada perletakannya. Nilai-nilai tersebut sebagai input dalam
simulasi pemodelan 3D analisis struktur dengan program SAP2000. Analisis Tiang Anak ø15 cm (Tebeka) 0,78 1,37 1,51 0,14 Tidak cukup kuat
struktur memperhitungkan: beban mati, beban hidup, beban lateral, Tiang Utama ø 20 cm (Teru
Duru)
0,58 0,71 0,72 0,09 Sudah cukup kuat
dengan kombinasi pembebanan adalah 100% beban mati, 50% beban elemen bangunan akan mengalami kegagalan apabila terjadi gempa
Usuk ø 5 cm 3,18 4,38 4,00 1,08 angka kelangsingan tidak
hidup, dan 100% beban gempa. Beban gempa dianalisis dengan metode cukup, penampang terlalu kecil
nonlinear direct integration time history analysis. Hal tersebut dilakukan
untuk mengetahui perilaku bangunan sesungguhnya ketika terjadi gempa Keterangan: 0-1: Elemen struktur yang aman; 1-1,5: Elemen struktur dalam toler-
yang terdapat efek dinamis dari perubahan percepatan gempa tiap waktu. ansi aman; ≥1,5: Elemen struktur yang kritis
Agar model pada program SAP 2000 dapat merepresentasikan bangunan rencana, ditunjukkan oleh rasio interaksi yang melebihi nilai 1, yang berarti
aslinya, maka digunakan perletakan Coulomb Friction yang mewakili base kebutuhan gaya dalam lebih besar daripada ketersediaan kekuatan.
isolation pada kaki-kaki dari rumah Ammu Hawu. Pemeriksaan elemen- Koefisien gesek yang lebih kecil mampu meredam gempa dengan lebih
elemen struktur dilakukan berdasarkan PKKI 1961 yang menggunakan baik, ditunjukkan dengan menurunnya semua interaksi tegangan. Kekuatan
metode ASD (Allowable Stress Design), sehingga tidak menggunakan elemen struktur Ammu Hawu termasuk sangat tinggi jika tidak dikenai
load factor. Untuk beban mati dan beban hidup dibuat semirip mungkin beban lateral. Hal ini terlihat dari interaksi tegangan dari elemen-elemen
dengan beban aslinya. Setelah dilakukan pembebanan dan analisis struktur strukturnya tidak lebih besar dari 1. Namun, ketika terjadi beban lateral
untuk bangunan tradisional Ammu Hawu. Masing-masing elemen struktur elemen-elemen struktur mulai kritis kecuali tiang utama dan pendukung,
dikontrol rasio kebutuhan gaya dalam dan kekuatan elemen yang tersedia. hal ini menunjukkan struktur masih mampu bertahan pada saat terjadi
Pada rumah tradisional Ammu Hawu ini dimodelkan tiga koefisien friksi gempa, namun beberapa elemen lain mengalami keruntuhan. Penggunaan
untuk sambungan antara kolom dengan umpak batu. Koefisien friksi yang model tumpuan berupa kolom di atas batu umpak terbukti efektif
digunakan adalah 0,3, 0,5 dan 0,7. Koefisien 0,7 adalah sesuai dengan hasil menghasilkan efek base isolation yang dapat meningkatkan keandalan
pengujian laboratorium struktur di Puskim Bandung. Angka ini relatif tinggi struktur terhadap gempa. Base isolation pada rumah tradisional dapat
dibandingkan dengan referensi koefisien gesek yang ada yaitu berkisar membantu menyelamatkan rumah tersebut dari kegagalan komponen
antara 0,3 hingga 0,6. struktur bangunan.
