You are on page 1of 25

USULAN

PENELITIAN TUGAS AKHIR

ANALISA HUBUNGAN NILAI PERUBAHAN BOD


(BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND) DAN pH PADA POME
(PALM OIL MILL EFFLUENT) DALAM PROSES
PEMBUATAN BIOGAS

MUHAMMAD HAFIZ
2002023
PROGRAM STUDI
TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN

INSTITUT TEKNOLOGI SAWIT INDONESIA


MEDAN
2023
`

HALAMAN PERSETUJUAN
USULAN PENELITIAN TUGAS AKHIR

Nama : Muhammad Hafiz


Nomor Induk : 2002023
Program Studi : Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan
Judul Tugas Akhir : ANALISA HUBUNGAN NILAI PERUBAHAN BOD
(BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND) DAN pH PADA POME (PALM OIL
MILL EFFLUENT) DALAM PROSES PEMBUATAN BIOGAS

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Heri Purwanto, STP., M.Sc) (Rahimah, SST., MT)

Mengetahui,
Ka. PS TPHP

(Ika Ucha Pradifta Rangkuti, SST., M.Si)

i
`

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
DAFTAR TABEL...................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

1.1 Latar Belakang .........................................................................................1


1.2 Urgensi Penelitian ....................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................2
1.4 Target Temuan .........................................................................................2
1.5 Kontribusi Penelitian ................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
2.1 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit ......................................4
2.2 Pengolahan Limbah Secara Anaerob ......................................................5
2.3 Proses Terbentuknya Biogas ....................................................................7
2.3.1 Reaksi Hidrolisis ............................................................................8
2.3.2 Reaksi Asidogenesis ......................................................................8
2.3.3 Reaksi Asetogenesis .......................................................................8
2.3.4 Reaksi Metanogenesis ....................................................................9
2.4 Digester sebagai Reaktor dalam Proses Biogasifikasi .............................9
2.5 Biochemical Oxygen Demand (BOD) ....................................................10
BAB III METODE PENELITIAN .....................................................................11
3.1 Waktu dan Tempat .................................................................................11
3.2 Rancangan Penelitian .............................................................................11
3.3 Variabel Penelitian .................................................................................12
3.3.1 Variabel Bebas .............................................................................12
3.3.2 Variabel Terikat ...........................................................................12
3.4 Alat dan Bahan .......................................................................................13
3.4.1 Alat ...............................................................................................13

ii
`

3.4.2 Bahan ...........................................................................................13


3.5 Pengumpulan Data .................................................................................13
3.6 Prosedur dan Pengolahan Data Penelitian ..............................................14
3.7 Data Perhitungan Analisis ......................................................................15
3.8 Bagan Alur Penelitian ............................................................................17
3.9 Jadwal Penelitian ....................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................19

iii
`

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rancangan proses seeding ....................................................................12


Gambar 2. Rancangan Digester sebagai Reaktor pada Proses Biogasifikasi .........12

iv
`

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kelebihan dan keterbatasan pengolahan air limbah secara anaerobik .......5
Tabel 2. Tabel Rancangan Hasil Penelitian ...........................................................11

v
`

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemanfaatan limbah cair kelapa sawit sebagai sumber energi terbarukan


semakin mendapatkan perhatian karena potensi besar yang dimilikinya. Salah satu
cara yang umum digunakan untuk mengubah limbah cair kelapa sawit menjadi
energi terbarukan adalah melalui proses biogasifikasi. Proses ini melibatkan
penguraian bahan organik dalam limbah menjadi biogas melalui aktivitas
mikroorganisme anaerobik.

Dalam proses biogasifikasi, pemahaman terhadap parameter kunci seperti nilai


degradasi BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan pH limbah cair kelapa sawit
menjadi penting. Nilai perubahan BOD adalah indikator yang mengukur jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam proses dekomposisi bahan
organik dalam limbah. Sedangkan pH menggambarkan tingkat keasaman atau
kebasaan lingkungan biogasifikasi, yang berpengaruh pada keseimbangan
mikroorganisme dan aktivitasnya.

