You are on page 1of 20

Perkembangan Gugatan Perbuatan Melanggar Hukum

oleh Pemerintah Pasca-Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014

Development of Lawsuit for Law Violation


by the Government of the Post Law Number 30 of 2014

Muhammad Syafiq Raihan (2210003600608)


3H9, Fakultas Hukum, Universitas Ekasakti Padang
email: msyafiqraihan30@gmail.com

Abstract
The existence of a lawsuit for unlawful acts by the authorities (onrechtmatige overheidsdaad) is one
of the means of providing legal protection for the citizens from actions (handling) carried out by the
government. Over time, the concept of onrechtmatige overheidsdaad has develops dynamically. The
change in the concept of the State Administrative Decree in Article 87 of Law Number 30 of 2014
concerning Government Administration has caused an onrechtmatige overheidsdaad lawsuit which was
once the absolute competence of the District Court, and now became the absolute competence of the State
Administrative Court. This research attempts to explain the changes in the regulation and changes in the
concept of onrechtmatige overheidsdaad after the enactment of Law Number 30 of 2014. The transfer of
authority to examine onrechtmatige overheidsdaad lawsuit from the general court to the state administrative
court has various juridical consequences, ranging from changes in procedural law, petitum and posita.
One of the important consequences is a change related to the implementation or execution of the judicial
decision, where in the past, when an onrechtmatige overheidsdaad lawsuit was an absolute competence of
a district court, the implementation of the decision depended on the good will of the government. However,
after becoming absolute competence of the Administrative Court, there is a mechanism of forced efforts so
that the decision can be carried out by the relevant government agencies (defendants).
Keywords: onrechtmatige overheidsdaad; state administrative lawsuit; civil lawsuit; legal protection;
government administration

Abstrak
Keberadaan gugatan perbuatan melanggar hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad)
merupakan salah satu sarana pelindungan hukum masyarakat atas tindakan (handeling) yang
dilakukan oleh pemerintah. Adapun konsep mengenai onrechtmatige overheidsdaad berkembang
secara dinamis dari waktu ke waktu. Perubahan konsep Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN)
di dalam Pasal 87 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,
menyebabkan gugatan onrechtmatige overheidsdaad yang dahulu merupakan kompetensi absolut
Pengadilan Negeri, berubah menjadi kompetensi absolut Pengadilan Tata Usaha Negara.
Penelitian ini berusaha memaparkan mengenai perubahan pengaturan dan perubahan konsep
onrechtmatige overheidsdaad pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014. Beralihnya
kewenangan untuk memeriksa gugatan onrechtmatige overheidsdaad dari lingkungan peradilan
umum ke peradilan tata usaha negara memiliki berbagai konsekuensi yuridis, mulai dari perubahan
hukum acara, petitum, dan posita. Salah satu konsekuensi yang cukup penting adalah perubahan
terkait dengan pelaksanaan putusan atau eksekusi. Dahulu, gugatan onrechtmatige overheidsdaad
merupakan kompetensi absolut pengadilan negeri, sehingga pelaksanaan putusan tergantung dari
itikad baik (good will) dari pemerintah. Pasca-beralih ke kompetensi absolut PTUN, terdapat

43
mekanisme upaya paksa agar putusan harus dipahami bahwa law as a tool of social
tersebut dapat dijalankan oleh instransi enginering yang dimaknai oleh Roscoe Pound,
pemerintah terkait (tergugat). tidak berarti pemerintah dapat bertindak
Kata kunci: onrechtmatige overheidsdaad; secara sewenang-wenang.7 Pemerintah dalam
gugatan tata usaha melaksanakan kekuasaannya harus tunduk
negara; gugatan perdata; terhadap hukum yang telah disepakati tersebut.
pelindungan hukum; Pemerintah dalam melaksanakan
administrasi pemerintahan kekuasaanya, haruslah tunduk dan
berkesesuaian pada hukum yang ada. Hal ini
dilandasi oleh paham negara hukum, yakni
I. Pendahuluan
paham bahwa segala tindakan negara harus
Pemerintah (bestuur) dalam arti sempit
berkesesuaian dengan hukum. Konsep negara
hanyalah diartikan sebagai kekuasaan di bidang
hukum secara historis muncul dalam berbagai
eksekutif selaku law applying organ, yakni
model, seperti negara hukum menurut Alquran
organisasi fungsi-fungsi yang menjalankan tugas
dan Sunnah atau nomokrasi Islam, negara
pemerintahan yang bisa dilakukan oleh Kabinet
hukum menurut konsep Eropa Kontinental
dan aparat-aparatnya dari tingkat Pusat sampai
yang dinamakan “rechtstaat”, Konsep negara
ke Daerah.1 Pemerintah, dalam artian sebagai
hukum menurut Anglo Saxon (rule of law),
cabang eksekutif, mewakili atau mengandung
konsep socialist legality, dan konsep negara
dua karakter, yaitu sebagai alat kelengkapan
hukum pancasila.8 Kendati memiliki dinamika
negara dan sebagai badan administrasi negara. 2
sejarah dan pemahamannya masing–masing,
Tindakan eksekutif sebagai alat kelengkapan
namun secara garis besar pandangan–
negara adalah tindakan negara. 3 Sebagai badan
pandangan tersebut memiliki satu kesamaan,
administrasi negara, cabang pemerintahan
yakni keyakinan bahwa kekuasaan negara
eksekutif mempunyai kekuasaan mandiri yang haruslah dibatasi dan tunduk kepada hukum.
dilimpahkan negara.4 Kekuasaan mandiri ini Pembatasan kekuasaan negara oleh hukum
memungkinkan administrasi negara melakukan dapat dilakukan dengan dua mekanisme,
tindakan-tindakan mandiri baik di lapangan pertama dengan menggunakan mekanisme check
pengaturan (regelen) maupun penyelenggaraan and balance antara lembaga-lembaga negara
administrasi negara (besturen).5 Secara teoritik, (eksekutif, legislatif, dan yudisiil) serta memberi
menurut Roscoe Pound memang hukum ruang politik yang luas bagi hidupnya kelompok
dibentuk atas dasar kesepakatan sosial di dalam oposisi sebagai kekuatan pengontrol; kedua
kehidupan bermasyarakat dan masyarakat adalah mekanisme yuridis yang mengedapankan
tunduk pada hukum yang dibentuknya, 6 namun regulasi. Mekanisme pertama dilakukan
1
Agus Budi Susilo, “Reformulasi Perbuatan Melanggar untuk mendapatkan keseimbangan dalam
Hukum oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan dalam penyelenggaraan negara, sedangkan mekanisme
Konteks Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha
Negara.” Jurnal Hukum dan Peradilan, Vol. 2, No. 2, Juli
kedua dilakukan untuk mendapatkan kepastian
2013, hal. 292—293. hukum (rechtszekerheid).9 Tujuan utama
2
Bagir Manan dan Kuntara Magnar, Beberapa Masalah pembatasan kekuasaan pemerintah melalui
Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung: Penerbit hukum tidak lain merupakan suatu bentuk
Alumni, 1997, hal. 159.
3
M. Rendi Aridhayandi, “Peran Pemerintah Daerah dalam 7
Nazaruddin Lathif, ”Teori Hukum sebagai Sarana/Alat
Pelaksanaan Pemerintahan yang Baik (Good Governance) untuk Memperbaharui atau Merekayasa Masyarakat,”
di Bidang Pembinaan dan Pengawasan Indikasi Geografis,” Pakuan Law Review, Vol. 3, No. 1, Januari 2017, hal.
Jurnal Hukum & Pembangunan, Vol. 48, No. 4, Oktober 456—457.
2018, hal. 883-902. 8
Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum, Jakarta:
4
Ibid. Kencana, 2003, hal. 63.
5
Bagir Manan dan Kuntara Magnar, Loc.cit. 9
Arfan Faiz Muhlizi, “Reformulasi Diskresi dalam Penataan
6
Roscoe Pound, An Introduction to the Philosophy of Law, Hukum Administrasi,” Jurnal Rechtsvinding, Vol. 1, No. 1,
London: Yale University Press, 1974, hal. 25. Januari 2012, hal. 95.

44 NEGARA HUKUM: Vol. 11, No. 1, Juni 2020


usaha untuk memberikan perlindungan hukum kesempatan untuk mengajukan keberatan
bagi warga negara. Di sisi lain, keberadaan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan
hukum itu sendiri memiliki hubungan erat pemerintah mendapat bentuk yang definitif.
dengan keberadaan pemerintah sebagai pihak Tujuannya adalah mencegah terjadinya
yang memiliki kedaulatan. Carleton Kemp sengketa.
Allen dalam bukunya yang berjudul Law in The 2. Sarana perlindungan hukum represif, yakni
Making menyatakan:10 sarana perlindungan hukum yang bertujuan
“We will only say to us that there seems to us to untuk menyelesaikan sengketa. Adapun
be a world of diffrence between, on the one hand, bentuk perlindungan hukum secara
conceiving a pre existing unitary sovereign as the represif dalam ranah administrasi ialah
source of law and as a prerequisite to the very melalui mekanisme penyelesaian sengketa
existence of law, and, on the other hand, means of berdasarkan hukum Tata Usaha Negara,
modern state to enforce the law which society has serta tuntutan ganti kerugian berdasarkan
developed in the natural process of its growth. Or hukum acara perdata dan hukum acara
to put it in other words, there is a diffrence between Tata Usaha Negara.13
considering law as the creation of snctioning power,
and considering the sanctioning power as the Secara umum, pemerintah mengemban
creaton of law.” dua kedudukan dalam menjalankan kegiatan
penyelenggaraan negara, yakni kedudukan
Secara singkat, kekuasaan (yang dalam hal dalam hukum privat dan kedudukan dalam
ini adalah pemerintah) adalah sumber dan hukum publik.14 Kedudukan pemerintah
prasyarat adanya hukum. Namun, di sisi lain dalam hukum privat bekerja dengan adanya
patut dipahami pula bahwa hukum yang ada kesepakatan dengan pihak lain. Di sisi lain,
memerlukan kekuasaan untuk menegakannya, perbuatan dalam hukum publik yang dilakukan
yang dalam hal ini adalah pemerintah. oleh pemerintah secara karakteristik ialah
Kekuasaan untuk menegakan hukum tersebut bersifat sepihak, yakni bahwa keputusan
pada akhirnya kembali lagi adalah hukum itu pemerintah dalam melakukan suatu perbuatan
sendiri. hukum tidak tergantung pada kehendak pihak
Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan lain dan tidak diharuskan ada persesuaian
hukum adalah memberikan pengayoman kehendak (wilsovereenstemming) dengan pihak
kepada hak asasi manusia yang dirugikan lain.15 Dalam kondisi yang demikian, menjadi
orang lain dan perlindungan tersebut diberikan terang bahwa warga negara membutuhkan
kepada masyarakat agar mereka dapat perlindungan hukum dari perbuatan pemerintah
menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh tersebut.16
hukum.11 Untuk menjalankan dan memberikan Tindakan (handeling) yang dilakukan
perlindungan hukum, maka dibutuhkan suatu oleh pemerintah, terutama dalam ranah
wadah pelaksanaannya, yang disebut sebagai publik, seringkali dapat bersinggungan dengan
sarana perlindungan hukum. Adapun sarana 13
Iwan Permadi, ”Perlindungan Hukum terhadap Pembeli
perlindungan hukum dibagi menjadi dua Tanah Bersertifikat Ganda dengan Cara Itikad Baik Demi
macam, yakni:12 Kepastian Hukum,” Yustisia, Vol. 5, No. 2, Mei 2016, hal.
1. Sarana Perlindungan hukum Preventif, 456—457.
14
Hari Sugiharto dan Bagus Oktafian Abrianto,
dimana subyek hukum diberikan ”Perlindungan Hukum Non-Yudisial terhadap Perbuatan
Hukum Publik oleh Pemerintah,” Jurnal Yuridika, Vol. 33,
10
Carleton Kemp Allen, Law In The Making, London:
No. 1, Januari 2018, hal. 42.
Oxford University Press, 1927, hal. 25. 15
Oheo K. Haris, ”Good Governance (Tata Kelola
11
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Cetakan ke-V, Bandung,
Pemerintahan yang Baik) dalam Pemberian Izin oleh
Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 53.
Pemerintah Daerah di Bidang Pertambangan,” Jurnal
12
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata
Yuridika, Vol. 30, No. 1, Januari 2015, hal. 59–62.
Negara Indonesia, Jakarta: Sinar Bakti, 1988, hal. 98. 16
Ibid.

