Professional Documents
Culture Documents
25.muhammad Miad.3gpp
25.muhammad Miad.3gpp
sekarang saya pribadi, batin saya tidak terima. Tapi yang berbicara ini di Sekotong
Tengah itu bisa dikatakan antara hukum agama dengan [00:00:30] peraturan
pemerintah itu kontradiktif. Kenapa? Pertama, hukum Islam mengatakan kalau
sudah mens atau setelah datang bulan, bisa. Tapi ada istilahnya boleh, tapi kalau
memang itu membuat mudarat ditahan dulu, [00:01:00] itu bahasa agamanya. Tapi
standarnya sudah ada, kalau sudah mens bisa menikah. Ini agak bertentangan.
Tapi kalau pribadi saya dari dulu sampai sekarang, tidak saya terima. Tapi gejolak di
masyarakat kan begini, seperti yang dulu kita diskusikan Mbak ini tidak hadir, kita
melarang tapi pada saat terjadinya pernikahan, merariq, [unintelligible 00:01:29]
[00:01:30] tapi kita sebagai pemerintah desa atau orang tua kalau kita mau ambil,
jangan-jangan nanti setelah kita ambil, sedangkan antara dua mempelai kita katakan
sudah saling cinta.
Beda kasus seperti Pak Agus ceritakan kemarin itu, yang menikah gara-gara telat
pulang. Kalau memang itu alasannya, gampang kita pisahkan. Tapi ini kan sudah
berlangsung lama dan suka sama suka, [00:02:00] itu yang membuat kita kesulitan
untuk memisahkan. Nanti masalah teori bagaimana caranya, kita sangat setuju,
karena saya pribadi tidak setuju sekali dengan pernikahan di bawah umur karena
generasi kita akan rusak.
Apalagi dari kedokteran dan lain sebagainya sangat tidak-- Reproduksinya juga
kurang pas, bisa merusak. Lahir anaknya tidak normal dan lain sebagainya.
[00:02:30] Dalam artian, pribadi saya tidak setuju walaupun di agama oke,
mengatakan tidak masalah kalau sudah mens bisa menikah, tapi tidak hanya
mentok di sana. Artinya kalau terjadi sesuatu, nanti akan ada efek-efek yang
membuat keturunannya stunting dan lain sebagainya. Itu akibatnya.
Tetap kita mengatakan bahwa [00:03:00] menikah di bawah umur kita tidak setuju.
Paling masalah teorinya nanti kita sama-sama belajar bagaimana caranya, itu kami
kesulitan. Terutama pola pikir masyarakat kita bahwa, pertama, mau memiliki cucu.
Kalau memang dia sudah suka sama calon menantunya, "[Sasak language]"
walaupun dia di bawah umur. Itu kebanyakan persepsi di masyarakat kita.
[00:03:30] Kalau memang dia sudah suka, jangankan sejajar umurnya antara laki-
laki dan perempuan, walaupun umur perempuan itu masih di bawah yang laki-laki,
tapi kalau dia sudah suka, "[Sasak language]"
Muhammad Mi'ad: Diizinkan. Intinya pola pikir masyarakat itu agak-- SDM lah.
Interviewer 2: Masih kita temukan orang-orang yang berpikiran seperti itu? Yang
bilang, "[Sasak language]." Kalau orang tuanya masih ada tidak di situ? Masih ada
tidak orang-orang yang mengatakan [00:04:00] seperti itu?
1
Interviewer 2: Orang tuanya.
Muhammad Mi'ad: Memang begini Mbak Dita, saya bahasakan seperti ini karena
terjadinya seperti itu. Maka saya katakan begitu. Karena kebanyakan yang menikah
di bawah umur, contoh [unintelligible 00:04:18], pertama dia tidak mengizinkan
anaknya, tapi setelah seperti yang saya ceritakan tadi kalau anaknya suka dengan
lelaki kalau kita [00:04:30] pisah, otomatis akan berakibat fatal, itu yang pertama.
Yang kedua, ada juga kejadian seperti side tanyakan tadi, saking sukanya orang tua
itu, dia mengizinkan anaknya menikah. Tapi itu harus kita kaji bersama. Nanti kalau
memang side perlukan apa yang side tanyakan, coba nanti kita turun ke yang sudah
mengalami sebagai orang tua, yang sudah anaknya menikah di bawah umur.
