Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Kreativitas tiada henti seniman Bali dalam kurun waktu kurang lebih tiga
dekade belakangan ini (1979-2010) telah menyebabkan berbagai perubahan
dalam bidang seni pertunjukan ( Sugiartha : 2012 : 01). Bisa dilihat dari
frontalnya pemikiran komponis saat ini yang begitu pesat perkembangannya dan
begitu pesat membawa perubahan dari segi berkomposisi. Gaya berkomposisi
pada saat ini sering disebut dengan musik ekperimen atau musik kontemporer.
Musik Eksperimen memiliki sejarah yang sangat panjang dan musik eksperimen
memiliki akar dalan gerakan seni avant-grade yang muncul pada awal abad ke-
20. Pandangan komposer bali tentang musik eksperimen adalah musik kebaruan
yang dibuat penuh dengan konsep, kaidah, dan suasana yang baru. Penata
berasumsi bahwa musik eksperimen itu adalah sebuah penyajian musik dengan
tahap percobaan yang lepas dari aturan konvensional dengan tujuan mencari
sebuah kebebasan dalam sebuah berkomposisi.
Pada karya ini, penata menggabungkan gambelan Bali dan Jawa sebagai
ide gagasan pada formulasi karya ini. Ekplorasi atau Eksperimen merupakan
suatu kegiatan pencarian atau pengolahan atau penggarapan sesuatu dalam
penyusunan komposisi baru karawitan ( pande made sukerta, 2011 ; 20 ). Sejalan
dengan pemikiran tersebut, maka penata menggunakan dua jenis gambelan
berpencon Bali dan Jawa , yakni (1) instrumen reong Semara Pagulingan dari
gamelan Bali, (2) bonang barung dan bonang penerus dengan laras pelog dan
selendro, (3) kenong saih pelog dan selendro, (4) Instrumen gong dari karawitan
Jawa dan karawitan Bali. (5) Instrumen Kenong dari karawitan Jawa. Reong
adalah salah satu instrumen dalam gamelan Bali yang berbentuk
pencon/bermoncol. Umumnya reyong dibuat dari bahan kerawang atau
perunggu (yang merupakan campuran timah murni dan tembaga) namun ada
juga yang dibuat dari bahan besi atau pelat. Warna pencon reyong umumnya
berwarna keemasan tergantung bahan yang digunakan untuk membuat reyong
tersebut. Satu pencon reyong hanya dapat menghasilkan satu nada saja,
sehingga pada sebuah instrumen gamelan, satu tungguh reyong terdapat
beberapa pencon reyong menyesuaikan dengan banyak nada yang digunakan
oleh instrumen gamelan tersebut. Tinggi rendahnya nada yang dihasilkan sebuah
pencon reyong ditentukan oleh besar kecil pencon dan cembung cekungnya
pencon reyong. Semakin besar dan cembung pencon reyong maka semakin
rendah nada yang dihasilkan.
1. Tujuan Umum
a. Menyampaikan hasil eksperimen dalam pengolahan instrumen
gambelan Bali dan gambelan Jawa khususnya di gambelan yang
berpencon.
b. Menghadirkan ruang kebebasan bersikap dalam sebuah karya
karawitan.
c. Sebagai acuan dalam berkarya atau bisa dijadikan refrensi untuk
kedepannya.
2. Tujuan Khusus
a. Rasa ingin menambah wawasan dan mengasah kemampuan
beerkomposisi dalam konteks musik kebaruan.
b. Mengasah daya kreatif dalam pembentukan music ekperiment.
c. Menciptakan sebuah eksperimen dengan sudut pandang
tersendiri dalam pengolahan instrumen gambelan yang
berpencon dengan cara yang berlogika dan beretika.
1.4 Manfaat
Karya komposisi ini dibuat dengan harapan dapat berguna dan dinikmati
dalam dunia karawitan, musik dan masyarakat. Melalui hal tersebut, penata
menyusun beberapa manfaat, teoritis dan praktis. Berikut penjabaran manfaat
yang sekiranya berguna pada konteks penikmat.
