You are on page 1of 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kreativitas tiada henti seniman Bali dalam kurun waktu kurang lebih tiga
dekade belakangan ini (1979-2010) telah menyebabkan berbagai perubahan
dalam bidang seni pertunjukan ( Sugiartha : 2012 : 01). Bisa dilihat dari
frontalnya pemikiran komponis saat ini yang begitu pesat perkembangannya dan
begitu pesat membawa perubahan dari segi berkomposisi. Gaya berkomposisi
pada saat ini sering disebut dengan musik ekperimen atau musik kontemporer.
Musik Eksperimen memiliki sejarah yang sangat panjang dan musik eksperimen
memiliki akar dalan gerakan seni avant-grade yang muncul pada awal abad ke-
20. Pandangan komposer bali tentang musik eksperimen adalah musik kebaruan
yang dibuat penuh dengan konsep, kaidah, dan suasana yang baru. Penata
berasumsi bahwa musik eksperimen itu adalah sebuah penyajian musik dengan
tahap percobaan yang lepas dari aturan konvensional dengan tujuan mencari
sebuah kebebasan dalam sebuah berkomposisi.

Proses kreatif seorang seniman dalam menggabungkan ataupun


memadukan beberapa bentuk instrumen untuk mendapatkan satu bentuk yang
baru disebut sebagai karya musik eksperimenal. Pemahaman terhadap musik
eksperimenal di Bali cenderung lebih mengarah pada karya kontemporer yang
diartikan sebagai musik baru yang diciptakan dengan konsep lebih bebas dan
tidak terikat dengan aturan-aturan musik tradisi (Sugiartha, 2012: 118).
Pernyataan diatas, penata tafsirkan bahawasannya musik eksperiman memang
memiliki suatu kebebasan dan membuka sebuah intuisi kita untuk berkembang.

Berbicara tentang eksperimen, berarti berbicara tentang percobaan yang


bersistem dan berencana untuk membuktikan kebenaran suatu teori dan
sebagainya (Prasetya et al.,2019a). Musik eksperimenal biasanya memakai atau
menghasilkan sesuatu yang tidak biasa, atau bisa dikatakan berbeda dengan yang
lain. Unsur “tidak biasa” dalam musik eksperimenal bisa dilihat dari bermacam
elemen, seperti dari pemilihan alat, cara memainkan alat yang non-konvensional
sehingga menghasilkan timbre yang tidak lazim, serta pola garap musik yang
memfokuskan pada eksplorasiasi bunyi dalam pembangun suara sehingga
menghasilkan output yang kadangkala tidak familiar di telinga. Berpijak dari
penjelasan mengenai musik eksperimenal tersebut penata simpulkan, musik
eksperimenal adalah bentuk seni yang mengutamakan eksplorasiasi, kreativitas,
dan inovasi. Ia menawarkan pengalaman mendalam yang dapat menginspirasi
dan menggerakkan orang dalam berbagai cara.

Setelah adanya penjelasan tentang musik eksperimen dan beberapa


sudut pandang tentang musik eksperimen, penata tertarik untuk membuat musik
eksperimen dalam keperluan Tugas Akhir di Prodi Seni Karawitan, Fakultas Seni
Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar. Ada beberapa alasan penata
untuk membuat musik eksperimen diantaranya, (1) Ingin melakukan percobaan
dengan mengolah gambelan yang berpencon ,(2) Membuat sebuah tawaran baru
terhadap gambelan berpencon di gambelan Jawa dari segi pengolahan sistem
kerja dalam konteks pengembangan . Kedua alasan tersebut menjadi daya tarik
penata untuk menciptakan karya musik dengan bentuk eksperimen. Begitu pula
karya ini penting diciptakan, karena penata ingin membuktikan bahawasannya
sebuah sistem musik dan media berupa instrumen itu tidak selamanya baku dan
tidak selamanya harus mematuhi aturan yang telah ada. Hal tersebut sekiranya
dapat mengahantarkan, bahwa penata akan membuat musik eksperimen dan
menggunakan instrumen gambelan yang berpencon sebagai pendukung dalam
formulasi karya ini . Jenis pencon yang dipakai meiliputi instrumen pencon yang
digantung dan instrumen pencon yang diletakan dibawah. Dilihat dari difinisi apa
itu pencon, pencon adalah gamelan yang terbuat dari logam dan berbentuk
cekungan. Di bagian tengahnya dibuat menonjol untuk ditabuh atau dipukul.
Ketertarikan penata terhadap pencon dikarenakan, (1) pencon memiliki warna
suara yang banyak dan memiliki banyak tangga nada, (2) Beberapa instrumen
pencon memiliki kerumitan dalam permainan dengan menggunakan dua tangan
dan ada juga yang munggunakan satu tangan. Kedua faktor tersebut menggugah
keinginan penata dalam membuat sebuah karya dengan bentuk eksperimenal
dengan menggunakan media ungkap berupa instrumen berpencon.

Pada karya ini, penata menggabungkan gambelan Bali dan Jawa sebagai
ide gagasan pada formulasi karya ini. Ekplorasi atau Eksperimen merupakan
suatu kegiatan pencarian atau pengolahan atau penggarapan sesuatu dalam
penyusunan komposisi baru karawitan ( pande made sukerta, 2011 ; 20 ). Sejalan
dengan pemikiran tersebut, maka penata menggunakan dua jenis gambelan
berpencon Bali dan Jawa , yakni (1) instrumen reong Semara Pagulingan dari
gamelan Bali, (2) bonang barung dan bonang penerus dengan laras pelog dan
selendro, (3) kenong saih pelog dan selendro, (4) Instrumen gong dari karawitan
Jawa dan karawitan Bali. (5) Instrumen Kenong dari karawitan Jawa. Reong
adalah salah satu instrumen dalam gamelan Bali yang berbentuk
pencon/bermoncol. Umumnya reyong dibuat dari bahan kerawang atau
perunggu (yang merupakan campuran timah murni dan tembaga) namun ada
juga yang dibuat dari bahan besi atau pelat. Warna pencon reyong umumnya
berwarna keemasan tergantung bahan yang digunakan untuk membuat reyong
tersebut. Satu pencon reyong hanya dapat menghasilkan satu nada saja,
sehingga pada sebuah instrumen gamelan, satu tungguh reyong terdapat
beberapa pencon reyong menyesuaikan dengan banyak nada yang digunakan
oleh instrumen gamelan tersebut. Tinggi rendahnya nada yang dihasilkan sebuah
pencon reyong ditentukan oleh besar kecil pencon dan cembung cekungnya
pencon reyong. Semakin besar dan cembung pencon reyong maka semakin
rendah nada yang dihasilkan.

Bonang barung dalam karawitan Jawa adalah bonang besar, berfungsi


sebagai pemimpin gending (lagu). Satu rancak (satu setel) berlaras slendro berisi
10 atau 12 pencon, dan satu rancak berlaras Pelog berisi 14 pencon ( Supanggah:
2002 : 66). Bonang penerus hampir sama dengan bonang barung, letak
perbedaannya pada ukurannya. Bonang penerus lebih kecil baik laras Slendro
maupun laras Pelog. Fungsinya sebagai penerus bonang besar. Kenong adalah
pemangku irama, tugasnya menentukan batas-batas gatra (Santosa, Hadi. 1986).
Penata telah menjelaskan instrumen-instrumen yang digunakan pada garapan
ini.
Selain menggunakan teknik permainan konvensional untuk diubah menjadi hal
yang non konvensional pada masing-masing instrumen, penata juga akan
bereksperimen mencari kemungkinan-kemungkinan baru sebagai sebuah
eksplorasiasi bunyi.

Proses dalam Menciptakan sebuah karya musik baru sesungguhnya


melalui proses pencarian, pertimbangan, pengendapan konsep, dan proses
penuangan yang serius dan relatif lama. Penemuan ide atau gagasan,
penyusunan konsep, lebih detail lagi Menyusun dan mengembangkan ritme,
melodi, harmonisasi serta penerapan metode penuangan karya pada musisi,
sampai dengan bagaimana karya tersebut dipresentasikan biasanya hal tersebut
ditempuh oleh komposer juga melalui proses yang panjang (Krisnajaya, 2014:2).
Khususnya dalam hal ini pemilihan media pencon sebagai instrumen pokok pada
karya ini tentunya harus ada ketrampilan tangan atau skill dari musisi yang
memang benar-benar mempunyai pengalaman bermain media pencon karena
selain mempermudah dalam proses penuangan, ketrampilan tangan juga sangat
berpengaruh untuk memperkelas bunyi yang dihasilkan.