Mungkin [00:05:00] lebih pas. Ini kita dapat cerita saja ini.
Interviewer 2: Terlepas dari program kita di desa ini, saya juga ingin mencari ke
masyarakat kan berbeda-beda pandangan kita. Apa alasan orang tua kenapa setuju
sama anaknya menikah di usia anak. Terus, saya juga ingin mencari orang-orang
yang sudah mengalami pernikahan usia anak itu dan berani menyuarakan apa yang
mereka alami [00:05:30] selama pernikahan di usia anak itu.
Interviewer 1: Jadi ada gerakan di Jakarta yang berusaha untuk merubah peraturan
usia minimum pernikahan.
Interviewer 1: Iya, jadi kelompoknya itu Koalisi 18+. Pernah dengar, Mas?
Muhammad Mi'ad: Memang bagus. Kita di Kabupaten Lobar, sekarang kan ada
istilah Gamak itu.
Muhammad Mi'ad: Iya, itu salah satu program dari daerah kita tingkat dua. Itu
sangat kita support dengan baik karena, seperti yang saya bahasakan tadi, bahwa
memang kita sangat rugi kalau generasi kita terus-terusan menikah di bawah umur.
Ini apa jadinya kita. [00:06:30] Hal itu sangat kita cap jempol dalam artian kita akan--
Side sekarang datang ke kita menawarkan ini teori supaya pernikahan dibawah
umur itu tidak terjadi lagi. Kita sangat senang itu. Tapi kendala kita, seperti saya
bahasakan tadi, pola pikir kita itu di bawah ini, masyarakat, mereka [unintelligible
00:06:50] apalagi dengan permasalahan suka sama suka, kalau kita pisah berakibat
fatal.
2
Muhammad Mi'ad: Memang seperti nasehat Pak Agus itu, kita kebanyakan
berandai-andai.
Muhammad Mi'ad: Iya, aib. Begitu kan kita di sini, Mbak Ade. Memang pergaulan
anak muda sekarang itu, kita sama-sama tahu kan kalau sudah dibawa sama lelaki
pulang ke rumahnya [00:07:30] jangankan sampai pulang, pergi saja ke pantai dan
lain sebagainya, naudzubillah.
Muhammad Mi'ad: Memang itu sudah lumrah. Pikiran masyarakat kita sebagai
orang tua, jangan-jangan sudah terjadi ini, dan seandainya terpisah [Sasak
language] gila dia. Itu yang menjadi kekhawatiran orang tua. Makanya lebih baik
menikah daripada bikin malu.
Interviewer 1: Jadi, kekhawatiran terbesar orang tua itu khawatir kalau anaknya itu
nanti--?
Muhammad Mi'ad: Sudah [00:08:00] ternodai dan lain sebagainya atau gila nanti
kalau dia dipisah.
Interviewer 1: Jadi seakan-akan anaknya itu sudah tidak mampu lagi tanpa laki-laki
ini atau tanpa pasangannya itu, khawatirnya?
Muhammad Mi'ad: Iya, karena saking cintanya. Asumsi orang tuanya juga jangan-
jangan anaknya sudah melampaui batas, seperti tidak biasanya orang berpacaran.
Zaman dulu kan tidak ada seperti itu. Sekarang yang menjadi permasalahan anak-
anak, jangankan kita orang tua yang [00:08:30] sudah menikah, anak-anak yang
masih usia SMP sudah bisa pegang HP, Google dan lain sebagainya, internet itu
kan masalah.
Makanya kalau memang kita mau mengubah pola pikir masyarakat dan anak-anak,
tidak cukup kita katakan, "[Sasak language] merarik kodeq," misalkan. Sekarang
bagaimana kita bina, misalnya di Desa Taman Baru, anak terutama kita bina
bagaimana [00:09:00] punya kegiatan-kegiatan yang positif supaya ada kegiatan,
supaya tidak hanya terlalu fokus dengan HP dan lain sebagainya, itu yang kita
harapkan.
3
pada masanya. Disebabkan tidak ada kegiatan, merenung di [00:09:30] rumah kan,
[Sasak language], "Apa yang saya kerjakan?" Langsung dia berpikir sesuatu yang
semestinya dia tidak tonton, dia akan tonton disebabkan tidak ada kegiatan-kegiatan
yang positif.
