You are on page 1of 21

MAKALAH

KEBUTUHAN KHUSUS PADA MASALAH PSIKOLOGIS ( Riwayat


Kehilangan dan Kematian ( Grief and Bereavement), Kehamilan
yang tidak diinginkan (Unwanted Pregnancy dan Gagal KB)
INSTITUT KESEHATAN DAN BISNIS KURNIA JAYA PERSADA
PROGRAM STUDI
KEBIDANAN (S1)
TAHUN AJARAN 2023/
2024

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa ,


karena atas berkat dan rahmatNya kami dapat menyelesaikan makalah
1. NUR ASYIFAH
mengenai : “Kebutuhan Khusus Pada Masalah Psikologis ( Riwayat
2. RINA JUMIATI
Kehilangan Dan Kematian ( Grief And Bereavement), Kehamilan Yang
3. SUDARMIN
Tidak Diinginkan (Unwanted Pregnancy Dan Gagal Kb)”
4. STEVANI NAPA KASIH
DI SUSUN OLEH: KELOMPOK 6
5. WAYAN EKA WATI

Kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman sekelompok


serta teman-teman dari kelompok lain yang telah memberikan masukkan
dan kritikkan yang membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan
sesuai dengan tepat dengan waktunya . Makalah ini jauh dari sempurna,
oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangundemi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi teman-teman dan


bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Kolaka , 31 Desember 2023

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i


DAFTAR ISI..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah....................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 2
1.3 Tujuan................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Riwayat Kehilangan dan Kematian (Grief and Bereavement).......
3.1 Kehamilan yang Tidak Diinginkan......................................................
4.1 Kegagalan Kontrasepsi......................................................................

BAB III PENUTUP


1.1 Kesimpulan.........................................................................................
1.2 Saran .................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kematian merupakan sebuah kepastian dan tidak ada yang bisa


menantang maut. Reaksi dari sebuah kematian salah satunya yaitu
berduka. Nilai dan norma serta budaya yang diajarkan dalam keluarga
akan sangat berpengaruh terhadap proses berduka seseorang.
Selanjutnya, berduka merupakan suatu perasaan, berpikir, dan berespon
terhadap suatu hal yang menurutnya kurang menyenangkan. Biasanya
berduka di masyarakat terjadi seringkali pada saat kehilangan orang atau
benda yang dianggapnya sangat berarti. Selain itu, berduka merupakan
proses aktif belajar beradaptasi terhadap kematian orang yang
dicintainya (Fontaine, 2009).

Berduka sifatnya progresif secara bertahap meliputi proses


mengenali dan menerima adanya kematian dan membangun kembali
baik secara emosi maupun fisik keberlangsungan hidupnya tanpa
pendampingan orang yang disayanginya. Selain itu bagi orang yang
mengalaminya merupakan sebuah proses pembelajaran untuk hidup
dengan perasaan penuh perjuangan kembali membangun kepercayaan
diri dan aktualisasi dirinya (Antai-otong, 2008).

Proses berduka sangat penting dalam kesehatan jiwa karena hal ini
sering dialami banyak orang dalam berespon terhadap kehilangan dan
penyelesaiannya, serta menerima kenyataan yang ada. Berduka pada
seseorang dapat dipengaruhi oleh nilai keluarga, agama/kepercayaan,
dan budaya masyarakatnya. Hal tersebut merupakan proses sosial yang
tak terduga (Videbeck, 2011).

Namun, sebagai tenaga kesehatan kita harus tetap menghormati


pada klien yang sedang berduka dan berkabung. Selain itu, kita juga
sebaiknya memahami mengenai teori kehilangan dan berduka, proses
berduka, tahapan berduka, dimensi, tipe, dan peran peran kita berkaitan
dengan pengelolaan klien yang mengalami kehilangan dan berduka.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep kehilangan dan kematian?
2. Bagaimana dari jenis-jenis maupun factor-faktor masing-masing
penyebab kehilangan dan kematian ?
3. Bagaimana asuhan yang diberikan sebagai tenaga kesehatan
dalam menghadapi pasien yang mengalami kehilangan dan
kematian

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dari kehilangan dan kematian
2. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis maupun factor-faktor dari
masing-masing penyebab kehilangan dan kematian
3. Untuk mengetahui bagaimana asuhan yang dapat diberikan
sebagai tenaga kesehatan dalam menghadapi pasien yang
engalami riwayat kehilangan dan kematian