45
kepentingan warga negara, dan bahkan Secara singkat, tujuan adanya pembangunan atau
mungkin akan mengakibatkan kerugian bagi pembaharuan hukum ialah tegaknya keadilan
warga negara. Dalam hal seperti ini, terjadi (justice), kemanfaatan dan kepastian hukum
pertemuan kepentingan dalam ranah publik (rechtszekerheid) sesuai dengan kondisi dan situasi
dengan kepentingan privat. Demi mengayomi masyarakat yang ada pada saat itu.
dan menghargai martabat dan hak asasi warga Pada era kolonial dan awal–awal
negara, sudah sepatutnya tersedia sarana kemerdekaan, kerangka perlindungan
perlindungan hukum bagi warga negara yang hukum tersebut berwujud gugatan perbuatan
kepentingannya dirugikan akibat tindakan melanggar hukum oleh penguasa/pemerintah
pemerintah. Bagi para warga negara yang (onrechtmatige overheidsdaad) berdasarkan
dirugikan oleh tindakan pemerintah, tersedia Pasal 1365 burgerlijke wetboek (BW) dan forum
sarana perlindungan hukum represif melalui penyelesaiannya melalui lingkungan peradilan
pengajuan gugatan di pengadilan selaku umum. Dalam perkembangan selanjutnya
lembaga yudisial suatu negara. Pengadilan hadir Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)
menjadi kekuatan penyeimbang bagi tindakan- berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
tindakan yang dilakukan oleh cabang kekuasaan 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
eksekutif. (UU PTUN). Adapun wewenang PTUN
Kerangka dan sarana perlindungan hukum ialah memutus sengketa tata usaha negara
warga negara atas tindakan pemerintah yang timbul atas adanya keputusan tata usaha
beberapa kali mengalami transformasi dalam negara (KTUN), yakni Keputusan Tata Usaha
perkembangan sistem hukum di Indonesia. Negara adalah suatu penetapan tertulis yang
Transformasi semacam ini tentu tidak dapat dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata
dihindari, mengingat hukum sebagai sebuah Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata
institusi sosial akan terus berkembang dan Usaha Negara yang berdasarkan peraturan
berubah. Transformasi tersebut juga merupakan perundang-undangan yang berlaku, yang
suatu bentuk pambaharuan atau pembangunan bersifat konkret, individual, dan final, yang
hukum, yakni upaya sadar, sistematis, dan menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau
berkesinambungan untuk membangun badan hukum perdata (vide Pasal 1 angka 3 UU
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan PTUN) . Kehadiran PTUN lantas membuat
bernegara yang semakin maju, sejahtera, aman adanya dikotomi penyelesaian sengketa akibat
dan tenteram didalam bingkai landasan hukum tindakan pemerintah. Apabila menyangkut
yang adil dan pasti. 17 Dalam salah satu pidatonya KTUN, maka lembaga penyelesaiannya adalah
Chief Justice Michael Kirby mengemukakan PTUN, sementara sengketa yang timbul akibat
bahwa pembaharuan hukum: tindakan pemerintah selain yang memenuhi
“is part of the mechanism of modernizing and up- unsur-unsur KTUN, diselesaikan melalui
dating our legal system to make it more just and lingkungan peradilan umum berdasarkan
more relevant to the problems of today. [The law gugatan perbuatan melanggar hukum oleh
must be reviewed] in a systematic way, modernizing pemerintah.
it where necessary and changing it where the change Perkembangan terakhir dalam
will lead to improvement. Law reform is not change transformasi hukum administrasi di Indonesia
for its own sake. It is change for the better”. 18 adalah dengan lahirnya Undang-Undang
17
Wicipto Setiadi, “Pembangunan Hukum dalam Rangka
Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pengingkatan Supremasi Hukum,” Jurnal Rechtsvinding, Pemerintahan (UU No. 30 Tahun 2014).
Vol. 1, No. 1, April 2012, hal. 14. Undang-undang ini memperluas definisi KTUN,
18
Hannah Mcguire, “Indonesian Law Reform and the dimana tindakan faktual juga dimaknai sebagai
Promotion of Justice: an Analysis of Law Reform in the Post
Soeharto Period,” Brawijaya Law Journal, Vol. 3, Vol. 1,
suatu KTUN (vide Pasal 87 UU No. 30 Tahun
2016, hal. 60. 2014). Dengan konstruksi demikian, PTUN

46 NEGARA HUKUM: Vol. 11, No. 1, Juni 2020


menjadi memiliki kewenangan memeriksa tulisan tersebut membahas terkait dengan
gugatan perbuatan melanggar hukum gugatan perbuatan melanggar hukum
oleh penguasa/pemerintah (onrechtmatige oleh penguasa/pemerintah (onrechtmatige
overheidsdaad). Mahkamah Agung lewat overheidsdaad) sebelum berlakunya UU No.
berbagai produk hukum yang dikeluarkannya 30 Tahun 2014, dimana pada saat itu KTUN
juga telah menegaskan kompetensi PTUN harus bersifat tertulis, sehingga perbuatan
mengadili perkara onrechtmatige overheidsdaad, pemerintah yang tidak berasal dari KTUN
seperti Surat Edaran Mahkamah Agung harus digugat di pengadilan umum. 19 Dalam
Nomor 4 Tahun 2016 (SEMA) dan Peraturan tulisan ini sudah mulai terdapat semangat
Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 untuk membawa perbuatan pemerintah
tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa yang tidak berasal dari KTUN juga masuk
Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan dalam kompetensi absolut PTUN. Hal ini
Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum dapat dilihat di dalam bagian saran tulisan
Oleh Badan Dan/Atau Pejabat Pemerintahan ini.
(Onrechtmatige Overheidsdaad). Beralihnya 2. Tulisan dari Bambang Arwanto yang
kewenangan untuk memerikasa gugatan berjudul “Perlindungan Hukum Bagi
perbuatan melanggar hukum oleh penguasa/ Rakyat Akibat Tindakan Faktual
pemerintah (onrechtmatige overheidsdaad) dari Pemerintah”. Dalam tulisan ini membahas
lingkungan peradilan umum ke peradilan terkait dengan perlindugan hukum
tata usaha negara tentu memiliki berbagai terhadap tindakan factual pemerintah,
konsekuensi yuridis, mulai dari perubahan baik perlindungan hokum preventif dan
hukum acara, petitum, posita, dan sebagainya. represif.20 Dalam tulisan ini memang
Penelitian ini bertujuan untuk sudah membahas terkait dengan gugatan
membandingkan terkait dengan gugatan gugatan perbuatan melanggar hukum
perbuatan melanggar hukum oleh penguasa/ oleh penguasa/pemerintah (onrechtmatige
pemerintah (onrechtmatige overheidsdaad) overheidsdaad) pasca berlakunya UU No.
sebelum UU No. 30 Tahun 2014 dan setelah 30 Tahun 2014. Namun, dalam tulisan
UU No. 30 Tahun 2014. Berdasarkan latar ini hanya sebatas menggambarkan bahwa
belakang tersebut, maka rumusan masalah terjadi perubahan kewenangan dari yang
dalam penelitian ini adalah: sebelumnya gugatan perbuatan melanggar
1. Bagaimanakah pengaturan mengenai gugatan hukum oleh penguasa/pemerintah
perbuatan melanggar hukum oleh penguasa/ (onrechtmatige overheidsdaad) diajukan ke
pemerintah (onrechtmatige overheidsdaad) pengadilan umum menjadi ke pengadilan
sebelum UU No. 30 Tahun 2014? tata usaha negara tanpa penjabaran lebih
2. Bagaimanakah pengaturan mengenai lanjut mengenai komparasi secara materil
gugatan perbuatan melanggar hukum dan formil sebelum dan sesudah berlakunya
oleh penguasa/pemerintah (onrechtmatige UU No. 30 Tahun 2014.
overheidsdaad) pemerintah pasca-UU No.
30 Tahun 2014? II. Metode Penulisan
Beberapa tulisan yang pernah membahas Penelitian ini adalah penelitian hukum
terkait dengan penguasa/pemerintah dengan berlandaskan argumentasi hukum.
(onrechtmatige overheidsdaad), misalnya: Penelitian dengan menggunakan argumentasi
1. Tulisan dari Agus Budi Susilo yang berjudul hukum adalah penelitian dengan memfokuskan
“Reformulasi Perbuatan Melanggar Hukum ciri utama mengkaji pemberlakuan suatu
oleh Badan atau Pejabat Pemerintahan 19
Agus Budi Susilo, op. cit., hal. 291–308.
dalam Konteks Kompetensi Absolut 20
Bambang Arwanto, “Perlindungan Hukum Bagi Rakyat
Akibat Tindakan Faktual Pemerintah,” Yuridika, Vol. 30,
Peradilan Tata Usaha Negara”. Dalam
No. 1, Januari 2015, hal. 1–29.

