You are on page 1of 178

RINGKASAN KAJIAN

ARSITEKTUR TRADISIONAL
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
Dewan editor :
DR. Ir. Mohammad Muqqofa, MT.
DR. Ir. Purnama Salura, MT.
DR. Dra. Sri Astuti, MSA.

2 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


KATA PENGANTAR
Arsitektur tradisional merupakan representasi teknik membangun dari tradisi budaya bermukim masyarakat sesuai dengan nilai-nilai dan kepercayaan
yang dianut sekelompok budaya tertentu. Keragaman dan kekayaan sistem membangun berakar dari tradisi turun temurun dan menggambarkan
perwujudan kehidupan yang dinamis sehingga tidak sedikit perubahan yang terjadi sejalan dengan perubahan dalam bermukim. Keragaman arsitektur
tradisional dipengaruhi oleh logika, cita rasa maupun selera masyarakatnya.

Keragaman tempat bernaung dari kondisi iklim dan geografis Nusantara yang membentang dari Barat ke Timur tampak dari berbagai kemampuan
yang responsif terhadap kondisi tempat bermukim. Puslitbang Perumahan dan Permukiman membagi wilayah kajian dalam tiga zona yaitu wilayah
Barat, Tengah dan Timur. Wilayah Barat dalam lingkup Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Medan (Balai PTPT Medan) mengkaji
permukiman dan rumah tradisional di pulau Sumatera dan sekitarnya. Wilayah Tengah menjadi tugas Balai PTPT Denpasar dengan wilayah kajian Pulau
Jawa, Bali, NTT, dan Kalimantan. Sedangkan Wilayah Timur dengan wilayah pengkajian Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Papua merupakan
wilayah kajian Balai PTPT Makassar.

Bidang kajian teknis yang telah dilakukan mencakup arsitektur, bahan bangunan, struktur dan konstruksi, kenyamanan termal, air bersih dan
penyehatan lingkungan permukiman. Pengkajian non teknis mencakup kondisi sosial ekonomi, dan budaya bermukim masyarakat tradisional. Hasil
kajian secara umum menunjukkan bahwa warisan pengetahuan tentang teknik membangun rumah dan penataan kawasan rumah tradisional sangat
kaya akan nilai filosofi, budaya sehingga menghasilkan bentuk-bentuk bangunan yang sarat makna. Warisan bangunan tradisional juga mengajarkan
kepada penerusnya penghargaan atas kekayaan alam melalui kearifan untuk memanfaatkan potensi alam dengan cara menjaga lingkungan agar
tetap berkelanjutan dan memanfaatkan potensi tanpa merusaknya. Menyikapi perubahan bentuk dan makna yang dikandung dalam arsitektur
tradisional, akibat keterbatasan yang dihadapi di masa kini, maka penerapan metode transformasi untuk mengkaji nilai-nilai arsitektural yang esensial
dan permanen diterapkan pada bangunan masa kini agar tetap memiliki bentuk dan makna.

Tujuan dari penyusunan buku ini adalah sebagai upaya peneliti-peneliti arsitektur tradisional Pusat Litbang Perumahan dan Permukiman untuk
merumuskan local knowledge yang selama ini belum tercatat dalam sebuah dokumen yang komprehensif. Akhir kata ucapan terima kasih dan
penghargaan kepada seluruh stakeholders yang sudah menyumbangkan pikiran dan saran dalam membantu penelitian arsitektur tradisional di daerah
sebagai bentuk keikutsertaan dalam mewujudkan kelestarian nilai-nilai warisan budaya Indonesia.

Kepala Pusat Litbang Perumahan dan Permukiman

Prof.(R). DR. Ir. Arief Sabaruddin, CES.


RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 3
3 Kata Pengantar 26 Bentuk Komponen Rumah Tradisional Melayu dalam Merespon
Lingkungan Sekitarnya
4 Daftar Isi 27 Identifikasi Kerusakan Bangunan Eksisting Rumah Tradisional
BAB I Melayu
28 Eksistensi Rumah Tradisional Melayu di Pulau Penyengat,
Arsitektur Tradisional Wilayah Barat Kepulauan Riau
11 Pengkajian Rumah Tradisional Etnis Batak
29 Identifikasi Arsitektur Rumah Tradisional Melayu di Provinsi Riau
di Provinsi Sumatera Utara (Toba, Simalungun, Karo, Mandailing
dan Kepulauan Riau
dan Pakpak/ Dairi)
30 Identifikasi Arsitektur Rumah Tradisional Melayu di Kabupaten
12 Tipologi Atap Vernakular Tradisional Suku Batak sebagai Bentuk
Tanjung Balai Karimun Provinsi Kepulauan Riau dan Perubahannya
Respon Budaya dan Lingkungan
31 Hak Ulayat dan Organisasi Masyarakat Adat pada Pelestarian
13 Pengaruh Iklim Makro terhadap Kinerja Termal Bangunan Rumah
Rumah Tradisional Suku Talang Mamak di Kabupaten Indragiri Hulu
Tradisional Batak Toba di Pulau Samosir
Provinsi Riau
14 Kehandalan Struktur Rumah Tradisional Batak Toba
32 Pengaruh Organisasi Masyarakat Adat pada Pelestarian Rumah
16 Pengaruh Atap Seng terhadap Respon Termal pada Rumah
Tradisional Suku Talang Mamak di Kabupaten Indragiri Hulu
Tradisional Toba di Pulau Samosir
Provinsi Riau
17 Struktur dan Konstruksi Rumah Tradisional Toba Samosir dan Nias
33 Identifikasi Ragam Tipologi Rumah Tradisional Minangkabau
Selatan
di Daerah Rantau Nagari Kota Baru Solok Selatan
18 Pengkajian (Kinerja Termal) Bangunan Rumah Tradisional Batak
34 Tipologi Perletakan Pintu Masuk Rumah Tradisional Minangkabau
Toba dan Nias Utara
sebagai Aplikasi dari Budaya dan Adat Istiadat
19 Identifikasi Arsitektur Rumah Tradisional Melayu dan Nias di
35 Identifikasi Sarana dan Prasarana Air Bersih dan Sanitasi pada
Provinsi Sumatera Utara
Rumah Tradisional Minangkabau di Kabupaten Tanah Datar
20 Kekuatan Struktur Rumah Tradisional di Pulau Samosir dan Pulau
36 Eksistensi Rumah Gadang di Kawasan Perkotaan (Studi Kasus : Balai
Nias
Kaliki, Kota Payakumbuh)
21 Pelestarian Nilai-nilai Budaya Tradisional Masyarakat Kepulauan
37 Pengaruh Sarana dan Prasarana Permukiman terhadap Eksistensi
Anambas dalam Pengembangan Infrastruktur Kawasan Wisata
Rumah Tradisional Melayu di Pulau Dabong Singkep
Bahari
38 Pola Penanganan Pelayanan Publik di Permukiman Tradisional
22 Komparasi Kinerja Termal Rumah Tradisional Lontik dan Godang
Belitang Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur
di Provinsi Riau dalam Merespon Kondisi Iklim Sekitarnya
23 Budaya Berhuni dan Kesan Termis pada Rumah Vernakular BAB II
Tradisional Melayu ‘Lontik dan Godang” di Provinsi Riau Arsitektur Tradisional Wilayah Tengah
24 Pengaruh Pergantian Bahan Selubung Bangunan terhadap Kondisi 41 Pola Pemanfaatan Ruang Pulau Kecil Berbasis Kehidupan
Ruang Dalam (Studi Kasus Rumah Lontik) Keseharian Penduduk (Studi Kasus: Pulau Tunda, Provisi Banten)
25 Korelasi Antara Tipologi Pilar Panggung Rumah Tradisional
Vernakular dengan Seismic Hazard di Sumatera Utara dan Riau

4 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


43 Pengaruh Adat Budaya Masyarakat terhadap Pengelolaan 65 Menjaga Keberlanjutan Rumah Tradisional Ngada Melalui Aplikasi
Teknologi Air dan Sanitasi di Permukiman Oxbow Teknologi Bambu Laminasi
(Studi Kasus : Kampung Dara Ulin Desa Nanjung, Kecamatan Marga 66 Arsitektur Tradisional Nusa Tenggara Timur sebagai Identitas
Asih Kabupaten Bandung) Budaya yang dapat Melestarikan Arsitektur Lokal
44 Pembentukan Pola Ruang Kampung Tradisional sesuai dengan 68 Prospek Pengembangan Produk Bebak Komposit pada Aplikasi
Proses Ekologi Permukiman Lokal Rumah Tradisional Nusa Tenggara Timur
46 Peranan Hak Ulayat dalam Konservasi Lingkungan Tradisional 69 Potensi Pengembangan Kampung Bena
(Studi Kasus : Desa Adat Penglipuran, Bali) 71 Karakteristik Termal Model Bangunan Tradisional Sao Meze dari
48 Aplikasi Teknologi Tepat Guna (TTG) pada Model Bangunan Bambu Laminasi di Kampung Bena
Tradisional Bali 73 Kampung Wogo dan Potensi Pengembangannya
50 Pengkajian Kehandalan Sistem Struktur dan Konstruksi Bangunan 75 Mengenal Lebih Dekat Tentang Arsitektur Tradisional Sabu
Tradisional Jineng (Bali) terhadap Gempa 77 Karakteristik Termal pada Rumah Tradisional Sonaf dan Uma Kbubu
51 Kehandalan Sistem Struktur dan Konstruksi dalam Merespon di Desa Maslete, Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gempa Pada Bangunan Tradisional (Saka Sanga) Bali 79 Analisis Keandalan Struktur Bangunan Tradisional Ume Kbubu
52 Identifikasi Pelapukan Genteng Bambu pada Bangunan Tradisional dalam Merespon Beban Lateral Gempa dan Angin
Bali dalam Upaya Peningkatan Masa Layan 80 Perilaku Seismik Rumah Tradisional Ammu Hawu (Sabu) dengan
54 Kehandalan Struktur Bangunan Tradisional Bali (Jineng) dalam Sistem Base Isolation
Upaya Pelestarian dan Pengembangan Keajegan Arsitektur 82 Identifikasi Sambungan Struktur pada Rumah Tradisional Sango
Tradisional Bali dan Ammu Hawu
55 Pengaruh Pondasi Umpak pada Perilaku Seismik Rumah Tradisional 84 Sifat Mekanis Kayu Lontar sebagai Bahan Konstruksi Rumah
Uma Ruka, Nusa Tenggara Barat Tradisional Ammu Hawu di Pesisir Pulau Sabu
57 Identifikasi Kebutuhan Prasarana dan Sarana ke-Cipta Karya-an 86 Analisis Durasi Nyaman Kondisi Ruang Dalam pada Hunian
di Lingkungan Permukiman Tradisional di Provinsi Nusa Tenggara Tradisional di Pulau Sabu Raijua
Barat 87 Komparasi Karakteristik Termal Bangunan Tradisional Raja Thie dan
58 Pendekatan Masyarakat dalam Penerapan Teknologi Tepat Guna Limbadale di Kabupaten Rote Ndao Berdasarkan Analisa Kinerja
Bidang Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP) Selubung Bangunan
untuk Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman 89 Peningkatan Kualitas dan Pemanfaatan Pohon Gewang sebagai
60 Pola Konservasi dan Pengembangan pada Lingkungan bahan Partisi pada Rumah Tradisional Timor
Permukiman Tradisional (Studi Kasus di Provinsi Bali, NTB, dan NTT) 91 Kenyamanan Termal pada Bangunan Tradisional Sumba
61 Aplikasi Bambu Laminasi Pada Bangunan Tradisional Uma Lengge 92 Kinerja Struktur Bangunan Tradisional Uma di Sumba Timur dalam
62 Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman Tradisional Bidang Menahan Beban Gempa
Pekerjaan Umum (Studi Kasus di Provinsi Bali dan NTB) 94 Sarana dan Prasarana Air Minum dan Penyehatan Lingkungan
64 Pengembangan Potensi Bambu di Kabupaten Ngada sebagai Permukiman di Rumah Tradisional (Studi Kasus: Rumah Tradisional
Potensi Bangunan Lokal Dayak di Desa Bahu Palawa dan Desa Buntoi, Provinsi Kalimantan
Tengah)

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 5


95 Ketersediaan Fasilitas Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 128 Identifikasi Kawasan Permukiman Pesisir Berbasis Kearifan Lokal
Permukiman pada Rumah Tradisional Suku Dayak di Kalimantan Sebagai Antisipasi terhadap Perubahan Kondisi Alam
BAB III 130 Kasus : Studi Penataan Kawasan dengan Pengembangan
Permukiman Pesisir Kota Ternate
Arsitektur Tradisional Wilayah Timur 132 Pondasi Lingkungan Zona Atas Air di Kawsan Pesisir Kota Ternate
97 Fleksibilitas Sistem Sambungan Struktur Rumah Tongonan Upaya 134 Kearifan Lokal pada Proses Konstruksi Rumah Tradisional Banua
Preventif dalam Menerima Gaya Gempa Mbaso dan Resistensinya terhadap Gempa
99 Tektonika Arsitektur Rumah Tradisional Toraja 135 Identifikasi Permukiman Tradisional Suku Tobadij di Kawasan Teluk
101 Penelitian Penguasaan Teknologi dan Konstruksi Rumah Tradisional Youtefa Papua
Toraja (Tongkonan) 137 Karakteristik Rumah Tradisional Suku Tobadij di Kawasan Perairan
103 Karakteristik Rumah Tradisonal Minahasa dan Identifikasi Faktor- Teluk Youtefa Kota Jayapura - Papua, Studi kasus : Lingkungan
Faktor yang Mempengaruhi Perubahannya Permukiman Tobadij dan Engros
105 Kajian Tipologi Bola Soba Bangunan Arsitektur Tradisional Bugis 138 Kajian Awal Rekonstruksi Rumah Tradisional Suku Tobadij di
Bone Perairan Teluk Youtefa Papua- Jayapura
106 Kearifan Tradisional Arsitektur Rumah Tradisional Bugis Soppeng 140 Eksistensi Lingkungan Permukiman Rumah Tradisional Suku Tobadij
108 Tongkonan dan Pelestraian Hutan Adat di Perairan Teluk Youtefa Papua- Jayapura
110 Karakteristik Rumah Tradisional dan Vernakular di Kawasan Pesisir 142 Kelangsungan (Sustainability) Elemen Kaki Rumah Suku-suku Laut
Samudera Pasifik di Wilayah Jayapura ‘Kayu Swan Tanaman Endemik Cagar Alam
113 Dari Konsepsi Sosio-Kultur Siri’na Pesse/ Pacce Kaum Bangsawan Cycloop’
Menuju Pelestarian Arsitektur Tradisional di Sulawesi Selatan 144 Pengaruh Daya Dukung Lingkungan terhadap Eksistensi Rumah
115 Pengelolaan Ekosistem Perumahan Tradisional yang Berdekatan Kaki Seribu (Distrik Hingk, Kab. Pegunungan Arfak, Papua Barat)
dengan TPA Sampah 147 Revitalisasi Fungsi Kawasan Bernilai Historis/ Budaya : Model Honei
117 Teknologi Penyediaan Air Minum Berdasarkan Kearifan Tradisional Sehat di Kawasan Perbukitan Provinsi Papua
118 Rumah dan Permukiman Suku Bajo di Sulawesi Tengah 149 Pengembangan Rumah Tradisional (Evaluasi Model Homese dan
120 Identifikasi Model Dinamik Rumah Tradisional Bajo melalui Hose)
Pendekatan Analisis Modal
122 Identifikasi Sarana dan Prasarana Permukiman Suku Bajo di Desa
BAB IV
Kabalutan Provinsi Sulawesi Tengah untuk Memenuhi Standar Miscellaneous
Pelayanan Minimal 152 Evaluasi Keandalan Gempa Rumah Tradisional melalui Penilaian
125 Investigasi Perilaku Tiang Penopang (Sub Struktur) Rumah Performa Desain Struktur Rumah
Tradisional Bajo dari Pengaruh Lingkungan Laut 153 Segmentasi Ruang Kawasan Permukiman dengan Pendekatan
126 Peran Serta Masyarakat dalam Pelaksanaan Pembangunan Siklus CO2 Berdasarkan Pola Ruang Permukiman Tradisional
Purwarupa Pengembangan Permukiman Suku Bajo Sulawesi 155 Pengembangan Model Industri Kreatif Bambu Laminasi di daerah
Tengah 156 Alang-alang sebagai Bahan Penutup Atap pada Bangunan
Tradisional

6 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


158 Pengelolaan Rumpun Bambu Berkelanjutan
160 Penerapan Teknologi dalam Pengembangan Eco-Architecture dan
Eco-Tourism pada lingkungan Permukiman Tradisional
162 Publikasi Arsitektur Tradisional Melalui Sistem Informasi Arsitektur
Tradisional Indonesia (SIATI)
164 Penerapan Model Teknologi Bambu Laminasi untuk Menunjang
Pelestarian Arsitektur Tradisional
165 Kearifan Bangunan Tradisional plus Teknologi : Sebagai Salah Satu
Solusi Bangunan Tahan Gempa
167 Parameter-parameter yang Berpengaruh pada Upaya Pelestraian
Komponen Perumahan Tradisional (Kajian Literatur: Revitalisasi
Lingkungan Permukiman Tradisional 2005)
169 Lampiran

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 7


Peta Persebaran
Wilayah Kajian Arsitektur Tradisional
Pusat Litbang Perumahan dan Permukiman
RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 9
BAB I
ARSITEKTUR
TRADISIONAL
WILAYAH BARAT
Pengkajian Rumah Tradisional Etnis Batak di Provinsi Sumatera Utara
(Toba, Simalungun, Karo, Mandailing dan Pakpak/Dairi)
Penulis KTI : Robinson Siregar
Rumah tradisional etnis Batak di Provinsi Sumatera Utara merupakan pendokumentasian arsitektur rumah tradisional sebelum akhirnya
warisan budaya yang masih memiliki peninggalan kebudayaan yang menghilang di tempat asalnya. Penelitian ini bertujuan untuk
kaya akan nilai – nilai arsitektur yang perlu dilestarikan. Seiring dengan menginventarisasi dan mengidentifikasi arsitektur rumah tradisional
perkembangan zaman, teknologi dan perubahan tuntutan kebutuhan etnis Batak di Provinsi Sumatera Utara. Metode yang digunakan dalam
saat ini terjadi pergeseran terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif untuk
rumah tradisional tersebut. Rumah tradisional saat ini banyak mengalami mengeksplorasi dan mendalami aspek – aspek rumah tradisional. Hasil
perubahan (transformasi) baik bentuk maupun fungsi dari yang asli penelitian ini berupa database dan dokumentasi rumah tradisional etnis
menjadi bentuk lain. Oleh karena itu, dibutuhkan tindakan nyata Batak yang ada di provinsi Sumatera Utara.
dari berbagai pihak terutama pemerintah daerah dalam rangka –Robinson Siregar–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 11


Tipologi Atap Rumah Vernakular Tradisional Suku Batak
sebagai Bentuk Respon Budaya dan Lingkungan
Penulis KTI : Asnah Rumiawati dan Yuri Hermawan Prasetyo
Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada iklim tropis Batak dengan mengkaitkan kondisi ekologi lingkungan setempat dan
lembab dengan curah hujan yang tinggi. Atap merupakan komponen pengaruh budaya. Pengambilan data menggunakan metode purposive
bangunan yang penting di dalam iklim seperti di Indonesia. Rumah sampling dengan mempertimbangkan keontentikan dan keaslian rumah
Vernakular Tradisional mempunyai bentuk atap yang beragam dan tradisional vernakular tradisional Batak. Kondisi ekologi diperoleh melalui
berkarakter. Bentuk atap pada Rumah Vernakular Tradisional Batak pengukuran iklim setempat meliputi kondisi temperatur, kelembaban,
(RVTB) terbentuk melalui perpaduan yang sinergis antara respon curah hujan, dan arah serta kecepatan angin. Ekplorasi nilai-nilai budaya
terhadap iklim dan upaya akomodasi nilai-nilai budaya setempat. setempat diperoleh dengan teknik wawancara pada narasumber
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan tipologi atap setempat seperti tokoh adat dan tukang bangunan vernakular tradisional.
RVTB dengan faktor yang mempengaruhinya seperti ekologi lingkungan Hasil dalam penelitian ini adalah tipologi atap RVTB dan faktor-faktor yang
dan budaya masyarakat suku Batak. Metode yang digunakan adalah mempengaruhi bentuk serta perbedaan yang dimiliki pada bentuk atap
deskriptif korelatif yaitu mendeskripsikan tipologi atap pada 5 sub etnis RVTB dari 5 sub etnis Batak.
–Asnah Rumiawati–

12 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Pengaruh Iklim Makro terhadap Kinerja Termal Bangunan Rumah Tradisional
Batak Toba di Pulau Samosir
Penulis KTI : Bramantyo dan I Ketut Suwantara
Rumah tradisional Batak Toba merupakan salah satu rumah tradisional Batak Toba pada bulan April (asumsi bulan dengan suhu rata-rata harian
yang masih dihuni sampai sekarang. Rumah tersebut relatif tidak terdingin) dan Mei (terpanas). Data sekunder diperoleh dari data eksisting
mengalami perubahan signifikan baik dari segi bentuk maupun BMKG pada stasiun pengamatan di Pangurungan, kabupaten Samosir
fungsinya dari dulu hingga sekarang. Secara termalitas, hal tersebut selama 5 tahun terakhir (dari tahun 2008-2012). Data primer diperoleh
mengindikasikan bahwa penghuni merasa nyaman tinggal di rumah dengan melakukan pengukuran suhu dan kelembaban udara. Pengukuran
tersebut. Namun belum diketahui pengaruh iklim makro terhadap kinerja dilakukan selama 24 jam dengan merekam data tersebut. Analisis data
termal bangunan tradisional tesebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk dilakukan dengan membandingkan data iklim makro dengan iklim mikro
mengetahui pengaruh iklim makro terhadap kinerja termal bangunan. dengan mencari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja termal
Kajian ini diharapkan dapat memberikan tambahan masukan terhadap bangunan. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa iklim makro di Pulau
konsep hunian di wilayah beriklim dingin yang berbasis pada kearifan lokal Samosir memberikan pengaruh terhadap kinerja termal bangunan rumah
bangunan tradisional nusantara. Penelitian dilakukan di rumah tradisional tradisional Batak Toba yang termanifestasi pada desain bangunannya.
–Bramantyo–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 13


Kehandalan Struktur Rumah Tradisional Batak Toba

Penulis KTI : Heri Lumban Tobing dan Dian Taviana


Kemajuan teknologi dan informasi saat ini semakin pesat. Di mana-mana yang menggunakan pasangan batu. Hal ini dianggap lebih sederhana dan
terjadi pembangunan yang mengikuti teknologi yang lebih modern. Hal bahan baku kayu untuk konstruksi rumah tersebut semakin lama semakin
ini didukung pula oleh keinginan atau hasrat manusia untuk memiliki susah untuk diperoleh dan harganya relatif tinggi. Kegiatan ini bertujuan
sesuatu yang lebih baik dan bagus daripada sebelumn ya. Salah satu untuk dapat memperoleh fakta tentang Rumah Tradisional Batak Toba
perubahan terjadi pada bangunan rumah sebagai tempat tinggal manusia. yang mempunyai kekuatan struktur yang baik sehingga bisa berdiri kokoh
Pembangunan Rumah Tradisional Batak Toba, telah banyak dilupakan oleh hingga ratusan tahun.
orang-orang suku Batak Toba. Banyak yang beralih ke bangunan rumah
Metode
a. Teknik pengumpulan data
1. Survey instansional dilaksanakan sekaligus dengan wawancara dengan penduduk atau masyarakat untuk
mencari informasi tentang Bangunan Tradisional Batak Toba tersebut.
2. Pada survey lapangan akan diukur dan dicatat semua dimensi konstruksi rumah tradisional yang dikaji.
Data ini diperlukan untuk menganalisa lebih lanjut dengan menggunakan program SAP (Structure Analysis
Program).
3. Data sekunder lainnya dapat diperoleh dari literatur yang ada pada toko buku, perpustakaan kampus, tugas
skripsi yang telah diselesaikan oleh mahasiswa, google.com, dan narasumber lainnya seperti para dosen
dan praktisi.
b. Teknik analisis data
1. Data yang harus diketahui adalah sifat mekanik kayu seperti modulus elastisitas, berat jenis, kuat tekan, kuat
tarik, dan kuat geser dari bahan kayu yang digunakan pada rumah tradisional tersebut.
2. Beban gempa, beban angin, dan beban khusus lainnya yang ada di sekitarnya Pulau Samosir harus
diperhitungkan.

Analisis
Analisis struktur pada model rumah tradisional dilakukan dengan analisa 3 dimensi pada Program SAP (Structure Analysis Program) di mana model
tersebut dibuat sebagai portal rangka ruang. Model struktur dianalisa dengan pembebanan gempa El Centro yang diperoleh dari data, yang dikeluarkan
oleh USGS. Dalam proses pemodelan struktur, pendefinisian perilaku struktur dan perilaku pembebanan yang terjadi sangat perlu untuk memperoleh
hasil simulasi yang mendekati perilaku riil struktur tersebut.

14 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Kombinasi Beban pada Program SAP
Nama Kombinasi
Combo 1 1,2DL + 1,6LLA
Combo 2 1,2DL + 1,6LLB
Combo 3 0,9DL
Combo 4 1,2DL + 0,5LLA + 1,0E
Combo 5 1,2DL + 0,5LLB + 1,0E
(Sumber : Simulasi SAP, Nov. 2011)
Hasil
Gaya Hasil Elemen
Momen maksimum 111285,62 kg/cm 2
Kuda-kuda
Lentur maksimum 1582,73 kg/cm 2
Kuda-kuda
Geser maksimum 18,27 kg/cm 2
Kuda-kuda
Aksial maksimum 3340 kg Kolom

Variabel Laboratorium Simulasi


Kuat Tekan Berdasarkan laboratorium, kayu tersebut dapat menanggung beban yang Kuat tekan paling berat adalah elemen kolom
lebih besar daripada yang dihasilkan oleh simulasi. karena merupakan tiang utama yang menopang
seluruh beban dari rumah tersebut.
Tegangan Lentur Berdasarkan hasil simulasi dan laboratorium, hanya pada elemen kuda-
kuda terjadi perbedaan yang sangat besar dan jika terjadi gempa yang
besar maka elemen tersebut akan rusak karena telah melewati batas
elastisnya.
Tegangan Geser Hasil uji geser pada laboratorium menunjukkan tegangan yang dihasilkan Beberapa elemen menunjukkan angka yang tinggi
kayu tersebut masih dibawah angka yang ditunjukkan oleh simulasi. antara lain pengaku horizontal, kolom dinding,
ring balok dan kuda-kuda.

Manfaat
Dari analisa gempa di atas dapat diambil manfaat bahwa sistem kontrol seismik pada Rumah Tradisional Batak Toba dapat melindungi bangunan
terhadap kerusakan dan keruntuhan akibat gempa besar.
–Heri Lumban Tobing–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 15


Pengaruh Atap Seng terhadap Respon Termal pada Rumah Tradisional Toba
di Pulau Samosir
Penulis KTI : Dian Taviana, I Ketut Suwantara dan Tani Frisda
Semakin langkanya ijuk sebagai bahan penutup atap rumah tradisional pengamatan di Pangururan, kabupaten Samosir selama 5 tahun terakhir
Batak Toba memaksa penghuni rumah tersebut menggunakan bahan (dari tahun 2008-2012). Data primer diperoleh dengan melakukan
substitusi lain yaitu seng. Bahan seng yang dikenal sebagai bahan pengukuran suhu, kelembaban, kecepatan dan arah angin, masing-
yang sangat konduktif terhadap panas menjadi bahan alternatif yang masing dengan menggunakan alat Logger, Questem-34 dan Anemometer.
digunakan pada atap rumah tinggal yang tidak berplafond seperti rumah Pengukuran dilakukan selama 48 jam dengan merekam data tersebut
tradisional Batak Toba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon setiap jamnya. Analisis data dilakukan dengan membandingkan data iklim
termal statis pada rumah tradisional Batak Toba akibat penggunaan makro dengan iklim mikro. Hasil penelitian ini adalah penggunaan bahan
bahan seng sebagai penutup atap rumah terhadap tingkat kenyamanan seng pada atap tidak meningkatkan suhu dalam ruangan secara drastis
termal penghuni. Penelitian ini dilakukan di rumah tradisional Batak Toba pada siang hari. Oleh karena itu penghuni tetap merasa nyaman karena
pada bulan april (asumsi bulan dengan suhu rata-rata harian terdingin). suhu dalam ruangan di siang hari berada pada rentang suhu nyaman.
Data sekunder diperoleh dari data eksisting BMKG Sampali pada stasiun
–Dian Taviana–

16 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Struktur dan Konstruksi Rumah Tradisional Toba Samosir dan Nias Selatan

Penulis KTI : Dian Taviana dan heri Lumban Tobing


Rumah tradisional Toba di Pulau Samosir dan rumah tradisional Nias melakukan pengkajian struktur dan konstruksi rumah tradisional Toba
Selatan di Pulau Nias adalah sebagian dari kebudayaan milik bangsa dan Nias, dengan mengidentifikasi model struktur melalui pengukuran
yang memiliki nilai dan kekhasan tersendiri. Kekhasan rumah tradisional geometrik rumah, analisa struktur dengan metode numerik menggunakan
Toba dan Nias terletak pada struktur rumah yang hanya menggunakan perangkat lunak dan pengujian parsial sambungan kolom, yang biasa
teknologi sederhana pada sambungannya tanpa menggunakan paku digunakan oleh praktisi, sehingga diperoleh gambaran struktur dan
maupun baut baja dan masih memiliki nilai arsitektur yang tinggi. Namun konstruksi bangunannya. Hasilnya adalah analisa struktur dengan metode
seiring dengan perkembangan zaman, teknologi dan perubahan tuntutan numerik struktur dan konstruksi rumah tradisional Toba dan Nias serta
kebutuhan terjadi pergeseran terhadap nilai-nilai yang terkandung pengujian parsial sambungan kolom di laboratorium untuk rumah
dalam arsitektur kedua rumah tradisional tersebut. Rumah tradisional tradisional Toba. Diharapkan hasilnya dapat menjadi acuan atau sumber
yang sudah teruji kekuatannya oleh bencana gempa dan sudah berumur data pada penelitian selanjutnya, khususnya perilaku sistem struktur
ratusan tahun itu mulai ditinggalkan pemiliknya. Tujuan penelitian untuk bangunan tradisional dalam stabilitasnya terhadap beban gempa.

–Dian Taviana–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 17


Pengkajian (Kinerja Termal) Bangunan Rumah Tradisional Batak Toba
dan Nias Utara
Penulis KTI : Dian Taviana, Bramantyo dan M. Agus Suhada
Penerapan konsep/desain hunian berarsitektur Barat tanpa melakukan selubung bangunan. Suhu udara dalam ruangan cenderung lebih tinggi
penyesuaian terhadap kondisi iklim dan alam sekitar pada wilayah tropis dibandingkan suhu luar, pada siang hari tergolong cukup panas dengan
hanya akan menimbulkan hunian yang tidak nyaman ataupun boros kisaran 28-31oC, sementara pada malam hari berada di kisaran 26-28oC
konsumsi energinya. Di lain sisi, rumah tradisional nusantara, diyakini yang tergolong pada batasan suhu nyaman.
oleh banyak kalangan sebagai bangunan yang responsif terhadap iklim –Dian Taviana–
dan mampu memanfaatkan lingkungan sekitarnya untuk mendapatkan
kenyamanan termal bagi penghuninya melalui sistem pasif bangunan
tersebut. Perlu dilakukan pengkajian terhadap kinerja termal bangunan
Rumah Tradisional Batak Toba dan Nias. Kegiatan ini bertujuan untuk
mengetahui karakteristik/ kinerja termal dan aspek desain pasif pada
bangunan rumah Tradisional Batak Toba dan Nias. Metode yang
digunakan adalah studi lapangan (field experiments) dengan melakukan
pengukuran langsung besaran termal pada elemen bangunan,
lingkungan dalam (indoor) dan lingkungan luar (outdoor) bangunan
dengan menggunakan instrument QuesTemp dan Kanomax. Berdasarkan
hasil analisis menunjukkan bahwa karakter termal bangunan rumah
tradisional Batak Toba cenderung memiliki suhu dalam ruangan yang
lebih hangat dibanding di luar pada malam hari, dan sebaliknya pada
siang hari suhu di dalam ruangan relatif lebih sejuk dibanding di luar. Suhu
dalam bangunan rata-rata 24-28oC kecuali pada malam hari yang berada
di bawah batas suhu nyaman. Sedangkan karakter termal bangunan
rumah tradisional Nias yaitu mampu mengurangi tingkat kelembaban
lingkungan sekitarnya menjadi lebih rendah di dalam bangunan,
dengan memaksimalkan ventilasi alami melalui bukaan-bukaan pada

18 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Identifikasi Arsitektur Rumah Tradisional Melayu dan Nias
di Provinsi Sumatera Utara
Penulis KTI : Bramantyo dan Asnah Rumiawati
Eksistensi dari rumah tradisional cenderung semakin terabaikan, padahal rumah tradisional Nias keberadaannya masih cukup banyak, terutama
setiap rumah tradisional memiliki kearifan lokal, khususnya dari segi pada desa-desa adat di Nias Selatan.
arsitekturnya. Identifikasi arsitektur untuk mempelajari nilai-nilai kearifan Eksistensi dari kedua jenis rumah tersebut terkendala oleh ketersediaan
lokal yang terkandung dalam rumah tradisional menjadi signifikan untuk material kayu yang semakin minim yang berkualitas serta mahal harganya.
dilakukan. Sedangkan terkait dengan transformasi bentuk, pada kedua jenis rumah
Penelitian ini adakah sebuah kegiatan melakukan pembaruan basis data tersebut telah terjadi beberapa jenis perubahan. Perubahan yang paling
dan dokumentasi arsitektur rumah tradisional etnis Melayu dan Nias. banyak terjadi adalah perubahan atap dan penambahan bangunan pada
Metodologi yang digunakan yaitu metode deskriptif dengan pendekatan kolong atau belakang rumah.
kualitatif. Kesimpulan yang diperoleh adalah eksistensi rumah melayu relatif rendah
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa secara umum rumah bila dibandingkan dengan rumah Nias, sementara transformasi arsitektur
tradisional Melayu mulai ditinggalkan oleh masyarakat. Sementara untuk lebih banyak terjadi pada rumah Melayu dibanding rumah Nias.

–Asnah Rumiawati–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 19


Kekuatan Struktur Rumah Tradisional di Pulau Samosir dan Pulau Nias

Penulis KTI : Dian Taviana


Pulau Nias dan Pulau Samosir adalah dua pulau yang berada pada berkualitas baik, sudah berumur ratusan tahun. Tujuan dari penelitian
daerah garis gempa di Pulau Sumatera. Pulau yang sering mengalami ini adalah membandingkan teknologi sederhana struktur rumah
guncangan gempa sejak dahulu kala, seakan memberi pelajaran berharga tradisional di Pulau Samosir dan Pulau Nias. Metode yang digunakan
pada masyarakat untuk bisa bertahan hidup terhadap bencana alam dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Hasil penelitian
tersebut. Ini dibuktikan masyarakatnya dalam membangun rumah yang menunjukkan perbandingan rumah tradisional di tepi danau dan di
syarat dengan tradisi dan kecerdasan teknologi dalam mengantisipasi daratan pulau, dengan kekuatan struktur bangunannya sudah teruji oleh
bencana alam seperti gempa dan lainnya. Keberadaan rumah tradisional alam masih berdiri kokoh sampai saat kini. Dimana penggunaan ukuran
masyarakat di Samosir dan Nias sampai saat ini masih ada dan banyak kayu berdimensi besar untuk struktur utama bangunan yang menjadi
serta masih dihuni. Rumah yang terbangun secara adat istiadat dan penentu kekuatan rumah tradisional tersebut.
dibangun dengan teknologi sederhana yang menggunakan bahan kayu
–Dian Taviana–

20 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Pelestarian Nilai-Nilai Budaya Tradisional Masyarakat Kepulauan Anambas
dalam Pengembangan Infrastruktur Kawasan Wisata Bahari
Penulis KTI : Lia Yulia Iriani
Kepulauan Anambas terletak di Kabupaten Natuna di bagian utara Kebijakan pengembangan wisata bahari lainnya yang potensial melalui
Provinsi Kepulauan Riau, berbatasan dengan Malaysia dan Vietnam. pemanfaatan budaya khas melayu dan peran serta lembaga formal dan non
Secara geografis berada pada : 106° 06’ 50” – 106° 32’ 00” BT dan: 02° 53’ 00” formal dalam mengelola sarana prasarana lingkungan permukiman yang
- 03° 30’ 00” LU. Jumlah penduduk 172.800 jiwa terdiri dari 92785 jiwa laki- potensial sebagai wisata bahari yang dapat menunjang perekonomian
laki dan 80.015 jiwa perempuan, (BPS.2010). Mata pencaharian sebagian masyarakat setempat
besar nelayan. Salah satu potensi unggulan yang dimiliki berupa wisata Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemanfaatan potensi sumber daya
bahari. belum dikelola secara maksimal sesuai peruntukannya. Masalah alam dan kebiasaan masyarakat secara tradisional yang ditunjang oleh
yang ada adalah kurangnya informasi data potensi, sarana dan prasarana pembangunan infrastruktur jalur angkutan darat dan laut merupakan
yang ada dan jalur transportasi menuju kawasan tersebut baik untuk salah satu pengembangan wisata bahari di gugusan pulau pulau kecil,
para wisatawan lokal maupun internasional. Tujuan penelitian ini adalah dan diharapkan dapat menunjang kesejahteraan masyarakat setempat.
meningkatkan salah satu potensi wisata bahari di gugusan pulau pulau Diperlukan dukungan berbagai pihak pemerintah, swasta, masyarakat
kecil melalui konsep kearifan lokal peran serta masyarakat setempat. dalam pengembangan wilayah tersebut, melalui pemanfaatan wisata
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitik, bahari dengan ciri khas tertentu sebagai salah satu potensi komoditi
dimana potensi sumber daya alam dapat mengembangkan perekonomian yang layak untuk dikembangkan yang dapat mendatangkan devisa bagi
masyarakat setempat melalui pembinaan ekonomi dengan pelestarian pengembangan wilayah secara tradisional dan mempunyai kekhasan
nilai-nilai budaya tradisional. tersendiri.
Hasil penelitian adalah pengembangan kawasan wisata bahari di –Lia Yulia Iriani–
Kabupaten Kepulauan Anambas sebagai salah satu objek wisata yang
potensial wilayah perbatasan, dilaksanakan melalui pembangunan
infrastruktur transportasi darat dan laut, diharapkan dapat menunjang
laju pertumbuhan perekonomian, mengurangi kesenjangan sosial
antarwilayah.
Potensi lain yang perlu dikembangkan adalah sumber daya alam dan
kebiasaan masyarakat setempat sebagai salah satu kearifan lokal dan
Nilai-nilai tradisional, pola penanganan oleh pemerintah daerah setempat
dengan melestarikan pola permukiman tradisional yang memanfaatkan
bahan baku lokal kayu dan papan dengan bentuk bangunan berupa
bangunan rumah panggung

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 21


Komparasi Kinerja Termal Rumah Tradisional Lontik dan Godang di Provinsi
Riau dalam Merespon Kondisi Iklim Sekitarnya
Penulis KTI : Asnah Rumiawati, Yuti Hermawan Prasetyo dan Anikmah R. Pasaribu
Rumah tradisional Lontik dan Godang merupakan jenis rumah tradisional Hasil penelitian lingkungan termal rumah Lontik dan Godang didalam
melayu di Propinsi Riau yang mempunyai ciri khas yang unik dari bentuk (indoor) dan diluar rumah (outdoor) tidak jauh berbeda (tidak signifikan).
atapnya. Rumah Lontik terdapat di Kabupaten Kampar, saat ini sudah Suhu didalam rumah Lontik berkisar 24 s/d 32°C dan kelembaban 65 s/d
mulai banyak yang tidak dihuni dan ditinggalkan, sementara rumah 100%, sementara suhu di dalam dan di luar rumah godang 25s/d 33°C,
godang di Desa Koto Sentajo Kabupaten Kuantan Singingi masih terdiri kelembaban 55 s/d 96% , dan time lag bahan dinding kayu rumah lontik
dari beberapa cluster dan masih banyak yang dihuni. Secara fungsi dan dan godang memiliki waktu 6 menit dan 8 menit serta decreement factor
peruntukan ruang kedua jenis rumah tradisional ini tidak jauh berbeda 0, 933 dan 0,960.Kondisi ini secara langsung mempengaruhi kenyamanan
yaitu sama – sama merupakan rumah bangsawan yang biasanya termal penghuni pada kedua rumah terutama pada siang hari.
digunakan untuk tempat pertemuan dan menyelesaikan segala urusan
adat istiadat masing – masing suku. Penelitian ini bertujuan untuk –Asnah Rumiawati–
mengetahui karakteristik dan kinerja termal rumah tradisional Lontik dan
Godang di Kabupaten Kampar dan Kabupaten Kuantan Singingi. Metode
penelitian ini dilakukan dengan studi lapangan dan pengukuran langsung
lingkungan termal, termal selubung bangunan, termal properties bahan
dan radiasi matahari. Lingkungan termal meliputi suhu udara, kelembaban
relatif (RH), kecepatan angin, indeks panas, radiasi matahari di dalam dan
diluar bangunan kedua rumah tradisional. Pengukuran lingkungan termal
dan karakteristik termal bahan dilakukan selama 24 jam dengan interval
waktu satu jam sekali.

22 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Budaya Berhuni dan Kesan Termis pada Rumah Vernakular Tradisional Melayu
“Lontik Dan Godang” di Provinsi Riau
Penulis KTI : Anikmah R. Pasaribu, Yuri Hermawan Prasetyo dan Asnah Rumiawati
Faktor kenyamanan termal sangat diperlukan dalam mendukung aktivitas
berhuni di dalam rumah. Rumah Vernakular Tradisional Melayu Riau
(RVTMR) adalah bentuk cerminan adaptasi penghuni melalui waktu yang
panjang dalam memperoleh kenyamanan termal yang diinginkan sesuai
dengan budaya berhuninya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengekplorasi dan merekontruksi budaya
berhuni masyarakat yang bermukim di RVTMR dengan fokus kajian pada
kesan termis yang diperoleh pada saat tinggal di dalam rumah.
Metode yang digunakan adalah diskriptif rekonstruktif, yaitu melakukan
rekontruksi aktivitas berhuni dan mengggali kesan termis penghuni
pada saat tinggal di RVTMR. Teknik pengumpulan data adalah purposive
sampling dengan mempertimbangkan keontentikan artefak fisik
bangunan dan inventigasi dilakukan lewat teknik wawancara terhadap
narasumber yang mempunyai pengalaman berhuni atau masih tinggal di
RVTMR.
Hasil yang diperoleh adalah budaya berhuni di RVTMR di dalam satu
keluarga mempunyai aktivitas yang bervariatif dan waktu tinggal yang
berbeda dalam rutinitas harian. Kesan termis yang diterima pada saat
tinggal di RVTMR menyatakan nyaman dalam konteks kondisi fisik rumah
pada saat itu. Terdapat upaya adaptasi penghuni dalam memperoleh
kenyamanan termal di dalam bangunan.
–Anikmah Ridho Pasaribu–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 23


Pengaruh Pergantian Bahan Selubung Bangunan
terhadap Kondisi Ruang Dalam (Studi Kasus Rumah Lontik)
Penulis KTI : Asnah Rumiawati, Desak Putu Damayanti dan Yuri Hermawan Prasetyo
Rumah Lontik merupakan salah satu perwujudan arsitektur tradisional Hasilnya menujukkan bahwa kinerja bahan seng (Zn) sebagai material atap
yang juga didominasi oleh atap (60%). Kajian mengenai analisa kinerja pengganti, memiliki kinerja yang sangat buruk, dengan time-lag (waktu
Rumah Lontik menjadi menarik, mengingat proses adaptasi terhadap tunda) adalah 0 menit dan nilai decrement factor (µ) adalah 1,00. Hal ini
modernisasi telah menyebabkan penggantian material atap. berarti atap rumah Lontik meneruskan panas dari luar ke dalam bangunan
Tulisan ini merupakan kajian evaluatif dengan pendekatan kuantitatif dari 100% tanpa ada penundaan perambatan panas. Menjadi alasan yang logis
hasil survei lapangan. Besaran termal yang diukur terdiri dari suhu udara bahwa rumah Lontik kini mulai ditinggalkan, karena ketidaknyamanan
(air temperature) khusunya pada material selubung serta suhu dalam dan ruang dalam yang tercipta akibat penggantian material atap.
luar ruangan. Parameter iklim makro diukur unruk melihat karakteristik
ruang luar.
–Asnah Rumiawati–

24 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Korelasi antara Tipologi Pilar Panggung Rumah Tradisional Vernakular
dengan Seismic Hazard di Sumatera Utara dan Riau
Penulis KTI : Dian Taviana dan Yuri Hermawan Prasetyo
Indonesia adalah salah satu negara yang masuk dalam daerah ring of fire. Hasil penelitian yang diperoleh adalah terdapatnya korelasi antara tingkat
Dimana tidak lepas dari ancaman bencana gempa bumi. Rumah Tradisional kerawanan gempa di peta hazard gempa dengan tipologi panggung
Vernakular adalah merupakan produk budi dan daya masyarakat setempat pada RTV. Daerah yang masuk dalam zonasi potensi gempa yang tinggi
yang dibangun dengan pengetahuan lokal dan teknik bangunan yang mempunyai tipologi pilar panggung yang lebih komplek dari hasil karya
diwariskan secara turun temurun. masyarakat secara tradisional.
Salah satu tipologi rumah tradisional di Indonesia adalah rumah panggung.
Rumah Tradisional Vernakular (RTV) tipologi panggung banyak ditemukan –Dian Taviana–
di Sumatra Utara yang mana merupakan daerah yang mempunyai
frekuensi gempa yang tingggi. Tujuan dari penelitian ini adalah mencari
korelasi antara tipologi pilar panggung rumah RTV dengan zonasi gempa
yang terdapat di peta hazard gempa Indonesia tahun 2010.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah diskriptif korelatif
yaitu mengaitkan tipologi pilar panggung Rumah Tradisional Vernakular
(RTV) dengan zonasi gempa dari peta gempa / seismic hazard. Tipologi
pilar RTV dapat dibagi beberapa variabel yaitu 1) tinggi kolom, 2) jarak
kolom, 3) dimensi balok- kolom, 4) tipe sambungan, 5) sistem struktur
rangka.

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 25


Bentuk Komponen Rumah Tradisional Melayu
dalam Merespon Lingkungan Sekitarnya
Penulis KTI : Asnah Rumiawati dan Yuri Hermawan Prasetyo
Etnis Melayu merupakan salah satu etnis terbesar di Pulau Sumatera, Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa keberadaan rumah tradisional
karena terdapat hampir di tiap provinsinya, seperti di Provinsi Sumatera Melayu di Provinsi Sumatera Utara masih banyak terdapat di Kabupaten
Utara, Riau, dan Kepulauan Riau. Rumah tradisional Melayu yang terdapat Langkat, di Provinsi Riau antara lain di kabupaten Kampar, Kuantan
di ketiga provinsi tersebut memiliki banyak kesamaan satu dengan lainnya, Singing, Siak, dan di Kepulauan Riau di Kabupaten Lingga dan Karimun.
meski ada juga perbedaannya yang disesuaikan dengan lingkungannya, Bentuk fisik dan komponen rumah tradisional Melayu di ketiga Provinsi
meski tetap mencerminkan nilai – nilai filosofi dan arsitektural pada sebenarnya telah terbukti merespon iklim dan keadaan lingkungan di
bangunan rumah tradisional. sekitarnya. Hal ini terlihat pada bangunan rumah tradisional melayu
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk komponen di ketiga provinsi yang masih banyak eksis dan bertahan hingga kini.
masing–masing rumah tradisional Melayu yang ada di provinsi Sumatera Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberi masukan dari aspek –
Utara, Riau, dan Kepulauan Riau, serta mengetahui respon dari bentuk aspek komponen rumah tradisional Melayu yang merespon lingkungan
komponen pada masing–masing rumah tradisional terhadap lingkungan dan dapat direalisasikan ke rumah modern, kemudian mengubah
di sekitarnya. Metode penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan fenomena meninggalkan rumah tradisional beralih ke rumah moderen
data baik sekunder maupun primer yang diperoleh dengan cara observasi, seperti yang terjadi saat ini dapat segera diatasi.
wawancara langsung pada penghuni rumah, tokoh adat, pemuka
masyarakat dan masyarakat sekitarnya. –Asnah Rumiawati–

26 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Identifikasi Kerusakan Bangunan Eksisting Rumah Tradisional Melayu

Penulis KTI : Dian Taviana


Keberadaan rumah tradisional yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, khususnya rumah tradisional Melayu semakin terabaikan akibat perkembangan
zaman. Rumah tradisional yang mencapai umur ratusan tahun ini, masih berdiri kokoh sebagai pembuktian jatidiri dari suku bangsa Melayu. Layaknya
rumah tradisional pada umumnya, rumah tradisional Melayu juga terbangun dengan teknologi sederhana menggunakan sistem pasak pada sambungan
strukturnya. Meskipun rumah tradisional yang ada tidak banyak lagi di daerah asalnya, masih terlihat kekuatan bangunan yang masih berdiri dan sangat
disayangkan untuk sebuah rumah yang dibiarkan dan ditinggalkan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kerusakan bangunan existing pada rumah tradisional Melayu di Kabupaten Kampar dan
Kabupaten Kuantan Singingi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara mendeskriptif pengamatan langsung pada rumah
tradisional melayu tersebut dan mengidentifikasi kerusakan yang ada pada bangunan eksisting.
Hasil identifikasi ini menunjukkan bahwa bangunan eksisting rumah
tradisional Melayu tidak mengalami kerusakan pada komponen
strukturnya, sambungannya menggunakan sistem pasak, hanya
kondisi kayunya yang mulai keropos karena umur bangunan. Bahkan
kecenderungan di daerah ini rumah tradisionalnya ditinggalkan dengan
kondisi masih utuh dan kondisi kosong sampai rumah itu perlahan runtuh
dengan sendirinya. Teknologi sederhana membangun rumah dengan
kekuatan kayu yang digunakan, meskipun mampu bertahan ratusan
tahun kenyataan yang terjadi rumah tradisional tersebut sudah diambang
kepunahan.
–Dian Taviana–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 27


Eksistensi Rumah Tradisional Melayu di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau

Penulis KTI : Bramantyo


Rumah tradisional Melayu yang identik dengan rumah panggung Hasil kajian menunjukkan bahwa meski jumlah rumah panggung masih
berbahan kayu memiliki kearifan lokal terkait desain rumah yang adaptif cukup banyak, namun sudah sangat sedikit rumah panggung yang masih
terhadap iklim dan kondisi lingkungan sekitarnya. memiliki karakteristik arsitektur tradisional Melayu secara utuh.
Karena itu, rumah-rumah di Pulau Penyengat yang berada di kawasan Selain itu semakin dominannya penduduk non-nelayan memengaruhi
pesisir yang beriklim tropis cenderung sangat cocok bila bentuk dan tumbuh-kembangnya rumah-rumah konvensional di bagian dalam pulau.
konstruksinya dikembangkan dengan menggunakan desain rumah Penelitian menyimpulkan bahwa menurunnya eksistensi rumah Melayu
Melayu. Namun, kecenderungan yang ada adalah jumlah rumah Melayu dipengaruhi oleh faktor (i) perubahan pola hidup masyarakat, (ii) kesulitan
semakin berkurang dan kurang diminati. bahan baku kayu, dan (iii) ketidakpahaman masyarakat terhadap kearifan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang lokal dari rumah Melayu.
memengaruhi eksistensi rumah tradisional Melayu di Pulau Penyengat.
Metodologi yang digunakan yaitu metode deskriptif-eksploratif, dengan
pemilihan sampel melalui purpossive sampling. –Bramantyo–

28 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Identifikasi Arsitektur Rumah Tradisional Melayu di Provinsi Riau
dan Kepulauan Riau
Penulis KTI : Asnah Rumiawati dan Bramantyo
Keberadaan rumah dan desa tradisional saat ini cenderang semakin Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksistensi rumah – rumah
sedikit. Kondisi ini tidak terlepas dari perubahan rumah dan desa tradisional di Kepulauan Riau masih lebih banyak dibandingkan dengan
tradisional menjadi modern. Pengaruh globalisasi dan letak daerah yang provinsi Riau. di Kepulauan Riau juga kebanyakan masih dihuni dan
berada di daerah lintasan perairan Selat Malaka, menjadikan rumah dan ditinggali. Rumah – rumah tersebut juga kebanyakan masih membentuk
desa tradisional di kedua provinsi ini sangat cepat sekali mengalami permukiman tradisional di atas air. Di Provinsi Riau sendiri, rumah –
perubahan. rumah tradisional juga tak kalah banyaknya ditemui, hanya saja rumah
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi arsitektural rumah – rumah tradisional tersebut sudah banyak yang tidak dihuni, sehingga
dan desa tradisional Melayu di Provinsi Riau dan Kepualauan Riau, lebih banyak yang dijadikan cagar budaya oleh pemerintah setempat.
sekaligus mengetahui perubahan yang terjadi di lapangan saat ini. Kesimpulan penelitian ini adalah perubahan yang terjadi pada rumah
Metodologi yang digunakan yaitu metode deskriptif interpretatif terhadap tradisional Melayu di Provinsi Riau dan Kepri, juga merupakan salah
kondisi eksisting dan perubahan pada rumah dan tradisional di lapangan. satu upaya dalam mempertahankan eksistensi rumah tradisional selain
minimnya ketersediaan bahan bangunan.
–Bramantyo–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 29


Identifikasi Arsitektur Rumah Tradisional Melayu di Kabupaten Tanjung Balai
Karimun Provinsi Kepulauan Riau dan Perubahannya
Penulis KTI : Asnah Rumiawati
Keberadaan rumah tradisional di kabupaten Tanjung Balai Karimun pada Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa secara umum rumah
umumnya hampir sama dengan kebanyakan daerah lainnya, kurang di tradisional Melayu di Kabupaten Tanjung Balai Karimun Provinsi Kepulauan
perhatikan dan cenderung terabaikan. Riau saat ini sudah semakin sulit dijumpai. Rumah – rumah yang masih
Disadari atau tidak, setiap rumah tradisional memiliki kearifan lokal, ada sudah banyak menunjukkan perubahan.
khususnya dari sisi arsitekturnya. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perubahan ini disebabkan
Penelitian ini bertujuan melakukan identifikasi arsitektur rumah tradisional pesatnya arus modernisasi memberikan pengaruh. Perubahan pola
Melayu di kabupaten Tanjung Balai Karimun Provinsi Kepulauan Riau. kehidupan masyarakat menuntut konsep hunian yang lebih baik dan
Pengelitian juga menelusuri perubahan arsitektural yang terjadi pada dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat saat ini. Kebutuhan
rumah – rumah tradisional tersebut saat ini. khususnya dalam bidang perumahan adalah terdapat kelangkaan bahan
Metodologi yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan bangunan dengan kualitas yang setara.
kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui survei lapangan (observasi
dan wawancara), dengan metode purposive sampling. –Asnah Rumiawati–