Muhammad Mi'ad: Iya, untuk mengalihkan pikiran ke sana. Kontrol orang tua juga
kurang di kita, khususnya di Taman Baru.
Muhammad Mi'ad: Artinya kebanyakan orang tua di desa kita itu sekolahnya atau
pendidikannya minim. [00:10:00] Dia tidak berpikir bagaimana mendidik anaknya
atau mengajarkan anaknya supaya disiplin. Kebanyakan petani. Lain orang Utara
bagaimana cara mendidik anaknya. Kalau di sini kalau sudah diserahkan di
sekolahan, sudah, artinya kontrol di rumah itu kurang, sebagian tapinya, ya.
Muhammad Mi'ad: Ya, di situ masih kurang di kita. Makanya tidak cukup kita
mengatakan kepada anak supaya berhenti merarik kodek, atau istilahnya kepada
orang tua saja, tapi seperti saya katakan tadi, bagaimana sekarang kita membuat
suatu kegiatan, sehingga fokus, tidak terfokus sama hal-hal yang negatif itu. Nanti
kan pola pikirnya baru, tidak masih berpikir bahwa [00:11:00] itu-itu saja yang dia
mau lihat dan sebagainya.
Itu membuat mental anak itu merasakannya. Ini ada [unintelligible 00:11:09]. Coba
kira-kira ke depan kalau kita sudah buat kira-kira kegiatan yang berbau positif yang
bisa mengalihkan anak-anak, adik-adik kita supaya tidak terfokus hal-hal yang
seperti itu. Ini seperti yang saya katakan kemarin [00:11:30], lebih baik mencegah
daripada mengobati. Ini kita mau mengobati, bukan mencegah lagi.
Interviewer 2: Kalau yang mengobati-- kalau yang sudah ini mau diapakan lagi.
4
Muhammad Mi'ad: Iya, banyak. Selain reproduksi itu, pendidikan juga, ekonomi dan
lain sebagainya. Dampaknya banyak sekali. [00:12:30] [inaudible 00:12:31]
Muhammad Mi'ad: Contoh, kita punya masyarakat, ada yang sudah kawin usia
SMP, itu kan kalau kita hubungkan dengan pendidikan otomatis pendidikan akan
berakhir di situ. Oke, kalau, maaf, kalau dia cerai langsung melanjutkan, bisa itu.
Muhammad Mi'ad: Yes. Atau contoh sampai di sana itu bisa dia lanjutkan. Ini kan
kalau dia sudah suka sama suka, cinta, akan dilanjutkan pernikahannya. Bagus itu
kan secara agama atau hubungan rumah tangganya, walaupun dia di bawah umur
nikah, baik, tapi tidak baiknya di pendidikannya, artinya putus sudah pendidikannya.
[00:13:30] Dia waktu usia sekolah nikah, ikut pendidikan. Apalagi masalah ekonomi
sangat-sangat [inaudible 00:13:36]. Kalau sudah nikah dibawah umur, sedangkan
dia kurang matang, bagaimana untuk mencari nafkah? Itu kan sulit di ekonomi.
Banyak lagi. Nanti kita pikirkan bersama.
Interviewer 1: Tadi kita juga sudah membahas bagaimana orang tuanya yang latar
belakang pendidikannya [00:14:00] katanya, maaf kurang cukup. Dari situ, apakah
kita bisa bilang kalau ternyata orang-orang tua kebanyakan di sini tidak
mementingkan pendidikan itu sendiri atau bagaimana? Untuk anak-anaknya?
Muhammad Mi'ad: Memang sebagian seperti itu dia. Kenapa seperti itu? Karena
tanya saja adik-adik kita di usia sekolah. Saya tidak sekolah misalkan satu contoh,
saya cari uang, [00:14:30] didukung sama orang tuanya sampai-sampai bahasa
orang tua, "[Javanese language]." Dia belikan anaknya cari uang.
Interviewer 1: Didukung?
Muhammad Mi'ad: Ya, didukung. Dia terobsesi oleh uang yang banyak, pendidikan,
orang sekolah juga nanti yang dia cari juga uang.
Muhammad Mi'ad: Itu kebanyakan. Anak kalau adik-adik kita [00:15:00] kalau dia
sudah dibebaskan mencari uang, nikmatnya dapatkan uang, dilupakan sekolahnya.