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Riwayat Kehilangan dan Kematian ( Grief and Bereavement)

2.1.1 Definisi Kehilangan dan Kematian


Kehilangan adalah ketiadaan sesuatu yang berharga, baik berupa
hubungan, pekerjaan, kesehatan, kewarasan, atau kendali terhadap sifat
dasar atau berbagai peristiwa hidup (O’Brien, Kennedy, & Ballard, 2014).
Sedangkan menurut Lambert dan Lambert, (1985) kehilangan adalah
suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya
ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan.
Sedangkan Kematian merupakan fakta biologis, akan tetapi
kematian juga memiliki dimensi sosial dan psikologis. Secara
biologis kematian merupakan berhentinya proses aktivitas dalam
tubuh biologis seorang individu yang ditandai dengan hilangnya
fungsi otak, berhentinya detak jantung, berhentinya tekanan
aliran darah dan berhentinya proses pernafasan. Dimensi sosial
dari kematian berkaitan dengan perilaku dan perawatan sebelum
kematian, tempat letak di mana proses sebelum dan sesudah bagi
kematian si mati. Penawaran dan proses untuk memperlambat atau
mempercepat kematian, tata aturan di seputar kematian, upacara
ritual dan adat istiadat setelah kematian serta pengalihan kekayaan
dan pengalihan peran sosial yang pernah menjadi tanggung jawab
si mati (Hartini, 2007).
Ismail (2009) mengatakan bahwa secara medis kematian
dapat dideteksi yaitu ditandai dengan berhentinya detak jantung
seseorang. Namun pengetahuan tentang kematian sampai abad
moderen ini masih sangat terbatas. Tidak ada seorangpun yang
tahu kapan dia akan mati. Karena itu tidak sedikit pula yang merasa
gelisah dan stress akibat sesuatu hal yang misterius ini. Dimensi
psikologis dari kematian menekankan pada dinamika psikologi
individu yang akan mati maupun orang- orang di sekitar si mati baik
sebelum dan sesudah kematian (Hartini,2007).