30 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Hak Ulayat dan Organisasi Masyarakat Adat pada Pelestarian Rumah
Tradisional Suku Talang Mamak di Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau
Penulis KTI : Lia Yulia Iriani dan Titi Utami
Organisasi masyarakat adat Suku Talang Permasalahan
Mamak, setingkat pemerintahan desa diketuai Terindikasi masih kurangnya sosialisasi dan perdesaan dengan memperhatikan fungsi dan
oleh Pemunca Adat setingkat DPRD, dan Batin pemahaman terhadap hak ulayat dan sistem peranan perdesaan termasuk kearifan lokal
Setingkat Kepala Desa, berhak menjatuhkan pemerintahan adat. Sejauh mana masyarakat secara lengkap tercantum pada skema berikut:
sanksi bagi para pelanggaran ketentuan yang adat dapat mempertahankan tanah ulayatnya. rumahan dan kawasan permukiman, meliputi
telah disepakati, ada pun cakupan penduduk Peraturan yang mendukung keberadaan hak
satu desa terdiri dari 11 kelompok masing- ulayat pada masyarakat tradisional belum sesuai
masing kelompok terdiri dari 5 kepala keluarga dengan pengakuan adat setempat.
atau 25 jiwa, luas satu desa 95 Ha, luas ladang Tujuan memetakan keterkaitan antara hak Ulayat
perkelompok 15.000m2, luas pekarangan per sebagai salah satu bentuk kepemilikan tanah
keluarga 10.000m2. Kabupaten Indragiri Hulu pada masyarakat tradisional Suku Talang Mamak .
dengan Ibukota Rengat, Propinsi Riau, luas Metoda yang digunakan deskriptif yang Sistem organisasi masyarakat adat, merupakan
wilayah 15.845,29 Km. Di antara penduduk asli menggambarkan bagaimana pengakuan hukum aspek yang melekat pada keberadaan masyarakat
yang berakar budaya melayu terdapat satu suku adat dapat berpengaruh pada penentuan tradisional, di mana Pemuka Adat, mempunyai
asli yaitu suku Talang Mamak, yang berkembang pembangunan peruntukan ruang. Wawancara potensi dan peran menentukan pola perilaku,
di bumi Gerbangsari, Kecamatan Siberida dan dilakukan pada pemangku kepentingan di adat kebiasaan masyarakat yang bersifat sakral,
termasuk dalam penentuan peruntukan ruang
menyebar di 7 desa dengan jumlah penduduk lokasi kajian. Pengembangan lingkungan hunian
misal diharuskan ada ruang khusus untuk
sebanyak 4125 jw/1031 KK, (data 2004). 6.225 jiwa perdesaan sebagaimana tercantum pada pasal
penempatan anak gadis yang belum menikah,
atau 1.245 KK, (2007). Sistem pemerintahan adat, 65 dan pasal 67 ayat 2 UU No.1 Tahun 2011
dan pelanggaran terhadap ketentuan ini akan
setingkat organisasi pemerintahan formal desa tentang perencana peningkatan efisiensi potensi
dikenakan sanksi, di antaranya dikucilkan dari
yang diketuai oleh Batin. Keberadaannya diakui lingkungan hunian
masyarakat. Diperlukan sosialisasi dengan
sebagaimana tercantum pada Undang-Undang
rencana lebih rinci, sebagai dasar pertimbangan
Dasar 1945 (pasal 18) Jo Undang-Undang No.5
utama bagi pengakuan masyarakat adat
Tahun1960 Jo Undang-undang No.32 Tahun
Pengaturan kebijakan disain rumah dan pola
2004.
peruntukan ruang untuk rumah tradisional
belum diatur secara eksplisit dalam Peraturan
Perumahan dan Kawasan Permukiman (UU No.1
Tahun 2011).
–Lia Yulia Iriani–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 31


Pengaruh Organisasi Masyarakat Adat pada Pelestarian Rumah Tradisional
Suku Talang Mamak di Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau
Penulis KTI : Lia Yulia Iriani
Kabupaten Indragiri Hulu dengan Ibukota Suku Talang Mamak terhadap desain penentuan
Rengat, Provinsi Riau, luas wilayah 15.845,29 Km. ruang bagi rumah tradisional masyarakat
Di antara penduduk asli yang berakar budaya setempat.
melayu terdapat satu suku asli yaitu suku Talang Metode yang digunakan deskriptif analitik yang
Mamak, yang berkembang di bumi Gerbangsari, menggambarkan pengaruh ketentuan organisasi
Kecamatan Siberida dan menyebar di 7 desa adat terhadap penentuan desain rumah,
dengan jumlah penduduk sebanyak 4125 peruntukan ruang dan pola hidup masyarakat,
jiwa/1031 KK, (data 2004), 6.225 jiwa atau 1.245 yang dianggap tabu apabila dilanggar. Hal ini
KK (data 2007). merupakan salah satu kearifan lokal yang perlu
Sistem pemerintahan adat, setingkat organisasi dipertimbangkan pada saat menyusun kebijakan tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
pemerintahan formal desa yang diketuai oleh pengembangan pembangunan pada kawasan Struktur organisasi adat yang berlaku di kalangan
Batin. Keberadaannya diakui sebagaimana masyarakat tradisional khususnya dengan pola Suku Talang Mamak adalah sebagai berikut
tercantum pada Undang-Undang Dasar 1945 pikirnya.
(pasal 18) Jo Undang-Undang No. 5 Tahun 160 Jo Berdasarkan sejarah, diyakini bahwa Suku Talang
Undang-undang No.32 Tahun 2004. Permasalahan Mamak nan Sebatang ini masih kerabat atau
belum tersosialisasinya pemahaman sistem keturunan dari Datuk Perpatih nan Sebatang di
pemerintahan formal, kewenangan masyarakat Minangkabau yang kemudian melakukan migrasi
tetua adat sangat mendominasi dalam ke Riau, rombongan ini menamakan diri “Suku
menentukan pola perilaku masyarakat termasuk nan Enam” dan menganggap kaumnya sebagai Suku Talang Mamak mengenal dua pola hunian
dalam pengenalan teknologi dan penentuan kaum tertua dan menetap di Durian sedangkan yaitu menetap di rumah yang dibangun di
disain rumah, yang kurang layak sesuai ketentuan suku migran yang menetap di sekitar sungai perkampungannya dan rumah sementara yang
rumah sehat. Pasal 65 dan 67 ayat 2 UU No.1 Cinaku disebut ”Sembilan Suku Batang Cinaku” dibangun dekat dengan lahan garapannya.
Tahun 2011. Keberadaan sistem pemerintahan dan “Sembilan Suku Batang Gangsal”, sepuluh Hunian di sekitar permukiman dibangun secara
adat merupakan bagian dari pelestarian nilai- walaupun mereka masih mengakui sebagai terpencar dan berjauhan dengan pembagian
nilai budaya tradisional yang perlu dipertahankan bagian dari “Suku dan Enam Talang Mamak”. fungsi lahan, terlihat jelas seperti lahan untuk
tetapi dapat disesuaikan dengan peraturan yang Kegiatan Suku Talang Mamak memiliki struktur hunian yang dibangun di sekitar sungai dan
berlaku. organisasi pemerintahan adat yang diakui mengelilingi rumah utama yaitu rumah Batin/
Tujuan penelitian ini yakni mengkaji pengaruh berdasarkan ketentuan pasal 18 Undang-undang Penghulu Adat/ Kepala Desa.
sistem pemerintahan adat tradisional masyarakat Dasar 45 jo pasal 200 Undang-undang No.32 –Lia Yulia Iriani–

32 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Identifikasi Ragam Tipologi Rumah Tradisional Minangkabau di Daerah
Rantau Nagari Koto Baru Solok Selatan
Penulis KTI : Yuri Hermawan Prasetyo, Bramantyo dan Win Toni Ara Bentuk dan jumlah gonjong pada atap rumah Gadang
Pendekatan studi tipologi arsitektur dapat digunakan untuk pendokumentasian Jumlah Gonjong Gambar Foto
arsitektur seperti arsitektur Tradisional di Nusantara. Salah satu produk arsitektur Bergonjong 4
nusantara adalah Arsitektur Tradisional Minangkabau. Apabila dilihat sebarannya (Simetri)
Arsitektur Minangkabau dapat dibedakan menurut daerah inti (Luhak) dan daerah
rantau. Salah satu daerah yang mempunyai kekayaan ragam arsitektur rumah
tradisional Minangkabau adalah daerah rantau Solok Selatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendokumentasikan arsitektur melalui identifikasi
Bergonjong 5
tipologi arsitektur minangkabau di Nagari Kota Baru Kabupaten Solok Selatan
(Asimetri)
dengan difokuskan pada ragam gaya yang terbentuk melalui elemen bangunan.
Terdapat 87 kasus rumah tradisional Minang yang dapat teridentifikasi di Nagari
Koto Baru. Metode yang dilakukan adalah observasi lapangan, perekaman dengan
menggunakan sketsa, foto, video dan pengukuran bangunan.
Analisis menggunakan mutual correlation analysis yaitu dengan mengkaitkan Bergonjong 6
hubungan berbagai elemen bangunan yaitu, Atap (Gonjong), Serambi, dan Anjeung, (Simetri)
dalam membentuk berbagai ragam gaya.
Hasil penelitian menunjukan 17 ragam arsitektur Rumah Tradisional Minangkabau
yang ditunjukkan dari hasil korelasi antar penggunaan komponen baik bentuk dan
jumlahnya. Elemen yang kuat dalam menunjukan identitas adalah atap gonjong Bergonjong 7
dan serambi. (Asimetri)

a b c

Bergonjong 8
(Simetri)

Tipologi Anjeung (a) kolom penuh (b) Kantilever (c) Satu Kolom
–Yuri Hermawan Prasetyo–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 33


Tipologi Perletakan Pintu Masuk Rumah Tradisional Minangkabau sebagai
Aplikasi dari Budaya dan Adat Istiadat
Penulis KTI : Win Toni Ara, Bramantyo dan Yuri Hermawan Prasetyo
Arsitektur tradisional Sumatera Barat memiliki beragam jenis rumah Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah deskriptif korelatif, yaitu
tradisional Minangkabau atau yang lebih dikenal sebagai rumah gadang. mendeskripsikan tipologi perletakan pintu masuk pada daerah-daerah
Ragam jenis rumah gadang tersebut dapat dilihat pada daerah-daerah di Sumatera Barat yang dikaitkan dengan pengaruh budaya dan adat
yang ada di Sumatera Barat seperti di Kota Payakumbuh, Kabupaten istiadat. Pengambilan data menggunakan metode purposive sampling
Agam, Kabupaten Solok, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Tanah dengan mempertimbangkan keaslian rumah tradisional Minangkabau.
Datar. Rumah gadang pada setiap daerah tersebut memiliki perletakan Hasil kajian menunjukkan bahwa perletakan perletakan pintu masuk
pintu masuk yang berbeda-beda, di mana perbedaan ini berkembang menghasilkan variasi pola ruang yang dimiliki oleh masing-masing rumah
seiring perubahan zaman dan adat istiadat yang masih dijunjung oleh gadang sesuai dengan fungsi yang digunakan. Adat dan kebiasaan yang
masyarakat setempat. diaplikasikan dalam suatu hunian rumah tinggal ternyata menciptakan
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan tipologi perletakan pintu berbagai macam pola ruang yang ada dalam suatu rumah tradisional.
masuk pada rumah gadang.
–Yuri Hermawan Prasetyo–

34 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Identifikasi Sarana dan Prasarana Air Bersih dan Sanitasi
pada Rumah Tradisional Minangkabau di Kabupaten Tanah Datar
Penulis KTI : Asnah Rumiawati dan Anikmah Ridho Pasaribu
Rumah tradisional dibangun melalui proses adat yang panjang dan Hasil penelitian menunjukkan bahwa fasilitas atau sarana dan prasarana
merupakan cermin dari nilai – nilai kearifan lokal masyarakat setempat. air bersih dan sanitasi pada rumah gadang di nagari Sumpur relative
Salah satu rumah tradisional yang ada di Indonesia adalah rumah sudah memiliki jaringan air bersih yang didistribusikan secara pipanisasi.
tradisional Minangkabau di Provinsi Sumatera Barat yaitu di kabupaten Sarana pembuangan limbah dengan tangki septik juga sudah digunakan
Tanah Datar. Sebagai rumah tradisional, rumah gadang juga memerlukan oleh kedua nagari. Permasalahan terjadi pada pengelolaan sampah pada
fasilitas atau sarana dan prasarana air bersih dan sanitasi seperti sumber masing – masing rumah gadang belum memadai atau masih dibakar.
air bersih, kamar mandi, WC, sistem drainase dan pengelolaan sampah. Kondisi lingkungan di sekitar rumah gadang pada nagari Sumpur masih
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sarana dan prasarana dikelilingi oleh vegetasi disekelilingnya, sementara di nagari Pariangan
air bersih dan sanitasi serta kondisi lingkungan pada rumah gadang di hanya terdapat di bagian depan, karena adanya penambahan ruang
Nagari Sumpur dan Nagari Pariangan, Kabupaten Tanah Datar. Metode permanen yang terpisah dari rumah induk. Dalam hal ini diperlukan
penelitian ini dilakukan dengan mengobservasi sarana dan prasarana sosialisasi terhadap masyarakat penghuni rumah gadang agar memelihara
air bersih, sanitasi dan kondisi lingkungan di sekitar rumah gadang dan fasilitas air bersih dan sanitasi yang ada dan pengelolaan sampah yang
wawancara dengan penghuni rumah gadang atau pemerintah setempat. tepat, demi kelangsungan dan pelestarian rumah tradisional kedepannya.
–Asnah Rumiawati–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 35


Eksistensi Rumah Gadang di Kawasan Perkotaan
(Studi Kasus : Balai Kaliki, Kota Payahkumbuh)

Penulis KTI : Bramantyo, Wintoni dan Yuri Hermawan Prasetyo


Rumah tradisional Minangkabau yang lebih dikenal dengan rumah perubahan, dan pengambilan satu sampel rumah gadang untuk dikaji
gadang hingga saat ini masih cukup eksis keberadaannya di Provinsi secara mendalam.
Sumatera Barat. Rumah gadang yang terdapat di Kelurahan Balai Kaliki, Hasil kajian memperlihatkan bahwa perubahan yang terjadi pada
Kota Payakumbuh memperlihatkan bahwa rumah tradisional dapat rumah gadang antara lain penggantian material bangunan untuk
mempertahankan eksistensinya di tengah perkembangan permukiman mempertahankan kondisi bangunan, dan penambahan bangunan di luar
modern di kawasan perkotaan. Eksistensi dari rumah gadang di Balai Kaliki bangunan inti rumah gadang untuk mengakomodasi kebutuhan kamar
tidak terlepas dari perubahan-perubahan yang terjadi pada bangunan mandi dan dapur. Baik penggantian material maupun penambahan
rumah gadang tersebut sehingga dapat mengakomodasi kebutuhan bangunan tersebut sudah menggunakan material modern atau
penghuninya. konvensional. Meski begitu, bentuk bangunan dan fungsi rumah gadang
Kajian ini bertujuan untuk mengetahui ragam perubahan yang sebagai tempat tinggal dan tempat acara adat tetap dipertahankan sesuai
mempengaruhi eksistensi rumah gadang di Balai Kaliki. Kajian dilakukan aslinya.
melalui observasi lapangan pada lokasi studi untuk melihat tipologi –Bramantyo–

36 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Pengaruh Sarana dan Prasarana Permukiman terhadap Eksistensi Rumah
Tradisional Melayu di Pulau Dabo Singkep
Penulis KTI : Anikmah Ridho Pasaribu dan Asnah Rumiawati
Pulau Dabo Singkep terletak di Kabupaten Lingga bagian paling Selatan Hasil yang didapatkan adalah eksistensi RTM sangat dipengaruhi
Provinsi Kepulauan Riau. Pulau Dabo Singkep memiliki penduduk oleh ketersediaan sarana dan prasarana permukiman didalamnya.
asli masyarakat melayu yang telah berakulturasi dengan masyarakat Semakin minim sarana dan prasarana pada RTM maka semakin sedikit
pendatang. Rumah Tradisional Melayu (RTM) di Pulau Dabo Singkep kemungkinan RTM untuk dihuni oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat
umumnya berupa rumah panggung dengan bahan kayu. Seiring dengan pada rumah tradisional yang tidak dihuni umumnya tidak memiliki
perkembangan zaman, RTM tersebut sudah mulai ditinggalkan oleh sarana dan prasarana pokok seperti kamr mandi dan MCK. Sarana dan
masyarakat. prasarana yang terdapat pada RTM melayu umumnya ditempatkan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana pengaruh sarana dan pada bangunan tambahan yang terpisah ataupun menyatu dengan
prasarana permukiman terhadap eksistensi RTM di Pulau Dabo Singkep. bangunan induk. Diharapkan dengan terpenuhinya sarana prasarana
Analisis dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif dengan melihat permukiman, eksistensi RTM melayu di Pulau Dabo Singkep tetap terjaga
kondisi sarana dan prasarana permukiman serta RTM di lapangan. dan dilestarikan oleh masyarakat.
– Anikmah Ridho Pasaribu dan Asnah Rumiawati–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 37


Pola Penanganan Pelayanan Publik di Permukiman Tradisional Belitang
Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur
Penulis KTI : Lia Yulia Iriani
Ogan Komering Ulu (OKU) adalah salah satu Kabupaten di Provinsi
Sumatera Selatan. Luas ± 3.370 km2 atau 337.000 ha dengan jumlah
wilayah kecamatan yang semula terbagi atas 10 kecamatan, saat ini
berkembang menjadi 16 kecamatan.
Permasalahan dalam pelaksanaan perubahan pola penanganan
pelayanan publik pada masyarakat tradisional pengembangan prasarana
permukiman transmigrasi diantaranya, keterbatasan sumber daya manusia,
penerapan teknologi yang belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat
serta kesiapan pengelolaan dan pemeliharaannya, kurangnya hubungan Pengelolaan fasilitas umum yang tidak memadai menyebabkan beberapa
dengan masyarakat lain karena adanya keterbatasan komunikasi, yang fasilitas umum rusak, diantaranya:
menghubungkan lokasi tersebut dengan daerah lainnya. - Jalan desa, dengan kondisi rusak mencapai 36,69%;
Tujuan penelitian adalah mengkaji perubahan pola penanganan - Jembatan, kondisi rusak 37%;
pelayanan publik pada permukiman tradisional di kawasan transmigrasi. - Kantor UPT, rumah petugas dan balai desa, sekitar 40% rusak;
KTM Belitang secara geografis terletak antara 104o36’0” s/d 104o42’0” - Puskesmas Pembantu dan Posyandu, dengan kondisi rusak mencapai
BT dan 4o4’0” s.d 4o10’0” LS dengan luas 135.056 ha. Secara administratif 40%;
kawasan KTM Belitang mencakup 5 kecamatan, sebagai berikut: - Gereja, sekitar 60% rusak;
Metoda penelitian secara deskriptif, melalui kajian peraturan dan - Gudang, dengan kerusakan sekitar 50% dan Fasilitas Umum lainnya
kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan insfrastruktur rusak 33%.
pekerjaan umum, peranan stakeholders dalam pengelolaan sarana dan
prasaran permukiman, kondisi Sumber daya manusia dalam mengelola Berdasarkan skala perdagangan dan jasa, maka rencana pengembangan
sarana dan prasarana yang sudah dibangun, kajian lapangan terhadap infrastruktur dibagi menjadi 3, yaitu:
wilayah tranmigrasi Kota Terpadu Mandiri, aspek kebijakan, sosial dan - Skala Regional dialokasikan di Pusat 2 berupa pasar wilayah.
manajemen. Mata pencaharian penduduk di kawasan KTM Belitang - Skala Kecamatan dialokasikan di setiap sub pusat (Desa Utama) yaitu
adalah petani, pengrajin, buruh bangunan, pedagang dan PNS. berupa pasar kecamatan.
- Skala Lingkungan dialokasikan di masing-masing desa berupa toko dan
warung.

38 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Untuk skala lingkungan, penyebaran infrastruktur peribadatan diren- dukung pengelolaan kota, baik secara langsung maupun tidak langsung.
canakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan standar penyediaan
berdasarkan skala pelayanannya. Pembentukan institusi pengelola KTM
Belitang harus ditunjang oleh Keputusan Bupati Kabupaten OKU Timur
tentang Pembentukan Tim Pengembangan KTM di Kabupaten OKU Timur.
Bupati sekaligus bertindak sebagai Pembina yang dibantu oleh perangkat
daerah, yang terdiri atas Wakil Bupati, Sekretariat Daerah, Dinas Daerah
dan lembaga teknis daerah lainnya, sesuai dengan UU No 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. Peran serta organisasi sosial, pihak swasta
dan swadaya masyarakat pun perlu diperhitungkan, karena turut men-
Tabel Pengelolaan Prasarana Permukiman dari Tradisional ke Kota Terpadu Mandiri
Tanggapan Opportunities Weaknesses Strengths Threats
(Peluang) (kelemahan) (Kekuatan) (Ancaman)
- Masyarakat perlu ber - Dukungan program dan - Adanya perubahan pola - Penerapan teknologi - Penerapan teknologi
peran dalam disain kebijakan pengembangan perilaku masyarakat dari tradisional ke KTM, prasarana per mukiman
penerapan teknologi wilayah transmigrasi terhadap pengelolaan misalnya pembangunan tidak diikuti oleh
yang akan dibangun diharapkan adanya fasilitas umum, belum jembatan yang lebih kesiapan SDM untuk
melalui sosiaisasi dan peningkatan disesuaikan dengan kokoh dapat dilalui mengelola prasarana
pendekatan kepada kesejahteraan masyarakat. kondisi SDM . kendaraan roda empat, yang sudah terbangun,
masyarakat di lokasi dapat memperlancar arus masyarakat belum merasa
sasaran. komunikasi. memiliki terhadap
pra-sarana tersebut.

- Pemerintah sebagai - Pengelolaan prasarana - Pendekatan masyarakat - Penataan lingkungan per - Masyarakat dilokasi
fasilitator dalam permukiman, dari melalui Tridaya dalam mukiman di KTM, melalui sasaran kembali kepada
pengelolaan prasarana tradisional menuju KTM, pengelolaan fasilitas pendekatan Tridaya kebiasaan hidup yang
permukiman dari merupakan salah satu umum di lokasi sasaran diharapkan membawa lama, seperti kebiasaan
tradisional ke Kota program pemerintah dalam operasi dan perubahan terhadap membuang sampah dan
Terpadu Mandiri. secara terpadu. pemeliharaan, belum masyarakat di lokasi limbah ke sungai.
berjalan sesuai yang sasaran.
diharapkan

Sumber : Hasil Analisis


–Lia Yulia Iriani–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 39


BAB II
ARSITEKTUR
TRADISIONAL
WILAYAH TENGAH

40 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Pola Pemanfaatan Ruang Pulau Kecil Berbasis Kehidupan Keseharian
Penduduk
(Studi Kasus : Pulau Tunda, Provinsi Banten)
Penulis KTI : Puthut Samyahardja
Perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut merupakan kontributor dan penghidupan yang sudah mapan sebagai pengetahuan lokal,
yang unik terhadap kerentanan pulau-pulau kecil selain kondisi sosial diharapkan dapat terungkap pola pemanfaatan ruang yang sudah dipakai
ekonomi, sumber daya alam dan dampak dari bencana alam. Di beberapa secara menerus dan berkelanjutan yang juga merupakan penjawantahan
tempat, kerentanan ini juga merupakan fungsi dari proses sosial, politik kearifan lokal. Pemodelan pemanfaatan ruang permukiman pulau-pulau
dan ekonomi internal dan eksternal yang mempengaruhi keberadaan kecil menggunakan pendekatan “place” yang diartikan suatu kegiatan
kelembagaan yang berbeda dan dipraktekan secara tradisional, dengan dalam suatu ruang (space) tertentu, maka suatu tempat selalu akan
adanya pemaksaan model adaptasi pengaruh luar tanpa melihat berhubungan dengan suatu kemanfaatan dari penggunanya, Antar
kecocokan dalam penerapan pengaturan pulau secara tradisional. tempat tersebut akan dibatasi oleh suatu ruang lain yang membedakan
Padahal keragaman budaya yang unik dari suatu daerah tertentu dapat dengan pemanfaat lainnya.Suatu cara umum membedakan pemanfaatan
dilihat sebagai refleksi dari lingkungan alamnya. ruang tersebut adalah dengan melihat topologi secara kontektual.
Untuk memahami budaya suatu daerah, maka perlu mempertimbangkan Keterpencilan (insularitas) suatu pulau dapat dinyatakan dalam berbagai
lingkungan alam, seperti geologi, topografi, dan ekologi yang memberikan dimensi seperti relatifitas isolasi fisik, sumber daya yang berkelanjutan,
gaya hidup yang unik dari penduduk pulau-pulau kecil yang kebanyakan keterikatan dalam kemasyarakatan, keunikan budaya tradisi, dan jaringan
masih didominasi oleh keadaan ekonomi yang subsisten. internal sosio-ekonomi. Karena adanya ketebatasan gerak di area pulau
Mengadaptasi cara berpikir rancangan kota yang diungkapkan oleh kecil, maka antar penduduk terjadi keterikatan sejarah antar sesama
Zahnd (2006), format tradisional dapat dikenali dari keterpusatan pada yang kemudian terbetuk keterikatan sosial dan ekonomi yang mengarah
simbolisasi tempat-tempat publik yang berhubungan erat dengan pada kerja sama antar komunitas dalam bentuk kegiatan sosial-ekonomi
lingkungan terdekat, masyarakat cenderung memenuhi kebutuhan dan budaya serta sistem nilai sosial. Keterpencilan fisik akan membentuk
sendiri serta adanya sistem kelembagaan masyarakat yang bersifat suatu sistem lingkungan sosial budaya unik dalam berbagai bentukan
informal dan represif. kehidupan dan penghidupan keseharian. Keunikan alamiah ini mencirikan
Isu yang belum terakomodasi dalam kebijakan yang telah ada yaitu adanya fitur-fitur khusus sebagai penanda kartakter individual dari pulau
keterpaduan pemanfaatan ruang di pulau kecil berbasis daratan dengan tersebut.
pemanfaatan ruang yang berbasis kelautan. Pengetahuan terhadap Dengan memperhatikan adanya batas antar ruang yang jelas karena
pemanfaatan ruang di pulau-pulau kecil ini dapat dijadikan sebagai adanya kegiatan kehidupan dan penghidupan masyarakat di Pulau Tunda,
masukan dalam pengembangan pengertian terhadap perencanaan teridentifikasi tiga jenis pemanfaatan ruang utama di pulau kecil, yaitu
pembangunan kawasan yang sampai saat ini masih berbasis daratan ruang budidaya berbasis kelautan, ruang budidaya berbasis daratan dan
bersifat kontinen. Pemberian makna pada tempat-tempat tertentu (place kawasan lindung. Ketiga jenis pemanfaatan ruang ini didominasi oleh
theory) yang ada di pulau kecil yang merupakan tanda-tanda kehidupan pemanfaatan ruang untuk wisata pantai dan laut serta untuk perumahan.

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 41


Masyarakat Pulau Tunda yang mempunyai karakteristik sebagai pulau lewat transportasi dan informasi, maka masyarakat mulai menyediakan
kecil dan terisolir, masih terikat dengan format kekerabatan sehingga ruang untuk kegiatan masyarakat luar pulau khususnya untuk aktifitas
cara hidup yang cenderung informal. Keterisolasian pulau-pulau kecil pariwisata Perkembangan dan pertumbuhan pembangunan kawasan
menyebabkan kegiatan utama masyarakat di pulau kecil masih sangat yang memanfaatkan pulau-pulau kecil tanpa pengaturan yang memadai
bergantung dari sumber daya laut dan pantai. Akibat adanya keterbukaan akan menimbulkan kerusakan lingkungan lokal yang serius.

–Puthut Samyahardja–

42 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Pengaruh Adat Budaya Masyarakat terhadap Pengelolaan Teknologi Air
dan Sanitasi di Permukiman Oxbow
(Studi Kasus : Kampung Dara Ulin, Desa Nanjung, Kecamatan Marga Asih, Kabupaten Bandung)
Penulis KTI : Lia Yulia Iriani, Elis Hastuti dan Sari Nuraini
Permukiman oxbow merupakan zona ruas bekas sungai. Hal ini terjadi tata cara pengujian air sederhana, pengelolaan air limbah, administrasi
karena adanya endapan sungai dan membentuk wilayah secara status kelompok air, pembiayaan dll. Materi tersebut disampaikan setiap bulan
lahan merupakan milik negara dapat dikelola oleh masyarakat secara oleh tim teknis dan tim sosial disertai dengan praktek lapangan.
adat. Di area permukiman tersebut sering terjangkit penyakit seperti kaki Berdasarkan hasil analisa di lapangan keberhasilan pengelolaan prasarana
gajah/filariasis yang diakibatkan sanitasi yang buruk. air minum dan sanitasi di lokasi penerapan model diantaranya dipengaruhi
Tujuan Penelitian ini adalah mengkaji pengaruh adat budaya masyarakat beberapa aspek, yaitu; Pengaturan tetua adat 41%, kebiasaan masyarakat
setempat terhadap pengelolaan teknologi prasarana air minum di lokasi 13%, kepatuhan terhadap aturan tata tertib 19%, takut terhadap sanksi
permukiman oxbow, Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. adat 24% dan lain-lain 3%.
Metode Penelitian secara eksplanatori bertujuan untuk menganalisis Kesimpulan penelitian menyatakan bahwa keterkaitan antar aspek teknis
hubungan adat kebiasaan masyarakat setempat mempengaruhi dan non teknis pada pengelolaan prasarana air minum dan sanitasi di
pola kelembagaan pengelolaan teknologi air minum secara terpadu. Dusun Dara Ulin dipengaruhi beberapa faktor dan adat istiadat serta
Pendekatan melalui wawancara di lokasi penerapan model di RW 07 dan budaya masyarakat adalah yang paling dominan, disamping itu juga
RW 06, Kp. Dara Ulin, Desa Nanjung, Kec. Margaasih, Kab. Bandung. terhadap faktor pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Manfaat yang diharapkan adalah tercapainya peningkatan kesehatan
dan kesejahteraan melalui pemanfaatan air minum dan lingkungan yang –Lia Yulia Iriani–
sehat, dengan tetap mempertahankan adat istiadat masyarakat setempat
sebagai salah satu kearifan lokal.
Masyarakat Dusun Dara Ulin diharapkan mendapatkan manfaat proses
edukasi kelompok air meliputi materi pengoperasian instalasi air minum,

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 43


Pembentukan Pola Ruang Kampung Tradisional Sesuai
dengan Proses Ekologi Pemukiman Lokal
Penulis KTI : Puthut Samyahardja
Keunikan suatu lingkungan merupakan daya tarik dari lingkungan yang mempunyai latar belakang permukiman perdesaan yang didasari
tersebut. Manusia sebagai peran utama lingkungan akan membentuk oleh religi setempat.
lingkungan sekitarnya. Hubungan entitas manusia dengan lingkungannya Dengan memperhatikan Kampung Ciptagelar di kawasan Gunung
akan bergantung pada budaya yang dipunyainya. Keterkaitan antara Halimun, Jawa Barat, yang masih mempertahankan latar belakang budaya
tradisi bermukim dengan budaya akan membentuk suatu budaya Sunda dan secara relatif terisolir, diharapkan dapat terungkap suatu
pewarisan dari generasi ke generasi. Warisan budaya bermukim tersebut pengetian-pengertian dasar dari suatu format kota dengan latar belakang
dapat menciptakan suatu bentuk sosial-budaya yang menerus yang akan kearifan lokal Indonesia. Format pola ruang permukiman tradisional
bertahan sesuai dengan waktu. Dalam hal ini budaya menjadi salah satu dipetakan menggunakan pendekatan urban ecology dengan pemodelan
elemen bermukim yang membentuk prinsip-prinsip dasar suatu kawasan pola konsentik (concentric pattern). Sebagai pusat lingkaran biasanya
terbangun. berupa kelompok kegiatan yang paling tinggi derajatnya dan atau
Suatu konsep pembentukan kota/ mempunyai effiensi pemanfaatan sumber daya alam yang paling tinggi.
permukiman yang dikenal dengan Ruang merupakan tempat interaksi masyarakat dalam kehidupan dan
Urban ecology concept menganggap penghidupannya, dan juga sebagai wadah untuk aktivitas sosial, ekonomi,
kota/permukiman sebagai suatu dan budaya yang tercermin dalam kegiatan manusia, strata sosial, dan
format biologi dalam bentuk organisma budaya masyarakatnya. Pada kebudayaan tradisional, bentuk permukiman
hidup yang berproses dengan mempunyai latar belakang pengaturan yang bersifat ritual, yang pada
sokongan bahan-bahan baku yang ada dasarnya bertujuan untuk pengaturan tatanan secara harmoni. Organisasi
disekelilingnya dan mereproduksi untuk ruang dalam konteks tempat (place) dan ruang (space) harus dikaitkan
bertahan hidup dan mengembangkan dengan budaya. Cara hidup dan sistem kegiatan akan menentukan wadah
dirinya sendiri. Konsep perkembangan bagi kegiatan yang berupa ruang-ruang yang saling berhubungan dalam
kota lainnya menyatakan bahwa kota kurun waktu tertentu. Penegasan identitas budaya dalam ruang komunal
berkatitan dengan pusat seremonial merupakan bentuk dari identitas budaya yang sering dinyatakan sebagai
Sumber : Nuryanto (2006)
simbolis dalam lingkup kosmik sehingga kearifan lokal.
A. Bumi ageung F. Podium adat
mempunyai kekuatan yang cukup Permukiman tradisional merupakan cerminan nilai sosial budaya
B. Bumi tihang awi) G Panggung hiburan
untuk mengorganisasikan wilayah yang masyarakat yang erat kaitannya dengan nilai sosial budaya penghuninya,
C. Leuit si Jimat H. Bale adat
lebih luas. Konsepsi pemikiran kota ini yang dalam proses penyusunannya menggunakan dasar norma-norma
D. Lapangan/alun-alun I. Leuit warga
dapat dijadikan sebagai dasar untuk tradisi setempat. Definisi dari permukiman atau kota untuk menerangkan
E. Tajug (mushola) J. Saung lisung
mencari pola ruang kota Indonesia istilah “permukiman” atau lebih khusus lagi “kota” umumnya berdasarkan

44 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


pada kota-kota Barat modern. Definisi klasik yang sering dipakai bangunan Bumi Ageung (lingkaran
menyatakan bahwa kota merupakan permukiman yang relatif besar, ke1). Kemudian kelompok perumahan
padat dan permanen dengan penghuni yang heterogen secara sosial. yang mengelilingi Kelompok bumi
Atau definisi yang lain yang lebih menekankan pada kegiatan yang ageung (lingkaran ke2). Lingkaran ke3
mengarah kepada pelayanan jasa dan kehidupan penghuninya sudah merupakan tempat perumahan warga
tidak berdasarkan kekeluargaan.Pengertian kota dapat juga dilihat dari biasa (bumi warga) yang menyebar
proses pembentukan permukiman yang bertahap dari rumah, perumahan di pinggiran Kampung Ciptagelar.
dan menjadi suatu permukiman yang cenderung terorganisasi. Fungsi Kehidupan suatu masyarakat yang
pengaturan akan terbentuk dalam suatu organisasi permukiman. Awal dianggap masih tradisional sebenarnya
terbentuknya kota dimulai dari suatu pusat upacara sebagai lambang juga mampu menciptakan suatu pola
kosmis yang cukup kuat untuk mengorganisasikan wilayah yang lebih pemenfaatan ruang yang efektif.
luas. Format pola pemanfaatan ruang yang
Di Kampung Ciptagelar terjadi pemusatan padai titik sentral dari suatu berorientasi ke “budaya barat” yang ada 1. Bumi Ageung (girang dan hareup)
pola permukiman yang konsentris. Hal ini sejalan dengan teori zona dapat dirasionalisasikan dengan produk 2. Bumi Warga tingkatan 1
konsentris yang memperkirakan bahwa kota akan membentuk cincin- kearifan lokal yang ada di indonesia.
3. Bumi warga tingkatan 2
cicin konsentris dengan kegiatan utama berada di pusat lingkaran. Acuan Dengan memberikan suatu definisi
4. kawasan budidaya pertanian
kultural pada pusat permukiman berbentuk leuit (lumbung), pangkemitan yang sesuai terhadap pengertian
5. Kawasan lindung (leuweung titipan dan
(pos keamanan warga), pangnyayuran (dapur) dan ajeg wayang golek (definisi) permukiman (settlement), kota leuweung tutupan
(penyimpanan alat kesenian). (city) dan lainnya, didapat suatu cara
6. Pengelompokan permukiman lebih kecil
Terpetakan bahwa pemanfaatan lahan sudah mengikuti suatu aturan untuk mengembangkan suatu asal usul dengan pusat leuit warga (umpluk
perencanaan kawasan yang berdasarkan pada efisiensi pemanfaatan kota dengan rasa Indonesia wangunan warga)
sumber daya alam. Tingkat kedudukan kelompok masyarakat yang
paling tinggi berada pada kelompok bangunan yang mengelilingi –Puthut Samyahardja–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 45


Peranan Hak Ulayat dalam Konservasi Lingkungan Tradisional
(Studi Kasus : Desa Adat Panglipuran, Bali)

Penulis KTI : Ni Made Dwi Sulistia Budhiari dan Desak Putu Damayanti
Keaslian adat dan budaya masing – masing daerah di era global ini juga 1. Pola spasial kampung yang masih dipertahankan keseragamannya
merupakan komoditi yang dapat meningkatkan perekonomian bangsa, sebagaimana aslinya perubahan pada karang kerti yang terdapat
khususnya dalam bidang pariwisata (tourism). Dalam pengembangan pada akses internal hanya boleh pada bale dauh (bangunan tempat
kegiatan pariwisata alam terdapat dampak positif dan dampak negatif, istirahat), selainnya harus tetap dipertahankan.
baik masalah ekonomi, sosial dan lingkungan. 2. Potensi hasil bambu dengan kualitas baik yang terdapat pada
Oleh sebab itu diperlukan pola pengembangan konservasi untuk hutan bambu di sekeliling desa dengan sistem tebang pilih dengan
melindungi potensi-potensi yang ada pada pola lingkungan tradisional menebang bambu yang sudah tua saja atau yang layak digunakan.
dan mengembangkan potensi yang bisa diolah lebih baik merupakan cara 3. Melarang menjual tanah kepada warga desa di luar desa adat
paling efektif untuk saat ini dalam tetap menjaga eksistensinya. Penglipuran. Hal ini untuk mempertahankan sistem ayahan (kewajiban
Salah satu upaya yang digunakan untuk melindungi potensi-potensi terhadap desa adat).
tersebut yang berkaitan dengan konservasi wilayah lingkungan tradisional 4. Sistem musyawarah dalam masyarakat yang terus selalu dijaga.
adalah Hukum Adat yang berdasarkan pada keanekaragaman adat dan 5. Larangan bagi masyarakat atau krama desa untuk melakukan poligami,
kebudayaan merupakan potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam apabila ada masyarakat atau krama desa yang berpoligami maka tidak
(ODTWA), yang dimiliki oleh setiap suku dan etnis di wilayah nusantara ini. diperkenankan untuk tinggal di wilayah desa adat.
Penelitian ini merupakan hasil dari kegiatan penelitian Ilmu Pengetahuan
Terapan ”Konservasi dan Pengembangan Pola Spasial Pada Lingkungan Berdasarkan beberapa awig-awig (aturan hukum yang mengikat atau
Tradisional” pada Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional mengatur masyarakat desa adat Bali) di atas, dapat dilihat Desa Adat
Denpasar, yang dilakukan terhadap masyarakat lingkungan tradisional di Penglipuran memiliki aturan dalam upaya menjaga hak ulayatnya, baik
Desa Adat Penglipuran Bali. untuk luas wilayah maupun sumber daya alam lainnya.
Metode yang digunakan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif untuk Menurut ilmu lingkungan, kawasan/wilayah konservasi dapat diartikan
mengeksplorasi dan mendalami aspek-aspek tata nilai serta tradisi di desa sebagai wilayah darat maupun laut yang dicanangkan dan diwujudkan
tersebut. Analisis kualitatif lebih difokuskan untuk mengolah data terkait untuk melindungi keanekaragaman hayati dan budaya terkait, serta
dengan tata nilai, norma, tradisi dan aspek budaya lainnya. dikelola secara legal dan efektif, termasuk di dalamnya menjaga
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada aturan hukum yang mengikat ketersedian sumber daya alam untuk mendukung kehidupan sosial
masyarakat desa adat di Bali disebut dengan istilah awig-awig. masyarakat adat, sebagai contoh pengaturan mengenai sistem tebang
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bendesa Ada atau pemimpin desa, pilih untuk hutan bambu.
Desa adat Penglipuran memiliki awig–awig (aturan hukum yang mengikat
atau mengatur masyarakat desa adat Bali) sebagai berikut :

46 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Pada penelitian ini disimpulkan bahwa dengan adanya sistem ini
menyebabkan terjaganya ketersedian bambu untuk generasi selanjutnya,
mengingat dalam kehidupan masyarakat Bali pada umumnya, dan
masyarakat Desa Adat Penglipuran pada khususnya bambu merupakan
tumbuhan penting yang digunakan sebagai sarana upacara atau pun
sebagai sarana untuk membangun rumah.
Selain itu keseragaman pola permukiman untuk hunian masyarakat adat,
juga merupakan usaha dari Desa Adat Penglipuran untuk melakukan
konservasi tehadap arsitektur tradisional Bali yang mengutamakan tata
letak rumah tradisional Bali yang berdasarkan “Asta Kosala Kosali” di
mana keutuhan wilayah desa adat tetap terjaga, baik itu tidak berkurang
maupun bertambah.
Dalam pelaksanaan hak ulayat berperan sebagai alat filter yang bermanfaat
dalam upaya menjaga budaya dan adat istiadat yang telah ada serta telah
tumbuh dan berkembang. Mengingat hak tersebut memberikan ruang
gerak yang bebas kepada masyarakat hak ulayat untuk menjaga obyek
ulayatnya.
–Ni Made Dwi Sulistia Budhiari–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 47


Aplikasi Teknologi Tepat Guna (TTG) pada Model Bangunan Tradisional Bali

Penulis KTI : Putu Geria Sena


Arsitektur tradisional Bali memiliki kekhasan dan daya tarik yang
merupakan kekayaan (aset) nasional dan kebanggaan bangsa Indonesia.
Seiring perkembangan jaman, peradaban dan kemajuan teknologi, maka
terjadilah pergeseran yang berakibat hilangnya keaslian. Salah satu
faktor pendorong adalah semakin langkanya bahan bangunan, karena
kualitas yang rendah, nilai estitika yang tidak lagi sesuai atau harga yang
tidak terjangkau. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menerapkan
teknologi alternatif di bidang bahan bangunan pada model bangunan
tradisional Bali.
Bangunan yang berada di daerah yang sangat kental dengan nilai
tradisional diharapkan dapat selaras dengan arsitektur lokal. Oleh karena
itu, diperlukan upaya untuk menerapkan beberapa teknologi alternatif di
bidang bahan bangunan pada model bangunan tradisional Bali.
Bambu adalah salah satu tanaman ekonomi yang digolongkan ke dalam
hasil hutan bukan kayu dan cukup banyak terdapat di wilayah Bali. Bagi
masyarakat Bali, bambu merupakan tanaman yang umum terdapat di
pedesaan dan sangat bermanfaat serta sebagai andalan bagi penduduk
yang tinggal di pedesaan maupun perkotaan. Sekitar 50% jenis bambu
yang ada di Indonesia telah dimanfaatkan sebagai bahan baku industri
bambu baik sebagai industri rumah tangga seperti kerajinan maupun
sebagai bahan baku bangunan dan usaha lain.
Salah satu inovasi teknologi bahan bangunan yang dikembangkan oleh
Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Denpasar adalah
“Bambu Laminasi”. Bambu laminasi ini dapat dijadikan sebagai alternatif
pengganti bahan kayu yang diharapkan bisa diterima oleh masyarakat.

48 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Keunggulan-keunggulan antara lain :
1. Harga bambu relatif murah dibanding kayu.
2. Bambu merupakan tanaman yang adaptatif terhadap kondisi tanah dan cuaca dan cocok
untuk perlindungan bagi lahan yang rawan erosi
3. Bambu mempunyai pertumbuhan yang sangat cepat, berbeda dengan pohon kayu hutan
yang baru siap tebang dengan kualitas baik setelah berumur 40 – 50 tahun, maka bambu
dengan kualitas yang baik dapat diperoleh hanya pada umur 3 – 5 tahun.
4. Daya elastis bambu sangat tinggi sehingga struktur bambu mempunyai ketahanan yang
tinggi terhadap gaya angin dan gaya gempa.
5. Bambu mempunyai kekuatan tarik yang cukup tinggi.

Aplikasi bambu laminasi pada model bangunan tradisional Bali antara lain :
a. Sebagai komponen struktur tiang dan balok.
b. Sebagai komponen rangka atap (pemucu, pemade, langit-langit, dan iga-iga).
c. Diaplikasikan penutup dinding atau partisi.
d. Diaplikasikan sebagai daun pintu.
e. Diaplikasikan sebagai penutup lantai (parquet).
f. Diaplikasikan sebagai elemen ornamentasi.

Tipe rumah/bangunan tradisional dalam kelompok permukiman masyarakat Bali pada


umumnya merupakan sekelompok bangunan yang secara fungsional berbeda yang diatur
dengan cara yang khusus dalam kelompok (kuren) yang dilingkupi oleh dinding pagar. Ada
tujuh elemen dasar : (1) pintu masuk; (2) ruang tidur; (3) jineng atau tempat penyimpanan padi;
(4) bangunan dapur; (5) tempat mandi; (6) ruang kerja; (7) tempat pemujaan keluarga.
Jineng merupakan salah satu unit bangunan pada rumah tinggal tradisional Bali yang menjadi obyek kegiatan. Letak atau posisi unit bangunan ini
berdasarkan pedoman Asta kosala-asta kosali-asta gumi adalah di daerah nista. Jineng merupakan bangunan berbentuk panggung dengan denah
empat persegi panjang, bertiang empat dengan atap pelana. Bagian atas jineng berfungsi sebagai ruang penyimpanan padi dan bagian bawah
berfungsi tempat istirahat keluarga dan aktivitas sosial lainnya.

–Putu Geria Sena–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 49


Pengkajian Kehandalan Sistem Struktur dan Konstruksi Bangunan Tradisional
Jineng (Bali) terhadap Gempa
Penulis KTI : Made Aryati, Putu Geria Sena, Rusli dan Iwan Suprijanto
Bangunan Jineng (bangunan tradisional Bali) pengujian laboratorium, menunjukkan bahwa pada skala laboratorium untuk mengetahui
saat ini banyak yang telah berubah fungsi, dari bangunan Jineng memiliki tingkat kestabilan dan sistem perkuatan yang lebih efisien dan efektif
hanya sebagai tempat penyimpanan padi hingga elastisitas yang tinggi terhadap pembebanan pada bagian sambungan bangunan tradisional.
sebagai ruang hunian pada struktur bagian gempa termasuk pada wilayah zona kegempaan
atasnya. Perubahan fungsi ini berpengaruh V. Pada hasil pengujian laboratorium skala
–Made Aryati–
terhadap stabilitas strukturnya dan tingkat laboratorium menunjukkan bahwa bangunan
keamanan bangunan dalam menerima beban Jineng mampu menerima beban lateral
gempa. Secara struktural bangunan Jineng maksimum sebesar 1,41 tf dan minimum sebesar
memiliki karakteristik berbentuk panggung 1,51 tf. Dan deformasi lateral yang terjadi sebesar
dengan proporsi berat atap bangunan yang 160,38 mm (maksimum) dan 159,28 (minimum).
lebih besar dibandingkan bagian bangunan Pada saat terjadi deformasi lateral maksimum,
lainnya. Permasalahannya adalah apakah sistem bangunan Jineng belum mengalami keruntuhan.
struktur tersebut memiliki tingkat stabilitas yang Pola retak yang ditimbulkan hanya pada bagian
tinggi terhadap beban gempa? Untuk itu, perlu sisi luar balok dan tiang saka. Ini menunjukkan
dilakukan penelitian dan pengkajian terhadap bahwa bangunan Jineng memiliki tingkat
sistem struktur dan konstruksi pada bangunan elastisitas yang tinggi terhadap beban gempa.
Jineng. Pengujian dilaksanakan dengan skala Dari hasil uji simulasi model pada SAP 2000v11,
1:1 terhadap struktur rangka bangunan Jineng. menunjukkan bahwa bangunan Jineng memiliki
Dimensi balok dan kolom serta ukuran struktur stabilitas yang tinggi terhadap beban gempa,
rangka bangunan Jineng diperlakukan sama khususnya pada wilayah zona gempa V. Namun
dengan perhitungan pada SAP 2000v11. tingkat kestabilan terhadap guling cenderung
Bahan struktur rangka secara keseluruhan lebih kecil. Untuk meningkatkan kestabilan
menggunakan kayu kelapa. Hal ini disebabkan akibat reaksi dari gaya guling, dapat dilakukan
karena sulitnya menemukan kayu nangka (kayu dengan memperbesar dimensi tiang saka, atau
yang digunakan pada kondisi eksisting pada memberikan penyiku pada bagian sambungan
bangunan Jineng). dan memperkuat sistem sambungan itu sendiri,
Kesimpulan sebagai hasil dari proses analisis yang seperti memberikan pengaku skur pada joint.
menggunakan simulasi model pada SAP dan hasil Namun hal ini perlu dikaji secara lebih khusus

50 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Kehandalan Sistem Struktur dan Konstruksi dalam Merespon Gempa
pada Bangunan Tradisional (Saka Sanga) Bali
Penulis KTI : Made Aryati, Avend Mahawan dan Rusli
Ditinjau dari aspek kekuatan struktur, bangunan lambang (balok atas) yang berfungsi sebagai Dengan tujuan lebih mengetahui perilaku
tradisional memiliki karakteristik tertentu guna pengakunya. struktur yang terjadi pada titik simpul atau
memberikan efek perkuatan struktur dalam Pada kondisi eksisting, model bangunan yang sambungan pada bangunan tradisional.
menerima pembebanan terutama beban gempa dikaji berbahan dasar kayu nangka pada Untuk hasil pengujian parsial laboratorium
pada masing-masing wilayah. Secara umum, bagian kolomnya dan kayu kelapa untuk balok terhadap struktur sambungan bangunan
getaran gempa yang terjadi akan berpengaruh strukturnya. Namun untuk melakukan pengujian tradisional Saka Sanga, diketahui bahwa
pada bangunan berupa: gaya inersia, yaitu di skala laboratorium menggunakan bahan uji kayu dengan penambahan perkuatan pada titik
mana percepatan tanah akibat gempa terhadap kelapa baik untuk kolom maupun pada balok sambungan bangunan tradisional Saka Sanga,
massa struktur/ bangunan yang menyebabkan bangunan. Hal ini disebabkan karena semakin tidak memberikan kekuatan dan kestabilan yang
bangunan ikut bergetar; gaya guling pada langkanya persediaan kayu nangka di pasaran. cukup signifikan. Sambungan dengan sistem
bangunan yang terjadi akibat perbedaan Hasil dari uji properties dari kayu kelapa yang pasak terbukti memilki tingkat elastisitas yang
pusat kekakuan massa struktur dengan pusat dilakukan adalah: Rerata kuat tekan sejajar serat cukup tinggi. Dengan demikian saat menerima
pembebanan gempa. senilai 40,970 MPa, kuat tekan tegak lurus serat beban maksimum, pola keretakan yang terjadi
Permasalahannya adalah bagaimana kehandalan sebesar 19,853 MPa, kuat tarik sejajar serat 1,928 hanya pada bagian luar dari balok. Berbeda
struktur bangunan tradisional ditinjau dari MPa, kuat tarik tegak lurus serat 42,089 MPa, halnya dengan pola keretakan benda uji dengan
perilaku sistem strukturnya dalam menerima kuat geser sebesar 9,734 MPa dan MOE sebesar perkuatan dowel dan pelat. Keretakan terjadi
beban gempa maupun beban angin. Model 4.082,120 MPa. hingga bagian kolom dan balok.
bangunan tradisional yang dikaji adalah Metode Penelitian yang dilakukan adalah
Bangunan tradisional Saka Sanga (Bali) dengan dengan menganalisa sistem struktur bangunan –Made Aryati–
struktur rangka kayu yang memiliki 9 (sembilan) tradisional melalui simulasi model pada SAP
buah tiang kolom utama. Kedudukan tiang 2000v11 dan pengujian struktur secara parsial
distabilkan oleh sunduk (balok bawah) dan pada titik sambungan model uji bangunan.