47
aturan hukum dengan disertai argumentasi/ (Onrechtmatige Overheidsdaad), Surat Edaran
pertimbangan hukum yang dibuat penegak Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019
hukum, serta interpretasi di balik pemberlakuan tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat
tersebut.21 Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2019
Penelitian hukum ini adalah penelitian sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi
normatif. Penelitian normatif adalah Pengadilan.
penelitian yang meletakkan hukum sebagai Pendekatan Konseptual merupakan
sebuah bangunan sistem norma, yang terdiri pendekatan yang beranjak dari pandangan-
dari asas-asas, norma, kaidah dari peraturan pandangan dan doktrin-doktrin yang
perundangan, putusan pengadilan, perjanjian berkembang di dalam ilmu hukum untuk
serta doktrin. 22 Penelitian normatif ini dilakukan menganalisa adanya permasalahan hukum.24
dengan mengkaji dan menaganalisa peraturan Dalam penelitian ini, pendekatan konseptual
perundang-undangan ataupun bahan hukum digunakan untuk meneliti perubahan konsep
lain yang berkaitan dengan perkembangan hukum terkait dengan gugatan perbuatan
gugatan perbuatan melanggar hukum oleh melanggar hukum oleh penguasa/pemerintah
pemerintah. Penelitian ini menggunakan (onrechtmatige overheidsdaad) sebelum dan
pendekatan pendekatan peraturan perundang- sesudah UU No. 30 Tahun 2014 Tentang
undangan (statute approach) dan pendekatan Administrasi Pemerintahan.
konseptual (conceptual approach).
Pendekatan peraturan perundang- III. Gugatan Perbuatan Melanggar Hukum
undangan dilakukan dengan menelaah semua oleh Penguasa/Pemerintah (onrechtmatige
peraturan perundang-undangan dan regulasi overheidsdaad) Sebelum UU No. 30
lain yang berkaitan dengan dengan isu hukum Tahun 2014
yang ditangani, sehingga berkaitan dengan Konsep mengenai onrechtmatige
penelitian ini dapat diketahui ratio legis, dasar overheidsdaad di Indonesia sebetulnya
ontologis dan landasan filosofis pengaturan sudah sejak lama ada, bahkan semenjak era
yang berkaitan.23 Peraturan perundang- kolonial. Hal ini mengingat bahwa adanya
undangan yang dianalisa dalam penelitian asas konkordansi, sehingga perkembangan
ini adalah peraturan perundang-undangan hukum yang ada saat itu sangat dipengaruhi
yang berkaitan dengan gugatan perbuatan oleh perkembangan doktrin yang berkembang
melanggar hukum oleh penguasa/pemerintah di Belanda. Berpegang pada asas konkordansi
(onrechtmatige overheidsdaad), seperti UU itu pula, peradilan umum pada era kolonial
PTUN dan perubahannya, UU No. 30 Tahun menyatakan kewenangannya dalam menangani
2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, gugatan terhadap pemerintah berdasarkan
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun Pasal 2 Wet op de Rechterlijke Organisatie.25
2019 Tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Secara historis, istilah perbuatan
Tindakan Pemerintahan Dan Kewenangan melanggar hukum oleh penguasa (onrechtmatige
Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum overheidsdaad) pertama kali dikenal melalui
oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan arrest Ostemann pada tanggal 20 November
1924.26 Adapun pokok permasalahan pada
21
Xavier Nugraha, Risdiana Izzaty, dan Annida Aqila,
“Rekonstruksi Batas Usia Minimal Perkawinan Sebagai 24
Mulyadi, M. “Riset Desain Dalam Metodologi Penelitian,”
Bentuk Perlindungan Hukum,” Lex Scientia, Vol. 3, No. 1, Jurnal Studi Komunikasi dan Media, Vol. 16, No. 1, Januari
Mei 2019, hal. 40-54. 2012, hal. 19–28.
22
Depri Liber Sonata, “Metode Penelitian Hukum Normatif 25
Phillipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi
dan Empiris: Karakteristik Khas dari Metode Meneliti Indonesia, Cetakan ke-13, Yogyakarta: Gadjah Mada
Hukum,” Fiat Justitia, Vol. 8, No. 1, Januari-Maret 2014, University Press, 2019, hal. 309.
hal. 15–35. 26
Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum:
23
Paulus Hadi Suprapto, “Ilmu Hukum (Pendekatan Dipandang dari sudut Hukum Perdata, Bandung: CV.
Kajiannya),” Inovatif, Vol. 2, No. 4, April, 2010 hal. 7–20. Mandar Maju, 2000, hal. 84–85.

48 NEGARA HUKUM: Vol. 11, No. 1, Juni 2020


kasus ini ialah mengenai upaya permohonan izin penuntutan yakni antara lain ganti kerugian
ekspor barang ke luar negeri. Terhadap upaya atas kerugian dalam bentuk:
untuk memperoleh izin ekspor tersebut, instansi 1. uang;
terkait tidak mengabulkannya. Peradilan 2. ganti kerugian atas kerugian dalam bentuk
tingkat pertama dan banding sebagai judex facti setara atau pengembalian keadaan pada
kemudian menyatakan gugatan Ostermann tidak keadaan semula;28
dapat diterima. Akan tetapi Hoge Raad selaku 3. pernyataan bahwa perbuatan yang
judex iuris mengabulkan gugatan tersebut dengan dilakukan adalah bersifat melawan hukum;
alasan bahwa bila tindakan tersebut melanggar 4. larangan untuk melakukan suatu perbuatan;
suatu peraturan perundang-undangan, sehingga 5. meniadakan sesuatu yang diadakan secara
dapat dianggap bahwa perbuatan tersebut melawan hukum; dan
merupakan suatu perbuatan melanggar hukum, 6. pengumuman dari pada keputusan atas dari
dengan tidak memperdulikan apa peraturan sesuatu yang telah diperbaiki.29
yang dilanggar itu berada di lapangan hukum Istilah “perbuatan” sebagaimana dimaksud
publik atau hukum perdata, seperti juga dalam onrechtmatige overheidsdaad secara makna
pelanggaran terhadap hukum pidana juga dapat dipersamakan dengan istilah “perbuatan
dikatakan melakukan perbuatan melanggar pemerintah”, “perbuatan administrasi negara”
hukum menurut Pasal 1365 BW. dan “tindak pemerintahan”. Selanjutnya akan
Melihat hal tersebut, sebetulnya perbuatan
digunakan istilah “perbuatan pemerintah”
melanggar hukum oleh penguasa pada dasarnya
untuk merujuk kepada unsur “perbuatan”
merupakan ekstensi dari konsep perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam konsep
melanggar hukum (onrechtmatige daad). onrechtmatige overheidsdaad hanya sekadar
Oleh karena itu, ketentuan yang mengatur untuk memudahkan penulisan.
perihal onrechtmatige overheidsdaad adalah
Apa yang dimaksud sebagai sebuah perbuatan
tetap menggunakan Pasal 1365 BW. Adapun pemerintah (Bestuurshandelingen) haruslah
beberapa unsur dalam rumusan pasal perbuatan dibedakan dari tindakan pejabat (pemangku
melanggar hukum yang diatur dalam Pasal 1365 jabatan) secara perorangan (diluar fungsi
BW, di antaranya:27
jabatan) dalam lalu lintas bermasyarakat. Hal
1. harus ada perbuatan;
ini mengingat penentuan letak tanggungjawab
2. perbuatan tersebut bersifat melangggar hukum;
hukum teradap tuntutan beban ganti kerugian
3. pelaku harus mempunyai kesalahan;
yang ditimbulkan oleh tindakan pemerintahan
4. perbuatan tersebut menimbulkan kerugian;
didasarkan pada teori pertanggungjawaban
dan yaitu tanggungjawab jabatan (faute de service)
5. ada hubungan kausal antara perbuatan dan tanggungjawab pribadi (faute de personille).30
dengan kerugian.
Apabila suatu perbuatan dilaksanakan dalam
Mengenai bentuk penggantian kerugian kompetensi dan kapasitas selaku pemangku
karena perbuatan melanggar hukum, memang jabatan pemerintahan, maka tanggung gugat
secara deskriptif tidak diatur dalam BW. Oleh dipikul oleh pemerintah. Muchsan menyebutkan
karena itu aturan yang dipakai untuk ganti unsur-unsur yang harus dipenuhi agar suatu
kerugian ini secara analogis mempergunakan perbuatan dapat dikategorikan sebagai suatu
peraturan ganti kerugian akibat wanprestasi tindakan atau perbuatan pemerintah, yakni:31
yang diatur Pasal 1243 -1252 BW. Moegni 28
Lihat putusan Hooge Raad tanggal 24 Mei 1918.
Djodjodirjo berpendapat bahwa Pasal 1365 29
MA. Moegni Djodjodirjo, Perbuatan Melawan Hukum,
BW memberikan kemungkinan beberapa jenis Jakarta: Pradnya Paramita, 1982, hal. 102.
30
Bambang Arwanto, op.cit, hal. 376.
27
Syukron Salam, “Perkembangan Doktrin Perbuatan 31
Muchsan, Beberapa Catatan tentang Hukum Administrasi
Melawan Hukum Penguasa,” Jurnal Nurani Hukum. Vol. Negara ke Peradilan Administrasi Negara, Yogyakarta:
1, No. 1, Desember 2018, hal .34. Liberty, 1981, hal. 18–19.