Pada karya ini, penata melakukan beberapa eksperimen. Eksperimen


yang dilakukan diantaranya dengan keluar dari kebiasaan aslinya. Hal tersebut
bisa dilihat dari instrumen bonang yang akan diperlakukan seperti permainan
reong Bali dan reong Bali diperlakukan seperti permainan pada umumnya dari
instrumen bonang. Ada juga proses ekperiment lain yang dilakukan, seperti
mengorkestrasi musik (eksplorasi suara), dimana menderetkan semua bilah
pencon instrumen bonang dari nada paling rendah ke nada yang paling tinggi.
Pengolahan teknik kuno dengan sudut pandang yang baru juga menjadi salah
satu proses eksperimen yang dilakukan. Perubahan lainnya dapat dilihat dari
jenis panggul (alat tabuh) yang digunakan, di mana panggul yang biasa
dimodifikasi agar selain menghasilkan suara yang keras, mampu juga
menghasilkan suara yang lembut. Dalam perubahan alat pemukul, sekiranya
belum pernah dilakukan di gambelan yang berpencon di gambelan Jawa.
Selanjutnya, penata melakukan eksperimen dalam pencarian nada dengan
membalikan reong dan membenturkannya untuk
menghasilkan sebuah suara yang baru. Ekperimen terakhir yang dilakukan
penata ialah, mencoba menenggelamkan Instrumen pencon ke dalam air. Tujuan
penata ialah, mengfungsionalkan air sebagai rosinator baru dan diharapkan
menimbulkan sebuah warna suara yang baru. Pemaparan diatas sekiranya dapat
menghantarkan eksperimen apa yang akan dilakukan pada formulasi pada karya
ini. Penata juga berasumsi kenapa karya ini harus di ciptakan, Bahawasannya
gambelan yang berpencon memiliki kekayaan yang mungkin belum semua orang
di luar sana mengatahuinya. Jadi, begitu pentingnya karya ini di ciptakan untuk
sebagai tawaran baru dalam gambelan yang berpencon. Pemaparan di atas
sekiranya dapat memberikan gambaran mengenai upaya eksperimentasi yang
dilakukan pada garapan ini.

Dari penjelasan yang telah dijabarkan di atas, maka penata membuat


sebuah karya yang diberi judul “Kulawarga Pencon”. Kulawarga berasal dari
Bahasa Jawa yang berarti keluarga, sedangkan pencon mengacu kepada
instrumen berpencon yang digunakan sebagai media garap pada komposisi ini.
Jadi, Kulawarga Pencon adalah sebuah perkumpulan keluarga dari instrumen
berpencon yang menjadi bahan dasar dalam formulasi pada karya ini. Karya
musik “Kulawarga Pencon” menggunakan struktur tri angga yaiu kawitan
(pendahuluan), pengawak (isi), pengecet (penutup). Ketiga elemen di atas
disusun yang dimana masing-masing memiliki karakter pola yang berbeda-beda
namun bersumber dari beberapa formula/teknik pencon yang sudah ada
sehingga kirannya penata dapat kembangkan sesuai sudut pandang atau daya
tafsir penata.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan bahwa terdapat


permasalahan yang harus diselesaikan .

1. Apa yang melatar belakangi musik ini ?


2. Bagaimana proses menuangkan Ide ke dalam karya ini ?
3. Bagaimana bentuk karya ini ?
1.3 Tujuan

Tujuan merupakan sebuah sasaran yang ingin dicapai dalam


melaksanakan sesuatu kegiatan tertentu. Sebuah karya seni yang diciptakan
pastinya sudah memiliki tujuan yang jelas. Tujuan dari penciptaan karya ini
terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus antara lain :

1. Tujuan Umum
a. Menyampaikan hasil eksperimen dalam pengolahan instrumen
gambelan Bali dan gambelan Jawa khususnya di gambelan yang
berpencon.
b. Menghadirkan ruang kebebasan bersikap dalam sebuah karya
karawitan.
c. Sebagai acuan dalam berkarya atau bisa dijadikan refrensi untuk
kedepannya.
2. Tujuan Khusus
a. Rasa ingin menambah wawasan dan mengasah kemampuan
beerkomposisi dalam konteks musik kebaruan.
b. Mengasah daya kreatif dalam pembentukan music ekperiment.
c. Menciptakan sebuah eksperimen dengan sudut pandang
tersendiri dalam pengolahan instrumen gambelan yang
berpencon dengan cara yang berlogika dan beretika.

1.4 Manfaat

Karya komposisi ini dibuat dengan harapan dapat berguna dan dinikmati
dalam dunia karawitan, musik dan masyarakat. Melalui hal tersebut, penata
menyusun beberapa manfaat, teoritis dan praktis. Berikut penjabaran manfaat
yang sekiranya berguna pada konteks penikmat.

1. Manfaat Teoritis
a. Menjadikan tulisan ini sebagai sumber bahan bacaan dalam
membuat suatu karya tulis.
b. Dapat memberikan tawaran bagi teman-teman yang ingin
membuat karya eksperimen dikemudian hari.
c. Bisa digunakan sebagai perbandingan cara pandang music yang
berbau kebaruan.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai wadah untuk menuangkan sebuah Kreativitas atau ide
untuk Menciptakan sebuah karya yang bisa dikatakan baru.
b. Memberikan pengalaman kepada musisi.
c. Timbulnya pemahaman bahwa suatu karya komposisi dapat
digarap dengan konsep yang sederhana namun harus dibangun
berdasarkan metodologi dan wujud karya yang dapat
dipertanggungjawabkan secara objektif dalam ranah akademis.

1.5 Ruang Lingkup

Dalam sebuah proses penciptaan tentunya banyak penafsiran. Untuk


menghindari hal tersebut, maka penata membatasi tafsir garap sebagai berikut :

a. Karya musik ini berjudul “Kulawarga Pencon”. Kulawarga berasal dari


Bahasa Jawa yang berarti keluarga, sedangkan pencon mengacu kepada
instrumen berpencon yang digunakan sebagai media garap pada
komposisi ini. Jadi, Kulawarga Pencon adalah sebuah perkumpulan
keluarga dari dua culture tentang instrumen gambelan berpencon yang
menjadi bahan dasar dalam formulasi pada karya ini.
b. Formulasi karya Kulawarga Pencon digarap dengan dua insntumen
gambelan yang berpencon yakni, gambelan Bali dan gambelan Jawa.
Pemaparannya, Penata menggunakan Instrumen Reong Semara
Pagulingan dari gambelan Bali. Instrumen Bonang Ageng dan Penerus
dari saih Pelog dan saih Slendro. Instrumen kenong dan Gong dari
gambelan Jawa dan gambelan Bali.
c. Karya musik “Kulawarga Pencon” berbentuk musik eksperimenal. Musik
eksperimenal sebagai music baru yang diciptakan dengan konsep lebih
bebas dan tidak terikat dengan aturan music tradisi (Sugiartha,
2012:118).
d. Pengolahan musikal pada karya “kulawarga Pencon” ini yakni berangkat
dari pengapresiasian terhadap sebuah Teknik permainan pada
instrumen gambelan yang berpencon dan pengolahan yang berangkat
dari unsur ritme yang berdasarkan dari beberapa Tempo, sehingga
muncul sebuah jalinan nada -nada yang dapat mengahsilkan harmonisasi
dalam formulasi karya.
e. Karya musik “Kulawarga Pencon” menggunakan struktur Tri Angga yaitu
kawitan (pendahulu), pengawak (isi), pengecet(penutup). Dalam
kawitan, penata berasumsi bahwa kawitan adalah sebuah pendahuluan.
Penata memaparkan sebuah sistem kerja dengan menonjolkan unsur
musik seperti ritme, dinamika, dan tempo yang kemudian menjadi
bahan dasar pada bagian pendahuluan(kawitan). Bagian pengawak (isi),
penata berasumsi bahawasannya sebuah isi pastinya memiliki bagan
yang besar atau sebuah ruang lingkup yang sangat luas. Penata
membuat sebuah sistem kerja dengan mengolah teknik kuno yang lalu
dikembangkan sesuai dengan prespektif sang penata. Pengecet
( penutup ), penata menafsirkan, bahawasannya dibagian ini kalimaks
atau benang merah sebuah formulasi karya akan di transformasikan ke
bagian penutup.
f. Karya musik “kulawarga Pencon” disusun dan ditata atas tiga bagian
yang masing-masing bagian memiliki karakter pola yang berbeda-beda
namun bersumber dari sebuahTeknik gambelan berpencon yang sudah
ada sehingga kiranya penata kembangkan sesuai daya tafsir.
g. Pada Formulasi karya ini melakukan beberapa eksperimen yang mungkin
belum pernah dilakukan di instrumen gambelan jawa. Contoh
eksperimen yang akan dilakukan ialah, malakukan sistem kerja timbre
dengan menderetkan semua nada dari yang terendah hingga nada yang
tertinggi pada instrumen bonang ageng dan bonang penerus.
Melakukan
eksplorasiasi terhadap alat pukul dangan mengubah original panggul
pada instrumen menjadi alat pukul dengan sifat yang soft (lembut).
h. Formulasi karya musik “kulawarga Pencon” berdurasikan 12 menit dari
ketentuan yang telah ditentukan.
i. Karya musil “kulawarga Pencon” dimainkan oleh 17 musisi termasuk
penata dengan pendukung karya yang berasal dari mahasiswa di
program Studi Seni Karawitan dan Pendidikan Seni Pertunjukan Institut
Seni Indonesia Denpasar.
BAB II

MITRA DAN TINJUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Mitra

Komunitas Seni Taksu Agung resmi didirikan pada tanggal 7 februari


2012. Beralamat di lingkungan Br. Tambak Sari Desa Kapal, Kecamatan Mengwi,
Kabupaten Badung, Bali. Makna dari nama Taksu Agung adalah “Taksu” yang
berarti kekuatan dan “Agung” yang berarti besar, jadi Taksu Agung komunitas
Seni Taksu Agung maknai dengan kekuatan atau anugerah yang besar dengan
diharapkan mampu memberikan tuntunan untuk mewariskan kesenian pada
umumnya dan khususnya seni karawitan dan tari. Visi dan misi Komunitas Seni
Taksu Agung adalah sebagai penggali seni, pelestari seni dan mengembangkan
seni. Kenapa penggali, pelestari dan mengembangkan seni, karena setiap
kesenian perlu penggalian terhadap kesenian leluhur terdahulu yang adiluhung,
setelah kesenian tersebut digali kita harus melestarikan. Dari pelestarian ini kita
dapat belajar, memahami makna, isi, nilai estetis, etika, dan pesan moralnya
sehingga kita dapat mengembangkannya dengan akar pondasi yang kuat sebagai
tonggak pemajuan seni gambelan kita di Bali, Nusantara Indonesia maupun
Dunia.