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 51


Identifikasi Pelapukan Genteng Bambu pada Bangunan Tradisional
dalam Upaya Peningkatan Masa Layan
Penulis KTI : Ida Bagus Gede Putra Budiana dan I Ketut Narsa
Komponen penutup atap pada bangunan tradisional Bali di Desa Sp. Sedangkan jamur yang menyebabkan pelapukan baik pelapu coklat
Panglipuran, Kabupaten Bangli menggunakan bambu sebagai penutup (brown rot), pelapuk putih (white rot) dan pelapuk lunak (soft rot) tidak
atapnya. Genteng bambu ini dibuat dari bilah-bilah bambu yang disusun ditemukan, begitu juga dengan jamur pewarna (stainning fungi). Genteng
vertikal sedemikian rupa saling menutupi satu dengan lainnya sampai bambu yang rusak akibat serangan jamur dapat dicegah dengan melapisi
ketebalan tertentu sehingga sangat mirip dengan sirap kayu. Tetapi sirap bagian yang terkena cuaca dengan cat, pernis atau pelapis sehingga
sangat rentan terserang organisme perusak (bubuk dan jamur) sehingga dapat mengurangi kecepatan dan besarnya perubahan kelengasan.
tujuan penelitian ini untuk mengetahui jenis dan faktor apa sajakah Terdapat 4 (empat) jenis bilah genteng yang digunakan sebagai penutup
yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada genteng bambu dan atap bangunan di Desa Adat Panglipuran yaitu; 1) Tagtag dimana memliki
tata cara pembuatan genteng bambu pada rumah tradisional. Dilakukan ukuran lebar 4-5 cm, panjang 26 cm, tebal 0,5-0,8 cm. Dibuat kait 11 cm
pengambilan sampel secara acak yang terdiri dari 3 (tiga) klasifikasi yaitu; pada bagian kepala genteng, ujung bawah genteng dibuat tumpul tapi
1) genteng bambu yang belum mengalami pelapukan, 2) genteng bambu dibuat miring pada arah tebalnya 2) Pemade di mana memliki ukuran lebar
yang sudah mengalami pelapukan dan tidak terlalu banyak mengalami 4-5 cm, panjang 40 cm, tebal 0,5-0,8 cm. Dibuat kait 11 cm pada bagian di
kerusakan, 3) genteng bambu yang sudah mengalami pelapukan dan kepala genteng, ujung bawah genteng dibuat tumpul tapi dibuat miring
kerusakan. Bahan yang digunakan untuk media adalah PDA (Potato Dextrose
Agar), alat yang digunakan diantaranya mikroskop, kaca objek serta kaca
penutup, jarum inokulasi, laminar air flow cabinet, cawan petri dan tabung
reaksi. Berdasarkan hasil isolasi pada genteng bambu diperoleh 10 tipe/
kelompok isolat jamur yang terdiri dari 3 macam marga yang teridentifikasi
yaitu Trichoderma (2 jenis), Pestalotiopsis (4 jenis), serta Mucor (1 jenis),
dan 3 tipe/kelompok jamur yang belum teridentifikasi dikarenakan tidak
menghasilkan konidia. Kemungkinan isolat-isolat tersebut termasuk Steril
Miselia. Pada genteng bambu ini terdapat 3 kelompok jamur yang dapat
menyebabkan kerusakan pada bambu yaitu; 1) jamur pengotor (mould),
2) jamur pewarna (staining fungi), 3) jamur pelapuk (rot). Berdasarkan hasil
identifikasi 7 isolat jamur yang telah diisolasi dari bambu rumah adat Bali
hanya ditemukan jenis-jenis jamur yang menyebabkan pengotoran pada
bambu (mould), seperti Trichoderma Sp. dan Mucor Sp. dan Pestaloptiosis

52 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


pada arah tebalnya. Dalam pemasangan genteng bambu beserta bubungannya dipastikan tidak memakai paku seperti pada pemasangan atap seng.
Semua pemasangan genteng bambu menggunakan sistem kait (kilatan) dan untuk memperkuatnya hanya diikat menggunakan tali ijuk maupun tali
bambu. Dapat disimpulkan bahwa diketahui ada 3 macam marga jamur yang teridentifikasi yaitu Trichoderma Sp, Pestalotiopsis Sp, Mucor Sp. di mana
jenis jamur ini termasuk jamur pengotor, sedangkan jamur pewarna dan pelapuk tidak ditemukan.

–Ida Bagus Gede Putra Budiana–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 53


Kehandalan Struktur Bangunan Tradisional Bali (Jineng) dalam Upaya
Pelestarian dan Pengembangan Keajegan Arsitektur Tradisional Bali
Penulis KTI : Made Aryati, Rusli dan Iwan Suprijanto
Bangunan Jineng (bangunan tradisional Bali) saat ini banyak yang telah balok dan tiang saka. Ini menunjukkan bahwa bangunan Jineng memiliki
berubah fungsi, dari hanya sebagai tempat penyimpanan padi hingga tingkat elastisitas yang tinggi terhadap beban gempa.
sebagai ruang hunian pada struktur bagian atasnya. Perubahan fungsi Dari hasil uji simulasi model pada SAP 2000v11, menunjukkan bahwa
ini berpengaruh terhadap stabilitas strukturnya dan tingkat keamanan bangunan Jineng memiliki stabilitas yang tinggi terhadap beban gempa,
bangunan dalam menerima beban gempa. Secara struktural bangunan khususnya pada wilayah zona gempa V. Namun tingkat kestabilan terhadap
Jineng memiliki karakteristik berbentuk panggung dengan proporsi berat guling cenderung lebih kecil. Untuk meningkatkan kestabilan akibat
atap bangunan yang lebih besar dibandingkan bagian bangunan lainnya. reaksi dari gaya guling, dapat dilakukan dengan memperbesar dimensi
Permasalahannya adalah untuk mengetahui tingkat stabilitas terhadap tiang saka, atau memberikan penyiku pada bagian sambungan dan
beban gempa dari struktur bangunan tersebut. Untuk itu dilakukan memperkuat sistem sambungan itu sendiri, seperti memberikan pengaku
penelitian dan pengkajian terhadap sistem struktur dan konstruksi pada skur pada joint. Namun hal ini perlu dikaji secara lebih mengkhusus pada
bangunan Jineng. skala laboratorium untuk mengetahui sistem perkuatan yang lebih efisien
Pengujian dilaksanakan dengan skala 1:1 terhadap struktur rangka dan efektif pada bagian sambungan bangunan tradisional.
bangunan Jineng. Dimensi balok dan kolom serta ukuran struktur rangka
–Made Aryati–
bangunan Jineng diperlakukan sama dengan perhitungan pada SAP
2000v11. Bahan struktur rangka secara keseluruhan menggunakan kayu
kelapa. Hal ini disebabkan karena sulitnya menemukan kayu nangka (kayu
yang digunakan pada kondisi eksisting pada bangunan Jineng).
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil simulasi model pada SAP 2000v11
dan hasil pengujian laboratorium, menunjukkan bahwa bangunan
Jineng memiliki tingkat kestabilan dan elastisitas yang tinggi terhadap
pembebanan gempa termasuk pada wilayah zone kegempaan V. Pada
hasil pengujian laboratorium skala laboratorium menunjukkan bahwa
bangunan Jineng mampu menerima beban lateral maksimum sebesar
1,41 tf dan minimum sebesar 1,51 tf. Dan deformasi lateral yang terjadi
sebesar 160,38 mm (maksimum) dan 159,28 (minimum). Pada saat
terjadi deformasi lateral maksimum, bangunan Jineng belum mengalami
keruntuhan. Pola retak yang ditimbulkan hanya pada bagian sisi luar

54 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Pengaruh Pondasi Umpak pada Perilaku Seismik Rumah Tradisional
Uma Ruka, Nusa Tenggara Barat
Penulis KTI: I Ketut Suwantara dan Ida Bagus Gede Putra Budiana
Kepulauan Indonesia yang terletak pada ring of fire sangat berpotensi beban barang-barang yang disimpan di dalam rumah tradisional tersebut
terkena gempa. Dalam sembilan tahun terakhir ini tercatat beberapa dan juga beban dari manusia yang tinggal di dalamnya. Sedangkan
gempa besar diantaranya: gempa Aceh disertai tsunami tahun 2004 (Mw untuk beban gempa akan digunakan modifikasi gempa El Centro yang
= 9,2), gempa Nias tahun 2005 (Mw = 8,7), gempa Yogyakarta tahun 2006 telah dibuat sebelumnya. Beban gempa tersebut dimasukkan berupa
(Mw = 6,3), dan terkahir gempa Padang tahun 2009 (Mw = 7,6). Gempa data percepatan pada analisis nonlinear direct integration time history.
yang terjadi tersebut telah menyebabkan korban jiwa dan keruntuhan Analisis dilakukan dengan membandingkan tegangan yang terjadi pada
bangunan modern secara struktural, namun berbeda dengan bangunan komponen-komponen struktur dengan tegangan yang diizinkan menurut
tradisional yang tetap utuh tanpa mengalami keruntuhan struktural. PKKI 1961, sehingga diketahui kekuatan dan stabilitasnya.
Uma Ruka sebagai salah satu rumah tradisional masyarakat Sumbawa,
provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu rumah tradisional
yang terbentuk berdasarkan local wisdom dan tidak mengalami perubahan
signifikan hingga sekarang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
pengaruh pondasi umpak terhadap kakuatan struktur rumah tradisional
Uma Ruka dalam menahan gaya lateral gempa.
Metodologi penelitian dilakukan secara numerik dengan tahapan sebagai
berikut. Pemodelan dengan menggunakan link/support properties sebagai
pendekatan perletakan base isolation yang sesungguhnya. Link/support
properties digunakan pada program SAP 2000 untuk memodelkan
perletakan Coulomb friction dengan koefisien gesek yang divariasikan
sebesar 0,3; 0,5; dan 0,7. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
koefisien gesek tersebut terhadap tegangan pada komponen struktur
bangunan. Modifikasi percepatan gempa El Centro dengan menggunakan
program RESMAT. Modifikasi ini dilakukan untuk mendapatkan percepatan
gempa yang mirip dengan spektrum gempa dalam SNI 03-1726-2002
mengenai Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan
Gedung, sehingga percepatan gempa hasil modifikasi tersebut dapat
lebih relevan diterapkan di Indonesia. Beban mati merupakan berat
sendiri dari struktur bangunan rumah tradisional. Beban hidup terdiri atas

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 55


panjang kolom struktur. Hasil analisis struktur menunjukkan hampir semua
elemen struktur memiliki rasio lebih dari 1, namun bangunan masih dapat
dikatakan berperilaku memenuhi syarat jika tanpa meninjau gempa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kearifan lokal dalam bentuk
penggunaan model tumpuan berupa kolom di atas pondasi umpak
pada rumah tradisional Uma Ruka di Sumbawa terbukti efektif
menghasilkan efek base isolation yang dapat meningkatkan keandalan
struktur terhadap gempa. Koefisien friksi yang paling kecil (0,3) mampu
meningkatkan kinerja bangunan dari beban lateral gempa, terbukti
dari interaksi yang dihasilkan semakin kecil. Penggunaan pondasi
umpak dapat menurunkan rasio tegangan pada struktur sebesar 20%
dibandingkan dengan penggunaan pondasi biasa (perilaku sendi).

–I Ketut Suwantara–

Bangunan Uma Ruka terdiri dari 4 ruangan, yaitu 2 buah kamar tidur, dapur
dan ruang keluarga. Rekapitulasi rasio interaksi tegangan yang terjadi
dengan koefisien friksi yang bervariasi antara 0,3-0,7 terlihat bahwa beban
gempa kembali teredam pada koefisien yang lebih kecil. Kekuatan lateral
bangunan ini hanya bergantung kepada kekakuan sambungan persegi
yang menggunakan pasak, tanpa ada bresing-bresing yang kaku. Pada
elemen struktural juga terlihat adanya bagian balok yang tidak menerus.
Hal ini akan mempengaruhi kekakuan bangunan secara keseluruhan
dan juga mengurangi kekuatan bangunan untuk dapat menahan beban
lateral. Kolom struktur adalah menerus dari pondasi umpak hingga balok
atap, faktor tekuk dihitung dan dikontrol terhadap kelangsingan dan

56 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Identifikasi Kebutuhan Prasarana dan Sarana Ke-Cipta Karya-an
di Lingkungan Permukiman Tradisional di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Penulis KTI : Muhajirin dan Iwan Suprijanto
Permasalahan bidang ke-cipta karya-an terkait dengan lingkungan Kebijakan program bidang cipta karya terkait dengan lingkungan
permukiman tradisional, adalah terbatasnya pelayanan umum (sarana permukiman tradisional di antaranya :
dan prasarana) dalam mendukung permukiman, pertumbuhan dan 1. Peningkatan pelayanan infrastruktur perdesaan, kawasan agropolitan,
pengembangan ekonomi dan sosial daerah dalam rangka pembangunan pulau-pulau kecil dan daerah tertinggal
nasional yang bekelanjutan. 2. Penyelenggaraan pembangunan infrastruktur permukiman yang layak
Isu umum pembangunan bidang ke-cipta karya-an bidang lingkungan huni dan berkelanjutan
permukiman tradisional meliputi : 3. Peningkatan prasarana lingkungan permukiman baik di perkotaan
1. Ketertinggalan daerah pedesaan dan Urban Rural Linkages. maupun perdesaan, termasuk desa nelayan untuk pemenuhan
2. Poor Urban Services meliputi pelayanan air bersih dan sanitasi untuk pelayanan dasar bagi masyarakat berpengasilan rendah (MBR)
masyarakat miskin. 4. Peningkatan produktifitas fungsi kawasan perkotaan dan revitalisasi
3. Poor Coorperation meliputi persoalan bencana dan banjir, masalah kawasan bersejarah, pariwisata dan kawasan lain yang menurun
lingkungan, sampah dan lain-lain. kualitasnya serta pembinaan ruang terbuka hijau.
Standar pelayanan minimal bidang ke cipta karyaan meliputi : jalan
Isu strategis penyelenggaraan pembangunan bidang ke–cipta karya-an lingkungan dan jalan setapak, air limbah, persampahan dan air bersih
terkait dengan lingkungan permukiman tradisional meliputi : untuk umum.
1. Pemenuhan sasaran MDGS 2015, pada target 10 yaitu penurunan
–Putu Geria Sena–
sebesar separuh proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air
minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas dasar pada tahun
2015.
2. Peningkatan keterpaduan program pembangunan, sinkronisasi
program pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam rangka
optimalisasi hasil pembangunan.
3. Peningkatan kualitas pembangunan, meliputi penyelenggaraan
pembangunan bidang cipta karya dengan mengacu pada norma,
standar, pedoman dan manual (NSPM) dalam rangka optimalisasi
pemanfaatan hasil pembangunan.

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 57


Pendekatan Masyarakat dalam Penerapan Teknologi Tepat Guna Bidang Air
Minum dan Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP) untuk Peningkatan
Kualitas Lingkungan Permukiman
Penulis KTI : Pradwi Sukma Ayu Putri dan Made Wirdianyana Wardiha
Permukiman tradisional merupakan permukiman yang memiliki nilai pada empat aspek tersebut karena sampai saat ini belum ada fasilitas
kepercayaan atau agama yang khusus dan unik, namun dalam hal air yang terbangun. Kampung Bena tidak bermasalah dengan pengelolaan
minum dan Penyehatan Lingkungan Permukiman (air limbah domestik, air limbah domestik, namun sedikit bermasalah dengan penyediaan air
drainase, persampahan) belum ada data yang memadai. Target RPJMN minum, pengelolaan sampah, dan drainase. Kampung Wogo kekurangan
Indonesia pada tahun 2014 yaitu meningkatkan persentase penduduk air minum, serta fasilitas MCK tidak memadai. Namun untuk drainase
yang menggunakan jamban sehat menjadi 75% dan 100% penduduk dan pengelolaan sampah tidak terlalu menjadi kendala walaupun
tidak buang air besar sembarangan. Untuk mencapai target tersebut masih perlu pembenahan. Permasalahan utama di Desa Trunyan adalah
diperlukan data mengenai bagaimana kondisi eksisting fasilitas air mengenai kebiasaan masyarakat yang sangat tidak sehat dalam hal BAB
minum dan PLP di permukiman tradisional serta bagaimana konsep dan membuang sampah di danau. Sedangkan di Dusun Sade dan Senaru
pendekatan masyarakat dalam upaya penerapan teknologi tepat guna paling menonjol adalah kualitas air minum mereka yang ternyata tercemar
untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman tradisional. Dalam oleh limbah tinja.
penelitian ini, metode dikembangkan dengan prosedur pengumpulan
data berupa observasi, wawancara, penyebaran kuesioner, in-depth dan
snowballing interview, serta melakukan diskusi terfokus (FGD) dengan
masyarakat lokal. Sedangkan analisis data melalui analisis statistik
deskriptif. Penelitian dilakukan di delapan lokasi permukiman tradisional
yaitu Desa Trunyan dan Desa adat Penglipuran Propinsi Bali, Desa Sade
dan Senaru Pulau Lombok, NTB serta Kampung Bena, Kampung Wogo,
Kampung Prai Natang dan Sodana, Propinsi NTT dengan mendata kondisi
eksisting dari aspek air minum, pengolahan limbah domestik, drainase,
dan persampahan. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa kondisi
eksisting kualitas lingkungan di permukiman tradisional yaitu: 1) kondisi
air bersih 50% tidak memenuhi syarat kesehatan; sebanyak 37,5% dari
lokasi, penduduknya tidak memiliki jamban; 37,5% lokasi tidak memiliki
saluran drainase; dan 80% lokasi, penduduknya tidak mengelola sampah.
Masing-masing komunitas permukiman tradisional memiliki masalah
yang berbeda, kampung Prai Natang dan Kampung Sodana bermasalah

58 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Dari potret kondisi eksisting fasilitas air minum dan PLP di permukiman
tradisional diketahui parameter mana saja yang mengalami permasalahan.
Kemudian direkomendasikan pilihan teknologi untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Kondisi masyarakat merupakan data mengenai
karakteristik lokal yang perlu diperhatikan sebelum menerapkan
teknologi sebagai solusi permasalahan. Kondisi masyarakat terdiri dari
tingkat pengetahuan tentang aspek air minum dan PLP, aturan adat
yang berkaitan dengan aspek air minum dan PLP, serta perilaku atau
kebiasaan masyarakat dalam kaitannya dengan penyediaan air minum,
sanitasi, pengelolaan sampah serta penyaluran air hujan. Dari aspek
kondisi masyarakat ini kemudian dibuat suatu konsep pendekatan yaitu
bagaimana upaya yang dilakukan sebelum menerapkan teknologi yang
didasarkan pada kebiasaan, tingkat pengetahuan, serta aturan adat yang
berlaku di masyarakat setempat. Pada intinya, konsep pendekatan ini
menekankan pada penerapan teknologi berdasarkan pada karakteristik
lokal masyarakat. Konsep pendekatan masyarakat disajikan dalam bentuk
matriks.
Rekomendasi dari hasil penelitian ini ialah konsep pendekatan masyarakat
yang disusun dapat digunakan sebagai acuan bagi para pemangku
kepentingan (stakeholders) untuk memodifikasi desain dan spesifikasi
teknologi yang akan diterapkan di permukiman tradisional.
–Pradwi Sukma Ayu Putri–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 59


Pola Konservasi dan Pengembangan
pada Lingkungan Permukiman Tradisional
(Studi Kasus : di Provinsi Bali, NTB dan NTT)
Penulis KTI : Desak Putu Damayanti, Iwan Suprijanto dan Muhajirin
Proses identifikasi merupakan langkah awal dalam mencapai upaya Ruang lingkup substansial kegiatan ini adalah pengkajian pola spasial
melestarikan arsitektur tradisional yang mulai dilupakan. Namun fakta lingkungan permukiman tradisional, untuk mendapatkan kriteria/
di lapangan menunjukkan arus perubahan dan perkembangannya parameter dalam upaya pengkonservasian atau suatu lingkungan
jauh lebih cepat daripada upaya pelestarian itu sendiri. Untuk itu Balai permukiman tradisional. Sehingga tersusun pola konservasi maupun pola
Pengembangan Perumahan Tradisional telah melakukan identifikasi dan pengembangan pada lingkungan permukiman tradisional Formulasi ini
inventarisasi awal pada TA 2006-2009. kedepannya direncanakan untuk diujicobakan kembali di lapangan untuk
Data sekunder tersebut menjadi acuan penting dalam menyusun mengetahui keefektifannya.
kriteria bilamana sebuah lingkungan permukiman tradisional itu bisa Dalam pengambilan sample digunakan teknik keseuaian dengan memilih
dikonservasi dan atau bilamana lingkungan permukiman tradisional itu lingkungan tradisional dengan cara dianggap sesuai sebagai objek
bisa dikembangkan. penelitian. Berdasarkan hasil
Metode yang dgunakan adalah metode kualitatif, sebagai prosedur inventarisasi dan identifikasi dalam Penelitian Arsitektur Tradisional yang
penelitian yang menghasilkan data deskritif berupa kata-kata tertulis atau dilakukan oleh Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Metode kualitatif Denpasar TA 2007-2009, maka dipilih beberapa lokasi di yang berpotensi
ini mengambil pendekatan bersifat induktif karena tipe penelitian ini untuk dijadikan studi kasus dalam penyusunan pola konservasi dan pola
bertujuan untuk mengembangkan teori dalam penyusunan konsep pengembangan pola spasial desa tradisional.
formulasi. Pengambilan sampel menggunakan teknik kesesuaian dengan Objek kajian terdiri dari Kampung Prainatang, kampung Sodan, kampung
memilih lingkungan tradisional dengan cara dianggap sesuai sebagai Maslette, kampung Sesekoe, kampung Boawae, dan kampung Nage
objek penelitian. berada di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sedangkan kampung
Sade dan Senaru berada di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Hasil yang diperoleh menujukkan bahwa ada 3 kampung yang berada
pada kuadran I (kampung Sesekoe, kampung Sodan, dan kampung
Prainatang). Kampung Nage dan Senaru berada di kuadran III. Sedangkan
kamppung Maslette dan Boawae berada di kuadran IV. Sehingga dapat
disimpulkan metode analisa SWOT secara umum mampu menilai kondisi
kritis-tidaknya kelestarian dan potensi pengembangan desa/kampung
tradisional ke depannya.

–Desak Putu Damayanti–

60 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Aplikasi Bambu Laminasi pada Bangunan Tradisional Uma Lengge

Penulis KTI : Putu Geria Sena dan Iwan Suprijanto


Suku Mbojo adalah suku yang mendominasi sebagai penduduk di bambu awet dan tahan lama. Dipilih bambu yang memiliki penampang
kawasan Kabupaten Bima dan Dompu di wilayah pulau Sumbawa. yang tebal (bambu petung), dengan keunggulan antara lain:
Bangunan atau rumah tradisional suku Mbojo disebut Uma Lengge. Denah 1. Dimensi dapat disesuaikan.
rumah panggung berbentuk persegi dan bangunan dibentuk oleh sistem 2. Dapat dibuat tanpa adanya sambungan.
struktur ruang. Desain rumah panggung secara vertikal pada umumnya 3. Sifat mekanika tinggi.
terdiri dari ruang bawah/kolong, tempat menerima tamu, tempat tidur 4. Pengerjaan setara dengan bahan kayu.
dan dapur, tempat menyimpan hasil panen dan tempat menyimpan 5. Tidak membutuhkan keahlian yang khusus.
benda pusaka. sebagai perletakan tiang adalah batu alam atau buatan. Dari segi teknologi, bambu laminasi dapat diaplikasikan pada Uma Lengge
Struktur dan komponen bangunan lainnya didominasi oleh bahan kayu. (rumah tradisional Bima) dalam skala 1:1.
Makin terbatasnya persediaan bahan kayu, dan makin tingginya harga Bambu laminasi dapat dijadikan alternatif mengatasi keterbatasan bahan
bahan kayu-konstruksi, menghambat atau menghalangi keinginan bangunan lokal sebagai pengganti bahan kayu.
masyarakat membangun bangunan tradisional. Perlu dilakukan Pengerjan pada bahan bambu laminasi sama dengan pengerjaan pada
pengkajian dan pengembangan dengan mempertahankan hal-hal yang bahan kayu.
baik/positif serta memperbaiki kelemahannya melalui pengembangan Sistem struktur dan model/desain bangunan tradisional Bima tetap
teknologi berbasis kearifan lokal. dipertahankan dan ditumbuhkembangkan dengan bambu laminasi
Inovasi teknologi bahan bangunan yang dikembangkan oleh Balai sebagai bahan bangunan (diaplikasikan pada komponen struktur dan non
Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Denpasar adalah struktur).
Bambu Laminasi yang dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti kayu Aplikasi bambu laminasi telah dilakukan dengan baik pada model
dan diharapkan dapat diterima oleh masyarakat. bangunan uma lengge di Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Bambu laminasi diperoleh dari pengolahan batang bambu (bambu –Putu Geria Sena–
petung), dimulai pemotongan dan pembelahan, pengawetan, perekatan
dan pengempaan hingga diperoleh bentuk laminasi dengan ketinggian/
ketebalan yang diinginkan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pembuatan bambu laminasi antara lain, Bahan baku bambu harus
berumur antara 3 - 5 tahun (kualitas baik siap tebang). Bambu yang
digunakan harus bambu yang sehat, ditandai dengan tidak ada tanda-
tanda terserang hama/cacat permukaan. Bambu harus melalui proses
pengawetan baik secara kimia maupun tradisional untuk mendapatkan

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 61


Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman Tradisional
Bidang Pekerjaan Umum
(Studi Kasus: Provinsi Bali dan NTB)
Penulis KTI : Muhajirin
Peningkatan lingkungan permukiman tradisional merupakan salah satu di Propinsi NTB dikaitkan dengan Standar Pelayanan Minimal Bidang
upaya menjadikan lingkungan permukiman menjadi bersih, teratur Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang dikeluarkan oleh Menteri PU
dan sehat. Kondisi eksisting lingkungan permukiman tradisional No.14/PRT/M/2010, tanggal 25 Oktober 2010.
umumnya seperti jalan lingkungan belum tertata rapi dan banyak yang Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
masih berupa jalan tanah, belum tersedianya prasarana air bersih yang deskriptif komparatif yaitu membandingkan antara peraturan menteri
memadai, prasarana pengolahan air limbah rumah tangga, drainase pu tentang standar pelayanan minimal bidang pu dengan kondisi
(saluran air hujan), tempat pembuangan sampah sementara termasuk eksisting prasarana dan sarana di beberapa lingkungan permukiman
belum tersedianya fasilitas sarana penunjang lingkungan permukiman tradisional di Propinsi Bali dan NTB. Menurut Bambang Subiyanto (2011)
tradisional lainnya seperti prasarana pemadaman kebakaran. bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang menerangkan suatu
Selanjutnya Standar Pelayanan Minimum yang diamanatkan oleh fenomena social yang terjadi secara lengkap, dengan melakukan analisa
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.14/PRT/M/2010 tentang Standar mendalam, memberikan tafsiran, tanpa memerlukan suatu rumusan yang
Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang pada rumit.
pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa a). perlu tersedianya air baku untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari hari ; b). tersedianya jaringan jalan
dan ruas jalan yang memadai; c). tersedianya akses air minum yang aman
melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan
bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal
60 liter/orang/hari; d). 1. tersedianya sistem air limbah setempat yang
memadai, 2. tersedianya fasilitas pengurangan sampah, 3. tersedianya
sistem jaringan drainase skala kawasan dan skala kota sehingga tidak
terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 2 jam) dan tidak lebih dari 2
kali setahun. Dalam rangka melihat terpenuhinya standar pelayanan
minimal tersebut di permukiman tradisional dilakukan penelitian dengan
mengambil contoh kasus di Desa Panglipuran dan Desa Tenganan di
Propinsi Bali dan Dusun Sade dan Dusun Senaru di Propinsi NTB. Tujuannya
adalah untuk mengetahui sejauh mana ketersediaan prasarana dan sarana
ke-PU-an pada lingkungan permukiman tradisional di Desa Panglipuran
dan Desa Tenganan di Propinsi Bali dan Dusun Sade dan Dusun Senaru

62 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Selanjutnya menurut Sudaryono Sastrosasmito (2011) bahwa teknik
perekaman data deskriptif diantaranya mendeskripsikan tampilan
fisik, mendeskripsikan rekonstruksi (hasil wawancara), mendeskripsikan
kejadian atau aktivitas (yang dilihat/diamati/didengar), mendeskripsikan
penelitian (yang dirasakan, yang dipikirkan dan lain-lainnya).
Hasil kajian terhadap beberapa lingkungan permukiman tradisional di
Desa Panglipuran dan Desa Tenganan di Propinsi Bali dan di Dusun Sade
dan Desa Senaru di Propinsi Nusa Tenggara Barat dikomparasikan dengan
SPM bidang pekerjaan umum yang harus dipenuhi oleh lingkungan
permukiman tradisional, terdapat beberapa lingkungan permukiman
tradisional sudah menyediakan seluruhnya prasarana yang dibutuhkan
(Desa Panglipuran), ada juga yang baru memenuhi sebagian (Desa
Tenganan dan Dusun Sade) dan ada yang sama sekali belum menyediakan
dan memenuhi standar pelayanan minimal bidang air bersih, jalan
lingkungan, air limbah, persampahan dan drainase (Desa Senaru).

–Made Widiadnyana Wardiha

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 63


Pengembangan Potensi Bambu di Kabupaten Ngada
sebagai Potensi Bangunan Lokal
Penulis KTI : Iwan Suprijanto
Tanaman bambu merupakan salah serta mengetahui prospek produksi persiapan alat yang meliputi; Bak pada tabel berikut :
satu komoditi potensial di Kabupaten dan altematif model usaha bambu pengawetan, mesin serut, planner;
Ngada. Sejauh ini pemanfatannya lapis yang dapat dikembangkan. mesin kempa, klem penjepit serta
masih terbatas pada kebutuhan alat pengukur kadar air (protimeter
lokal dengan memanfaatkan digital). Kemudian dilakukan
bambu secara langsung, bukan persiapan bahan diantaranya
dalam bentuk hasil olahan. Bambu ; Persiapan bambu Petung
merupakan bahan bangunan (Dendrocalamus asper) dengan
yang sangat berpotensi untuk diameter yang besar dan batang Hasil penelitan menyimpulkan
dikembangkan sebagai pengganti yang tebal, persyaratan usia bambu bahwa bambu lapis sebagai
kayu. Masalah yang dihadapi dalam telah mencapai tiga sampai dengan bahan altematif pengganti kayu
penggunaan bambu sebagai bahan lima tahun, tidak terkena serangan mempunyai prospek yang cukup
bangunan selain sifat bambu yang hama/bambu yang sehat dan baik, mengingat bambu sebagai
tidak awet, juga bentuk alami Metode yang dipakai dalam berbatang lurus. Bahan pengawet bahan baku dapat tumbuh
bambu yang bulat dan berongga, penelitian ini adalah metode yang digunakan adalah jenis hampir merata di seluruh wilayah
sehingga bambu pada umumnya eksperimental dengan diagram alur Boron dengan kadar campuran 3% Indonesia, bambu setelah melalui
hanya digunakan pada konstruksi sebagai berikut : terhadap volume air sebagai bahan proses laminasi mengalami
sederhana dan tidak permanen. pelarutnya. Bahan perekat yang peningkatan nilai kekuatan mekanis
Adanya permasalahan untuk digunakan adalah Bahan perekat yang cukup tinggi. Penggunaan
meningkatkan kualitas/ mutu bambu yang digunakan adalah jenis perekat Bahan perekat polymer isocyanat
sehingga mampu menjadi bahan polymer Isocyanate dengan kode (KR memiliki keunggulan dalam
altematif pengganti kayu serta -7800). proses pengerasan, yaitu proses
mengetahui bagaimana prospek Setelah selesai dibuat bambu pengeringan yang relatif cepat
produksi bambu lapis sebagai laminasi kemudian diuji di sehingga akan berpengaruh
altematif pengganti kayu. Penelitian Laboratorium balai bahan Pusat terhadap efisiensi waktu dalam
ini bertujuan untuk mengkaji Kegiatan dimulai dengan proses Litbang Permukiman dengan hasil produksi.
pemanfaatan bambu lapis sebagai pembuatan bambu laminasi yang perbandingan kekuatan nilai acuan
bahan altematif pengganti kayu terdiri dari kegiatan awal berupa pada SNI kayu seperti ditampilkan –I Wayan Avend Mahawan Sumawa–

64 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Menjaga Keberlanjutan Rumah Tradisional Ngada
Melalui Aplikasi Teknologi Bambu Laminasi
Penulis KTI : Iwan Suprijanto, Rusli dan Dedi Kusmawan
Rumah Tradisional Di Kampung Bena dan Wogo Ngada.Potensi bambu petung (Dendrocallamus juga dapat dimanfaatkan sebagai peningkatan
Kabupaten Ngada dengan adanya kemajuan Asper) terdapat 11.462.850 batang dengan kualitas bahan bangunan lokal baik dari
teknologi sedikit demi sedikit mengalami jumlah rumpun sebanyak 347.359 rumpun. konstruksi maupun furnitur. Teknologi bambu
pergeseran. Untuk itu diperlukan suatu teknologi Bambu tua (4-5 tahun) yang siap dipanen laminasi memiliki prospek pemanfaatan dan
tetapi tidak mengubah bentuk artefak bangunan sekitar 60% dan bambu muda (2-3 tahun) pengembangan industri kreatif di Kabupaten
tradisional sebagai peningkatan kualitas rumah dapat dipanen sekitar 40%. Dengan demikian Ngada, sehingga dapat meningkatkan sektor
tradisional. Rumah tradisional di Kampung potensi bambu petung (Dendrocallamus Asper) riil bagi kesejahteraan masyarakat. Aplikasi
Bena dan Wogo merupakan salah satu rumah yang dimiliki Kabupaten Ngada dapat menjadi teknologi bambu laminasi pada bangunan
tradisional di Kabupaten Ngada yang masih sumber bahan baku jangka pendek maupun tradisional di Kampung Bena dan Wogo (Sao’
mempertahankan keasliannya. Dimana bahan jangka panjang. Dalam peningkatan kualitas Meze) di Kabupaten Ngada sebagai peningkatan
bangunan menggunakan bahan bangunan bahan bangunan lokal guna menunjang kualitas dan pengembangan ekonomi kreatif.
lokal yang ada di sekitar lingkungan perumahan. pelestarian bagunan tradisional di Kampung Aplikasi teknologi bambu laminasi dilakukan
Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Bena dan Wogo, Balai Pengembangan Teknologi pada struktur utama, dinding pengisi dan
Tradisional Denpasar melakukan penelitian dan Perumahan Tradisional Denpasar melakukan penutup lantai, sedangkan rangka lantai dan
pengembangan bambu laminasi di Provinsi aplikasi penerapan pembuatan bangunan rangka atap menggunakan bambu. Arsitektur
Nusa Tenggara Timur sebagai salah satu daerah tradisional menggunakan teknologi bambu disesuaikan pada kondisi eksisting bangunan
potensi bambu. Uji coba penerapan teknologi laminasi berbasisi bambu petung. Pemasangan rumah di Kampung tradisional Bena dan Wogo
bambu laminasi pada bangunan tradisional bangunan tradisional dengan sistem knock down untuk menjaga keberlanjutan rumah tradisional.
Kampung Bena dan Wogo di Kabupaten Ngada menggunakan pasak pada sambungannya.
berbahan dasar bambu laminasi berbasis Aplikasi penerapan bangunan tradisional ini
bambu petung. Tujuan penelitian ini adalah dilakukan sesuai dengan kondisi eksisting,
mengetahui aplikasi teknologi bambu laminasi pada struktur bangunan, dinding pengisi, dan
guna menjaga keberlanjutan rumah tradisional penutup lantai menggunakan bambu laminasi.
di Kampung Bena dan Wogo. Meurut data dari Setelah melakukan penerapan teknologi
Dinas Kehutanan Kabupaten Ngada Tahun 2007 bambu laminasi pada bangunan tradisional di
bahwa luas tanaman bambu 80% didominasi Kampung Bena dan Wogo diharapkan dapat
oleh jenis bambu petung (Dendrocallamus dijadikan pusat informasi mengenai teknologi
Asper) dari total keseluruhan di Kabupaten dan penerapan bambu laminasi. Selain itu –Ida Bagus Gede Putra Budiana–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 65


Arsitektur Tradisional Nusa Tenggara Timur sebagai Identitas Budaya
yang dapat Melestarikan Arsitektur Lokal
Penulis KTI : Iwan Suprijanto dan Desak Putu Damayanti
Ragam budaya masyarakat Indonesia terbentuk karena perbedaan kondisi penelitian terintegrasi, antara pendekatan kualitatif dan pendekatan
sosial masyarakat yang dipengaruhi oleh alam lingkungan di sekitarnya. kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengeksplorasi dan
Tiap-tiap komunitas yang tinggal pada habitat tertentu memiliki ke- mendalami nilai-nilai tradisi yang ada. Sedangnkan pendekatan kuantitatif
khasan tersendiri. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, lebih diarahkan untuk memperoleh alurasi data yang lebih valid terkait
kemajuan teknologi, serta pola kebutuhan hidup masyarakat, maka data-data yang terukur. Teknik sampling yang digunakan adalah sampel
terjadilah pergeseran-pergeseran yang berakibat pada hilangnya keaslian bertujuan (purposive sampling).
arsitektur tradisional tersebut. Keberadaan yang masih tersisa, umumnya
tidak terpelihara dan rusak karena usia.
Melihat fenomena tersebut, mulai bermunculan upaya-upaya pelestarian
yang bersifat analisis dokumentasi falsafah tradisional yang terkandung
di dalamnya, agar nantinya dapat dijadikan acuan tertulis untuk generasi
berikutnya. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa keberadaan
arsitektur tradisional beserta artefaknya seringkali belum dan tidak
terdokumentasikan dengan baik. Mengingat semakin cepatnya proses
pergeseran tersebut dan semakin terbatasnya kemampuan dana untuk
membiayai kegiatan tersebut, maka strategi pelestarian “PRESERVE BY
RECORD” dipandang sebagai alternatif strategi terbaik untuk mengatasinya
dalam waktu dekat. Khususnya pada daerah-daerah terpencil, keberadaan
tentang data arsitektur tradisionalnya masih sangat terbatas. Salah satunya
di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang terdiri dari banyak pulau-pulau kecil
dengan 10 (sepuluh) ragam arsitektur yang tersebar.
Tulisan ini mengangkat permasalahan mengenai ragam arsitektur apa saja
yang terdapat pada Provinsi Nusa Tenggara Timur dan bagaimana wujud
arsitektur tersebut. Kajian ini merupakan penelitian eksploratif, yang berarti Penelitian ini menggunakan berbagai teknik pengumpulan data. Teknik
masalah yang diteliti masih merupakan suatu fenomena yang originil pengumpulan data terdiri dari teknik observasi, wawancara terstruktur,
atau belum banyak diteliti, Area penelitian masih sangat samar dengan hingga diskusi kelompok (focus group discussion).
referensi yang terbatas. Populasi penelitian adalah seluruh ragam arsitektur
traidisional di Provinsi NTT. Kompleksitas masalah menuntut pendekatan

66 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Wawancara terstruktur dilakukan terhadap responden yang memahami Kesepuluh ragam arsitektur tersebut, yaitu :
lebih dalam tentang nilai-nilai budaya terkait dengan arsitektur tradisional. 1. Arsitektur tradisional Sumba
Diskusi kelompok atau focus group discussion dilaksanakan terutama 2. Arsitektur tradisional Sabu
terhadap para pemerhati dan kaum profesional seperti para tetua adat 3. Arsitektur tradisional Rote
terkait. 4. Arsitektur tradisional Wehali
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa setiap suku di Nusa Tneggara 5. Arsitektur tradisional Atoni
Timur mengembangkan dan mewariskan kebudayaannya sendiri, 6. Arsitektur tradisional Alor
termasuk seni arsitekturnya. Dibandingkan dengan provinsi lainnya di 7. Arsitektur tradisional Flores Timur (Lamaholot)
Indonesia, Nusa tenggara Timur sanngat kaya di bidang seni arsitektur 8. Arsitektur tradisional Lio
tersebut dan memiliki setidaknya 10 (Sepuluh) ragam arsitektur tradisional 9. Arsitektur tradisional Ngada
(vernakular) yang berkaitan dengan seni budaya tradisional dan adat 10. Arsitektur tradisional Ngada
setempat berdasarkan penelitian terdahulu dari Ir. Philipus Jeraman (1992). 11. Arsitektur tradisional Manggarai
–Desak Putu Damayanti–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 67


Prospek Pengembangan Produk Bebak Komposit
pada Aplikasi Rumah Tradisional NTT
Penulis KTI : Rusli, Dedi Kusmawan dan Iwan Suprijanto
Rumah tradisional pada umumnya menggunakan bangunan melalui proses laminasi. Pada tahun dalam penelitian ini adalah berbahan dasar
bahan-bahan lokal yang ada disekitar sebagai 2010 telah dilakukan pengujian sifat mikroskopis Polyuretane dan Crosslinker sebagai hardener.
bahan bakunya. Salah satu bahan yang pelepah gewang, bahan dipotong melintang Untuk mendapatkan berat labur perekat yag
digunakan dan ketersediaannya masih banyak dan kemudian permukaan potongan melintang ekonomis maka kedua perekat tersebut dicampur
ditemui di Pulau Timor NTT adalah pelepah tersebut dihaluskan dengan cara diamplas, maka air dengan beberapa variasi.
daun, pohon gewang atau dalam istilah lokalnya akan tampak suatu gambaran unsur-unsur yang Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada kondisi
disebut bebak. tersusun dalam pola menyebar, dari potongan perekat tanpa campuran diperoleh kekuatan
Pada saat ini penggunaan bebak sebagai melintang tersebut pelepah ini terdiri dari 3 tarik 0.19 MPa. Kekuatan tarik bertambah seiring
komponen bahan bangunan rumah tradisional sistem jaringan, yaitu: sistem jaringan dermal/ dengan penambahan kadar air. Sampai pada
NTT semakin ditinggalkan, mengingat penutup, sistem jaringan pembuluh dan sisem kondisi optimumnya yaitu pada campuran air
penampilan bebak yang kurang menarik dari segi jaringan dasar. Sistem jaringan dermal terdapat 10% diperoleh kekuatan tarik 0.31 MPa. Pada
penampilan dan juga dari sifat bahan organik pada bagian terluar pelepah dan sebagai penambahan kadar air berikutnya yaitu 16%
bebak yang mudah lapuk. jaringan pelindung yang dilapisi zat lilin. Lapisan dan 24% kekuatan tarik mengalami penurunan.
Pelepah daun gewang atau istilah lokalnya lilin ini yang mencegah keluar masuk air secara Dapat disimpulkan bahwa dengan penambahan
disebut bebak secara tradisional dipakai berlebihan serta mencegah serangan organisme konsentrasi air pada campuran perekat sampai
sebagai ornamen dinding rumah tinggal di perusak. Sedangkan pada bagian tengah dengan konsentrasi 10%, dapat meningkatkan
Pulau Timor. Pemanfaatannya dengan cara dipenuhi oleh jaringan parenkim berbentuk kekuatan perekatan sampai dengan 0.31 MPa,
pelepah tegakan muda dikeringkan dipakai bercak-bercak putih yang tersebar. tetapi penambahan konsentrasi air lebih dari
sebagai dinding rumah yang disebut bebak, Metode penelitian yang digunakan adalah 10% akan menurunkan kembali daya lekatan.
pelepah gewang setelah dikeringkan disusun eksperimental, bahan perekat yang digunakan Dengan penambahan konsentrasi air dapat
bertumpuk kemudian dipasak dengan bambu menghemat penggunaan perekat sampai
sehingga membentuk lembaran-lembaran dengan 32%. Penelitian menyimpulkan bahwa
menyerupai papan. Dalam upaya peningkatan dengan dikembangannya bebak komposit
kualitas bebak, maka bebak tersebut diproses dengan perekat polyuretane ditambah campuran
melalui pengawetan, pemipihan, pengempaan air optimum diperoleh suatu produk bebak
dan perekatan, sehingga penampilan secara komposit yang ekonomis.
fisik dan estetika dapat meningkat. Tujuannya
penelitian ini adalah mengembangkan teknologi –Ida Bagus Gede Putra Budiana–
pemanfaatan bebak komposit sebagai komponen

68 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Potensi Pengembangan Kampung Bena

Penulis KTI : Made Wahyu Bayu Surya dan Muhajirin


Bena adalah nama sebuah perkampungan yang disebut “loka”. Di bagian selatan merupakan
tradisional yang terletak di Desa Tiworiwu, area tertinggi di wilayah perumahan Bena,
Kecamatan Jerebuu, Ngada. Desa Bena terletak terdapat Patung Bunda Maria dan batu-batu
di bawah kaki Gunung Inerie sekitar 13 km arah besar. Bagian selatan ini dibatasi oleh jurang
selatan Kota Bajawa. Kabupaten Ngada memiliki yang cukup dalam.
luas 9.937,76 Km dengan jumlah penduduk Metode penelitian adalah observasi lapangan.
245.864 jiwa. Berdasar analisis diketahui beberapa potensi
Struktur kemasyarakatannya mengikuti garis Kampung Bena yang dapat dikembangkan ke
keturunan pihak Ibu, atau matrilinier. Bila depannya, antara lain :
seorang laki-laki telah menikah maka laki-laki 1. Pola spasial kampung yang masih
tersebut masuk ke dalam klan istrinya. dipertahankan sebagaimana aslinya.
Pada awalnya hanya terdapat satu klan di dalam 2. Adanya kuburan leluhur berupa batu-batu
kampung Bena, karena ada perkawinan dengan megalitikum dalam kondisi yang masih asli.
suku lain maka melahirkan 9 klan yang ada 3. Berada di kaki gunung sehingga memiliki
sekarang. Pada saat klan baru terbentuk maka pemandangan alam yang indah dan dapat
berlangsunglah suatu upacara yang diakhiri dilihat dari seluruh arah. Selain itu banyak
dengan pendirian Ngadhu (simbol keluarga laki- wisatawan yang tertarik untuk mendaki
laki) dan Bagha (simbol keluarga wanita). Rumah gunung Inerie.
inti keluarga laki-laki akan menjadi Saka Lobo 4. Potensi hasil bambu dengan kualitas baik
dan rumah inti keluarga wanita menjadi Saka yang terdapat pada hutan bambu di sekeliling
Pu’u, keduanya menjadi rumah pokok klan baru desa.
tersebut. 5. Sumber air panas yang mengalir di sepanjang
Pola spasial Kampung Bena adalah pola linear, desa.
terlihat jelas dari rumah tradisional yang berderet 6. Sistem musyawarah dalam masyarakat yang
rapi dari utara ke selatan. Pintu masuk kampung terus selalu dijaga.
berada di sebelah utara, ditandai dengan 7. Memiliki potensi kesenian dan tari - tarian
tumpukan batu yang disusun membentuk yang beragam serta hasil kerajinan tangan
dinding dengan tangga menuju ruang terbuka berupa kain tenun.

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 69


Peneltian menyimpulkan bahwa disamping potensi yang dimiliki, terdapat juga beberapa tantangan dalam pengembangan ke depannya, antara lain:
1. Kendala keterbatasan penyediaan bahan bangunan lokal untuk memperbaiki rumah tradisional dengan jenis bahan yang sama.
2. Jaringan listrik dari PLN belum mencapai kampung Bena. Masyarakat menggunakan genset, dan lampu minyak sebagai penerangan. Hal ini
membatasi aktivitas masyarakat ataupun pengunjung homestay dimalam hari.
3. Kendala dana dan pemasaran transportasi dimana angkutan umum menuju Kampung Bena masih sangat terbatas.
4. Sumber Daya Manusia (SDM) penduduk Kampung Bena masih perlu ditingkatkan untuk mendukung kemajuan Kampung Bena, terutama dalam hal
bahasa, guna pemanfaatan tenaga warga Kampung Bena, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup warga secara langsung.
5. Sistem pemipaan air bersih yang terbuka / tidak rapi sehingga mengganggu keindahan desa.
6. Kurangnya komunikasi antara instansi pemerintah yang terkait untuk setiap rencana pengembangan yang akan dilakukan.