49
a) Perbuatan itu dilakukan oleh aparat kepentingan umum dan kemaslahatan
pemerintahan dalam kedudukannya sebagai masyarakat.
penguasa maupun sebagai alat perlengkapan Konsep onrechtmatige overheidsdaad
pemerintahan (bestuursorganen) dengan mengandung substansi bahwa suatu perbuatan
prakarsa dan tanggung jawab sendiri. pemerintah yang melanggar hukum akan
b) Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam menimbulkan tanggung gugat atas adanya
rangka menjalankan fungsi pemerintahan. kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan
c) Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai tersebut. Memang, terdapat perdebatan
sarana untuk menimbulkan akibat hukum mengenai apakah perbuatan pemerintah yang
di bidang hukum administrasi. tunduk pada hukum publik dapat dituntut
d) Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam kerangka hukum privat. Mengenai hal
dalam rangka pemeliharaan kepentingan ini, mengutip pendapat E. Utrecht, perbuatan
negara dan rakyat pemerintah sebagai penyelenggara kesejahtraan
umum ialah:35
Secara teori, perbuatan pemerintah dapat “Seperti semua subjek hukum lain, maka
dibagi menjadi dua, yakni tindakan nyata administrasi-pun tunduk juga pada hukum sipil
(Feitelijke Handelingen), dapat juga disebut (privat), yang dapat saya sebut hukum biasa
tindakan material-, tindakan biasa, atau (gemenrecht; Hamaker, Scholtern) agar dapat
tindakan faktual, dan juga tindakan hukum menyelenggarakan (pembahagian dari tugasnya,
maka administrasi dapat juga seperti semua subjek
(Rechtshandelingen).32 Tindakan nyata adalah
hukum yang lain menggunakan perhubungan-
tindakan pemerintah yang dimaksudkan untuk
perhubungan hukum yang dipakai subjek hukum
tidak menimbulkan akibat hukum, sementara lain itu, misalnya peraturan-peraturan uang
tindakan hukum adalah tindakan pemerintah terdapat dalam B.W tentang jual beli, sewa, dan
yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat sebagainya.”
hukum.33
Tindakan hukum yang dilakukan Menurut Soetojo, meskipun penguasa
pemerintah selaku badan hukum publik melakukan perbuatan tersebut dalam ranah
memiliki dua dimensi, yaitu tindakan hukum publik, tetapi akibatnya telah menimbulkan
privat (privaatrechtelijke rechtshandelingen) dan kerugian atau melanggar hak milik privaat
tindakan dalam hukum publik (publiekrechtelijke person, maka penguasa dapat digugat karena
rechtshandelingen).34 Tindakan hukum privat telah melakukan perbuatan melanggar hukum. 36
ialah tindakan hukum pemerintah berdasarkan Namun, pertanyaan yang timbul selanjutnya
hukum perdata atau hukum privat. Tindakan adalah perihal kapan suatu perbuatan
hukum publik merupakan tindakan hukum pemerintah dapat dikatakan telah “melanggar
pemerintah yang didasarkan pada hukum hukum”?
publik. Patut diperhatikan bahwa sekalipun Sebelum tahun 1919, pengertian mengenai
melaksanakan tindakan hukum yang bersifat “melanggar hukum” hanya ditafsirkan secara
privat, tujuan pemerintah tetaplah untuk sempit yakni hanya sebagai pelanggaran-
pelanggaran terhadap peraturan perundang-
32
Safri Nugraha, (et.al), Hukum Administrasi Negara, Depok:
Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, undangan yang berlaku. 37 Tafsiran secara
2007, hal. 85. sempit ini kemudian sudah tidak diikuti
33
Nur Aisyah, “Eksitensi Perlindungan Hukum Warga lagi dengan adanya putusan standard Arrest
Negara terhadap Tindakan Pemerintah dalam Membuat
Keputusan Administrasi Negara,” Samudra Keadilan, Vol. 35
Phillipus M. Hadjon, op.cit., hal.307
11, No. 1, Januari 2016, hal. 48-49. 36
Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan,
34
Herman, “Perlindungan Hukum Warga Negara terhadap Onrechtmatige Daad, Surabaya: Djumali, 1979, hal. 45.
Tindakan Pemerintah dalam Membuat Keputusan 37
Maximus Watung, “Onrechtmatige Overheidsdaad dalam
Administrasi Negara,” Jurnal Komunikasi Hukum, Vol. 1, Praktik Peradilan Negara Hukum,” Jurnal Lex Et Societatis,
No. 1, Februari 2015, hal. 49. Vol. VI, No. 1, Januari 2018, hal. 50.

50 NEGARA HUKUM: Vol. 11, No. 1, Juni 2020


tanggal 31 Januari 1919 dalam perkara yang Raad yang timbul kemudian berpendapat bahwa
dikenal sebagai Drukkers Arrest atau perkara norma kepatutan juga berlaku bagi penguasa.40
Lindebaum v Cohen. Dalam putusan mengenai Pada masa setelah proklamasi, peradilan
perkara tersebut, hakim menafsirkan perbuatan umum kemudian tetap menyatakan dirinya
“melanggar hukum” secara luas, dimana suatu memiliki kewenangan untuk menangani
perbuatan dianggap melanggar hukum tidak gugatan terhadap pemerintah. Ada tiga hal
hanya apabila perbuatan tersebut melanggar yang diketengahkan secara tidak konsisten,
hukum tertulis saja, namun juga apabila yaitu pertama, masih merujuk kepada Pasal 2
perbuatan tersebut:38 RO sebagai dasar hukum; kedua, menyatakan
1. Melanggar hak subyektif orang lain (hetzij sebagai dasar ialah karena belum adanya
met eens anders subjectief recht); peradilan tata usaha Negara; dan ketiga ialah
2. Bertentangan dengan kewajiban hukum si merujuk kepada yurisprudensi. 41
pembuat (hetzij met des daders eigen wettelijke
plicht); Perkembangan onrechtmatige overheidsdaad
3. Bertentangan dengan kesusilaan yang baik di Indonesia sendiri boleh dikatakan
(tegen de geode zeden); dan cukup dinamis, dimana terdapat beberapa
4. Bertentangan dengan kepatutan yang yurisprudensi yang memberikan kriteria yang
terdapat dalam masyarakat terhadap diri berbeda mengenai kapan suatu perbuatan
atau barang orang lain (zorgvuldigheid in hetpemerintah dikatakan telah melanggar hukum.
maatschappelijk verkeer betaamt). Setidaknya ada dua yurisprudensi yang dapat
Dalam Stroopot Arrest tanggal 29 Juni 1928, menggambarkan pergeseran kriteria ini.
Hoge Raad berpendapat bahwa perbuatan- Pertama ialah putusan MA dalam perkara
perbuatan penguasa (pemerintah) hanya dapat Kasum (Putusan No. 66K/SIP/1952), yang
dinyatakan melanggar hukum, sepanjang pada pokoknya menegaskan bahwa perbuatan
bertentangan dengan undang-undang tertulis melawan hukum terjadi apabila terjadi
atau melanggar hak orang lain atau bertentangan perbuatan sewenang-wenang dari pemerintah
dengan kewajiban hukum si pembuat akan atau merupakan tindakan yang tiada cukup
tetapi tidak merupakan perbuatan melanggar anasir kepentingan umum. Kemudian, yang
hukum jika melanggar ketentuan hukum yang kedua ialah putusan MA pada perkara
tidak tertulis. Dalam Arrest tersebut dinyatakan Jasopandojo (Putusan No. 838K/SIP/1970),
bahwa “Norma-norma hukum tidak tertulis itu yang dalam kasus ini MA berpendirian bahwa
tidak dapat diperlakukan terhadap perbuatan kriteria onrechtmatige overheidsdaad adalah
penguasa karena larangan untuk melanggar undang-undang dan peraturan formal yang
norma-norma kepatutan dalam masyarakat itu berlaku, kepatutan masyarakat yang harus
hanya berlaku dalam pergaulan antara sesama dipatuhi oleh penguasa. 42

Pada tahun 1986, dengan diundangkannya


warga masyarakat.”39 Secara singkat, kriteria-
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang
kriteria/ukuran berdasarkan kesusilaan yang
Peradilan Umum (UU PU) dan UU PTUN,
baik dan kepatutan sebagaimana dimaksud
pada Drukkers Arrest tidak digunakan dalam dasar kewenangan lingkungan Peradilan umum
mengadili perkara onrechtmatige overheidsdaad
menilai adanya perbuatan melanggar hukum
ialah Pasal 50 UU PU dikaitkan dengan Pasal 4
oleh penguasa (pemerintah). Namun, pada
jo. Pasal 1 angka 4 UU PTUN. Pasal 4 UU PTUN
perkembangan selanjutnya, yurisprudensi-
yurisprudensi yang dikeluarkan oleh Hooge 40
Chidir Ali, Yurisprudensi Tentang Perbuatan Melanggar
Hukum oleh Penguasa (onrechtmatige overheidsdaad) Tahun
38
Ibid. 1950 s/d tahun 1977, Jakarta: Binacipta, 1978, hal. 297.
39
Sahya Anggara, Hukum Administrasi Negara, Bandung: 41
Ibid.
Pustaka Setia, 2018, hal. 145. 42
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2010, hal. 273.

51
menerangkan bahwa peradilan tata usaha secara formil prosedural tentu hukum acara
negara (PTUN) adalah salah satu pelaksana yang dipakai dalam adalah hukum acara
kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari perdata yakni Het Herziene Indonesich Reglement
keadilan terhadap sengketa tata usaha negara. (HIR) atau Reglement Indonesia yang diperbarui
Sengketa tata usaha negara sendiri didefinisikan S.1848 No. 16 jo. S.1941 No.44, Rechtsreglement
sebagai sengketa yang timbul dalam bidang tata Buitengewesten (RBg) atau Reglement Daerah
usaha negara antara orang atau badan hukum Seberang, S. 1927 No.227, Buku IV BW,
perdata dengan badan atau pejabat tata usaha Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang
negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai Peraturan Peradilan Ulangan untuk Daerah Jawa
akibat dikeluarkannya KTUN, termasuk dan Madura, dan sebagainya.
sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan Salah satu perbedaan signifikan dalam
perundang-undangan yang berlaku. Dengan hukum acara perdata dengan hukum acara
demikian, kompetensi PTUN adalah memeriksa, tata usaha negara, yakni perihal putusan
memutus, dan menyelesaikan sengketa yang verstek. Dalam hukum acara perdata, terdapat
ditimbulkan oleh suatu KTUN, demikian pula pengaturan putusan verstek berdasarkan
tuntutan untuk ganti kerugian atas adanya Pasal 125 HIR /Pasal 149 RBg. Sementara itu
KTUN tersebut, menjadi kompetensi PTUN dalam hukum acara tata usaha negara yang
dengan berdasarkan Peraturan Pemerintah merujuk kepada UU PTUN, tidak dikenal
No. 43 Tahun 1991 tentang Ganti Rugi dan adanya putusan verstek. Dalam kaitannya
Tata Cara Pelaksanaannya di PTUN (PP dengan perkara gugatan perbuatan melanggar
43/1991). Pada penjelasan umum UU PTUN hukum oleh pemerintah, mekanisme verstek
kemudian juga dijelaskan bahwa sengketa memungkinkan pihak pemerintah dikalahkan
administrasi atau gugatan terhadap pemerintah apabila tidak hadir pada saat sidang pertama.
yang tidak termasuk kompetensi peradilan tata Proses acara perdata juga mewajibkan
usaha negara dan tidak termasuk kompetensi dilaksankannya mediasi sebelum melanjutkan ke
peradilan tata usaha negara militer menjadi proses jawab jinawab. Kewajiban melaksanakan
kompetensi peradilan umum. mediasi ini sebelum tahun 2014 diatur melalui
Konsekuensi dari konstruksi kewenangan Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung Nomor
PTUN sebagaimana dijabarkan pada UU 1 Tahun 2008. Pasal tersebut menyatakan
PTUN tersebut adalah terdapat dua jenis sistem bahwa kecuali perkara yang diselesaikan
tanggung gugat. Gugatan terhadap KTUN yang melalui prosedur pengadilan niaga, pengadilan
dikeluarkan pemerintah yang menyebabkan hubungan industrial, keberatan atas putusan
kerugian pada warga masyarakat (seseorang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen,
atau badan hukum perdata) diajukan melalui dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas
PTUN, sedangkan untuk perbuatan pemerintah Persaingan Usaha, semua sengketa perdata
yang merugikan warga masyarakat baik yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama
disebabkan oleh KTUN dan tindakan-tindakan wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian
faktual pemerintah (feitelijke handelingen) melalui perdamaian dengan bantuan mediator.
upaya hukum yang dapat ditempuh disalurkan Merujuk kepada ketentuan tersebut, dalam
melalui pengadilan umum (pengadilan negeri) sengketa perbuatan melawan hukum oleh
atas dasar perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah, antara pemerintah sebagai pihak
penguasa (onrechmatige overheidsdaad).43 tergugat dan perorangan atau badan hukum
Mengingat perkara gugatan perbuatan sebagai penggugat wajib diadakan mediasi.
melanggar hukum oleh pemerintah Selain perbedaan forum penyelesaian,
(onrechmatige overheidsdaad) merupakan besaran tuntutan ganti rugi antara kerugian
kompetensi Peradilan umum secara perdata, akibat penerbitan KTUN yang digugat di
PTUN dengan kerugian yang dituntut melalui
43
Bambang Arwanto, op.cit, hal. 375.