Ammu Hawu mempunyai kapasitas baik dalam menerima beban gravitasi,
namun tidak demikian saat terjadi gempa. Dapat dilihat bahwa mayoritas –I Ketut Suwantara–
memiliki tingkat kestabilan cukup tinggi terhadap beban gempa. Namun kestabilan terhadap beban angin cenderung lebih kecil dibandingkan
kestabilan terhadap beban gempa. Hasil perhitungan SAP 2000v11 belum dapat dijadikan sebagai hasil analisis struktur yang memiliki keabsahan
yang mutlak. Sehingga perlu dilaksanakan pengujian skala laboratorium untuk mengetahui seberapa besar nilai momen yang terjadi pada setiap titik
sambungan dan juga diperlukan kajian lebih lanjut terhadap perkuatan struktur pada bagian sambungan untuk meningkatkan stabilitas strukturnya
terlebih dalam menahan beban angin khususnya pada daerah pesisir.
–Made Aryati–
–Djasmihul Ashary–
Tidak hanya arsitektur rumah yang sarat nilai kearifan, namun lingkungan
tinggal pun yang ditata berdekatan, tapi juga tidak berimpit-impitan
sengaja dibangun untuk menjamin berlangsungnya hubungan
Modi aki aksa, merupakan Rumah tradisional suku Arfak dengan tiang rumah yang banyak
sehingga rumah ini dikenal juga dengan sebutan rumah kaki seribu. Struktur dan konstruksi
terdiri dari struktur rumah panggung, semakin ke pedalaman/gunung semakin tinggi tiang
rumahnya, tiangnya hanya ditancapkan saja, tidak ditanam terlalu dalam ±10 cm, penggunaan
bracing pada rumah dengan ketinggian >1.5 m, seluruh sambungan pada struktur menggunakan
sistem ikat dari rotan, dan tiang lapisan luar menerus dari bawah sampai atas. Sedangkan pada
material bangunan pada atap menggunakan daun sagu dan jenis palem lainnya; tiang rumah
menggunakan kayu merah; dinding rumah menggunakan kulit kayu; lantai menggunakan bambu
dicacah. Material dinding dan atap lebih tahan dari bagian rumah lainnya karena adanya pengaruh
dari asap sewaktu memasak.
Rumah vernakular di Kepulauan Talaud, kecamatan Pulutan memiliki badan bangunan yang
meliputi dinding dan ruang bangunan. Konstruksi dindingnya berupa rangka papan yang
menggunakan sambungan sistem pasak setiap lembaran dinding papan diperkuat dengan
tiang kayu. Pada atap berbentuk pelana. Struktur rangka atap umumnya menggunakan kayu,
sistem rangka yang menyatu dengan rangka dinding. Bahan penutup atap menggunakan seng
sedangkan pada pondasi menggunakan batu kali dengan campuran semen dan kapur. Ukuran
40 x 40 cm dengan tinggi ± 1.00 m.
Rumah vernakular di kecamatan Meronge, kepulauan Talaud mempunyai struktur kaki, pondasi
semen campuran kapur. Berfungsi juga sebagai lantai dengan tinggi ± 80 cm. Sedangkan pada
badan bangunan meliputi dinding dan ruang bangunan. Konstruksi dindingnya berupa rangka
papan yang menggunakan sambungan sistem pasak setiap lembaran dinding papan diperkuat
dengan tiang kayu. Untuk atap berbentuk pelana, struktur rangka atap umumnya menggunakan
kayu, sistem rangka yang menyatu dengan rangka dinding. Bahan penutup atap menggunakan
seng.
–Petra Putra–
Pengembangkan zonasi proteksi tersebut dapat berfungsi sebagai konservasi air dan tanah, pertanian/perkebunan, serta terhadap potensi migrasi
gas. Kebutuhan zona proteksi tersebut didalam pengelolaan ekosistem menuntut kesiapan komunitas dengan tetap mempertahankan kearifan
lokal, sementara pemerintah perlu menyusun kebijakan penyediaan infrastruktur pengelolaan sampah sesuai kelayakan regional dengan tetap
mempertahankan interaksi ekosistem pada perumahan tradisional sebagai aset daerah.