Namun, penelitian yang mengkaji hubungan antara nilai pengurangan BOD dan
pH limbah cair kelapa sawit dalam konteks pembentukan biogas masih terbatas.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara nilai
perubahan BOD dan pH limbah cair kelapa sawit dalam proses pembentukan
biogas.

Dalam penelitian ini, diharapkan bahwa analisis hubungan antara nilai


degradasi BOD dan pH limbah cair kelapa sawit dapat memberikan pemahaman
yang lebih baik tentang kondisi optimal untuk proses biogasifikasi. Dengan
demikian, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam mengoptimalkan
produksi biogas dari limbah cair kelapa sawit, serta memberikan wawasan yang
bermanfaat dalam pengelolaan limbah kelapa sawit dan upaya pemanfaatan energi
terbarukan yang lebih efisien dan berkelanjutan.

1
`

Dengan penelitian ini, diharapkan dapat diperoleh pemahaman yang lebih baik
tentang hubungan antara nilai degradasi BOD dan pH limbah cair kelapa sawit,
sehingga dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan strategi pengolahan
limbah cair kelapa sawit yang lebih efektif dalam menghasilkan biogas sebagai
sumber energi terbarukan.

1.2.Urgensi Penelitian
1. Mengetahui hubungan nilai pengurangan BOD (Biochemical Oxygen
Demand) terhadap volume gas yang dihasilkan pada proses biogasifikasi
2. Mengetahui hubungan nilai pH terhadap volume gas yang dihasilkan pada
proses biogasifikasi

1.3.Tujuan Penelitian
1. Menganalisa hubungan antara nilai perubahan BOD dan pH limbah cair
kelapa sawit dalam proses pembentukan biogas.
2. Menentukan pengaruh nilai perubahan BOD terhadap produksi biogas dari
limbah cair kelapa sawit.
3. Menentukan pengaruh pH terhadap produksi biogas dari limbah cair kelapa
sawit.
4. Menganalisa akumulasi volume gas yang dihasilkan dalam proses
biogasifikasi

1.4.Target Temuan
1. Mengidentifikasi hubungan antara nilai pengurangan BOD dan pH limbah
cair kelapa sawit dalam proses pembentukan biogas.
2. Menentukan kondisi optimal nilai pengurangan BOD dan pH yang
menghasilkan produksi biogas tertinggi dari limbah cair kelapa sawit.
3. Menunjukkan pengaruh nilai perubahan BOD terhadap produksi biogas dari
limbah cair kelapa sawit.
4. Menunjukkan pengaruh pH terhadap produksi biogas dari limbah cair
kelapa sawit.
5. Mengukur akumulasi volume gas yang dihasilkan pada proses biogasifikasi.

2
`

1.5.Kontribusi Penelitian
1. Memberikan pemahaman yang lebih baik tentang kondisi optimal dan
parameter penting dalam proses pembentukan biogas dari limbah cair kelapa
sawit.
2. Memberikan masukan dan rekomendasi bagi industri kelapa sawit dalam
mengoptimalkan penggunaan limbah cair sebagai sumber energi terbarukan
melalui proses biogasifikasi.
3. Mendorong pengembangan strategi pengelolaan limbah kelapa sawit yang
lebih efektif dan berkelanjutan berdasarkan hasil penelitian ini.
4. Memberikan kontribusi pada literatur ilmiah yang berkaitan dengan
pemanfaatan limbah cair kelapa sawit menjadi energi terbarukan melalui
proses biogasifikasi, khususnya dalam hal hubungan nilai degradasi BOD
dan pH dalam pembentukan biogas.