2.1.2 Tipe Kehilangan


Potter dan Perry (2009) menyatakan kehilangan dapat
dikelompokkan dalam 5 kategori yaitu : kehilangan barang atau
objek, kehilangan lingkungan yang telah dikenal, kehilangan
sesuatu yang signifikan, kehilangan aspek diri, dan kehilangan
kehidupan.
1) Kehilangan barang atau objek
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan
yang telah menjadi usang, berpindah tempat, dicuri, atau rusak
karena bencana alam. Bagi seorang anak benda tersebut
mungkin berupa boneka atau selimut, bagi seorang dewasa
mungkin berupa perhiasan atau suatu aksesoris pakaian.
Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang tehadap benda
yang hilang tergantung pada nilai yang dimiliki orang tersebut
terhadap benda yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda
tersebut.
2) Kehilangan lingkungan yang telah dikenal
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan
yang telah di kenal mencakup meninggalkan lingkungan yang
telah dikenal selama periode tertentu atau kepindahan secara
permanen. Contohnya, termasuk pindah ke kota baru,
mendapat pekerjaan baru, atau perawatan di rumah sakit.
Kehilangan melalui perpisahan dari lingkungan yang telah di
kenal dan dapat terjadi melalui situasi maturasional, misalnya
ketika seorang lansia pindah ke rumah perawatan, atau situasi
situasional, contohnya kehilangan rumah akibat bencana alam
atau mengalami cedera atau penyakit. Perawatan dalam suatu
institusi mengakibatkan isolasi dari kejadian rutin. Peraturan
rumah sakit menimbulkan suatu lingkungan yang sering
bersifat impersonal dan demoralisasi. Kesepian akibat
lingkungan yang tidak dikenal dapat mengancam harga diri dan
membuat berduka menjadi lebih sulit.
3) Kehilangan orang terdekat
Orang terdekat mencakup orang tua, pasangan, anak-anak,
saudara sekandung, guru, pendeta, teman, tetangga, dan
rekan kerja. Artis atau atlet yang telah terkenal mungkin
menjadi orang terdekat bagi orang muda. Riset telah
menunjukkan bahwa banyak hewan peliharaan sebagai orang
terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan, pindah,
melarikan diri, dan kematian.
4) Kehilangan aspek diri
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh,
fungsi fisiologis, atau psikologis. Kehilangan bagian tubuh
dapat mencakup anggota gerak, mata, rambut, gigi, atau
payudara. Kehilangan fungsi fisiologis mencakup kehilangan
kontrol kandung kemih atau usus, mobilitas, kekuatan, atau
fungsi sensoris. Kehilangan fungsi psikologis termasuk
kehilangan ingatan, rasa humor, harga diri, percaya diri,
kekuatan, respek atau cinta. Kehilangan aspek diri ini dapat
terjadi akibat penyakit, cedera, atau perubahan perkembangan
atau situasi. Kehilangan seperti ini, dapat menurunkan
kesejahteraan individu. Orang tersebut tidak hanya mengalami
kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami
perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.
5) Kehilangan hidup
Sesorang yang menghadapi kematian menjalani hidup,
merasakan, berpikir, dan merespon terhadap kejadian dan
orang sekitarnya sampai terjadinya kematian. Perhatian utama
sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi mengenai nyeri
dan kehilangan kontrol. Meskipun sebagian besar orang takut
tentang kematian dan gelisah mengenai kematian, masalah
yang sama tidak akan pentingnya bagi setiap orang. Setiap
orang berespon secara berbeda-beda terhadap kematian.
orang yang telah hidup sendiri dan menderita penyakit kronis
lama dapat mengalami kematian sebagai suatu perbedaan.
Sebagian menganggap kematian sebagai jalan masuk ke
dalam kehidupan setelah kematian yang akan
mempersatukannya dengan orang yang kita cintai di surga.
Sedangkan orang lain takut perpisahan, dilalaikan, kesepian,
atau cedera. Ketakutan terhadap kematian sering menjadikan
individu lebih bergantung.
Maslow dalam Videbeck (2008) tindakan manusia dimotivasi oleh
hierarki kebutuhan, yang dimulai dengan kebutuhan fisiologis,
(makanan, udara, air, dan tidur), kemudian kebutuhan keselamatan
(tempat yang aman untuk tinggal dan bekerja), kemudian
kebutuhan keamanan dan memiliki. Apabila kebutuhan tersebut
terpenuhi, individu dimotivasi oleh kebutuhan harga diri yang
menimbulkan rasa percaya diri dan adekuat. Kebutuhan yang
terakhir ialah aktualisasi diri, suatu upaya untuk mencapai potensi
diri secara keseluruhan. Apabila kebutuhan manusia tersebut tidak
terpenuhi atau diabaikan karena suatu alasan, individu mengalami
suatu kehilangan.
Beberapa contoh kehilangan yang relevan dengan kebutuhan
spesifik manusia yang diindentifikasi dalam hierarki Maslow antara
lain:
a) Kehilangan fisiologis: kehilangan pertukaran udara yang
adekuat, kehilangan fungsi pankreas yang adekuat, kehilangan
suatu ekstremitas, dan gejala atau kondisi somatik lain yang
menandakan kehilangan fisiologis.
b) Kehilangan keselamatan: kehilangan lingkungan yang aman,
seperti kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan publik,
dapat menjadi titik awal proses duka cita yang panjang
misalnya, sindrom stres pasca trauma. Terungkapnya rahasia
dalam hubungan profesional dapat dianggap sebagai suatu
kehilangan keselamatan psikologis sekunder akibat hilangnya
rasa percaya antara klien dan pemberi perawatan.
c) Kehilangan keamanan dan rasa memiliki: kehilangan terjadi
ketika hubungan berubah akibat kelahiran, perkawinan,
perceraian, sakit, dan kematian. Ketika makna suatu hubungan
berubah, peran dalam keluarga atau kelompok dapat hilang.
Kehilangan seseorang yang dicintai mempengaruhi kebutuhan
untuk mencintai dan dicintai.
d) Kehilangan harga diri: kebutuhan harga diri terancam atau
dianggap sebagai kehilangan setiap kali terjadi perubahan cara
menghargai individu dalam pekerjaan dan perubahan
hubungan. Rasa harga diri individu dapat tertantang atau
dialami sebagai suatu kehilangan ketika persepsi tentang diri
sendiri berubah. Kehilangan fungsi peran sehingga kehilangan
persepsi dan harga diri karena keterkaitannya dengan peran
tertentu, dapat terjadi bersamaan dengan kematian seseorang
yang dicintai.
e) Kehilangan aktualisasi diri: Tujuan pribadi dan potensi individu
dapat terancam atau hilang seketika krisis internal atau
eksternal menghambat upaya pencapaian tujuan dan potensi
tersebut. Perubahan tujuan atau arah akan menimbulkan
periode duka cita yang pasti ketika individu berhenti berpikir
kreatif untuk memperoleh arah dan gagasan baru. Contoh
kehilangan yang terkait dengan aktualisasi diri mencakup
gagalnya rencana menyelesaikan pendidikan, kehilangan
harapan untuk menikah dan berkeluarga, atau seseorang
kehilangan penglihatan atau pendengaran ketika mengejar
tujuan menjadi artis atau komposer.