52 NEGARA HUKUM: Vol. 11, No. 1, Juni 2020


lingkungan peradilan umum juga berbeda. melaksanakan putusan tersebut, ketidaktaatan
Berdasarkan PP 43/1991 sebagai pelaksanaan terhadap putusan PTUN tersebut dijadikan
Pasal 120 ayat (2) UU PTUN44, besarnya ganti dasar menggugat adanya onrechtmatige
rugi atas terbitnya KTUN dibatasi paling sedikit overheidsdaad ke Pengadilan Negeri. 46
Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu Alasan lain untuk melakukan gugatan
rupiah), dan paling banyak Rp5.000.000,00 perdata setelah melakukan gugatan di PTUN
(lima juta rupiah).45 Sementara itu, ganti rugi ialah karena adanya pembatasan tuntutan ganti
atas adanya tindakan faktual yang melanggar rugi yang telah disinggung sebelumnya. Memang
hukum tidak dibatasi besarannya, mengingat rasanya cukup menciderai keadilan, apabila ganti
bahwa ketentuannya merujuk pada Pasal 1365 rugi yang timbul akibat diterbitkannya suatu
BW. KTUN hanya dibatasi sebsar Rp5.000.000,00
Terdapat suatu hal yang menarik dari Bagaiamana apabila ternyata kerugian yang
pembatasan ganti rugi di PTUN, yakni terkait timbul melampaui jumlah tersebut? Apakah
ganti rugi apabila jumlah penggugat dalam kemudian penggugat harus memikul sendiri
suatu gugatan lebih dari satu orang. Pembatasan sisa kerugian tersebut? Juklak MA menyatakan
ganti rugi sesuai PP No. 43 Tahun 1991 tentu bahwa dalam hal tuntutan ganti rugi melebihi
merupakan pembatasan tuntutan ganti rugi batas maksimal dalam PP No. 43 Tahun 1991,
per suatu gugatan, bukan per penggugat. Pada dalam pertimbangan hukum dipertimbangkan
praktiknya, ternyata batasan ganti rugi tersebut mengenai dikabulkannya permohonan tuntutan
juga ditafsirkan sebagai batasan ganti rugi per ganti ruginya sebatas PP No. 43 Tahun 1991,
orang atau penggugat. Salah satu putusan yang sedangkan tuntutan ganti rugi selebihnya
mencerminkan pandangan ini ialah Putusan No. dapat diajukan ke peradilan umum.47 Tentu
06/G.TUN/2002/P.TUN.JPR. Dalam perkara kemudian dasar hukum pengajuan tuntutan
tersebut, majelis hakim menghukum Bupati ganti rugi tersebut adalah adanya onrechtmatige
Jayapura selaku tergugat untuk membayar ganti overheidsdaad.
rugi kepada para penggugat yang berjumlah Pertimbangan semacam ini juga dapat
220 (dua ratus dua puluh orang), sebesar dilihat pada beberapa putusan hakim PTUN,
Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) untuk setiap salah satunya ialah Putusan No.06/G.
penggugat. Secara praktis, maka total ganti TUN/2002/P.TUN.JPR yang telah dibahas
rugi yang diberikan atas gugatan tersebut ialah sebelumnya. Dalam pertimbangannya, majelis
sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta hakim berpendapat bahwa karena kerugian
rupiah). Putusan ini kemudian dikuatkan oleh yang diderita para penggugat melebihi apa
Pengadilan Tinggi Makassar dan Mahkamah yang telah dikabulkan oleh Majelis Hakim,
Agung maka majelis hakim memandang bahwa apabila
Secara praktiknya dalam perkara–perkara perlu, maka dapat dituntut di lingkup peradilan
yang berkaitan dengan KTUN seringkali umum dengan mendasarkan adanya perbuatan
dilakukan upaya hukum secara perdata setelah melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatige
menempuh upaya hukum di PTUN. Suatu overheidsdaad), ex 1365 BW.
KTUN yang merugikan digugat terlebih dahulu Mencermati praktik gugatan perdata
di PTUN. Apabila ternyata gugatan tersebut tersebut, setidaknya akan muncul pertanyaan
dimenangkan oleh penggugat dan pihak apakah mekanisme demikian merupakan suatu
pejabat atau instansi yang bersangkutan tidak 46
Firzhal Arzhi Jiwantara dan Gatot Dwi Hendro Wibowo,
44
Besarnya ganti rugi beserta tata cara pelaksanaan “Kekuatan Eksekutorial Putusan PTUN dan Implikasi
Dalam Pelaksanaannya,” Jurnal IUS, Vol II, Nomor 4,
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat
(10) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. April 2014, hal. 176.
45
Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun
47
Lihat Juklak Ketua Muda MA RI Urusan Lingkungan
1991 tentang Ganti Rugi dan Tata Cara Pelaksanaannya Peradilan TUN No. 223/Td.TUN/X/1993, 14-10-1993
pada Peradilan Tata Usaha Negara. (Angka V.2).

53
ne bis in idem? Perlu dicermati bahwa ganti rugi Apabila berada dalam lingkup peradilan
dalam gugatan di pengadilan tata usaha negara umum dan menggunakan hukum acara
pada hakikatnya merupakan tuntutan tambahan perdata, mengenai eksekusi atas putusan
yang akan dikabulkan setelah adanya tuntutan onrechtmatige overheidsdaad juga setidaknya
pokok. Pasal 53 UU PTUN menyatakan bahwa: akan menimbulkan masalah. Masalah eksekusi
“Seseorang atau badan hukum perdata yang merasa ini timbul apabila tidak ada itikad baik (good will)
kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan dari pihak pemerintah untuk melaksanakan
Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan putusan Pengadilan yang bersifat condemnatoir.
tertulis kepada Pengadilan yang berwenang berisi Dalam keadaan semacam ini, timbul pertanyaan
tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara mengenai langkah apa yang dapat dilakukan
yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak oleh penggugat untuk memaksa pemerintah
sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan gati rugi melaksanakan putusan pengadilan. Dalam
dan/atau rehabilitasi.” hukum acara perdata, dikenal upaya untuk
Pada penjelasan Pasal 53, dijelaskan lebih memohon eksekusi putusan oleh pengadilan
lanjut bahwa berbeda dengan gugatan di muka berdasarkan Pasal 195–224 HIR. Berdasarkan
pengadilan perdata, apa yang dapat dituntut Pasal 195 HIR, apabila pihak yang dikalahkan
di muka Pengadilan Tata Usaha Negara ini tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi
terbatas pada satu macam tuntutan pokok yang keputusan dengan damai, maka pihak yang
berupa tuntutan agar Keputusan Tata Usaha menang dapat memasukkan permintaan, baik
Negara yang telah merugikan kepentingan dengan lisan, maupun dengan surat, kepada
penggugat itu dinyatakan batal atau tidak sah, ketua pengadilan negeri supaya memanggil
sementara ganti rugi hanyalah merupakan pihak yang dikalahkan serta memperingatkan,
tuntutan tambahan. Hal tersebut tentu sangat supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam
berbeda dengan konstruksi gugatan berdasarkan tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-
Pasal 1365 BW, yang mana tuntutan pokoknya lamanya delapan hari. Kemudian apabila pihak
adalah untuk memperoleh ganti rugi. Dalam hal yang dikalahkan tetap tidak melaksanakan isi
gugatan diajukan ke PTUN lalu dilanjutkan ke putusan setelah lampau jangka waktu tersebut,
peradilan perdata, meskipun timbul dari suatu maka Ketua Pengadilan memerintahkan agar
kejadian yang sama, namun objek tuntutannya disita barang-barang milik pihak yang kalah
ialah berbeda. Gugatan TUN ialah untuk sampai dirasa cukup akan pengganti jumlah
membatalkan KTUN, sementara gugatan secara uang yang tersebut di dalam keputusan itu
perdata untuk memperoleh ganti kerugian. dan ditambah pula dengan semua biaya untuk
Dengan demikian, hal ini bukanlah suatu menjalankan keputusan itu.
ne bis in idem. Meskipun secara yuridis tidak Permasalahan yang timbul dalam perkara
menimbulkan masalah, mekanisme semacam onrechtmatige overheidsdaad adalah mengenai
ini pada hakekatnya justru membuat proses apakah barang milik negara yang merupakan
pencarian keadilan menjadi berlarut larut. Perlu barang–barang dengan kepentingan publik
diingat bahwa proses beracara di peradilan umum didalamnya, dapat disita? Sebelum tahun 2004,
juga sama halnya di peradilan administrasi yang berdasarkan ketentuan Pasal 66 dan Pasal 67
membutuhkan waktu yang cukup lama. Hal Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1968 tentang
ini justru akan membuat jaminan kepastian Perbendaharaan Negara dan ICW/S.1864-106
hukum (rechtzekerheid) sulit diwujudkan dan jis S.1925-448, terhadap barang milik
rasa keadilan bagi masyarakat menjadi sulit negara tetap dapat dilakukan penyitaan oleh
ditegakkan.48 pengadilan, hanya saja harus memperoleh
izin terlebih dahulu dari Mahkamah Agung.
48
Maftuh Effendi, “Tuntutan Ganti Rugi Pada Peradilan Namun, dengan terbitnya Undang-Undang
Administrasi,” Jurnal Perspektif, Vol. XV, No. 4, Oktober
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
2010, hal. 434.