–Elis Hastuti–
–Petra Putra–
Saat ini, potensi sumber daya kayu pingsan sangat terbatas, karena itu
perlu diupayakan usaha budidaya pengembangannya, pembatasan
pemakaian (misalnya pengkhususan sebagai tiang rumah di lingkungan
laut) dan pelarangan exploitasi besar-besaran, jangan sampai spesies
kayu ini punah, seperti halnya kasus kayu ulin di Kalimantan. Keunikan
material, struktur rumah dan tradisi masyarakat Bajo merupakan salah
satu kekayaan budaya nasional yang harus dilestarikan.
Pengetahuan masyarakat suku Bajo yang bersumber dari pengalaman
“trial and error” dan pemahamam terhadap gejala alam disekitarnya telah
di darat dan/atau sekedar alasan praktis arus dalam teluk. Pintu masuk massa air di Teluk
memperoleh tempat tinggal. Youtefa berada di selat antara Tanjung Pie dan
Untuk mendapatkan data tentang Rumah Tanjung
Tradisional Suku Tabadij dilakukan dengan
focus pengamatan dan wawancara. Keragaman
bentuk, struktur dan bahan. pada masyarakat
dan tokoh adat.
Tujuan dalam kegiatan ini, adalah sebagai
berikut : Mengidentifikasi nilai-nilai kearifan
Bagi orang Papua hubungan antara manusia lokal masyarakat yang kontributif terhadap
dengan tempat tinggalnya tidak terlepas dari konsep pembangunan dan pengembangan
alam lingkungannya, karena pada umumnya model permukiman linier Suku Tobadij di Papua.
mereka beranggapan bahwa yang dimaksud Perkampungan Tobati merupakan pemukiman
dengan rumah adalah alam sekitar di mana di atas air yang terletak dekat mulut Teluk
mereka berada. Eksistensi permukiman yang Youtefa. Kondisi oseanografi relatif stabil
dimulai dengan kedatangan sekelompok karena di dalam Teluk Youtefa yang tertutup,
etnis tertentu pada suatu lokasi, baik di tepi hanya energi pasang surut yang menggerakkan
air maupun di atas badan air (perairan), Kasuari. Berdasarkan dari kegiatan penelitian
kemudian menetap dan berkembang secara diketahui bahwa pola pemukiman masyarakat
turun-temurun membentuk suatu komunitas. Tobadij secara umum adalah pola linear, hal itu
Keberadaan kelompok masyarakat di lokasi merupakan pertimbangan terhadap tekanan
tersebut cenderung bersifat sangat homogen angin, karena terletak di sepanjang pantai.
dan mengembangkan tradisi dan nilai-nilai Bentuk linear tadi dibuat tegak lurus dengan
tertentu dalam kehidupannya. arah angin dan gelombang yang ada. Juga
Eksistensi komunitas dan perumahan ini selain tanggapan terhadap iklim, bentuk dua
didasarkan karena faktor budaya dan tradisi, deret dimaksudkan untuk mempermudah
bukan didasari oleh keterbatasan lahan tanah pengawasan.
Seiring dengan perjalanan waktu dan adanya pengaruh dari luar, Rumah Tradisional Suku Tobati mengalami pergeseran bentuk bangunan dan tata
ruang. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat Suku Tobati dapat disebabkan oleh, Kebudayaan Pertumbuhan penduduk (population) Kebudayaan
(cultural). Oleh karena itu pemerintah mempertahankan Pola Tradisional yang terdapat dikawasan papua khusunya Suku Tobadij tidak musnah.
–Djasmihul Ashary–
Deskripsi hasil pengujian laboratorium di atas, ternyata jenis kayu SWAN memang sangat tepat untuk dipergunakan sebagai kaki rumah yang
dibangun di atas perairan.
(1) Absorpsi Rendah ; angka absorpsi 12,5% menunjukkan bahwa kandungan air dalam kayu SWAN yang terendam sangat kecil, sehingga proses
pelapukannya berjalan lambat . Keadaan ini dimungkinkan karena kerapatan dan kekerasan serat kayu SWAN cukup tinggi, sehingga pori-porinya
relatif kecil.