1. Manfaat Teoritis
a. Menjadikan tulisan ini sebagai sumber bahan bacaan dalam
membuat suatu karya tulis.
b. Dapat memberikan tawaran bagi teman-teman yang ingin
membuat karya eksperimen dikemudian hari.
c. Bisa digunakan sebagai perbandingan cara pandang music yang
berbau kebaruan.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai wadah untuk menuangkan sebuah Kreativitas atau ide
untuk Menciptakan sebuah karya yang bisa dikatakan baru.
b. Memberikan pengalaman kepada musisi.
c. Timbulnya pemahaman bahwa suatu karya komposisi dapat
digarap dengan konsep yang sederhana namun harus dibangun
berdasarkan metodologi dan wujud karya yang dapat
dipertanggungjawabkan secara objektif dalam ranah akademis.
Tabel 1.
Selain gamelan di komunitas seni Taksu Agung juga terdapat tempat khusus
latihan tari, dan property dan kostum seni pertunjukan.
11. Juara umum nasional parada musik daerah 2017 TMII Jakarta
12. Juara umum nasional parada musik daerah 2018 TMII Jakarta
13. Juara 3 balaganjur sebali 2018 (Puspem Badung)
Keju Fenny, karya oleh bapak I Wayan Sudirana. Larya ini saya temui di
sebuah aplikasi SoundCloud. Penata mengatahui dan mendapatkan sebuah ilmu
dalam pengolahan tempo ¾. Pemikiran penata sangat Frontal ketika
mendengarkan karya ini. Hal tersebut menjadi pijakan penata untuk membuat
sebuah karya dengan pengolahan tempo ¾.
Anomali Reong, oleh I Putu Gede Sukaryana. Karya musik Anomali Reong
menginspirasi penata untuk Menciptakan karya musik “Kulawarga Pencon”, serta
pada karya ini penata menemukan Teknik permainan dan pengolahan ritme serta
pengembangan motif-motif baru. Penata menontonya di chanel youtube Insitu
Recordings dan kunikan ritme penata dapatkan pada menit 1.25.
Working Together, oleh bapak Dewa Alit. Komposisi karya yang dibuat
sangat banyak memiliki esensi-esensi yang luar biasa. Penata mendapatkan
sebuah ilmu dalam membuat sebuah Garapan dengan tempo yang konstan.
Penata monton video tersebut di kanal YouTube Dewa Alit .
Koma, oleh I Gusti Nyoman Barga Sastrawardi. Karya musik ini
menggunakan media ungkap gambelan gong jawa. Ketertarikan penata terhadap
karya ini, karena mampu keluar dari hal yang konvesional dari instrumen yang
dipakai. Dari hal tersebut penata mengetahui cara mengolah instrumen
gambelan jawa untuk diperlakukan non konvensional.
Karya Tugas Akhir I Gede Ngurah Divo Sentana yang berjudul Ketog Pineh.
Dalam pencarian refrensi penata mendapatkan sebuah prespektif dalam mencari
warna suara pada instrumen reong. Hal tersebut dirasakan karena penata selaku
musisi pada karya tersebut.
Rong 3.0 , Karya tugas akhir oleh I Putu Widatama. Karya ini menciptakan
sistem kerja yang sangat sederhana namun sangat berbobot. Penata sempat
melakukan wawancara dan penata selaku musisi pada karya tersebut. Karya ini
menjadi motivasi penata, bahawasannya membuat sistem kerja yang sederhana
namun berbobot adalah suatu hal yang sangat rumit menurut penata. Dari
pengolahan ritme, tempo, dan dinamika sangatlah ditata dengan unik dan dapat
dinikmati dan mudah di mengerti. Karya ini juga menjadi sebuah tawaran baru
dalam pengolahan sistem kerja yang sederhana dan menggunakan teknik kuno
sebagai bahan dasar lalu diolah menjadi sistem kerja kebaruan.
BAB III
METODE
Hubungan karya ini dengan metode penyusuan musik baru Prof., Dr.,
Pande Made Sukerta, S. Kar., M. Si yakni karya ini memiliki awalan yang dimulai
dari tahap menyusun gagasan isi, menyusun ide garapan, dan menentukan
garapan. Pada tahap gagasan isi penata mulai untuk memikirkan dan
merenungkan ide serta memantapkan konsep yang akan diformulasikan.