3
`

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Limbah Cair Kelapa Sawit


Pertumbuhan perkebunan kelapa sawit, akan diikuti dengan perkembangan
pabrik minyak mentah kelapa sawit yang memproduksi CPO (Rahardjo, 2009).
Pabrik kelapa sawit sebagian besar mempunyai kelemahan dalam hal penanganan
limbahnya, baik terhadap limbah padat ataupun limbah cair. Effluent (hasil akhir
yang dibuang ke alam) dari instalasi pengolahan limbah cair dari pabrik-pabrik
CPO yang ada di Indonesia umumnya masih belum memenuhi kriteria sesuai
standar peraturan yang berlaku, misalnya kadar BOD masih di atas 100 ppm
(Rahardjo, 2009). Limbah cair yang dihasilkan dari Pabrik pengolahan minyak
Kelapa Sawit (PKS) dapat memberikan dampak negatif bagi lingkungan karena
memiliki kandungan Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen
Demand (COD) yang sangat tinggi, untuk itu sebelum dialirkan ke lahan
perkebunan, BOD dan COD dari limbah cair tersebut harus diturunkan (Febijanto,
2010). Limbah cair kelapa sawit memiliki kandungan BOD sebesar 20.000 – 30.000
mg/l dan COD sebesar 40.000 – 60. 000 mg/l (Rambe at al., 2014).
Limbah cair yang dihasilkan dari pabrik pengolahan kelapa sawit memiliki
warna kecoklatan dan mengandung padatan terlarut serta tersuspensi berupa koloid
dan residu minyak. Limbah ini memiliki kandungan COD dan BOD yang tinggi,
yaitu sebesar 68.000 ppm dan 27.000 ppm, serta bersifat asam dengan pH antara
3,5 - 4. Komposisinya terdiri dari 95% air, 4-5% bahan-bahan terlarut dan
tersuspensi seperti selulosa, protein, dan lemak, dan 0,5-1% residu minyak yang
sebagian besar berupa emulsi. Kandungan TSS dalam limbah cair pabrik kelapa
sawit mencapai tingkat yang tinggi, yaitu sekitar 1.330 - 50.700 mg/L. Limbah ini
juga mengandung tembaga (Cu) sebesar 0,89 ppm, besi (Fe) sebesar 46,5 ppm, seng
(Zn) sebesar 2,3 ppm, dan amoniak sebesar 35 ppm,(Nursanti, 2013)

4
`

2.2. Pengolahan Limbah Secara Anaerob


Meskipun pengolahan air limbah secara anaerobik telah dikenal sejak hampir
2000 tahun yang lalu di India dan Cina dalam bentuk tangki penguraian untuk
limbah kotoran hewan, proses ini cukup lama diabaikan sebagai salah satu alternatif
pengolahan limbah. Hal ini dikarenakan, proses anaerobik dianggap tidak efisien
dan terlalu lambat untuk mengolah air limbah yang semakin hari semakin
bertambah banyak volumenya (Nayono, 2005).
Beberapa penelitian dari berbagai negara melaporkan bahwa pemanfaatan
proses anaerobik untuk pengolahan limbah domestik dan limbah industri
mempunyai tingkat keberhasilan yang cukup tinggi. Karena proses anaerobik
berlangsung dengan baik pada suhu sekitar 30 – 40 oC, maka pada daerah tropis
proses anaerobik ini mampu mencapai hasil pengolahan limbah yang cukup
memuaskan. Pengurangan BOD dan COD bisa mencapai 70% sampai 90%.
Meskipun demikian, hasil dari pengolahan anaerobik ini (terutama untuk
pengolahan air limbah industri) masih relatif belum sesuai dengan ketentuan untuk
dapat dibuang langsung ke badan air. Oleh karena itu, pengolahan tambahan masih
diperlukan agar kualitas air hasil pengolahan cukup bagus untuk dapat dibuang
langsung ke sungai. Alasan dan ketertarikan terhadap penggunaan proses anaerobik
untuk pengolahan air limbah dapat dijelaskan dengan membandingkan kelebihan
dan keterbatasan proses ini yang selengkapnya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kelebihan dan keterbatasan pengolahan air limbah secara anaerobik


Kelebihan Keterbatasan
• Kebutuhan energi relatif rendah • Waktu yang dibutuhkan untuk
karena tidak memerlukan aerasi mendapatkan jumlah lumpur yang
• Produksi lumpur sedikit, relatif cukup relatif lama
lebih stabil dan mudah dikeringkan • Sentitif terhadap perubahan
• Tidak memerlukan banyak bahan lingkungan dan operasional
tambah untuk memperlancar proses
penguraian