54 NEGARA HUKUM: Vol. 11, No. 1, Juni 2020


Negara, penyitaan terhadap barang milik negara IV. Gugatan Perbuatan Melanggar Hukum
/daerah menjadi dilarang berdasarkan Pasal 50 oleh Pemerintah Berdasarkan UU No.
undang-undang tersebut. Tentu ketentuan ini 30 Tahun 2014
membuat ganti rugi pada perkara onrechtmatige Pasca lahirnya UU No. 30 Tahun 2014,
overheidsdaad menjadi tergantung sepenuhnya telah terjadi perubahan yang sangat signifikan
kepada goodwill dari pemerintah (karena tidak dalam ranah hukum administrasi di Indonesia.
dapat memaksa pemenuhan isi putusan melalui Perubahan yang signifikan ini dapat dilihat
upaya sita eksekusi). dari diperluasnya konsep KTUN yang ada di
Kesulitan memperloeh eksekusi atau dalam ranah hukum administrasi. Hal ini, dapat
pelaksanaan isi putusan dalam perkara dilihat di dalam Pasal 87, dimana KTUN tidak
onrechtmatige overheidsdaad dapat dilihat pada lagi hanya dimaknai sebagai penetapan tertulis
salah satu kasus, yakni antara warga petamburan yang bersifat individual, konkrit, dan final,
dengan pemerintah DKI Jakarta.49 Kasus ini namun harus dimaknai, sebagai:
bermula ketika 473 kepala keluarga di RW 09 a. penetapan tertulis yang juga mencakup
Petamburan Jakarta Pusat digusur Pemprov DKI tindakan faktual;
tahun 1997. Penggusuran untuk pembangunan b. Keputusan Badan dan/atau Pejabat Tata
Rusunami untuk warga setempat. Pemprov Usaha Negara di lingkungan eksekutif,
DKI di masa lalu menjajikan uang penggantian legislatif, yudikatif, dan penyelenggara
sewa sebagai ganti rugi keterlambatan negara lainnya;
rampungnya Rusunami. Pertahun-nya uang c. berdasarkan ketentuan perundang-
tersebut seharusnya dibayarkan kepada warga undangan dan AUPB;
sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah), d. bersifat final dalam arti lebih luas;
namun uang tersebut tidak pernah dibayarkan. e. Keputusan yang berpotensi menimbulkan
Pembangunan Rusunami tersebut juga akibat hukum; dan/atau
tertunda hingga lima tahun dan warga yang f. Keputusan yang berlaku bagi warga
sudah terlanjur tergusur hidup menggelandang. Masyarakat.
Warga kemudian menggugat Pemprov DKI Salah satu dampak dari perluasan konsep
Jakarta atas dasar Perbuatan Melawan Hukum KTUN tersebut adalah tindakan faktual
dan dimenangkan melalui Putusan Mahkamah (feitelijk handelingen) kini juga dianggap sebagai
Agung di tingkat kasasi pada tahun 2005 KTUN. Hal ini tentunya menimbulkan berbagai
(Putusan MA nomor 2409/KPDT/2005).50 konsekuensi yuridis, dimana salah satunya
Namun, hingga kini warga belum mendapat adalah onrechtmatige overheidsdaad yang dulu
ganti rugi dari Pemerintah DKI Jakarta. Upaya merupakan kompetensi absolut pengadilan
eksekusi tidak dapat dilakukan mengingat negeri, beralih menjadi kompetensi absolut
ketentuan Pasal 50 UU No. 1 Tahun 2004. PTUN.51 Hal ini disebabkan karena dulu PTUN
hanya memiliki kompetensi absolut terhadap
sengketa tata usaha Negara yang berasal dari
KTUN yang berbentuk tertulis dengan sifat
49
Pebriansyah Ariefana, “12 Tahun Cari Keadilan, Warga konkrit, individual, dan final (KTUN sempit)
Petamburan Tuntut Anies Ganti Rugi Rp 11 M,” https:// saja, namun saat ini konsep KTUN diperluas
www.suara.com/news/2019/01/14/174412/12-tahun-cari-
keadilan-warga-petamburan-tuntut-anies-ganti-rugi-rp-
sesuai dengan Pasal 87 UU No. 30 Tahun 2014
11-m, diakses tanggal 14 Februari 2020. (KTUN luas).
50
Kowi, “Warga Petamburan Desak Pemerintah DKI
Jakarta Laksanakan Putusan Pengadilan Ganti Rugi 51
Wahyu Purnomo (et.a)l, “Analysis of Lawsuit Against
Penggusuran,” https://www.bantuanhukum.or.id/web/
the Factual Action which Conducted by Military after
warga-petamburan-desak-pemerintah-dki-jakarta-
Law Number 30 Year 2014 Concerning Government
laksanakan-putusan-pengadilan-ganti-rugi-penggusuran/, Administration,” Unram Law Review, Vol. 4, No. 1, April
diakses tanggal 14 Februari 2020.
2020, hal. 20.

55
Terkait tindakan faktual (feitelijk hukumnya saja dapat diketahui, bahwa hukum
handelingen) yang diatur di dalam Pasal 87 huruf acara yang berlaku di pengadilan negeri dan
a UU 30/2014, sejatinya terdapat dua posibilitas pengadilan tata usaha memiliki perbedaan.
bentuk, yaitu: Sehingga tentunya dalam mengajukan
1. Tindakan Faktual yang merupakan onrechtmatige overheidsdaad terdapat perubahan
pelaksanaan penetapan tertulis hukum acara yang cukup signigikan pasca
2. Tindakan Faktual yang berdiri sendiri beralih kompetensi absolutnya ke PTUN.
tanpa penetapan tertulis Beberapa hal yang berbeda dalam hukum
Terkait tindakan faktual yang dapat digugat acara gugatan onrechtmatige overheidsdaad ketika
ke PTUN, sejatinya dapat dilihat secara experis beralih ke PTUN, misalnya adalah adanya
verbis di dalam Surat Edaran Mahkamah Agung kewajiban untuk melakukan upaya administratif
Nomor 4 Tahun 2016. Dalam bagian Rumusan sebelum mengajukan gugatan onrechtmatige
Hukum Kamar Tata Usaha Negara Surat overheidsdaad. Hal ini sesuai dengan ketentuan
Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun Pasal 75 UU No. 30 Tahun 2014 jo. Pasal
2016, mengatur bahwa terkait objek gugatan 2 Peratuan Mahkamah Agung Nomor 6
ke PTUN adalah Penetapan tertulis dan/atau Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelesaian
tindakan faktual. Dengan adanya ketentuan Sengketa Administrasi Pemerintahan Setelah
tersebut, tentunya jelas, bahwa tindakan faktual Menempuh Upaya Administratif. Upaya
yang dapat digugat adalah tindakan faktual administatif ini berdasarkan Pasal 75 ayat
yang berdiri sendiri tanpa penetapan tertulis (2) UU No. 30 Tahun 2014 terdiri dari
dan/atau tindakan faktual yang merupakan dua, yaitu keberatan dan banding. Adanya
pelaksanaan tertulis. kewajiban penerapan upaya administatif
Terdapat konsekuensi-konsekuensi yuridis ini, sejatinya merupakan pengejawantahan
dengan beralihnya kompetensi absolut gugatan dari pemerintah sebagai public servant/ public
onrechtmatige overheidsdaad dari pengadilan officer, dimana tugas utama pemerintah adalah
negeri ke PTUN. Salah satu konsekuensi penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat
yuridis yang mendasar adalah terkait dengan (public services), bukannya justru melayani
perubahan hukum acara. Dulu, ketika gugatan gugatan, sehingga apabila sengketa tata usaha
onrechtmatige overheidsdaad merupakan negara tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah,
kompetensi absolut dari pengadilan negeri, barulah diselesaikan oleh pengadilan (ultimum
dasar hukum acara yang digunakan adalah remedium).53
hukum acara perdata yang umumnya berasal Tidak ada kewajiban untuk melakukan
dari HIR dan RBg. Sementara itu, dasar hukum proses mediasi sebelum mengajukan gugatan
acara pengadilan tata usaha negara umumnya dalam hukum acara gugatan onrechtmatige
antara lain berasal dari UU PTUN, selanjutnya overheidsdaad ketika beralih ke PTUN. Seperti
mengalami perubahan pertama dirubah dengan telah diuraikan sebelumnya, bahwa sebelum
Undang- Undang No 9 Tahun 2004 tentang berlakunya UU No. 30 Tahun 2014 gugatan
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 onrechtmatige overheidsdaad diajukan ke
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha pengadilan negeri, sehingga harus dilakukan
Negara, Undang-Undang Nomor 51 Tahun proses mediasi terlebih dahulu. Sementara
2009 tentang perubahan kedua atas Undang- di dalam hukum acara di PTUN tidak
Undang Nomor 5 Tahun 1986, UU No. 30 dikenal yang namanya proses mediasi. Hal ini
Tahun 2014, dan sebagainya.52 Dari dasar disebabkan karena sudah adanya kewajiban
untuk melakukan proses penyelesaian sengketa
52
Dani Habibi, “Perbandingan Hukum Peradilan Tata Usaha
Negara dan Verwaltungsgerecht sebagai Perlindungan
53
Hari Sugiharto dan Bagus Oktafian Abrianto, “Upaya
Hukum Rakyat,” Kanun Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 21, No. Administratif sebagai Perlindungan Hukum bagi Rakyat
1, April 2019, hal. 1–22. dalam Sengketa Tata Usaha Negara,” Arena Hukum, Vol.
11, No. 1, April 2018, hal. 24–47.

56 NEGARA HUKUM: Vol. 11, No. 1, Juni 2020


alternatif (non yudisial) dalam bentuk yang bahwa “Putusan terhadap pokok gugatan
berbeda, yaitu upaya administratif yang dapat dijatuhkan hanya setelah pemeriksaan
telah disinggung sebelumnya. Sehingga, mengenai segi pembuktiannya dilakukan
justru menjadi tidak efektif ketika sudah secara tuntas”. Hal ini berarti, proses
adanya kewajiban untuk melakukan upaya pembuktian tetap harus dilakukan dilakukan
administratif, namun juga diikuti dengan agar putusan tersebut bisa dijatuhkan.
adanya kewajiban untuk melakukan mediasi, Dengan demikian yang diatur di dalam
yang mana “ruhnya” adalah sama-sama untuk Pasal 72 UU PTUN adalah terkait dengan in
menyelesaikan sengketa di luar pengadilan. absentia. Berbeda dengan putusan verstek pada
Mengenai beban pembuktian, apabila umumnya yang dikenal di dalam pengadilan
merujuk kepada Pasal 107 UU, hakimlah negeri, dimana berdasarkan Pasal 125 HIR
yang menentukan beban pembuktian, apakah jo. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 9
akan dibebankan kepada penggugat ataukah Tahun 1964, bahwa hakim dapat menjatuhkan
tergugat, atau dibebankan secara proporsional putusan verstek, ketika hakim telah memanggil
kepada keduanya. Hal demikian tentu berbeda sekali lagi tergugat secara patut ketika tidak
dengan gugatan secara perdata yang tunduk hadir.54 Itu artinya, tidak diperlukan adanya
pada ketentuan Pasal 1865 BW, dimana proses pembuktian dalam putusan verstek
beban pembuktian ada pada penggugat. Dalam di pengadilan negeri. Oleh sebab itu, bisa
perkara onrechtmatige overheidsdaad, memang dikatakan bahwa ketika pengajuan gugatan
patut dipertimbangakan dan diusahakan onrechtmatige overheidsdaad telah berpindah ke
agar beban pembuktian dijatuhkan kepada PTUN, maka tidak dikenal putusan verstek.
pemerintah sebagai tergugat. Hal ini mengingat Dalam perkembangannya, selain tidak ada
pemerintah sebagai pihak yang memiliki lebih putusan verstek, berdasarkan Pasal 1 angka
banyak dokumentasi, informasi, tenaga ahli, 37 UU No. 9 Tahun 2004 yang menghapus
dan kemampuan finansial dibandingkan dengan ketentuan Pasal 118 UU PTUN yang kemudian
penggugat, sehingga membuat pemerintah ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi dalam
berkedudukan sebagai cheapest cost avoider. Putusan Nomor 122/PUU-VII/2009 yang
Disamping itu, pemerintah juga sewajarnya menolak penambahan derden verzet di dalam
merasa perlu untuk mempertahankan hukum acara di PTUN,55 maka sekarang dalam
reputasinya sebagai pelayan masyarakat hukum acara di PTUN tidak lagi dikenal
(kepentingan publik). derden verzet. Berdasarkan hal tersebut, jelas
Hal berikutnya yang yang berbeda tidak adanya derden verzet terhadap gugatan
dalam hukum acara gugatan onrechtmatige onrechtmatige overheidsdaad pasca UU No.
overheidsdaad ketika beralih ke PTUN 30 Tahun 2014. Dengan demikian, sekarang
adalah tidak dikenalnya putusan verstek dan dalam hukum acara di PTUN tidak lagi dikenal
perlawanan pihak ketiga (derden verzet). Seperti derden verzet. Berdasarkan hal tersebut, jelas
disinggung sebelumnya, bahwa dalam hukum tidak adanya derden verzet terhadap gugatan
acara perdata dikenal verstek dan terdapat upaya onrechtmatige overheidsdaad pasca UU No. 30
hukum khusus berupa derden verzet. Sehingga, Tahun 2014.
dulu ketika gugatan onrechtmatige overheidsdaad Perbedaan-perbedaan yang signifikan
diajukan ke pengadilan negeri, masih dikenal dalam hukum acara akibat konsekuensi hukum
dua hal tersebut. 54
Maswandi, “Putusan Verstek dalam Hukum Acara
Banyak orang yang mengira, bahwa di Perdata,” Mercatoria, Vol. 10, No. 2, Desember 2017, hal.
dalam acara PTUN dikenal putusan verstek 160–179.
55
Widodo Ekatjatjahna, “Mencermati Ratio Decidendi
karena mengacu Pasal 72 UU PTUN. Padahal,
MK dalam Putusan Nomor 122/PUU-VII/2009 tentang
ketika melihat karakteristik di dalam Pasal Penderogasian Norma Hukum dan Sifat Putusan PTUN.”
72, disebutkan di dalam Pasal 72 ayat (3), Jurnal Konstitusi, Vol. 7, No. 5, Oktober 2010, hal. 1–12.