Kemudian, tahap menyusun ide garapan dimulai dari memilih instrumen atau
media yang akan dipakai dalam pendukung karya dan mendukung gagasan isi
yang telah dirancang. Selanjutnya, yakni tahap menentukan garapan, pada tahap
ini ada beberapa tahapan yang akan dilakukan yakni, melakukan eksplorasi suara
terhadap gambelan yang berpencon, menyusun bagian-bagian komposisi,
penggarapan dan pengolahan tempo dan penggarapan dinamika melalui tahap
ekplorasi. Panata juga menyisipkan beberapa metode penciptaan tradisional Bali
yang turun-temurun diwarisi pada saat memlalui proses penciptaan karya seni
yaitu Nuasen dan Ngebah. Kelima Tahapan tersebut dijabarkan sesuai dengan
prosedur atau tatanan berkreativitas yaitu sebagai berikut.
1. Nuasen
Gagasan isi berwujud suatu pikiran atau konsep yang merupakan isi
atauinti dari karya yang akan disusun ( Sukerta ; 2018;67). Gagasan ini dalam
penyusunan komposisi baru karawitan peranan atau kedudukannya sebagai titik
tolak atau titik berpijak untuk menentukan ide garapan dalam formulasi karya.
Dalam hal ini, penata mentitikberatkan tahapan gagasan isi pada proses
eksplorasi terhadap gambelan yang berpencon di dua jenis gambelan yaitu
gambelan Bali dan Gambelan jawa. Hal tersebut dikarenakan terwujudnya karya
ini merupakan implementasi dari gagasan isi atau rancangan yang telah
dirancang sebelumnya.
4. Menyusun Garapan.
Tabel 2.
Tabel 3.
a. Nguping
Sitem nguping merupakan tahapan mendengarkan refrensi berupa
lagu-lagu/gending-gending yang penata anggap memberikan suatu
rangsaan dalam proses formulasi karya ini. Dalam penciptaan karya
ini, penata cenderung mengambil pengolahan atau cara kerja musik
oleh I Wayan Situ Banda dengan judul karya Lingkar. Alasan penata
ialah, karya ini terwujud atas rangsangan refrensi yang diambil oleh
penata dan karya ini bertujuan mewujudkan musik yang sederhana
dan berbobot.
b. Menahin
Dalam tahap menahin berarti memperbaiki. Tahap menahin adalah
tahapan memperbaiki sistem kerja atau pola-pola melodi dan ritme
yang dianggap belum sesuai dengan keinginan dan belum sesuai
dengan ide gagasan dalam sebauh sistem kerja yang diciptakan pada
saat proses nguping. Tahapan ini juga tidak menutup kemungkinan
untuk melakukan proses mengubah dan menambah bagian pada
struktur garapan.
c. Ngalusin
Ngalusin bisa diartikan halus atau menghaluskan. Tahapan yang
memberikan ruang untuk penekanan dan penonjolan-penonjolan
yang harus ditinjolkan, penekan dinamika, dan lain sebaginnya
sehingga karya ini terlihat apik dari segi penggarapan.
5. Ngebah
Ada dua aspek pada sub bagian kali ini diantaranya, media dan medium.
Kedua hal tersebut merupakan aspek terpenting dalam mewujudkan sebuah
karya musik. Dilihat dari difinsinya, media merupakan peranan utama dalam
pengimplementasian sumber musikal, dan medium merupakan aspek material
dalam penyusunan musikalnya. Dalam aspek media, penata menggunakan
beberapa media yang berpencon dari dua jenis gembelan diantaranya gambelan
Bali dan gambelan Jawa.
3.2.1 Media
Reong adalah salah satu instrumen dalam gamelan Bali yang berbentuk
pencon/bermoncol. Umumnya reyong dibuat dari bahan kerawang atau
perunggu (yang merupakan campuran timah murni dan tembaga) namun ada
juga yang dibuat dari bahan besi atau pelat. Warna pencon reyong umumnya
berwarna keemasan tergantung bahan yang digunakan untuk membuat reyong
tersebut. Satu pencon reyong hanya dapat menghasilkan satu nada saja,
sehingga pada sebuah instrumen gamelan, satu tungguh reyong terdapat
beberapa pencon reyong menyesuaikan dengan banyak nada yang digunakan
oleh instrumen gamelan tersebut. Tinggi rendahnya nada yang dihasilkan sebuah
pencon reyong ditentukan oleh besar kecil pencon dan cembung cekungnya
pencon reyong. Semakin besar dan cembung pencon reyong maka semakin
rendah nada yang dihasilkan. Di sini penata menggunakan reong Semara
Pagulingan sebagai perwakilan semua jenis reong yang ada digambelan bali.