5
`

• Terdapat kemungkinan untuk • Terdapat kemungkinan adanya bau


memanfaatkan biogas yang yang tidak sedap dan timbulnya gas
dihasilkan yang bersifat korosif
• Lumpur (biomass) yang dihasilkan • Pada dasarnya, pengolahan
dapat disimpan lama dan digunakan anaerobik hanyalah bersifat
sebagai bibit untuk reaktor pengolahan pendahuluan, sehingga
anaerobik baru diperlukan pengolahan tambahan
• Dapat dibebani dengan air limbah agar air hasil olahan memenuhi
yang mempunyai kandungan bahan standar yang berlaku
organik yang tinggi sehingga
volume reaktor yang dibutuhkan
lebih kecil
• Terdapat kemungkinan untuk
mempergunakan nutrien yang
terdapat pada hasil pengolahan
Diadaptasi dari: Polprasert et al., 2001 dan Metcalf & Eddy Inc., 2003

Pengolahan anerob ini akan menguraikan senyawa organik di air limbah


menjadi asam lemak rendah, asam asetat, hidrogen dan lain-lain melalui asam
lemak tinggi, asam amino dengan cara hidrolisis, fermentasi melibatkan bermacam-
macam bakteri anaerob fakultatif (bakteri metabolisme yang tahan hidup hanya di
kondisi anaeob), dan selanjutnya diuraikan secara reduksi (proses produksi gas)
menjadi CO2, CH4, amonia dan H2S, proses produksi asam dan gas pada umumnya
dilakukan didalam bak yang sama, karena itu menjaga keseimbangan kedua proses
produksi gas adalah mudah dipengaruhi oleh kondisi lingkungan atau senyawa
penghambat dari bakteri anaerob fakultatif. Oleh karena itu, untuk melancarkan
fermentasi metana, penting untuk mempertahankan kontrol proses produksi.
Minyak sawit atau lumpur orhanil (polimer dari tumbuhan) yang terkandung di air
limbah pabrik kelapa sawit berbeda dengan senyawa organik terlarut pada
umumnya, dan merupakan senyawa yang sulit terurai pada pengolahan anaerob,

6
`

karena itu perlu menambahkan waktu tinggal dan volume beban optimal (Tsurusaki
dan Salim, 2013)

2.3. Proses Terbentuknya Biogas


Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flamable) yang dihasilkan dari
proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob. Biogas
merupakan salah satu jenis energi terbarukan. Biogas merupakan gas yang
dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik,
termasuk diantaranya limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau
setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Biogas yang
dihasilkan oleh biodigester sebagian besar terdiri dari 54% – 70% metana (CH4),
27%– 35% karbondioksida (CO2), nitrogen (N2), hidrogen (H2), 0,1% karbon
monoksida (CO), 0,1% oksigen (O2) dan hidrogen sulfida (H2S). Proses anaerob
untuk menghasilkan biogas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain yaitu
temperatur, pH, bahan organik, starter dan pengadukan (Nining Widarti et al.,
2015).
Menurut (Soeprijanto, 2017), Mengolah limbah organik dengan cara anaerobik
ialah metode yang paling efektif. Di bantu dengan bakteri anaerobik dan fakultatif
untuk memanfaatkan limbah dalam kondisi tanpa oksigen untuk dapat menguraikan
bahan organik untuk menjadikan produk yang memiliki nilai jual tinggi dan juga
produk berupa gas seperti metana mencapai (50–70%) dan karbon dioksida berkisar
antara (25–45%). Keuntungan dari penggunaan jenis pengolahan ini adalah:
a. Produksi biomassa sedikit sekali sehingga kebutuhan tambahan unsur N dan
P tidak banyak diperlukan
b. Gas metana yang dihasilkan mempunyai nilai ekonomis
c. Beban organik cukup tinggi karena tidak adanya ketergantungan terhadap
kapasitas transfer oksigen.

7
`

Pada proses pengolahan biogas memiliki beberapa tahapan proses pembentukan.