2.1.3 Faktor Predisposisi Yang Mempengaruhi Reaksi


Kehilangan
Menurut Salim (2013), faktor predisposisi yang
mempengaruhi reaksi kehilangan adalah:
a. Genetik Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam
keluarga yang mempunyai riwayat depresi biasanya sulit
mengembangkan sikap optimistik dalam menghadapi
suatu permasalahan, termasuk menghadapi kehilangan.
b. Kesehatan fisik Individu dengan keadaan fisik sehat, cara
hidup yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan
mengatasi stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan
individu yang sedang mengalami gangguan fisik.
c. Kesehatan jiwa/mental Individu yang mengalami
gangguan jiwa terutama mempunyai riwayat depresi,
yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya, pesimistik,
selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya
sangat peka terhadap situasi kehilangan.
d. Pengalaman kehilangan di masa lalu Kehilangan atau
perpisahan dengan orang yang bermakna di masa kanak-
kanak akan mempengaruhi kemampuan individu dalam
menghadapi kehilangan di masa dewasa.
2.1.4 Respon Kehilangan
Berduka adalah kondisi subyektif yang mengikuti proses
kehilangan yang merupakan salah satu keadaan emosional yang
paling kuat dan mempengaruhi semua aspek kehidupan
seseorang. Respon berduka yang paling sering adalah respon
terhadap kehilangan orang yang dicintai karena kematian atau
perpisahan, tetapi juga dapat mengikuti kehilangan yang berwujud
atau tidak berwujud yang sangat disayangi. Setiap individu
mempunyai respon kehilangan (berduka) yang berbeda dengan
jangka waktu yang berbeda pula pada tiap individu. Berduka
adalah respons adaptif terhadap proses perpisahan yang sehat,
yang mencoba untuk mengatasi stress akibat kehilangan. Berduka
atau berkabung, bukan proses patologis melainkan respon adaptif
terhadap stressor yang nyata. Tidak adanya berduka saat
menghadapi kehilangan menunjukkan respon maladaptif. Berduka
melibatkan stess, kepedihan, penderitaan, dan gangguan fungsi
yang berlangsung selama berhari- hari,berminggu-minggu atau
berbulan-bulan (Stuart,2013).
Menangis, memanggil nama orang yang sudah meninggal
secara terus-menerus, marah, sedih dan kecewa merupakan
beberapa respon yang tampak saat seseorang mengalami
peristiwa kehilangan, terutama akibat kematian orang yang
dicintai. Keadaan seperti inilah yang menurut Puri, et al (2011)
disebut sebagai proses berduka, yang merupakan suatu proses
psikologis dan emosional yang dapat diekspresikan secara
internal maupun eksternal setelah kehilangan.
Menurut Stuart (2013), kemampuan untuk mengalami
berduka secara bertahap terbentuk dalam proses perkembangan
normal dan berkaitan erat dengan kemampuan untuk
mengembangkan hubungan yang bermakna. Respon berduka
mungkin adaptif maupun maladaptif.
Berduka yang rumit adalah respon yang adaptif. Tahap ini
berjalan secara konsisten dengan cepat karena dimodifikasi oleh
kesulitan dari kehilangan, persiapan seseorang pada kejadian, dan
pentingnya objek yang hilang. Berduka rumit adalah proses
keterbatasan diri dari realitas, sebuah fakta nyata dari kehilangan.
Reaksi berduka yang tertunda adalah maladaptif. Sesuatu
menghalangi proses berduka berjalan normal. Ketiadaan emosi
adalah sinyal penundaan proses berduka. Penundaan mungkin
terjadi pada awal proses berkabung, memperlambat proses setelah
proses dimulai, atau keduanya. Penundaan dan penolakan berduka
mungkin berlangsung selama bertahun-tahun.
Kematian dan kehilangan juga dapat ditemukan pada respon
maladaptif depresi. Hal ini adalah perluasan kesedihan dan
berduka yang abnormal (Kendler, et al. 2008). Emosi yang
berhubungan dengan kehilangan mungkin dipicu oleh sebuah
kenangan dari keadaan kehilangan hal-hal disekitarnya atau
kejadian spontan dalam hidup klien. Sebagai conth klasik dari hal
itu adalah reaksi peringatan, dimana orang mengalami berduka
yang tidak terselesikan atau tidak normal pada saat kehilangan,
respon kehilangan terulang kembali ketika berulang pada
peringatan kehilangan