Komunitas Seni Taksu Agung juga memiliki fasilitas berupa gamelan.

Beberapa gamelan yang dimiliki yaitu:

Tabel 1.

Nama Instrumen Jumlah

Gembalan Semara Pagulingan Satu Barung

Gembalan Semara pagulingan Satu Barung

Gambelan Baleganjur Satu Barung


Gambelan Asta Wirat Bhumi Satu Barung

Gambelan Jegog Satu Barung

Selain gamelan di komunitas seni Taksu Agung juga terdapat tempat khusus
latihan tari, dan property dan kostum seni pertunjukan.

Sembilan tahun berdirinya Komunitas Seni Taksu Agung tentunya


komunitas Seni Taksu Agung pernah menyelenggarakan beberapa event festival
dan mengikuti event festival di beberapa kabupaten di Bali maupun tingkat
nasional. Berikut beberapa prestasi yang pernah komunitas Seni Taksu Agung
dapat dalam mengikuti event festival dan berikut daftar gelaran event yang
pernah komunitas Seni Taksu Agung selenggarakan. Pengalaman prestasi yg
pernah diraih:
1. Juara 1 balaganjur sebali 2012 (Puspem Badung)

2. Juara 1 balaganjur sebali 2013 (puputan klungkung)

3. Juara 1 balaganjur sebali 2013 (Pesta Kesenian Bali)

4. Juara 1 balaganjur sebali 2015 (Puspem Badung)

5. Juara 1 balaganjur sebali 2015 (Sanggar Miniart's Karangasem)

6. Juara 1 balaganjur sebali 2016 (Pesta Kesenian Bali)

7. Juara 3 parade gong kebyar 2016 (Puspem Badung)

8. Juara 3 balaganjur sebali (Dwi Mekar Buleleng)

9. Bali Mandara Nawanatya 2016 (Sanggama Rohani)

10. Bali Mandara Nawanatya 2017 (Warna Tujuh)

11. Juara umum nasional parada musik daerah 2017 TMII Jakarta

12. Juara umum nasional parada musik daerah 2018 TMII Jakarta
13. Juara 3 balaganjur sebali 2018 (Puspem Badung)

14. Pekan Gambelan Nasional 2019 Istora Senayan Jakarta

15. Festival Bali Jani 2019 (Art Centre Denpasar)

16. Juara 1 musik & tari inovatif 2019 (Puspem Badung)

17. Festival Kuno Kini 2020

18. Juara harapan 1 lomba balaganjur sebali (SMK 1 Bangli)

19. Ruang kreatif Melawan Pandemi Dengan Karya 2020

20. Ruang Kreatif Kalapurwaka 2020

21. Lomba Balaganjur Audio Virtual 2021

22. Juara 1 balaganjur sebali 2021 (Sanggar Taksu Murti Kemanisan)

23. 10 besar karya terbaik dan instrumenalis terbaik dalam LINMTARA

Adapun struktur kepenngurusan Komunitas Seni Taksu Agung 2022/2024,


yaitu sebagai berikut:
1. Ketua : I Putu Redyan, S.Sn.

Wakil : I Putu Gede Nanda Mahadi Putra, S.Sn., M.Sn.

2. Sekretaris I : I Wayan Aditya Wigraha, S.Pd.

Sekretaris II : I Nyoman Wiradarma Yoga, S.Sn

3. Bendahara I : I Putu Gede Dharma Utama

Bendahara II : Komang Arya Esa Sentanu

4. Koordinator Devisi Karawitan I : I Putu Rispa Aditya Mardana

Koordinator Devisi Karawitan II : I Made Widi Dana Pridatama

5. Koordinator Dev Tari I : Kadek Dinda Dewantari

Sukma Koordinator Dev Tari II : Ni Putu Febri Valentina


2.2 Tinjuan Pustaka
Dalam karya ini, tinjauan pustaka dilakukan untuk menelusuri sumber
data yang jelas dan sumber data yang dapat menunjang proses penciptaan
karya ini. Data tersebut meliputi sumber data tertulis yaitu artikel, jurnal, buku,
dll, serta sumber diskografi yang merupakan sumber data berupa audio visual.
Adapun referensi yang mendukung terciptanya karya ini adalah sebagai berikut

2.2.1 Sumber Pustaka

Buku Kreativitas Musik Garapan Baru Perspetif Cultural Studies, oleh I


Gede Arya Sugiartha, tahun 2012. Buku ini membahas tentang pemaknaan
musik- musik baru yang tidak terlepas dari konsep-konsep musik lama. Dalam
buku ini penata mengutip dari halaman satu dan tiga begitu pula di halaman 118.
Penata mengutip sebuah pemaparan perkembangan kreativitas komponis Bali
dan penjelasan tentang musik eksperimen.

Buku BOTHEKAN karawitan I, oleh Rahayu Supanggah, tahun 2002. Buku


ini membahas tentang karawitan dan gambelan khusunya dikarawitan jawa.
Penata mendapatkan sebuah penjelasan tentang difinisi sebuah instrumen
gambelan jawa dan mendapatkan difinisi tentang fungsional gambelan tersebut.
Penata mendapatkannya di halaman 66 pada buku tersebut.

Buku Metode Penyusunan Karya Musik (Sebuah Alternatif), oleh Pande


Made Sukerta Tahun 2011. Buku ini menjabarkan metode atau tata cara dalam
berkomposisi. Tata cara tersebut meliputi gambaran umum mengenai komposisi,
sumber medium bunyi, kreativitas dan eksplorasiasi, bentuk karya musik dan
penyusunan karya musik. Pernyataan tersebut penata dapatkan pada buku di
bagain kedua di halaman 23 tentang medium bunyi dan di bagain ketiga pada
halaman 40 tentang kreativitas dari buku tersebut. Melalui buku ini, penata
mendapatkan tata cara dalam berkomposisi dan rangsangan-rangsangan untuk
mengeksplorasi beberapa sistem atau cara kerja musik baru.
Artikel Asta Wirat Bhumi’s Music Instrumen, oleh Putu Tiodore Adibawa
tahun 2022 pada Ghurnita Jurnal Seni Karawitan, yang diterbitkan oleh Pusat
Penerbitan LPPMPP ISI Denpasar. Tulisan ini membahas proses pembuatan
Gamelan baru dengan repertoarnya. Mendapat beberapa referensi mengenai
perjalanan eksplorasiasi pembuatan Gamelan, dan memberikan pemahaman
tentang mengeksplorasi dan menggabungkan beberapa instrumen untuk
mendapatkan hasil berupa susunan nada baru.

2.2.2 Sumber Diskografi

Keju Fenny, karya oleh bapak I Wayan Sudirana. Larya ini saya temui di
sebuah aplikasi SoundCloud. Penata mengatahui dan mendapatkan sebuah ilmu
dalam pengolahan tempo ¾. Pemikiran penata sangat Frontal ketika
mendengarkan karya ini. Hal tersebut menjadi pijakan penata untuk membuat
sebuah karya dengan pengolahan tempo ¾.

Anomali Reong, oleh I Putu Gede Sukaryana. Karya musik Anomali Reong
menginspirasi penata untuk Menciptakan karya musik “Kulawarga Pencon”, serta
pada karya ini penata menemukan Teknik permainan dan pengolahan ritme serta
pengembangan motif-motif baru. Penata menontonya di chanel youtube Insitu
Recordings dan kunikan ritme penata dapatkan pada menit 1.25.

Lingkar , oleh I Wayan Situbanda. Karya ini berbentuk eskperimental yang


menngunakan media ungkap reong. Penata sangat terinsipirasi dari karya ini
karena penata menemukan suatu hal-hal yang unik dalam pengolahan instrumen
dimana menggabungan dua saih reong yang berbeda. Hal tersebut penata dapat
ketika melakukan wawancara langsung kepada sang penata karya Lingkar.