57
berpindahnya kompetensi absolut gugatan overheidsdaad merupakan kompetensi absolut
onrechtmatige overheidsdaad dari pengadilan dari pengadilan negeri adalah terkait dengan
negeri ke PTUN adalah empat hal tersebut eksekusi atau pelaksanaan putusan, dimana
di atas, yaitu dengan adanya kewajiban upaya semua itu tergantung dari itikad baik (good
administratif, tidak dikenalnya mediasi, tidakwill) dari instansi pemerintah yang digugat. 56
adanya putusan verstek, tidak adanya derden Seperti yang disinggung sebelumnya, bahwa
verzet pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 1
Hal berikutnya yang cukup signifikan pascaTahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
lahirnya UU No. 30 Tahun 2014 terkait gugatan asset negara tidak bisa disita, sehingga,
onrechtmatige overheidsdaad, adalah petitum yang
acapkali meskipun penggugat menang akan
dapat dimintakan dalam pengajuan gugatan putusan onrechtmatige overheidsdaad, namun
onrechtmatige overheidsdaad. Pasal 5 ayat (2) kemenangan tersebut hanyalah kemenangan di
Perma No. 2 Tahun 2019 menyebutkan bahwa atas kertas.
dalam hal gugatan dikabulkan, pengadilan Oleh sebab itu, agar putusan yang
dapat mewajibkan kepada Pejabat Administrasi memenangkan penggugat terhadap gugatan
Pemerintahan untuk: onrechtmatige overheidsdaad tidak hanya
a. Melakukan tindakan pemerintahan; kemenangan di atas kertas, di dalam hukum
b. Tidak Melakukan tindakan pemerintahan; acara di PTUN, terdapat berbagai sarana, yaitu:
dan 1. Berdasarkan Pasal 116 ayat (3) UU PTUN jo
c. Menghentikan tindakan pemerintahan. Pasal 6 Peraturan Mahkamah Agung Nomor
Lebih lanjut, Pasal 5 ayat (3) Perma No. 2 2 Tahun 2019, disebutkan bahwa pasca 90
Tahun 2019 mengatur bahwa pelaksanaan hari tergugat tidak menjalankan putusan
kewajiban dalam Pasal 5 ayat (2) dapat disertai dari PTUN, tergugat dapat mengajukan
dengan permintaan rehabilitasi dan/atau ganti permohonan kepada ketua pengadilan
rugi. Pasal 5 ayat (4) Perma No. 2 Tahun PTUN tersebut agar memerintahkan
2019 lebih lanjut menjelaskan bahwa yang tergugat (instransi pemerintah terkait)
dimaksud dalam rehabilitasi adalah pemulihan untuk melaksanakan putusan tersebut.
keadaan semula seperti sebelum Tindakan 2. Berdasarkan Pasal 116 ayat (4) UU PTUN,
Pemerintahan dilakukan. Dengan demikian, disebutkan bahwa Dalam hal tergugat tidak
petitum yang dapat dimintakan terhadap bersedia melaksanakan putusan pengadilan
gugatan onrechtmatige overheidsdaad pasca UU yang telah memperoleh kekuatan hukum
No. 30 Tahun 2014, adalah: tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan
1. Meminta pejabat pemerintah melakukan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran
tindakan pemerintah; sejumlah uang paksa dan/atau sanksi
2. Meminta pejabat pemerintah tidak administratif.
melakukan tindakan pemerintah; 3. Berdasarkan Pasal 116 ayat (4) UU
3. Meminta pejabat pemerintah menghentikan PTUN, disebutkan bahwa Pejabat yang
tindakan pemerintah; tidak melaksanakan putusan pengadilan
4. Meminta ganti rugi; dan akan diumumkan pada media massa cetak
5. Meminta rehabilitasi (pengembalian ke setempat oleh panitera.
keadaan semula atau restitutio in integrum).
4. Berdasarkan Pasal 116 ayat (5) disebutkan
Hal berikutnya yang sangat signifikan pengumuman pada media massa cetak
berubah terkait dengan gugatan onrechtmatige setempat oleh panitera juga diikuti oleh
overheidsdaad ketika berpindah ke PTUN adalah pengajuan ketua PTUN setempat kepada
terkait dengan eksekusi atau pelaksanaan 56 Mohammad Afifudin Soleh. “Eksekusi Terhadap Putusan
putusan. Seperti telah disinggung sebelumnya, Pengadilan Tata Usaha Negara yang Berkekuatan Hukum
Tetap,” Mimbar Keadilan, Vol. 4, No. 1, Februari 2018,
bahwaproblematikaketikagugatanonrechtmatige
hal. 2.

58 NEGARA HUKUM: Vol. 11, No. 1, Juni 2020


Presiden sebagai pemegang kekuasaan terkait, pejabat tersebut dapat dikenakan
pemerintah tertinggi untuk memerintahkan sanksi pidana sesuai Pasal 216 KUHP,
pejabat tersebut melaksanakan putusan yaitu “Barang siapa dengan sengaja tidak
pengadilan, dan kepada lembaga perwakilan menuruti perintah atau permintaan yang
rakyat untuk menjalankan fungsi pengawasan. dilakukan menurut undang-undang oleh
5. Selain itu, ketika pejabat tersebut tidak mau pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu,
menjalankan putusan pengadilan tersebut, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya,
setelah adanya perintah dari ketua PTUN demikian pula yang diberi kuasa untuk
Tabel 1. Perbedaan Onrechtmatige Overheidsdaad sebelum dan sesudah UU No. 30 Tahun 2014
Perbedaan
Gugatan Sebelum UU No. 30
No Setelah UU No. 30 Tahun 2014
Onrechtmatige Tahun 2014
Overheidsdaad
1 Kompetensi Pengadilan Pengadilan Tata Usaha Negara
Absolut Negeri
2 Dasar Hukum HIR, RBg, BW UU No. 5 Tahun 1986, UU No. 9 Tahun
Acara 2004, UU No. 51 Tahun 2009, UU No. 30
Tahun 2014
3 Upaya Tidak Perlu (tidak dikenal) Wajib
Administratif
4 Mediasi Wajib Tidak Perlu (tidak dikenal)
5 Putusan Verstek Ada Tidak Ada
6 Derden Verzet Ada Tidak Ada
7 Petitum 1. Uang 1. Meminta pejabat pemerintah melakukan
yang dapat 2. Ganti kerugian atas kerugian dalam tindakan pemerintah
dimintakan bentuk setara atau pengembalian 2. Meminta pejabat pemerintah tidak
keadaan pada keadaan semula melakukan tindakan pemerintah
3. Pernyataan bahwa perbuatan yang 3. Meminta pejabat pemerintah
dilakukan adalah bersifat melawan menghentikan tindakan pemerintah
hukum 4. Meminta ganti rugi
4. Larangan untuk berbuat 5. Meminta rehabilitasi (pengembalian ke
5. Meniadakan sesuatu yang diadakan keadaan semula atau restitutio in integrum)
secara melawan hukum
6. Pengumuman perbaikan Tindakan
8 Eksekusi Bergantung pada itikad baik (good will) 1. Memohon kepada ketua PTUN terkait
Putusan dari pemerintah untuk memerintahkan pejabat terkait agar
melaksanakan putusan tersebut
2. Pengajuan uang paksa/sanksi administratif
3. Diumumkan di media massa cetak
setempat
4. Ketua PTUN terkait mengajukan
permohonan kepada Presiden untuk
meminta pejabat terkait untuk
melaksanakan putusan tersebut
5. pejabat pemerintah (tergugat) tersebut
dapat dikenakan sanksi pidana karena
tidak melaksanakan perintah pejabat
(ketua hakim PTUN) sesuai dengan Pasal
216 KUHP