Alasannya, karena reong Semara Pagulingan memiliki 7 nada dan semua nada
dari beberapa jenis reong bali sudah ada di reong Semara Pagulingan.
Gambar 2
Tabel 4.
4 6 5 3 2 1 7
1 7 2 3 5 6 4
Tabel 5.
6 5 3 2 1 2
1 2 3 5 6 1
Gambar 4
Tabel 6.
4 6 5 3 2 1 7
1 7 2 3 5 6 4
2. Bonang Penerus Saih Slendro
Gambar 5
Tabel 7.
6 5 3 2 1 2
1 2 3 5 6 1
3.2.1.4 Kenong
Gambar 7
Gong gantung pada gambelan jawa memiliki dua saih yaitu Pelog dan
Slendro. Keunikan gong pada gambelan jawa ialah, memiliki banyak tangga nada.
Hal tersebut menjadi daya tarik penata dalam pengolahan formulasi kali ini
dengan pengolahan tangga nada pada gong.
1. Gong Saih Pelog
Gambar 8.
3.2.2 Medium
4.1 Konsep
4.1.1 Judul
4.1.3 Struktur
Struktur atau susunan dari suatu karya seni adalah aspek menyangkut
semua yang ada di karya dan meliputi juga peranan masing-masing bagian untuk
dapat dicapainya sebuah karya musik yang akan dibuat. Karya Kulawarga Pencon
dilihat dari strukturalnya dibagi menjadi tiga garis besar yang terdiri dari
Pengawit(pendahuluan), Pengawak(isi), Pengecet(penutup). Pembagian tersebut
memiliki makna agar setiap bagian memiliki keragaman, penonjolan, dan
perbedaan dari masing-masing bagian tersebut. Struktur karya musik “Kulawarga
Pencon” dapat diuraikan sebagai berikut :
Pengawit ( pendahulu)
Bagian ini merupakan bagian awal dari karya Kulawarga Pencon dan
sebagai bahan pijakan formulasi karya yang akan digarap. Pada bagaian ini
penata memperkenalkan unsur musikal yang meliputi tempo 3,4,5 , ritme dan
dinamika sebagai dasar pengolahannya. Penata juga mentranformasi sebuah
awalan sistem tabuh kreasi dengan memasukan aksen kendang dan beberapa
tranformasi sistem kerja jajar pageh ke gambelan pencon. Hal tersebut
menciptakan sebuah jalinan nada-nada yang dirangkai sehingga formulasi ini
tampak jelas. Bagian ini juga melakukan sistem Barter dari segi sistem kerjanya.
Penata mengolah sukat atau hitungan 9 sebagai bahan pokok pada karya ini.
Pengawak ( isi )
Pengecet (penutup)
Pada bagian ini merupakan bagian kalimaks atau benang merah dari
karya ini. Penata menggabungkan semua bagian dari bagian satu hingga bagian
dua. Penata menerapkan sistem kerja modulasi dengan isian yang telah
dipaparkan dan mengolah hitungan 9 dan 8 dengan memasukan unsur musik
seperti ritme, dinamika dan tempo 3, 4, 5 yang telah dibuat menjadi inti sari
pada bagaian penutup.
1. Wawancara
Penata melakukan proses wawancara terhadap seniman muda dari
Gianyar yang bernama I Wayan Situ Banda. Proses wawancara dilakukan
dengan pembahasan dalam pengolahan terhadap instrumen gambelan
yang berpencon. Nara Sumber sbeleumnya sudah pernah membuat
sebuah karya yang mengolah instrumen pencon sebagai media
ungkapnya. Tahapan ini sangatlah membantu penata dalan pengolahan
instrumen gambekan pencon. Penata juga melakukan wawancara
terhadap salah satu dosen di Institut Seni Indonesia Denpasar yaitu Bapak
Saptono, dimana penata ketahui beliau adahal dosen dalam mata kuliah
Gong jawa. Penata melakuakn wawancara mengenai gambekan pencon
pada gambelan Jawa.