Working Together, oleh bapak Dewa Alit. Komposisi karya yang dibuat
sangat banyak memiliki esensi-esensi yang luar biasa. Penata mendapatkan
sebuah ilmu dalam membuat sebuah Garapan dengan tempo yang konstan.
Penata monton video tersebut di kanal YouTube Dewa Alit .
Koma, oleh I Gusti Nyoman Barga Sastrawardi. Karya musik ini
menggunakan media ungkap gambelan gong jawa. Ketertarikan penata terhadap
karya ini, karena mampu keluar dari hal yang konvesional dari instrumen yang
dipakai. Dari hal tersebut penata mengetahui cara mengolah instrumen
gambelan jawa untuk diperlakukan non konvensional.

Trans Gender, oleh I Gede Yogi Sukawiadnyana. Karya ini


mentransformasi sebuah gending sekar gendot pada gender wayang lalu diolas
dengan sistem kerja kebaruan. Dari hal tersebut penata mendapatkan sebuah
pernyataan bahwa, gending yang telah diciptakan oleh tetua kita dapat diolah
menjadi gaya kebaruan sesuai pada jaman sekarang.

Karya Tugas Akhir I Gede Ngurah Divo Sentana yang berjudul Ketog Pineh.
Dalam pencarian refrensi penata mendapatkan sebuah prespektif dalam mencari
warna suara pada instrumen reong. Hal tersebut dirasakan karena penata selaku
musisi pada karya tersebut.

Rong 3.0 , Karya tugas akhir oleh I Putu Widatama. Karya ini menciptakan
sistem kerja yang sangat sederhana namun sangat berbobot. Penata sempat
melakukan wawancara dan penata selaku musisi pada karya tersebut. Karya ini
menjadi motivasi penata, bahawasannya membuat sistem kerja yang sederhana
namun berbobot adalah suatu hal yang sangat rumit menurut penata. Dari
pengolahan ritme, tempo, dan dinamika sangatlah ditata dengan unik dan dapat
dinikmati dan mudah di mengerti. Karya ini juga menjadi sebuah tawaran baru
dalam pengolahan sistem kerja yang sederhana dan menggunakan teknik kuno
sebagai bahan dasar lalu diolah menjadi sistem kerja kebaruan.
BAB III

METODE

3.1 Metode Penciptaan

Metode merupakan suatu cara atau formula seseorang dalam membuat


suatu hal, yang dalam hal ini adalah karya musik. Melalui metode tersebut
akantimbul suatu proses musikal dalam membentuk suatu karya. Penata musik
tentunya akan membuat sebuah rencana selama proses penyusunan karya, baik
dengan menerapkan ide, konsep lalu penuangan sebagai pedoman pertama,
tidak menutup kemungkinan juga akan ada jalan alternatif dalam menjalani
setiap prosesnya diakibatkan oleh suatu kendala yang tak terduga. Metode
penciptaan karya seni menjadi hal yang sangat penting untuk dipaparkan, karena
dalam penciptaan karya seni akademis, metode-metode yang digunakan oleh
seniman haruslah jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.

3.1.1 Proses Krativitas

Pada karya Kulawarga Pencon, penata menggunakan metode dari


seorang guru besar di ISI Surakarta, Jawa Tengah yakni Prof., Dr., Pande Made
Sukerta, S. Kar., M. Si. Isian dalam buku yang berjudul Metode Penyusunan Karya
Musik ( Sebuah Aalternatif ) terdapat berbagai tahapan-tahapan yang dilalui
dalam penyusunan sebuah karya musik, anatara lain; (1) Menyusun gagasan isi,
(2) Menyusun ide garapan, (3) Menentukan garapan. Penata juga memiliki alasan
kenapa menggunakan metode ini karena menurut penata searah dengan alur
berfikir yang dimiliki oleh penata untuk menciptakan sebuah karya seni
karawitan.

Hubungan karya ini dengan metode penyusuan musik baru Prof., Dr.,
Pande Made Sukerta, S. Kar., M. Si yakni karya ini memiliki awalan yang dimulai
dari tahap menyusun gagasan isi, menyusun ide garapan, dan menentukan
garapan. Pada tahap gagasan isi penata mulai untuk memikirkan dan
merenungkan ide serta memantapkan konsep yang akan diformulasikan.
Kemudian, tahap menyusun ide garapan dimulai dari memilih instrumen atau
media yang akan dipakai dalam pendukung karya dan mendukung gagasan isi
yang telah dirancang. Selanjutnya, yakni tahap menentukan garapan, pada tahap
ini ada beberapa tahapan yang akan dilakukan yakni, melakukan eksplorasi suara
terhadap gambelan yang berpencon, menyusun bagian-bagian komposisi,
penggarapan dan pengolahan tempo dan penggarapan dinamika melalui tahap
ekplorasi. Panata juga menyisipkan beberapa metode penciptaan tradisional Bali
yang turun-temurun diwarisi pada saat memlalui proses penciptaan karya seni
yaitu Nuasen dan Ngebah. Kelima Tahapan tersebut dijabarkan sesuai dengan
prosedur atau tatanan berkreativitas yaitu sebagai berikut.

1. Nuasen

Nuasen merupan upacara ritual yang dilakukan sebelum terjun langsung


pada proses penciptaan. Makna dari tahap nuasen ialah, meminta puji syukur
terhadap Tuhan Yang Maha esa agar bisa memberikan nilai-nilai spiritual kepada
pendukung karya, serta bisa bermanfaat bagi aura dan ekspresi karya, bahkan
nilai-nilai tersebut bisa dan diharapkan hadir dalam pementesan karya.

2. Menyusun Gagasan Isi

Gagasan isi berwujud suatu pikiran atau konsep yang merupakan isi
atauinti dari karya yang akan disusun ( Sukerta ; 2018;67). Gagasan ini dalam
penyusunan komposisi baru karawitan peranan atau kedudukannya sebagai titik
tolak atau titik berpijak untuk menentukan ide garapan dalam formulasi karya.
Dalam hal ini, penata mentitikberatkan tahapan gagasan isi pada proses
eksplorasi terhadap gambelan yang berpencon di dua jenis gambelan yaitu
gambelan Bali dan Gambelan jawa. Hal tersebut dikarenakan terwujudnya karya
ini merupakan implementasi dari gagasan isi atau rancangan yang telah
dirancang sebelumnya.

3. Menyusun Ide Garapan

Terbentukanya sebuah gagasan isi, kemudian tahap selanjutnya


mengaplikasikan gagasan isi ke dalam ide garapan. Pada tahap ini penata mulai
memikirkan alat atau instrumen yang digunakan yang dapat mendukung gagasan
isi yang telah disusun. Dalam mewujudkan karya ini, terdapat beberapa
penuangan tahapan elemen-elemen musikal yang juga merupakan aspek
terpenting dalam menciptakan suatu karya musik. Elemen yang dimaksud ialah,
ritme, melodi, tempo, dinamika, harmoni, dan timbre.

4. Menyusun Garapan.

Tahap selanjutnya ialah penentuan garapan. Hal ini merupakan proses


terakhir yang juga menentukan kualitas karya yang dihasilkan (Sukerta :2011:
69). Penetuan garapan kali ini, penata malkukan proses pengungkapan atau
penuangan ide musikal yang juga sangat menentukan kualitas karya. Pastinya,
tahapan-tahapan yang perlu diterapkan dan dilakukan yaitu sebagai berikut.

A. Merangkaikan Bagian-Bagian Komposisi


Dalam metangkaikan bagian-bagian komposisi, disini tidak hanya
sekedar mengurutkan atau menjejerkan bagian-bagian komposisi,
melainkan menggunakan pertimbangan estetik. Faktor yang perlu
dipertimbangkan ialah, ragam garap, suasana, bentuk, dan
warna.Pada penggarapan karya ini, penata menggunakan struktur Tri
Angga sebagai aspek merealisasikannya. Namun sudut pandang
panata terhadap Tri Angga ialah berbeda, Pengawit ialah pendulu
karya, Pengawak adalah bagian isian karya, dan Pengcet sebagai
penutup. Hal tersebut penata lakukan dengan tetap menghargai apa
yang telah diciptakan oleh sesepuh kita namun penata
mengekpresikannya dengan sudut pandang penata sendiri.
B. Penggarapan Tempo dan Volume Dengan Proses Eksplorasi
Tahap penggarapan tempo dan volume merupakan salah satu unusr-
unsur untuk mewujudkan alur komposisi begitu pula dengan
penjiwaan dari penyajian karya yang dibawa, karena kedua hal
tersebut dapat memperjelas pola yang telah dirangkai atau suatu
yang ditonjolkan serta menimbulkan kesan sesuai yang harapakan
dalam alur garapan.
C. Penyusunan Melodi Lewat Eksplorasi Bunyi
Munculnya bunyi disebabkan adanya getaran,gesekan, pukulan atau
petikan dari suatu benda baik dalam satu jenis maupun beberapa
jenis. Dalam hal ini ada dua proses yang dilakukan yaitu,(1) Proses
Timbre,(2) Eksplorasi Bahan Alat Pemukul. Penggarapan kali ini,
penata mencoba menggunakan sistem timbre sebagai aspek
eksperimen yang dilakukan. Proses ekrpolrasi bunyi dengan sistem
timbre dilakukan pada instrumen gambelan pencon di gambelan
Jawa. Instrumen tersebut meiluputi, Bonang Ageng saih Pelog dan
Slendro, Bonang Penerus saih Pelog dan Slendro. Penata mencoba
mederetkan semua nada yang ada di instrumen bonang dari nada
yang terendah hingga nada yang tertinggi. Hal tersebut memang
menjadi salah satu eksperimen yang dilakukan pada formulasi karya
Kulawarga Pencon. Tahap kedua dalam eksplorasi bahan alat
pemukul, penata menggunakan tiga jenis panggul yang berbeda. Jenis
tersebut meliputi, panggul benang, panggul karet dan panggul kayu.
Pernytaan tersebut juga salah satu eksperimen yang dilakukan dari
sisi eksplorasi alat pukul. Dalam Proses mengukur frekuensi nada,
penata menggunakan sebuah aplikasi yang ada di Playstore dengan
nama aplikasi “Penala Instrumen”. Berikut penata akan memaparkan
pendataan dalam proses timbre yang dilakukan dari nada yang
terendah hingga nada yang tertinggi.