–Desak Putu Damayanti–

70 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Karakteristik Termal Model Bangunan Tradisional Sao Meze
dari Bambu Laminasi di Kampung Bena
Penulis KTI : Rini Nugrahaeni, Made W. B. Surya, Made W. Wardiha dan Muhajirin
Sao Meze merupakan sebutan bagi rumah melakukan penelitian dan penerapan bambu bangunan diukur menggunakan alat Hioki data
tradisional Ngada. Berdasarkan hasil penelitian laminasi di wilayah Kabupaten Ngada, NTT Logger dan termokopel tipe T dengan interval
tahun 2010 selubung bangunan pada hunian yaitu di Kampung Bena dan Kampung Wogo. pengukuran 60 detik. Termokopel ditempel
tradisional Sao Meze memiliki karakter yang Bangunan tersebut berukuran 6,2 x 6,2 meter pada bidang dinding, atap dan lantai bangunan
mampu menurunkan suhu ruang di siang hari dengan material bambu laminasi pada dinding (bagian dalam dan luar) dengan menggunakan
dan menghangatkan ruang di malam hari. Hal ini dan struktur bangunan. Pengaruh bambu selotip alumunium foil. Pengukuran besaran
memberikan dampak yang baik bagi penghuni laminasi terhadap karakter termal model Sao termal lainnya, meliputi air temperature (Ta),
karena kondisi iklim setempat di Kampung Bena Meze belum diketahui. Dengan demikian wet bulb temperature (Twb), globe temperature
cenderung dingin di malam hari. perlu dilakukan penelitian tentang bagaimana (Tglobe), dilakukan selama 24 jam dengan
Namun saat ini bahan bangunan lokal untuk karakter termal bangunan Sao Meze bambu interval pengukuran 1 jam. Data sekunder
membangun Sao Meze sudah mulai berkurang laminasi. Apakah model Sao Meze bambu merupakan hasil pengukuran lapangan 1x24
sehingga diperlukan bahan pengganti. laminasi memiliki karakter termal yang lebih jam pada Sao Meze asli pada tanggal 12 – 13
Pada tahun 2009, Balai PTPT Denpasar telah baik daripada Sao Meze asli? Faktor-faktor apa April 2010 (periode musim hujan). Analisis
saja yang mempengaruhi kinerja termal model dilakukan dengan membandingkan hasil
Sao Meze bambu laminasi tersebut? temuan di lapangan dengan teori terkait.
Penelitian ini merupakan studi kuantitatif Hasil penelitian menunjukkan Pada periode
komparatif yang membandingkan karakter musim hujan, Sao Meze bambu laminasi dan
termal antara bangunan tradisional Sao Meze asli Sao Meze asli memiliki karakteristik suhu
dengan Sao Meze bambu laminasi berdasarkan ruang dalam yang lebih rendah daripada
pengamatan lapangan. Pengumpulan data suhu luar ruang pada siang hari, sebaliknya
primer dilakukan dengan observasi lapangan memiliki suhu ruang dalam yang lebih tinggi
Sao Meze bambu laminasi di Kampung Bena, daripada suhu ruang luar pada malam hari, dari
Kabupaten Ngada-NTT pada tanggal 28 Mei segi kemampuan bahan dalam mengurangi
2010. Pengukuran model Sao Meze bambu kelembaban bangunan Sao Meze bambu
laminasi dan Sao Meze asli dilakukan pada laminasi lebih baik dari bangunan Sao Meze asli
musim hujan selama 1x24 jam. Parameter termal karena bangunan Sao Meze bambu laminasi
meliputi suhu udara, kelembaban, dan suhu mampu mengurangi kelembaban selisih 0,3 %
selubung bangunan pada bagian dalam dan luar dari kelembaban di luar bangunan, sedangkan

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 71


Bangunan Sao Meze asli cenderung menambah kelembaban selisih 8
% dari kelembaban diluar bangunan. Namun untuk penerapan bambu
laminasi sebagai material rumah tradisional Sao Meze asli di Kampung
Bena perlu adanya penelitian kajian budaya lebih lanjut. Hasil ini
menunjukkan bahwa secara teknis material Bambu laminasi baik untuk
digunakan sebagai material alternatif pengganti kayu di kampung Bena
untuk rumah tradisional karena memberikan kenyamanan termal yang
serupa dengan kayu lokal Hoja dan Fai.
–Made Widiadnyana Wardiha –

72 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Kampung Wogo dan Potensi Pengembangannya

Penulis KTI : Rini Nugraheni dan Iwan Suprijanto


Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu timur, kampung berbatasan langsung 3. Kuburan leluhur, dibentuk dari batu-batu
provinsi di Indonesia yang memiliki potensi besar (menhir) yang terlihat sangat tua.
Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) yang 4. Rumah tradisional/ adat, merupakan
belum dieksplorasi. ODTW yang dikelola bangunan tempat tinggal penduduk
dengan baik tentunya akan memberikan nilai kampung Wogo yang tidak memiliki simbol
ekonomis yang tinggi dan dapat berfungsi gender (Ata dan Ana Iye) di atas atap. Rumah
sebagai media ppendidikan untuk pelestarian adat merupakan tipe rumah panggung
lingkungan dan kebudayaan. Namun, seringkali dengan ketinggian 50 - 60 cm dari permukaan
masyarakat kampung setempat sebagai tanah. Denah rumah berbentuk persegi telah
“pemilik” tidak menyadari nilai lebih yang mengalami penambahan ruang di sekeliling
mereka miliki. Perubahan pun banyak terjadi ruang utama. Secara vertikal bangunan
akibat ketidaksadaran ini. Wogo adalah sebuah dibagi menjadi 3 bagian sesuai fungsi dan
perkampungan yang terletak di Desa Ratogesa, tingkat kesucian : Kolong, bagian tengah
Kecamatan Goliwa (ibukota Matatoko), dengan jalan lingkungan yang terbuat dari pasir dan bagian atas/ atap. Secara horisontal
Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara batu dan tanah. Semua rumah berorientasi bangunan dibagi menjadi tiga : teras terluar
Timur. Penduduk Kampung Wogo termasuk ke ruang terbuka. Ruang ini menjadi tempat (Teda Au), teras tengah (Teda One) dan ruang
sebagai Suku Ngada yang merupakan salah satu bermain anak-anak, tempat menjemur hasil utama (One).
suku terbesar di Flores Tengah. Konsep hidup bumi dan tempat untuk melakukan upacara.
masyarakatnya masih kental dengan sikap Penjabaran komponen kampung:
kekeluargaan dan gotong royong. Terlihat dalam 1. Ngadhu, merupakan simbol keluarga laki-
upacara adat, warga saling memberikan babi/ laki. Bentuknya yang menyerupai payung
hewan temak lainnya kepada pemilik rumah dengan dua tangan memegang senjata
yang sedang melakukan upacara adat. melambangkan peran pria sebagai pelindung
Pola spasial Kampung wogo adalah pola linear, wanita dan keluarga
terlihat jelas dari rumah tradisional yang berderet 2. Bagha, merupakan simbol keluarga wanita.
rapi dari Barat ke Timur. Pintu masuk berada di Bentuknya seperti rumah-rumahan
sebelah barat, tidak ada petanda khusus yang melambangkan wanita yang merumahi,
menunjukkan pintu masuk tersebut. Di sebelah menyatukan suami dan anak-anaknya

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 73


• Pengembangan daerah untuk kegiatan home industry berupa
kerajinan/ peralatan yang terbuat dari bambu
• Sosialisasi dan pelatihan teknologi aplikatif berbasis kearifan lokal yang
bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan permukiman tradisional
kampung Wogo
• Memanfaatkan investasi pihak swasta dan bantuan pemerintah untuk
pengembangan fasilitas permukiman dan promosi pariwisata
• Pembuatan peraturan oleh pemerintah tentang apa yang boleh
dirubah dan apa yang tidak boleh dirubah di dalam kampung Wogo.
• Memanfaatkan pertemuan masyarakat untuk mensosialisasikan
pencegahan kerusakan lingkungan serta pengaruh masuknya
teknologi dan kebudayaan dari luar daerah
• Perawatan drainase di sekeliling kampung untuk mencegah terjadinya
5. Loka, merupakan ruang terbuka sebagai pusat orientasi rumah, yang erosi
berfungsi sebagai tempat melakukan upacara, tarian, dll. • Pemanfaatan bantuan tenaga ahli untuk menata jaringan pipa air
6. Kapel, merupakan bangunan tempat ibadah. bersih dan kandang babi agar lebih teratur
• Meningkatkan kualitas jaringan infrastruktur seperti aksesibilitas,
Dari analisis SWOT, pengembangan Kampung Wogo dapat dilakukan jaringan listrik, jaringan air bersih, jaringan drainase
dengan cara: • Melibatkan seluruh masyarakat dalam semua program pengembangan
• Mempertahankan nilai-nilai sosial, budaya dan religius untuk baik itu pelatihan, pembinaan atau sosialisasi agar tidak terjadi
meningkatkan peluang menjadi kawasan wisata kecemburuan sosial dan semua warga dapat berperan serta dalam
• Memanfaatkan binaan dari dinas terkait untuk meningkatkan kualitas kegiatan tersebut.
kelompok seni agar dapat berperan serta dalam pengembangan
wisata –I Putu Agus Wira Kasuma–

74 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Mengenal Lebih Dekat Tentang Arsitektur Tradisional Sabu

Penulis KTI : Desak Putu Damayanti, I Putu Agus Wira Kasuma dan Iwan Suprijanto
Barat. Selain permukiman, terletak lapangan nelayan, tidak serta merta menempatkan Rae
terbuka di tengah kampung, disebut telora Kowa mereka di daerah pantai, namun di daerah
rae (telora = tengah), di dalamnya terdapat lereng-lereng perbukitan. Lokasi perbukitan
altar yang disebut nada rae (nada = altar). Pola dipilih untuk menghindari kencangnya
permukiman tersebut dikenal dengan nama hempasan angin yang dapat mengancam
Heleo ne rae pa wumu atau termasuk pola keselamatan bangunan. Pemilihan lokasi
menyebar. Pola tersebut sangat tepat untuk perkampungan ini merupakan kecerdasan lokal
memenuhi pengkondisian ruang secara alami masyarakat yang sangat memahami bahasa dan
karena mampu secara optimum menggerakkan potensi daerahnya.
angin ke dalam bangunan. Secara ekologi Seperti pula makna Rae Kowa, rumah Sabu
dapat juga dikatakan bahwa pola menyebar (Ammu Hawu) juga memiliki pemaknaan
Pulau yang disebut Hawu dalam bahasa memungkinkan terjadinya pendistribusian bagian haluan/anjungan dan buritan yang
lokal, Sabu dalam bahasa Indonesia, dan angin ke dalam ruang (Sangkertadi, 1997). terletak di bagian Timur atau Barat. Bagian
Savu dalam bahasa Inggris terletak di Pada dasarnya lokasi Rae Kowa berkaitan erat anjungan disebut Duru dan bagian buritan
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), di mana dengan mata pencaharian penduduknya. disebut Wui. Ammu yang menyalahi aturan ini
hunian tradisional masyarakat lokal dikenal Masyarakat yang dominan bekerja sebagai akan mendapatkan masalah / mendatangkan
dengan istilah Ammu Hawu. Dari sejarahnya, malapetaka yaitu terekspos angin selatan atau
masyarakat Sabu memiliki makna tersendiri atap bangunan akan mudah bocor. Nilai gender
terhadap pulaunya, mereka melambangkan juga secara tegas diterapkan pada Ammu Hawu.
pulaunya sebagai sebuah perahu. Sebelah Barat Bagian Duru merupakan area untuk kaum
diibaratkan sebagai anjungan perahu, disebut pria, sedangkan Wui merupakan area untuk
duru rei. Sebelah Timur dilambangkan sebagai kaum perempuan. Pembedaan gender yang
buritan perahu yang disebut wui rei. Sedangkan diterapkan pada penggunaan ruang di rumah
kampung-kampung tradisional yang asli disebut Sabu, dianggap sebagai konsep keseimbangan.
dengan “rae kowa”. Rae berarti kampung, dan Diibaratkan keseimbangan antara gelap dan
kowa berarti perahu (Kana, 1978). terang, maka begitu pula di dalam rumah
Di dalam kampung didirikan deretan rumah terdapat area khusus pria dan khusus wanita.
yang memanjang sesuai arah Timur dan

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 75


adalah kelaga damu atau balai-balai loteng.
Kelaga damu secara khusus diperuntukkan
oleh kaum wanita, lambang dari bagian yang
gelap dan terletak di atas ruang dapur. Sejalan
dengan konsepnya, kelaga damu difungsikan
untuk tempat penyimpanan bahan makanan,
benang tenunan sarung, maupun selimut.
Bagi masyarakat Sabu, kegelapan dimaknai
sebagai kemakmuran dan perlindungan dan
rumah bukanlah sekedar bangunan fisik namun
Secara vertikal, Ammu Hawu dibedakan menjadi juga memiliki nilai roh. Hal ini terlihat ketika
3 (tiga) tingkat/panggung, yang disebut kelaga proses pembuatan rumah, terdapat tahapan di
(balai-balai). Terdapat kelaga rai (balai-balai mana rumah tersebut diberi “nyawa” atau roh Pada prinsipnya rumah Sabu tergolong rumah
tanah), kelaga ae (balai-balai besar), kelaga (hemanga). panggung dengan struktur lantai taga batu.
damu (balai-balai loteng). Kelaga Rai terletak Taga batu merupakan sambungan struktur
memanjang di bagian depan rumah, dapat balok lengkung yang membentuk setengah
dikatakan fungsinya sebagai penerima tamu. lingkaran pada kedua sisi atap. Rumah Sabu
Letaknya berkisar 50 -100 cm dari permukaan didominasi oleh luasan atap, di mana bukaan
tanah. Kelaga ae merupakan balai-balai yang pada bangunan berkisar antara 10-30%. Hal
terletak di atas balok utama rumah dan memiliki ini sangat sesuai untuk pengkondisian dalam
ukuran paling luas. Kelaga ae berada lebih tinggi menyiasati kecepatan angin yang tergolong
30-50 cm di atas kelaga rai. Balai-balai terahir besar.
–I Putu Agus Wira Kasuma–

76 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Karakteristik Termal pada Rumah Tradisional Sonaf dan Uma Kbubu
di Desa Maslete, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
Penulis KTI : I Ketut Suwantara, Desak Putu. Damayanti dan Iwan Suprijanto
Bangunan tradisional dapat dikategorikan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
sebagai bioclimatic architecture/low energy mengetahui pengaruh perbedaan dimensi
architecture, terkait desain bangunan tradisional dan ruang pada rumah Sonaf dan Uma Kbubu.
berlandaskan pada pendekatan disain pasif Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif,
dengan memanfaatkan energi alam iklim berdasarkan observasi lapangan dengan
setempat untuk menciptakan kondisi nyaman metode purpose sampling. Data dianalisis
bagi penghuninya. Namun kajian mengenai terfokus pada aspek-aspek kenyamanan termal
kondisi termal bangunan tradisional masih dengan melihat respon termal bangunan yang
jarang dilakukan dan umumnya hanya terbatas ditimbulkan dari pengaruh iklim makro.
pada aspek identifikasi eksisting bangunan. Metode yang digunakan adalah deskripsi
Sonaf dan Uma Kbubu sebagai salah satu bentuk kuantitatif yaitu membandingkan sampel
arsitektur Atoni di Provinsi Nusa Tenggara yang berbeda terhadap variabel statis (suhu, dengan menggunakan Questem 34. Alat
Timur, terbukti mampu beradaptasi dengan kelembaban, dan kecepatan angin). Ruang diletakkan pada bidang datar dan dalam
kondisi lingkungan setempat. Fokus penelitian lingkup pada musim hujan (bulan Maret, tahun beberapa saat alat akan mendeteksi tingkat
adalah mengenai karakteristik termal, dengan 2011) dan kemarau (bulan Juli, tahun 2011), yang kelembaban udara sekitar. Kecepatan
membandingkan kedua bangunan yang dilakukan selama 24 (dua puluh empat) jam pada angin (Va) diukur dengan menggunakan
berbeda dimensi dan peruntukan ruang. rumah tradisional Sonaf dan Uma Kbubu yang Thermohigrometer Kanomax. Semua alat
berada di Desa Maslete, Provinsi Nusa Tenggara tersebut dioperasikan selama 24 jam dengan
Timur. Data primer diperoleh dengan observasi memperhatikan pembacaan alat.
dan pengukuran langsung pada obyek. Besaran Bangunan Sonaf yang berbentuk ellips memiliki
termal statis yang diukur adalah suhu udara radius minor ± 3,5 m dan radius mayor ± 4,65
kering (Tdb) dengan alat Logger. Alat dilengkapi m. Tinggi bangunan mencapai 7,5 m, tinggi
dengan sensor termokopel tipe T yang dipasang dari lantai ke lonteng yaitu 2,6 m. Luas ruangan
setinggi 1 m diatas lantai untuk mengukur depan (Sulak) yaitu ± 26 m2 dan ruangan dalam
suhu udara dan ditempel pada selubung atap (Bife) yaitu ± 26 m2, sehingga total luas lantai
dan dinding untuk mengukur suhu permukaan dasar yaitu 52 m2. Dengan jumlah penghuni
bahan selubung bangunan (dalam dan luar). yang hanya 2 (dua) orang, maka luasan ruang
Mengukur kelembaban udara (RH) dalam dan luar gerak 26 m2/org.

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 77


yang mendominasi selubung rumah (utamanya Sonaf dan Uma Kbubu dari segi termal statik
atap) mampu menurunkan suhu ruangan ketika tidak dipengaruhi oleh dimensi ruang bangunan.
suhu luar ruangan meningkat dan sebaliknya Kedua rumah tradisional tersebut nyaman
meningkatkan suhu ruangan ketika suhu luar untuk ditempati dan sangat responsif terhadap
ruangan turun. Kelembaban rata-rata ruangan perubahan iklim luar. Hal ini ditunjukkan dari
berada pada rentang kelembaban daerah respon rumah yang dapat menaikkan suhu
tropis lembab dengan kecepatan angin yang ruangan sebesar 1,7oC pada kondisi suhu luar
sangat rendah. Selubung atap dari bahan yang rendah dan menurunkan suhu ruangan
alang-alang mempengaruhi suhu ruangan. sebesar 0,4oC pada kondisi suhu luar yang
Waktu yang diperlukan untuk menurunkan tinggi. Kemampuan atap berbahan alang-alang
suhu akibat radiasi matahari dari luar ke dalam mampu meredam kalor 45 menit hingga 1 jam
ruangan adalah berbeda pada setiap arah sehingga suhu nyaman ruangan pada kedua
Rumah tradisional Uma kbubu berbentuk bulat yang ekstrim menerima panas. Atap bagian rumah tradisional berada pada rentang 25-
memiliki radius minor/mayor 7,15 m. Tinggi timur pada bangunan Sonaf dan Uma Kbubu 29,3oC. Jika dilihat dari rentang suhu nyaman
bangunan dari lantai mencapai 5 m, luas ruangan cenderung memiliki jeda waktu perambatan di wilayah tropis lembab (24-28oC), rumah
depan (Sulak) yaitu 6,5 m2 dan ruangan dalam kalor lebih besar, yaitu di atas 45 menit tradisional Sonaf dan Uma Kbubu nyaman untuk
(Bife) yaitu ± 25 m2, sehingga total luas lantai dibandingkan dengan atap bagian barat. Time ditempati sepanjang hari secara pasif.
dasar yaitu 31,5 m2. Dengan jumlah penghuni lag dinding tidak ada, karena dinding ditutupi
2 orang, maka penghuni memiliki ruang gerak oleh atap sehingga panas matahari tidak –I Ketut Suwantara–
seluas 15,25 m2/orang, melebihi standar ruang langsung terkena dinding namun melalui atap.
gerak yang distandarkan seluas 9 m2 /orang. Ini membuktikan bahwa konduktivitas alang-
Suhu ruangan berada pada rentang 25-29,3oC, alang dalam menghantarkan panas sangat
sedikit berada di atas rentang suhu nyaman kecil sehingga mampu mempertahankan suhu
pada wilayah tropis lembab (24-28oC). Meskipun ruangan menjadi lebih dingin di siang hari dan
dimensi Sonaf lebih besar dibandingkan dengan lebih hangat di malam hari karena pelepasan
Uma Kbubu namun kenyamanan termal ruangan kalor yang terjadi.
dapat dicapai pada rentang suhu nyaman yang Dari kegiatan penelitian ini dapat disimpulkan
sama. Bentuk rumah dengan bahan alang-alang bahwa karakteristik termal rumah tradisional

78 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Analisis Keandalan Struktur Bangunan Tradisional Ume Kbubu
dalam Merespon Beban Lateral Gempa dan Angin
Penulis KTI : Avend M. Sumawa, Made Aryati dan Iwan Suprijanto
Bangunan tradisional Ume Kbubu merupakan (Awaludin, 2005). Proses analisis kajian struktur
tempat tinggal masyarakat suku Atoni, yang bangunan dilakukan secara simulasi model
secara administratif terletak di kampung Maslete, pada software SAP 2000V11.
Kelurahan Tubhu’e, Kecamatan Kefamenanu, Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur
Kabupaten Timor Tengah Utara. Bangunan bangunan tradisional Ume Kbubu secara
tradisional ini memiliki kemampuan beradaptasi keseluruhan memiliki tingkat kestabilan yang
Gambar Detail komponen bangunan Ume Kbubu
yang tinggi terhadap alam sekitarnya karena cukup tinggi dalam menerima kombinasi
telah melalui proses seleksi alam terutama pembebanan gempa lateral. Namun elemen
ketahanan bangunan terhadap gempa maupun balok pada model bangunan Uma Kbubu
angin. Analisis keandalan struktur bangunan yang ditinjau tidak stabil atau mengalami
tradisional terhadap beban lateral gempa dan kegagalan joint. Hal ini ditunjukkan dengan
angin sangat diperlukan sebagai acuan dalam nilai rasio tahanan penampang lebih besar dari
konservasi struktur bangunan tradisional sebab Gambar Desain 3D portal rangka ruang Ume Kbubu 1, yaitu senilai 1,6. Sedangkan ditinjau terhadap
bangunan tradisionl yang mulai terancam kombinasi beban angin, bangunan Uma Kbubu
punah karena proses modernisasi. Penelitian Spesifikasi analisis diperlukan dalam memiliki tingkat kstabilan yang cukup tinggi.
ini menggunakan metode eksperimental, pendefinisian kekakuan joint (hubungan) antara Dari hasil analisis ini diharapkan dapat menjadi
yaitu teknik pengumpulan data berupa survei balok dan kolom. Berdasarkan berbagai hasil acuan dalam mengkonservasi bangunan
lapangan. penelitian, hubungan antara balok dan kolom tradisional Ume Kbubu ke arah yang lebih baik.
struktur rangka ruang pada struktur bangunan
tradisional secara umum berperilaku jepit
terbatas. Sambungan pada struktur rangka
dapat dianggap berperilaku sebagai sendi
apabila rasio momen pada sambungan tersebut
terhadap momen pada sambungan rigid (Rm)
≤ 0,2. Berdasarkan usulan tersebut, maka
dalam analisis ini diasumsikan rasio momen Gambar Gaya Aksial yang Gambar Deformasi yang Terjadi
Terjadi Akibat Kombinasi Akibat Kombinasi Pembebanan
pada sambungan tersebut terhadap momen Gempa
sambungan rigid diambil sama dengan 0,2 –Made Aryati–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 79


Perilaku Seismik Rumah Tradisional Ammu Hawu (Sabu)
dengan Sistem Base Isolation
Penulis KTI : I Ketut Suwantara, Made Aryanti, Dwi Sulistia Budiari dan Aris Prihandono
yang terjadi pada kaki-kaki rumah tradisional struktur terhadap gempa. Untuk memperkaya
menjadi relatif kecil dibandingkan dengan kajian perilaku seismik bangunan tradisional
tegangan pada kaki-kaki yang ditanam dalam dengan sistem base isolation maka perlu
tanah (perletakan jepit). Kaki-kaki yang tidak dikaji bangunan tradisional Ammu Hawu yang
langsung bersentuhan dengan tanah berlaku terdapat di pulau Sabu, Nusa Tenggara Timur.
sebagai base isolation. Bangunan tradisional Ammu Hawu merupakan rumah panggung,
serupa juga terdapat di Nusa Tenggara Barat material bangunan seluruhnya dari Lontar, mulai
yang disebut sebagai Bangunan Uma Lengge, dari bagian bawah (pondasi dari batu kali) hingga
merupakan bangunan tradisional arsitektur atap.

Rumah tradisional di Indonesia sebagian


besar terbuat dari kayu, terbukti mempunyai
ketahanan yang lebih baik terhadap gempa
dibandingkan dengan bangunan-bangunan
modern. Ketika terjadi gempa besar di Nias
tahun 2005, sebagian besar bangunan modern
mengalami kerusakan parah bahkan runtuh,
tidak demikian dengan rumah tradisional Nias,
Omo Hada, yang tidak mengalami kerusakan.
Penelitian P. Pudjisuryadi dkk. (2005) menyatakan
rumah tradisional Nias yaitu Omo Hada memiliki Mbojo yang berlokasi di Kabupaten Bima, Kota
ketahanan yang lebih baik daripada bangunan Bima, dan Kabupaten Dompu, Provinsi NTB.
modern. Kunci utamanya adalah perletakan Bangunan yang tergolong rumah panggung, dari
pada kaki-kaki rumah tradisional yang tidak segi struktur memiliki keandalan pada elemen
ditanam masuk ke dalam tanah melainkan skur miring yang menghubungkan kolom dan
hanya bertumpu pada sebuah batu pipih yang balok sehingga menambah stabilitas struktur atas
diletakkan di pondasi rumah tradisional. Hal bangunan. Pondasi umpak menghasilkan efek
tersebut menyebabkan tegangan-tegangan base isolation yang meningkatkan keandalan

80 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Ammu Hawu secara struktural dibentuk dari tiang-tiang utama dan tiang- Ukuran elemen (cm) Rasio interaksi tegangan maksimum Keterangan
tiang pendukung dengan sambungan balok-kolom yang lentur dan Koef. Koef. Koef. Gravitasi
diperkuat dengan pasak. Tiang-tiang diletakkan di atas batu (umpak). Tujuan Friksi 0,3 Friksi 0,5 Friksi 0,7

dari penulisan ini adalah untuk mengetahui perilaku bangunan tradisional Usuk miring atap bagian 1,23 2,51 2,68 0,22 Kuda-kuda kurang kuat jika
ujung 5x12 cm terjadi gempa
Ammu Hawu dengan sistem base isolation dalam menerima beban lateral.
Balok 6x12 cm (Bangu/balok 2,69 3,20 3,40 0,50 Kuda-kuda kurang kuat
Data primer dikumpulkan melalui observasi lapangan, pada model bubungan, Ae/Balok lantai)
sambungan, material, dimensi, dan beban-beban yang bekerja pada struktur. Balok Tembok 12x6 cm 2,14 3,64 3,09 0,46 angka kelangsingan tidak
Uji skala parsial sambungan di laboratorium, diantaranya: sambungan balok (Kebiye/Aemerai/Taga Batu) cukup, penampang dipasang
pada sumbu lemah kurang
kolom yang terkritis dan sambungan antara pondasi dengan tiang kayu efektif
Lontar. Hasil uji tersebut menghasilkan nilai kekakuan pada sambungan dan Balok Lantai 15x5 cm (Kelaga 0,86 1,21 1,27 0,11 tidak memenuhi persyaratan
Rae)
koefisien friksi pada perletakannya. Nilai-nilai tersebut sebagai input dalam
simulasi pemodelan 3D analisis struktur dengan program SAP2000. Analisis Tiang Anak ø15 cm (Tebeka) 0,78 1,37 1,51 0,14 Tidak cukup kuat

struktur memperhitungkan: beban mati, beban hidup, beban lateral, Tiang Utama ø 20 cm (Teru
Duru)
0,58 0,71 0,72 0,09 Sudah cukup kuat

dengan kombinasi pembebanan adalah 100% beban mati, 50% beban elemen bangunan akan mengalami kegagalan apabila terjadi gempa
Usuk ø 5 cm 3,18 4,38 4,00 1,08 angka kelangsingan tidak
hidup, dan 100% beban gempa. Beban gempa dianalisis dengan metode cukup, penampang terlalu kecil
nonlinear direct integration time history analysis. Hal tersebut dilakukan
untuk mengetahui perilaku bangunan sesungguhnya ketika terjadi gempa Keterangan: 0-1: Elemen struktur yang aman; 1-1,5: Elemen struktur dalam toler-
yang terdapat efek dinamis dari perubahan percepatan gempa tiap waktu. ansi aman; ≥1,5: Elemen struktur yang kritis
Agar model pada program SAP 2000 dapat merepresentasikan bangunan rencana, ditunjukkan oleh rasio interaksi yang melebihi nilai 1, yang berarti
aslinya, maka digunakan perletakan Coulomb Friction yang mewakili base kebutuhan gaya dalam lebih besar daripada ketersediaan kekuatan.
isolation pada kaki-kaki dari rumah Ammu Hawu. Pemeriksaan elemen- Koefisien gesek yang lebih kecil mampu meredam gempa dengan lebih
elemen struktur dilakukan berdasarkan PKKI 1961 yang menggunakan baik, ditunjukkan dengan menurunnya semua interaksi tegangan. Kekuatan
metode ASD (Allowable Stress Design), sehingga tidak menggunakan elemen struktur Ammu Hawu termasuk sangat tinggi jika tidak dikenai
load factor. Untuk beban mati dan beban hidup dibuat semirip mungkin beban lateral. Hal ini terlihat dari interaksi tegangan dari elemen-elemen
dengan beban aslinya. Setelah dilakukan pembebanan dan analisis struktur strukturnya tidak lebih besar dari 1. Namun, ketika terjadi beban lateral
untuk bangunan tradisional Ammu Hawu. Masing-masing elemen struktur elemen-elemen struktur mulai kritis kecuali tiang utama dan pendukung,
dikontrol rasio kebutuhan gaya dalam dan kekuatan elemen yang tersedia. hal ini menunjukkan struktur masih mampu bertahan pada saat terjadi
Pada rumah tradisional Ammu Hawu ini dimodelkan tiga koefisien friksi gempa, namun beberapa elemen lain mengalami keruntuhan. Penggunaan
untuk sambungan antara kolom dengan umpak batu. Koefisien friksi yang model tumpuan berupa kolom di atas batu umpak terbukti efektif
digunakan adalah 0,3, 0,5 dan 0,7. Koefisien 0,7 adalah sesuai dengan hasil menghasilkan efek base isolation yang dapat meningkatkan keandalan
pengujian laboratorium struktur di Puskim Bandung. Angka ini relatif tinggi struktur terhadap gempa. Base isolation pada rumah tradisional dapat
dibandingkan dengan referensi koefisien gesek yang ada yaitu berkisar membantu menyelamatkan rumah tersebut dari kegagalan komponen
antara 0,3 hingga 0,6. struktur bangunan.
Ammu Hawu mempunyai kapasitas baik dalam menerima beban gravitasi,
namun tidak demikian saat terjadi gempa. Dapat dilihat bahwa mayoritas –I Ketut Suwantara–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 81


Identifikasi Sambungan Struktur pada Rumah Tradisional Sango
dan Ammu Hawu
Penulis KTI : I Ketut Suwantara, Rusli dan Putu Ratna Suryantini
Kehandalan rumah tradisional tidak lepas dari dari Sub-structure (struktur bawah) meliputi sebagai base isolation. Sistem ini memberi
kinerja sistem struktur dan konstruksi bangunan struktur pondasi dan Upper-structure (struktur dampak bangunan dapat bergeser dari tempat
tersebut. Sistem struktur yang memberikan atas). Sistem struktur pada rumah tradisional asalnya ketika menerima beban lateral, sehingga
dampak besar pada bangunan adalah pada Ammu Hawu seluruhnya merupakan struktur dapat meredam getaran yang terjadi akibat
sistem sambungan. Bangunan tradisional tidak atas, karena seluruh struktur berdiri di atas gempa. Efek inilah yang dapat digunakan untuk
rusak ketika terjadi beban lateral sebagai dasar permukaan tanah dengan pondasi batu/umpak. mengatasi masalah keruntuhan bangunan pada
untuk melakukan kajiian terkait sambungan Struktur dibentuk dari tiang utama, tiang induk, rumah tradisional akibat gempa. Sambungan
struktur pada Rumah Tradisional Sango tiang anak, balok lantai, balok atap, dan rangka kolom struktur dan balok tepi/tengah terletak
dan Ammu Hawu. Tujuannya adalah untuk atap. Hubungan antara pondasi dengan tiang– pada bagian tepi dan bagian tengah struktur,
mengidentifikasi sambungan - sambungan tiang struktur hanya diletakkan pada batu tanpa sambungan bagian tengah akan memikul beban
struktur yang mempengaruhi kehandalan sambungan khusus. Gaya-gaya normal yang dua kali lebih besar daripada sambungan bagian
struktur bangunan tradisional. Metode yang diterima oleh kolom diteruskan ke pondasi tepi karena distribusi beban yang dipikul berasal
digunakan adalah eksplorasi. Observasi batu dengan perlawanan sebesar gaya normal dari setengah beban dari kanan dan kiri tiang.
pada bangunan eksisting dilakukan untuk dikalikan luas penampang batu, jika terjadi Hubungan antara kolom dengan balok lantai
mengumpulkan data-data primer maupun gaya lateral, beban akan ditahan oleh gaya berperilaku tidak rigid (fleksibel). Sambungan
sekunder, kemudian dilakukan identifikasi untuk dibuat dengan memasukkan balok ke tiang
memperoleh model sambungan. Pengumpulan yang dilubangi sebesar penampang balok dan
data dengan pengamatan langsung dipasak pada bagian bawah untuk menguatkan
menggunakan metode visual, pengukuran sambungan. Sambungan antara kolom dengan
kondisi eksisting bangunan tradisional serta balok atap dibuat sangat sederhana, pada
wawancara terhadap penghuni bangunan dan tengah kolom dibuat menyesuaikan bentuk
narasumber, dilanjutkan dengan identifikasi balok yang menumpu diatasnya. Sambungan
sambungan. Metode eksplorasi digunakan kolom dengan balok atap menunjukkan posisi
untuk mengidentifikasi jenis-jenis sambungan balok atap pada arah memanjang struktur
pada rumah tradisional, baik sambungan kolom gesek yang terjadi antara penampang tiang yang disangga pada kolom utama. Sama
dengan pondasi maupun sambungan kolom dengan batu. Seluruh kolom menumpu di halnya dengan sambungan kolom dengan
dengan balok struktur. Identifikasi anatomi atas batu/umpak. Sistem kaki-kaki bangunan balok atap yang melengkung (taga batu) pada
struktur bangunan secara bertahap dilakukan tradisional yang bertumpu pada batu berlaku sisi samping kanan maupun kiri bangunan.

82 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Taga batu diletakkan di atas kolom utama dalam kolom yang dicoak, kolom yang di-pen
berdiameter 20 cm yang pada ujung atas kolom pada balok yang dilubangi, dan kombinasi pen
sudah dibentuk sedemikian rupa sesuai bentuk dengan baut baja diantara sambungan yang
taga batu. Hubungan antara kolom dengan diletakkan sederhana kemudian dipaku, penutup
balok atap adalah fleksibel. Sambungan dibuat lantai yang berupa papan kayu ditumpangkan
tegak lurus dengan membuat pen silinder pada pada grid balok teratas dan disambung dengan
bagian ujung tengah tiang dan menguncinya paku, sedangkan sambungan balok dan kolom
pada balok yang telah dilubangi pada bagian sebagai penyangga penutup lantai. Atap
yang disambung, namun terdapat kelemahan berbentuk pelana, dengan usuk-usuk kayu
dari sambungan ini, balok-balok yang menerima dipasang rapat dan berfungsi sebagai kuda-kuda.
beban dari atap dipasang pada sumbu lemah Usuk tersebut menumpu pada nok, gording, dan
sehingga kekuatan balok menjadi lemah. balok ring. Sambungan tumpuan usuk tersebut bangunan. Namun sistem base isolation akan
Rumah Tradisional Sango di Rote memiliki atap menggunakan sistem coak, kemudian diletakkan menjadi kurang efektif bila tidak ada perkuatan
berbentuk limasan, terdapat patahan di bagian sederhana tanpa ikatan. Ukuran kayu lebih kecil tambahan untuk meningkatkan kinerja elemen
tengah sehingga bagian bawah atap menjadi (reng) menumpu usuk pada arah tegak lurus yang struktur, antara lain pemasangan bresing diagonal
melebar. Bahan atap dari alang-alang, namun ditutupi dengan atap alang-alang. Sedangkan (balok menyilang) pada kolom-kolom bawah
dibagian tepi atap dilapisi daun lontar dengan antara usuk dengan balok ring menggunakan struktur. Renovasi modern terhadap model
tebal antara 20-30 cm, sementara dinding rumah sambungan coak yang sama, diteruskan dengan tumpuan tradisional pada Rumah Tradisional
keseluruhan terbuat dari papan kayu jati tebal kayu/usuk terpisah untuk penyangga jurai Sango (menanam kolom dalam beton cor yang
atap pada bagian luar sekeliling rumah. Rusuk ditanam dalam tanah) dapat menurunkan
horisontal dinding disambung dengan kolom kinerja tumpuan. Perlu dilakukan banyak kajian
yang dicoak, selanjutnya papan dinding kayu untuk dapat mengkaji keandalan struktur rumah
dipaku pada rusuk horisontal tersebut. Sistem tradisional tersebut dengan lebih mendalam.
struktur Rumah Tradisional Ammu Hawu adalah
upper structure (seluruh struktur berdiri di atas –I Ketut Suwantara–
tanah). Rumah Tradisional Ammu Hawu memiliki
tiga sambungan utama pada strukturnya, yaitu
tiang dengan pondasi yang mengandalkan geser
friksi, tiang dengan balok lantai dengan sistem
alur horisontal dan tiang dengan balok atap
1-2 cm. Kolom dasar dengan pondasi, sambungan dengan sistem alur vertikal. Ketiga sambungan
berupa kolom kayu yang ditanam di dalam tanah, ini bekerja dalam satu sistem struktur sehingga
kemudian dicor didalam blok beton. struktur berperilaku kuat, kaku, dan stabil.
Kolom dengan balok/ring balok, terdapat Base isolation pada rumah tradisional dapat
beberapa tipe, antara lain balok dimasukkan mereduksi kegagalan komponen struktur

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 83


Sifat Mekanis Kayu Lontar sebagai Bahan Konstruksi Rumah Tradisional
Ammu Hawu di Pesisir Pulau Sabu
Penulis KTI : I Ketut Suwantara dan Rusli
Sabu merupakan salah satu pulau kecil yang serat (endwise compression) dan kekuatan dari satu batang lontar utuh dan dipotong
berada di kepulauan NTT. Sabu berada di tekan tegak lurus serat (sidewise compression). berdasarkan batang pangkal, tengah, dan ujung.
kawasan pesisir sehingga beriklim tropis Pengujian tekan pada arah tegak lurus serat
lembab, sehingga banyak pohon jenis palem berupa tekanan pada seluruh atau sebagian
yang tumbuh dengan subur, paling banyak permukaan kayu. Efek pertama yang terjadi
adalah pohon lontar (Borassus flabellifer). Semua adalah pemadatan sel karena dinding bagian
bagiannya bermanfaat, mulai dari batang, daun, atas dan bawah berhimpit. Sedangkan pada
hingga buahnya. Batang lontar bermanfaat pengujian tekan arah sejajar serat berupa
sebagai struktur rumah Ammu Hawu di pulau tekanan pada arah sejajar serat sehingga
Sabu, terutama struktur tiang, balok, dan atap. batang kayu akan mengalami beban sampingan
Daun lontar berfungsi sebagai bahan penutup yang berupa beban lentur atau tekuk. Tarikan
atap yang secara alami bertahan hingga 10 akan terjadi apabila ada gaya (beban) yang
tahun. Sedangkan buahnya dapat dikonsumsi. cenderung untuk menarik bagian-bagian dari
kayu. Besarnya kekuatan tarik ini tergantung Bagian penampang kayu lontar yang digunakan
pada sifat kohesi kayu. Mengingat kayu bersifat untuk benda uji (A = Bagian yang tidak terpakai;
orthotropis (anisotropis), maka dikenal kekuatan B = Bagian yang terpakai). Karakteristik kayu
tarik sejajar serat (tensile strength pararel to lontar memiliki perbedaan gradasi warna yang
gain) dan kekuatan tarik tegak lurus serat jelas dari bagian tepi hingga dalam, baik pada
(tensile strength perpendicular to gain), dengan pangkal, tengah dan ujung. Pada bagian tepi
perbandingan 40 : 1. Sebagai struktur rumah kayu terlihat jelas garis melingkar dengan
Ammu Hawu, belum dikatahui secara mekanis warna yang lebih gelap, hal ini menunjukkan
kekuatan kayu lontar, untuk itu perlu dilakukan kerapatan bagian ini lebih besar dibandingkan
uji mekanis bahan. Hasil uji ini diharapkan dapat dengan bagian tengahnya dengan warna yang
Sebagai struktur harus mampu menahan memberikan informasi nilai kekuatan kayu lontar lebih terang. Kadar air pada bagian tepi rata-rata
gaya tekan, tarik, dan geser maksimum akibat dalam menerima gaya tarik, tekan dan geser. sebesar 12-17% lebih kecil dibandingkan dengan
beban yang dipikulnya. Mengingat kayu Sampel kayu lontar diambil dari Negara, Provinsi bagian tengahnya sebesar 20-25%. Hal ini
bersifat orthotropis, maka kekuatan tekan kayu Bali, yang memiliki karakteristik sama dengan dapat mempengaruhi kekuatan kayu tersebut.
dibedakan menjadi kekuatan tekan sejajar kayu lontar di Pulau Sabu. Benda uji diambil

84 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


tarik di semua bagian tersebut lebih besar dari kuat tarik rata-rata 200
kg/cm2, namun dianjurkan menggunakan bagian pangkal dari batang
kayu lontar untuk mengurangi resiko struktur gagal akibat gaya tarik.
Hasil uji geser kayu lontar cenderung lebih besar pada bagian
tengah dan pangkal dibandingkan bagian ujung. Kekuatan geser
tegak lurus dan sejajar serat terbesar berada pada batang tengah
kayu lontar yaitu sebesar rata-rata 166,63 kg/cm2 dan 182,89 kg/
cm2, untuk penggunaan kayu struktur yang menerima gaya geser
dianjurkan menggunakan bagian tengah dari batang lontar.
a b c Hasil uji sifat mekanis kayu lontar sebagai material utama struktur rumah
Potongan melintang batang kayu lontar (a) bagian pangkal, (b) bagian Ammu Hawu di Sabu, menunjukkan kuat tekan dan geser terbesar pada
tengah, (c) bagian ujung. Hasil uji tekan tegak lurus dan sejajar serat. bagian tengah batang pohon lontar, dan kuat tarik terbesar pada bagian
Kuat tekan pada bagian tengah kayu lontar lebih besar dibandingkan pangkal sehingga kayu lontar sangat sesuai sebagai material struktur
bagian ujung dan pangkal. Kekuatan tekan tegak lurus dan sejajar serat (baik untuk rangka atap, balok, maupun kolom) untuk rumah tersebut.
terbesar rata-rata berada pada batang tengah lontar yaitu masing-masing Untuk mengatahui kekuatan kayu lontar dalam menerima gaya
sebesar rata-rata 470,14 kg/cm2 dan 208 kg/cm2, untuk penggunaan kayu pada sambungan-sambungan struktur Rumah Tradisioal Ammu
struktur tekan dianjurkan menggunakan bagian tengah dari batang lontar. Hawu di pulau Sabu, perlu dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap
Hasil uji tarik kayu lontar cenderung lebih besar pada bagian tengah kembang susut bahan pada setiap segmen kayu. Selain itu juga
dan pangkal dibandingkan bagian ujung. Kekuatan tarik tegak lurus untuk mengetahui pengaruh-pengaruh lokasi penggunaan material
serat terbesar berada pada batang pangkal lontar yaitu sebesar rata- pada daerah pesisir yang cenderung memiliki kelembaban dan
rata 425,803 kg/cm2, untuk penggunaan kayu struktur yang menerima pemanasan tinggi dan kadar air laut yang terserap oleh pohon lontar.
beban tarik dapat menggunakan seluruh bagian batang karena kekuatan
–I Ketut Suwantara–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 85


Analisis Durasi Nyaman Kondisi Ruang Dalam pada Hunian Tradisional
di Pulau Sabu Raijua
Penulis KTI : Desak Putu Damayanti, I Ketut Suwantara dan Muhajirin
Kajian-kajian antropologi menunjukkan bahwa hunian tradisional Data yang dikumpulkan terdiri dari data iklim mikro dan data fisik
diciptakan dengan memperhatikan hubungan timbal balik antar bangunan. Penerjemahan kinerja bangunan dilihat dari hasil kinerja
bangunan, penghuni, dan lingkungannya. Namun pemaparan ilmiah bukaan ventilasi yang ada. Validasi analisa ini dilakukan dengan bantuan
dalam menjawab hal tersebut masih sangat jarang dilakukan. Khususnya simulasi ECOTECT. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan
terkait kajian evaluatif yang menganalisa kinerja hunian tradisional dalam faktor penyebab pembentukkan kinerja hunian tradisional Sabu. Untuk
membentuk kondisi (suhu) ruang dalam yang nyaman untuk dihuni. mengkaji pengaruh angin terhadap kenyamanan termal ruang digunakan
Beberapa kajian termal yang mengangkat objek hunian tradisional pendekatan wind induced comfort.
mulai menunjukkan bahwa terdapat keseimbangan hubungan yang Hasil kajian ini menunjukan bahwa angin yang tersedia (Va) tidak cukup
harmonis antara bangunan dan besar untuk menyamankan
lingkungannya. Namun kajian ruangan. Persentase bukaan pada
tersebut bersifat lokalitas, atau bangunan hanya 10-12%, angin
dapat dikatakan yang mengangkat yang tersedia relatif lebih kecil dari
analisa kinerja hunian tradisional angin yang dibutuhkan sehingga
akan berbeda-beda antar satu kondisi termal dalam ruangan
objek dengan objek lainnya. menjadi tidak nyaman. Dari hasil
Sebagai suatu sistem pengendalian simulasi ECOTECT, diperoleh
pasif, maka hunian tradisional bahwa aspek bukaan/ventilasi
akan memaksimalkan desain menyumbang kalor hingga 8000
bangunannya sendiri dalam menghasilkan kondisi ruang dalam yang Wh. Pengurangan kalor yang terjadi pada musim kemarau sebesar 6000
diinginkan. Sedangkan pengendalian pasif sangat bergantung pada Wh. Penambahan kalor mulai terjadi pada saat siang hari, dimana rumah
elemen bangunan dan lingkungan sekitar. Maka kajian dengan lokasi memang tidak dihuni.
yang berbeda-beda tentu menghasilkan analisa yang berbeda pula.
Penelitian ini mengangkat objek hunian tradisional di Pulau Sabu Raijua, –I Ketut Suwantara–
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hunian yang sering dikenal dengan
Ammu hawu masih belum banyak dikaji dari aspek analisa kinerja
termal bangunannya. Hal ini menjadi gap penelitian dalam bidang fisika
bangunan untuk melengkapi penjelasan-penjelasan ilmiah tentang
kejeniusan desain tradisional yang bersifat lokalitas.

86 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Komparasi Karakteristik Termal Bangunan Tradisional Raja Thie dan Limbadale
di Kabupaten Rote Ndao Berdasarkan Analisa Kinerja Selubung Bangunan
Penulis KTI : Desak Putu Damayanti, Pradwi Sukma Ayu Putri dan I Putu Agus Wira Kasuma dan I Ketut Suwantara
Kajian termal untuk daerah iklim tropis lembab membuktikan bahwa Penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja atap rumah Raja Thie dapat
selubung bangunan memegang peran vital untuk pengendalian termal menghangatkan suhu 0,02°C pada siang hari (14 jam) dan mampu
dalam bangunan (pengendalian pasif ). Mengacu pada hal tersebut, maka mendinginkan pada malam hari sebesar 0,03°C (10 jam). Time lag bahan
penelitian ini bertujuan untuk menganalisa sejauh mana kinerja selubung adalah 0, dimana suhu tertinggi atap bagian dalam dan suhu tertinggi
bangunan tradisional Limbadale dan Raja Thie, Kabupaten Rote Ndao atap bagian luar terjadi pada waktu yang bersamaan. Sedangkan
- Provinsi NTT dalam mengendalikan pengaruh iklim terhadap kondisi pengukuran faktor pengurangan pada atap berbahan alang-alang dengan
termal dalam bangunan. Sebagai penelitian eksplorasi, maka pengukuran konduktivitas sebesar 0,038 W/m•K adalah : 0,75. Kinerja dinding bagian
lapangan terfokus pada parameter iklim (suhu selubung bangunan dan dalam baik dinding sebelah Barat maupun untuk dinding sebelah Timur,
suhu ruang bangunan) selama 3x24 jam pada kondisi saat suhu sedang tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Namun secara keseluruhan
tinggi (bulan April). Tulisan ini mengevaluasi kinerja 2 buah bangunan kinerja dinding rumah Raja Thie hanya mampu menghangatkan suhu
berbeda fasade (Bangunan Raja Thie dan Limbadale), dengan melihat 0.004 °C pada siang hari (13,5 jam) dan mampu mendinginkan pada malam
karakter kondisi ruang dalam yang tercipta. hari sebesar 0,004°C (10,5 jam). Time lag bahan sebesar 4 jam, sedangkan
pengukuran faktor pengurangan pada dinding berbahan papan jati
dengan konduktivitas sebesar 0,153 W/m•K adalah : 0,93. Fluktuasi yang
menonjol antara suhu udara dalam dan suhu udara luar menunjukkan
kinerja bangunan mampu menghangatkan 1°C dibandingkan udara luar
selama 6 jam dan lebih rendah 0,75°C dibandingkan udara luar selama
12 jam. Waktu pendinginan lebih panjang dibandingkan waktu untuk
menghangatkan ruang dalam.
Sementara itu, kinerja atap rumah Limbadale dapat menghangatkan
suhu 0,78°C pada siang hari (22 jam) dan mampu mendinginkan pada
malam hari sebesar 0,72°C (2 jam). Time lag bahan sebesar 1 jam dan
pengukuran faktor pengurangan pada atap berbahan daun lontar dengan
konduktivitas sebesar 0,153 W/m•K adalah : 0,26. Kinerja dinding rumah
ini dapat menghangatkan suhu 0,12°C pada siang hari (16 jam) dan
mampu mendinginkan pada malam hari sebesar 0,14°C (8 jam). Time lag
bahan sebesar 1 jam, sedangkan pengukuran faktor pengurangan pada
Rumah Limbadale

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 87


dinding berbahan papan jati dengan konduktivitas sebesar 0,153 W/m•K
adalah : 0,94. Tidak terjadi fluktuasi yang menonjol antara suhu udara
dalam dan suhu udara luar. Jika dirata-ratakan maka kinerja bangunan
mampu menghangatkan 0,23°C dibandingkan udara luar selama 6 jam
dan mendinginkan 0,25°C dibandingkan udara luar selama 18 jam. Waktu
pendinginan lebih pendek dibandingkan waktu untuk menghangatkan
ruang dalam.
Jika dilihat dari komparasi tersebut hasil yang diperoleh adalah: waktu
pendinginan pada bangunan Raja Thie hanya berlangsung selama 6 jam,
sedangkan waktu pendinginan pada bangunan Limbadale terjadi selama
18 jam. Hal ini menjadi indikator bahwa meskipun penurunan suhu di
rumah Limbadale tidak sebesar bangunan Raja Thie, namun rentang
penurunan suhu terjadi selama 18 jam (3/4 hari).
–I Putu Agus Wira Kasuma–

88 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Peningkatan Kualitas dan Pemanfaatan Pohon Gewang Sebagai Bahan Partisi
Pada Tumah Tradisional Timor
Penulis KTI : Rusli, Iwan Suprijanto dan Ida Bagus Gede Putra Budiana
Salah satu warisan budaya Timor yang masih tersisa di Pulau Timor SNI papan partilel sebagai pembanding yaitu sebesar 20.400 kgf/cm2,
adalah Rumah Tradisional yang sebagian besar komponen bangunannya dari hasil pengujian tersebut menunjukan bahwa dari hasil pengujian
terbuat dari bahan bangunan yang tumbuh disekitarnya. Pohon Gewang Modulus elastisitas Pelapah Gewang Laminasi belum memenuhi syarat
adalah tanaman sejenis palem yang banyak tumbuh di Nusa Tenggara SNI tipe terendah sekalipun. Kadar air papan partikel yang dipakai
Timur, khususnya Pulau Timor. Pemanfaaan Pohon Gewang sebagai sebagai pembanding dalam pengujian ini dipersyaratkan tidak lebih dari
komponen bahan bangunan sudah umum digunakan di Pulau Timor 14 %, dari hasil pengujian terhadap tiga buah benda uji pelepah
antara lain batangnya dimanfaatkan sebagai tiang, balok dan usuk, gewang laminasi. menunjukan nilai rata-rata kadar air adalah 18 %, hasil
daunnya dimanfaatkan sebagai penutup atap dan pelepah daunnya ini menunjukan kadar air yang pebih tinngi dari yang dipersyaratkan
digunakan sebagai penutup dinding. Dalam upaya peningkatan kualitas yaitu 14 %. Kadar air pelepah gewang laminasi yang berada di kisaran
dan pemanfaatannya maka dilakukan pengembangan terhadap pelepah 18 % disebabkan dalam proses pengeringan hanya memanfaatkan
daun gewang dengan penerapan teknologi pengempaan dan laminasi. penjemuran dibawah sinar matahari dan sifat bahan pelepah gewang
Dari hasil pengamatan secara makroskopis pelepah daun gewang terdiri yang bersifat spons yang mudah menyerap partikel air.
dari 3 sistem jaringan, yaitu: sistem jaringan dermal/penutup, sistem
jaringan pembuluh dan sistem jaringan dasar. Dalam proses pembuatan
model benda uji papan laminasi dilakukan pelaburan tiga lapis susunan
bilah pelepah gewang dengan arah serat saling menyilang setiap lapisnya.
Untuk mendapatkan tekstur pelepah gewang, susunan bilah diatur
sedemikian rupa sehinnga Jaringan dermal/penutup menjadi bagian
terluar dari kedua belah permukaannya. Bahan perekat digunakan adalah
jenis Polyuretane dengan crosslinker sebagai bahan pengeras. Berat labur
yang digunakan adalah 816 g/m2, dengan konsentrasi croslinker 10 %.
Hasil pengujian terhadap beberapa parameter yang dipersyaratkan dalam
SNI 03–2105-2006 tentang Papan Partikel menyatakan hasil sebagai
berikut : ketiga benda uji menghasilkan kuat lentur rata-rata 133,06 Kg/
cm2, hasil ini melebihi nilai yang dipersyaratkan SNI Papan partikel tipe 8
minimum 82 Kg/cm2, maupun SNI Papan Partikel tipe 13 minimum 133
Kg/cm2. Ketiga benda uji memiliki nilai rata-rata MOE 7.520 kgf/cm2,
nilai pengujian ini lebih kecil dari nilai MOE yang diperyaratkan dalam

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 89


Kerapatan papan partikel sebagai pembanding dalam pengujian ini pengembangan tebal. Dari hasil pengujian kekuatan terhadap kuat tarik
mensyaratkan 0.40 gr/cm3- 0.90 gr/cm3 . Dari hasil pengujian menunjukan tegak lurus permukaan menunjukan bahwa kuat tarik yang diperoleh
bahwa hasil pengujian dari ketiga benda uji rata-rata 0.6 gr/cm3. dari hasil rata 9.6 kg/cm2, nilai ini jauh melebihi nilai yang dipersyaratkan dalam
nilai kerapatan dari pelepah gewang laminasi memenuhi syarat. Pelepah SNI tipe 8 minimum 1.5 kg/cm2, maupun SNI tipe 18 3.1 kg/cm3. Dari hasil
gewang laminasi setelah mengalami perendaman selama 24 jam pengujian kekuatan tarik cabut sekrup menunjukan bahwa hasil cabut
diperoleh nilai pengembangan sebesar 34 %, apabila diperbandingkan sekrup diperoleh rata-rata 41 kg/cm2, nilai ini melebihi nilai cabut sekrup
dengan SNI papan Partikel tipe 8 tidak mensyaratkan pengembangan yang dipersyaratkan dalam SNI tipe 8 minimum 31 kg/cm maupun SNI
tebal tapi apabila diperbandingkan dengan SNI Papan Partikel tipe tipe 13 minimum 41.
lainnya mensyaratkan Maksimum pengembangan tebal 12 % sehinga –Ida Bagus Gede Putra Budiana–
apabila pelepah gewang laminasi ingin ditingkatkan terhadap pengaruh
penyerapan air, diperlukan treatment khusus untuk dapat menghambat

90 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Kenyamanan Termal pada Bangunan Tradisional Sumba

Penulis KTI : Wahyu Sujatmiko dan Made Aryati


Pada penelitian ini disampaikan hasil studi menurut Sujatmiko (2007). Hal ini sejalan dengan 0,819. Besar temperatur netralitas adalah DISC
kenyamanan termal pada bangunan tradisional hasil rata-rata kesan termal. = 9,724/7.328 = 1,326
yang dilakukan di Kampung Motodawu,
Kampung Sodana, dan Kampung Waigali di
Kecamatan Lamboya dan Lamboya Barat,
Kabupaten Sumba Barat pada tgl 26-28 Februari
2009. Pengukuran dilakukan pada siang hari
dari 11.00 – 15.00 WITA. Untuk perkiraan 24 jam,
dilakukan simulasi dengan menggunakan data
iklim terdekat Kota Waingapu. Gambar Perkiraan zona nyaman data harian Gambar Model bangunan simulasi dengan variasi tinggi atap 5 m,
menurut ASHRAE 55-2004 10 m, dan 15m
Selanjutnya, dengan menggunakan perangkat Telah dilakukan simulasi Energy Plus dengan
lunak statistik, dilalukan analisis regresi linier menggunakan data iklim Kota Waingapu dengan
kenetralan termal (netralitas termal) dan dinding dan atap dari kayu ringan tipis (tebal 5
diperoleh persamaan berikut: cm). Simulasi ini bersifat sementara mengingat
• Netralitas = 2,857.Tdb – 86,350 , dengan R = data konduktivitas termal bahan eksisting belum
0,778. Besar temperatur netralitas adalah Tdb diketahui. Digunakan bahan kayu ringan sebagai
= 86,350/2,857 = 30,22oC pendekatan awal. Bentuk bangunan yang
• Netralitas = 3,799.ET* – 119,883 , dengan R = disajikan juga masih sederhana, bentuk tanpa
0,907. Besar temperatur netralitas adalah ET* overhang dengan ukurang 8 m x 8 m tinggi plafon
= 119,8/3,799 = 31,6oC 4 m dan tinggi atap bervariasi antara 5 m, 10m,
• Netralitas = 3,490.SET* – 106,641 , dengan R = dan 15m. Model tertera pada Gambar. Ventilasi
0,888. Besar temperatur netralitas adalah SET* alami dibuat bervariasi dengan tanpa ventilasi,
= 106,641/3,490 = 30,6oC ventilasi 1 ach (air change per hour), dan 10 ach.
Hasil perhitungan indeks termal memperlihatkan • Netralitas = 13,295.DISC – 13,330 , dengan R = Kondisi angin udara luar adalah angin pedesaan
bahwa kondisi eksisting di atas kriteria 0,907. Besar temperatur netralitas adalah DISC (country). Semua variasi berada pada ketinggian
kenyamanan termal statik dan berada pada zona = 13,330/13,295 = 1,002 2 m di atas tanah.
atas rentang 80% kenyamanan a daptif ASHRAE • Netralitas = 7.328.PMV – 9,724 , dengan R =
–Made Aryati–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 91


Kinerja Struktur Bangunan Tradisional Uma
di Sumba Timur dalam Menahan Beban Gempa
Penulis KTI : Made Aryati , Dianisari Rinda A.M dan Rusli
Bangunan Tradisional Sumba memiliki kekayaan intelektual, yaitu 1. Pola tumpuan kolom yang tertanam pada tanah menyebabkan pangkal
kelebihan pada sistem struktur konstruksi yang menyesuaikan dengan kolom memiliki kekakuan terhadap rotasi struktur, oleh sebab itu dalam
kondisi geografis, dan memanfaatkan bahan bangunan alam sekitarnya. pelaksanaan simulasi numerik perletakan kolom struktur didefinisikan
Seiring perkembangan zaman, pengetahuan tersebut semakin tergerus, sebagai jepit.
dan mulai teralihkan oleh rumah modern yang lebih praktis, dan ekonomis. 2. Model struktur uma memiliki 2 sistem struktur yang berbeda pada
Sudah sewajarnya kekayaan intelektual tersebut digali kembali, dipahami, satu bangunan struktur. Kedua sistem struktur tersebut adalah sistem
dan dianalisa secara imliah. Karena itu penting untuk mengkaji kehandalan struktur utama dimana system rangka balok-kolom struktur yang
sistem struktur dan konstruksi bangunan tradisional Sumba agar dapat berfungsi menopang konstruksi atap bangunan. Sistem struktur lainnya
menjadi konsep dasar dalam pengembangan teknologi selanjutnya. yaitu sistem rangka balok-kolom penopang lantai bangunan. Kedua
sistem struktur ini tidak saling terikat satu sama lainnya. Sehingga
pembebanan pada salah satu sistem struktur tidak akan mempengaruhi
sistem struktur lainnya.
3. Model sambungan antara kolom struktur dengan balok struktur
didefinisikan sebagai join dengan perilaku jepit terbatas, dimana
dalam software pendefinisian tersbut dilakukan dengan memodifikasi
moment release ratio balok menjadi 0,2.
Selain pendefinisian karakteristik struktur, perilaku beban yang bekerja
Penelitian ini menggunakan metoda eksperimental dengan mengukur merupakan suatu hal yang penting untuk didefinisikan. Hal tersebut
dan meneliti secara langsung dan dianalisa menggunakan program SAP dimaksudkan agar perilaku beban yang terjadi menyerupai perilaku
2000v11. Dalam proses analisa, dilakukan metode pendekatan dengan sebenarnya.
model sambungan yang didefinisikan berperilaku jepit terbatas dengan
memodifikasi moment release ratio balok menjadi 0,2. Bangunan Uma
diidentifikasikan berada di wilayah zone gempa VI dan berada di kondisi
tanah sedang.
Dalam pelaksanaan analisa numerik bangunan tradisional uma,
sebelumnya dilakukan beberapa pendefinisian karakteristik bangunan
uma. Pendefinisian karakteristik tersebut meliputi:

92 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Hasil penelitian menyatakan bahwa sistem struktur Bangunan Tradisional Uma

memiliki tingkat kestabilan cukup tinggi terhadap beban gempa. Namun kestabilan terhadap beban angin cenderung lebih kecil dibandingkan
kestabilan terhadap beban gempa. Hasil perhitungan SAP 2000v11 belum dapat dijadikan sebagai hasil analisis struktur yang memiliki keabsahan
yang mutlak. Sehingga perlu dilaksanakan pengujian skala laboratorium untuk mengetahui seberapa besar nilai momen yang terjadi pada setiap titik
sambungan dan juga diperlukan kajian lebih lanjut terhadap perkuatan struktur pada bagian sambungan untuk meningkatkan stabilitas strukturnya
terlebih dalam menahan beban angin khususnya pada daerah pesisir.
–Made Aryati–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 93


Sarana dan Prasarana Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Permukiman
di Rumah Trdisional
(Studi Kasus: Rumah Tradisional Dayak di Desa Bahu Palawa dan Desa Buntoi, Provinsi Kalimantan Tengah)
Penulis KTI : Made Widiadnyana Wardiha dan Muhajirin
Permukiman tradisional terkadang terletak jauh dari perkotaan sehingga dibandingkan dengan standar pelayanan minimal, pada dasarnya sudah
fasilitas yang menunjang kesehatan penghuninya seperti fasilitas air memenuhi kecuali dalam hal jarak tangki penampung air limbah tolet dari
minum, pengelolaan sampah, drainase, dan pengelolaan air limbahnya sumber air serta sampah yang sama sekali belum terkelola. Hal yang perlu
belum memadai. diperhatikan adalah bahwa pembangunan fasilitas air minum dan PLP di
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi sarana prasarana air minum dan masyarakat memerlukan sosialisasi terlebih dahulu sehingga masyarakat
penyehatan lingkungan permukiman (PLP) pada rumah tradisional di mengerti akan fungsi fasilitas tersebut dengan harapan fasilitas yang
Provinsi Kalimantan Tengah yaitu di Desa Bahu Palawa dan Desa Buntoi dibangun akan dimanfaatkan dan dipelihara dengan baik. Sosialisasi dapat
sehingga nantinya dapat dijadikan sebagai basis data. dilakukan dengan memanfaatkan adat yang berlaku setempat agar lebih
Metode pengumpulan data dalam kajian ini dilakukan melalui observasi diterima oleh masyarakat. Selain itu, terdapat opsi untuk membangun
terhadap kondisi sarana dan prasarana air minum dan PLP yang terdiri fasilitas MCK secara terpisah dari bangunan rumah tradisional agar selaras
dari fasilitas penyediaan air minum, distribusi air minum, penggunaan air dengan fungsi dari ruangan-ruangan di rumah tradisional tersebut.
minum, fasilitas mandi, cuci, kakus (MCK), fasilitas pengelolaan sampah,
serta fasilitas pengelolaan air hujan, dan wawancara dengan penghuni
rumah untuk mengetahui kebiasaan yang berlaku di masyarakat dalam
hal penggunaan air minum, pengelolaan sampah, pemanfaatan air hujan,
serta pengelolaan air limbah domestik. Data dijabarkan secara deskriptif
dan dicari keterkaitan antara kondisi fasilitas air minum dan PLP dengan
kebiasaan masyarakat. Analisis dilakukan secara deskriptif komparatif
dimana hasil survey dibandingkan dengan standar pelayanan minimal
dan hasil-hasil penelitian lainnya. Rekomendasi yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini yaitu
Hasil kajian memperlihatkan bahwa fasilitas penyediaan air minum, Pembangunan fasilitas MCK yang dilakukan di rumah tradisional dapat
pengelolaan sampah, pengelolaan air hujan, dan pengelolaan air dilakukan dengan membangun secara terpisah dari bangunan rumah
limbah domestik di kedua desa tidak terlalu berbeda dimana sumber air tradisional agar selaras dengan fungsi dari ruangan-ruangan di rumah
minum berasal dari air tanah dan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), tradisional tersebut. Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat untuk
pengelolaan sampah dengan cara dikumpulkan dan dibakar, air hujan menjadi salah satu rujukan untuk pengambilan keputusan dalam rangka
tidak dimanfaatkan, serta air limbah domestik dari kloset dialirkan ke tangki peningkatan kualitas lingkungan di permukiman tradisional.
penampung sedangkan air sisa kegiatan mandi dan cuci ada yang dialirkan
ke tangki penampung ataupun dibuang langsung ke bawah rumah. Jika –Made Widiadnyana Wardiha–

94 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Ketersediaan Fasilitas Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Permukiman
pada Rumah Tradisional Suku Dayak di Kalimantan
Penulis KTI : Made W. Wardiha, Desak P. Damayanti, Putu A. W. Kasuma dan Aris Prihandono
Fasilitas air minum dan Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP)
merupakan fasilitas dasar untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan
kesehatan masyarakat di suatu permukiman termasuk permukiman
tradisional. Aspek fisik dan kearifan lokal dari fasilitas air minum dan PLP
merupakan hal yang perlu dikaji.
Penelitian mengenai hal tersebut tahun 2013 dilakukan pada permukiman
tradisional suku dayak di Kalimantan Tengah (Desa Bahu Palawa dan
Buntoi) dan Kalimantan Selatan (Desa Loksado dan Malinau). Tujuan Hasil penelitian menunjukkan sumber air yang digunakan pada
penelitian adalah mendata fasilitas penyediaan air minum, pengelolaan permukiman tradisional di desa Bahu Palawa, Buntoi, Loksado dan
sampah, dan pengelolaan air limbah domestik serta melihat aspek sosial Malinau umumnya adalah dari sungai, air tanah, mata air dan ada pula
budaya yang mempengaruhi ketersediaan fasilitas. yang menggunakan air dari PDAM. Sedangkan dalam hal pengelolaan air
Pengumpulan data dilakukan dengan observasi terhadap kondisi fasilitas limbah domestik, sebagian besar sudah memiliki kamar mandi, hanya saja
penyediaan air minum, distribusi air minum, penggunaan air minum, belum seluruhnya memiliki tangki penampungan untuk air limbah dan
fasilitas mandi, cuci, kakus (MCK), serta fasilitas pengelolaan sampah. terkadang air limbah dibuang ke sungai.
Kemudian dilakukan pula wawancara dengan penghuni rumah tersebut Pengelolaan sampah di keempat lokasi kajian dilakukan dengan
untuk mengklarifikasi data hasil observasi serta menanyakan mengenai dikumpulkan, dibuang, atau dibakar. Walaupun ketersediaan fasilitas
kebiasaan yang berlaku di masyarakat dalam hal penggunaan air minum, sudah mencukupi, namun terdapat beberapa permasalahan diantaranya
pengelolaan sampah, pemanfaatan air hujan, serta kebiasaan mandi, cuci tercemarnya air sungai, penempatan tangki penampung black water yang
dan kakus. Data yang dikumpulkan kemudian dijabarkan secara deskriptif berdekatan dengan sumur bor, pembuangan air limbah ke sungai, serta
dan dicari keterkaitan antara kondisi fasilitas air minum dan PLP dengan belum dikelolanya tempat pengumpulan sampah sehingga terkesan
kebiasaan masyarakat. Analisis yang dilakukan berupa analisis deskriptif mengganggu estetika. Aspek sosial budaya yang perlu diperhatikan
komparatif dimana hasil observasi dan wawancara dibandingkan dengan terkait air minum dan PLP diantaranya perilaku bermukim masyarakat,
standar pelayanan minimal bidang pekerjaan umum dan penataan ruang serta adat/kepercayaan/keyakinan masyarakat setempat.
untuk menilai apakah kondisi fasilitas di desa-desa tersebut sudah dapat Dalam penelitian selanjutnya, perlu dilakukan pengkajian mengenai
dikatakan baik atau belum. Selain itu dilihat aspek sosial budaya yang persepsi masyarakat terhadap kesehatan serta kaitan aspek sosial budaya
ada di masyarakat yang dapat dikaji lebih mendalam untuk melihat dengan pembangunan fasilitas air minum dan PLP. Selain itu, pengujian
pengaruhnya terhadap pembangunan fasilitas air minum dan PLP. kualitas air yang digunakan oleh masyarakat juga diperlukan.
– Made Widiadnyana Wardiha –

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 95


BAB III
ARSITEKTUR
TRADISIONAL
WILAYAH TIMUR

96 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Fleksibilitas Sistem Sambungan Struktur Rumah Tongkonan
Upaya Preventif dalam Menerima Gaya Gempa
Penulis KTI : St. Hadidjah Sultan
Tongkonan memiliki bentuk arsitektur yang tata cara teknis dan tradisi yang ada. mendatar pada struktur. Ketika terjadi peristiwa
khas, sistem struktur dan konstruksi yang gempa bumi, tanah tempat sebuah struktur
unik. Perpaduan teknologi dan konstruksi yang masif didirikan dengan cepat bergoyang
atap yang berbentuk perahu dengan susunan ke arah samping. Gaya gempa bumi yang besar
atap bambu, struktur badan yang berbentuk bekerja pada struktur ketika masa struktur
kubus serta sistem kerangka jamak pada tersebut menahan gaya lateral yang mendadak.
struktur kaki untuk menjaga kestabilan dan Elemen-elemen struktural pada Tongkonan yang
kesetimbangan beban menjadi ciri khas Rumah berdiri bebas akan tetap stabil meskipun beban
Tradisional Toraja. Penelitian ini dilakukan untuk bangunan rumah ini sangat berat. Tegangan
mengetahui perilaku gaya yang terdapat pada geser pada tanah akan bekerja secara fleksibel.
Rumah Tradisional Tongkonan, karena selain Kesetimbangan terjadi saat aksi-aksi dilawan
memiliki bentuk arsitektur yang unik juga oleh reaksi-reaksi yang sama besar. Besarnya
memiliki kehandalan, keunggulan dan keunikan bentuk dan beratnya atap mendominasi berat
teknologi sistem struktur dan konstruksinya. bangunan secara keseluruhan sehingga titik
Kesederhanaan pola konstruksinya menjadikan Sistem struktur dan konstruksi Rumah berat bangunan terletak lebih tinggi dari ½ x
rumah Tongkonan sangat adaptif dan memiliki Tradisional Tongkonan memiliki ciri khas yang tinggi bangunan Tongkonan.
fleksibilitas yang baik terhadap gaya-gaya yang terlihat rumit, namun sesungguhnya memiliki Sistem struktur dan konstruksi pada Tongkonan
bekerja padanya. struktur dan tata cara kerja yang sederhana. adalah struktur jamak, gaya reaksi dari sebuah
Metode penelitian dibagi dalam tiga bagian, Setiap sambungan memiliki nama dan sub- bagian struktur menjadi beban aksi pada bagian
yakni : penelitian kepustakaan (field desk), sub sistem struktur yang berfungsi dan bekerja struktur yang menahannya. Pada akhirnya sebuah
penelitian lapangan (field study) dan penelitian dalam satu kesatuan sistem struktur. sistem struktur harus dengan aman menyalurkan
eksperimental. Beban-beban struktural yang paling mendasar semua beban bagian struktur ke pondasi/
Fleksibilitas sistem sambungan struktur Rumah pada Rumah Tradisional Tongkonan adalah umpak dan ke tanah. Sistem struktur utama
Tradisional Tongkonan yang telah teruji zaman, beban gravitasi yang bekerja dalam arah vertikal bangunan Rumah Tradisional Tongkonan adalah
diharapkan akan menjadi tolok ukur bagi struktur. Beban ini mencakup beban mati dan sistem kerangka. Kerangka bagian atas lantai
pembangunan Rumah Tradisional masyarakat beban hidup yang disebabkan oleh tarikan merupakan bagian dari dinding yang sekaligus
Toraja (Tongkonan) di masa mendatang, gravitasi bumi. Beban lateral angin dan gempa berfungsi untuk memikul beban atap. Beban
sehingga lebih dicintai dan dibangun menurut bumi adalah beban hidup yang bekerja secara dinding badan bangunan diteruskan ke kolom

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 97


rangka kaki, dan sebagian besar beban disalurkan melalui umpak ke muka Kestabilan struktur Rumah Tradisional Tongkonan terhadap beban gaya-
tanah. Mekanisme pembebanan pada Rumah Tradisional Tongkonan, gaya yang bekerja padanya disebabkan oleh :
mampu menahan semua beban yang ada (beban hidup maupun beban a. Sub-sub sistem struktur yang bekerja secara maksimal,
mati). Hal ini karena struktur yang ada didukung oleh tektonika Tongkonan b. Beban vertikal atap menghasilkan beban titik, memberi kontribusi
terutama yang berhubungan dengan sambungan-sambungan kayu yang terhadap gaya isap angin dari bawah,
membuat Tongkonan semakin kokoh. c. Sistem sambungan yang terdiri atas alur, pen dan lubang menjadikan
sambungan bekerja secara fleksibel terhadap datangnya gaya,
d. Umpak yang berdiri bebas sebagai filter antara beban titik bangunan
(vertikal) dengan reaksi tanah.

–St. Hadijah Sultan–

Illustrasi Gaya Lateral dan Reaksi terhadap fleksibilitas Tongkonan

98 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Tektonika Arsitektur Rumah Tradisional Toraja

Penulis KTI : St. Hadidjah Sultan dan Marly Valenti


Tektonika merupakan hasil budaya manusia Penelitian ini bertujuan untuk membangun filosofi. Tektonika berperan memberi artikulasi
dalam membangun hunian dengan wacana tektonika arsitektur (rumah) tradisional pada mekanisme penyaluran beban dari
memanfatkan potensi alam sekitarnya. Toraja yang selain menjawab pragmatika elemen-elemen struktur. Pengolahan bentuk
Terminologi tektonika lebih menjurus ke arah penyediaan ruangan bagi manusia juga secara inovatif hingga menghasilkan ekspresi
estetika yang timbul dari suatu teknologi, mempresentasikan tektonika sebagai struktur bentuk arsitektural secara keseluruhan maupun
yaitu ekspresi dari bentuk yang dihasilkan dan simbol. ekspresi seni dari detail-detail sambungan dari
oleh sebuah stuktur dan konstruksi. Tektonika Penelitian ini menggunakan metode kualitatif konstruksi yang digunakan. Bentuk-bentuk yang
arsitektur (rumah) tradisional Toraja unik dan yang bersifat memaparkan atau deskriptif dihasilkan merupakan bentuk-bentuk artistik
bermakna, dan oleh masyarakat dijadikan analisis, yaitu dengan menguraikan identifikasi yang mempunyai makna, nilai seni, bukan hanya
sebagai simbol filosofi persatuan keluarga. tektonika arsitektur rumah tradisional ke bentuk yang abstrak atau sekedar figurative
Setiap bagian bangunan memiliki unsur estetika dalam tiga klasifikasi yaitu obyek; teknologis, bahkan mampu mengepresikan simbolik,
dan struktur yang fungsional. Tidak satu pun skenografis dan estetika. Hasil temuan filosofis dari bangunan.
unsur bangunan yang terbuang dari nilai-nilai memperlihatkan bahwa Rumah Tradisional
tektonika. Estetika yang tercipta dapat dilihat Toraja mempunyai tektonika yang spesifik a.Struktur Vertikal
mulai dari atap, badan hingga kaki bangunan, terutama untuk sistem pemasangan dinding Berdasarkan pandangan agama leluhur aluk
termasuk ukiran dan ragam hias yang sarat dan rangkaian material atap yang sarat dengan todolo dan kosmologi rumah tradisional Toraja,
makna simbolik pemiliknya. struktur vertikal tongkonan terdiri dari tiga
lapisan yaitu:
Sulluk Banua ; bagian kolong rumah yang
terbentuk oleh susunan tiang yang dihubungkan
dengan susuk di sekeliling bangunan.
Kale Banua ; Yaitu bagian tengah dari
tongkonan yang digunakan sebagai tempat
tinggal. Pembagian ruang dalam tongkonan
berdasarkan kosmologi dan kepercayaan aluk
todolo.
Rattiang Banua ; Yaitu bagian tongkonan yang
paling atas yang dibentuk oleh atap.
Lapisan Banua Tongkonan

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 99


dan konstruksi. Tektonika konstruktif pada diidentifikasikan pada pondasi dan sulur-sulur
atap Tongkonan berperan terhadap kekuatan lentong garopang. Pada kale banua, tektonika
struktur, konstruksi dan estetika banguan. yang menunjukkan estetika terlihat pada
ukiran-ukiran di seluruh dinding bangunan
c.Obyek Skenografis dan sistem siamma (jepitan) dan penggunaan
Obyek skenografis yang digunakan untuk pasak pada dindingnya. Tidak ditemukan
memberikan sesuatu yang tidak ada atau penggunaan paku dalam pembuatan dinding
tersembunyi (simbolik). rumah tongkonan, yang nampak adalah balok-
balok dinding menjepit papan-papan dinding.
d.Obyek Estetika Pada bagian rattiang banua, tektonika terlihat
Elemen-elemen yang sebelumnya bermakna pada konstruksi atap bambu. Dalam masyarakat
simbolik sekarang pemakaiannya lebih Toraja, konstruksi demikian dikenal dengan si
b.Obyek Teknologis mempertimbangkan estetika semata. muane tallang, yang sarat dengan filosofi.
Obyek teknologis yang digunakan memiliki
makna sebagai elemen konstruksi yang dibentuk Tektonika Rumah Tongkonan berupa –St. Hadijah Sultan–
untuk menekankan peran mekanika dan statika. sambungan-sambungan kayu, ikatan,
Penelitian tektonika rumah tongkonan sebagai penjepitan, ukiran-ukiran terdapat di seluruh
obyek teknologis tidak lepas dari sistem struktur bagian bangunan. Pada suluk banua dapat

100 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Penelitian Penguasaan Teknologi dan Konstruksi
Rumah Tradisional Toraja (Tongkonan)
Penulis KTI : St. Hadidjah Sultan
konstruktif relatif tidak mengalami perubahan. kehidupan masyarakat Toraja, antara lain:
Latar belakang Arsitektur Rumah Tradisional 1. Letak bangunan rumah yang membujur
Toraja menyangkut falsafah kehidupan yang Utara-Selatan dengan pintu terletak di
merupakan landasan dari perkembangan sebelah utara;
kebudayaan Toraja. Dalam pembangunannya 2. Pembagian ruangan yang mempunyai
ada hal-hal yang mengikat, yaitu; aspek peranan dan fungsi tertentu;
arsitektur dan konstruksi dan aspek peranan dan 3. Perletakan jendela yang mempunyai makna
fungsi rumah adat dan fungsi masing-masing;
Rumah tradisional atau rumah adat yang disebut 4. Perletakan balok-balok kayu dengan arah
Tongkonan harus menghadap ke Utara, letak tertentu, yaitu pokok di sebelah Utara dan
pintu di bagian depan rumah, dengan keyakinan Timur, ujungnya di sebelah Selatan atau
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bumi dan langit merupakan satu kesatuan dan Utara.
walaupun zaman semakin berkembang namun bumi dibagi dalam 4 penjuru, yaitu : Konstruksi Rumah Tongkonan terbuat dari
struktur dan konstruksi Rumah Tongkonan 1. Bagian Utara disebut ulunna langi, yang kayu tanpa menggunakan unsur logam seperti
tidak dapat lepas sepenuhnya dari pengaruh paling mulia; paku. Dari segi konstruksi, jumlah dan besaran
kosmologi Toraja dan kepercayaan leluhur 2. Bagian Timur disebut mataallo, tempat kolom dapat disebut over design, artinya terlalu
Aluk Todolo. Tipologi struktur dan konstruksi metahari terbit, tempat asalnya kebahagiaan kuat untuk menyangga bagian di atasnya.
Rumah Tongkonan mengalami perkembangan atau kehidupan; Seperti terdapat dalam banyak hal rumah
berdasarkan tingkatan status adat, status sosial, 3. Bagian Barat disebut matampu, tempat tradisional, secara jelas Tongkonan terbagi
intervensi modernitas baik pola hidup maupun matahari terbenam, lawan dari kebahagiaan tiga di mana terlihat sebagai manifestasi dari
keberadaan material bangunan yang mutakhir. atau kehidupan, yaitu kesusahan atau kosmologi adanya dunia atas, dunia tengah dan
Dari seluruh aspek yang diteliti, ternyata kematian; dan dunia bawah. Selain itu terlihat jelas adanya
aspek material yang paling mudah berubah. 4. Bagian Selatan disebut pollo’na langi, sebagai personifikasi rumah terdiri dari kepala, badan
Perubahan terbesar terjadi pada penggunaan lawan bagian yang mulia, tempat melepas dan kaki.
bambu sebagai atap Rumah Tongkonan dan segala sesuatu yang tidak baik. Rumah Tradisional Toraja atau Tongkonan, setiap
penggunaan kayu nangka dan kayu uru sebagai Bertolak pada falsafah kehidupan yang diambil detailnya memiliki fungsi dan makna masing-
material utama struktur Rumah Tongkonan. dari ajaran Aluk Todolo, bangunan rumah adat masing. Keindahannya dapat dilihat mulai dari
Sementara tektonika konstruktif maupun non mempunyai makna dan arti dalam semua proses atap, badan hingga kaki bangunan.

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 101


Termasuk ragam hias yang memiliki makna simbolik pemiliknya. Dari b) Tektonika Non-Konstruktif; keindahan estetika dari ragam hias
pernyataan ini maka tektonika dan ragam hias pada Rumah Tongkonan Tektonika Konstruktif pada atap Tongkonan berperan terhadap
dibedakan atas : kekuatan struktur, konstruksi dan estetika bangunan. Atap bambu
menjadi masif dan rigid. Beban atap lalu mengalir ke kuda-kuda dan
a) Tektonika Konstruktif; keindahan oleh bentukan sistem struktur langsung ke Lentong Garopang. Fungsi lain atap untuk menjaga
Tektonika konstruktif pada pola sistem struktur bagian bawah bangunan, kenyamanan termal ruang dalam rumah.
dimana Roroan Tangnga, Roroan Sa’da mengisi ikatan Lentong Alla.
Tektonika Konstruktif dan Non-Konstruktif pada bidang dinding badan
bangunan. Dinding rumah berupa papan-papan dipasang dengan
sistem jalur (Siamma) pada Sangkinan Rinding. Konstruksi dinding
diperkuat oleh tiang Sangkinan Rinding yang terletak vertikal antara
Pangngossokan dan Samborinding.

–St. Hadijah Sultan–

102 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Karakteristik Rumah Tadisional Minahasa dan Identifikasi Faktor
yang Mempengaruhi Perubahannya
Penulis KTI : Djasmihul Ashary dan Subasri
Rumah Tradisional Minahasa mempunyai suatu site/lokasi, namun lebih merupakan suatu (bentuk persegi, kemudian Periode tengah,
keunikan yang tinggi karen konservasi yang di manifestasi aspek-aspek ritual, kultur, sosial, Rumah pada lokasi Desa Tonsea pemakaian
lakukan masyarakat dapat diterima oleh semua materialisasi, teknik, keahlian dan perdagangan. pondasl batu sudah hilang dan sudah berdiri
pihak dan bahkan terjadi perubahan nilai rumah Hal ini menunjukkan bahwa rumah dibuat diatas tiang batu bahkan sudah memakai
dari ‘social good’ menjadi ‘commercial good’. Oleh berdasarkan rangkaian tujuan yang kompleks, pondasi jalur. Periode akhir rumah-rumah
karena itu keinginan menampilkan identitas karena hampir di semua komunitas masyarakat pada lokasi pondasi watulinei sudah hilang dan
budaya melalui karya arsitektur sangat perlu tradisional dapat dijumpai upacara ritual yang memakai pandas jalur.
dilengkapi dengan pemahaman kebudayaan berhubungan dengan konstruksi bangunan.
seutuhnya. Dalam penentuan kajian Rumah Tradisional
Minahasa dengan fokus pengamatan
keragaman bentuk, struktur dan bahan. Untuk
mendapatkan keragaman bentuk, struktur dan
bahan yang bervariasi pada Rumah Tradisional
Minahasa di ambil beberapa rumah yang
dijadikan sebagai sampel di lapangan. Hal itu
ditentukan secara purposive yang sesuai dengan Gambar : Perubahan Pada Pondasi
kriteria pemilihan kasus. Pada pola ruang rumah tradisional Minahasa
Keragaman Rumah Tradisional Minahasa berdasarkan hasil analisis bentuk denah rumah
dapat ditelusuri setelah mengetahui tipe-tipe adat tradisional Minahasa terdapat perbedaan
pembentuk dari Rumah Tradisional Minahasa. dan persamaan berdasarkan pada periodenisasi
Dalam konteks tradisional, perbedaan di atas Data Rumah Tradisional Minahasa disusun waktu dari ketiga lokasi penelitian dalam hal
menunjukkan bahwa rumah merupakan bentuk dalam 3 (tiga) periode. Periode awal, yakni bentuk denah perbedaan yang nampak adalah
berkaitan erat dengan kepribadian masyarakat, semua rumah pada lokasi satu (Desa Tonsea) dalam hal ruang-ruang yang telaht erjadi
dalam ungkapan fisiknya sangat dipengaruhi di mana rumah menggunakan pondasi di atas penambahan, besaran ruang juga mengalami
oleh faktor social cultural masyarakat setempat. batu. Rumah-rumah pada lokasi kedua (Kota penambahan besaran diakibatkan kebutuhan
Menurut Frick (1988), rumah tradisional sebagai Tomohon) pondasinya memakai susunan akan ruang dan tingkat sosial ekonomi
karya arsitektur bukan hanya sekedar susunan batu (umpak), dan pada lokasi ketiga (Desa masyarakat yang semakin baik, termasuk juga
material dan struktur bangunan yang terletak di Rernboken) rumah memakai pondasi batu cadas perubahan bentuk tangga, di mana posisi

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 103


sudah ada yang memakai bordes. Ada pun persamaan yang nampak Pengaruh lingkungan/alam sangat berpengaruh terhadap terjadinya
dalam rumah tradisional Minahasa yaitu penggunaan bahan dan material keragaman pada rumah tradisional Minahasa, Secara pandangan
dan juga dalam proses mendirikan dan memasuki rumah. kosmologi, kolong sebagai daerah bagian bawah rumah merupakan
tempat kegiatan penyimpanan hasil kebun atau alat-alat kebun.
Rumah Tradisonal mengalami stagnasi yang berkepanjangan diakibatkan
oleh akulturasi budaya dan teknologi sehingga rumah tradisional telah
mengalami perubahan yang tidak lagi mencirikan dari budaya setempat.
Perlu dilakukan usaha preservasi, konservasi dan revitalisasi dapat
mengembalikan ciri tersebut sehingga dapat menambah khazanah
budaya rumah tradisional

–Djasmihul Ashary–

104 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Kajian Tipologi Bola Soba Bangunan Tradisional Bugis Bone

Penulis KTI : St. Hadidjah Sultan


Arsitektur tradisional merupakan salah satu fisik ruang sebagai badan dan atap sebagai Rumah panggung ini, terdiri atas struktur utama
identitas budaya dari suatu suku bangsa. Dalam kepala. Secara umum pola horizontal tata ruang dan stuktur pengisi. Atap rumah disangga tiang-
perwujudan seni bangunannya terkandung tata arsitektur Bola Soba memiliki pola sistematika tiang sebagai struktur utama yang berdiri di atas
nilai/tata laku dan tata kehidupan masyarakat ruang rumah Bugis; lego-lego (latte risaliweng), umpak yamg ditanam ke dalam tanah. Bola Soba
tradisional. Jadi setiap perubahan tata nilai pada rumah induk (latte ritangga/latte rilaleng), lari- bertiang segi empat dengan ukuran 30 x 30 cm.
masyarakat akan mempengaruhi perkembangan lariang (penghubung rumah induk dengan Bagian riawa bola (kolong) diawali dengan
arsitekturnya. dapur), dapureng (riawa bola). Ke-semua bagian- menegakkan tiang pusat (possi bola). Posisi possi
Bola Soba (Rumah Persahabatan) di Kabupaten bagian bangunan dapat menyatu dengan baik bola terletak di tiang kedua dari kanan dan
Bone, adalah obyek arsitektur yang memiliki nilai tersusun dalam satu hirarki dan sistem rumah tiang ketiga dari depan. Kemudian dipasang
sejarah dan kisah kepahlawanan yang sangat Bugis. tiang-tiang satu deret dengan posisi bola ke
tinggi. Dahulu rumah ini sebagai tempat tinggal arah panjang rumah. Berikutnya dipasang tiang
Panglima Besar Petta Punggawa Kerajaan Bone. pakka, tempat sandaran tangga utama. Selesai
Setelah Belanda menganeksasi, maka Bola Soba mendirikan tiang-tiang bangunan dilanjutkan
menjadi markas Belanda. Kini Bola Soba menjadi dengan bagian pemasangan ale bola (dinding).
milik Pemerintah Kabupaten Bone difungsikan Konstruksi atap (rakkeang) berbentuk pelana
sebagai museum dan tidak lebih sebuah artefak dengan sudut kemiringan atap 45o. Bagian atap
peninggalan masa lalu yang menghias kota dipercaya sebagai tempat suci untuk pemujaan
bersejarah Watampone. ke Sang Pencipta.
Arsitektur rumah tradisional Bola Soba Pelengkap rumah yang penting adalah tangga,
merupakan salah satu identitas budaya dari karena menandai tingkat sosial pemiliknya.
masyarakat Bugis Bone, sehingga perlu upaya Bola Soba memiliki tangga yang lazim disebut
pelestarian demi keberlangsungan hidup addeneng, terbuat dari kayu serta memiliki
Bola Soba itu sendiri dan juga masyarakat coccorang atau pegangan tangga (balustrade).
pendukungnya. Adapun pola tata ruang vertikal pada Bola Soba Bola soba memiliki ragam hias/ornamen yang
Arsitektur Bola Soba memiliki ciri khas yang mengikuti pandangan kosmologi tentang tiga khas. Ragam hiasnya dari bentuk benda-benda
unik, tercermin dari bentuk panggung, dimana bagian dari makroskosmos ; boting langi’ (bagian alam, flora dan fauna, juga terdapat ukiran
bangunan memiliki faham hirarki. Kolom dan atap), ale kawa (badan bangunan) dan uru liyu geometris berbentuk swastika.
umpak sebagai kaki, dinding yang membatasi (kolong rumah). –St. Hadidjah Sultan–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 105


Kearifan Tradisional Arsitektur Rumah Tradisional Bugis Soppeng

Penulis KTI : Ratna Juwita


Trendsetter arsitektur rumah senantiasa panggung dapat mengakomodir kondisi tidak hanya sekedar bangunan melainkan
berubah, mulai dari gaya mediteranian, klasik, tinggal di sekitar sungai yang rawan banjir dan kehidupan bagi penghuninya yang dibangun
minimalis sampai bergaya Eropa. Hanya saja di gunung yang rawan binatang buas. Selain berdasarkan keselarasan antara hubungan
amat disayangkan, karena trend yang ada justru itu, struktur rumah tradisional sangat fleksibel vertikal antara manusia dan sang penciptanya.
didominasi oleh arsitektur luar dan minim karena merupakan struktur dengan sistem Tidak hanya keseluruhan stuktur rumah, elemen
ciri khas Arsitektur Nusantara. Namun, tradisi knock-down yang dapat dibongkar pasang untuk dari rumah bugis pun mengandung makna yang
bukanlah sesuatu yang lestari, melainkan tetap dipindahkan ke tempat lain dan disesuaikan mencerminkan tatanan kehidupan sosial mereka.
mengalami perubahan/transformasi . Begitu tingginya sesuai keinginan pemiliknya. Hal ini tercermin dalam timpa` laja yang terdapat
pula halnya dengan Arsitektur Tradisional yang pada atap rumah. Untuk golongan bangsawan,
mengalami akulturasi sehingga mengalami tingkatan timpa’ laja berkisar antara 3 – 5
pembaruan namun tidak hakiki dan tetap tingkatan. Timpa’ laja 5 susun bagi keturunan raja
mempertahankan identitasnya. atau bangsawan dengan kedudukan yang tinggi.
Rumah tradisional merupakan suatu karya Empat tingkat diperuntukkan bagi bangsawan
arsitektur yang sarat dengan nilai – nilai kearifan yang memegang jabatan, dan 3 tingkat bagi
lokal dan bukan sekedar suatu bangunan dengan bangsawan yang tidak memegang jabatan dan
struktur dan susunan material yang hanya timpa’ laja 2 – 1 bagi rakyat biasa.
didirikan pada suatu lokasi, namun merupakan Timpa’ laja bukan sekedar penanda status sosial,
manifestasi dari aspek – aspek sosial, kultural, tapi merupakan perwujudan dari rasa tanggung
ritual, teknik dan berbagai keahlian lain. Salah Ketiga alasan pemilihan bentuk rumah tersebut jawab para raja/bangsawan yang memiliki taraf
satu bentuk Arsitektur Nusantara yang kaya juga dipengaruhi oleh budaya dan kepercayaan kehidupan yang lebih baik untuk mengayomi
akan kearifan lokal dapat terlihat pada Arsitektur spiritual masyarakat yang dijadikan sebagai rakyatnya ataupun orang – orang dengan taraf
Tradisional Bugis yang berupa rumah panggung. pandangan hidup. Sebagaimana halnya kehidupan yang kurang. Ketika ada rakyat yang
Struktur rumah Bugis berupa struktur rumah pandangan hidup dalam memahami alam meminta pertolongan atau membutuhkan
panggung dibuat karena tiga alasan yaitu, alasan raya sebagai makrokosmos yang terbagi atas bantuan, maka wajib bagi golongan yang
geografis, praktis-ekonomis dan keamanan. 3 lapis. Demikian pula rumah sebagai wujud memiliki timpa’ laja 3 – 5 untuk membantu orang
Dari segi geografis, orang Bugis jaman dahulu mikrokosmos secara analogi juga terbagi atas tersebut.
cenderung memilih tinggal di sekitar sungai 3 bagian yaitu rumah sebagai perwujudan fisik
atau di sekitar gunung. Di mana struktur rumah manusia. Hal ini menggambarkan bahwa rumah

106 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


kekerabatan yang baik antar tetangga. Dengan batas wilayah rumah
bukan berupa pagar, melainkan batas alam yang tidak permanen
yang memudahkan silaturahmi antar tetangga dan menghilangkan
individualisme. Sekaligus untuk mewadahi perilaku masyarakatnya yang
senang bercengkerama dengan alam dan tetangga sekitar secara akrab.
–Ratna Juwita–

Gambar (kiri ke kanan) Timpa’ laja bangsawan/ raja,


Timpa’ laja bangsawan biasa, Timpa’laja rakyat biasa

Tidak hanya arsitektur rumah yang sarat nilai kearifan, namun lingkungan
tinggal pun yang ditata berdekatan, tapi juga tidak berimpit-impitan
sengaja dibangun untuk menjamin berlangsungnya hubungan

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 107


Tongkonan dan Pelestarian Hutan Adat

Penulis KTI : St. Hadidjah Sultan dan Fachry Ali Samad


Dalam kaitannya dengan keberadaan hutan dan Hutan adat atau Kombong adalah salah satu menggambarkan bagaimana keterkaitan antara
keanekaragaman yang ada di dalamnya, rumah- kearifan lokal yang tumbuh secara turun temurun tongkonan dengan pelestarian hutan adat yang
rumah tradisional yang ada di Indonesia memiliki dalam memelihara kelestarian hutan sebagai ada di Toraja.
kearifan arsitektur lokal yang berdasarkan bagian dari hutan dunia. Pola hidup sederhana,
pada lingkungan alam yang ditempatinya. bersahaja, lugu dan mandiri merupakan
Kemampuan adaptif terhadap filosofi budaya perilaku dan kearifan lokal tradisional di tengah
dan lingkungan alamnya sangat serasi. Salah masyarakat yang berkembang menjadi unik
satunya adalah Tongkonan yang merupakan dan menarik. Namun seiring dengan berlalunya
suatu tatanan yang di dalamnya terdapat rumah waktu, jumlah hutan-hutan tersebut semakin
adat keluarga yang berperan besar dalam hidup berkurang. Hutan-hutan banyak ditebang
dan kehidupan masyarakat Toraja. untuk perluasan permukiman, sehingga
mengakibatkan pohon-pohon dan bambu pun
semakin berkurang.
Penelitian dilakukan pada permukiman
tradisional Suku Toraja yang berada di
Kabupaten Tana Toraja. Pengumpulan data
primer diperoleh melalui wawancara, survei
dan dokumentasi lapangan, sedangkan data
sekunder diperoleh dari instansi-instansi yang Terkait dengan keberadaan hutan tersebut, sejak
berkaitan dengan data yang diperlukan dalam dulu masyarakat Toraja sangat peduli dengan
penelitian ini seperti peraturan, kebijakan- kelestarian hutan. Hal ini dibuktikan dengan
kebijakan yang dikeluarkan, keadaan umum diadakannya upacara adat sebelum masuk
wilayah (data monografi), laporan-laporan hutan untuk menebang kayu dan bambu guna
dan dokumen-dokumen yang terkait dengan pembangunan Tongkonan, alang atau pun
materi penelitian serta hasil penelitian terdahulu pondok-pondok (lantang) dalam pelaksanaan
yang dilakukan oleh Tim Balai PTPT Makassar. pesta orang mati. Upacara tersebut dimaksudkan
Data ini kemudian dianalisis secara deskriptif sebagai permohonan ijin kepada Dewa Pencipta.
kualitatif untuk menjelaskan, menguraikan dan Kayu yang mereka tebang pun tidak berlebihan,

108 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


biasanya secara tebang pilih dan selalu permakaman umumnya berada di belakang Kenyataan tersebut memberi kita kesadaran
memperhatikan faktor permudaan alam dan atau di selatan Tongkonan. Areal pertanian akan pelestarian lingkungan hidup terutama
luapenutupan tajuk pohon guna menjamin dan hutan adat melingkupi seluruh kawasan dengan menjaga unsur hutan-hutan yang
kelestariannya. Tongkonan dengan luas yang berbeda-beda dimiliki. Indonesia yang memiliki keragaman
antara masing-masing Tongkonan. Arsitektur Nusantara setidaknya telah memberi
Pada setiap Tongkonan tampak sekali adanya andil dalam menjaga kepunahan hutan dan
pencerminan dari aktifitas dan tingkah laku spesies yang terkandung di dalamnya dengan
orang Toraja, baik yang bersifat rohani maupun terpeliharanya hutan-hutan adat sebagai bagian
duniawi. Secara garis besar simbolisasi pada dari eco-architecture
Tongkonan terlihat adanya aktifitas berupa:
–St. Hadidjah Sultan–
a. Interaksi sosial, yaitu hubungan antara
manusia degan manusia yang mencerminkan
nilai-nilai persatuan;
b. Interaksi religius, yaitu hubungan antara
manusia dengan Tuhan-nya (Puang Matua)
yang mencerminkan nilai-nilai filosofis; dan
c. Interaksi ekologis, yaitu hubungan antara
manusia dengan alam sekitarnya yang
mencerminkan nilai-nilai pelestarian alam.

Keberadaan Tongkonan tidak berdiri sendiri,


selalu terkait dengan elemen lainnya, seperti
lumbung (alang), halaman (rante), tempat
permakaman (leang), areal pertanian (sawah
dan kebun) dan hutan (kombong). Letak
Tongkonan selalu berhadapan dengan alang
dan di antaranya ada rante yang cukup luas
yang berfungsi untuk upacara adat. Tempat

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 109


Karakteristik Rumah Tradisional dan Vernakular
di Kawasan Pesisir Samudera Pasifik
Penulis KTI : Petra Putra, Ratna Juwita dan Kuswara
Ribuan suku/etnis yang ada di Nusantara merupakan aset yang tak ternilai karena tiap-tiap suku memiliki kearifan lokalnya masing-masing. Merupakan
warisan budaya yang tak ternilai, arsitektur tradisional adalah bagian legitimasi informasi dan fisik masa lalu yang dibawa ke masa kini menjadi nilai
turun temurun sedangkan arsitektur vernakular merupakan arsitektur rakyat yang bersifat adaptif dan antisipatif untuk membuat perlindungan diri
dan lingkungannya secara trial and error. Pemikiran bijak yang mengajarkan mereka untuk hidup selaras dengan alam dan penciptanya akan tetapi juga
pengetahuan lokal membangun rumah yang memberikan mereka kenyamanan tinggal dan bermukiman menjadi cikal bakal Arsitektur Nusantara.
Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kearifan lokal bermukim dan membangun rumah baik tradisional maupun vernakular
yang diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan teknologi rumah dan permukiman yang kemudian dapat diadopsi dan diadaptasikan ke
dalam kehidupan sekarang sehingga dapat menghasilkan teknologi membangun yang berdasar nilai-nilai lokal yang ramah lingkungan dan antisipatif
terhadap bencana. Penelitian kali ini difokuskan di kawasan pesisir yang berbatasan dengan Samudera Pasifik yaitu di Kepulaun Talaud Provinsi Sulawesi
Utara, Manokwari, Kep. Raja Ampat Provinsi Papua Barat, Kab. Halmahera Utara dan Kab. Kep. Morotai Provinsi Maluku Utara dan Biak-Numfor Provinsi
Papua, di mana wilayah-wilayah tersebut memiliki potensi bencana yang cukup besar dilihat dari potensi gempa bumi dan tsunami. Hasil penelitian
sebagai berikut:

Modi aki aksa, merupakan Rumah tradisional suku Arfak dengan tiang rumah yang banyak
sehingga rumah ini dikenal juga dengan sebutan rumah kaki seribu. Struktur dan konstruksi
terdiri dari struktur rumah panggung, semakin ke pedalaman/gunung semakin tinggi tiang
rumahnya, tiangnya hanya ditancapkan saja, tidak ditanam terlalu dalam ±10 cm, penggunaan
bracing pada rumah dengan ketinggian >1.5 m, seluruh sambungan pada struktur menggunakan
sistem ikat dari rotan, dan tiang lapisan luar menerus dari bawah sampai atas. Sedangkan pada
material bangunan pada atap menggunakan daun sagu dan jenis palem lainnya; tiang rumah
menggunakan kayu merah; dinding rumah menggunakan kulit kayu; lantai menggunakan bambu
dicacah. Material dinding dan atap lebih tahan dari bagian rumah lainnya karena adanya pengaruh
dari asap sewaktu memasak.

110 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Rumah suku Biak, Raja Ampat memiliki struktur rumah panggung dengan sambungan ikat,
tiang pondasi ditancap sedalam ±50 cm. Material bahan bangunan terdiri dari pada atap
lapisan utama dari daun palem, lapisan tambahan dari daun kelapa, tiang rumah dari kayu gatal,
rangka rumah dari kayu damar, dinding rumah menggunakan daun nipah (bobo). Sedangkan
pengawetan material bangunan secara alamiah (pemilihan material yang tahan terhadap
lingkungan pesisir dengan kadar garam yang tinggi). Desain arsitektur bangunan berbentuk
persegi empat dengan atap pelana, memaksimalkan bukaan posisi pintu tegal lurus satu dengan
lainnya, orientasi rumah mengarah pada laut dan darat.

Rumah vernakular di Kepulauan Talaud, kecamatan Pulutan memiliki badan bangunan yang
meliputi dinding dan ruang bangunan. Konstruksi dindingnya berupa rangka papan yang
menggunakan sambungan sistem pasak setiap lembaran dinding papan diperkuat dengan
tiang kayu. Pada atap berbentuk pelana. Struktur rangka atap umumnya menggunakan kayu,
sistem rangka yang menyatu dengan rangka dinding. Bahan penutup atap menggunakan seng
sedangkan pada pondasi menggunakan batu kali dengan campuran semen dan kapur. Ukuran
40 x 40 cm dengan tinggi ± 1.00 m.

Rumah vernakular di kecamatan Meronge, kepulauan Talaud mempunyai struktur kaki, pondasi
semen campuran kapur. Berfungsi juga sebagai lantai dengan tinggi ± 80 cm. Sedangkan pada
badan bangunan meliputi dinding dan ruang bangunan. Konstruksi dindingnya berupa rangka
papan yang menggunakan sambungan sistem pasak setiap lembaran dinding papan diperkuat
dengan tiang kayu. Untuk atap berbentuk pelana, struktur rangka atap umumnya menggunakan
kayu, sistem rangka yang menyatu dengan rangka dinding. Bahan penutup atap menggunakan
seng.

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 111


Rumah vernakular di Kecamatan Melonguane, Kepulauan Talaud terdiri dari badan bangunan
yang meliputi dinding dan ruang bangunan. Konstruksi dindingnya berupa rangka papan yang
menggunakan sambungan sistem pasak dan paku. Setiap lembaran dinding papan diperkuat
dengan tiang kayu. Penggabungan Pondasi batu dengan campuran semen dan kapur serta
tiang kayu dengann pondasu telapak Uk. 20 x 20 cm dengan tinggi ± 1.00 m. Sedangkan pada
atap berbentuk pelana. Struktur rangka atap umumnya menggunakan kayu, sistem rangka yang
menyatu dengan rangka dinding. Bahan penutup atap menggunakan Seng.

–Petra Putra–

112 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Dari Konsepsi Sosio-Kultur Siri’ na Pesse/ Pacce Kaum Bangsawan
Menuju Pelestarian Arsitektur Tradisional di Sulawesi Selatan
Penulis KTI : St. Hadidjah Sultan
Era modern telah membawa berbagai dampak perubahan terhadap pola seperti ; tiang (aliri), tiang pusat rumah (possi
pikir masyarakat nusantara. bola), tangga, timpa laja, lantai, jendela dan
Tidak terkecuali masyarakat tradisional yang sebelumnya masih ajeg petak.
menganut tata cara kehidupan tradisional secara turun-temurun kini telah Kaum bangsawan yang merupakan salah satu
terindikasi distorsi akibat pengaruh pola-pola hidup modern. Terpaan strata sosial dalam kehidupan masyarakat
modernisasi berakibat pada banyaknya tata cara dan budaya warisan umum, masih tetap konsisten terhadap nilai-
tradisional nenek moyang yang ditinggalkan karena dianggap tidak nilai feodalistis dalam pola hidup sehari-hari.
relevan dengan kondisi kekinian. Sikap hidup yang kaku dan menjunjung tinggi
Arsitektur tradisional di berbagai wilayah Indonesia juga turut nilai luhur kebangsawanan justru menjadikan
terpengaruh baik secara fisik maupun non fisik. Perubahan-perubahan nilai-nilai tradisional tetap terpelihara dengan
akibat pengaruh modernitas meliputi; penggunaan unsur-unsur material baik meski dalam pengaruh modernisasi. Demikian pula dengan segala
dari alam kini tergantikan oleh material pabrikasi menyebabkan rumah bentuk pola perilaku dan pemaham konsepsi tradisional secara turun
tradisional tidak nampak alamiah dan orisinil, pola ruang yang dahulu temurun justru tetap menjaga nilai-nilai konsepsi tradisionalitasnya.
dikeramatkan karena memiliki falsafah kini telah diabaikan dengan dalih Tujuan tersebut sebagai manifestasi keteguhan/penegasan bahwa kaum
efektifitas dan efisiensi, dan tata cara upacara (mencari bahan baku, proses bangsawan memiliki sikap konsisten terhadap konsepsi Siri’ na Pesse/Pacce
membangun, dan tahap memasuki rumah) yang sudah mulai ditinggalkan melalui aktualisasi tindakan pelestarian arsitektur tradisional huniannya.
oleh masyarakatnya. Banyak bangunan rumah tradisional punah akibat Keteguhan tersebut juga menjadi cerminan atas status dan harga diri dari
tergerus oleh usia sehingga hilang bersama masyarakat pendukungnya. strata sosial yang selama ini diakui oleh masyarakat umum.
Pada umumnya rumah Bugis Makassar memiliki bentuk arsitektur
panggung yakni memiliki tiang yang ditinggikan berfungsi sebagai
struktur vertikal dan membentuk kolong di bawahnya. Bentuk rumah
induk mempunyai empat sudut (bersegi empat) sebagai dasar pijak
terhadap pandangan kosmologis konsepsi Sulapa Eppa’/Appa’ Bola Suji.
Macam-macam rumah Bugis Makassar berdasarkan tingkatan derajat
pemilik yang menghuninya, yakni Salassa atau Saoraja, Salassa Baringeng,
Bola Genne, Bola Tellukarateng, Bola Soda, Bola Soba, dan Bola Bodo.
Ciri-ciri rumah Bugis Makasar yang dilandasi faktor sosio kultur kaum
bangsawan memiliki kesamaan yang dipatuhi secara turun temurun

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 113


Kelestarian peninggalan arsitektur tradisional tidak hanya bisa dilakukan dan dipertanggungjawabkan oleh pemerintah, tetapi juga bisa dilakukan
oleh seluruh lapisan masyarakat sejauh mana kebudayaan lokal dijunjung tinggi. Banyaknya peninggalan arsitektur tradisional yang punah lebih
diakibatkan oleh ketidakpahaman, tidak menghargai dan sikap acuh tak acuh terhadap warisan budaya nenek moyang yang dipersepsikan sudah tidak
relevan dengan tata cara modern. Disadari atau tidak, kaum bangsawan menjadi salah satu katalisator dalam memelihara pelestarian rumah tradisional.
Menghargai warisan leluhur melalui konsepsi sosio kultur Siri’ na Pesse/Pacce, dapat menjadi alternatif dalam upaya pelestarian arsitektur tradisional
nusantara.
–St. Hadidjah Sultan–

114 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Pengelolaan Ekosistem Perumahan Tradisional
yang Berdekatan dengan TPA Sampah
Penulis KTI : Elis Hastuti dan Fitrijani Anggraini
Lingkungan perumahan tradisional merupakan suatu persil yang memiliki di Desa Bulukunyi, Kab. Takalar dan di Desa Bonto Mate’ne, Kota Maros,
nilai konservasi, baik untuk keberadaan rumah itu sendiri maupun umumnya secara visual belum ada dampak pencemaran terhadap sumur
keseimbangan ekosistem. Namun adanya Tempat Pemrosesan Akhir penduduk atau pertanian. Namun dengan bertambahnya pelayanan dan
(TPA) sampah di sekitarnya, seperti yang terdapat di perkampungan pertambahan penduduk, maka antisipasi dampak atau adaptasi perlu
dengan rumah tradisional di kota penunjang Metropolitan Mamminasata, dilakukan.
maka tuntutan pengelolaan lingkungan perumahan menjadi penting Keberadaan lingkungan rumah tradisional yang berada pada zona tidak
untuk proteksi pencemaran dan mempertahankan nilai ekologi/sosial aman dari pencemaran akan mengganggu kerberlanjutan rumah
budaya. Sistem infrastruktur sampah yang baik akan menjaga lingkungan tradisional maupun komunitas setempat, terutama berkaitan dengan
sekitarnya dari pencemaran. Tujuan kajian ini adalah pengembangan kesehatan akibat berkembangnya vektor penyakit dari pengolahan
model zona proteksi lingkungan perumahan tradisional yang berdekatan sampah. Pola penimbunan sampah secara terbuka memiliki potensi
dengan TPA sampah. Identifikasi potensi, kearifan lingkungan, serta materi pencemar yang biasanya terbentuk atau hadir (turunan sampah)
resiko pencemaran di perumahan tradisional dikembangkan berdasarkan di lingkungan sekitar TPA yaitu air indi (leachate), gas landfill, sampah yang
analisis Pendekatan Ekosistem. Kebijakan proteksi lingkungan tidak hanya terbawa angin, dan organisme hidup seperti tikus, cacing dan serangga.
memenuhi persyaratan jarak dari TPA. Namun khusus lingkungan dengan
rumah tradisional, zona proteksi harus dikembangkan berkaitan fungsi
ekologi dan hidraulis kawasan. Potensinya dapat dikembangkan untuk
konservasi dengan tujuan kesehatan masyarakat dan pemanfaatan alam
secara optimal.
Di lokasi calon TPA regional Mamminasata, yang terletak di perbatasan
Kabupaten Gowa dan Kota Maros, yaitu Dusun Tanah Karang, Desa
Panaikkang, disekitarnya terdapat kampung petani dengan rumah
tradisional yang memiliki sumur air tanah dangkal sekitar 1,5 - 2 m di bawah
permukaan tanah. Sumur ini berada di selatan lokasi TPA yang merupakan
daerah hilir dari air tanah pada areal ini, dengan demikian potensi
pencemaran dari pelaksanaan pekerjaan atau pengoperasian landfill yang
tidak tepat dapat mengancam kualitas air tanah yang digunakan oleh
penduduk. Sementara itu di kampung petani yang terletak di sekitar TPA
sampah yang telah beroperasi dengan pembuangan terbuka, seperti

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 115


Berkaitan dengan itu, perencanaan Free Zone dapat dikembangkan untuk kawasan tradisional berdasarkan pertimbangan area proteksi yang
diklasifikasikan sbb:
- Zona proteksi sumber air tanah dangkal (I), sebagai area yang harus di jaga dengan diameter minimum 10-20 m.
- Zona proteksi sedang (II), sebagai area untuk pencegahan genangan/banjir di perumahan atau kontaminasi sumber air.
- Zona proteksi tinggi (III), sebagai area total tangkapan air, meliputi
proteksi lapisan aquifer tertekan yang berhubungan dengan badan air.