Adapun proses umum pembentukan biogas terdiri dari 4 tahapan

2.3.1. Reaksi Hidrolisis


Proses hidrolisis ini merupakan tahap awal pengolahan anaerobik
dari penguraian bahan organik yang akan menjadi bentuk yang lebih
sederhana yang kemudian dibantu oleh mikroorganisme pada proses
fermentasi. Proses ini lebih sering disebut sebagai depolimerisasi karena
dapat memecah makromolekul (Rambe et al., 2014). Reaksi hidrolisis ini
dapat menghasilkan molekul-molekul yang sederhana dengan rantai
pendek yaitu, glukosa, asam amino, asam lemak, etanol, karbon dioksida,
dan energi yang dibutuhkan bakteri untuk fermentasi. Pada reaksi ini pH
yag paling optimal adalah 6–7 (Soeprijanto, 2017). Bakteri hidrolitik
memiliki tempat hidup untuk melakukan proses fakultatif anaerob dengan
pH optimum 6,0-7,5. Adapun bakteri hidrolitik yang ada di proses
hidrolisis ini ialah Clostridium, Bacilus, Cellulomonas, Bacteriodes
Ruminococcus (Winanti et al., 2019)
2.3.2. Reaksi Asidogenesis
Dari hasil reaksi asidifikasi ini menghasilkan dalam suatu kultur
jaringan merupakan asetat, propionate, butirat, hydrogen (H2) dan CO2.
Selanjutnya produk samping dari hasil reaksi asidifikasi ini berupa formiat,
laktat, valerat, methanol, ethanol, butandiol atau aseton dihasilkan oleh
bakteri fermentasi pada sistem digester anaerob. Bakteri yang ada pada
proses asidifikasi ini ialah bakteri asidogenetik yang menghasilkan produk
utama berupa asam lemak yang mudah menguap (Soeprijanto, 2017).
Bakteri asidogenik yang membantu proses asidifikasi diantaranya adalah
bakteri Clostridium, lactobacilus, Selenomonas, Bacteriodes Ruminococcus
yang memiliki kondisi proses fukultatif atau obligate anaerob dengan pH
optimum 6,0-7,5. (Winanti et al., 2019)
2.3.3. Reaksi Asetogenesis (Pengasaman)
Pada tahap ini, bakteri asetogenetik atau bakteri asetogen penghasil
hidrogen berfungsi untuk mengubah produk-produk fermentasi menjadi

8
`

senyawa asetat, asam-asam lemak, CO2 dan hidrogen dari molekul-molekul


sederhana yang tersedia. Bakteri asetogenik meliputi Desulfomonas,
Desulfotomaculum, Desulfovibrio yang memiliki kondisi proses obligat
anaerob dengan pH optimum 6,5-7,5 (Winanti et al., 2019). Dengan
berkembangnya jenis mikroorganisme ini akan menjadi penghambat
terjadinya akumulasi hidrogen. Akibat dari terbentuknya asam organik
berakibat kepada pH yang mengalami penurunan, dalam waktu yang
bersamaan membentuk buffer alkali yang akan menstabilkan pH
(Soeprijanto, 2017).
2.3.4. Reaksi Metanogenesis
Menurut (Soeprijanto, 2017), Pada tahap ini bakteri methanogenic
(metanogen) membantu pembentukan gas metana (CH4) dari senyawa
asetat, atau dari gas hidrogen dan CO2. Di bandingkan dengan bakteri pada
tahap 1, 2, dan 3, bakteri metanogen adalah bakteri obligate anaerob yang
pertumbuhannya lebih lambat. Bakteri yang termasuk metanogenik antara
lain adalah bakteri Methanobacterium, Methanococcus, Methanosarcine,
Methanospirillum yang memiliki kondisi proses obligat anaerob dengan pH
optimum 6,5-7,5 (Winanti dkk., 2019). Bakteri metanogen memiliki fungsi
untuk mengurangi hidrogen sekecil mungkin di dalam medium dengan jalan
menggunakan hidrogen untuk mereduksi CO2 menjadi produk akhir yaitu
gas metana (CH4). Proses ini terjadi pada pH optimum mendekati netral
(6,8–7,4) dan apabila pH turun menjadi 6,4 atau lebih rendah, maka akan di
pastikan pembentukan gas metana dari hidrogen dan CO2 akan terhambat.