Tabel 2.

Urutan Nada 6 ( Posisi Di Bonang Ageng saih Pelog)


Frekuensi 294 Hz ( Nada terendah)

Urutan Nada 7 ( Posisi Di Bonang Ageng saih Slendro)

Frekuensi 2.652 Hz ( Nada Tertinggi)


Pemaparan selanjutnya dari segi alat pemukul. Ada tiga jenis alat
pemukul yang dipakai dalam proses eksperimen ini yang meliputi, panggul
benang, panggul karet, dan panggul kayu. Berikut data dari alat pemukul.

Tabel 3.

Jenis Panggul Foto


Panggul Benang
Panggul Karet
Panggul Kayu

Adanya pernyataan diatas, penata juga menerapkan metode penciptaan


karya oleh I Wayan Beratha yang merupakan seorang empu karawitan Bali.
Tujuan penata menggunakan metode yang diformulasikan oleh I Wayan Beratha,
dikarenakan metode ini merupakan sebuah terminologi yang sangat berkaitan
dalam menciptakan karya ini. Beberapa metode tersebut meliputi :

a. Nguping
Sitem nguping merupakan tahapan mendengarkan refrensi berupa
lagu-lagu/gending-gending yang penata anggap memberikan suatu
rangsaan dalam proses formulasi karya ini. Dalam penciptaan karya
ini, penata cenderung mengambil pengolahan atau cara kerja musik
oleh I Wayan Situ Banda dengan judul karya Lingkar. Alasan penata
ialah, karya ini terwujud atas rangsangan refrensi yang diambil oleh
penata dan karya ini bertujuan mewujudkan musik yang sederhana
dan berbobot.
b. Menahin
Dalam tahap menahin berarti memperbaiki. Tahap menahin adalah
tahapan memperbaiki sistem kerja atau pola-pola melodi dan ritme
yang dianggap belum sesuai dengan keinginan dan belum sesuai
dengan ide gagasan dalam sebauh sistem kerja yang diciptakan pada
saat proses nguping. Tahapan ini juga tidak menutup kemungkinan
untuk melakukan proses mengubah dan menambah bagian pada
struktur garapan.
c. Ngalusin
Ngalusin bisa diartikan halus atau menghaluskan. Tahapan yang
memberikan ruang untuk penekanan dan penonjolan-penonjolan
yang harus ditinjolkan, penekan dinamika, dan lain sebaginnya
sehingga karya ini terlihat apik dari segi penggarapan.
5. Ngebah

Ngebah atau pentas merupakan tahapan terkahir yang dilakukan untuk


menjukan hasil dari proses yang telah dilalui. Pada tahap ngebah ada beberapa
kerpluaan dalam penyajian karya seni. Keperluan tersebut diantaranya,
pemilihan tempat penyajian, penataan penyajian, tata rias dan busana.Tahapan
ini bertujuan mengadakan evaluasi atau mencatat hal yang perlu diperbaiki
dalam karya. Penerapan evalusi dilakukan mulai dari ide garapan, ide musikal,
pengkenasan, penyajian, dan ada beberapa lainnya.

3.2 Media dan Medium

Ada dua aspek pada sub bagian kali ini diantaranya, media dan medium.
Kedua hal tersebut merupakan aspek terpenting dalam mewujudkan sebuah
karya musik. Dilihat dari difinsinya, media merupakan peranan utama dalam
pengimplementasian sumber musikal, dan medium merupakan aspek material
dalam penyusunan musikalnya. Dalam aspek media, penata menggunakan
beberapa media yang berpencon dari dua jenis gembelan diantaranya gambelan
Bali dan gambelan Jawa.

3.2.1 Media

Meraalisasikan sebuah karya seni haruslah ada media ungkap sebagai


pendukungnya. Penggarapan karya ini didukung dari beberapa jenis gambelan
yang berpencon. Sesuai denga ide garapan, penata mencoba bereksperimen
dengan menggabungan semua jenis pencon dari gambelan jawa dan gambelan
Bali. Hal tersebut menjadi pendukung kebutuhan pada penggarapan karya ini.
Berikut penjabaran media yang akan digunakan oleh penata.

3.2.1.1 Reong Semara Pagulingan

Reong adalah salah satu instrumen dalam gamelan Bali yang berbentuk
pencon/bermoncol. Umumnya reyong dibuat dari bahan kerawang atau
perunggu (yang merupakan campuran timah murni dan tembaga) namun ada
juga yang dibuat dari bahan besi atau pelat. Warna pencon reyong umumnya
berwarna keemasan tergantung bahan yang digunakan untuk membuat reyong
tersebut. Satu pencon reyong hanya dapat menghasilkan satu nada saja,
sehingga pada sebuah instrumen gamelan, satu tungguh reyong terdapat
beberapa pencon reyong menyesuaikan dengan banyak nada yang digunakan
oleh instrumen gamelan tersebut. Tinggi rendahnya nada yang dihasilkan sebuah
pencon reyong ditentukan oleh besar kecil pencon dan cembung cekungnya
pencon reyong. Semakin besar dan cembung pencon reyong maka semakin
rendah nada yang dihasilkan. Di sini penata menggunakan reong Semara
Pagulingan sebagai perwakilan semua jenis reong yang ada digambelan bali.
Alasannya, karena reong Semara Pagulingan memiliki 7 nada dan semua nada
dari beberapa jenis reong bali sudah ada di reong Semara Pagulingan.

3.2.1.2 Bonang Ageng Saih Pelog dan Slendro

Bonang Ageng dalam karawitan Jawa adalah bonang besar, berfungsi


sebagai pemimpin gending (lagu). Seperangkat gambelan biasannya terdiri dari
dua rancak. Satu rancak (satu setel) berlaras slendro berisi 12 pencon, dan satu
rancak berlaras Pelog berisi 14 pencon. Penata menemukan banyak warna suara
dalam instrumen ini. Hal tersebut menjadi daya tarik penata untuk menggunakan
instrumen Bonang Ageng. Penggunaan instrumen ini memiliki tujuan, dimana
penata akan melakukan eksperimen dengan keluar dari budayanya dan penata
mengolahnya dengan sistem kerja timbre.
1. Bonang Ageng Saih Pelog

Gambar 2

( Dokumen. Restu, 2023)

Berikut pemaparan nada bonang ageng saih pelog.

Tabel 4.

4 6 5 3 2 1 7
1 7 2 3 5 6 4

2. Bonang Ageng Saih Slendro


Gambar 3

( Dokumen. Restu, 2023)


Berikut pemaparan nada bonang ageng saih slendro.

Tabel 5.

6 5 3 2 1 2
1 2 3 5 6 1

3.2.1.3 Bonang Penerus Saih Pelog dan Slendro

Bonang penerus hampir sama dengan bonang barung, letak


perbedaannya pada ukurannya. Bonang penerus lebih kecil baik laras Slendro
maupun laras Pelog. Fungsinya sebagai penerus bonang besar. Kenong adalah
pemangku irama, tugasnya menentukan batas-batas gatra (Santosa, Hadi. 1986).
Keunikan dari instrumen ini dilihat dari bilahnya yang memiliki nada tinggi.

1. Bonang Penerus Saih Pelog.

Gambar 4

( Dokumen. Restu, 2023)

Berikut pemaparan nada bonang penerus saih pelog.

Tabel 6.

4 6 5 3 2 1 7
1 7 2 3 5 6 4
2. Bonang Penerus Saih Slendro
Gambar 5

( Dokumen. Restu, 2023 )

Berikut pemaparan nada bonang ageng saih slendro.

Tabel 7.

6 5 3 2 1 2
1 2 3 5 6 1

3.2.1.4 Kenong

Kenong adalah pemangku irama, tugasnya menentukan batas-batas


gatra. Pemilihan instrumen ini, dikarena kenong memiliki suara yang nyaring dan
tinggi. Sekiranya, kehadiran alat ini dapat menimbulkan pengolahan dengan
sistem warna suara menjadi lebih unik.
Gambar 6

( Dokumen. Restu, 2023 )

3.2.1.6 Gong ( Gambelan Bali )

Pada instrumen gong bali, penata menggunakan beberapa jenis gong


diantaranya, Gong lanang wadon pada gong kebyar, Gong pelegongan, dan gong
angklung. Penata berasumsi, ketiga jenis gong tersebut sudah mewakili
gambelan yang ada di bali.