2.1.5 Konsep proses berduka ( Bereavement)

Kematian merupakan salah satu situasi yang sering dihadapi oleh


petugas kesehatan. Pemahaman tentang reaksi dan respon
kesedihan penting dimiliki oleh petugas kesehatan agar dapat
memberikan dukungan yang tepat pada pasien dan anggota
keluarga yang mengalaminya.
 Aspek Kehilangan atau Berduka
Pasien yang menghadapi kematian mempunyai harapan
tertentu kesiapan seseorang menghadapi kematian tergantung pada
beberapa aspek antara lain:
1. Aspek Psikologis
Usia Loneliness (kesendirian) merasa sudah cukup berarti tugas sudah
selesai.
2. Aspek Spiritual
Tiga keutuhan dasar spiritual seseorang menghadapi kematian:
menyadari dan menemukan makna hidup, meninggal dengan tenang
menemukan makna hidup, meninggal dan tenang menemukan harapan
hidup setelah mati.
3. Aspek Sosial
Sosial isolation, menurunnya hubungan dengan orang lain.
4. Aspek Fisik:
a) Sakit terminal, sakit dalam waktu yang lama (kronis).
b) Sakit yang akut

Teori tentang respon dan reaksi berduka salah satunya adalah teori
Kubler-Ross dalam bugglas yang mengidentifikasikan 5 tahapan
dalam reaksi berduka yaitu: denial, anger, bargaining, depression,
acceptance.
1) Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat
menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan.
Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak
akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.
2) Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak
lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif
sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini
merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan
merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi
kehilangan.
3) Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang
halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini,
klien sering kali mencari pendapat orang lain.
4) Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari
makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi
kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai
memecahkan masalah.
5) Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-
Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang
mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah
pada pengunduran diri atau berputus asa.

Gambar tahapan berduka menurut Dr. Kubbler- Ross

Sedangkan tahapan berduka menurut Engel’s terdiri dari


(5 tahap): shock and disbelieve, developing awareness,
restitution, resolution of the loss, recovery
1) Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan
mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa
tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan,
diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa
istirahat, insomnia dan kelelahan.
2) Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara
nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa.
Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan
kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.

3) Fase III (restitusi)


Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan
perasaan yang hampa/kosong, karena kehilangan
masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru
dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan
kehilangan seseorang.

4) Fase IV (idealization)
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan
bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa
bersalah dan sangat menyesal tentang kurang
perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.

5) Fase V (Reorganization)
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai
diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan
seseorang sudah dapat menerima kondisinya.
Kesadaran baru telah berkembang.

2.1.6 Issue terkini Kehilangan dan kematian


Kematian seseorang dapat menimbulkan grief pada orang yang
ditinggalkan. Menerima kenyataan bahwa orang yang dicintai
telah meninggal dunia merupakan hal yang menyakitkan.
Dacey & Travers (2002), membagi ekspresi duka kedalam
empat macam, yaitu:
a. Ekspresi Fisik
contohnya adalah kehilangan selera makan, sulit tidur, sakit
pada tenggorokan, dada, terlalu sensitif pada suara,
depersonalization, mulut kering, susah untuk bernafas, otot
lemah dan kehilangan energi
b. Ekspresi Kognitif