Wawancara dari kedua nara sumber ini penata lakukan, dikarena ide
dalam karya ini ialah sebuah alkuturasi budaya Bali dan Jawa dengan
mengolah gambelan yang berpencon. Prespektif demi prespektif
didapatkan dalam proses wawancara dan penata tampung untuk
dijadikan bahan dasar pijakan dalam formulasi karya ini.
2. Observasi
Proses observasi ini dilakukan dengan mencari kemungkinan-
kemungkinan yang belum pernah dilakukan terhadap instrumen
gambelan yang berpencon. Penata melakukan beberapa eksperimen
yaitu, (1) Mencoba menambah resontor terhadap instrumen gambelan
yang berpencon,(2) mencari warna suara di gambelan pencon Jawa,(3)
eksplorasi dengan bahan alat pukul.(4) mencari frekuensi nada pada
bonang gambelan jawa dari nada yang terendah hingga nada yang
tertinggi. Keempat tahapan tersebut penata teliti agar dapat membantu
menyukseskan apa yang penata inginkan. Dalam tahap ini pastinya
memerlukan tenaga kerja untuk membantu dalam proses observasi ini.
Penata mengajak mahasiswa dari Prodi Seni Karwitan untuk bekerja dama
untuk melakukan tahapan ini.
3. Studi Pustaka
Studi Pustaka merupakan tahapan dalam pencari dan menelusuri sebuah
literatur. Karya Kulwarga pencon mencari sebuah literatur melalui sebuah
jurnal-jurnal yang ada kaitannya dengan karya yang akan dibuat serta
menelusuri literatur di perpustakaan Institut Seni Indonesia Denpasar
sebagai pijakan dan acuan dalam pembuatan skrip.
1. Nuasen
Tabel 8
Nuasen
Tabel 10
Menyusun Ide garapan
4. Menentukan Garapan
Tahap selanjutnya ialah penentuan garapan. Hal ini merupakan proses
terakhir yang juga menentukan kualitas karya yang dihasilkan (Sukerta
:2011: 69). Penetuan garapan kali ini, penata malkukan proses
pengungkapan atau penuangan ide musikal yang juga sangat menentukan
kualitas karya.
5. Ngebah
Tujuan penyajian ini ialah, adanya kritikan terhadap karya yang ditampilkan.
Kritikan dari dosen maupun audience yang mungkin menurutnya adanya
kekurangan dalam pementasan karya bisa dijadikan bahan motivasi untuk
penata dalam penciptaan pengkaryaan selanjutnya.
Karya musik ini berjudul “Kulawarga Pencon”. Kulawarga berasal dari Bahasa
Jawa yang berarti keluarga, sedangkan pencon mengacu kepada instrumen
berpencon yang digunakan sebagai media garap pada komposisi ini. Jadi,
Kulawarga Pencon adalah sebuah perkumpulan keluarga dari dua culture tentang
instrumen gambelan berpencon yang menjadi bahan dasar dalam formulasi pada
karya ini. Formulasi karya Kulawarga Pencon digarap dengan dua insntumen
gambelan yang berpencon yakni, gambelan Bali dan gambelan Jawa.
Pemaparannya, Penata menggunakan Instrumen Reong Semara Pagulingan dari
gambelan Bali. Instrumen Bonang Ageng dan Penerus dari saih Pelog dan saih
Slendro. Instrumen kenong dan Gong dari gambelan Jawa dan gambelan
Bali.Karya musik “Kulawarga Pencon” berbentuk musik eksperimenal. Musik
eksperimenal sebagai music baru yang diciptakan dengan konsep lebih bebas dan
tidak terikat dengan aturan music tradisi (Sugiartha, 2012:118). Pengolahan
musikal pada karya “kulawarga Pencon” ini yakni berangkat dari pengapresiasian
terhadap sebuah Teknik permainan pada instrumen gambelan yang berpencon
dan pengolahan yang berangkat dari unsur ritme yang berdasarkan dari
beberapa Tempo, sehingga muncul sebuah jalinan nada -nada yang dapat
mengahsilkan harmonisasi dalam formulasi karya.
4.3.1 Instrumen
4.3.2 Instrumentasi