Gambar 7

3.2.1.7 Gong (Gambelan Jawa )

Gong gantung pada gambelan jawa memiliki dua saih yaitu Pelog dan
Slendro. Keunikan gong pada gambelan jawa ialah, memiliki banyak tangga nada.
Hal tersebut menjadi daya tarik penata dalam pengolahan formulasi kali ini
dengan pengolahan tangga nada pada gong.
1. Gong Saih Pelog

Gambar 8.

( Dokumen. Restu, 2023 )


2. Gong Saih
Slendro
Gambar 9.

( Dokumen. Restu, 2023)

3.2.2 Medium

Medium dalam hal ini merupakan kebutuhanaspek-aspek material dalam


sebuah penyusuan karya musik. Aspek material musik meliputi ritme, melodi,
tempo, harmoni, dan dinamika sangat diperlukan dalam penyususan karya musik
terutama dalam penyusunan dalam bentuk penotasiaan sebelum penuangan.
Bukan hanya aspek medium musikal, keberadaan musisi juga berperan dalam
meralisasikan media serta penggarapan musik yang begitu pentingnya pada
penyusunan karya musik. Musisi pada penggrapan karya ini berjumlah 17 orang
termasuk penata.
Penerapan media dan medium merupakan sebuah tahapan yang sangat
penting dalam menciptakan sebuah karya seni. Media sebagai aspek pendukung
dalam mewujudkannya dan medium menjadi aspek pelengkap dalam
mengungkap dan menata sebuah formulasi karya musik. Pemaparan penata
dalam sub metode telah terpapar dengan tertata sesuai dengan kebutuhan yang
diperlukan pada formulasi karya dengan tujuan membuat sebuah karya yang
sederhana dan berbobot.
BAB IV

PROSES PENCIPTAAN DAN KARYA

4.1 Konsep

Kelanjutan kiat-kiat proses perwujudan setiap gagasan yang dijelaskan


sebelumnya, secara parsial atau satu persatu dari keseluruhan penata pikirkan
dalam aspek teknis serta aspek pragmatis , yang bertujuan untuk memantapkan
detail demi detail karya komposisi karawitan ini dari segi materi musikal serta
intrinsik ilham yang telah diwujudkan dengan segenap kemampuan dalam
menggunakan nalar yang penata miliki. Ada juga sistem kerja sistematis yang
penata terapkan diantaranya, judul karya, bentuk karya, cara kerja karya,
struktur karya, dan tata penyajian. Semua hal tersebut merupakan sebab akibat
dari adanya sebuah penyajian, serta semua perancangan tersebut dijabarkan
ebagai berikut.

4.1.1 Judul

Kulawarga berasal dari Bahasa Jawa yang berarti keluarga, sedangkan


pencon mengacu kepada instrumen gambelan berpencon yang digunakan
sebagai media garap pada komposisi ini. Jadi, Kulawarga Pencon adalah sebuah
perkumpulan keluarga dari instrumen gambelan berpencon yang menjadi bahan
dasar dalam formulasi pada karya ini. Penata menggunakan dua jeni gambelan
dengan budaya yang berbeda, ada gembalan berpencon dari gambelan Bali dan
gambelan berpencon dari Jawa.

4.1.2 Bentuk karya

Karya seni Kulawarga Pencon merupakan sebuah karya yang berbentuk


eksperimen. Eksperimen yang dilakukan adalah mencoba sebuah sistem
penggabungan dua gambelan yang berpencon dari dua kebudayaan, ada
gambelan Bali dan Gambelan Jawa. Tidak penggabungan saja, penata juga
mentranformasi sebuah sistem kerja tabuh kreasi dan melakukan berbagi
eksperimen pada media ungkap yang dipakai ( Gambelan pencon). Pengolahan
unsur musikal dalam perancangan bentuk musikal dari karya ini mengutarakan
bahwa sistem kerja dan media tidak sebaku yang dicatat oleh orang pintar.
Keluar dari hal konvesnional menjadi hal yang non keonvensional merupakan
tujuan penggarapan kali ini. Jadi kesimpulanya, bentuk musik pada karya ini ialah
eksperimen dan pengolahannya berupa pengolahan unsur musikal dan mencoba
keluar dari hal yang bersifat konvensional.

4.1.3 Cara Kerja

Berkreativitas selalu dilandasi dengan keberanian yang bukan berarti


berani seperti dalam kehidupan sehari-hari, namun selalu dilandasi dengan
pertimbangan estetika dan etika ( Sukerta : 2011, 45). Kulawarga Pencon
menerapkan sistem kerja Tabuh Kreasi, dengan mentranformasi sebuah elemen-
elem seperti jajar pageh pada istrumen gong kebyar ke gambelan berpencon dan
mentransformasi aksen pola kendang ke gambelan yang berpencon. Hal ini
sesuai dengan bentuk musik yang penata formulasikan yaitu musik eksperimen.
Menerapkan dan menciptakan sistem kerja sendiri dengan membuat sebuah
sistem kerja yang diberi nama Rtyhem Flower. Pengembangan dari satu ritme
dipecah menjadi banyak itulah difinisi dari Rythem Flower. Penggabungan tempo
dari tempo 3, 4 dan 5 salah satu cara kerja dalam pengolahan formulasi kali ini.
Mengapresiasi teknik kuno dan memanipulasinya menjadi baru sesuai dengan
prespektif penata juga menjadi salah satu penerapaan cara karya dal formulasi
karya Kulawarga Pencon. Penata pikir semua hal tersebut biasa saja, namun
disini penata menawarkan bahwa membuat suatu yang mudah namun berbobot
itu sangat susah. Penata juga mencoba membuat sebuah karya agar karya ini
bisa dinaikmati dan tidak membosankan walaupun karya ini berbentuk musik
eksperimen.

4.1.3 Struktur
Struktur atau susunan dari suatu karya seni adalah aspek menyangkut
semua yang ada di karya dan meliputi juga peranan masing-masing bagian untuk
dapat dicapainya sebuah karya musik yang akan dibuat. Karya Kulawarga Pencon
dilihat dari strukturalnya dibagi menjadi tiga garis besar yang terdiri dari
Pengawit(pendahuluan), Pengawak(isi), Pengecet(penutup). Pembagian tersebut
memiliki makna agar setiap bagian memiliki keragaman, penonjolan, dan
perbedaan dari masing-masing bagian tersebut. Struktur karya musik “Kulawarga
Pencon” dapat diuraikan sebagai berikut :

Pengawit ( pendahulu)

Bagian ini merupakan bagian awal dari karya Kulawarga Pencon dan
sebagai bahan pijakan formulasi karya yang akan digarap. Pada bagaian ini
penata memperkenalkan unsur musikal yang meliputi tempo 3,4,5 , ritme dan
dinamika sebagai dasar pengolahannya. Penata juga mentranformasi sebuah
awalan sistem tabuh kreasi dengan memasukan aksen kendang dan beberapa
tranformasi sistem kerja jajar pageh ke gambelan pencon. Hal tersebut
menciptakan sebuah jalinan nada-nada yang dirangkai sehingga formulasi ini
tampak jelas. Bagian ini juga melakukan sistem Barter dari segi sistem kerjanya.
Penata mengolah sukat atau hitungan 9 sebagai bahan pokok pada karya ini.

Pengawak ( isi )

Bagian isi, penata mempaparkan beberapa eksperimen yang dilakukan


yang meliputi, (1) Mengolah formula/Teknik kuno pada reong bali dan
ditranformasikan ke pencon gambelan Jawa seperti, pukulan norot, pukulan
ngeremteb, pukulan nerumpuk, pukulan ubit-ubitan dan pukulan beburu. Semua
teknik dasar tersebut ditranformasikan ke instrumen gambelan pencon Jawa. (2)
Begitu pula direong gambelan bali, penata mencoba mengolahnya dengan sistem
kerja Bas pada okestra musik barat yang penata ketahui. (3) Penata
bereksperimen
dengan pengolahan tiga alat pukul yang meliputi, benang, karet, dan kayu. (4)
Bagian ini juga berisikan eksperimen dengan membenturkan alat dengan tujuan
menghasilkan warna suara yang baru dan mencoba mengolah bagian dalam dari
instrumen pencon. (5) Pengolahan resonator juga terdapat pada bagian isi,
penata mencoba menenggelamkan instrumen pencon ke dalam air dan di pukul
sehingga menemukan kemungkinan-kemungkinan nada yang baru. (6) Penata
juga mengolah instrumen gong dan kenong pada gambelan jawa dengan
mentranformasikannya ke sebuah sistem kerja jajar pageh digambelan bali.
Penata mengolah sukat atau hitungan 8 pada formulasi bagian isi.

Pengecet (penutup)

Pada bagian ini merupakan bagian kalimaks atau benang merah dari
karya ini. Penata menggabungkan semua bagian dari bagian satu hingga bagian
dua. Penata menerapkan sistem kerja modulasi dengan isian yang telah
dipaparkan dan mengolah hitungan 9 dan 8 dengan memasukan unsur musik
seperti ritme, dinamika dan tempo 3, 4, 5 yang telah dibuat menjadi inti sari
pada bagaian penutup.