contohnya adalah kebingungan, ketidakpercayaan,


ketergantungan pada kenangan tentang almarhum namun
pada remaja ketergantungan ini biasanya hanya
berlangsung sementara.
c. Ekspresi Afektif
contohnya lelah, takut, cemas, menderita, bersalah, marah,
depresi, penyangkalan dan dorongan untuk melakukan
bunuh diri.
d. Ekspresi dalam bentuk tingkah laku, yaitu perubahan
perilaku sebagai keluaran dari perubahan afektif, kognitif dan
fisik. Misalnya perubahan perilaku keseharian dari
seseorang, dari aktif secara sosial menjadi menutup diri
terhadap orang lain.
Pada masa anak-anak juga bisa mengalami berduka meskipun
kesedihan mereka berbeda dari yang dewasa. Kesedihan Anak-anak
juga erat kaitannya dengan perkembangan anak (Teena, 2011)
dalam grief and loss of a caregiver in children. Ekspresi seseorang
yang mengalami kesedihan sangat unik dan dipengaruhi oleh faktor-
faktor seperti usia, budaya, dan paparan kehilangan sebelumnya.
Untuk itu sangat penting perawat untuk memahami manifestasi dari
kesedihan anak pada berbagai tahap perkembangan, untuk
memberikan dukungan yang kompeten untuk anak segala usia yang
mengalami berduka.

2.1.7 Tindakan Bidan pada setiap fase kehilangan dan berduka


 Pengkajian
1. Fakor genetik
2. Kesehatan fisik
3. Kesehatan mental
4. Pengalaman kehilangan di masa lalu
5. Struktur kepribadian
6. Adanya stressor perasaan kehilangan
 Perencanaan Tindakan
Secara umum:
1. Membina dan meningkatkan hubungan saling percaya
dengan cara :
- Mendengarkan pasien berbicara
- Memberi dorongan agar pasien mau
mengungkapkan perasaannya
- Menjawab pertanyaan pasien secara langsung
- Menunjukkan sikap menerima dan empati
2. Mengenali factor-faktor yang mungkin menghambat
3. Mengurangi atau menghilangkan factor penghambat
4. Memberi dukungan terhadap respons kehilangan
pasien
5. Meningkatkan rasa kebersamaan antar anggota
keluarga
6. Menentukan tahap keberadaan pasien
Secara khusus:
1. Tahap Denial
- Memberikan kesempatan pasien untuk
mengungkapkan perasaan
- Menunjukkan sikap menerima dengan iklhas
dan mendorong pasien untuk berbagi rasa
- Memberi jawaban yang jujur terhadap
pertanyaan pasien tentang sakit dan
pengobatan
2. Tahap Anger
- Mengijinkan dan mendorong pasien
mengungkapkan rasa marah secara verbal
tanpa melawan kemarahan
- Menjelaskan kepada keluarga bahwa
kemarahan pasien sebenarnya tidak
ditujukan kepada mereka
- Membiarkan pasien menangis
- Mendorong pasien untuk membicarakan
kemarahannya
3. Tahap Bargaining
Membantu pasien mengungkapkan rasa bersalah
dan takut :
- Mendengarkan ungkapan dengan penuh
perhatian
- Mendorong pasien untuk membicarakan rasa
bersalahnya
- Membahas bersama pasien mengenai
penyebab rasa takut dan rasa bersalahnya
4. Tahap Depression
- Membantu pasien mengidentifikasi rasa
bersalah dan takut
- Mengamati prilaku pasien dan bersama
denganya membahas perasaannya
- Mencegah tindakan bunuh diri atau merusak
diri sesuai dengan derajat risikonya
- Membantu pasien mengurangi rasa bersalah
- Menghargai perasaan pasien
- Membantu pasien mendapatkan dukungan
yang positif dengan membantu mengaitkan
dengan kenyataan
- Memberi kesempata menangis dan
mengungkapkan perasaan
- Bersama pasien membahas pikiran negative
yang selalu muncul
5. Tahap Acceptance
Membantu pasien menerima kehilangan yang tidak
bisa di elakan:
- Membantu keluarga mengunjungi pasien
secara teratur
- Membantu keluarga berbagi rasa
- Membahas rencana setelah masa berkabung
terlewati
- Memberi informasi akurat tentang kebutuhan
pasien dan keluarga
BAB III

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kehilangan adalah suatu situasi actual maupun potensial yang


dapat dialami individu ketika terjadi perubahan dalam hidup
atau berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada , baik
sebagian atau keseluruhan .

Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan


umum berarti sesuatu yang kurang enak atau nyaman untuk
dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih
banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau
disekitarny

5.2 Saran

20
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.

Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia:


Kehilangan, Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan.
Jakarta: Sagung Seto.

Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.

Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn

Psikiatri,
Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta:

EGC. https://pastakyu.wordpress.com/asuhan keperawatan kehilangan dan

berduka

21

You might also like