(2) Berat Jenis Besar ; angka unit weight 1,210 kg/cm3 cukup besar untuk jenis material kayu, dan ternyata ini menjadi salah satu keunggulan kayu
SWAN sehingga eksistensinya cukup stabil dipergunakan sebagai tiang yang tertanam ke dalam dasar laut.
(3) Kekuatan (Strength) Tinggi ; kekuatan-kekuatan tarik, tekan, geser dan lentur yang dimiliki oleh kayu SWAN secara komprehensif semuanya
berada di atas range yang ditentukan untuk jenis Kayu Kelas I. Dengan demikian dapat diterima secara rasional bila kayu SWAN dengan diameter
yang relatif kecil mampu memikul beban superstructure dari rumah berkonstruksi kayu yang dibangun di atas perairan.
Oleh karena itu maka penulis merasa perlu untuk menyarankan dan merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan penelitian yang mendalam terhadap gagasan material buatan yang telah diajukan oleh penulis di atas. Sehingga dapat dihasil
kan solusi material pengganti kayu SWAN yang sulit untuk dipertahankan penggunaannya.
2. Perlu ditemukan suatu material buatan yang dapat menjadi alternative pilihan masyarakat yang bermukim di atas perairan di wilayah Jayapura,
untuk menggantikan material kayu SWAN yang sudah seharusnya dilindungi sebagai tumbuhan endemic kawasan Cagar Alam Nasional Cycloop.
sehingga permukiman suku Tobadij diatas air dikawasan pesisir teluk Yotefa Papua bisa tertatap terjaga.
–Djasmihul Ashary–
Wilayah penelitian yang menjadi kajian dalam tulisan ini merupakan 7 Kisap 517 279 53,93 1,853
salah satu wilayah kediaman suku Arfak yaitu Distrik Hingk, 8 Cangoisi 3.339 145 4,34 23,028
Kabupaten Pegunungan Arfak, Propinsi Papua Barat. 9 Monut 31 178 574,19 0,174
Konsep daya dukung lingkungan meliputi tiga faktor utama yaitu: 11 Urwong 5.222 145 2,78 36,014
kegiatan/aktifitas manusia, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan. 12 Gweipingbai 18 129 716,67 0,140
Berbagai kasus menunjukkan bahwa kualitas lingkungan akan terpelihara 13 Minyeimemut 330 130 39,39 2,538
dengan baik apabila manusia mengelola daya dukung pada batas antara 14 Gueiuti 152 174 114,47 0,874
minimum dan optimum. Daya Dukung Lingkungan yang dikelola antara 15 Ngimoubre 225 220 97,78 1,023
30-70% memberikan kualitas lingkungan yang cukup baik. Angka ini 16 Kwaiyehep 206 106 51,46 1,943
diperoleh berdasarkan konsep tata ruang arsitektur bangunan yang harus 17 Humeysi 413 136 32,93 3,037
memperhitungkan “arsitektur alam” yaitu 1/3 – 2/3 dari seluruh ruang 18 Sopnyai 225 238 105,78 0,945
yang dikelola atau diubah oleh manusia harus dikelola untuk berkembang 19 Tumbeibehei 413 349 84,5 1,183
secara alami. Batas daya dukung 30-70% dianggap baik karena apabila 20 Minggot 99 171 172,73 0,579
penggunaan Sumber Daya Alam melebihi 70% mendekati 100% akan 21 Pungug 206 167 81,07 1,234
berakibat menurunnya kualitas lingkungan dan keadaan akan semakin 22 Arion 3.968 124 3,13 32,000
buruk. Dalam hal ini menggunakan perhitungan berdasarkan luas 23 Tingkwoikiu 498 143 28,71 3,483
Dalam konsep tata ruang dinyatakan bahwa daya dukung lahan yang 25 Leiheak 8.145 251 3,08 32,450
dikelola 30-70% akan memberikan kualitas lingkungan yang baik. Hal ini 26 Kwok I 558 253 45,34 2,206
mengindikasikan bahwa lingkungan yang digunakan sebagai permukiman 27 Mbegau 62 216 348,39 0,287
terbangun dinyatakan dalam building coverage dengan batas maksimum 28 Kwok II 209 147 70,33 1,422
70%. Potensi ketersediaan lahan yang masih tersisa dari building coverage 29 Ntap 1.165 126 10,82 9,246
faktor-faktor pembatas merupakan perlu dipertimbangkan dalam Jumlah 3.6507 5.424 2.910,86
–Petra Putra–
Penulis KTI : I Ketut Narsa dan Ida Bagus Gede Putra Budiana
Alang-alang (Imperata cylindrical) menjaga keberadaan bangunan tradisional yang merupakan warisan
adalah sejenis rumput berdaun leluhur/nenek moyang bangsa Indonesia agar tidak musnah, maka sudah
tajam yang sering menjadi gulma sepantasnya pemanfaatan alang-alang sebagai bahan penutup atap pada
di lahan pertanian. Alang-alang bangunan tradisional tetap dilestarikan dan dipertahankan eksistensinya.