2.4. Digester sebagai Reaktor dalam Proses Biogasifikasi


Dalam pembuatan biogas, diperlukan suatu rangkaian alat yang disebut digester
atau reaktor biogas. Digester biasanya berbentuk tabung dan digunakan sebagai
tempat terjadinya proses fermentasi anaerob. Digester adalah jenis reaktor yang
digunakan dalam proses biogasifikasi. Dalam konteks biogasifikasi, digester
berperan sebagai tempat terjadinya fermentasi anaerobik, di mana bahan organik
seperti limbah pertanian, limbah makanan, atau limbah lainnya diuraikan oleh

9
`

mikroorganisme tanpa keberadaan oksigen. Proses ini menghasilkan biogas, yang


terutama terdiri dari metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2).

2.5. Biochemical Oxygen Demand (BOD)


BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang
menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme
(biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam
kondisi aerobic (Atima, 2015)
Nilai BOD yang tinggi menunjukkan adanya kandungan materi organik yang
tinggi dalam air, seperti limbah domestik, limbah industri, atau limbah pertanian.
Ketika air dengan tingkat BOD yang tinggi masuk ke dalam lingkungan, proses
dekomposisi mikroorganisme dalam menguraikan materi organik akan
mengonsumsi oksigen terlarut dalam air, menyebabkan penurunan kadar oksigen
yang dapat membahayakan organisme akuatik.

10
`

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu


Sampel pada penelitian ini akan diambil di PKS SOCFIN dan penelitian akan
dilaksanakan pada bulan Agustus sampai bulan September tahun 2023

3.2. Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode eksperimental deskriptif kuantitatif
skala laboratorium. Pada penelitian ini memakai digester dengan kapasitas
digester 19 liter. Terlebih dahulu dilakukan pembenihan (seeding) dengan EM4.
Seeding dilakukan dengan melarutkan EM4 37,5 ml dengan aquades 750 ml
kedalam erlenmeyer dan didiamkan selama 5 hari, kemudian dimasukkan
limbah cair kelapa sawit sebanyak 14 liter kedalam digester buatan dan
mencampurnya dengan seed yang sudah diinkubasi selama 5 hari. Lalu
dilakukan analisis nilai BOD, pH dan volume gas yang dihasilkan limbah cair
kelapa sawit pada waktu 0, 6, 12, 18 dan 24 hari.

Akumulasi
Waktu BOD
Volume Gas pH
(hari) (mg/L)
(L)
0
6
12
18
24

Tabel 1. Tabel Rancangan Hasil Penelitian

11
`

Volume Erlenmeyer:
Seeding sebagai starter:
1000 ml
750 ml aquades
37,5 ml EM4

Gambar 1. Rancangan proses seeding

Gambar 2. Rancangan Digester sebagai Reaktor pada Proses Biogasifikasi

3.3.Variabel Penelitian
3.3.1. Variabel Bebas
1. Variasi hari: Variabel bebas pertama adalah variasi hari. Variabel ini
diubah atau dimanipulasi dengan variasi 0, 6, 12, 18, 24.
3.3.2. Variabel Terikat:
1. Volume Gas yang Dihasilkan: Variabel ini merupakan respons atau
hasil yang diamati dalam penelitian. Pada setiap periode waktu yang
ditentukan (0, 6, 12, 18, dan 24 hari), akan diukur volume gas yang
dihasilkan oleh limbah cair kelapa sawit dalam proses fermentasi
anaerobik di dalam digester.
2. Nilai BOD: Nilai Biological Oxygen Demand (BOD) yang diukur pada
waktu 0, 6, 12, 18, dan 24 hari.
3. pH: Tingkat keasaman (pH) limbah cair kelapa sawit yang diukur pada
waktu 0, 6, 12, 18, dan 24 hari.