Pengembangkan zonasi proteksi tersebut dapat berfungsi sebagai konservasi air dan tanah, pertanian/perkebunan, serta terhadap potensi migrasi
gas. Kebutuhan zona proteksi tersebut didalam pengelolaan ekosistem menuntut kesiapan komunitas dengan tetap mempertahankan kearifan
lokal, sementara pemerintah perlu menyusun kebijakan penyediaan infrastruktur pengelolaan sampah sesuai kelayakan regional dengan tetap
mempertahankan interaksi ekosistem pada perumahan tradisional sebagai aset daerah.
–Elis Hastuti–

116 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Teknologi Penyediaan Air Minum Berdasarkan Kearifan Tradisional

Penulis KTI : Nurhasanah Sutjahjo dan Fitrijani Anggraini


Lingkungan perumahan tradisional merupakan suatu persil yang memiliki
nilai konservasi, baik untuk keberadaan rumah itu sendiri maupun
keseimbangan ekosistem. Namun adanya Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) sampah di sekitarnya, seperti yang terdapat di perkampungan
dengan rumah tradisional di kota penunjang Metropolitan Mamminasata,
maka tuntutan pengelolaan lingkungan perumahan menjadi penting
untuk proteksi pencemaran dan mempertahankan nilai ekologi/sosial
budaya. Sistem infrastruktur sampah yang baik akan menjaga lingkungan
sekitarnya dari pencemaran. Tujuan kajian ini adalah pengembangan
model zona proteksi lingkungan perumahan tradisional yang berdekatan
dengan TPA sampah. Identifikasi potensi, kearifan lingkungan, serta
resiko pencemaran di perumahan tradisional dikembangkan berdasarkan
analisis Pendekatan Ekosistem. Kebijakan proteksi lingkungan tidak hanya Di lokasi calon TPA regional Mamminasata, yang terletak di perbatasan
memenuhi persyaratan jarak dari TPA. Namun khusus lingkungan dengan Kabupaten Gowa dan Kota Maros, yaitu Dusun Tanah Karang, Desa
rumah tradisional, zona proteksi harus dikembangkan berkaitan fungsi Panaikkang, disekitarnya terdapat kampung petani dengan rumah
ekologi dan hidraulis kawasan. Potensinya dapat dikembangkan untuk tradisional yang memiliki sumur air tanah dangkal sekitar 1,5-2 m di bawah
konservasi dengan tujuan kesehatan masyarakat dan pemanfaatan alam permukaan tanah. Sumur ini berada di selatan lokasi TPA yang merupakan
secara optimal. daerah hilir dari air tanah pada areal ini, dengan demikian potensi
pencemaran dari pelaksanaan pekerjaan atau pengoperasian landfill yang
tidak tepat dapat mengancam kualitas air tanah yang digunakan oleh
penduduk. Sementara itu di kampung petani yang terletak di sekitar TPA
sampah yang telah beroperasi dengan pembuangan terbuka, seperti
di Desa Bulukunyi, Kab. Takalar dan di Desa Bonto Mate’ne, Kota Maros,
umumnya secara visual belum ada dampak pencemaran terhadap sumur
penduduk atau pertanian. Namun dengan bertambahnya pelayanan dan
pertambahan penduduk, maka antisipasi dampak atau adaptasi perlu
dilakukan.
–Nurhasanah Sutjahjo–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 117


Rumah dan Permukiman Suku Bajo di Sulawesi Tengah

Penulis KTI : Muhammad Yunus, Aris Prihandono dan Petra Putra


Salah satu keunggulan dari kearifan lokal suku Bajo adalah kemampuan tidak hanya yang terlihat di permukaan (tangible), tetapi juga dapat
adaptasinya yang luar biasa terhadap lingkungan air yang merupakan mengeksplorasi data yang tidak terlihat (intangible), misalnya variabel
kegiatan kajian sangat menarik namun sayangnya tidak mendapatkan yang mengandung nilai-nilai kebudayaan seperti upacara pembuatan
perhatian dari masyarakat Indonesia sendiri terutama institusi-institusi perahu. Pendekatan kuantitatif selain diharapkan mampu memperkuat
pemerintahan. Di lain pihak perkembangan rumah dan permukiman kajian kualitatif secara empris, juga digunakan pada saat proses sintesis
suku Bajo yang semakin padat dan kompleks, mengakibatkan kondisi dalam bentuk proses transfomasi konsep disain ke dalam model.
lingkungan rumah dan permukiman yang tidak/kurang memadai akan Keadaan permukiman suku Bajo memperlihatkan pola-pola yang jelas
sarana dan prasarana yang layak dari persyaratan kesehatan serta dengan membentuk kelompok sesuai dengan rumpun keluarga mereka,
kenyamanan lingkungan perumahan dan pemukiman mereka. ada juga pola sejajar dengan jalan penghubung dengan dataran dan bukit
sehingga berbentuk seperti linear. Secara keseluruhan, pola yang muncul
dari permukiman suku Bajo Kabalutan adalah pola yang membentuk
huruf U, kecenderungan pola tersebut adalah untuk mengakomodasi
kondisi sosial budaya yang ada. Pola berbentuk U memberikan ruang yang
luas untuk kemudahan aksesibilitas permukiman. Ruang yang terbuka
di titik tengah/pusat pada kawasan permukiman tersebut mencoba
untuk mengakomodasi keseimbangan ekologi agar perkembangan dan
pergerakan biota air di sekitar permukiman memiliki ruang gerak yang
bebas.
Penelitian ini dilakukan untuk dapat memberikan alternatif
Gambar Keadaan Eksisting dan arahan pengembangan permukiman suku Bajo
pengembangan atau penataan kembali permukiman dengan melakukan
Penelitian ini menggunakan metode gabungan (mix methods), yaitu beberapa arahan antara lain berupa pengaturan jarak bangunan dengan
mengkombinasikan antara pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Proses mempertimbangkan pergerakan udara dan cahaya matahari, sebagai
penggabungan pendekatan tersebut dilakukan dengan jalan menentukan salah satu upaya untuk memberikan kontribusi pada sinar ultraviolet
pendekatan yang menjadi inti dan pendekatan yang menjadi pendukung. agar dapat langsung mengenai dasar laut yang merupakan habitat dari
Pada penelitian ini pendekatan inti adalah pendekatan kualitatif terumbu karang adalah dengan memperhatikan potensi tinggi bangunan
sedangkan sebagai penunjang adalah pendekatan kuantitatif. Pada proses terhadap jarak bangunan tersebut dengan bangunan di sekitarnya. Serta
pelaksanaannya, eksplorasi fakta dan data menggunakan pendekatan optimalisasi ruang publik yang ada dan saat ini difungsikan sebagai
kualitatif dengan harapan data yang dieksplorasi dapat menyentuh kegiatan olah raga.

118 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


pola grid pada penataan jalur transportasi (pejalan kaki berupa jembatan/
titian) di lingkungan pemukiman baru. Pola grid dikembangkan dengan
pertimbangan efektifitas dan nilai ekonomis lahan. Pola ini memiliki tingkat
aksessibilitas yang tinggi dan memudahkan penataan fasilitas umum
dan sosial pada simpul-simpul jalur transportasi pejalan kaki. Sehingga
lingkungan dapat tertata dengan efektif dan efesien tanpa mengubah
kondisi sosial dan budaya setempat dengan tetap mempertahankan
orientasi kegiatan mereka dan pembagian zona secara cermat melalui
pengelompokan kegiatan, seperti zona hunian, zona jalur pejalan kaki,
jalur tansportasi laut (perahu), zona fasilitas umum dan sosial.
Melalui pengembangan rumah dan permukiman ini diharapkan tetap
adanya partisipatif masyarakat Bajo terutama dalam proses pembangunan,
monitoring, dan evaluasi sehingga tercipta rasa kebersamaan antara
pemerintah dan warga dalam meningkatkan kesejahteraan suku Bajo
khususnya di desa Kabalutan.

Arahan pengembangan permukiman di desa Kabalutan menggunakan –Muhammad Yunus–


pendekatan hibridasasi konsep desain vernakular yang diambil dari suku
Bajo tersebut dengan konsep modern dalam hal ini adalah pengembangan

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 119


Identifikasi Model Dinamik Rumah Tradisional Bajo
Melalui Pendekatan Anaalisis Modal
Penulis KTI : Agus Salim Darma, dan Muhammad Yunus
Berbeda dengan rumah panggung darat yang Hasil analisis modal juga menunjukkan perilaku dalam grafik gambar 1 membuktikan kedekatan
pada umumnya mempunyai tiang berdiri struktur rumah Bajo relatif fleksibel, dengan hubungan kedua parameter.
langsung diatas tanah tanpa kekangan dan model dinamik yang mirip dengan rumah Frekuensi kecil menunjukkan kekakuan struktur
menerus ke badan rumah, rumah panggung panggung berperletakan sendi. Didapatkan kecil dan fleksibilitas yang besar, demikian
Bajo mempunyai keunikan dimana tiangnya (sub mode getar dominan pada arah lateral dengan pula sebaliknya. Terbukti di lapangan, rumah
struktur) tertancap di dasar perairan, sehingga frekuensi struktur berkisar 0,3 Hz – 2 Hz yang panggung dengan diameter tiang 80 mm dan
memberikan efek penjepitan lateral, dan tiang bergantung pada ukuran tiang penopangnya. 100 mm- sangat mudah bergoyang, sehingga
tersebut tidak menerus kebadan rumahnya Dengan hasil tersebut, struktur rumah Bajo rumah yang mempunyai frekuensi sekitar 0,3
(super struktur). Badan rumah dirangkai sebagai dapat digolongkan dalam tiga tipe, yaitu; (i) Hz itu dapat digolongkan sebagai struktur yang
balok-tiang dengan sambungan semi rigid dan Rumah Bertiang Besar (RBB) dengan diameter fleksibel. Sebaliknya, goyangan rumah bertiang
terpisah dari sub struktur. 190-260 mm, (ii) Rumah Bertiang Sedang (RBS) besar (diameter >200mm) tidak begitu terasa,
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dengan diameter 120-190 mm dan (iii) Rumah sehingga rumah yang mempunyai frekuensi
model dinamik struktur rumah panggung Bertiang Kecil (RBK) dengan diameter 60-120 sekitar 1,5 Hz itu dapat digolongkan sebagai
tradisional Bajo melalui pendekatan analisis mm. Direkomendasikan untuk menggunakan struktur yang – relatif- kaku.
modal. Model dinamik akan dilakukan pada arah pengaku lateral pada sub struktur rumah
lateral dengan mengamsumsikan badan rumah Bajo, khususnya pada struktur RBK dan RBS
(super structure) sebagai massa dan tiang (sub untuk meningkatkan kekakuan struktur tanpa
structure) sebagai elemen penahan gaya lateral merubah sifat fleksibilitas sambungannya.
(spring). Hasil analisis modal pada model struktur
Hasil pemantauan getaran dengan sensor 3D menunjukkan bahwa kekakuan rumah
accelerometer menunjukkan struktur rumah panggung tradisional Bajo sangat ditentukan
panggung Bajo mempunyai fleksibilitas tinggi, oleh dimensi tiang penopangnya. Rumah
dimana dapat bergoyang dengan simpangan kecil_2 dengan tiang berdiameter 80 mm
yang besar tanpa terjadi kerusakan structural. mempunyai frekuensi terkecil yakni 0,273 Hz,
Sifat tersebut memungkinkannya mampu sementara frekuensi dominan struktur terbesar
meredam energi terhadap beban-beban dengan nilai 1,689 Hz pada rumah sedang_1
dinamis, termasuk beban hidrodinamis yang dengan tiang berdiameter terbesar pula yakni
melingkupinya. 270 mm. Nilai koefisien korelasi R sebesar 0,967 Grafik relasi ukuran tiang dengan frekuensi struktur

120 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Nilai menarik terlihat pada rasio nilai ekivalensi kekakuan pegas dari penjepitan tanah dan daya jepit sambungan (S1/S2) yang relatif sama, yakni sekitar
73. Sebuah nilai yang menunjukkan kesebandingan kekakuan model struktur berperletakan sendi dengan nilai kekakuan yang bersesuaian untuk S1
dan S2.
Manfaat dari penelitian ini sebagai database arsitektur nusantara dan teknologi berbasis kearifan lokal sebagai wujud kekayaan arsitektur nusantara
yang diharapkan nantinya tercipta sebuah inovasi desain dan rancangan pengembangan rumah suku Bajo yang aplikatif untuk masyarakat luas secara
umum serta diharapkan mendorong peningkatan taraf hidup masyarakat suku Bajo sendiri.
–Muhammad Yunus–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 121


Identifikasi Sarana dan Prasarana Permukiman Suku Bajo di Desa Kabalutan
Provinsi Sulawesi Tengah untuk Memenuhi Standar Pelayanan Minimal
Penulis KTI : Petra Putra Kaloeti, Muhammad Yunus dan Aris Prihandono
Suku Bajo menempati lahan di sepanjang pesisir pula diidentifikasi permasalahan yang dihadapi identifikasi sarana dan prasarana permukiman.
pantai hingga ke arah lautan bebas sehingga suku ini. Hasil identifikasi dapat dijadikan Gambaran umum desa Kabalutan diperoleh
permukimannya berada di atas air. Lingkungan sebagai masukan kepada berbagai pihak untuk dengan observasi lapangan dan mengumpulkan
air merupakan tempat mereka mencari dan merumuskan arah pengembangan sarana dan data kecamatan dalam angka dari sumber Biro
menjalani penghidupan. Suku Bajo juga dikenal prasarana permukiman atas air dengan dasar Pusat Statistik (BPS) tahun 2005, serta profil
sebagai manusia perahu, mereka tetap bertahan kearifan lokal masyarakat dan kondisi lingkungan desa Kabalutan. Data kemudian dituangkan
di lingkungan laut dan menjunjung nilai-nilai terkait sesuai dengan Standar Pelayanan dalam bentuk peta persebaran rumah dan batas
dan bentuk tradisional perairannya. Alam dan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum yang administrasi pemerintahan. Batas administrasi
lingkungan bahari telah menyatu membentuk tertuang dalam Peraturan Menteri Pekerjaan desa Kabalutan terbagi atas tiga wilayah, yaitu
satu nilai budaya utuh sehingga tetap bertahan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 tentang Standar Dusun 1, Dusun 2, dan Dusun 3. Data jumlah
sampai saat ini. Oleh karena itu perpaduan Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan penduduk dikumpulkan dari monografi desa
antara pembangunan rumah secara adat dan Penataan Ruang. SPM bidang Pekerjaan Umum tahun 2009 berdasarkan klasifikasi usia 0 sampai
nilai tradisional masih kental terlihat. Menurut juga dimaksudkan untuk mengukur prestasi lebih dari 60 tahun. Proyeksi jumlah penduduk
Johan Silas, permukiman itu bukan hanya kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk mengukur target pencapaian SPM pada
rumah karena tidak dapat berdiri sendiri, saling untuk menggambarkan besaran sasaran yang batas tahun akhir dihitung dengan metode :
membutuhkan dan harus didukung oleh sarana hendak dipenuhi dalam pencapaian SPM Pn = Po . e r . n
dan prasarana. Di dalam Undang-Undang berupa masukan, proses keluaran, hasil dan/ Sesuai monografi kelurahan pada tahun
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 atau manfaat pelayanan dasar pada batas waktu 2009 suku Bajo di Desa Kabalutan berjumlah
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman pencapaian tahun 2014. 2.067 jiwa. Jumlah angkatan muda di desa
dijelaskan bahwa prasarana pemukiman Penelitian ini dilakukan di desa Kabalutan, Kabalutan tergolong besar (6-16 tahun/24%).
adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan Kecamatan Walea Kepulauan, Kabupaten Tojo Proyeksi jumlah penduduk pada tahun
hunian yang memenuhi standar tertentu untuk Una-Una, Provinsi Sulawesi Tengah pada bulan 2010 hingga 2014. Jumlah penduduk pada
kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, Januari sampai dengan November 2010. Lingkup tahun 2009 adalah 2.067 orang/jiwa dengan
aman, dan nyaman. Identifikasi sarana dan penelitian adalah identifikasi gambaran umum 482 Kepala Keluarga (KK), dengan angka
prasarana permukiman sangat diperlukan untuk desa Kabalutan, mendata jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk mengikuti
memenuhi standar pelayanan minimal. Setelah membuat proyeksi pertumbuhan penduduk kecenderungan pertambahan jumlah penduduk
dilakukan identifikasi sarana dan prasarana pada batas tahun akhir pencapaian Standar sebesar 0,7%, maka dapat diperhitungkan
permukiman suku Bajo di Kabalutan, dapat Pelayanan Minimal (SPM), kemudian melakukan diperhitungkan jumlah penduduk pada 5 tahun

122 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


(2009-2014) adalah sebesar 2.141 jiwa dengan asumsi pertumbuhan Sesuai proyeksi penduduk pada tahun 2014, pencapaian kebutuhan
normal (angka kematian, angka kelahiran, migrasi ke dalam dan migrasi air baku minimal 60/liter/orang/hari yang diperlukan adalah sebesar
ke luar). 46.880 m3/tahun. Target pencapaian Standar Pelayanan Minimal pada
Beberapa sarana pendidikan yang telah tersedia, yaitu sekolah Taman tahun 2014 adalah sebesar 68,87% atau 0,6887 dari 2.141 jiwa penduduk
Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) desa Kabalutan harus terlayani. Dengan demikian pada akhir tahun
dan beberapa lingkungan permukiman sudah terdapat Sekolah Menengah pencapaian SPM diharapkan tersedia air baku sebesar 32.286 m3/tahun.
Atas (SMA). Sarana kesehatan yang tersedia berupa Puskesmas Pembantu Ketersediaan keran umum tergolong cukup memadai, dikarenakan
dan sarana pemerintahan dan pelayanan umum berupa Balai Desa. Untuk dapat melayani kebutuhan kran umum minimal yang dipedomankan.
perdagangan masyarakat Bajo telah memiliki pasar yang terletak di Menurut peta jaringan air baku Desa Kabalutan tampak lokasi reservoar
tengah-tengah permukiman. Pasar ini beroperasi pada hari tertentu saja, air di Dusun 2, bak penampungan dan fasilitas lainnya. Jaringan listrik
yaitu hari Selasa, Kamis, dan Sabtu. Untuk sarana peribadatan terdapat dua ini merupakan swadaya masyarakat, walaupun ada bantuan yang
masjid warga dan satu musholla yang terdapat di Dusun 1, Dusun 2, dan disediakan oleh pemerintah setempat melalui organisasi Pembinaan
Dusun 3. Di desa Kabalutan sudah terdapat Sekolah Menengah Atas yang Kesejahteraan Keluarga (PPK), namun belum dimanfaatkan. Penyediaan
saat ini hanya menerima jurusan IPS saja. Sarana yang tersedia di desa dana operasional untuk generator-set melalui dana gabungan masyarakat
Kabalutan memadai sesuai dengan pedoman teknis yang menjadi acuan setempat kurang efektif maka penggunaannya dihentikan sementara
perencanaan dan pengembangan permukiman berdasarkan jumlah waktu. Dengan permasalahan tersebut maka SPM prasarana jaringan
penduduk dan luas lahan sampai dengan batas tahun akhir pencapaian listrik di desa Kabalutan belum terpenuhi dikarenakan masih banyaknya
SPM. rumah yang tidak terfasilitasi jaringan listrik yaitu sebanyak 159 rumah dari
Tabel Identifikasi sarana desa Kabalutan total 335 rumah yang ada. Pemerintah seyogyanya menaruh perhatian
Lokasi (Dusun) Jumlah
pada keadaan jaringan listrik yang terjadi di desa Kabalutan, mencari
No Sarana Acuan Status
1 2 3 (Unit) sumber listrik alternatif dapat menjadi pertimbangan seperti solar cell.
1 Taman Kanak-kanak (TK) V 1 Memadai
Penggunaan solar cell kemungkinan dapat efektif untuk pemukiman di
2 Sekolah Dasar (SD) V 1 Memadai
perairan seperti Desa kabalutan.
Prasarana jalan yang ada di Desa Kabalutan adalah berupa jembatan dan
3 Sekolah Menengah Pertama V V 2 Memadai
(SMP) jalan yang dibuat dari campuran batu. Aksesibilitas untuk jembatan kayu
4 Puskesmas Pembantu V 1 Memadai
dan jalan diadakan dengan swadaya dari masyarakat sendiri ataupun
(Pustu) bantuan dari pemerintah dan pihak swasta. Perahu juga digunakan
5 BKIA V 1 SNI 03-1733-2004 Memadai masyarakat suku Bajo sebagai sarana perhubungan. Perahu digunakan
6 Masjid Warga V V 2 Memadai untuk transportasi jarak jauh yaitu anta pulau. Jaringan jalan yang ada
7 Musholla V 1
cukup memadai, mengingat tiap rumah memiliki akses baik dari rumah ke
rumah dan rumah ke pusat pelayanan.
8 Toko/warung V V V 18 Memadai
Prasarana sanitasi yaitu MCK (mandi, cuci, kakus) masih menggunakan
9 Pasar lingkungan V 1 Memadai
sistem buang langsung ke laut. Penggunaan tangki septik masih
10 Lapangan olah raga V 1 Memadai
jarang. Direncanakan pada akhir tahun pencapaian SPM (2014), jumlah
11 Balai Desa V 1 SNI 03-2399-2002 Memadai masyarakat yang memiliki tanki septik dan terlayani oleh IPLT (Instalasi

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 123


Pengolahan Lumpur Tinja) adalah sebanyak 1.300 jiwa, sedangkan total jumlah penduduk yang seharusnya memiliki tangki septik di tahun 2014 adalah
sebanyak 2.141 jiwa. Dengan asumsi 1 KK setara dengan 5 jiwa (Tabel 4), maka nilai SPM tingkat pelayanan pada akhir tahun pencapaian SPM adalah
60,72 %. Direncanakan pada tahun 2014 dengan jumlah penduduk sekitar 2.141 jiwa, terdapat 1.300 jiwa yang telah terlayani tangki septik untuk
mencapai target SPM tingkat pelayanan pada akhir tahun rencana.
Di desa Kabalutan belum ditemukan tempat pengolahan dan penanganan sampah. Masyarakat suku Bajo membuang baik sampah basah maupun
kering langsung laut.Target SPM untuk jaringan persampahan belum terpenuhi, diharapkan perencanaan ke depan tiap rumah/KK (5 jiwa) memiliki
satu tong sampah dan satu bak sampah kecil serta gerobak sampah untuk melayani 2.141 jiwa.

–Petra Putra–

124 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Investigasi Perilaku Tiang Penopang (Sub Struktur)
Rumah Tradisional Bajo dari Pengaruh Lingkungan Laut
Penulis KTI : Muhammad Yunus dan Agus Salim Darma
Dengan mengacu pada pembagian dan fungsi vertikal, masyarakat melalui proses yang panjang dari tradisi rumah perahu sampai rumah
suku Bajo menunjukkan kecerdasannya dalam memilih material serta panggung seperti sekarang, karena itu sepertinya kita perlu belajar dari
mengembangkan tipe struktur bagi rumah mereka. “kearifan lokal” tanpa teks ini.
Manfaat dari penelitian ini sebagai database arsitektur nusantara terutama
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik tiang penopang, dari potensi bahan dan teknologi rumah berbasis kearifan lokal sebagai
dari sisi ketahanan dan kekuatannya dengan meninjau faktor-faktor wujud kekayaan arsitektur nusantara yang diharapkan nantinya tercipta
pendukung keawetan kayu pingsan sebagai material utama tiang sebuah inovasi desain dan rancangan pengembangan rumah suku Bajo
penopang serta perilaku strukturalnya yang unik, mengingat letak yang aplikatif untuk masyarakat luas secara umum serta diharapkan
bangunan berada di atas perairan dengan tinggi tiang bisa mencapai 9 mendorong peningkatan taraf hidup masyarakat suku Bajo sendiri.
meter, sehingga kemungkinan pembebanan ekstrim dapat dipengaruhi Hasil investigasi lapangan dan uji laboratorium menunjukkan bahwa kayu
oleh beban-beban dinamis seperti angin, gelombang dan arus. pingsan mempunyai kualitas kekuatan dan ketahanan yang sangat baik
Dengan bertumpu pada simulasi numerik, perilaku struktur rumah pada lingkungan laut. Penggunaan kayu tersebut sebagai elemen tiang
tradisional dimodelkan berdasarkan penyamaan karakteristik dinamis penyokong yang terpisah dengan badan rumah memberikan dampak
frekuensi natural struktur di lapangan. Untuk mendapatkan validasi model positif, berupa respon struktur yang fleksibel terhadap getaran sehingga
analisis struktur suku Bajo dilakukan sejumlah pengujian, diantaranya; mempunyai kemampuan menyerap energi yang besar.
pengujian sifat dasar material tiang penyokong, pengukuran frekuensi –Muhammad Yunus–
natural model struktur globalnya dan model elemen tiang pada struktur
yang sesunguhnya.

Saat ini, potensi sumber daya kayu pingsan sangat terbatas, karena itu
perlu diupayakan usaha budidaya pengembangannya, pembatasan
pemakaian (misalnya pengkhususan sebagai tiang rumah di lingkungan
laut) dan pelarangan exploitasi besar-besaran, jangan sampai spesies
kayu ini punah, seperti halnya kasus kayu ulin di Kalimantan. Keunikan
material, struktur rumah dan tradisi masyarakat Bajo merupakan salah
satu kekayaan budaya nasional yang harus dilestarikan.
Pengetahuan masyarakat suku Bajo yang bersumber dari pengalaman
“trial and error” dan pemahamam terhadap gejala alam disekitarnya telah

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 125


Peran Serta Masyarakat dalam Pelaksanaan Pembangunan Purwarupa
Permukiman Suku Bajo Sulawesi Tengah
Penulis KTI : Muhammad Yunus, Karina Mayasari dan Aris Prihandono
Pada tahun 2010 dan 2011 Balai Pengembangan Perumahan/Permukiman masyarakat Bajo Pendekatan CBD pada pelaksanaan program
Teknologi Perumahan Tradisional Makassar telah adalah pendekatan berbasis komunitas atau penerapan purwarupa pengembangan
merumuskan model pengembangan penataan Community Based Development (CBD). Salah satu perumahan dan permukiman suku Bajo
rumah dan permukiman suku Bajo yang mampu karakter pendekatan ini adalah berusaha melihat diwujudkan dalam beberapa pilihan kegiatan
mengakomodasi kearifan lokal dengan tetap suatu realitas sosial berdasarkan konteksnya, penguatan peran dan kapasitas masyarakat
mengikuti perubahan yang terjadi dalam memahaminya secara komprehensif, kemudian sebagaimana ditunjukkan dalam gambar di
berusaha membangun konsep dari bawah bawah.
(grounded). Di samping itu, juga berusaha
menjelaskan dan memaknai realitas sosial
tersebut dari sudut pandang subjek yang
dikajinya. Melalui pendekatan tersebut,
kegiatan penelitian ini berusaha untuk menggali
cara-cara penerapan prototipe penataan
pengembangan perumahan dan permukiman
masyarakat dengan memperhatikan aspek
sosial budaya dan teknik, serta pengembangan
potensi ekonomi masyarakat.
masyarakat Bajo, serta memelihara nilai-nilai Fenomena-fenomena sosial yang bersifat empiris
kearifan lokal yang mereka miliki. Penelitian dilapangan didalami dengan menggunakan
ini bertujuan sebagai lanjutan penelitian teknik Participatory Rural Appraisal/PRA dan
sebelumnya untuk mengungkapkan model Pemahaman Partisipatif Kondisi Pedesaan
peran serta masyarakat dalam pelaksanaan (PPKP) untuk ditarik (generalisasi) kedalam
pembangunan purwarupa pengembagan suatu konsep yang bersifat makro, yang dalam
permukiman suku bajo di desa Kabalutann hal ini adalah model pembangunan partisipatif
Kecamatan Walea Kepulauan Kabupaten Tojo di bidang pengembangan perumahan
Una Una provinsi Sulawesi Tengah. permukiman khususnya permukiman suku Bajo
Strategi penerapan program yang akan dengan memperhatikan aspek sosial budaya
digunakan dalam Pengembangan dan Penataan dan ekonomi masyarakat.

126 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Dari hasil keterlibatan masyarakat dalam pekerjaan purwarupa 4. Pemberdayaan Masyarakat dilakukan dengan kegiatan pendampingan
pengembangan permukiman suku bajo yang telah dilakukan, maka secara langsung kepada masyarakat oleh tenaga-tenaga dari
didapat beberapa kesimpulan sementara antara lain: masyarakat daerah setempat yang difasilitasi oleh fasilitator.
1. Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan bukan hanya diperlukan memfasilitasi pengembangan sosial dan kelembagaan masyarakat
pada tahap pelaksanaan, tapi juga sangat dibutuhkan dalam suku Bajo Kabalutan.
pelaksanaan dan perencanaan dan pemeliharaan. Manfaat dari program purwarupa yaitu diharapkan adanya replikasi
2. Keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan purwarupa ini dapat dari program purwarupa tersebut, hal yang paling efektif untuk adanya
mengefisiensikan biaya pelaksanaan, menambah volume pekerjaan replikasi program yaitu dengan program pemberdayaan masyarakat
yang dihasilkan. (empowerment).
3. Pengembangan model partisipasi ini juga menumbuhkan seikap
kepedulian sosial antar warganya –Muhammad Yunus–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 127


Identifikasi Kawasan Permukiman Pesisir Berbasis Kearifan Lokal
sebagai Antisipasi terhadap Perubahan Kondisi Alam
Penulis KTI : Djasmihul Ashary dan Arifuddin Akil
Arsitektur Tradisional menjadikan demikian penelitian ini menggunakan teknik
masyarakatnya bijak dalam mengelola sumber triangle analyses yaitu analisis lintas hasil
daya alam ,dan merancang tempat tinggalnya. kajian literatur, wawancara,serta melakukan
berbagai kearifan masyarakat Morotai. observasi kawasan dan kondisi sosial budaya,
Masyarakat tradisional pada umumnya memiliki mengamati fisik lingkungan permukiman
pengetahuan teknologi yang berbasis kearifan mulai dari tingkatan kawasan, sampai pada
lokal dan beradaptasi bahkan mempunyai wujud perumahan, serta fasilitas lingkungan .
kemampuan dalam mitigasi bencana alam di Implementasi nilai kearifan lokal dalam wujud
daerahnya fisik dilakukan secara turun temurun merupakan
objek yang diutamakan.
Tipologi rumah penduduk adalah bentuk rumah
satu lantai bertiang kayu Bintangor, berdinding
bambu yang telah dipecah-pecah, lantai dari
tanah atau bambu, dan atap menggunakan
rumbia yang terbuat dari daun sagu . Struktur
bangunan rumah tergolong praktis dan sangat
sederhana yakni menggunakan teknik ikat Konstruksi bangunan tersebut selanjutnya dapat
menggunakan rotan dengan sistem sambungan dikembangkan sesuai dengan perkembangan
struktur rumah yang disebut oleh masyarakat teknologi dan ilmu pengetahuan, seperti
setempat dengan sistem atas bawah.Sistem penerapan konstruksi beton bertulang untuk
konstruksi bangunannya memiliki prinsip kolom (dinding), serta penerapan konstruksi
pembebanan atas, berupa beban atap dan beton, kayu atau baja ringan pada rangka atap.
angin, selanjutnya disalurkan ke kolom Pola permukiman masyarakat kepulauan
dinding, dan pada bagian bawah didukung Morotai cenderung terdistribudi secara terpusat
oleh pondasi kolom dan dinding. Konstruksi di sekitar pinggiran laut. Pola permukiman
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bangunan tersebut tergolong ideal dan kuat tersebut secara umum terbentuk linier
deskriptif yang dibahas dalam kerangka dalam menghadapi angin kencang dan beban mengikuti arah pergerakan jalan. Sedangkan
penelitian deskriptif. menggunakan. Dengan horizontal. pola jalan mengikuti arah bibir pantai.

128 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Gambar : Pola Permukiman masyarakat Morotai

mengantisipasi berbagai perubahan kondisi alam yang mungkin terjadi,


dapat diaplikasikan dalam memitigasi kawasan permukiman. Maraknya
perkembangan dinamika teknologi saat ini menjadi pendukung
menciptakan inovasi kearifan lokal bagi masyarakat agar dapat diterapkan
lebih tepat guna dan efisien. Hasil kajian ini dapat dijadikan dasar dalam
pengembangan permukiman dan perkotaan yang berbasis budaya lokal,
Pantai timur dan utara Pulau Morotai memiliki baltimetri relatif curam mitigasi bencana dan pemenuhan kebutuhan permukiman termasuk
tidak jauh dari garis pantai dengan kedalaman>200 m. Morotai tergolong infrastruktur dan penataan ruangnya. Di samping itu juga mengkonservasi
rentan bencana tsunami dan gempa. Masyarakat yang bertempat tinggal permukiman tradisional menjadi kawasan wisata, serta adaptasi teknologi
di kawasan Pesisir, Morotai mengantungkan hidupnya di laut. Dengan permukiman tradisional dalam rangka menghadapi perubahan iklim
demikian masyarakatnya berusaha selalu beradaptasi dengan lingkungan global.
alam (laut) dalam menanggulangi bencana yang diakibatkan oleh alam. – Djasmihul Ashary –
Fasilitas lingkungan permukiman di kawasan kepulauan Morotai secara
umum sudah tersedia seperti fasilitas kesehatan, ibadah, ruang terbuka
hijau.
Demikian pula sarana dan prasarana lingkungan permukiman secara
umum sudah tersedia seperti jaringan air bersih, drainase, jalan dan listrik.
Kearifan lokal dipahami masyarakat kepulauan Morotai masih tetap eksis
pada kawasan tersebut, perlu menjadi tatanan dalam upaya mengadaptasi,

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 129


Studi Penataan Kawasan dengan Pengembangan Permukiman Pesisir
Kota Ternate
Penulis KTI : Darul Amin dan Ratna Juwita
Kota Ternate Propinsi Maluku Utara memiliki wilayah Kota Ternate, 56 Kelurahan berklasifikasi Adapun metode secara umum penelitian
aset wilayah pesisir dengan area laut 5.547,55 Kelurahan Pantai sedangkan 21 Kelurahan ini adalah Kualitatif dengan pendekatan
Km2, lebih luas dibandingkan datarannya yang lainnya berklasifikasi kelurahan bukan pantai. studi. Mencoba menggambarkan dan
hanya seluas 250,85 Km2. Pemerintah kota Ini menjadi lebih kompleks lagi dengan adanya menginterpretasi objek sesuai dengan apa
telah mencanangkan konsep waterfront city proyek reklamasi pantai untuk pembuatan jalan adanya. Pendekatan yang digunakan adalah
yang berusaha mengintegrasikan kawasan laut lingkar telah menempatkan kawasan pesisir Kota fenomenologi karena masalah penelitian
dan darat dalam perencanaannya. Kota Ternate Ternate terekspos. Kawasan tepian air memiliki ditemukan berdasarkan hasi observasi terhadap
seluruhnya dikelilingi oleh laut dengan delapan karakteristik/keunikan dan amat bervariasi fakta dan kejadian. Pada penelitian penerapan
tergantung dari keadaan geografis, sejarah, pendekatan penelitian yang digunakan lebih
budaya, kepentingan politik dan berbagai terarah kepada penelitian transdisipliner
potensi yang dimiliki oleh kota tersebut. (terpadu), dimana keterlibatan dari berbagai
Keberhasilan utama dari upaya pengembangan disiplin ilmu sangat dibutuhkan agar dapat
kota tepian air (Waterfront City) ditentukan oleh mencapai tujuan penelitian tersebut. Kerjasama
bagaimana reaksi terhadap kualitas karakteristik dan koordinasi fungsional antar berbagai
dan penyediaan ruang publik di tepian air. Untuk ilmu baik dari peneliti arsitektur, teknik
mewadahi berbagai aktifitas yang ada dan sipil, planologi, teknik lingkungan, maupun
potensi yang timbul, serta untuk menghindari antropologi diharapkan secara iteratif dan
terjadinya konflik kegiatan pemanfaatan lahan, holistik dapat menghasilkan tesa keilmiahannya
maka perlu ada pengaturan dan penataan di masing-masing sehingga mengerucut kepada
kawasan pesisir. terwujudnya model penataan permukiman atas
Untuk itu diperlukan penelitian yang air sebagai hasil akhir dan tujuan dari penelitian
mendalam tentang perencanaan desain konsep ini.
pengembangan rumah tradisional dan konsep Dalam penyusunan rencana wilayah, analisa
buah Pulau, tiga diantaranya tidak berpenghuni. pola penataan kawasan permukiman pesisir potensi fisik dan lingkungan beserta potensi
Seperti umumnya wilayah kepulauan yang ternate, agar permukiman yang ada dapat sosial dan potensi ekonomi harus dianalisa
memiliki ciri yaitu Desa/ Kelurahannya menjadi potensi pariwisata dan potensi ekonomi secara bersama-sama agar dapat ditentukan
merupakan wilayah pesisir, begitu pula dengan dalam meningkatkan nilai kawasan, sehingga rencana pola dan struktur ruang pada masa
Kota Ternate. Dari 77 Kelurahan yang ada di berdampak pada peningkatan PAD Kota Ternate. yang akan datang.

130 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Untuk kepentingan yang lebih detail seperti hanya penataan permukiman, untuk memenuhi tuntutan keadilan social, juga memungkinkan
tentunya analisa tersebut tetap dipergunakan untuk pertimbangan berlangsungnya pembangunan dan perdagangan antar daerah (pulau)
penentuan pola penataan rencana tapak, penempatan prasarana dan yang berimban, artinya pembangunan dan perdagangan dilakukan secara
sarana, kebutuhan ruang terbuka, kebutuhan fasilitas ekonomi dan efisien dan saling menguntungkan itu akan mendorong pembangunan
sosial. Secara ilustratif, dapat digambarkan kondisi fisik dan lingkungan dan perdagangan antar daerah (pulau) yang semakin intensif. Hal ini
khususnya ekologi terumbu karang bersama kondisi sosial ekonomi akan mendorong terwujudnya spesialisasi daerah yang berarti pula membuka
menjadi pertimbangan utama dalam penataan kawasan. kesempatan yang lebih besar bagi masing-masing daerah untuk
Karakter waterfront city yang terbentuk dari kehidupan sosial kultural berkembang dan bertumbuh lebih maju.
masyarakat kota ditunjukkan oleh kegiatan masyarakat kota yang Adapun kawasan zona atas air kampung makassar tetap merupakan
berkaitan erat dengan air konsep Pembangunan Ekonomi Archipelago. pengembangan lingkungan permukiman. Mengingat posisinya yang
Konsep ini dimaksudkan sebagai pemanfaatan dan pengelolaan sumber strategis karena terletak pada jalur regional dan pusat kota dan salah satu
daya alam dan sumber daya manusia serta sumber daya ekonomi lainnya pintu gerbang Kota Ternate maka penataan lingkungan permukiman
pada ruang wilayah daratan dan ruang wilayah perairan yang secara efektif yang bersih, sehat dan produktif menjadi pokok utama pengembangan.
dan produktif melalui berbagai kegiatan pembangunan untuk kebutuhan Didukung oleh potensi kawasan tepian pantai yang diharapkan mampu
penduduk dan bertujuan mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat dikembangkan menjadi ruang publik baru dan menunjang peningkatan
yang lebih tinggi. Dengan kata lain, tujuan utama dari konsep ini, adalah perekonomian masyarakat melalui konsep pariwisata kuliner yang
Mewujudkan keseimbangan wilayah daratan dan perairan antara tersebar di pinggir pantai.
daerah/pulau terutama dalam hal tingkat pertumbuhannya, selain
–Darul Amin–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 131


Pondasi Lingkungan Zona Atas Air di Kawasan Pesisir Kota Ternate

Penulis KTI : Darul Amin dan Irka Tangke Datu


Kawasan pesisir Kota Ternate sejak dahulu seadanya atau mutu beton yang digunakan ada beton yang betul-betul kedap air, namun,
kala telah dijadikan sebagai pemukiman tidak sesuai dengan standar yang ada, ini terlihat secara praktis, beton dapat dibuat tahan air.
bagi penduduk baik pendatang maupun dari beberapa kolom yang keropos meskipun Dengan perencanaan yang teliti, pemadatan
pribumi. Suku Bajo adalah perintis pembukaan umur bangunan masih baru dan pemasangan dan perwatan yang baik, dengan faktor air-
pemukiman di zona atas air dengan tipikal khas tulangan beton yang dipasang seadanya. seman kurang dari 0,6, maka akan mendapatkan
rumah Suku Bajo berupa rumah panggung. Tujuan penelitian ini adalah membuat metode kekuatan lebih dari 250-300 Kg/cm2, dan cukup
Keberadaan Suku Bajo kemudian tergantikan pelaksanaan pengecoran struktur bawah kedap air.
dengan suku-suku pendatang lainnya seperti (pondasi) rumah panggung yang sesuai Segala sesuatunya menyangkut kelancaran
Suku Bugis-Makassar disamping etnis pribumi standar dipersyaratkan. Adapun lokasi dalam pekerjaan palaksanaan harus telah disiapkan di
sendiri. Akibatnya, bentuk pemukiman yang ada pelaksanaan prototype yaitu Kelurahan Makassar lokasi sebelum melaksanakan pekerjaan. Untuk
lebih merupakan hasil akulturasi dari berbagai Timur Kecamatan Ternate Tengah Kota Ternate. memudahkan pekerjaan pengecoran pondasi
budaya. Jenis pondasi telapak merupakan jenis pondasi telapak dilakukan pada saat air laut surut. Pada
yang sering dipakai, karena paling sederhana
dan ekonomis dibandingkan berbagai jenis
pondasi lainnya. Biasanya jenis pondasi ini
dipakai untuk mendukung kolom yang tidak
berat dan dapat diaplikasikan pada kedalaman 1
– 2 m. Pondasi telapak setempat pada umumnya
berbentuk telapak bujur sangkar, atau empat
persegi panjang apabila terdapat pembatasan
ruang. Pada dasarnya pondasi tersebut berupa
satu plat yang langsung menyangga sebuah
kolom.
Kriteria dasar mix design beton adalah kekuatan saat pengecoran pondasi dilakukan, air tidak
Kondisi permukiman di atas air yang tekan dan hubungannya dengan faktor air boleh masuk dalam bekisting, agar air tidak
bangunannya dulunya menggunakan kayu semen yang digunakan. Sesuai kondisi lapangan masuk dilakukan dengan cara sederhana
sekarang beralih ke beton. Permasalahan yang terendam air mutu beton yang direncanakan dengan melapisi terpal plastik pada permukaan
tampak adalah bahwa pelaksanaan pengecoran 250 Kg/cm2 dan faktor air semen 0,52.Tidak bekisting dan dwatering.

132 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Pada saat membuat campuran beton air yang digunakan adalah air PDAM,
tidak boleh menggunakan air laut karena hasil pengujian air laut tidak
memenuhi syarat untuk digunakan sebagai campuran beton. Pada saat
pemasangan tulangan pondasi telapak ke dalam bekisting agar memasang
beton tahu setebal 7 cm untuk membentuk selimut beton dengan tebal
7 cm, dan menghasilkan struktur pondasi telapak dengan sembilan titik.
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa pondasi telapak yang di usulkan
sebagai pondasi tiang beton bertulang pendek 2-3 meter pengganti tiang
kayu rumah tinggal zona atas air dan dilakukan sesuai prosedur metode
pengecoran pondasi telapak. Pondasi telapak merupakan pondasi
kebanyakan dilakukan masyarakat sekitar, untuk kedepan masyarakat
lebih memahami metode tahapan pelaksanaan pekerjaan pengecoran
pondasi telapak.
–Darul Amin–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 133


Kearifan Lokal pada Proses Konstruksi Rumah Tradisional Banua Mbaso
dan Resistensinya terhadap Gempa
Penulis KTI : St.Aisyiah Rahman et al
Banua Mbaso adalah salah satu tipe rumah tradisional di Sulawesi, rumah proses konstruksi Banua Mbaso ini yang terkait dengan penerapan nilai
ini merupakan rumah tradisional suku Kaili kelompok suku mayoritas di arsitektur tradisional warisan nenek moyangnya telah sarat dengan
daerah Sulawesi selatan. Banua Mbaso terletak di pesisir pantai Talise prinsip dasar struktur dalam mengantisipasi gempa di wilayah setempat.
yang dilalui jalur sesar Palu Koro, yang berarti potensi bencana yang Beberapa hal dasar yang segera dapat dilihat adalah denah dan bentuk
akan terjadi akibat gempa cukup tinggi, hal ini terbukti dengan kejadian bangunannya yang simetris, komposisi per segmen yang proporsional
gempa 3.0 sampai 6.0 SR yang melanda kota Palu dapat terjadi sampai dan penggunaan material yang ringan. Adanya penahan beban lateral
600 kali dalam sebulan. Pada situasi tersebut konstruksi bangunan rumah (petubo) yang diletakkan simetris, dan menggunakan modul yang similar,
Banua Mbaso tidak tampak mengalami kerusakan, diduga komposisi diletakan sedekat mungkin dengan batas bangunan sesuai dengan
bangunan rumah tradisional ini dapat mengantisipasi gaya gempa yang kaidah penahan efek momen torsi yang mungkin terjadi efek dari gaya
terjadi. Penulis melakukan kajian literatur dan uji laboratorium skala kecil gempa, sambungan-sambungan balok (pelanga) yang dibuat ganda
dengan menggunakan meja getar (shaking table) sebagai simulasi gaya dan mengapit tiang beraksi sebagai pengunci yang kaku mendukung
gempanya. Analisis hasil kajian tersebut menunjukkan bahwa karakteristik kekokohan keseluruhan bangunan ini. Dalam artikel yang disampaikan,
bangunan dan elemen pembentuknya merupakan faktor utama yang digambarkan secara lengkap proses awal konstruksi Banua Mbaso serta
menentukan kekokohan struktur bangunan terhadap gaya gempa. nilai percepatan gempa yang dapat diantisipasinya.
Dengan memasukkan unsur vulnerabilitas dalam pengamatannya,
diindikasikan pula bahwa pola tertentu dalam perancangan dan –Silvia Fransisca Herina–

134 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Identifikasi Permukiman Tradisional Suku Tobadij
di Kawasan Teluk Youtefa – Papua
Penulis KTI : Fachry Ali Samad dan Djasmihul Ashary
Permukiman tradisional Suku Tobadij merupakan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola
salah satu permukiman tradisional di Indonesia permukiman Suku Tobadij berbentuk linear terbagi atas tiga bagian yaitu bagian atas/kepala
yang didirikan diatas permukaan laut dengan dengan rumah-rumah sejajar saling berhadapan merupakan ruang yang berhubungan degan
kemampuan adaptasi terhadap kondisi alam. dalam formasi dua deret dan dihubungkan kepercayaan masyarakat Suku Tobadij kepada
Namun karakter dan keunikan permukiman ini, dengan jalan yang terbuat dari kayu atau dewa Tab (dewa matahari), bagian tengah/
baik dari pola permukiman, arsitektur, struktur jerambah. badan merupakan ruang untuk manusia/hunian
maupun bahan bangunan permukiman Suku Rumah Suku Tobadij berbentuk rumah tempat beraktivitas, sedangkan bagian bawah/
Tobadij ini belum dikaji secara ilmiah. panggung dengan tiang penyangga rumah/ kaki merupakan ruang untuk menambatkan
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. pondasi setinggi ± 2 meter dari dasar laut. Secara perahu beserta perlengkapannya dan ruang
Kegiatan yang dilakukan adalah observasi umum rumah tradisional Suku Tobadij yang untuk memelihara ikan/keramba.
langsung, pembuatan sketsa, visualisasi dan ada sekarang terdiri atas dua tipe, yaitu tipe 1 Sistem konstruksi yang dipergunakan oleh Suku
wawancara terbatas pada kawasan permukiman dengan lebar 8-10 m dan panjang 18-20 m dan Tobadij adalah dengan sistem rangka rumah,
Suku Tobadij di teluk Youtefa, Papua. tipe 2 dengan lebar 8-10 m dan panjang 14-16 m. dimana adanya permisahan antara struktur bawah
Secara vertikal, ruang pada rumah Suku Tobadij (sub structure) dengan struktur tengah (super

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 135


structure) dan struktur atas (upper structure).
Tiang pondasi rumah terbuat dari kayu dengan
bagian atas yang bercabang berdiameter 15–20
cm dengan panjang 3 m yang dipancangkan
kedalam laut sedalam ±1 m.
Balok lantai terbuat dari kayu yang berdiri diatas
jepitan percabangan kayu tiang pondasi tanpa
diikat ataupun dipasak. Meski tanpa diikat atau
dipasak, rumah tetap akan stabil berdiri diatas
tiang pondasi karena memanfaatkan berat
badan rumah dan fleksibel terhadap pergerakan
arus laut.
Konstruksi atap menggunakan konstruksi kuda-
kuda kayu. Sedangkan rangka dinding terbuat
dari kayu Nibung dengan penutup dinding
terbuat dari pelepah daun Sagu atau bilah- Bahan bangunan rumah Suku Tobadij umumnya bakau, yang banyak tersedia di teluk Youtefa.
bilah papan dari kayu Nibung dapat dipasang masih menggunakan bahan material lokal yang Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
secara vertikal ataupun horizontal. Bukaan- didapat dari daratan terdekat. Untuk bahan tiang pola permukiman, arsitektur, sistem struktur
bukaan pintu dan jendela menggunakan pondasi menggunakan kayu Swang berdiameter dan bahan bangunan rumah Suku Tobadij
papan kayu Nibung dan kaca. Untuk material 15-20 cm, kayu endemik Papua yang memiliki cenderung masih mempertahankan nilai-nilai
atap menggunakan seng gelombang sebagai keunikan karena dapat tenggelam di dalam air. tradisional budaya lokal dengan kuat terkecuali
penutup atap. Penggunaan material hasil Pengujian laboratorium memberikan adanya sedikit modernisasi dengan penggunaan
industri seperti penggunaan kaca jendela dan informasi berat jenis kayu Swang sebesar 1,2 material hasil industri pada sebagian kecil bahan
atap seng mem gram/cm3, lebih berat dari berat jenis air sebesar bangunan.
perlihatkan adanya sedikit modernisasi pada 1 gram/cm3, sehingga kayu ini dapat tenggelam
rumah tradisional Suku Tobadij. di dalam air. Untuk rangka balok lantai –Fachry Ali Samad–
menggunakan kayu

136 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Karakteristik Rumah Tradisional Suku Tobadij di Kawasan Perairan Teluk
Youtefa, Kota Jayapura – Papua
(Studi Kasus Lingkungan Permukiman Tobadij dan Engros)
Penulis KTI : Djasmihul Ashary dan M. Awaluddin Hamdy
Arsitektur tradisional merupakan identitas budaya suatu suku bangsa
karena di dalamnya banyak terkandung segenap peri kehidupan
masyarakatnya. Provinsi Papua memiliki gaya arsitektur cukup khas
yang dapat diangkat sebagai kebesaran dan kejayaan bagi orang Papua.
Metode Penelitian adalah melakukan pengamatan mengenai keragaman
bentuk, struktur dan bahan . dan dengan melakukan wawancara dengan
informan, yang mengetahui betul tentang budaya serta kondisi sosial dari
obyek kajian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pola pengembangan dan penataan


lingkungan permukiman rumah tradisional suku Tobadij di kawasan
perairan Teluk Youtefa yang berbentuk “linier”. Pola penataan permukiman Tipologi lingkungan permukiman ini sering berubah seiring dengan
berbentuk Linear, yakni rumah-rumah dibangun sejajar dalam formasi perubahan sosial yang terjadi di masyarakat suku Tobadij, dan seiring
2 (dua) deret yang saling berhadapan di sisi jeramba (jembatan kayu), dengan perkembangan zaman dan kebutuhan akan ruang hunian.
merupakan suatu kontak pandang. Penelitian ini dapat memberikan masukan kepada pihak pemerintah
Provinsi Papua serta para peneliti maupun akademisi untuk tetap
mempertahankan kampung Tobadij sebagai kekayaan hasanah orang
papua.
–Djasmihul Ashary–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 137


Kajian Awal Rekonstruksi Rumah Tradisional Suku Tobadij
di Perairan Teluk Youtefa, Papua - Jayapura
Penulis KTI : Djasmihul Ashary dan Subasri
Etnis Tobadij merupakan etnis terbesar di Jayapura yang mempunyai akar terdapat berbagai mitos tentang orang Tobadij dan Teluk Youtefa. Terdapat
sejarah panjang perkembangan kota tersebut. Letak lokasi Desa Tobadij beberapa mitos yang berkembang di masyarakat. Menurut penuturan
dan Desa Engros yang dekat dengan pusat kota Jayapura berpengaruh beberapa orang di kampung Tobadij utamanya dari Ondoafi Jhon Olua
dalam perkembangan permukimannya. Provinsi Papua memiliki gaya dan Kepala Suku Gerson Assor. Kedudukan dan sistem pelapisan sosial
arsitektur cukup khas yang mana bisa diangkat sebagai kebesaran dan yang ada di kampung Tobadij waktu itu dan pola lingkungan merupakan
kejayaan bagi orang Papua. Kecenderungan masyarakat dan pemerintah refleksi kegiatan sosial budaya masyarakat Tobadij.
mengadopsi. gaya-gaya arsitektur luar seperti gaya aristektur colonial, Kepercayaan kepada Tab sangat berpengaruh dalam kehidupan
gaya arsitektur romawi, dan sebagainya. Hal ini membuat arsitektur orang Tobadij dahulu, sehingga segala sesuatu yang terjadi seperti
tradisional setiap suku di Papua terlupakan untuk dieksplorasi. kemalangan,penyakit, gagal panen, atau untuk menghadapi musuh dalam
Metode penelitian ini mengacu pada paradigma rasionalistik melalui perang selalu mereka meminta restu kepada Tab, yang dianggap dapat
eksplorasi teks, baik yang berupa naskah lama maupun hasil penelitian menolong dan menyelamatkan mereka dari segala sesuatu ancaman dan
lain yang sejenis. Informasi juga dihimpun melalui wawancara dengan cobaan.
informasi dan narasumber mengenai hal- hal yang terkait dengan Selanjutnya Ondoafi Jhon Olua menjelaskan dewa Tab sebagai simbol
penelitian ini yang telah ada atau telah diteliti sehingga teori lokal yang perdamaian dalam kehidupan, sedangkan yang berlawanan dengan Tab
akan dibangun dalam penelitian ini dapat melengkapi hasil penelitian yaitu disebut Hray (kekuatan jahat). Kekuatan ini dapat membinasakan
lapangan dan hasil penelitian lapangan dapat memberikan pandangan (membunuh) penduduk dengan kekuatan rah jahat yaitu Ureb (Setan).
yang sama, berbeda atau bahkan koreksi terhadap hasil penelitian Kedudukan Hasori (kepala kampung) sangat mutlak untuk mengatur
ataupun pandangan yang telah ada sebelumnya. segala sesuatu dengan dibantu oleh para pembantu Crowes para abdi
Rumah Tradisional dapat di Harsori sangat dipercaya dan
telusuri setelah mengetahui dihormati karena mereka
tipe kegiatan sosio kultural ikut mengetahui hal-hal
masyarakat Suku Tobadij dan khusus yang tidak diketahui
prosesi kegiatan pembentuk oleh semua orang dalam
ruang Tradisional yang kampung.
di peroleh dengan jalan
membuat tipologi dari
lingkungan dan Rumah
Tradisional Suku Tobadij

138 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Topologi dan morfologi Rumah tradisional Suku Tobadij sangat e. Konsep Rumah Suku Tobajid mencakup beberapa aspek diantaranya:
dipengaruhi oleh Orientasi bangunan ke arah utara-selatan, posisi pintu utama, tata-
a. Sosio Kultural masyarakat Suku Tobadij menurut Ondoafi Jhon Olua ruang dan karakter ruang.meliputi arah. Peruangan awal Rumah Suku
menjelaskan bahwa orang Tobadij mengenal dewa purba Tab yaitu Tobadij sesuai gerak lintas Tab, memiliki ruang tinggal multi fungsi
matahari. Dewa Tab ini turun kebumi dalam meciptakan manusia berkembang menjadi Rumah Suku Tobadij sekarang, tetapi memiliki
pertama dari tanah liat lapisan ketiga yang berwarna merah darah, dan ruang banyak bersifat individual.
memberi nama Iria (Ria).
b. Konsep dan Struktur Lingkungan Kampung Suku Tobadij mengarah Lingkungan kampung dan Rumah Tradisional tidak dapat dilihat hanya
ke Utara-Selatan mengikuti arah garis pantai, sedang pembagian sebagai wujud fisiknya saja, tetapi dapat dilihat sebagai karya budaya
daerahnya sesuai dengan kedekatan daerah dekat pantai diperuntukan masyarakat. Suku Tobadij memiliki peruangan rumah Tradisional yang
kelompok warga yang ahli berburu. Typologi lingkungan ini berubah spesifik, memiliki keramba dan kandang binatang, peruanganya dapat
seiring dengan perubahan sosial yang terjadi di masyarakat suku disesuaikan/mengikuti kebutuhan dari pemiliknya dan masih sesuai
Tobadij. dengan penataan secara adat kampung Suku Tobadij. Cara penataan
c. Bentuk Sanitasi Lingkungan Suku Tobadij menurut penjelasan Septianus Kampung Rumah Suku Tobadij sebaiknya dipertahankan untuk dapat
yang ditegaskan oleh Ondoafi Jhon Alua masyarakat kampung Tobadij melestarikan dan menjaga keragaman Rumah Tradisional Suku Tobadij,
mendapat air bersih dari sebuah sumur ditepi pantai Entrap. sehingga dapat menambah kekayaan bunga-rampai budaya daerah
d. Bentuk rumah merupakan cermin kepercayaan dan pandangan hidup Papua maupun Kebudayaan Indonesia.
masyarakat Suku Tobadij. Semua kejadian sangat dipengaruhi oleh
Dewa Matahari -’’Tab”. Sebagai pola hidup masyarakat Suku Tobadij –Djasmihul Ashary–
dimana pemuda melaksanakan Inisiasi selama 5 tahun di Mua.