merupakan tumbuhan multifungsi Alang – alang yang akan dipergunakan untuk bahan penutup adalah
yang bisa dimanfaatkan dari mulai alang – alang yang berasal dari daerah pegunungan atau daerah pesisir
daun, bunga hingga akarnya, dengan panjang minimal 85 cm dan memiliki usia minimal 6 bulan. Harus
oleh masyarakat bunganya dilakukan pembersihan bahan baku alang-alang agar rapi dan bersih, serta
kadang-kadang digunakan sebagai pengganti kapuk untuk mengisi bagian yang busuk dibuang, karena menyebabkan atap bertambah berat
alas tidur atau bantal. Rimpang dan akar alang-alang kerap digunakan dan mempengaruhi bagian lain menjadi mudah lapuk. Alang-alang yang
sebagai bahan obat tradisional, dan daun alang-alang yang dikeringkan dipasarkan biasanya dalam bentuk iketan, gulungan, dan gambahan.
digunakan sebagai bahan atap rumah dan bangunan lainnya. Rumput ini Dahulu alang-alang digunakan sebagai bahan penutup atap untuk rumah
senang dengan tanah-tanah yang cukup subur, banyak disinari matahari adat/rumah tradisional khususnya di Bali, NTB, dan NTT. Namun, sekarang
sampai agak teduh, dengan kondisi lembab atau kering. Akan tetap di alang-alang juga banyak digunakan untuk villa, restoran, dan juga
tanah-tanah yang becek atau terendam, atau yang senantiasa ternaungi perkantoran-perkantoran yang sengaja di desain bernuansa tradisional.
alang-alang tidak mau tumbuh. Alang-alang sebagai penutup atap Penutup atap dengan bahan alang-alang juga banyak mendapatkan
pada bangunan tradisional sangat tepat, dimana penggunaan alang- simpati dari wisatawan asing. Oleh karena bentuknya yang indah dan
alang dapat mengurangi beban struktur dari bangunan sehingga tetap terkesan alami, sehingga menjadi salah satu komoditi ekspor yang patut
kokoh ketika terjadi gempa. Dan salah satu kelebihan alang-alang adalah diperhitungkan.
mampu beradaptasi dengan iklim dan lingkungannya yaitu ketika terjadi Dari penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa Alang –
penurunan suhu yang drastis di luar ruangan maka secara otomatis suhu alang yang akan dipergunakan
di dalam ruangan menjadi hangat begitu juga sebaliknya. Akan tetapi untuk bahan penutup adalah
karena pengaruh kemajuan zaman dan teknologi terutama di bidang alang – alang yang berasal dari
perumahan yaitu dengan ditemukannya genteng keramik dan metal daerah pegunungan atau daerah
menyebabkan penggunaan alang-alang sebagai penutup atap pada pesisir dengan panjang minimal
bangunan tradisional mulai ditinggalkan. Hal ini disebabkan karena 85 cm dan memiliki usia minimal
alang-alang pada saat ini memiliki kualitas yang rendah dan dari segi 6 bulan.
estetika dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan jaman. Namun untuk