Memang itu yang terjadi di sini, di Taman Baru. Itu salah satu kendala.
5
Muhammad Mi'ad: Iya, terbantu. Apalagi ini, satu kasus, anak itu bapaknya sudah
meninggal misalkan, terus dia tinggal sama orang tua [00:15:30] perempuan, tidak
ada yang membantu seperti bahasa side tadi dalam hal ekonomi, menafkahkan.
Apalagi dia pintar cari uang. Lupakan pendidikan, uang itu yang utama. Itu terjadi.
Muhammad Mi'ad: Iya. Nanti side akan temukan hal-hal seperti di bawah.
Interviewer 1: Hal inilah yang kebanyakan terjadi di sekitar sini, ya, Pak?
Interviewer 1: Itu kan beruntun ya, karena mereka sudah bisa punya uang sendiri
mungkin, dengan begitu orang tua berpikir ya sudah menikah. Jadi bukan--
Interviewer 2: "Tidak apa-apa. Tidak apa-apalah kamu menikah, kamu sudah bisa
cari uang," begitu.
Muhammad Mi'ad: Apalagi satu, apalagi nanti suami yang akan dinikahi oleh si
perempuan ini latar belakang ekonominya bagus, otomatis nanti orang tua-- Ini
planning. Ini artinya-- Asumsi saya, memang kenyataannya seperti itu. [00:16:30]
Orang tua juga mengharapkan anaknya perempuan itu menikah dengan orang yang
kaya, apalagi orang tua nanti lihat bahwa walaupun di bawah umur anaknya nikah,
tapi pasangannya itu latar belakangnya kaya, nggak masalah kayaknya.
Interviewer 1: Itu pernah terjadi ke sini? Orang tuanya bilang, "Tidak apa-apa
karena anak saya akan menikah." [00:17:00]
Muhammad Mi'ad: Ya, artinya pemikiran yang seperti itu tidak semerta-merta
dikeluarkan begitu saja. Dari segi sifatnya kita bisa tahu, kita bisa baca, bahwa ini
setuju.
Interviewer 1: Kalau menurut side pribadi hal-hal seperti itu bagaimana, Pak? Di
lain pihak, kita melihat si anak masih kecil kasihan juga pendidikannya terganggu,
[00:17:30] tapi orang tuanya juga-- Kalau saya pikir itu hal yang bisa diterima kan,
karena bahwa dia juga butuh uang begitu.
Interviewer 1: Kalo menurut side secara pribadi, sebaiknya hal-hal seperti itu
bagaimana? Karena itu kan--
Muhammad Mi'ad: Makanya itu kesulitan kita. Kita di desa, terutama kesulitan dana
pembangunan, pemberdayaan dan pembinaan. Itu harus kita maksimalkan,
terutama masalah pembinaan ini. Kalau pembinaan itu istilahnya [00:18:00] nanti
6
kita bina, baik dari segi fisik maupun nonfisiknya, pola pikirnya nanti kita bina, tapi
inilah kesulitan kita. Artinya kita kita belum tahu mana-mana yang kita harus masuki.
Pola pikir misalkan, bagaimana kita akan bentuk, merubah pola pikir masyarakat
yang saya contohkan tadi supaya tidak terasumsi misal masalah uang begitu, bukan
pendidikan, seperti itu. [00:18:30]
Interviewer 1: Seperti mengarahkan orang tua. Mungkin dari yang saya tangkap,
mengarahkan orang tua bahwa pendidikan itu penting, jadi mencegah anak-anak ini
untuk menikah di usia anak, begitu ya?
Interviewer 1: Dilema juga, ya Pak? dengan kondisi seperti itu. Apakah pernah ada
orang tua yang bilang, "Ya terus bagaimana, saya juga tidak bisa cari uang."?
[00:19:00] Akhirnya membiarkan anaknya bekerja begitu, walaupun ada yang--
Muhammad Mi'ad: Tidak pernah ada yang seperti itu, tapi dengan, seperti saya
katakan tadi, membiarkan anaknya itu, otomatis di hati kecilnya dia bilang seperti itu.
Tidak perlu kita tanyakan, sudah memang begitu, atau tidak perlu dia bahasakan
apapun, kita sudah tahu.
Interviewer 2: Jadi Kadus hanya memberikan izin terbatas 18, seperti apa begitu?