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 139


Eksistensi Lingkungan Permukiman Rumah Tradisional Suku Tobadij
di Perairan Teluk Youtefa Papua - Jayapura
Penulis KTI : Djasmihul Ashary

di darat dan/atau sekedar alasan praktis arus dalam teluk. Pintu masuk massa air di Teluk
memperoleh tempat tinggal. Youtefa berada di selat antara Tanjung Pie dan
Untuk mendapatkan data tentang Rumah Tanjung
Tradisional Suku Tabadij dilakukan dengan
focus pengamatan dan wawancara. Keragaman
bentuk, struktur dan bahan. pada masyarakat
dan tokoh adat.
Tujuan dalam kegiatan ini, adalah sebagai
berikut : Mengidentifikasi nilai-nilai kearifan
Bagi orang Papua hubungan antara manusia lokal masyarakat yang kontributif terhadap
dengan tempat tinggalnya tidak terlepas dari konsep pembangunan dan pengembangan
alam lingkungannya, karena pada umumnya model permukiman linier Suku Tobadij di Papua.
mereka beranggapan bahwa yang dimaksud Perkampungan Tobati merupakan pemukiman
dengan rumah adalah alam sekitar di mana di atas air yang terletak dekat mulut Teluk
mereka berada. Eksistensi permukiman yang Youtefa. Kondisi oseanografi relatif stabil
dimulai dengan kedatangan sekelompok karena di dalam Teluk Youtefa yang tertutup,
etnis tertentu pada suatu lokasi, baik di tepi hanya energi pasang surut yang menggerakkan
air maupun di atas badan air (perairan), Kasuari. Berdasarkan dari kegiatan penelitian
kemudian menetap dan berkembang secara diketahui bahwa pola pemukiman masyarakat
turun-temurun membentuk suatu komunitas. Tobadij secara umum adalah pola linear, hal itu
Keberadaan kelompok masyarakat di lokasi merupakan pertimbangan terhadap tekanan
tersebut cenderung bersifat sangat homogen angin, karena terletak di sepanjang pantai.
dan mengembangkan tradisi dan nilai-nilai Bentuk linear tadi dibuat tegak lurus dengan
tertentu dalam kehidupannya. arah angin dan gelombang yang ada. Juga
Eksistensi komunitas dan perumahan ini selain tanggapan terhadap iklim, bentuk dua
didasarkan karena faktor budaya dan tradisi, deret dimaksudkan untuk mempermudah
bukan didasari oleh keterbatasan lahan tanah pengawasan.

140 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Rumah-rumah dibangun sejajar dalam formasi dua deret yang saling berhadapan, di mana jembatan yang dibangun di antara dua deret ini merupakan
suatu kontak pandang dari anggota keluarga. Secara tepat faktor penyebab terjadinya perubahan tersebut, karena di tengah-tengah kompleksitas
eksistensi nilai, norma. Perubahan di dalam masyarakat akan mempengaruhi fungsi dan makna dalam arsitektur tempat tinggal.
Tabel Perubahan yang Terjadi pada Rumah Tradisional Suku Tobati
Unsur Rumah Aturan Adat Aturan Agama Pelaksanaan Sesuai Perubahan Sekarang
Persiapan Perijinan Ondoafi Besar Gotong-royong, potong
babi dan masak bersama
Pola dan Orientasi Linier dan rumah saling Masih mengikuti pola Tidak lagi tegak lurus
berhadapan yang telah ada dengan jeramba
Bentuk
- Rumah Empat persegi panjang Bentuk tetap meng- Bentuk tetap
gunakan empat persegi menggunakan empat-
panjang persegi panjang
- Atap Perisai
Konstruksi dan Bahan
- Tiang Kayu swam Tetap menggunakan Papan-papan
kayu Swam
- Dinding Gaba-gaba Tripleks, seng, dan beton
- Lantai Pinang Papan
Detail/ornament Tiap kepala suku Tidak ada
memilki perlambangan
Fungsi Rumah Tinggal
Rumah Mau Rumah khusus laki-laki Dilarang Tidak ada sejak 1930
Untuk inisiasi
Rumah Sway Tempat tinggal Sebagai tempat tinggal

Seiring dengan perjalanan waktu dan adanya pengaruh dari luar, Rumah Tradisional Suku Tobati mengalami pergeseran bentuk bangunan dan tata
ruang. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat Suku Tobati dapat disebabkan oleh, Kebudayaan Pertumbuhan penduduk (population) Kebudayaan
(cultural). Oleh karena itu pemerintah mempertahankan Pola Tradisional yang terdapat dikawasan papua khusunya Suku Tobadij tidak musnah.
–Djasmihul Ashary–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 141


Kelangsungan (Sustainability) Elemen Kaki Rumah Suku-suku Laut
di Wilayah Jayapura Kayu Swan Tanaman Endemik Cagar Alam Cycloop
Penulis KTI : Darwis dan Djasmihul Ashary
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk
memberikan gambaran secara sistematis dan obyektif mengenai bentuk
existing dari sistem konstruksi tiang/kaki rumah tradisional suku Tobadij.
Kemudian selanjutnya dielaborasi kelemahan dan kelebihan tersebut,
dilakukan pengujian Laboratorium terhadap material kayu local endemic
yang oleh masyarakat setempat disebut kayu SWAN.

Penggunaan material bangunan pada suku tradisional pada umumnya


didasarkan pada kebiasaan yang dikembangkan dari local genius ataupun
local wisdom. Dalam pengunaan bahan kayu terdapat kayu Swan atau
Soang atau Suang. yang spesifik dan merupakan tumbuhan endemic
pada Cagar Alam Cycloop.
Durabilitas tiang/kaki rumah yang dibangun di atas air, merupakan faktor
penentu yang utama terhadap eksistensi rumah tersebut. Elemen gelagar,
kolom (tiang atas), lantai, kuda-kuda, dan elemen lainnya.

Permukiman yang berada dikawasan pesisir Jayapura mempunyai


strukutur dalam membangun sebuah rumah dimana elemen tiang atau
kaki menjadi komponen utama yang sangat menentukan eksistensi
rumah yang berlokasi di atas permukaan perairan. Suku-suku laut yang
bermukim pada tiga kawasan di sekitar Jayapura yakni suku Tobadij,.
pola penataan permukiman suku laut pada tiga kawasan tersebut
berbentuk Linear, yakni rumah-rumah dibangun sejajar dalam formasi
2 (dua) deret yang saling berhadapan di sisi jeramba (jembatan kayu),
merupakan suatu kontak pandang.

142 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Melalui pengujian di laboratorium, dihasilkan parameter karaktersitik dari kayu SWAN tersebut sebagai berikut :

No Parameter Nilai Uji Laboratorium Konversi Batasan Kayu Kls-I Keterangan


1 Berat Jenis 1,21 gr/cm 3
1.210 kg/m 3
≥ 900 kg/m3 tenggelam
2 Absorpsi 12,50 % - - durability tinggi
3 Kuat Tarik 64,50 N/mm 2
657,49 kg/cm 2
≥ 650 kg/m2
σtr-izin=130kg/cm2
4 Kuat Tekan 66,72 N/mm2 680,12 kg/cm2 ≥ 650 kg/m2 σtk-izin=40 kg/cm2
5 Kuat Geser 15,50 N/mm2 158 kg/cm2 ≥ 125 kg/m2 σizin=20 kg/cm2
6 Kuat Lentur 125,50 N/mm2 1279,31 kg/cm2 ≥ 1100 kg/m2 σlt-izin=150kg/cm2
Sumber Balai Kehutanan Begor

Deskripsi hasil pengujian laboratorium di atas, ternyata jenis kayu SWAN memang sangat tepat untuk dipergunakan sebagai kaki rumah yang
dibangun di atas perairan.
(1) Absorpsi Rendah ; angka absorpsi 12,5% menunjukkan bahwa kandungan air dalam kayu SWAN yang terendam sangat kecil, sehingga proses
pelapukannya berjalan lambat . Keadaan ini dimungkinkan karena kerapatan dan kekerasan serat kayu SWAN cukup tinggi, sehingga pori-porinya
relatif kecil.
(2) Berat Jenis Besar ; angka unit weight 1,210 kg/cm3 cukup besar untuk jenis material kayu, dan ternyata ini menjadi salah satu keunggulan kayu
SWAN sehingga eksistensinya cukup stabil dipergunakan sebagai tiang yang tertanam ke dalam dasar laut.
(3) Kekuatan (Strength) Tinggi ; kekuatan-kekuatan tarik, tekan, geser dan lentur yang dimiliki oleh kayu SWAN secara komprehensif semuanya
berada di atas range yang ditentukan untuk jenis Kayu Kelas I. Dengan demikian dapat diterima secara rasional bila kayu SWAN dengan diameter
yang relatif kecil mampu memikul beban superstructure dari rumah berkonstruksi kayu yang dibangun di atas perairan.

Oleh karena itu maka penulis merasa perlu untuk menyarankan dan merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan penelitian yang mendalam terhadap gagasan material buatan yang telah diajukan oleh penulis di atas. Sehingga dapat dihasil
kan solusi material pengganti kayu SWAN yang sulit untuk dipertahankan penggunaannya.
2. Perlu ditemukan suatu material buatan yang dapat menjadi alternative pilihan masyarakat yang bermukim di atas perairan di wilayah Jayapura,
untuk menggantikan material kayu SWAN yang sudah seharusnya dilindungi sebagai tumbuhan endemic kawasan Cagar Alam Nasional Cycloop.
sehingga permukiman suku Tobadij diatas air dikawasan pesisir teluk Yotefa Papua bisa tertatap terjaga.
–Djasmihul Ashary–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 143


Pengaruh Daya Dukung Lingkungan terhadap Eksistensi Rumah Kaki Seribu
(Distrik Hingk, Kab Pegunungan Arfak, Papua Barat)
Penulis KTI : Petra Putra
Masyarakat suku Arfak telah mengenal masyarakat suku Arfak yang kuat akan adanya permukiman, secara khusus rumah kaki Seribu
pengelolaan kawasan melalui sistem pembagian kekuatan alam yang turut mempengaruhi peri karena daya dukung lingkungan menunjukkan
ekosistem dibagi ke dalam 3 (tiga) wilayah yaitu kehidupan kehidupannya dan kearifan lokal peranan tersendiri untuk keberadaan rumah
susti, bahamti, dan nimahamti (Yeny, et al., 2010), akibat interaksi mereka dengan ekosistem hutan kaki seribu. Maka dari itu tulisan ini ingin
(Mulyadi, 2012, p.74). Susti adalah kawasan (alam sekitarnya). Salah satunya berpengaruh memberikan suatu gambaran terhadap
hutan yang diperuntukkan sebagai tempat dalam membentuk pusat-pusat permukiman di lingkungan yang membentuk kearifan lokal dari
bermukim (pusat pemukiman) dan perladangan wilayah Susti, dimana mereka merancang rumah rumah kaki seribu tersebut.
berpindah. Bahamti adalah kawasan hutan yang tempat tinggal didasarkan pada kepercayaan
difungsikan sebagai kawasan untuk meramu dan ketersediaan bahan bangunan yang mereka
hasil hutan, terutama berburu, mengambil kayu tetapkan bangunan yang mereka tetapkan.
bakar dan kayu untuk bangunan.
Tempat tinggal suku Arfak yaitu kaki Seribu
dibangun berdasarkan bahan bangunan
organik, konstruksi bawah, tengah, dan atas.
Konstruksi bawah atau pondasi menggunakan
kayu hingga gelagar ke lantai. Kontruksi tengah
menggunakan kulit kayu pohon sebagai
dinding. Demikian pula konstruksi atas yang
menggunakan daun pandan sebagai atap Dalam tulisan ini penulis merumuskan masalah
penutup rumah. Lingkungan memegang penelitian sehingga muncul pertanyaan sebagai
peranan yang kritis untuk menyediakan material berikut: bagaimana Daya Dukung lingkungan
bahan bangunan dan lahan untuk mendirikan mempengaruhi keberadaan rumah kaki seribu
Sedangkan Nimahamti adalah kawasan rumah dan permukiman. suku Arfak?
hutan primer yang difungsikan sebagai Tulisan ini mengambil pendekatan deskriptif
kawasan perlindungan dan tempat pemali Ketersediaan lahan melalui fungsi luasan dari setiap data kuantitatif dan kualitatif yang
atau pemujaan. Lebih lanjut Yeny, et al. (2010) merupakan salah satu bagian penting bagi terangkum dan menginterpretasi sebagai
mengungkapkan bahwa pembagian ekosistem kemampuan wilayah untuk menyediakan kesimpulan sementara serta masukan untuk
hutan secara budaya ini mencirikan kepercayaan ruang bagi masyarakat dalam mendirikan arahan penelitian lanjutan.

144 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


a. Batasan objek studi Daya Dukung Distrik Hingk
- Ruang lingkup materi: keadaan penduduk meliputi jumlah, No Kelurahan/Kampung Luas daerah Jumlah penduduk Kepadatan Penduduk Daya dukung
(Ha) (jiwa) (per km²) (Ha/Jiwa)
kepadatan, komposisi dan pertumbuhan penduduk;
1 Tigau Comti 3.133 183 5,84 17,120
- Menelaah aspek lingkungan baik dari fungsi tata lingkungan, sosial
2 Demunti 3.339 185 5,54 18,049
maupun budaya untuk mendapatkan kesesuaian fungsi lingkungan;
3 Heatie Bouw 413 119 28,81 3,471
- Data untuk tulisan ini diperoleh dari data sekunder, yaitu data
instansional maupun hasil laporan penelitian terdahulu yang serupa; 4 Penibut 436 263 60,32 1,658

5 Nungkimor 2.086 248 11,89 8,411

b. Batasan wilayah penelitian 6 Ikimabouw 330 136 41,21 2,426

Wilayah penelitian yang menjadi kajian dalam tulisan ini merupakan 7 Kisap 517 279 53,93 1,853

salah satu wilayah kediaman suku Arfak yaitu Distrik Hingk, 8 Cangoisi 3.339 145 4,34 23,028

Kabupaten Pegunungan Arfak, Propinsi Papua Barat. 9 Monut 31 178 574,19 0,174

10 Uncep 310 139 44,84 2,230

Konsep daya dukung lingkungan meliputi tiga faktor utama yaitu: 11 Urwong 5.222 145 2,78 36,014

kegiatan/aktifitas manusia, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan. 12 Gweipingbai 18 129 716,67 0,140

Berbagai kasus menunjukkan bahwa kualitas lingkungan akan terpelihara 13 Minyeimemut 330 130 39,39 2,538

dengan baik apabila manusia mengelola daya dukung pada batas antara 14 Gueiuti 152 174 114,47 0,874

minimum dan optimum. Daya Dukung Lingkungan yang dikelola antara 15 Ngimoubre 225 220 97,78 1,023

30-70% memberikan kualitas lingkungan yang cukup baik. Angka ini 16 Kwaiyehep 206 106 51,46 1,943

diperoleh berdasarkan konsep tata ruang arsitektur bangunan yang harus 17 Humeysi 413 136 32,93 3,037

memperhitungkan “arsitektur alam” yaitu 1/3 – 2/3 dari seluruh ruang 18 Sopnyai 225 238 105,78 0,945

yang dikelola atau diubah oleh manusia harus dikelola untuk berkembang 19 Tumbeibehei 413 349 84,5 1,183

secara alami. Batas daya dukung 30-70% dianggap baik karena apabila 20 Minggot 99 171 172,73 0,579

penggunaan Sumber Daya Alam melebihi 70% mendekati 100% akan 21 Pungug 206 167 81,07 1,234

berakibat menurunnya kualitas lingkungan dan keadaan akan semakin 22 Arion 3.968 124 3,13 32,000

buruk. Dalam hal ini menggunakan perhitungan berdasarkan luas 23 Tingkwoikiu 498 143 28,71 3,483

penggunaan lahan (Soerjani, 1985). 24 Mbrande/Mbramdega 459 324 70,59 1,417

Dalam konsep tata ruang dinyatakan bahwa daya dukung lahan yang 25 Leiheak 8.145 251 3,08 32,450

dikelola 30-70% akan memberikan kualitas lingkungan yang baik. Hal ini 26 Kwok I 558 253 45,34 2,206

mengindikasikan bahwa lingkungan yang digunakan sebagai permukiman 27 Mbegau 62 216 348,39 0,287

terbangun dinyatakan dalam building coverage dengan batas maksimum 28 Kwok II 209 147 70,33 1,422

70%. Potensi ketersediaan lahan yang masih tersisa dari building coverage 29 Ntap 1.165 126 10,82 9,246

faktor-faktor pembatas merupakan perlu dipertimbangkan dalam Jumlah 3.6507 5.424 2.910,86

menentukan Daya Dukung Lahan. Rata-rata 100,37 7,257

Sumber: data analisis, 2014

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 145


Berdasarkan perhitungan di atas menunjukkan bahwa keseluruhan wilayah penelitian Distrik Hingk, yang meliputi 29 kampung/kelurahan. Secara total
luas wilayah Distrik Hingk 36.507 Ha dengan jumlah penduduk sebesar 5.424 jiwa, sedangkan untuk daya dukung lahan rata-rata adalah 7,26 Ha/jiwa
dan rata-rata kepadatan adalah 100,37 jiwa/Ha. Menurut Yeates (1980), standar daya dukung lahan untuk ukuran populasi pada distrik Hingk sebesar
7,26 Ha/jiwa. Dengan demikian Distrik Hingk masih mengakomodir daya dukung lahan untuk kegiatan masyarakat suku Arfak bagi pengembangan
permukiman rumah kaki seribu.

–Petra Putra–

146 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Revitalisasi Fungsi Kawasan Bernilai Historis / Budaya:
Model Honei Sehat di Kawasan Perbukitan Provinsi Papua
Penulis KTI : Sri Astuti
Pengaruh budaya, kelompok suku, kondisi fisik lahan, topografi, dan iklim Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan menggunakan
setempat membentuk beragam hunian tradisional di Provinsi Papua. gabungan pendekatan antara metode perancangan arsitektur, dan
Honei merupakan salah satu bentuk rumah tradisional di pedalaman yang metode community action plan. Metode pendekatan perancangan
terpencil dan sulit diakses. Honei umumnya dibangun oleh suku-suku arsitektur dilakukan untuk mendapatkan inovasi model honei
yang tinggal di area pegunungan, perbukitan, maupun lembah dengan sehat dengan pertimbangan: tetap mempertahankan bentuk asli,
suhu udara dingin berkisar antara 16°C-190°C. menggunakan teknik konstruksi yang sesuai dengan kemampuan
Kehangatan ruang dalam dihasilkan dari bangunan berbentuk dome teknologi masyarakat setempat dan keterbatasan alat pertukangan di
(kubah), denah berbentuk bulat sehingga panas dari tungku di tengah daerah terisolir, menggunakan bahan baku lokal yang mudah didapat
ruang disebarkan secara merata ke seluruh ruang. Di samping itu, material dengan memberikan nilai tambah melalui inovasi, mempertahankan
kayu dan ilalang merupakan bahan organik yang memiliki kemampuan tradisi dan budaya bermukim masyarakat. Model honei sehat terutama
mengisolasi panas yang paling baik. Dari sisi keamanan bangunan, bentuk berupaya untuk membuat penghuninya hidup secara nyaman dan sehat.
dome berbahan kayu aman dari ancaman gempa, dan angin topan. Metode pengajaran kepada masyarakat agar mampu membangun sendiri
Permasalahan yang dihadapi adalah rendahnya tingkat kesehatan rumah honei sehat, digunakan metode community action plan di lokasi penelitian.
tinggal akibat banyaknya asap yang terperangkap dalam ruang. Asap Penentuan lokasi penelitian ditetapkan berdasar kemampuan teknologi,
pada satu sisi bermanfaat untuk mengusir nyamuk, memperkuat material faktor budaya, ketersediaan bahan bangunan dan jarak ke pusat kota.
kayu dan ilalang namun pada sisi lain menyebabkan penyakit pernafasan
akut (ISPA).

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 147


Berdasarkan ketentuan tersebut, lokasi penelitian ditetapkan di Distrik perbedaan bahan bangunan, keragaman bentuk hunian pada beragam
Pasema dan Distrik Tangma, Kabupaten Yahukimo. Model homese (honei suku-suku, perbedaan bentuk atap, maupun dimensi bangunan, HOMESE
menuju sehat) dibangun di distrik Pasema sedangkan model hose (honei maupun HOSE memiliki konsep dasar yang sama. Hal yang membedakan
sehat) dibangun di Distrik Tangma. diantara keduanya adalah teknologi membangun. Dimensi ruang tidak
Hasil penelitian menunjukkan konsep dasar honei sehat adalah penyediaan mempengaruhi efektifitas lorong asap, seberapa besarpun diameter honei,
lorong asap menggantikan cerobong asap. Pengaliran asap melalui lorong asap tidak akan berbalik kembali masuk ke arah sumber api. Turbulensi
asap memiliki keunggulan dalam hal kemampuan mempertahankan asap dapat terjadi apabila bukaan jendela honei berada pada posisi arah
bentuk, dan adat istiadat berhuni, dan cara tinggal yang dianut masyarakat angin.
pedalaman Papua. Konsep ini bersifat Generik, dapat diterapkan pada
berbagai kondisi lokus dengan kemampuan teknologi yang berbeda, –Sri Astuti –

148 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Pengembangan Rumah Tradisional (Evaluasi Model Homese dan Hose)

Penulis KTI : Sri Astuti


Evaluasi hasil pembangunan model homese (honei menuju sehat) dan hose para (attic). Dibandingkan dengan
(honei sehat) dilakukan untuk mengetahui kinerja teknis lorong asap, dan hose masyarakat lebih menyukai
penerimaan masyarakat terhadap perubahan teknis hunian mereka agar homese karena dianggap lebih
lebih sehat. Rekayasa lorong asap dilakukan untuk mengeluarkan asap nyaman.
perapian di dalam ruang tanpa merubah tampilan visual bentuk honei. Hose tidak disukai karena aliran asap
tidak lancar. Hose juga dianggap
lebih mahal dan lebih sulit dibangun
karena membutuhkan tenaga
tukang kayu, sedangkan homese
dapat dilakukan secara gotong
royong bersama masyarakat.
Hose membutuhkan bahan paku
untuk menyatukan dinding papan
sedangkan homese menggunakan
teknologi ikat. Dari sisi bentuk,
Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan menggunakan penambahan bentuk skylight tidak
pendekatan kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui disukai oleh masyarakat.
penerimaan masyarakat terhadap model honei dan pengukuran tingkat Untuk mengetahui kinerja lorong
kenyamanan ruang. Responden dalam penelitian ini adalah Suku Yali dan asap, dilakukan tiga kali pengukuran
2(dua) Rumah Honei sebagai sampel yang dipilih secara purposive, dengan dalam 24 jam yaitu pukul 7 pagi,
pertimbangan bahwa responden sudah mengenal Rumah Honei tersebut. pukul 10 pagi, dan pukul 11 malam.
Mayoritas responden menyukai model homese terutama dengan adanya Pengukuran dilakukan di lantai
penambahan lorong asap dan jendela geser. Preferensi terhadap homese 1 dan 2 dengan kondisi pintu /
juga didasarkan pada luas dan ketinggian bangunan yang dapat digunakan jendela tertutup maupun terbuka, dan tungku perapian menyala maupun
untuk 20 sampai 25 orang, dan dapat digunakan untuk pertemuan adat. tidak menyala. Pengujian kondisi pintu / jendela dan perapian secara
Penggunaan ruang homese sesuai dengan gaya hidup masyarakat suku matrik mendapatkan hasil data yang cukup maksimal. Data pengukuran
Yali karena tidak merubah bentuk asli honei. Ruang untuk duduk-duduk menunjukkan besaran dan kesan tingkat kenyamanan selama 24 jam.
terletak di bagian bawah dan ruang untuk tidur di bagian atas atau para-

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 149


dapat mengalir melalui saluran
asap melainkan menyebar ke
seluruh ruang.
Untuk memperbaiki model hose
disarankan untuk merubah posisi
jendela dan pintu berlawanan
atau tegak lurus arah aliran angin
di luar bangunan. Di samping itu
lubang jendela sebaiknya berada
pada posisi lebih tinggi dari sisi
Berdasarkan pengukuran Tingkat kenyamanan diperoleh hasil yang terendah lorong asap.
menunjukkan bahwa aliran udara di dalam model honei sangat
dipengaruhi oleh arah aliran angin di luar bangunan, pintu dan jendela –Sri Astuti–
terletak searah dengan aliran angin di luar. Pada kondisi jendela dan pintu
ditutup, asap hasil pembakaran perapian mengalir melalui saluran asap.
Sedangkan pada kondisi semua pintu dan jendela dibuka dan perapian
dinyalakan, asap hasil perapian mengalami turbulensi sehingga tidak

150 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


BAB IV
MISCELLANEOUS

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 151


Evaluasi Keandalan Gempa Rumah Tradisional
melalui Penilaian Performa Desain Struktur Rumah
Penulis KTI : Wahyu Wuryanti
Banyak pendapat yang menyatakan bahwa Performa rumah tradisonal dan ASCE diperoleh kondisi untuk untuk level kegempaan tinggi harus
terhadap gempa lebih andal dibandingkan dengan rumah modern karena memenuhi 10 kriteria, level kegempaan sedang sebanyak 8 kriteria, dan
beberapa fitur yang dimilikinya. Meskipun demikian penilaian tersebut pada level kegempaan ringan cukup 3 kriteria.
harus mengacu pada kriteria yang terukur sehingga dapat digunakan Analisis level kegempaan masing-masing lokasi menggunakan
untuk menilai performa rumah lainnya. ketentuan sesuai SNI 1726:2012. Hasilnya adalah 4 rumah berlokasi
Penelitian ini mengendepankan penilaian rumah tradisional berdasarkan pada level kegempaan tinggi, 1 rumah pada level kegempaan sedang
prosedur yang dikembangkan oleh World Housing Encyclopedia (WHE) dan 1 rumah pada level kegempaan rendah. Penilaian dilakukan dengan
dan American Socienty of civel Engineer (ASCE) 31-03. Kriteria penerimaan membandingkan antara kondisi faktual dengan persyaratan kriteria yang
tahan gempa meliputi fitur-fitur struktural, non struktural, dan lingkungan. harus dipenuhi. Diberi nilai 100 dalam prosentase bilamana semua kriteria
Penilaian dibatasi pada fitur-fitur struktural saja yaitu sistem struktur terpenuhi.
utama, struktur pemikul beban gravitasi, struktur pemikul beban lateral, Hasil analisis menunjukan tidak ada satu rumah pun yang memenuhi
struktur atap, struktur lantai dan fondasi. seluruh kriteria. Nilai keandalan yang dicapai untuk rumah bubungan
Sebagai kasus dipilih 6 tipe rumah tradisional yang berlokasi menyebar tinggi 66, tongkonan 75, honei 60, rumah sunda 50, bubungan limo 60,
dan mewakili setiap pulau besar di Indonesia, honei di Papua, tongkonan di dan rumah aceh 50. Sebagai contoh rumah bubungan tinggi kriteria
Sulawesi, bubungan tinggi di Kalimantan, rumah sunda di Jawa, bubungan jalur beban lateral tidak terpenuhi. Tidak ada pengaku atau bresing yang
limo dan rumah Aceh mewakili Sumatera. Kasus rumah tradisional yang menghubungkan kolom dengan balok untuk menahan gaya gempa.
digunakan merupakan tipe rumah yang belum dimodifikasi. Kenyataannya Untuk rumah sunda dan rumah aceh, kriteria jalur beban lateral tidak
banyak rumah tradisional yang telah dimodifikasi, akibatnya fitur-fitur mencukupi. Tongkonan dan bubungan limo pada bagian panggung
rumah tradisional seringkali hanya dipertahankan pada bentuk dan fungsi diberi bresing sehingga bangunan mempunyai sistem struktur untuk
ruang, terjadi pegeseran pada teknologi bahan bangunan dan rekayasa menahan gaya gempa. Pada honei beban lateral ditransfer secara merata
struktur konstruksinya. pada sekeliling dinding yang ditancapkan langsung pada tanah sehingga
Prosedur penilaian rumah tahan gempa menurut WHE ada 13 kriteria beban disalurkan secara menerus.
yang harus dievaluasi kondisinya, sedangkan menurut ASCE kedalaman Penelitian menyimpulkan bahwa meski tidak seluruh kriteria dapat
evaluasi harus disesuaikan level kegempaan (level of seimicity) dan level dipenuhi, keandalan rumah tradisional ternyata lebih banyak diperoleh
performa (level of performance). Level kegempaan dibedakan menjadi dari jenis sambungan yang sifatnya fleksibel dan penggunaan bahan
rendah, sedang dan tinggi sesuai percepatan respon spektranya. Level yang ringan. Hal ini membuat sistem struktur mampu meredam rambatan
performa dibedakan menjadi life safety (LS) dan immediate occupancy getaran gempa yang terjadi.
(IO). Untuk level performa life safety, hasil analisis kedua prosedur WHE
–Wahyu Wuryanti–

152 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Segmentasi Ruang Kawasan Permukiman dengan Pendekatan Siklus CO2
Berdasarkan Pola Ruang Permukiman Tradisional
Penulis KTI : Puthut Samyahardja
Para ilmuwan menengarai bahwa ulah manusia telah memacu jumlah gas membentuk suatu sistem sesuai dengan tingkatannya. Setiap segmen
rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfir yang menyebabkan temperatur akan dibahas dari sisi aktifitas manusia, keadaan binaan fisik, keadaan
bumi menjadi lebih panas yang berujung pada perubahan iklim. binaan fauna dan flora setempat dan keadaan alam lainnya. Secara umum
Perubahan iklim dan cuaca tentu saja berpengaruh terhadap lingkungan segmen tersebut berurutan sebagai berikut: bangunan rumah, lingkungan
alam maupun lingkungan binaan. Model iklim merupakan alat untuk kapling rumah, lingkungan kelompok kapling rumah, lingkungan rumah
mengenal dan mengkaji jaringan yang kompleks dari mekanisme iklim tangga (neigbourhood area), lingkungan perumahan dan lingkungan
dengan beberapa ketidak pastian yang diakibatkannya. Sesuai dengan permukiman.Suatu keluarga akan mengikatkan dirinya tidak hanya
besaran ekosistem yang diacu, maka model iklim dapat dideliniasi dalam batas lingkungan sekeliling rumah, akan tetapi juga ruang
dengan batas luasan kawasan. Yang menjadi pertanyaan adalah berapa disekeliling rumah yang dapat ditanganinya. Ada 4 tingkat segmen ruang
besar segmen kawasan binaan ini bisa menimbulkan sistem iklim yang dari bangunan yang dihuni sampai ke kelompok kerukuntetanggaan
unik dan otonom sehingga dapat dibedakan dengan kawasan binaan (neigbourhood unit) yaitu: Bangunan yang dihuni; Lahan yang dikuasai
lainnya. Dengan mengisolasi siklus CO2 dalam beberapa kawasan binaan (kapling); Lingkungan sekitar kapling dan Lingkungan kerukuntetanggan.
yang unik dan bertingkat, diharapkan dapat mengukur dan menjawab Tingkat yang lebih luas yang dikenal dengan penamaan “Kampung”
pertanyaan seberapa besar iklim akan berubah dari sistem iklim mikro ke biasanya diikat dengan adanya hubungan sosial budaya yang lebih
arah iklim makro. mengarah keterikatan kekeluargaan.
Kawasan permukiman ini dapat difragmentasi secara bertingkat dari Pemikiran tentang segmentasi ruang sebenarnya sudah dikenal di berbagai
lingkup lingkungan bangunan rumah tinggal hingga lingkup kawasan wilayah Indonesia. Letak Indonesia yang berada di ekuator, memberikan
permukiman yang luas. Pendekatan (metoda) segmentasi kawasan kemudahan-kemudahan dan kenyamanan dalam bentuk iklim dan cuaca.
dilakukan dengan melihat Berbagai masyarakat adat
luasan kawasan dari sistem dalam perjalanan hidup-nya
permukiman terkecil dengan mendapatkan pengalaman-
memperhatikan aktifitas pengalaman yang diterapkan
yang ditampungnya. dalam mengelola ruang.
Setiap segmen dianggap Ada suatu ungkapan dalam
tertutup (terisolasi) sehingga Bahasa Sunda (Jawa Barat)
penelaahan akan berikat yang dapat meyatakan suatu
pada segmen tersebut. Setiap ungkapan tingkatan ruang
Sumber: Hari Srinivas
segmen akan berkaitan dan

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 153


yang dapat terkelola oleh seseorang atau suatu keluarga. Tingkatan selain rumah dan ruang terbuka (halaman), juga adanya komponen
pertama adalah : ”batur sakasur” (teman satu tempat tidur). Kedua adalah unit pelayanan umum. Unit pelayanan umum secara jelas mempunyai
Tingkatan kedua adalah ”batur sasumur” (teman satu umur, tetangga karakteristik yang berbeda dengan unit rumah dan halamannya.
terdekat). Kegiatan keseharian unit pelayanan umum mempunyai waktu kerja yang
Tingkatan ketiga adalah ”batur salembur” dengan terjemahan bebas tertentu, misalnya suatu rumah makan tidak selalu buka untuk melayani
dapat diartikan sebagai ”teman satu kampung”. diartikan sebagai sepanjang hari. Produksi CO2 unit pelayanan umum sesuai dengan jenis
”teman satu kota” atau ”teman satu daerah”. Internalisasi kebutuhan akan dan intensitas kegiatannya dan bergantung dari tingkat pemanfaatan
keselarasan alam kedalam suatu falsafah hidup keseharian dilakukan oleh oleh penduduk yang memerlukan. Siklus produksi dan penyerapan CO2
masyarakat Kawasan Kampung akan berkaitan dan saling mempengaruhi antara rumah, halaman/ruang
Naga ini merupakan suatu terbuka dan pelayanan umum.
contoh kemungkinan adanya Pengalaman kehidupan yang panjang memberikan kearifan teknik
siklus tersebut karena secara pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman. Sementasi
goegrafis kawasan ini terisolasi dari ruang permukiman sudah dikenal di daerah-daerah sebagai suatu bagian
lingkungan permukiman sekitarnya. kehidupan sehari-hari. Pemahaman teknis dari pemikiran-pemikiran bijak
Isolasi lingkungan hunian ini juga ini memberikan inspirasi bahwa suatu siklus alam dapat di isolasi dalam
terbentuk di kampung Suku Dani, berbagai bentuk dan ukuran. Siklus CO2 yang merupakan suatu kenyataan
yang bermukim di Lembah Balim alam dapat memanfaatkan pemikiran pemikiran bijak ini.
dengan adanya pemisahan antara
sektor rumah, dapur, kandang –Puthut Samyahardja–
dan ruang hijau.Kelompok rumah
setara dengan kerukuntetanggaan
mempunyai komponen pembentuk

154 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Pengembangan Model Industri Kreatif Bambu Laminasi di Daerah

Penulis KTI : Iwan Suprijanto dan Dedi Kusmawan


Ekonomi kreatif yang mencakup dapat dikembang menjadi usaha kecil menegah UKM dan BUMDES adalah
industri kreatif diyakini dapat menjawab memproduksi bambu laminasi. Bambu laminasi merupakan salah satu
tantangan permasalahan dasar jangka bahan bangunan dengan unit usaha yang dapat dikembangkan secara
pendek dan menengah, antara lain: manual, semi masinal, maupun masinal dengan menitikberatkan kepada
(1) relatif rendahnya pertumbuhan pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan perekononian disektor
ekonomi pasca kisis (rata-rata hanya riil. Pada Tahun Anggaran (TA) 2009 telah dilakukan alih teknologi bambu
4,596 per tahun); (2) Masih tingginya laminasi oleh Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional
pengangguran (9-10%), (3) Tingginya Denpasar, dengan cara memberikan informasi kepada masyarakat
tingkat kemiskinan (16-17%), dan (4) rendahnya daya saing industri mengenai teknologi laminasi yang dapat dikembangkan. Sehingga dapat
di Indonesia. Selain permsaalahan tersebut, ekonomi kreatif ini juga mendorong masyarakat berperan aktif dalam menciptakan unit usaha
diharapkan dapat menjawab tantangan seperti isu global waming, berdasarkan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang
pemanfaatan teknologi yang terbarukan, deforestasi, dan pengurangan dimiliki.
emisi karbon, karena arah pengembangan industri kreatif ini akan menuju Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengembangan model
pola industri ramah lingkungan dan penciptaan nilai tambah produk usaha industri kreatif berbasis bambu laminasi apakah dapat dilakukan,
dan jasa berasal dari intelektualitas sumberdaya insani yang dimiliki dengan manfaat; terbukanya peluang lapangan pekerjaan baru,
oleh Indonesia, dimana intelektualitas sumber daya insani merupakan meningkatkan perekonomian sektor riil, menjadikan masyarakat yang
sumberdaya yang terbarukan. mandiri dan kreatif serta sebagai altenatif model usaha dalam skala UKM
Pemerintah Indonesia, membina UKM melalui Dinas Koperasi dan UKM, dan BUMDES.
di masing-masing Provinsi atau Kabupaten/Kota yang merupakan salah. Penelitian ini menggunakan metode deskiptif kualitatif, dengan cam
Oleh karena itu, perkembangan di bidarg industri manufaktur semakin melakukan analisis pengembangan model usaha/bisnis kreatif di daerah
memberikan prospek yang menjanjikan, mengingat kebutuhan bahan berdasarkan potensi bahan baku bambu , sumber daya manusia dan
bangunan yang memiliki relevansinya dengan perkembangan teknologi investasi alat yang tepat.
semakin meningkat. Produk yang akan dihasilkan harus memiliki kualitas Hasil penelitian menunjukkan bahwa model usaha untuk pengembangan
yang sangat baik dan dapat memperhitungkan market potensial yang bambu laminasi sebagai industri kreatif direkomendasikan secara manual,
besar dengan tujuan memberikan profit yang menguntungkan dalam telah terdapat 15 (lima belas) unit usaha kecil menegah di propinsi NTB
jumlah yang sangat besar. Ini artinya pengembalian modal yang akan yang tersebar di 6 (enam) kabupaten di Propinsi NTB yang membutuhkan
dipinjam dapat dikembalikan dengan jangka waktu yang telah disetujui. pelatihan dan perlu difasilitasi peralatan produksi bambu laminasi.
Seperti yang dijelaskan di atas, bahwa salah satu peluang usaha yang –I Wayan Avend Mahawan Sumawa–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 155


Alang-Alang sebagai Bahan Penutup Atap pada Bangunan Tradisional

Penulis KTI : I Ketut Narsa dan Ida Bagus Gede Putra Budiana
Alang-alang (Imperata cylindrical) menjaga keberadaan bangunan tradisional yang merupakan warisan
adalah sejenis rumput berdaun leluhur/nenek moyang bangsa Indonesia agar tidak musnah, maka sudah
tajam yang sering menjadi gulma sepantasnya pemanfaatan alang-alang sebagai bahan penutup atap pada
di lahan pertanian. Alang-alang bangunan tradisional tetap dilestarikan dan dipertahankan eksistensinya.
merupakan tumbuhan multifungsi Alang – alang yang akan dipergunakan untuk bahan penutup adalah
yang bisa dimanfaatkan dari mulai alang – alang yang berasal dari daerah pegunungan atau daerah pesisir
daun, bunga hingga akarnya, dengan panjang minimal 85 cm dan memiliki usia minimal 6 bulan. Harus
oleh masyarakat bunganya dilakukan pembersihan bahan baku alang-alang agar rapi dan bersih, serta
kadang-kadang digunakan sebagai pengganti kapuk untuk mengisi bagian yang busuk dibuang, karena menyebabkan atap bertambah berat
alas tidur atau bantal. Rimpang dan akar alang-alang kerap digunakan dan mempengaruhi bagian lain menjadi mudah lapuk. Alang-alang yang
sebagai bahan obat tradisional, dan daun alang-alang yang dikeringkan dipasarkan biasanya dalam bentuk iketan, gulungan, dan gambahan.
digunakan sebagai bahan atap rumah dan bangunan lainnya. Rumput ini Dahulu alang-alang digunakan sebagai bahan penutup atap untuk rumah
senang dengan tanah-tanah yang cukup subur, banyak disinari matahari adat/rumah tradisional khususnya di Bali, NTB, dan NTT. Namun, sekarang
sampai agak teduh, dengan kondisi lembab atau kering. Akan tetap di alang-alang juga banyak digunakan untuk villa, restoran, dan juga
tanah-tanah yang becek atau terendam, atau yang senantiasa ternaungi perkantoran-perkantoran yang sengaja di desain bernuansa tradisional.
alang-alang tidak mau tumbuh. Alang-alang sebagai penutup atap Penutup atap dengan bahan alang-alang juga banyak mendapatkan
pada bangunan tradisional sangat tepat, dimana penggunaan alang- simpati dari wisatawan asing. Oleh karena bentuknya yang indah dan
alang dapat mengurangi beban struktur dari bangunan sehingga tetap terkesan alami, sehingga menjadi salah satu komoditi ekspor yang patut
kokoh ketika terjadi gempa. Dan salah satu kelebihan alang-alang adalah diperhitungkan.
mampu beradaptasi dengan iklim dan lingkungannya yaitu ketika terjadi Dari penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa Alang –
penurunan suhu yang drastis di luar ruangan maka secara otomatis suhu alang yang akan dipergunakan
di dalam ruangan menjadi hangat begitu juga sebaliknya. Akan tetapi untuk bahan penutup adalah
karena pengaruh kemajuan zaman dan teknologi terutama di bidang alang – alang yang berasal dari
perumahan yaitu dengan ditemukannya genteng keramik dan metal daerah pegunungan atau daerah
menyebabkan penggunaan alang-alang sebagai penutup atap pada pesisir dengan panjang minimal
bangunan tradisional mulai ditinggalkan. Hal ini disebabkan karena 85 cm dan memiliki usia minimal
alang-alang pada saat ini memiliki kualitas yang rendah dan dari segi 6 bulan.
estetika dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan jaman. Namun untuk

156 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Alang-alang sebagai bahan penutup atap dipasarkan dalam 3 bentuk
yaitu dalam bentuk ikatan dengan panjang 2,5 - 3 m, gulungan dengan
diameter 12 cm, dan gambahan dengan diameter 13 cm. Alang-alang
memiliki masa layan/ketahanan dalam penggunaannya yaitu selama 10
sampai 40 tahun. Dan dalam proses pembuatan dan pemasangan tidak
memerlukan keahlian khusus. Alang-alang adalah salah satu bahan alam
yang sifatnya mudah terbakar. Tahun anggaran 2008 Balai Pengembangan
Teknologi dan Perumahan Tradisional telah menyusun pedoman teknis
tentang: Tata Cara Pembuatan Lembaran Alang-Alang sebagai Bahan
Penutup Atap; serta Tata Cara Pemasangan Lembaran Alang-Alang
Sebagai Bahan Pentupup Atap.
–I Wayan Avend Mahawan Sumawa–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 157


Pengelolaan Rumpun Bambu Berkelanjutan

Penulis KTI : Rini Nugrahaeni dan Iwan Suprijanto


Bambu termasuk dalam kelompok rumput-rumputan yang mudah hidup Untuk menghindari penyusutan luas hutan bambu atau pengerusakan
di daerah kering dan basah. Tanaman ini memiliki banyak kegunaan bagi hutan bambu serta memaksimalkan pemanfaatan bambu maka
ekologi maupun bagi kehidupan manusia sehari-hari. perlu diadakan pengelolaan rumpun bambu yang berkelanjutan
Potensi bambu di Indonesia sangat besar khususnya di daerah perdesaan. yang mengedepankan aspek pelestarian lingkungan dan melibatkan
Hampir 80% bambu dapat ditemukan di kawasan perdesaan. Selain itu masyarakat lokal.
berkembangnya teknologi pengawetan bambu dan meningkatnya Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana menghasilkan
kesadaran masyarakat akan isu lingkungan, menyebabkan meningkatnya batang bambu yang berkualitas tinggi sehingga dapat memenuhi
kebutuhan bambu sebagai bahan baku pengganti kayu. kebutuhan bambu yang berkelanjutan sebagai bahan baku pengganti
kayu, membantu dan memudahkan masyarakat dalam mengelola kebun
bambu dari cara penanaman hingga pemanenan, menghindari penyusutan
dan pengerusakan hutan bambu, serta untuk memberdayakan masyarakat
perdesaan dalam mengelola potensi setempat. Penelitian ini menganalisis
tentang bagaimana teknik memperbanyak tanaman bambu, diantaranya
dengan menggunakan rimpang (rhizoma), batang, cabang dan biji untuk
beberapa jenis bambu besar. Teknik yang digunakan tergantung pada
jenis bambunya, dan untuk apa bambu ini akan digunakan.
Perbanyakan bambu ini dapat dilakukan kapan saja selama persediaan air
mencukupi. Dalam penelitian ini dijelaskan bagaimana metode yang baik
dalam merawat rumpun bambu sehingga menghasilkan batang bambu
berkualitas tinggi serta memudahkan pemanenan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pengelolaan yang baik akan
memberikan waktu panen yang tepat serta meningkatkan kualitas dan
kuantitas produksi.
Proyek percontohan pengelolaan rumpun bambu berkelanjutan telah
dilakukan di area perdesaan dengan melibatkan masyarakat setempat.
Untuk perkebunan bambu dalam skala besar dapat dilakukan oleh
masyarakat sendiri yang dibina oleh LSM/pemerintahan/swasta atau
sebaliknya swasta yang mengelola dengan menggunakan tenaga lokal.

158 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


berusaha mendukung bambu tersebut untuk bertunas lebih banyak dan
berkelanjutan/terus menerus.
Dengan pemeliharaan yang tepat akan menghasilkan bambu kualitas
tinggi yang dapat digunakan sebagai bahan baku pengganti kayu.
Pemanenan yang tepat akan menjaga kelangsungan hidup rumpun
bambu dan tentunya menghasilkan bambu yang kuat dan tidak mudah
terserang hama. Selain itu hutan bambu yang ada terus menerus akan
memberikan dampak yang baik bagi ekologi.
Sosialisai dan pelatihan kepada masyarakat untuk mengubah citra
masyarakat yang merendahkan nilai bambu perlu digalakkan. Selain itu
pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan rumpun bambur perlu
dukungan pemerintah berupa pemberian modal awal untuk memenuhi
usaha perkebunan. Sehingga masyarakat mampu mandiri dan dapat
meningkatkan perekonomiannya.
Salah satu program yang telah dilaksanakan adalah oleh pihak NGO EBF
(Arief Rabik), dengan nama proyek Iseh Watershed (400 Ha hutan bambu) –I Wayan Avend Mahawan Sumawa–
yang berlokasi di Karangasem-Bali, pada akhir tahun 2007 hingga tahun
2013.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Program pengelolaan rumpun
bambu berkelanjutan pada intinya merupakan pengelolaan bambu yang

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 159


Penerapan Teknologi dalam Pengembangan Eco-architecture dan Eco-tourism
pada Lingkungan Permukiman Tradisional
Penulis KTI : Muhajirin, Rusli dan Iwan Suprijanto
Eco-architecture (Eko – arsitektur) adalah paradigma bagaimana arsitektur bangunan. Selanjutnya kondisi prasarana dan sarana di lingkungan
dapat berperan serta dalam pembangunan berkelanjutan, dan bagaimana permukiman tradisional pada umumnya perlu ditingkatkan kualitasnya.
para arsitek membuat keputusan dan menerapkan prioritas. Pemikiran Kondisi jalan lingkungan yang masih berupa tanah juga sumber air bersih
ekologis sepatutnya menjadi dasar pengambilan dalam arsitektur. yang letaknya jauh dari permukiman dan keberadaan sumber air tanah
Eko-arsitektur lebih mengutamakan penggunaan bahan-bahan alami yang berbau besi (Fe) dan Mangan (Mn) memerlukan pengolahan terlebih
yang lebih murah, penerapan teknologi baru untuk menjawab masalah dahulu sebelum dipakai untuk air minum. Pada umumnya tidak setiap
lingkungan. Eco-Tourism (Ekowisata) adalah suatu bentuk wisata yang rumah memiliki prasarana persampahan, termasuk sarana Mandi Cuci
bertanggungjawab terhadap kelestarian area yang masih alami, memberi Kakus (MCK), sehingga semakin memperburuk kondisi permukiman dan
manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi kesehatan penghuninya
wisatawan. Selanjutnya pendekatan yang harus dilaksanakan dalam Produk teknologi atau hasil litbang di bidang bahan bangunan seperti
ekowisata adalah tetap menjaga area tersebut tetap lestari sebagai areal bambu laminasi pengganti kayu, batako, paving block, genteng dan
alam dan pendekatan lainnya bahwa ekowisata harus dapat menjamin dinding panel, pengolahan limbah priority, komposter, dan saringan air
kelestarian lingkungan. minum rumah tangga (SARUT) dapat dijadikan solusi untuk memenuhi
Kondisi lingkungan permukiman tradisional pada umumnya standar pelayanan minimal bidang keciptakaryaan di lingkungan
menunjukkan kondisi bagian rumah yang cenderung rusak, tidak terawat permukiman tradisional, sehingga mengembangkan eco-architecture dan
dan cenderung hilang / musnah karena terbatasnya material dan bahan eco-tourism yang diharapkan dapat kita wujudkan.

160 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Beberapa penerapan teknologi dalam rangka mendukung pengembangan 4.Panel dinding non-struktural. Merupakan panel dinding berbahan
eco-architecture dan eco-tourism pada lingkungan permukiman tradisional dasar limbah batu apung yang terdiri dari campuran bahan-bahan semen
antara lain: hidrolis atau sejenisnya, limbah batu apung, air, yang dicetak sedemikian
1.Penerapan Bambu Laminasi. Laminasi bambu diperoleh dari pengolahan rupa dengan ukuran dan ketebalan tertentu.
batang bambu yang dimulai dari pemotongan, perekatan, dan 5.Septic Tank Biority. Merupakan tangki instalansi pengolahan air limbah
pengempaan hingga diperoleh bentuk lamina dengan ketebalan tertentu. rumah tangga dengan memanfaatkan mikroorganisme yang dapat
Aplikasi bambu laminasi bisa dijadikan bahan bangunan, diantaranya mereduksi volume lumpur tinja dilengkapi dengan technocell.
kusen, daun pintu, furnitur, hingga kolom/balok struktural. 6.Komposter sebagai alat pengolah sampah anorganik menjadi pupuk.
2.Batako dan paving block berbahan baku dari limbah batu apung. Manfaatnya antara lain : mereduksi sampah pada sumbernya, membantu
Batako berbahan dasar batu apung merupakan cetakan batako yang pengelola kota dalam pengelolaan sampah, penyediaan pupuk organik,
memanfaatkan campuran 1pc : 8 limbah batu apung (gradasi 3,7 mm – 4,3 menekan investasi biaya pengelolaan sampah, peningkatan pelluang
mm). usaha dari pengnhasilan masyarakat.
3.Genteng berbahan limbah batu apung adalah genteng dengan Model saringan air rumah tangga (SARUT) untuk kapasitas pengolahan
campuran bahan-bahan semen portland, agregat halus (limbah batu rata-rata adalah 0,5 liter/detik.
apung), air, tanah kapur, trass, pigmen, dan bahan pembantu lainnya.
dibuat sedemikian rupa membentuk cetakan genteng pada umumnya. –Desak Putu Damayanti–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 161


Publikasi Arsitektur Tradisional
Melalui Sistem Informasi Arsitektur Tradisional Indonesia (SIATI)
Penulis KTI : Iwan Suprijanto, Desak Putu Damayanti dan Muhajirin
Keragaman Arsitektur Tradisional Indonesia sudah pasti merupakan aset pada arsitektur tradisional tersebut yang mengarah pada hilangnya
kekayaan bangsa yang mencirikan jati diri bangsa. Tersebar di berbagai arsitektur tradisional secara perlahan. Di samping itu keberadaannya
pelososk negeri dengan berbagai keragaman bentuk, makna, dan nilai seringkali belum dan tidak terdokumentasikan secara baik, bahkan tidak
sejarah di dalamnya, keberadaannya seringkali tidak terjamah oleh dunia mempunyai data/informasi yang lengkap, sehingga kondisi tersebut
luar karena lokasinya yang terpencil. Akan sangat mengagumkan apabila adalah merupakan kerugian yang sangat besar bagi khasanah budaya
keberadaannya diketahui, dipahami, dan terinformasikan dengan baik Indonesia. Hal ini menimbulkan kesulitan bagi berbagai pihak yang
dan benar kepada setiap generasi penerus bangsa. berkeinginan untuk mendapatkan data/informasi tersebut. Tidak jarang
terjadi duplikasi penelitian yang tidak disengaja bahkan pengulangan
penelitian yang tidak perlu dan pada akhirnya berakibat pada pemborosan
sumber daya dan sumber dana.Pelestarian merupakan satu-satunya upaya
untuk menyelamatkan arsitektur tradisional beserta berbagai artefaknya.
Mengingat semakin cepatnya proses pergeseran tersebut dan semakin
terbatasnya kemampuan dana untuk kegiatan pelestarian, maka strategi
pelestarian melalui PRESERVE BY RECORD dipandang sebagai alternatif
strategi terbaik untuk mengatasinya dalam waktu dekat.
Perkembangan teknologi komputer dan informatika yang sedemikian
pesat berkembang saat ini, telah memungkinkan mengintegrasikan
berbagai data tersebar dalam kesatuan informasi terpadu. Dengan
dukungan teknologi tersebut dan dididukung pula oleh potensi
ketersediaan data sekunder dari hasil penelitian mengenai Arsitektur
Tradisional Indonesia yang dilakukan oleh berbagai institusi, seperti
perguruan tinggi, Ditjen Kebudayaan, Dinas-dinas terkait, Pusat Litbang
Permukiman PU, LIPI, IAI, LSAI dan berbagai lembaga litbang dan ikatan
profesi terkait, maka Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian
Pekerjaan Umum berinisiatif mensinergikan data dan informasi tersebut
dalam bentuk SISTEM INFORMASI ARSITEKTUR TRADISIONAL INDONESIA
Namun seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan pola (SIATI) berbasis web/internet.
hidup maka diiringi juga dengan pergeseran-pergeseran yang terjadi

162 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Upaya ini didorong oleh suatu keinginan untuk dapat menyumbang
bahan pemahaman yang lebih kongkret dan utuh tentang “wajah dan
jiwa” Arsitektur Tradisional Indonesia. Kita pun sadar bahwa keseluruhan
arsitektur tradisional dapat digambarkan sebagai suatu “mozaik”.
Harapannya, SIATI ini dapat menjadi salah satu “gerbang alternatif”
untuk memasuki dan sedapat mungkin memahami “mozaik” Arsitektur
Tradisional Indonesia dengan mengemas SIATI sebagai “mozaik artefak
tradisional masa lalu dalam bingkai modern masa depan”.
Dari latar belakang di atas maka permasalahan yang diangkat adalah
bagaimana menyusun hasil inventarisasi desa-desa tradisional di Bali,
NTB, dan NTT (basis data) dalam suatu sistem informasi yang akan
menghasilkan output informasi tentang berbagai aspek kajian mengenai
Arsitektur Tradisional Indonesia secara lengkap dan menyeluruh.
Tujuan yang ingin dicapai adalah menyusun hasil inventarisasi desa-desa
tradisional di Bali, NTB, dan NTT (basis data) dalam suatu sistem informasi
yang akan menghasilkan output informasi tentang berbagai aspek
kajian mengenai Arsitektur Tradisional Indonesia secara lengkap dan
menyeluruh.
Konsep perancangan SIATI bergerak dari mempublikasikan data sekunder
yang telah ada dengan menggunakan aplikasi yang dikembangkan dan
dirancang untuk kebutuhan multi user dalam suatu jaringan komputer,
yaitu server. Sedangkan sistem operasi yang digunakan adalah Windows
Server/XP (tergantung dari sistem operasi yang sudah ada). Perangkat
lunak basis data yang digunakan adalah Database Server yang mendukung
data spasial. Pengujian dan debugging menggunakan script web PHP.
Untuk Map Engine menggunakan Mapserver dari Minnesota University
yaitu Aplikasi Sistem Informasi Arsitektur Tradisional Indonesia merupakan
aplikasi visualisasi inventarisasi kebutuhan data penyediaan. Aplikasi
ini memvisualisasikan gambar, peta, dan video ke dalamnya. Proses
pembuatan aplikasi SIATI Balai PTPT Denpasar melalui proses akuisisi data,
implementasi aplikasi dan uji coba aplikasi.