4.1.4 Tata Penyajian

Dalam penyajian karya Kulawarga Pencon, akan direncanakan dan


disajikan di Gedung Natya Mandala yang bertempat di kampus Intitut Seni
Indonesia Denpasar. Alasan penata memilih tempat tersebut, dikarenakan
penata membutuhkan ruangan yang tertutup dengan fasilitas yang lumayan
bagus dengan tujuan menghindari ketika cuaca buruk. Keperluan audio juga
menjadi alasan penata dalam pemilihan ruangan yang tertutup dan audience
dapat fokus terhadap satu titik dalam penyajian. Fasilitas di Gedung Natya
Mandal cukup berkualitas dari segi bantuan lighting yang membantu suasana
yang diinginkan saan penyajian sebuah karya. Ada juga beberapa penyajian yang
disajikan, diantaranya tata rias dan busana. Dalam tata rias penata menerapkan
tata rias yang minimalis dengan busana yang menggunakan kemeja berwarna
putih dan menggunakan celana panjang dengan bentuk batik Jawa. Sekiranya,
pemaparan
diatas adalah salah satu kebutuhan pada sebuah karya. Bukan merujuk pada musik
saja, tata penyajian juga penting dalam sebuah penyajian karya seni.

4.2 Tahap Penciptaan

Tahap penciptaan merupakan tahapan dalam menerapkan sebuah


metode yang telah di rancang sebelumnya. Metode dalam tahap penciptaan
sesuai dengan pembahasan yang berada dalam BAB III yaitu Metode. Karya
Kulwarga Pencon ini menerapkan dua metode dalam tahap penciptaan,
diantaranya metode bapak Pande Made Sukerta 2011, dan metode bapak I
Wayan Beratha. Serta beberapa tahapan penciptaan tradisional Bali yang sudah
turun temurun diterapkan. Berikut pemaparan tahapan yang akan dilakukan.

4.2.1 Teknik Pengumpulan Data

Tahap pengumpulan data merupakan hal yang penting dalam


mewujudkan karya Kulwarga Pencon ini. Tujuan dalam pengumpulan data ialah,
mencari sebuah wawan dengan melakukan penjajagan ke seniman yang pernah
melakukan hal yang penata cari dan meneliti apa yang ingin penata buat. Karya
Kulwarga Pencon ini menerapkan tiga tahapan dalam pengumpulan data,
diantaranya Wawancara, Observasi dan Studi Pustaka. Berikut pemaparannya
dari ketiga tahapan tersebut.

1. Wawancara
Penata melakukan proses wawancara terhadap seniman muda dari
Gianyar yang bernama I Wayan Situ Banda. Proses wawancara dilakukan
dengan pembahasan dalam pengolahan terhadap instrumen gambelan
yang berpencon. Nara Sumber sbeleumnya sudah pernah membuat
sebuah karya yang mengolah instrumen pencon sebagai media
ungkapnya. Tahapan ini sangatlah membantu penata dalan pengolahan
instrumen gambekan pencon. Penata juga melakukan wawancara
terhadap salah satu dosen di Institut Seni Indonesia Denpasar yaitu Bapak
Saptono, dimana penata ketahui beliau adahal dosen dalam mata kuliah
Gong jawa. Penata melakuakn wawancara mengenai gambekan pencon
pada gambelan Jawa.
Wawancara dari kedua nara sumber ini penata lakukan, dikarena ide
dalam karya ini ialah sebuah alkuturasi budaya Bali dan Jawa dengan
mengolah gambelan yang berpencon. Prespektif demi prespektif
didapatkan dalam proses wawancara dan penata tampung untuk
dijadikan bahan dasar pijakan dalam formulasi karya ini.
2. Observasi
Proses observasi ini dilakukan dengan mencari kemungkinan-
kemungkinan yang belum pernah dilakukan terhadap instrumen
gambelan yang berpencon. Penata melakukan beberapa eksperimen
yaitu, (1) Mencoba menambah resontor terhadap instrumen gambelan
yang berpencon,(2) mencari warna suara di gambelan pencon Jawa,(3)
eksplorasi dengan bahan alat pukul.(4) mencari frekuensi nada pada
bonang gambelan jawa dari nada yang terendah hingga nada yang
tertinggi. Keempat tahapan tersebut penata teliti agar dapat membantu
menyukseskan apa yang penata inginkan. Dalam tahap ini pastinya
memerlukan tenaga kerja untuk membantu dalam proses observasi ini.
Penata mengajak mahasiswa dari Prodi Seni Karwitan untuk bekerja dama
untuk melakukan tahapan ini.
3. Studi Pustaka
Studi Pustaka merupakan tahapan dalam pencari dan menelusuri sebuah
literatur. Karya Kulwarga pencon mencari sebuah literatur melalui sebuah
jurnal-jurnal yang ada kaitannya dengan karya yang akan dibuat serta
menelusuri literatur di perpustakaan Institut Seni Indonesia Denpasar
sebagai pijakan dan acuan dalam pembuatan skrip.

4.2.2 Proses Kreativitas

Dalam penerapan proses kreativitas, penata menggunakan metode


pencuptaan oleh Sukerta (2011) dengan menyisipkan metode bapak I Wayan
Beratha, serta menerpkan beberapa metode karya seni tradisional Bali. Berikut
pemaparannya.

1. Nuasen

Nuasen merupan upacara ritual yang dilakukan sebelum terjun langsung


pada proses penciptaan. Makna dari tahap nuasen ialah, meminta puji syukur
terhadap Tuhan Yang Maha esa agar bisa memberikan nilai-nilai spiritual kepada
pendukung karya, serta bisa bermanfaat bagi aura dan ekspresi karya, bahkan
nilai-nilai tersebut bisa dan diharapkan hadir dalam pementesan karya. Proses
nuasen dilakukan pada tangga 2 Oktober 2023.

Tabel 8

Nuasen

NO Uraian Keterangan Capian


1. Melakukan Persembahyangan Persembahyang Kegiatan sudah di
untuk melakukan kegiatan dilakukan di Pura lakukan dengan
dengan tujuan supaya adanya Padama Kamus Isi baik dan lancar
kelancaran dalam proses Denpasar
formulasi karya
2. Mencari Musisi Melakukan Mendapatkan 16
pencarian musisi musisi yang
lewat chat dan sudah siap
telepon. mendukung
karya

2. Menyusun Gagasan Isi


Gagasan isi berwujud suatu pikiran atau konsep yang merupakan isi
atauinti dari karya yang akan disusun ( Sukerta ; 2018;67). Gagasan ini
dalam penyusunan komposisi baru karawitan peranan atau
kedudukannya
sebagai titik tolak atau titik berpijak untuk menentukan ide garapan dalam
formulasi karya.
Tabel 9
Menyusun Gagasan Isi

NO Uraian Keterangan Capian


1. Mulai mancari sebuah rekan Mengajak Rekan kerja mau
kerja untuk ikut serta dalam beberapa mambantu dalam
tahap ekperimen mahasiswa hal ini
semester 3 untuk
melakukan
observasi
2. Pemaparan suatu perihal Percobaan Mendapatkan
terhadap rekan kerja. dimulai dengan beberapa hal
rekan kerja yang unik untuk
dalam tahap dilakukan dalam
eksplorasi proses
eksperimen.

3. Menyusun Ide Garapan


Terbentukanya sebuah gagasan isi, kemudian tahap selanjutnya
mengaplikasikan gagasan isi ke dalam ide garapan. Pada tahap ini penata
mulai memikirkan alat atau instrumen yang digunakan yang dapat
mendukung gagasan isi yang telah disusun.

Tabel 10
Menyusun Ide garapan

NO Uraian Keterangan Capian


1. Proses observasi ke gambelan Menentukan Pemilihan
Jawa dan gambelan Bali instrumen apa saja instrumen sudah
yang akan dipakai. ditentukan
dengan
menggunakan
instrumen
gambelan yang
berpencon.
2. Mencari warna suara dengan Penata mencoba Hal tersebut
mencari kemungkinan- melakukan sistem diperlukannya
kemungkinan yang menurut timbre terhadap sebuah alat
penata unik dalam instrumen instrumen bonang untuk mengukur
tersebut. ageng dan penerus berapa jarak
daridua saih yaitu frekuensi nada
pelog dan slendro. agar sistem
timbre bisa
dilakukan.
3. Percobaan ekslorasi terhadap Penata mencari Beberapa ide
alat pukul. hal yang mungkin sudah tersusun
belum pernah dalam pemilihan
dilakukan dari segi alat pukul dalam
alat pukul. proses
eksperimen.
4. Pembentukan Struktur garapan Dalam formulasi Terpilihnya
karya ini, penata Struktur tersebut
menata struktur dengan sudut
dengan pandang yang
menggunakan berbeda.
struktur Tri Angga
sebagai bahan
merealisasikannya.

4. Menentukan Garapan
Tahap selanjutnya ialah penentuan garapan. Hal ini merupakan proses
terakhir yang juga menentukan kualitas karya yang dihasilkan (Sukerta
:2011: 69). Penetuan garapan kali ini, penata malkukan proses
pengungkapan atau penuangan ide musikal yang juga sangat menentukan
kualitas karya.