12
`

3.4. Peralatan dan Bahan


3.4.1. Alat
1. Galon 19 liter
2. Termometer
3. Kertas lakmus
4. Pipa
5. Lem
6. Selang syringe
7. Sarung tangan
8. Cat hitam beserta kuas
9. Sorder
10. Corong
11. Keran besi ukuran ¼
12. Suntikan kapasitas 60 ml
13. Manometer
14. Erlenmeyer 1000 ml
15. Alumunium foil
3.4.2. Bahan
1. EM4 37,5 ml
2. aquades 750 ml
3. Limbah Cair Kelapa Sawit 14 liter

3.5. Pengumpulan Data


Data-data yang dikumpulkan yaitu data primer diperoleh dari hasil penelitian
langsung. Data yang dikumpulkan yaitu data nilai perubahan BOD, pH, dan
akumulasi volume gas yang dihasilkan dari proses biogasifikasi.

13
`

3.6. Prosedur dan Pengolahan Data Penelitian


Prosedur dan pengolahan data penelitian meliputi:
1. Studi Pustaka
Melakukan studi pustaka untuk memahami teori dan penelitian terkait
pemanfaatan limbah cair kelapa sawit sebagai sumber energi terbarukan
melalui proses biogasifikasi. Mengumpulkan informasi tentang
hubungan nilai degradasi BOD, pH, produksi biogas, komposisi gas,
waktu retensi, dan suhu dalam proses biogasifikasi.
2. Pengambilan Sampel
Melakukan pengambilan sampel limbah cair pabrik kelapa sawit pada
kolam cooling pond sebanyak 14 liter
3. Membuat Instalasi Digester Biogas
Membuat Instalasi Reaktor Biogas sebagai wadah dalam proses
biogasifikasi.
4. Melakukan Proses Seeding
Limbah sebelum dimasukkan kedalam digester terlebih dahulu
dilakukan pembenihan (seeding) dengan EM4. Seeding dilakukan
dengan melarutkan EM4 37,5 ml dengan aquades 750 ml kedalam
digester dan didiamkan selama 5 hari.
5. Analisis Laboratorium
Melakukan analisis laboratorium terhadap sampel limbah cair kelapa
sawit sebelum pencampuran dengan seeding. Ini termasuk analisis nilai
BOD awal, pengukuran pH, serta pengukuran suhu sebelum proses
biogasifikasi.
6. Proses Biogasifikasi
Melakukan proses biogasifikasi limbah cair kelapa sawit dalam skala
laboratorium atau skala kecil menggunakan digester biogas buatan.
Memantau dan mencatat data produksi biogas, perubahan nilai
degradasi BOD dan pH, serta memonitor suhu dan waktu retensi
hidrolisis serta metana.

14
`

7. Analisis Data
Menganalisis data yang diperoleh dari hasil pengujian dan proses
biogasifikasi. Menggunakan metode statistik yang tepat untuk
menganalisis hubungan antara nilai degradasi BOD dan pH dengan
produksi biogas. Melakukan interpretasi data dan mengidentifikasi pola
atau tren yang relevan.
8. Pembahasan dan Kesimpulan
Membahas hasil analisis data dengan mengaitkannya kembali ke tujuan
penelitian. Menyimpulkan hubungan antara nilai degradasi BOD dan
pH dengan produksi biogas dari limbah cair kelapa sawit. Membahas
temuan penelitian, keberhasilan mencapai tujuan, dan implikasi praktis
dari hasil penelitian.
9. Penulisan Laporan
Menyusun laporan penelitian yang mencakup latar belakang, tujuan,
metodologi, hasil, pembahasan, kesimpulan, dan rekomendasi.
Menyajikan laporan dalam format yang sesuai dan jelas untuk
diseminasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

3.7. Data Perhitungan Analisis


1. Nilai perubahan BOD (Biochemical Oxygen Demand) dari limbah cair
kelapa sawit:
Pengamatan dilakukan untuk mengukur nilai degradasi BOD limbah
cair kelapa sawit menggunakan metode standar yang telah ditetapkan.
Nilai degradasi BOD mencerminkan jumlah oksigen yang diperlukan
oleh mikroorganisme dalam proses dekomposisi materi organik dalam
limbah. Indikatornya adalah nilai BOD dalam satuan mg/L.
2. Nilai pH dari limbah cair kelapa sawit:
Pengamatan dilakukan untuk mengukur tingkat keasaman atau kebasaan
limbah cair kelapa sawit menggunakan pH meter atau indikator pH.
Nilai pH mencerminkan tingkat keasaman atau alkalisitas limbah.
Indikatornya adalah angka pH dalam skala 0-14.