–Desak Putu Damayanti–

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 163


Penerapan Model Teknologi Bambu Laminasi
untuk Menunjang Pelestarian Arsitektur Tradisional
Penulis KTI : Rusli, Iwan Suprijanto dan Made Aryati
Ketersediaan bahan alami pada saat ini tidak diimbangi dengan usaha Salah satu bahan bangunan alternatif pengganti kayu yang mudah
reboisasi atau peremajaan bahan alami tersebut. Saat ini dunia konstruksi diperoleh dan dibudidayakan adalah bambu. Pemakaian bambu pada
sudah merasakan terjadinya kesulitan menemukan suatu bahan bangunan bahan bangunan terkendala bentuk apabila hendak diaplikasikan sebagai
terutama kayu dengan kualitas baik dan dimensi yang sesuai kebutuhan. balok, kolom atau papan seperti kayu. Kendala tersebut dapat diatasi
setelah bambu mengalami proses laminasi.

Metode pengembangan teknologi bambu laminasi dapat diawali dari


pemanfaatan teknologi pada bangunan tradisional dengan membuat
bangunan skala 1 : 1. Memperkenalkan teknologi inovasi bambu laminasi
sebagai pengganti bahan kayu kepada masyarakat dan mendorong alih
teknologi tersebut.
Keunggulan teknologi bambu laminasi selain mengusung keunggulan
yang dibawa oleh bahan bambu itu sendiri juga mengurangi kelemahan
bawaannya, antara lain, ukuran dapat disesuaikan dengan kebutuhan,
dapat dibuat tanpa adanya sambungan, mempunyai Sifat mekanika tinggi,
pengerjaan setara dengan bahan kayu,tidak membutuhkan keahlian yang
khusus,mampu dibuat tampang beraneka ragam bentuk. Pengembangan
industri bambu laminasi dapat menunjang usaha pemerintah dalam
meningkatkan ekonomi kerakyatan.
–Made Aryati–

Bangunan tradisonal Khususnya Bali adalah salah satu bangunan yang


banyak menggunakan kayu sebagai bahan baku utamanya. Pemanfaatan
kayu pada bangunan tradisional Bali terutama pada konstruksi utama dan
atap, mulai dari tiang atau kolom, balok, batang-batang pengaku, alat
paku pasak, kuda-kuda, kaso sampai dengan reng.

164 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


Kearifan Bangunan Tradisional Plus Teknologi :
sebagai Salah Satu Solusi Bangunan Tahan Gempa
Penulis KTI : Iwan Suprijanto
Gempa yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia seharusnya semakin serta memperbaiki kelemahannya melalui pengembangan teknologi.
menyadarkan kita bahwa bangunan yang seharusnya berfungsi melindungi Bahan bangunan umumnya adalah bahan organik alami, seperti kayu-
ternyata telah menjadi kuburan bagi penghuninya. Hasil investigasi glondongan, bambu, alang-alang, daun kelapa, daun nipah, ijuk, kulit-kayu
tim Puslitbang Permukiman menunjukkan bahwa sistem struktur dan dan lain-lain yang tersedia setempat. Umumnya digunakan langsung tanpa
konstruksi bangunan yang rusak diakibatkan karena kualitas bangunan melalui proses pengolahan yang memadai. Penggunaan bahan adalah : (a)
yang sub-standar atau berkategori NES (Non-Engineerred Structure). Batang-Kayu sebagai struktur-rangka, struktur utama; (b) bambu sebagai
Hipotesa mengganti pilihan teknik konstruksi, dari bahan dan cara struktur bantu, sebagai bahan dinding dan lantai; (c) alang-alang, daun
tradisional yang sudah dipahami, pada bahan baru yang belum dikuasai kelapa, ijuk sebagai penutup atap. Teknik sambungan kayu-konvensional,
teknik konstruksinya. Makin terbatasnya persediaan bahan kayu, dan makin yaitu: sambungan takik (plus baut), untuk menyatukan balok-kolom masih
tingginya harga bahan kayu konstruksi mendorong pada pilihan bangunan belum dikenal. Umumnya masih menggunakan cara post and lintle yang
rasional dengan bahan alternatif dan biaya konstruksi yang lebih efisien. diikat dengan tali rotan/ijuk. Bangunan yang dihasilkan memiliki bentuk
Untuk mengembangkan teknik konstruksi bangunan tradisional, maka “arsitektur” setempat (mengikuti tradisi setempat). Pada perkembangan
perlu upaya mengkaji dan mengembangkan teknik konstruksi-tradisional selanjutnya, secara berangsur-angsur sifat “kesederhanaan” tersebut,
secara mendalam, dengan mempertahankan hal-hal yang baik/positif mulai mengalami penyempurnaan dan peningkatan ditandai dengan
mulai digunakannya bahan alternatif, seperti: kayu-olahan, bahan keramik
(tanah-liat): genting dan bata merah untuk pasangan dinding; lembar
seng gelombang sebagai penutup atap; khususnya diluar Jawa; bahan
semen dan beton untuk komponen-struktur rangka (frames) dan/atau
fondasi, balok kayu gergajian dan papan-kayu, konektor (alat sambung,
seperti: baut) untuk join antar komponen rangka balok-kayu. Sementara
itu, di pedesaan bahan-tradisional seperti alang-alang, glugu (batang
pohon-kelapa), ijuk, dan bambu masih tetap digunakan untuk bangunan-
tradisional. Perkembangan selanjutnya, sejalan dengan kondisi sosial,
budaya, dan ekonomi, daerah tertentu seperti Jawa dan Sumatera, mulai
tumbuh anggapan bahwa rumah yang terbuat dari bahan pasangan bata
dan/atau beton, merupakan rumah permanen yang menggambarkan
status sosial “mapan”, sedangkan bangunan/rumah dari kayu dianggap
sebagai rumah “darurat” tidak permanen, menggambarkan status sosial
“kurang mapan”.

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 165


Sejalan dengan tumbuhnya anggapan masyarakat yang lebih menyukai segi kekuatan, kekakuan daktilitas strukturnya. Bila bahan-konstruksi dari
bangunan “permanen” dibandingkan dengan “darurat” , bangunan kayu, kayu, sebaiknya digunakan kayu olahan dan digunakan alat sambung
juga dipengaruhi kondisi perkayuan di Indonesia, yaitu makin sulit modern, (modern-connectors seperti split-ring, spike-grid, tooth-plates dsb.),
dan mahalnya harga kayu bangunan, maka berangsur-angsur pilihan sehingga struktur-rangka yang dihasilkan cukup kuat dan kaku, serta
masyarakat bergeser ke arah bahan bangunan alternatif yang lebih menarik menghemat bahan konstruksi. Bila bangunan ber-dimensi besar, sehingga
seperti: pasangan bata, beton, dan baja. Perpindahan dari bahan bangunan tidak mungkin menggunakan bahan dari kayu, dan diganti dengan bahan
kayu (yang relatif lebih dikuasai teknik konstruksinya), kepada bahan lain, misalnya beton bertulang atau baja, maka harus diperhatikan masalah:
pasangan bata/beton (yang belum/tidak dikuasai teknologi konstruksinya), penerapan aspek arsitektur-tradisional tertentu pada bangunan tersebut,
menyebabkan hal-hal negatif, yang dapat merugikan dan membahayakan sehingga tidak terjadi kesan “pemaksaan” yang berakibat janggal. Analisis-
penghuninya, seperti roboh dan hancurnya bangunan dan rumah tradisional struktur-rasional harus dilakukan, untuk mencapai tujuan ekonomis dan
pada peristiwa gempa, seperti Gempa Padang Sumbar (Nop-1961), Banda keselamatan bangunan terhadap beban desain, termasuk beban seismik.
Aceh (April-1983), Tapanuli (Agustus 1985), Palu (Februari-1985), Tarutung Aspek-aspek lain yang tidak tersedia dan kurang mendapat perhatian
Sumut (April-1987), gempa Flores (12-Des-1992), gempa Gorontalo (1992), adalah penyediaan air bersih, pengelolaan persampahan, pembuangan air
gempa Lampung (1994), gempa Kerinci (7-Okt-1995) dan gempa-gempa limbah dan drainase lingkungan.
lain yang terjadi selanjutnya. Dengan mengganti dinding papan kayu Arsitektur tradisional merupakan sumber data untuk merekonstruksi
dengan dinding pasangan bata yang lebih berat (10 kali lebih berat dari kebudayaan yang berkaitan dengan cara-cara hidup manusia. Sebagai
papan) sebagai infill-wall (dinding pengisi antar kolom kayu pada bangunan sumber daya budaya yang memiliki sifat terbatas (finite), tak terbaharui
dengan struktur-rangka kayu), maka gaya inersia yang bekerja pada (non renewable), tak dapat dipindahkan (non moveable), dan mudah
bangunan ketika gempa terjadi akan meningkat 8 - 10 kali lipat. Sementara rapuh (vulnerable/fragile). Makin terbatasnya persediaan bahan kayu, dan
kekuatan buhul (join kolom balok kayu) dengan teknik sambungan tongue makin tingginya harga bahan kayu konstruksi, mendorong untuk pilihan
and groove (takikan lidah-alur) tidak akan kuat menahan beban lentur teknik konstruksi, dari bahan dan cara tradisional yang sudah dipahami,
siklis. Akibatnya sambungan mengalami kerusakan dan diikuti dengan kepada bahan baru yang belum dikuasai teknik konstruksinya, membuka
runtuhnya bangunan secara keseluruhan. Ini suatu kesalahan besar yang peluang salah-teknik konstruksi yang berakibat fatal dan berbahaya.
sangat berbahaya, bisa menjadi bencana dan sudah terjadi pada peristiwa Untuk mencegah kesalahan tersebut, maka perlu upaya mengkaji dan
gempa tersebut. Perlu adanya upaya pengembangan bangunan tradisional mengembangkan teknik konstruksi-tradisional secara mendalam, dengan
di Indonesia yang disertai dengan pengembangan dan penyebarluasan mempertahankan ha-hal yang baik/positif serta memperbaiki kelemahannya
teknologi konstruksi “Non Engineerred Structures” (NES). NES merupakan melalui PENGEMBANGAN TEKNOLOGI berbasis KEARIFAN LOKAL. Upaya
teknik konstruksi praktis, tanpa menggunakan analisis struktur rasional, pemerintah dalam memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia dalam
tetapi berdasarkan kaidah bangunan tahan gempa/angin dan berdasarkan bentuk arsitektur tradisional melalui upaya pelestarian yang bervisi untuk
hasil penelitian lapangan terhadap bangunan-bangunan yang rusak akibat mempertahankan sumber daya budaya yang mempunyai visi ke masa
gempa yang terjadi di Indonesia. NES ini adalah tetap mempertahankan depan serta upaya pengembangan teknologi arsitektur tradisional yang
metoda konstruksi tradisonal yang telah dan sedang berkembang di bertujuan menciptakan lingkungan permukiman yang lebih baik di masa
masyarakat, tetapi diberi sentuhan teknik konstruksi tahan gaya lateral siklis mendatang dalam kondisi yang terus berubah. Upaya tersebut meliputi
(beban seismik), sehingga bangunan yang dihasilkan tetap mengikuti jalur adaptasi, inovasi dan pengembangan teknologi baru berbasis kearifan dan
pelestarian arsitektur tradisional Indonesia, tetapi memiliki keunggulan tradisi lokal.
– I Ketut Suwantara –
166 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM
Parameter-parameter yang Berpengaruh
pada Upaya Pelestarian Komponen Perumahan Tradisional
(Kajian Literatur : Revitalisasi Lingkungan Permukiman Tradisional 2005)
Penulis KTI : Ayu Putu Utari P, Desak Putu Damayanti, Iwan Suprijanto, Ni Made Dwi Sulistia Budhiari dan I Putu Agus Wira Kasuma
Eksistensi perumahan tradisional secara fisik dari Buku Revitalisasi Lingkungan PERMUKIMAN tipe pola spasial, komponen permukiman, sistem
terlihat pada kelengkapan komponen di dalamnya. Tradisional Hasil Pelaksanaan sampai dengan distribusi air bersih, komponen PERMUKIMAN,
Kondisi saat ini menunjukkan perubahan yang tahun 2005. Pedoman ini diterbitkan oleh dan citra kawasan. Data kontinus terdiri dari
terjadi akibat perkembangan tradisi dan kondisi Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Cipta Kejelasan tipe pola spasial, Perubahan bangunan
sosial masyarakat, serta intervensi dari pihak Karya. Dalam kajian terdapat 30 lokasi yang tradisional, Tingkat aksesibilitas menuju
luar mempengaruhi kelengkapan komponen di tersebar di seluruh Indonesia. Namun karena PERMUKIMAN, Kondisi bangunan tradisional,
dalamnya. Permasalahannya perubahan yang batasan pembahasan hanya pada PERMUKIMAN Asal bahan makanan, Asal bahan bangunan,
terjadi tidak disertai dengan upaya pelestarian tradisional, ditentukan hanya 20 lokasi yang
yang tepat demi menyelamatkan warisan akan dikaji dalam penelitian ini. Antara lain
pengetahuan yang terkandung di dalamnya. Hal Dusun Talang Mamak (Riau), Desa Tanjung Batu-
ini dikarenakan belum adanya ketentuan akan OKI (Sumsel), Desa Terbanggi, Besar (Lampung),
parameter-parameter yang harus diperhatikan Tomok (Sumatera Utara), Desa Banten Lama
untuk tindak penanganan pelestarian yang (Serang), Kampung Ciptarasa (Sukabumi), Dusun
tepat sasaran. Berangkat dari studi terdahulu Banceuy (Subang), Kampung Kuta (Ciamis-Jawa
yang mulai mengkaji bilamana suatu lingkungan Barat), Dusun Mojo-Gunung Kidul (Jawa Tengah)
perumahan tradisional dapat dikembangkan Desa Drajat-Lamongan, Desa Tambakrejo-Blitar,
maupun harus dikonservasi, telah tersusun Desa Ngadisari, Bromo-Probolinggo (Jawa Timur),
parameter-parameter awal yang menjadi Dusun Sai Ulu Palin, Kapuas Ulu, Dusun Sei Pasah-
indikator pengukuran kualitas lingkungannya. Kapuas, Desa Sanggu-Barito Selatan, Dusun
Kelanjutan dari kegiatan di atas uji parameter Ampah- Barito Timur, Tepian Sungai Jingah-
untuk mengetahui aspek yang berpengaruh Banjarmasin, Desa Bedulu- Gianyar (Bali), Desa
terhadap keberadaan komponen perumahan Walotopo,-Ndona-Ende, dan Desa Takpala, Alor.
tradisional tersebut. Data dikumpulkan Dari 20 PERMUKIMAN tradisional di Buku Buku
berdasarkan studi literatur dari buku Revitalisasi Revitalisasi Lingkungan PERMUKIMAN Tradisional
Lingkungan PermukimanTradisional 2005. Hasil Pelaksanaan sampai dengan tahun 2005,
Kemudian dianalisis dengan teknik sidik ragam diidentifikasi data dari parameter PERMUKIMAN.
analisis of variance (ANOVA), untuk menguji Data kemudian dibagi menjadi bentuk nominal
kesamaan beberapa nilai tengah secara sekaligus maupun kontinus. Data bentuk nominal antara
(Walpole, 1982). Basis data penelitian ini berasal lain lokasi, mata pencaharian utama penduduk,

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 167


Asal teknologi konstruksi bangunan, Kemudahan memperoleh air, Sumber agar bisa dianalisis antara lain adalah data harus beragam. Jika data yang
air, Konsep pelestarian sumber air, Sumber daya hutan, Dominasi pengelola diperoleh homogeny, maka parameter tidak bisa saling dibandingkan.
sumber daya alam, Sumber daya pertanian, Sumber daya perkebunan, Misalnya, parameter asal teknologi bangunan yang menunjukkan bahwa
Ikatan kekerabatan, Pengambilan keputusan, Gotong royong, Eksistensi seluruh semua kawasan teknologi bangunannya beasal dari dalam
hukum adat, Keragaman aktivitas, Jaringan listrik, Jaringan telepon, Ruang PERMUKIMAN sendiri. Data lain yang dikhawatirkan bias adalah data
terbuka, Ada tidaknya prasarana pariwisata, dan Prosedur peningkatan mengenai aksesibilitas menuju kawasan. Dari analisis diperoleh kesimpulan
kualitas PERMUKIMAN. bahwa jika 50% komponen PERMUKIMANnya masih lengkap menunjukkan
Parameter yang berpengaruh dengan kelengkapan komponen data tingkat aksesibilitas yang beragam, baik sulit sedang, maupun mudah.
PERMUKIMAN di Indonesia antara lain eksistensi hukum adat, Syarat
–Ni Made Dwi Sulistia Budhiari –

168 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


LAMPIRAN

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 169


WILAYAH BARAT 7 Pengkajian (Kinerja Termal) Bangunan Rumah Tradisional Batak Toba dan
1 Pengkajian Rumah Tradisional Etnis Batak di Provinsi Sumatera Utara Nias Utara
(Toba, Simalungun, Karo, Mandailing dan Pakpak/ Dairi) Proceeding Kolokium Tahun 2014 “Inovasi Bidang Permukiman untuk
Proceeding Kolokium Tahun 2011 Mewujudkan Infrastruktur yang Handal”
Robinson Siregar Dian Taviana, Bramantyo, M. Agus Suhada
Lokamedan@yahoo.co.id Lokamedan@yahoo.co.id
2 Tipologi Atap VernakularTradisional Suku Batak sebagai Bentuk Respon 8 Identifikasi Arsitektur Rumah Tradisional Melayu dan Nias di Provinsi
Budaya dan Lingkungan Sumatera Utara
Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional ke-V “Teknologi Proceeding Kolokium Tahun 2012, “ Meningkatkan Kemanfaatan Hasil Litbang
di Arsitektur Nusantara dan Upaya Keberlanjutannya” 2013 Permukiman Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Program Pro Rakyat”
Asnah Rumiawati, Yuri Hermawan Prasetyo Bramantyo dan Asnah Rumiawati
Lokamedan@yahoo.co.id Lokamedan@yahoo.co.id
3 Pengaruh Iklim Makro terhadap Kinerja Termal Bangunan Rumah 9 Kekuatan Struktur Rumah Tradisional di Pulau Samosir dan Pulau Nias
Tradisional Batak Toba di Pulau Samosir Proceeding Seminar Nasional 2012 Jelajah Arsitektur Tradisional IV
Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional ke-V “Teknologi “Menemukan Lokal Perumahan Tradisional di Kawasan Bahari”
di Arsitektur Nusantara dan Upaya Keberlanjutannya” 2013 Dian Taviana
Bramantyo, I Ketut Suwantara Lokamedan@yahoo.co.id
Lokamedan@yahoo.co.id 10 Pelestarian Nilai-nilai Budaya Tradisional Masyarakat Kepulauan
4 Pengkajian Kehandalan Struktur Rumah Tradisional Batak Toba Anambas dalam Pengembangan Infrastruktur Kawasan Wisata
Proceeding Kolokium Tahun 2012, “ Meningkatkan Kemanfaatan Hasil Litbang Bahari
Permukiman Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Program Pro Rakyat” Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional ke-V “Teknologi
Heri Lumban Tobing dan Dian Taviana di Arsitektur Nusantara dan Upaya Keberlanjutannya” 2013
Lokamedan@yahoo.co.id Lia Yulia Iriani
5 Pengaruh Atap Seng terhadap Respon Termal pada Rumah yulia1063@yahoo.com
Tradisional Toba di Pulau Samosir 11 Komparasi Kinerja Termal Rumah Tradisional Lontik dan Godang
Proceeding Seminar Nasional Rumah Tradisional, Tahun 2014“Transformasi di Provinsi Riau dalam Merespon Kondisi Iklim Sekitarnya
Nilai-Nilai Tradisional dalam Arsitektur Masa Kini” Proceeding Kolokium Tahun 2014 “Inovasi Bidang Permukiman untuk
Dian Taviana, I Ketut Suwantara, Tani Frisda Mewujudkan Infrastruktur yang Handal”
Lokamedan@yahoo.co.id Asnah Rumiawati, Yuri Hermawan Prasetyo, Anikmah Ridho Pasaribu,
6 Struktur dan Konstruksi Rumah Tradisional Toba Samosir dan Nias Tuti Jumiati
Selatan Lokamedan@yahoo.co.id
Proceeding Kolokium Tahun 2013 “Menuju Infrastruktur Permukiman yang 12 Budaya Berhuni dan Kesan Termis pada Rumah Vernakular Tradisional
Berkelanjutan Melalui Penerapan Hasil Litbang” Melayu ‘Lontik dan Godang” di Provinsi Riau
Dian Taviana, Heri Lumban Tobing Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional ke-V “Teknologi
Lokamedan@yahoo.co.id di Arsitektur Nusantara dan Upaya Keberlanjutannya” 2013
Anikmah Ridho Pasaribu, Yuri Hermawan Prasetyo, Asnah Rumiawati
Lokamedan@yahoo.co.id

170 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


13 Pengaruh Pergantian Bahan Selubung Bangunan terhadap 19 Identifikasi Arsitektur Rumah Tradisional Melayu di Kabupaten Tanjung
Kondisi Ruang Dalam (Studi Kasus Rumah Lontik) Balai Karimun Provinsi Kepulauan Riau dan Perubahannya
Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional ke-V “Teknologi Proceeding Seminar Nasional 2012 Jelajah Arsitektur Tradisional IV
di Arsitektur Nusantara dan Upaya Keberlanjutannya” 2013 “Menemukan Lokal Perumahan Tradisional di Kawasan Bahari”
Asnah Rumiawati, Desak Putu Damayanti, Yuri Hermawan Prasetyo Asnah Rumiawati
Lokamedan@yahoo.co.id Lokamedan@yahoo.co.id
14 Korelasi sntara Tipologi Pilar Panggung Rumah Tradisional Vernakular 20 Hak Ulayat dan Organisasi Masyarakat Adat pada Pelestarian Rumah
dengan Seismic Hazard di Sumatera Utara dan Riau Tradisional Suku Talang Mamak di Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi
Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional ke-V “Teknologi Riau
di Arsitektur Nusantara dan Upaya Keberlanjutannya” 2013 Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsiterktur Tradisional Nusantara dalam
Dian Taviana, Yuri Hermawan Prasetyo Menemukanali Teknologi Berbasis Kearifan Lokal Tahun 2008
Lokamedan@yahoo.co.id Lia Yulia Iriani, Titi Utami
15 Bentuk Komponen Rumah Tradisional Melayu dalam Merespon yulia1063@yahoo.com
Lingkungan Sekitarnya 21 Pengaruh Organisasi Masyarakat Adat pada Pelestarian Rumah
Proceeding Seminar Nasional Rumah Tradisional, “Transformasi Nilai-Nilai Tradisional Suku Talang Mamak di Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi
Tradisional dalam Arsitektur Masa Kini” Riau
Asnah Rumiawati, yuri Hermawan Prasetyo Proceeding dan Lokakarya Nasional Arsitektur 2011 “ (RE-) Kontekstualisasi
Lokamedan@yahoo.co.id Arsitektur Nusantara”
16 Identifikasi Kerusakan Bangunan Eksisting Rumah Tradisional Melayu Lia Yulia Iriani
Proceeding Seminar Nasional Rumah Tradisional, “Transformasi Nilai-Nilai yulia1063@yahoo.com
Tradisional dalam Arsitektur Masa Kini” 22 Identifikasi Ragam Tipologi Rumah Tradisional Minangkabau di Daerah
Dian Taviana Rantau Nagari Kota Baru Solok Selatan
Lokamedan@yahoo.co.id Proceeding Seminar Nasional Rumah Tradisional Tahun 2014, “Transformasi
17 Eksistensi Rumah Tradisional Melayu di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau Nilai-Nilai Tradisional dalam Arsitektur Masa Kini”
Proceeding Seminar Nasional 2012 Jelajah Arsitektur Tradisional IV “ Yuri Hermawan Prasetyo, Bramantyo, Win Toni Ara
Menemukan Lokal Perumahan Tradisional di Kawasan Bahari” Lokamedan@yahoo.co.id
Bramantyo 23 Tipologi Perletakan Pintu Masuk Rumah Tradisional Minangkabau
Lokamedan@yahoo.co.id sebagai Aplikasi dari Budaya dan Adat Istiadat
18 Identifikasi Arsitektur Rumah Tradisional Melayu di Provinsi Riau dan Proceeding Seminar Nasional Rumah Tradisional Tahun 2014, “Transformasi
Kepulauan Riau Nilai-Nilai Tradisional dalam Arsitektur Masa Kini”
Proceeding Kolokium Tahun 2013 “Menuju Infrastruktur Permukiman yang Win Toni Ara, Bramantyo, Yuri Hermawan Prasetyo
Berkelanjutan Melalui Penerapan Hasil Litbang” Lokamedan@yahoo.co.id
Asnah Rumiawati, Bramantyo 24 Identifikasi Sarana dan Prasarana Air Bersih dan Sanitasi pada Rumah
Lokamedan@yahoo.co.id Tradisional Minangkabau di Kabupaten Tanah Datar
Proceeding Seminar Nasional Rumah Tradisional Tahun 2014, “Transformasi
Nilai-Nilai Tradisional dalam Arsitektur Masa Kini”
Asnah Rumiawati, Anikmah Ridho Pasaribu
Lokamedan@yahoo.co.id

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 171


25 Eksistensi Rumah Gadang di Kawasan Perkotaan (Studi Kasus : Balai 3 Pembentukan Pola Ruang Kampung Tradisional Sesuai dengan Proses
Kaliki, Kota Payakumbuh) Ekologi Permukiman Lokal
Proceeding Seminar Nasional Rumah Tradisional Tahun 2014, “Transformasi Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional ke-V “Teknologi
Nilai-Nilai Tradisional dalam Arsitektur Masa Kini” di Arsitektur Nusantara dan Upaya Keberlanjutannya” 2013
Bramantyo, Win Toni Ara, dan Yuri Hermawan Prasetyo Puthut Samyahardja
Lokamedan@yahoo.co.id Puthut.s@puskim.pu.go.id
26 Pengaruh Sarana dan Prasarana Permukiman terhadap Eksistensi Rumah 4 Peranan Hak Ulayat dalam Konservasi Lingkungan Tradisional
Tradisional Melayu di Pulau Dabong Singkep (Studi Kasus : Desa Adat Penglipuran, Bali)
Proceeding Seminar Nasional Rumah Tradisional Tahun 2014, “Transformasi Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsitektur 2010 “Pengembangan
Nilai-Nilai Tradisional dalam Arsitektur Masa Kini” Perumahan Tradisional”
Anikmah Ridho Pasaribu, Asnah Rumiawati Ni Made Dwi Sulistia Budhiari, dan Desak Putu Damayanti
Lokamedan@yahoo.co.id lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id
27 Pola Penanganan Pelayanan Publik di Permukiman Tradisional Belitang 5 Aplikasi Teknologi Tepat Guna (TTG) pada Model Bangunan Tradisional
Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur Bali
Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsitektur 2010 “Pengembangan Proceeding Seminar Regional Jelajah Arsitektur Tahun 2009 Negeri Seri ke-4 :
Perumahan Tradisional” Bali
Lia Yulia Iriani Putu Geria Sena
yulia1063@yahoo.com lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id
6 Pengkajian Kehandalan Sistem Struktur dan Konstruksi Bangunan
Tradisional Jineng (Bali) terhadap Gempa
WILAYAH TENGAH Proceeding Kolokium Tahun 2010, “Meningkatkan Aplikasi Teknologi Bidang
1 Pola Pemanfaatan Ruang Pulau Kecil Berbasis Kehidupan Keseharian
Permukiman dalam Mendukung Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Serta
Penduduk (Studi Kasus : Pulau Tunda, Provisi Banten)
Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasiskan Kearifan Lokal”
Proceeding Seminar Nasional 2012 Jelajah Arsitektur Tradisional IV
Made Aryanti, Putu Geria Sena, Rusli, dan Iwan Suprijanto
“Menemukan Lokal Perumahan Tradisional di Kawasan Bahari”
lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id
Puthut Samyhardyja
7 Kehandalan Sistem Struktur dan Konstruksi dalam Merespon Gempa
Puthut.s@puskim.pu.go.id
Pada Bangunan Tradisional (Saka Sanga) Bali
2 Pengaruh Adat Budaya Masyarakat terhadap Pengelolaan Teknologi Air
Proceeding Kolokium Tahun 2011
dan Sanitasi di Permukiman Oxbow (Studi Kasus : Kampung Dara Ulin
Made Aryanti, Avend Mahawan, Rusli
Desa Nanjung, Kecamatan Marga Asih Kabupaten Bandung)
lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id
Proceeding Seminar Nasional Rumah Tradisional Tahun 2014, “Transformasi
8 Identifikasi Pelapukan Genteng Bambu pada Bangunan Tradisional Bali
Nilai-Nilai Tradisional dalam Arsitektur Masa Kini”
dalam Upaya Peningkatan Masa Layan
Lia Yulia Iriani, Elis Hastuti, Sari Nur Aini
Proceeding Kolokium Tahun 2012, “ Meningkatkan Kemanfaatan hasil Litbang
yulia1063@yahoo.com
Permukiman Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Program Pro Rakyat”
Putra Budiana, Rusli
lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id

172 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


9 Kehandalan Struktur Bangunan Tradisional Bali (Jineng) dalam Upaya 15 Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman Tradisional Bidang
Pelestarian dan Pengembangan Keajegan Arsitektur Tradisional Bali Pekerjaan Umum (Studi Kasus di Provinsi Bali & NTB)
Proceeding Seminar Regional Jelajah Arsitektur Tahun 2009 Negeri Seri ke-4 : Proceeding dan Lokakarya Nasional Arsitektur 2011 “ (RE-) Kontekstualisasi
Bali Arsitektur Nusantara”
Made Aryanti, Rusli, Iwan Suprijanto Muhajirin
lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id
10 Pengaruh Pondasi Umpak pada Perilaku Seismik Rumah Tradisional Uma 16 Pengembangan Potensi Bambu di Kabupaten Ngada sebagai Potensi
Ruka, Nusa Tenggara Barat Bangunan Lokal
Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional ke-V “Teknologi Proceeding Seminar Regional Arsitektur Negeri Seri ke-6 Tahun 2009: “
di Arsitektur Nusantara dan Upaya Keberlanjutannya” 2013 Arsitektur Ngada dan Potensi Pengembangannya”
I Ketut Suwantara, I.B. Gd. Puta Budiana Rusli, Dedi Kusmawan, IB. Putra Budiana
lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id
11 Identifikasi Kebutuhan Prasarana dan Sarana ke-Cipta Karya-an 17 Menjaga Keberlanjutan Rumah Tradisional Ngada melalui Aplikasi
di Lingkungan Permukiman Tradisional di Provinsi Nusa Tenggara Barat Teknologi Bambu Laminasi
Proceeding Seminar Regional Arsitektur Negeri Tahun 2008 Seri ke-2 : Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsitektur 2010 “Pengembangan
“Jelajah Arsitektur Tradisional Sasak, Samawa, Mbojo” Perumahan Tradisional”
Muhajirin, Iwan Suprijanto Iwan Suprijanto, Rusli, Dedi Kusmawan
lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id
12 Pendekatan Masyarakat dalam Penerapan Teknologi Tepat Guna Bidang 18 Arsitektur Tradisional Nusa Tenggara Timur sebagai Identitas Budaya
Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP) untuk yang dapat Melestarikan Arsitektur Lokal
Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman Proceeding Kolokium Tahun 2009
Proceeding Kolokium Tahun 2011 Iwan Suprijanto & Desak Putu
Pradwi Sukma Ayu Putri, dan Made Widiadnyana Wardiha lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id
lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id 19 Prospek Pengembangan Produk Bebak Komposit Pada Aplikasi Rumah
13 Pola Konservasi dan Pengembangan pada Lingkungan Permukiman Tradisional Nusa Tenggara Timur
Tradisional (Studi Kasus di Provinsi Bali, NTB, dan NTT) Proceeding dan Lokakarya Nasional Arsitektur 2011 “ (RE-) Kontekstualisasi
Proceeding Kolokium Tahun 2011 Arsitektur Nusantara”
Iwan Suprijanto, Muhajirin Rusli, Dedi Kusmawan, Iwan Suprijanto
lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id
14 Aplikasi Bambu Laminasi Pada Bangunan Tradisional Uma Lengge 20 Potensi Pengembangan Kampung Bena
Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsitektur 2010 “Pengembangan Proceeding Seminar Regional Arsitektur Negeri Seri ke-6 Tahun 2009 :
Perumahan Tradisional” “Arsitektur Ngada dan Potensi Pengembangannya”
Putu Geria Sena, Iwan Suprijanto Made Wahyu Bayu Surya, Muhajirin
lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.iddfgfsdgdg

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 173


21 Karakteristik Termal Model Bangunan Tradisional Sao Meze dari Bambu 27 Identifikasi Sambungan Struktur pada Rumah Tradisional Sango dan
Laminasi di Kampung Bena Ammu Hawu
Proceeding Kolokium Tahun 2012, “ Meningkatkan Kemanfaatan hasil Litbang Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional ke-V “Teknologi
Permukiman Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Program Pro Rakyat” di Arsitektur Nusantara dan Upaya Keberlanjutannya” 2013
Rini Nugrahaeni, Made W.B. Surya, Made W. Wardiha, Muhajirin I Ketut Suwantara, Rusli, Putu Ratna Suryantini
lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id
22 Kampung Wogo dan Potensi Pengembangannya 28 Sifat Mekanis Kayu Lontar sebagai Bahan Konstruksi Rumah Tradisional
Proceeding Seminar Regional Arsitektur Negeri Seri ke-6 Tahun 2009 : Ammu Hawu di Pesisir Pulau Sabu
“Arsitektur Ngada dan Potensi Pengembangannya” Proceeding Seminar Nasional 2012 Jelajah Arsitektur Tradisional IV
Rini Nugrahaeni, Iwan Suprijanto “Menemukan Lokal Perumahan Tradisional di Kawasan Bahari”
lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id I Ketut Suwantara, Rusli
23 Mengenal Lebih Dekat Tentang Arsitektur Tradisional Sabu lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id
Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional ke-V “Teknologi 29 Analisis Durasi Nyaman Kondisi Ruang Dalam pada Hunian Tradisional
di Arsitektur Nusantara dan Upaya Keberlanjutannya” 2013 di Pulau Sabu Raijua
Desak Putu Damayanti, Putu Agus Wira Kasuma, Iwan Suprijanto Proceeding Kolokium Tahun 2014 “Inovasi Bidang Permukiman untuk
lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id Mewujudkan Infrastruktur yang Handal”
24 Karakteristik Termal pada Rumah Tradisional Sonaf dan Uma Kbubu di Desak Putu Damayanti, I Ketut Suwantara, Muhajirin
Desa Maslete, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id
Proceeding Kolokium Tahun 2012, “ Meningkatkan Kemanfaatan Hasil Litbang 30 Komparasi Karakteristik Termal Bangunan Tradisional Raja Thie dan
Permukiman Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Program Pro Rakyat” Limbadale di Kabupaten Rote Ndao Berdasarkan Analisa Kinerja
I Ketut Suwantara, Desak Putu Damayanti, dan Iwan Suprijanto Selubung Bangunan
lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id Proceeding Kolokium Tahun 2013 “Menuju Infrastruktur Permukiman yang
25 Analisis Keandalan Struktur Bangunan Tradisional Ume Kbubu dalam Berkelanjutan Melalui Penerapan Hasil Litbang”
Merespon Beban Lateral Gempa dan Angin Desak Putu Damayanti, Pradwi Sukma Ayu Putri, Putu Agus Wira Kusuma, I
Proceeding Kolokium Tahun 2012, “ Meningkatkan Kemanfaatan Hasil Litbang Ketut Sumantara
Permukiman Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Program Pro Rakyat” lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id
Avend M. Sumawa, Made Aryanti, Iwan Suprijanto 31 Peningkatan Kualitas dan Pemanfaatan Pohon Gewang sebagai Bahan
lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id Partisi pada Rumah Tradisional Timor
26 Perilaku Seismik Rumah Tradisional Ammu Hawu (Sabu) dengan Sistem Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsitektur 2010 “Pengembangan
Base Isolation Perumahan Tradisional”
Proceeding Kolokium Tahun 2013 “Menuju Infrastruktur Permukiman yang Rusli, Iwan Suprijanto, Ida Bagus Gd Putra Budiana
Berkelanjutan Melalui Penerapan Hasil Litbang” lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id
I Ketut Suwantara, Made Aryanti, Dwi Sulistia Budiari, Aris Prihandono 32 Kenyamanan Termal pada Bangunan Tradisional Sumba
lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsitektur 2010 “Pengembangan
Perumahan Tradisional”
Wahyu Sujatmiko, Made Aryanti
lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id

174 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


33 Kinerja Struktur Bangunan Tradisional Uma di Sumba Timur dalam 4 Karakteristik Rumah Tradisonal Minahasa dan Identifikasi Faktor Yang
Menahan Beban Gempa Mempengaruhi Perubahannya
Proceeding Seminar Nasional 2012 Jelajah Arsitektur Tradisional IV Proceeding Kolokium Tahun 2010, “Meningkatkan Aplikasi Teknologi Bidang
“Menemukan Lokal Perumahan Tradisional di Kawasan Bahari” Permukiman dalam Mendukung Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Serta
Made Aryanti, Diansari Rinda A.M, Rusli Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasiskan Kearifan Lokal”
lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id Subasri, dan Djasmihul Ashary
34 Sarana dan Prasarana Air Minum dan Penyehatan Lingkungan balaimakassar@yahoo.com
Permukiman di Rumah Tradisional (Studi Kasus: Rumah Tradisional Dayak 5 Kajian Tipologi Bola Soba Bangunan Arsitektur Tradisional Bugis Bone
di Desa Bahu Palawa dan Desa Buntoi, Provinsi Kalimantan Tengah) Proceeding kolokium Tahun 2008, “ Reposisi Peran Litbang Dalam
Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional ke-V “Teknologi Meningkatkan Kinerja Infrastruktur Permukiman Dalam Rangka Efisiensi
di Arsitektur Nusantara dan Upaya Keberlanjutannya” 2013 Sumber Daya Alam dan Mengurangi Pemanasan Global”
Made Widiadnyana Wardhiha, Muhajirin St. Hadidjah Sultan
lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id balaimakassar@yahoo.com
35 Ketersediaan Fasilitas Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 6 Kearifan Tradisional Arsitektur Rumah Tradisional Bugis Soppeng
Permukiman pada Rumah Tradisional Suku Dayak di Kalimantan Proceeding kolokium Tahun 2008, “ Reposisi Peran Litbang Dalam
Proceeding Kolokium Tahun 2014 “Inovasi Bidang Permukiman untuk Meningkatkan Kinerja Infrastruktur Permukiman Dalam Rangka Efisiensi
Mewujudkan Infrastruktur yang Handal” Sumber Daya Alam dan Mengurangi Pemanasan Global”
Made W. Wardiha, Desak P. Damayanti, Putu A.W. Kasuma, Aris Prihandono Ratna Juwita
lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id balaimakassar@yahoo.com
7 Tongkonan dan Pelestraian Hutan Adat
Proceeding Seminar Nasional Rumah Tradisional Tahun 2014, “Transformasi
WILAYAH TIMUR Nilai-Nilai Tradisional dalam Arsitektur Masa Kini”
1 Fleksibilitas Sistem Sambungan Struktur Rumah Tongkonan
St. Hadidjah Sultan, Fahri Ali Samad
upaya Preventif dalam Menerima Gaya Gempa
balaimakassar@yahoo.com
Proceeding dan Lokakarya Nasional Arsitektur 2011 “ (RE-) Kontekstualisasi
8 Karakteristik Rumah Tradisional dan Vernakular di Kawasan Pesisir
Arsitektur Nusantara”
Samudera Pasifik
St. Hadijah Sultan
Proceeding Kolokium Tahun 2014 “Inovasi Bidang Permukiman untuk
balaimakassar@yahoo.com
Mewujudkan Infrastruktur yang Handal”
2 Tektonika Arsitektur Rumah Tradisional Toraja
Petra Putra, Ratna Juwita, dan Kuswara
Proceeding Kolokium Tahun 2011
balaimakassar@yahoo.com
St. Khadijah
9 Dari Konsepsi Sosio-Kultur Siri’na Pesse/ Pacce Kaum Bangsawan menuju
balaimakassar@yahoo.com
Pelestarian Arsitektur Tradisional di Sulawesi Selatan
3 Penelitian Penguasaan Teknologi dan Konstruksi Rumah Tradisional
Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional ke-V “Teknologi
Toraja (Tongkonan)
di Arsitektur Nusantara dan Upaya Keberlanjutannya” 2013
Proceeding Kolokium Tahun 2010, “Meningkatkan Aplikasi Teknologi Bidang
St. Hadidjah Sultan
Permukiman dalam Mendukung Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Serta
balaimakassar@yahoo.com
Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasiskan Kearifan Lokal”
St. Hadidjah Sultan
balaimakassar@yahoo.com

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 175


10 Pengelolaan Ekosistem Perumahan Tradisional yang Berdekatan dengan 16 Peran Serta Masyarakat dalam Pelaksanaan Pembangunan Purwarupa
TPA Sampah Pengembangan Permukiman Suku Bajo Sulawesi Tengah
Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsiterktur Tradisional Nusantara dalam Proceeding Kolokium Tahun 2013 “Menuju Infrastruktur Permukiman yang
Menemukanali Teknologi Berbasis Kearifak Lokal Tahun 2008 Berkelanjutan Melalui Penerapan Hasil Litbang”
Elis Hastuti, dan Fitrijani Anggraini Muhammad Yunus, Karina Mayasari, Aris Prihandono
elishastuti@yahoo.com balaimakassar@yahoo.com
11 Teknologi Penyediaan Air Minum Berdasarkan Kearifan Tradisional 17 Rumah dan Permukiman Suku Bajo di Sulawesi Tengah
Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsiterktur Tradisional Nusantara dalam Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsitektur 2010 “Pengembangan
Menemukanali Teknologi Berbasis Kearifak Lokal Tahun 2008 Perumahan Tradisional”
Nurhasanah Sutjahjo, Fitrijani Anggraini Muhammad Yunus, Aris Prihandono, Petra Putra
nurbudi2004@yahoo.com balaimakassar@yahoo.com
12 Rumah dan Permukiman Suku Bajo di Sulawesi Tengah 18 Identifikasi Kawasan Permukiman Pesisir Berbasis Kearifan Lokal sebagai
Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsitektur 2010 “Pengembangan Antisipasi terhadap Perubahan Kondisi Alam
Perumahan Tradisional” Proceeding Seminar Nasional Rumah Tradisional Tahun 2014, “Transformasi
Muhammad Yunus, Aris Prihandono, Petra Putra Nilai-Nilai Tradisional dalam Arsitektur Masa Kini”
balaimakassar@yahoo.com Djasmihul Ashary, Arifuddin Akil
13 Identifikasi Model Dinamik Rumah Tradisional Bajo melalui Pendekatan balaimakassar@yahoo.com
Analisis Modal 19 Studi Penataan Kawasan dengan Pengembangan Permukiman Pesisir
Proceeding Seminar Nasional 2012 Jelajah Arsitektur Tradisional IV Kota Ternate
“Menemukan Lokal Perumahan Tradisional di Kawasan Bahari” Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional ke-V “Teknologi
Agus Salim, Muhammad Yunus di Arsitektur Nusantara dan Upaya Keberlanjutannya” 2013
balaimakassar@yahoo.com Darul Amin, Ratna Juwita
14 Identifikasi Sarana dan Prasarana Permukiman Suku Bajo di Desa balaimakassar@yahoo.com
Kabalutan Provinsi Sulawesi Tengah untuk Memenuhi Standar Pelayanan 20 Pondasi Lingkungan Zona Atas Air di Kawasan Pesisir Kota Ternate
Minimal Proceeding Kolokium Tahun 2012, “ Meningkatkan Kemanfaatan hasil Litbang
Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional ke-V “Teknologi Permukiman Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Program Pro Rakyat”
di Arsitektur Nusantara dan Upaya Keberlanjutannya” 2013 Darul Amin, Irka Tangke Datu, Aris Prihandono
Petra Putra Kaloeti, Muhammad Yunus, Aris Prihandono balaimakassar@yahoo.com
balaimakassar@yahoo.com 21 Kearifan Lokal pada Proses Konstruksi Rumah Tradisional Banua Mbaso
15 Investigasi Perilaku Tiang Penopang (Sub Struktur) Rumah Tradisional dan Resistensinya terhadap Gempa
Bajo dari Pengaruh Lingkungan Laut Proceeding Seminar Nasional 2012 Jelajah Arsitektur Tradisional IV “
Proceeding dan Lokakarya Nasional Arsitektur 2011 “ (RE-) Kontekstualisasi Menemukan Lokal Perumahan Tradisional di Kawasan Bahari”
Arsitektur Nusantara” St. Aisyah Rahman, Sugeng Triyadi, Silvia F. Herina
Muhammad Yunus, Agus Salim silvia_herina@yahoo.com
balaimakassar@yahoo.com

176 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM


22 Identifikasi Permukiman Tradisional Suku Tobadij di Kawasan Teluk 28 Revitalisasi Fungsi Kawasan Bernilai Historis/ Budaya : Model Honei
Youtefa - Papua Sehat di Kawasan Perbukitan Provinsi Papua
PProceeding Kolokium Tahun 2012, “ Meningkatkan Kemanfaatan hasil Proceeding Kolokium Tahun 2007
Litbang Permukiman Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Program Pro Dra. Astuti, M.Sa
Rakyat” sasti@bdg.centrin.net.id
Fachry Ali Samad, dan Djasmihul Ashary) 29 Pengembangan Rumah Tradisional (Evaluasi Model Homese dan Hose)
balaimakassar@yahoo.com Proceeding Kolokium Tahun 2008, “Reposisi Peran Litbang Dalam
23 Karakteristik Rumah Tradisional Suku Tobadij di Kawasan Perairan Teluk Meningkatkan Kinerja Infrastruktur Permukiman Dalam Rangka Efisiensi
Youtefa Kota Jayapura - Papua, Studi Kasus : Lingkungan Permukiman Sumber Daya Alam dan Mengurangi Pemanasan Global
Tobadij dan Engros Sri Astuti
Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional ke-V “Teknologi di sasti@bdg.centrin.net.id
Arsitektur Nusantara dan Upaya Keberlanjutannya” 2013
Djasmihul Ashary, M. Awaluddin Hamdy
balaimakassar@yahoo.com
MISCELLANEOUS
1 Evaluasi Keandalan Gempa Rumah Tradisional melalui Penilaian
24 Kajian Awal Rekonstruksi Rumah Tradisional Suku Tobadij di Perairan
Performa Desain Struktur Rumah
Teluk Youtefa Papua- Jayapura
Proceeding Seminar Nasional Rumah Tradisional, “Transformasi Nilai-Nilai
Proceeding Kolokium Tahun 2010, “Meningkatkan Aplikasi Teknologi Bidang
Tradisional dalam Arsitektur Masa Kini”
Permukiman dalam Mendukung Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Serta
Wahyu Wuryanti
Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasiskan Kearifan Lokal”
w.wuryanti@puskim.pu.go.id
Subasri dan Djasmihul Ashary
2 Segmentasi Ruang Kawasan Permukiman dengan Pendekatan Siklus CO2
balaimakassar@yahoo.com
Berdasarkan Pola Ruang Permukiman Tradisional
25 Eksistensi Lingkungan Permukiman Rumah Tradisional Suku Tobadij
Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsitektur 2010 “Pengembangan
di Perairan Teluk Youtefa Papua- Jayapura
Perumahan Tradisional”
Proceeding dan Lokakarya Nasional Arsitektur 2011 “ (RE-) Kontekstualisasi
Putut Samyahardja
Arsitektur Nusantara”
Puthut.s@puskim.pu.go.id
Jasmihul Ashary
3 Pengembangan Model Industri Kreatif Bambu Laminasi di Daerah
balaimakassar@yahoo.com
Proceeding Seminar Regional Arsitektur Negeri Seri ke-6 Tahun 2009 :
26 Kelangsungan (Sustainability) Elemen Kaki Rumah Suku-suku Laut di
“Arsitektur Ngada dan Potensi Pengembangannya”
Wilayah Jayapura ‘Kayu Swan Tanaman Endemik Cagar Alam Cycloop’
Iwan Suprijanto, Dedi Kusmawan
Proceeding dan Lokakarya Nasional Arsitektur 2011 “ (RE-) Kontekstualisasi
lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id
Arsitektur Nusantara”
4 Alang-alang sebagai Bahan Penutup Atap pada Bangunan Tradisional
Darwis, Jasmihul Ashary
Proceeding Seminar Regional Jelajah Arsitektur Negeri Seri ke-4 Tahun 2009 :
balaimakassar@yahoo.com
Bali
27 Pengaruh Daya Dukung Lingkungan terhadap Eksistensi Rumah Kaki
I Ketut Narsa, I B Gede Putra Budiana
Seribu (Distrik Hingk, Kab. Pegunungan Arfak, Papua Barat)
lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id
Proceeding Seminar Nasional Rumah Tradisional, “Transformasi Nilai-Nilai
Tradisional dalam Arsitektur Masa Kini”
Petra Putra
balaimakassar@yahoo.com

RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM 177


5 Pengelolaan Rumpun Bambu Berkelanjutan 10 Parameter-Parameter yang Berpengaruh pada Upaya Pelestarian
Proceeding Seminar Regional Arsitektur Negeri Seri ke-6 Tahun 2009 : Komponen
“Arsitektur Ngada dan Potensi Pengembangannya” Perumahan Tradisional (Kajian Literatur: Revitalisasi Lingkungan Permukiman
Rini ANugrahaeni, Iwan Suprijanto Tradisional 2005)
lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id Proceeding dan Lokakarya Nasional Arsitektur 2011 “ (RE-) Kontekstualisasi
6 Penerapan Teknologi dalam Pengembangan Eco-Architecture dan Arsitektur Nusantara”
Eco-Tourism pada Lingkungan Permukiman Tradisional Desak Putu Damayanti, Ayu Putu Utari P, Iwan Suprijanto, Ni Made Dwi Sulistia
Prosiding Kolokium Puslitbangkim Tahun 2009, diterbitkan juga dalam acara B, I Putu Agus Wira Kasuma
workshop Balai PTPT Denpasar 2008, dan pada Prosiding Seminar Regional lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id
Arsitektur Negeri Seri – 6 : “Arsitektur Ngada dan Potensi Pengembangannaya”
Muhajirin, Rusli, dan Iwan Suprijanto
lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id
7 Publikasi Arsitektur Tradisional melalui Sistem Informasi Arsitektur
Tradisional Indonesia (SIATI)
Proceeding Kolokium Tahun 2010, “Meningkatkan Aplikasi Teknologi Bidang
Permukiman dalam Mendukung Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Serta
Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasiskan Kearifan Lokal”
Iwan Suprijanto, Desak Putu Damayanti, dan Muhajirin
lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id
8 Penerapan Model Teknologi Bambu Laminasi untuk Menunjang
Pelestarian Arsitektur Tradisional
Proceeding Seminar Nasional Jelajah Arsiterktur Tradisional Nusantara dalam
Menemukanali Teknologi Berbasis Kearifak Lokal Tahun 2008
Rusli, Iwan Suprijanto, Made Aryanti
lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id
9 Kearifan Bangunan Tradisional Plus Teknologi : Sebagai Salah Satu Solusi
Bangunan Tahan Gempa
Proceeding Seminar Regional Jelajah Arsitektur Negeri Seri ke-4 : Bali Tahun
2009
Iwan Suprijanto
lokatekkimdenpasar@yahoo.com bptpt.dps@puskim.go.id

178 RINGKASAN KAJIAN ARSITEKTUR TRADISIONAL PUSPERKIM

You might also like