NO Uraian Keterangan Capian


1. Nguping Nguping merpukan tahapan Memperoleh
dalam mendengarkan refrensi beberapa ide
sebagai pijakan dan rangsangan setelah
dalam berkarya. Refrensi yang mendengarkan
digunakan sudah di paparkan refrensi yang
dalam sub sumber diskografi. didengar melalui
audio visual.
2. Merangkai Membuat sebuah rangkaian Menggunakan
Bagian-Bagian pola-pola agar menciptakan sistem manipulasi
Komposisi sebuah keutuhan karya. sebagai tahapan
dalam berkarya
demi menciptakan
sebuah pola yang
berbobot.
3. Penggarapan Kedua elemen ini menjadi dasar Sesungguhnya,
tempo dan dalam berkarya. Dalam dalam penggarapam
volume penggarapan tempo dan tempo dan volume,
volume, penggarapannya digarap setelah
terbentuknya pola-
setelah adanya sebuah pola-pola pola yang telah
yang sudah tercipta. ditata. Hal ini
disesuaikan
rangsangan penata
dalam
mengkontekstualkan
pola yang dibuat
4. Menahin Menahin berarti memperbaiki Setelah garapannya
sebuah formulasi karya. Hal ini terbentuk dan
memberikan keleluasaan dalam mendengarkannya
memperbaiki dan mengevaluasi di audio, terdadap
karya yang sudah di bentuk. perbaikan yang
dilakukan. Seperti
dinamika atau
tempo yang kurang
stabil dan
penghayatan dalam
memainkan sebuah
karya belum terlihat
dalam formulasi
karya ini.
5. Ngalusin Ngalusin merupakan tahapan Capiannya ialah,
pernggarapan supaya memperoleh
menjadikannya halus. kerapian dalam
Penekanan pola-pola dalam membawa sebuah
garapan penata lakukan dalam karya yang telah
hal ini. Tujuannya ialah, adanya dibentuk. Metode
sebuah pola yang mungkin ngalusin
penata anggap belum maksimal memberikan
dilakukan. keuntungan dalam
memperkuat
garapan dan
mengkualitaskan
garapan supaya
berbobot.

5. Ngebah

Ngebah atau pentas merupakan tahapan terkahir yang dilakukan untuk


menjukan hasil dari proses yang telah dilalui. Pada tahap ngebah ada beberapa
kerpluaan dalam penyajian karya seni. Keperluan tersebut diantaranya,
pemilihan tempat penyajian, penataan penyajian, tata rias dan busana. Dalam
penyajian karya Kulawarga Pencon, akan direncanakan dan disajikan di Gedung
Natya Mandala yang bertempat di kampus Intitut Seni Indonesia Denpasar.

Alasan penata memilih tempat tersebut, dikarenakan penata membutuhkan


ruangan yang tertutup dengan fasilitas yang lumayan bagus dengan tujuan
menghindari ketika cuaca buruk. Keperluan audio juga menjadi alasan penata
dalam pemilihan ruangan yang tertutup dan audience dapat fokus terhadap satu
titik dalam penyajian. Fasilitas di Gedung Natya Mandal cukup berkualitas dari
segi bantuan lighting yang membantu suasana yang diinginkan saan penyajian
sebuah karya

Tujuan penyajian ini ialah, adanya kritikan terhadap karya yang ditampilkan.
Kritikan dari dosen maupun audience yang mungkin menurutnya adanya
kekurangan dalam pementasan karya bisa dijadikan bahan motivasi untuk
penata dalam penciptaan pengkaryaan selanjutnya.

4.3 Deskripsi karya

Karya musik ini berjudul “Kulawarga Pencon”. Kulawarga berasal dari Bahasa
Jawa yang berarti keluarga, sedangkan pencon mengacu kepada instrumen
berpencon yang digunakan sebagai media garap pada komposisi ini. Jadi,
Kulawarga Pencon adalah sebuah perkumpulan keluarga dari dua culture tentang
instrumen gambelan berpencon yang menjadi bahan dasar dalam formulasi pada
karya ini. Formulasi karya Kulawarga Pencon digarap dengan dua insntumen
gambelan yang berpencon yakni, gambelan Bali dan gambelan Jawa.
Pemaparannya, Penata menggunakan Instrumen Reong Semara Pagulingan dari
gambelan Bali. Instrumen Bonang Ageng dan Penerus dari saih Pelog dan saih
Slendro. Instrumen kenong dan Gong dari gambelan Jawa dan gambelan
Bali.Karya musik “Kulawarga Pencon” berbentuk musik eksperimenal. Musik
eksperimenal sebagai music baru yang diciptakan dengan konsep lebih bebas dan
tidak terikat dengan aturan music tradisi (Sugiartha, 2012:118). Pengolahan
musikal pada karya “kulawarga Pencon” ini yakni berangkat dari pengapresiasian
terhadap sebuah Teknik permainan pada instrumen gambelan yang berpencon
dan pengolahan yang berangkat dari unsur ritme yang berdasarkan dari
beberapa Tempo, sehingga muncul sebuah jalinan nada -nada yang dapat
mengahsilkan harmonisasi dalam formulasi karya.

Ada beberapa alasan penata untuk membuat musik eksperimen diantaranya,


(1) Ingin melakukan percobaan dengan mengolah gambelan yang berpencon ,(2)
Membuat sebuah tawaran baru terhadap gambelan berpencon di gambelan
Jawa dari segi pengolahan sistem kerja dalam konteks pengembangan . Kedua
alasan tersebut menjadi daya tarik penata untuk menciptakan karya musik
dengan bentuk eksperimen. Begitu pula karya ini penting diciptakan, karena
penata ingin membuktikan bahawasannya sebuah sistem musik dan media
berupa instrumen itu tidak selamanya baku dan tidak selamanya harus
mematuhi aturan yang telah ada.

Karya musik “Kulawarga Pencon” menggunakan struktur Tri Angga yaitu


kawitan (pendahulu), pengawak (isi), pengecet(penutup). Dalam kawitan, penata
berasumsi bahwa kawitan adalah sebuah pendahuluan. Penata memaparkan
sebuah sistem kerja dengan menonjolkan unsur musik seperti ritme, dinamika,
dan tempo yang kemudian menjadi bahan dasar pada bagian
pendahuluan(kawitan). Bagian pengawak (isi), penata berasumsi bahawasannya
sebuah isi pastinya memiliki bagan yang besar atau sebuah ruang lingkup yang
sangat luas. Penata membuat sebuah sistem kerja dengan mengolah teknik kuno
yang lalu dikembangkan sesuai dengan prespektif sang penata. Pengecet (
penutup ), penata menafsirkan, bahawasannya dibagian ini kalimaks atau benang
merah sebuah formulasi karya akan di transformasikan ke bagian penutup.Karya
musik “kulawarga Pencon” disusun dan ditata atas tiga bagian yang masing-
masing bagian memiliki karakter pola yang berbeda-beda namun bersumber dari
sebuahTeknik gambelan berpencon yang sudah ada sehingga kiranya penata
kembangkan sesuai daya tafsir.

Pada Formulasi karya ini melakukan beberapa eksperimen yang mungkin


belum pernah dilakukan di instrumen gambelan jawa. Contoh eksperimen yang
akan dilakukan ialah, malakukan sistem kerja timbre dengan menderetkan semua
nada dari yang terendah hingga nada yang tertinggi pada instrumen bonang
ageng dan bonang penerus. Melakukan eksplorasiasi terhadap alat pukul dangan
mengubah original panggul pada instrumen menjadi alat pukul dengan sifat yang
soft (lembut).Formulasi karya musik “kulawarga Pencon” berdurasikan 12 menit
dari ketentuan yang telah ditentukan. Karya musil “kulawarga Pencon”
dimainkan oleh 17 musisi termasuk penata dengan pendukung karya yang
berasal dari mahasiswa di program Studi Seni Karawitan dan Pendidikan Seni
Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar.

4.3.1 Instrumen

Instrumen yang pakai dalam formulasi karya Kulwarga Pencon ini


meiluputi instrumen dari dua jenis gambelan yaitu gambelan Bali dan gambelan
Jawa. Namun pemilihannya dalam mevisualkannya, penata menggunakan
gambelan yang berpencon sesuai dengan pemaparan yang ada pada sub latar
belakang. Penata melakukan beberapa eksperimen seperti (1) melakukan
sistem timbre dari mencari nada yang terendah hingga nada yang tertinggi pada
isntrumen gambelan Bonang ageng dan penerus dari dua saih yaitu Pelog dab
Slendro. (2) memposisikan reong bali seperti posisi gambelan Bonang, (3)
Eksplorasi alat pukul dan (4) memanfaatkan air sebagai resonator baru. Berikut
pemaparan dari empat eksperimen tersebut.

1. Timbre terhadap gambelan Bonang Ageng dan Penerus Saih Pelog


dan Slendro.
2. Perubahan posisi pada Gambelan Reong Semara Pagulingan
3. Eksplorasi Alat Pukul
4. Resonator air

4.3.2 Instrumentasi

You might also like