15
`

3. Volume biogas yang dihasilkan selama proses biogasifikasi limbah cair


kelapa sawit:
Pengamatan dilakukan untuk mengukur volume biogas yang dihasilkan
dari limbah cair kelapa sawit selama proses biogasifikasi. Indikatornya
adalah volume biogas dalam satuan liter (L).

16
`

3.8. Bagan Alur Penelitian


Untuk memudahkan pengerjaan penelitian di bawah ini disajikan bagan alur
penelitian sebagai berikut:

17
`

3.9. Jadwal Penelitian

2023 2024
No Jenis Kegiatan Bulan
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1
1 Studi kasus
2 Pengajuan judul
3 Pembuatan proposal
4 Seminar proposal
5 Pembuatan Digester
6 Pengambilan sampel LCPKS
7 Melakukan penelitian sesuai
tahapan
8 Analisa data
9 Penulisan laporan hasil
penelitian
10 Seminar tugas akhir

18
`

DAFTAR PUSTAKA

Atima, W. (2015). BOD dan COD sebagai Parameter Pencemaran Air dan Baku
Mutu Air Limbah. Jurnal Biology Science & Education, 4(1), 83–93.
Febijanto, I. (2010). Potensi Penangkapan Gas Metana dan Pemanfaatannya
sebagai Bahan Bakar Pembangkit Listrik di PTPN VI Jambi. Tek.Energi,
1(10), 30–47.
Nayono, S.E., 2005. Anaerobic Treatment of Wastewater from Sugar Cane
Industry. Jurnal Inersia Vol. 1 No. 1. Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan,
UNY
Nining Widarti, B., Hadi Susetyo, S., & Sarwono, E. (2015). Degradasi COD
Limbah Cair dari Pabrik Kelapa Sawit dalam Proses Pembentukan Biogas.
Jurnal Integrasi Proses, 5(3), 138–141.
http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jip
Nursanti, I. (2013). Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit pada Proses
Pengolahan Anaerob dan Aerob. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari, 13(4),
67–73.
Polprasert, C., Van der Steen, N.P., Veenstra, S., and Gijzen, H.J., 2001.
Wastewater Treatment II: Natural System for Wastewater Management. Delft:
International Institute for Infrastructure, Hydraulics and Environmental
Engineering (IHE Delft).
Rahardjo. (2009). Studi Banding Teknologi Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa
Sawit. Jurnal Teknik Lingkungan, 10(1), 09–18.
Rambe, S. M., & Dan Irvan, I. (2014). Pengaruh Waktu Tinggal Terhadap Reaksi
Hidrolisis pada Pra-Pembuatan Biogas dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit.
Jurnal Dinamika Penelitian Industri, 25(1), 23–30.
Soeprijanto, S. (2017). Pembuatan Biogas dari Kotoran Sapi Menggunakan
Biodigester di Desa Jumput Kabupaten Bojonegoro. Sewagati, 1(1), 17.
https://doi.org/10.12962/j26139960.v1i1.2984
Tsurusaki, K.; Salim, M., Panduan Penanganan Air Limbah di Pabrik PKS Sebagai
Hasil Studi Kebijakan Bersama Indonesia – Jepang. Jakarta, 2013
Winanti, S. W., Prasetiyadi, & Wihardja. (2019). Pengolahan Palm Oil Mill Effluent
(POME) menjadi Biogas dengan Sistem Anaerobik Tipe Fixed Bed tanpa
Proses Netralisasi. Jurnal Teknologi Lingkungan, 20(1), 143–150.

19

You might also like