59
mengusut atau memeriksa tindak pidana; putusan PTUN tersebut, dapat dikenakan
demikian pula barang siapa dengan sengaja sanksi pidana.
mencegah, menghalang-halangi atau
menggagalkan tindakan guna menjalankan B. Saran
ketentuan undang-undang yang dilakukan Para hakim pada segala tingkatan, baik
oleh salah seorang pejabat tersebut, judex facti maupun judex yuris, diharapkan
diancam dengan pidana penjara paling dapat konsisten dalam menerapkan perkara
lama empat bulan dua minggu atau pidana onrechtmatige overheidsdaad sebagai kompetensi
denda puling banyak sembilan ribu rupiah”. absolut dari peradilan tata usaha negara. Demi
Dengan demikian, pejabat pemerintah terwujudnya hal ini, maka perlu dilakukan
(tergugat) tersebut dapat dikenakan penyuluhan bagi seluruh jajaran hakim, baik
sanksi pidana karena tidak melaksanakan di lingkungan peradilan umum maupun
perintah ketua PTUN. lingkungan peradilan tata usaha negara.
Adapun perbedaan onrechtmatige overheidsdaad Bagi pemerintah pusat maupun pemerintah
sebelum dan sesudah UU No. 30 Tahun 2014 daerah sebagai kekuasaan eksekutif, harus
dijabarkan dalam Tabel 1. lebih mawas diri dan menghormati putusan
putusan pengadilan terkait perkara perkara
V. Penutup onrechtmatige overheidsdaad. Hal ini tidak
A. Simpulan terlepas dari upaya untuk menjaga martabat
Dengan berkembangnya konsep KTUN pemerintah serta menjadi suri teladan bagi
di dalam Pasal 87 UU No. 30 Tahun 2014, masyarakat untuk lebih menghormati putusan
dapat dilihat bahwa tindakan nyata merupakan putusan pengadilan.
salah satu bentuk dari KTUN. Sehingga,
gugatan terhadap adanya tindakan nyata yang
merupakan gugatan onrechtmatige overheidsdaad
yang dahulu merupakan kompetensi absolut Daftar Pustaka
Pengadilan Negeri, berubah menjadi kompetensi
absolut PTUN. Dengan berubahnya kompetensi
absolut gugatan onrechtmatige overheidsdaad
tersebut, terdapat berbagai konsekuensi yuridis, Jurnal
yaitu perubahan dari segi hukum acara. Aisyah, Nur. “Eksitensi Perlindungan Hukum
Selain perubahan pada hukum acara, Warga Negara terhadap Tindakan
adanya perubahan terhadap petitum yang Pemerintah dalam Membuat Keputusan
dapat dimintakan dalam gugatan onrechtmatige Administrasi Negara,” Samudra Keadilan,
overheidsdaad ketika diajukan ke pengadilan Vol. 11, No. 1, Januari 2016.
negeri dengan ketika diajukan ke PTUN. Selain Arwanto, Bambang. “Perlindungan Hukum
itu, yang paling penting adalah perubahan terkait bagi Rakyat Akibat Tindakan Faktual
dengan pelaksanaan putusan atau eksekusi, Pemerintah.” Yuridika. Vol. 30. No. 1.
dimana dulu ketika gugatan onrechtmatige Januari 2015.
overheidsdaad merupakan kompetensi absolut
pengadilan negeri, tergantung dari itikad baik Aridhayandi, M. Rendi. “Peran Pemerintah
(good will) dari pemerintah. Namun pasca Daerah dalam Pelaksanaan Pemerintahan
beralih ke kompetensi absolut PTUN, terdapat yang Baik (Good Governance) di Bidang
berbagai upaya agar putusan tersebut dapat Pembinaan dan Pengawasan Indikasi
dijalankan oleh instransi pemerintah terkait Geografis,” Jurnal Hukum & Pembangunan,
(tergugat). Bahkan, ketika instransi pemerintah Vol. 48, No. 4, Oktober 2018.
terkait (tergugat) tersebut tidak menjalankan

60 NEGARA HUKUM: Vol. 11, No. 1, Juni 2020


Effendi, Maftuh. “Tuntutan Ganti Rugi pada Muhlizi, Arfan Faiz. “Reformulasi Diskresi dalam
Peradilan Administrasi.” Jurnal Perspektif. Penataan Hukum Administrasi.” Jurnal
Vol. XV. No. 4. Oktober 2010. Rechtsvinding. Vol.1. No.1. Januari 2012.
Ekatjatjahna, Widodo. “Mencermati Ratio Nugraha, Xavier. Risdiana Izzaty. dan Annida
Decidendi Mk dalam Putusan Nomor Aqila. “Rekonstruksi Batas Usia Minimal
122/Puu-Vii/2009 tentang Penderogasian Perkawinan sebagai Bentuk Perlindungan
Norma Hukum dan Sifat Putusan PTUN.” Hukum.” Lex Scientia, Vol. 3. No. 1. Mei
Jurnal Konstitusi. Vol. 7. No. 5. Oktober 2019.
2010. Purnomo, Wahyu (et.a)l. “Analysis of Lawsuit
Habibi, Dani. “Perbandingan Hukum Peradilan Against the Factual Action which
Tata Usaha Negara dan Verwaltungsgerecht Conducted by Military after Law Number
Sebagai Perlindungan Hukum Rakyat.” 30 Year 2014 Concerning Government
Kanun Jurnal Ilmu Hukum. Vol. 21. No. 1. Administration,” Unram Law Review, Vol.
April 2019. 4, No. 1, April 2020.
Haris, Oheo K.,” Good Governance (Tata Kelola Salam, Syukron. “Perkembangan Doktrin
Pemerintahan yang Baik) dalam Pemberian Perbuatan Melawan Hukum Penguasa.”
Izin oleh Pemerintah Daerah di Bidang Jurnal Nurani Hukum. Vol. 1. No. 1.
Pertambangan.” Jurnal Yuridika, Vol. 30, Desember 2018.
No. 1, Januari 2015. Setiadi, Wicipto. “Pembangunan Hukum dalam
Herman, “Perlindungan Hukum Warga Rangka Pengingkatan Supremasi Hukum.”
Negara terhadap Tindakan Pemerintah Jurnal Rechtsvinding, Vol. 1. No. 1. April
dalam Membuat Keputusan Administrasi 2012.
Negara,” Jurnal Komunikasi Hukum, Vol. 1, Soleh, Mohammad Afifudin. “Eksekusi
No. 1, Februari 2015. Terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha
Jiwantara, Firzhal Arzhi dan Gatot Dwi Negara Yang Berkekuatan Hukum Tetap,”
Hendro Wibowo. “Kekuatan Eksekutorial Mimbar Keadilan, Vol. 4, No. 1, Februari
Putusan PTUN dan Implikasi Dalam 2018.
Pelaksanaannya.” Jurnal IUS. Vol II. Nomor Sonata, Depri Liber. “Metode Penelitian Hukum
4. April 2014. Normatif dan Empiris: Karakteristik Khas
Lathif, Nazaruddin. ”Teori Hukum sebagai dari Metode Meneliti Hukum.” Fiat Justitia.
Sarana/Alat untuk Memperbaharui atau Vol. 8. No. 1. Januari—Maret 2014.
Merekayasa Masyarakat.” Pakuan Law Sugiharto, Hari dan Bagus Oktafian Abrianto.
Review, Vol. 3, No. 1, Januari 2017. “Upaya Administratif sebagai Perlindungan
M., Mulyadi. “Riset Desain dalam Metodologi Hukum bagi Rakyat dalam Sengketa Tata
Penelitian.” Jurnal Studi Komunikasi dan Usaha Negara.” Arena Hukum. Vol. 11. No.
Media. Vol. 16. No. 1. Januari 2012. 1. April 2018.
Maswandi. “Putusan Verstek dalam Hukum Sugiharto, Hari dan Bagus Oktafian Abrianto.
Acara Perdata.” Mercatoria, Vol. 10, No. 2, ”Perlindungan Hukum Non-Yudisial
Desember 2017. terhadap Perbuatan Hukum Publik oleh
Mcguire, Hannah. “Indonesian Law Reform Pemerintah.” Jurnal Yuridika. Vol. 33. No.
1. Januari 2018.
and the Promotion of Justice: An Analysis
of Law Reform in the Post Soeharto Period.” Suprapto, Paulus Hadi. “Ilmu Hukum
Brawijaya Law Journal. Vol.3. Vol.1. 2016. (Pendekatan Kajiannya).” Inovatif. Vol. 2.
No. 4. April 2010.

61
Susilo, Agus Budi. “Reformulasi Perbuatan Muchsan. Beberapa Catatan tentang Hukum
Melanggar Hukum oleh Badan atau Pejabat Administrasi Negara ke Peradilan Administrasi
Pemerintahan dalam Konteks Kompetensi Negara. Yogyakarta: Liberty, 1981.
Absolut Peradilan Tata Usaha Negara.” Nugraha, Safri et.al. Hukum Administrasi
Jurnal Hukum dan Peradilan. Vol. 2. No. 2. Negara. Depok: Badan Penerbit Fakultas
April 2013. Hukum Universitas Indonesia. 2007.
Watung, Maximus. “Onrechtmatige Pound, Roscoe. An Introduction to the Philosophy
Overheidsdaad dalam Praktik Peradilan of Law. London: Yale University Press,
Negara Hukum.” Jurnal Lex et Societatis. 1974, hlm. 25.
Vol. VI. No. 1. Januari 2018.
Prawirohamidjojo, Soetojo dan Marthalena
Buku Pohan. Onrechtmatige Daad. Surabaya:
Ali, Chidir. Yurisprudensi Tentang Perbuatan Djumali. 1979.
Melanggar Hukum oleh Penguasa Prodjodikoro, Wirjono. Perbuatan Melanggar
(onrechtmatige overheidsdaad) Tahun 1950 Hukum: Dipandang dari sudut Hukum
s/d tahun 1977. Jakarta: Binacipta, 1978. Perdata. Bandung: CV. Mandar Maju. 2000.
Allen, Carleton Kemp. Law In The Making. Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Cetakan ke-V.
London: Oxford University Press. 1927. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000.
Anggara, Sahya. Hukum Administrasi Negara.
Bandung: Pustaka Setia, 2018. Pustaka dalam Jaringan
Ariefana, Pebriansyah. “12 Tahun Cari
Azhary, Muhammad Tahir. Negara Hukum. Keadilan, Warga Petamburan Tuntut
Jakarta: Kencana, 2003. Anies Ganti Rugi Rp 11 M.” https://www.
Djodjodirjo, MA. Moegni. Perbuatan Melawan suara.com/news/2019/01/14/174412/12-
Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita, 1982. tahun-cari-keadilan-warga-petamburan-
Hadjon, Phillipus M.Pengantar Hukum Administrasi tuntut-anies-ganti-rugi-rp-11-m., diakses
Indonesia cetakan ke-13. Yogyakarta: Gadjah tanggal 14 Februari 2020.
Mada University Press, 2019. Kowi. “Warga Petamburan Desak Pemerintah
HR, Ridwan. Hukum Administrasi Negara. DKI Jakarta Laksanakan Putusan Pengadilan
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010. Ganti Rugi Penggusuran.” https://www.
bantuanhukum.or.id/web/warga-petamburan-
Kusnardi, Moh. dan Harmaily Ibrahim. Hukum desak-pemerintah-dki-jakarta-laksanakan-
Tata Negara Indonesia. Jakarta: Sinar Bakti, putusan-pengadilan-ganti-rugi-penggusuran/,
1988. diakses tanggal 14 Februari 2020.
Manan, Bagir dan Kuntara Magnar. Beberapa
Masalah Hukum Tata Negara Indonesia.
Bandung: Penerbit Alumni, 1997.

62 NEGARA HUKUM: Vol. 11, No. 1, Juni 2020

You might also like