Muhammad Mi'ad: Istilahnya kalau di dusun-dusun, ada Aji Krama. Pernah dia
mengurus masalah [Sasak language] dan lain sebagainya. Aji Krama, banyak anak
namanya, tetap dia urus.
Interviewer 2: Selabar
Muhammad Mi'ad: Selabar. Kalau menyelabar itu, pihak laki-laki datang ke wanita
[00:20:30] bahwa, "Anak side nikah dengan anak warga saya, di sini," dan lain
sebagainya.
7
Muhammad Mi'ad: Tidak. Aji Krama itu bayar-- Apa istilahnya ya kalau Bahasa
Indonesianya? Kalau mahar beda lagi.
Muhammad Mi'ad: Ini istilahnya, saya punya anak, nikah sama anak side, otomatis
orang tua ini bisa dikatakan bayar asuh seperti itu, untuk dia bergawai yang
perempuan ini.
Muhammad Mi'ad: Untuk merayakan. Kalau di Jawa beda kan. Kalau di Jawa, laki-
laki yang dikasih, kalau kita wanita yang dikasih. Orang tua wanita itu yang diberikan
[00:21:30] [Sasak language]. Tergantung kesepakatan gubuk, kalau kita di sini
empat jutaan. Di dalam gubuk, di dalam kampung itu harus dibayar oleh pihak laki-
laki, diberikan kepada pihak perempuan untuk bergawai, merayakan.
Interviewer 2: Itu perannya Pak Kadus di situ sebagai orang yang menentukan Aji
Krama ini atau--?
Muhammad Mi'ad: Tidak. Memang itu sudah disepakati oleh gubuk Awik-awik
dusun.
Muhammad Mi'ad: Iya, tokoh agama, tokoh masyarakat dan lain sebagainya.
Contoh di dalam desa dengan luar desa berbeda.
Muhammad Mi'ad: Ya, nanti juga side bisa mengetahui, kalau side mau.
Rencananya ke mana?
8
Interviewee 2: Terkadang untuk soal dan pertanyaannya saja tidak mampu,
[inaudible 00:22:43].
Interviewer 1: Jadi kalau kita boleh bilang, staf desa dan semua jajaran-jajaran itu,
tidak menerima begitu.
Interviewee 2: Ya.
Interviewer 1: - karena--?
Interviewee 2: Terkadang kita diundang untuk acara pernikahan, kita tidak mau
hadir sebenarnya.
Muhammad Mi'ad: [inaudible 00:23:14] bisa dikatakan pernikahan usia dini, kita
bisa mencegah. Tapi, contoh seperti narkoba itu, jelas-jelas narkoba itu
menjerumuskan, tapi kenapa-- Atau rokok [00:23:30], di rokok itu, merokok
membahayakan ini-ini. Itu sudah jelas, sudah diatur. Kenapa bisa terjadi? Dilarang
sudah kok digunakan atau semakin menggunakan.
Contoh pernikahan usia dini ini, memang sudah kita larang, misalnya. Karena
dampak ini dan lain sebagainya. Kembali seperti bahasan tadi, SDM kita, pola
pikirnya, itu kita akan bedah sekarang. Kira-kira [00:24:00] bagaimana dia
[inaudible 00:23:59] mekanisme atau [unintelligible 00:24:01] seperti itu. Sudah
lumrah. Artinya saya rasa, jangankan disekap, semua orang tua pasti melarang
pernikahan usia dini.
Pertama dampak kepada anaknya, pendidikan. Tapi kembali, yang saya ceritakan
tadi, faktor ekonomi, larinya ke sana. Jangan-jangan nanti seperti pembahasan side
tadi, kita turun ke salah satu masyarakat kita yang ekonominya rendah [00:24:30],
terus ada anaknya yang kerja. "Kalau side mau lihat anak saya sekolah, ayo bantu
kita." Pasti nanti side akan temukan bahasa seperti itu. Kenapa dia bisa paksakan
itu? Karena ekonomi.
9
Muhammad Mi'ad: Iya. Itu kalau kita pisah dulu, cukup ekonomi sama pendidikan.
Interviewee 2: Iya, sering mendata seperti itu. Pasti ditanya, "Apa yang kita dapat
sekarang?" Kasih ini, begitu.
10